• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Jumantik

2.1.1 Pengertian Jumantik

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2004) mendefinisikan jumantik merupakan orang yang berasal dari masyarakat, yang diberikan pelatihan untuk melaksanakan pemeriksaan jentik secara berkala dan terus-menerus serta menggerakan masyarakat dalam melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk DBD. Menurut Ditjen PP&PL RI (2005) kader jumantik merupakan kelompok kerja yang dibentuk untuk pemberantasan penyakit DBD di tingkat desa dalam wadah Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD).

2.1.2 Peranan Jumantik

Dinkes Kota Denpasar (2013) menyebutkan peranan jumantik dalam penanggulangan demam berdarah adalah mengajak masyarakat di sekitar tempat tinggal untuk menjadi pemantau jentik sendiri (self jumantik) dan selalu melakukan gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan rumah, mengadakan pemeriksaan jentik berkala di lingkungan dan melakukan pencatatan pada form pemantauan serta Kartu Rumah yang tergantung di depan masing-masing rumah warga, memberikan pertolongan pertama dan menasehati keluarga untuk membawa ke puskesmas atau rumah sakit bila muncul gejala lanjut saat menemukan warga dengan gejala DBD, dan jumantik ikut melaksankan penyelidikan bila menemukan warga yang positif menderita DBD.

(2)

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Kinerja (performance) menurut Prawirosentono dalam Sugianto (2011) merupakan hasil kerja yang dicapai oleh seseorang maupun kelompok dalam sebuah organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut secara legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral maupun etika. Teori yang dikemukakan Robbins dalam Rai (2008) mendefinisikan kinerja sebagai hasil evaluasi terhadap perkerjaan yang telah dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama.

2.2.2 Pengukuran Kinerja

Muljadi (2006) menjelaskan bahwa kinerja dapat diukur dengan cara sebagai berikut.

1. Membandingkan kinerja nyata dengan kinerja yang telah direncanakan.

2. Membandingkan kinerja nyata dengan hasil yang diharapkan.

3. Membandingkan kinerja nyata dengan standar kinerja.

Menurut Mangkunegara (2009), pengukuran kinerja individu dilakukan melalui beberapa dimensi kinerja antara lain.

1. Kuantitas diartikan sebagai seberapa lama seorang bekerja dalam satu hari. Kuantitas dapat dilihat dari kecepatan kerja setiap orang dalam menyelesaikan pekerjaannya.

2. Kualitas didefinisikan sebagai seberapa baik seseorang dalam mengerjakan pekerjaanya. Kualitas dapat dilihat dari ketepatan atau kesesuaian dengan prosedur atau aturan kerja.

(3)

3. Pelaksanaan tugas diartikan sebagai seberapa jauh seseorang mampu melaksanakan pekerjaannya dengan akurat atau tidak terdapat kesalahan. 4. Tanggung jawab terhadap pekerjaan didefinisikan sebagai kesadaran atas

kewajiban pegawai dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan.

2.2.3 Pengukuran Kinerja Juru Pemantau Jentik (Jumantik)

Kinerja jumantik dalam penanggulangan DBD dapat diukur dari nilai ABJ yang diharapkan memenuhi target nasional yaitu lebih dari 95% (Ditjen PP&PL RI,2005). Target tersebut diperoleh dari rumus sebagai berikut.

Jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik

ABJ = x 100 %

Jumlah rumah diperiksa

Adapun tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh jumantik untuk dapat memenuhi standar tersebut menurut Dinkes Kota Denpasar tahun 2013 yaitu.

1. Melaksanakan kunjungan rumah dan tempat-tempat umum yang ada di wilayah

kerja sesuai dengan jadwal yang telah dibuat oleh koordinator jumantik.

2. Memberikan penyuluhan perorangan dan melaksanakan pemantauan jentik di rumah atau bangunan 30 rumah/hari/orang.

3. Penggerak dan pengawas masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

4. Membuat catatan atau laporan pemeriksaan jentik setiap hari kerja.

5. Memotivasi masyarakat dalam memperhatikan tempat-tempat potensial

perkembangbiakan nyamuk penular DBD.

(4)

2.2.4 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Notoatmodjo (2007) yang mengemukakan bahwa, kinerja dipengaruhi oleh tiga variabel. Variabel yang pertama adalah variabel individu yang meliputi kompetensi, latar belakang, dan demografis. Dalam teori tersebut juga menyatakan bahwa kinerja dapat dipengaruhi oleh variabel psikologis yang meliputi persepsi, sikap, kepribadian, belajar, dan motivasi. Variabel ketiga yang mempengaruhi kinerja adalah variabel organisasi yang meliputi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur, dan desain pekerjaan.

VARIABEL INDIVIDU  Kompetensi  Latar Belakang  Pengalaman  Demografi PERILAKU INDIVIDU (apa yang dikerjakan)  Kinerja VARIABEL PSIKOLOGI  Persepsi  Sikap  Kepribadian  Belajar  Motivasi VARIABEL ORGANISASI  Sumber Daya  Kepemimpinan  Imbalan  Struktur  Desain Pekerjaan

Gambar 2.1 Bagan Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Gibson (1987) dalam Notoatmodjo (2007)

(5)

2.3 Kompetensi

2.3.1 Pengertian Kompetensi

Menurut teori yang dikemukakan oleh Miller, dkk dalam Hutapea (2008) mendefinisikan kompetensi sebagai gambaran mengenai suatu hal yang harus diketahui atau dilakukan oleh seseorang untuk dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Sedangkan menurut Emmyah (2009) menyatakan kompetensi merupakan suatu kemampuan dalam melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi oleh keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi juga diartikan sebagai keterampilan dan kemampuan dalam hubungannya dengan kinerja (Rahmawati, 2012).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2012), kompetensi merupakan faktor utama dalam mempengaruhi kinerja. Dalam penelitian yang dilakukan (Safwan, dkk, 2014; Emmyah, 2009; Haskas, 2013) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) terdapat korelasi yang signifikan antara kompetensi dengan motivasi kerja.

2.3.2 Pengukuran Kompetensi

Menurut Purnadi dalam Naya (2009), kompetensi memiliki 5 karakteristik dasar yang berpengaruh terhadap kinerja antara lain.

1. Motif merupakan niat dasar yang konstan dalam bertindak.

2. Pembawaan merupakan karakteristik fisik yang secara konsisten merespon situasi atau informasi.

(6)

4. Pengetahuan merupakan informasi yang dimliki oleh seseorang sesuai dengan kemampuannya.

5. Keterampilan merupakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugasnya

baik secara fisik atau mental.

Menurut Moeheriono (2009) menyebutkan terdapat 5 dimensi kompetensi yang harus dimiliki oleh semua individu yaitu.

1. Keterampilan mengelola tugas (Task management skills) merupakan

kemampuan dalam menyelesaikan tugas yang berbeda dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

2. Keterampilan mengambil tindakan (Contingency management skills) merupakan kemampuan dalam mengambil suatu tindakan dengan cepat dan tepat saat muncul sebuah permasalahan dalam pekerjaan.

3. Keterampilan menjalankan tugas (Task-skills) merupakan kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas rutin dan melaksanakan tugas sesuai dengan standar di tempat kerja.

4. Keterampilan beradaptasi (Transfer skills) merupakan kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru.

5. Keterampilan bekerja sama (Job role environment skills) merupakan kemampuan untuk bekerjasama dan memelihara kenyamanan dalam lingkungan kerja.

(7)

2.4 Motivasi

2.4.1 Pengertian Motivasi

Motivasi menurut teori yang dikemukakan oleh Robin dalam Brahmasari (2008) merupakan sebuah keinginan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi yang dikondisikan dengan kemampuan individu. Menurut teori yang di kemukakan oleh Maslow dalam Notoatmodjo (2010), motivasi didasarkan pada kebutuhan manusia. Kebutuhan tersebut dipaparkan dalam bentuk bertingkat-tingkat atau hierarki yang sering disebut Hierarki Kebutuhan Malow.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Listio (2010) menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan oleh (Safwan, dkk, 2014; Sugianto, 2011; Wicaksono, 2014) juga menyatakan bahwa motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan.

2.4.2 Pengukuran Motivasi

Dalam teori yang dikemukakan oleh Maslow dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan bahwa motivasi dipengaruhi oleh beberapa faktor kebutuhan diantaranya.

1. Kebutuhan fisiologis yang merupakan kebutuhan paling dasar bagi seseorang. 2. Kebutuhan akan adanya rasa aman yang tidak hanya keamanan fisik saja, tetapi

juga keamanan secara fsiologi misalnya bebas dari tekanan atau intimidasi dari pihak lain.

3. Kebutuhan sosialisasi atau afiliasi dengan orang lain karena pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang selalu ingin berkelompok dan bersosialisasi dengan orang lain.

(8)

4. Kebutuhan akan penghargaan (esteem needs) seperti yang misalnya penghargaan dalam sebuah organisasi terhadap anggota atau karyawan atas prestasi kerja yang dimiliki.

5. Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang muncul setelah keempat kebutuhan diatas terpenuhi dan merupakan kebutuhan terakhir dalam teori hierarki Maslow. Aktualisasi diri didefinisikan sebagai bagian dari pertumbuhan individu, yang akan terus menerus berlangsung sejalan dengan meningkatnya jenjang karier seorang individu.

Menurut teori yang dikemukakan oleh Frederick Herzberg dalam Notoatmodjo (2010) mengembangkan teori motivasi “Dua Faktor” (Herzberg’s Two Factors Motivation Theory). Dalam teori ini Herzberg mengemukakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya yaitu

1. Faktor-faktor penyebab kepuasan (satisfier) atau faktor motivasional merupakan faktor yang menyangkut psikologis seseorang. Apabila kepuasan dicapai dalam pekerjaan, maka akan menggerakkan tingkat motivasi bagi seseorang untuk bekerja dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor motivasional (kepuasan) mencakup antara lain.

a. Prestasi (achievement) diartikan sebagai keberhasilan yang diraih oleh seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.

b. Penghargaan (recognation) merupukan apresiasi yang diberikan oleh seorang pemimpin atas keberhasilan yang diraih oleh bawahannya.

c. Tanggung jawab (responsibility) diartikan sebagai kepercayaan yang diberikan seorang pemimpin agar tanggung jawab tersebut benar menjadi

(9)

faktor motivasi bagi seseorang. Motivasi tersebut dapat menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan.

d. Kesempatan untuk maju (posibility of growth) diartikan sebagai pengembangan yang diberikan oleh seorang pemimpin agar bahawan merasa termotivasi dalam melaksanakan pekerjaan.

e. Pekerjaan itu sendiri (work) merupakan usaha yang dilakukan oleh seorang pemimpin meyakinkan bawahannya akan pentingnya pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan tersebut.

2. Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau faktor higiene yang menyangkut faktor pemeliharaan atau maintenance. Hilangnya faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan dalam bekerja. Faktor-faktor higienes yang menyebabkan ketidakpuasan dalam melakukan pekerjaan antara lain.

a. Kondisi kerja fisik (physical environment), apabila kondisi lingkungan yang baik tercipta, maka prestasi yang lebih tinggi dapat tercipta.

b. Hubungan interpersonal (interpersonal relationship), merupakan hubungan yang tidak harmonis dapat mengganggu dalam pelaksanaan pekerjaan. c. Kebijakan dan administrasi perusahaan (company and administration

policy), merupakan kebijaksanaan yang dibuat dalam sebuah organisasi. d. Pengawasan (supervision) merupakan pengawasan yang dilakukan oleh

pimpinan terhadap bawahan.

e. Gaji (salary) diartikan sebagai kompensasi yang diterima oleh seseorang sesuai dengan jabatan.

f. Keamanan dan keselamatan kerja (job security) merupakan hal yang harus diperhatikan untuk menigkatkan kualitas pekerjaan.

(10)

2.5 Kepemimpinan

2.5.1 Pengertian Kepemimpinan

Menurut teori yang dikemukakan oleh Fiedler dalam Muninjaya (2012) menyatakan bahwa kepemimpinan merupakan hubungan interpersonal yang memberikan kekuasaan dan pengaruh lebih besar kepada salah satu pihak dibandingkan dengan pihak lain. Besar kecilnya kekuasaan dan pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin dipengaruhi oleh kondisi diri dari pemimpinnya. Dalam teori Yulk dalam Usman (2006) mengemukakan bahwa kepemimpinan atau leadership merupakan suatu proses dalam mempengaruhi perilaku orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brahmasari (2008) menunjukkan bahwa kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan. Penelitian yang dilakukan (Sari, 2013; Sugianto, 2011; Wicaksono, 2014) juga menunjukkan kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Penelitian yang dilakukan Pengaribuan (2008) menunjukkan terdapat pengaruh antar kepemimpinan terhadap motivasi kerja pegawai. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Rizqiah,dkk (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh secara parsial gaya kepemimpinan terhadap motivasi kerja karyawan.

2.5.2 Pengukuran Kepemimpinan

Menurut teori yang dikemukakan oleh Gibson dalam Paramita (2011), gaya kepemimpinan dapat diukur dengan indikator sebagai berikut.

(11)

1. Charisma

Adanya karisma dalam diri seorang pemimpin akan dapat mempengaruhi bawahannya untuk berperilaku dan berbuat sesuai dengan keinginan pemimpin tersebut.

2. Ideal influence (pengaruh ideal)

Pemimpin yang baik harus dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap bawahannya.

3. Inspiration

Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi bagi bawahannya, agar bawahan tersebut memiliki inisiatif untuk dapat berkembang.

4. Intellectual simulation

Kemampuan intelektual seorang pemimpin dapat menuntun bawahannya untuk lebih maju dan berkembang.

5. Individualized consideration (perhatian individu)

Perhatian yang diberikan oleh seorang pemimpin akan mempengaruhi bawahannya dalam mermberikan loyalita tinggi terhadap pimpinan tersebut.

Adapun indikator dalam menilai kepemimpinan menurut Warrick dalam Setyawati (2014) yaitu.

1. Memperhatikan kebutuhan bawahan, dikaitkan dengan kebutuhan bawahan

dalam melakukan pekerjaan.

2. Menciptakan suasana saling percaya, merupakan hal yang harus diperhatikan oleh seorang pemimpin yaitu memberikan kepercayan terhadap bawahan.

(12)

3. Simpati terhadap bawahan dan menumbuhkan peran serta bawahan dalam pembuatan keputusan.

2.6 Metode Model Persamaan Struktural 2.6.1 Pengertian Model Persamaan Struktural

Model Persamaan Struktural atau Structural Equation Modeling (SEM) adalah metode analisis multivariat generasi ke II, yang merupakan penggabungan dari dua metode analisis yaitu antara analisis faktor dan model persamaan stimulan. Dalam penelitian bidang kesehatan, model persamaan struktural banyak digunakan dalam uji validitas dan reabilitas konstruk, analisis jalur, dan analisis model persamaan struktural (Widarsa, 2015). Menurut Santoso (2007) mendeskripsikan SEM sebagai suatu teknik statistik multivariat yang merupakan penggabungan antara analisis faktor dan analisis regresi (korelasi) yang bertujuan untuk menguji hubungan-hubungan antar variabel yang ada pada sebuah model, baik antar indikator dengan konstraknya maupun hubungan antar konstrak.

2.6.2 Konsep Model Persamaan Struktural

Menurut Widarsa (2015), variabel dalam konsep analisis SEM dibedakan menjadi variabel laten (konstrak), variabel observed (indikator atau manifest), variable endogen, dan variabel eksogen. Berikut adalah penjelasan dari variabel-variabel tersebut.

1. Variabel Konstruk dan Variabel Indikator

Variabel konstruk atau variabel latent merupakan variabel yang ingin dilihat hubungannya. Namun, variabel tersebut tidak dapat diukur secara langsung

(13)

sehingga diperlukan indikator- indikator. Variabel konstrak atau variabel laten dalam persamaan struktural digambarkan dengan sebuah elip.

2. Variabel indikator yang disebut juga obeserved variable atau variabel manifest merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung dan diguankan untuk mengukur suatu konstrak. Dalam persamaan struktural, variabel indikator digambarkan dengan kotak segi empat.

3. Variabel Endogen dan Variabel Eksogen

Dalam analisis SEM, variabel laten dibedakan menjadi variabel endogen dan eksogen. Variabel endogen diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel laten juga disebut variabel tergantung atau variabel antara. Variabel eksogen atau disebut juga variabel bebas merupakan variabel yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain.

4. Kesalahan Pengukuran

Kesalahan pengukuran atau measurement error hampir dapat dipastikan akan terjadi pada setiap pengukuran. Oleh karena itu, pada model SEM, semua variabel indikator diasumsikan memiliki kesalahan pengukuran. Kesalahan pengukuran dalam analisis SEM dilambangkan dengan delta (δ).

5. Kesalahan Struktural

Kesalahan struktural atau structural error didefinisikan sebagai kesalahan yang disebabkan oleh karena variasi dari variabel endogen tidak seluruhnya dapat dijelaskan oleh variabel eksogen. Semua variabel endogen diasumsikan mempunyai keslahan struktural. Kesalahan struktural dilambangkan dengan epsilon (ε).

(14)

2.6.3 Langkah Membuat Model Struktural Equation Modelling (SEM)

Adapun langkah-langkah dalam membuat model SEM yaitu sebagai berikut : Langkah 1 : Tahap Konseptualisasi Model

Dalam konseptualisasi model harus didasarkan atau mengacu kepada teori yang terkini dan relevan. Konseptualisasi model ini harus menjelaskan hubungan antara variabel laten dan juga merefleksikan pengukuran variabel latent melalui beberapa variabel indikator yang dapat diukur secara langsung. Variabel latent merupakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung, sehingga diperlukan indikator dalam pengukurannya.

Langkah 2 : Penyusunan Diagram Jalur dan Spesifikasi Model

Setelah konseptualisasi model, dari konsep tersebut dibuat diagram jalur hubungan antar variabel penelitian. Selanjutnya memberikan nama yang unik kepada semua variabel laten, indikator, dan error. Kemudian menentukan jumlah dan sifat parameter yang diestimasi seperti error, loading factor, pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen, dan pengaruh variabel endogen terhadap variabel eksogen lainnya. 2.6.4 Menentukan Derajat Bebas (Identify Model)

Identifikasi model ditujukan untuk menentukan apakah model yang akan dibuat teridentifikasi atau tidak. Identifikasi model dapat dilakukan dengan melihat degress of freedom (derajat kebebasan). Degress of freedom pada analisis SEM dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut.

(p + q ) (p+ q + 1) db =

(15)

Keterangan :

db = derajat kebebasan

p = jumlah variabel indkator dari variabel endogen q = jumlah variabel indikator dari variabel eksogen

Terdapat tiga kemungkinan hasil identifikasi, yaitu sebagai berikut.

1. Model under identified, dimana db < 0. Bila model tidak teridentifikasi, maka model tersebut tidak dapat mengestimasi parameter model.

2. Model just identified, bila db = 0 dan disebuat saturated model. Bila model yang dibuat merupakan model saturated, maka penilaian dan pengujian dari model tidak perlu dilakukan.

3. Model over identified, bila db > 0. Bila model over identified, maka penilaian dan pengujian model dapat dilakukan.

2.6.5 Dasar Penilaian dan Estimasi Model 2.6.5.1 Penilaian Model

Penilaian model ditujukan untuk menentukan apakah model tersebut fit dengan data. Penilaian model dilakukan dengan Uji Goodness of Fit (Goodness of Fit Test) . Terdapat beberapa jenis Uji Goodness of Fit yang umum dipakai pada analisis SEM yaitu sebagai berikut.

Tabel 2.1 Goodness of Fit Statistics

No. Statistiks Kriterian ‘Fit’

1. Chi-square P > 0,05

2. RMSEA (Root Mean Square Error Approximation) < 0,08

3. GFI (Goodness of Fit Index) > 0,90

4. AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index) > 0,90

5. PGFI (Parsimonimus > 0,90

(16)

7. PNFI (parsimonimus Adjusted Normed Goodness of Fit Index)

> 0,90

8. CFI (Comparative Fit Index) > 0,90

9. IFI (Incremental Fit Index) > 0,90

10. RFI (Relative Fit Index) > 0,90

2.6.5.2 Estimasi Model Pengukuran

Kualitas instrumen dapat diukur dengan validitas dan reliabilitas data. Validitas dari masing-masing item pada konstrak ditentukan dengan melihat nilai loading factor pada Standardized Regression Weight. Bila nilai loading factor dari masing-masing item ≥ 0,5 maka dinyatakan vaild. Reliabilitas dari model pengukuran ditentukan dengan melihat nilai covarrian error. Bila covarrian error dari masing-masing item < 0,5 maka item atau indikator pada model pengukuran sudah reliabel.

2.6.6 Uji Asumsi dan Persyaratan

Adapun uji asumsi dan persyaratan yang harus dipenuhi dalam model SEM yaitu sebagai berikut.

1. Ukuran Sampel

Rumus sampel untuk analsis yang menggunakan model SEM belum ada. Ukuran besar sampel minimal yang disarankan untuk analisis SEM adalah 5 sampai 10 sampel untuk setiap parameter yang akan diestimasi.

2. Normalitas Data

Semua item data yang akan dianalisis SEM harus berdistribusi normal. Normalitas dapat dilihat dari nilai p pada kemencengan (skewness) dan keruncingan atau kurtosis distribusi. Apabila nilai p > 0,05 maka data tersebut disebut berdistribusi normal.

(17)

3. Outlier

Outlier ditentukan berdasarkan metode Mahalobis. Adanya data outlier dapat menyebabkan distribusi data menjadi tidak normal. Apabila terdapat data yang outlier, maka data tersebut dihilangkan dan tidak diikutkan dalam analasis. Apabila setelah data outlier dihilangkan, model belum juga fit, maka dilakukan modifikasi model dengan menghubungkan variabel yang memiliki nilai covarian antar variabel yang tinggi sehingga model menjadi fit.

4. Multikolinieritas

Tidak boleh terdapat multikolinieritas antar variabel eksogen. Dua variabel eksogen dinyatakan memiliki hubungan kuat (multikolinier) bila kedua variabel tersebut memiliki korelasi yang kuat (r ≥ 0,7). Bila hal ini terjadi, sebaiknya salah satu variabel tersebut dikeluarkan dari model atau variabel-variabel yang membentuk multikolinieritas tersebut digabungkan menjadi satu ‘composit variable’.

Gambar

Gambar 2.1 Bagan Skematis Teori Perilaku dan Kinerja  Gibson (1987) dalam Notoatmodjo (2007)
Tabel 2.1 Goodness of Fit Statistics

Referensi

Dokumen terkait

Himpunan bilangan riil Himpunan bilangan

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Stratifikasi Sosial Terbuka merupakan stratifikasi sosial dimana setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk naik ke  pelapisan sosial yang lebih

Sumberdaya mangrove di suatu daerah terdiri atas (1) satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di habitat mangrove (exclusive mangrove),

Dalam rangka masukan perbaikan dalam penyusunan rancangan standar mutu gaharu (SNI 7531:2011), parameter kadar resin dan komposisi kimia dimasukkan dalam penentuan kelas

MES yang dihasilkan pada proses sulfonasi masih mengandung produk- produk samping yang dapat mengurangi kinerja surfaktan sehingga memerlukan proses pemurnian. Menurut Satsuki,

Dari perbandingan jumlah pergantian rute (Tabel 4.19) dan durasi rute Tabel 4.5 , dapat disimpulkan bahwa rute yang dipilih oleh metode yang diusulkan lebih stabil daripada

Berdasarkan hasil perolehan dan pengolahan data dapat disimpulkan bahwa “Penerapan model pembelajaran ARIAS (Assurance, Relevance, Interest, Assessment, Satisfaction) dapat