• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bimbingan keagamaan terhadap difabel di komunitas difabel Ar-Rizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bimbingan keagamaan terhadap difabel di komunitas difabel Ar-Rizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang"

Copied!
132
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN KEAGAMAAN TERHADAP DIFABEL

DI KOMUNITAS DIFABEL AR-RIZKI KELURAHAN

ROWOSARI KECAMATAN TEMBALANG SEMARANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)

Oleh : VIDA ARMETA

1501016080

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2020

(2)

ii

(3)
(4)
(5)

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melindungi, memberi kekuatan, memberi kemudahan, sehingga dengan RidhoNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Bimbingan Keagaman Terhadap Difabel di Komunitas Difabel Ar-rizki Rowosari. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Rasul Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah yang penuh kemuliaan.

Penulis menyadari bahwa selama pelaksanaan dan penyelesaian skripsi ini tidak jauh dari kendala dan kesulitan yang terjadi, namun berkat bantuan dari semua pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Rasa syukur yang dalam teriring rasa terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu peneliti selama proses penulisan skripsi ini. Karenanya, di dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Yang terhormat, Prof. Dr. H. Imam Taufiq, M.Ag, Selaku Rektor UIN Walisongo Semarang beserta staf dan jajaranya yang telah memberikan restu peneliti untuk menimba ilmu dan menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Yang terhormat, Dr. H. Ilyas Supena, M.Ag., M.Ag Selaku Dekan fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang, semua dosen dan staf di lingkungan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN

(6)

vi

Walisongo beserta jajaranya yang telah memberikan restu kepada peneliti dalam menyelesaikan karya ilmiah ini (Skripsi).

3. Yang terhormat Ibu Ema Hidayati, S.Sos.I, M.Si dan Ibu Hj. Widayat Mintarsih, M.Pd., selaku ketua Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang telah memotivasi peneliti dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

4. Yang terhormat, Bapak Dr. Safrodin , M.Ag., selaku Dosen Wali Studi sekaligus pembimbing yang sangat teliti dan sabar dalam membimbing, menuntun dan memotivasi peneliti dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Yang terhormat, Bapak Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang, yang telah mengarahkan, mengkritik, mendidik, membimbing, dan memberikan ilmunya kepada peneliti selama dalam bangku perkuliahan.

6. Ayah dan ibunda tercinta Pujiyanti dan Supi’ati, yang telah begitu banyak memberikan dukungan moril dan meteril kepada penulis dan senantiasa memberikan do’a, nasihat, dukungan dan pengorbanan, serta kasih sayang selama ini.

7. Sahabat-sahabatku Indah Riza P, Jauharatul M, Nova Syubbanul M dan yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

8. Sahabat terbaiku Desyana Rosa yang selalu membantuku dalam melaksanakan penelitian ini sehingga penelitian ini dapat selesai, dan sekaligus seseorang yang memberiku motivasi agar dapat menyelesaikan penelitian ini.

9. Untuk teman-teman kos Pak No yang selalu memberikan semangat dan selalu mendukung saya menyelesaikan skripsi ini.

10. Untuk Posko KKN 46 Kalisegoro yang selalu memberikan semangat dan pengalaman selama KKN.

11. Semua sahabat-sahabat angkatan 2015 khususnya Jurusan BPI B 15 yang telah membantu, memotivasi, dan memberikan warna dalam kehidupan peneliti.

(7)

vii

12. Keluarga Komunitas Difabel Rowosari yang sudah membantu dan menerima serta meluangkan waktu sehingga skripsi dapat terselesaikan.

13. Semua teman-teman seperjuangan yang sudah mendukung dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini sampai selesai. 14. Penghargaan dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah

memberikan dukungan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayahnya kepada kita semua. Amin

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya dengan segala kesadaran dan kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi sederhana ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya. Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, hanya kepada-MUlah kami menyembah dan hanya kepadaMU-lah kami meminta pertolongan.

Semarang, 02 Januari 2020 Penulis,

(8)

viii

PERSEMBAHAN

Karya skripsi ini saya persembahkan kepada :

1. Kedua orang tua tercinta Bapak Pujianto dan Ibu Supi’ati yang telah memberikan kasih sayang, mendidik dan mendo’akan saya dengan penuh kasih sayang yang begitu tulus.

2. Kakekku Sumarlan dan almarhumah Rumeni yang tak pernah berhenti memberikan dukungan dan semangat

3. Almamater tercinta Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Walisongo Semarang yang memberi kesempatan peneliti untuk menimba ilmu dan memperluas pengetahuan

(9)

ix MOTTO





















































































Artinya:“Dia (Muhammad) berwajah musam dan berpaling. Karena seorang buta telah datang kepadanya (Abdullah bin Ummi Maktum). Dan tahukah engkau (Muhammad) barangkali dia ingin menyucikan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, yang memberi manfaat kepadanya?. Adapun orang yang merasakan dirinya serba cukup(pembesar-pembesar Quraisy), maka engkau (Muhammad) memberi perhatian kepadanya, padahal tidak ada (cela) atasu kalau dia tidak menyucikan diri(beriman). Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera(untuk mendapatkan pengajaran), sedang dia takut (kepada Allah) engkau (Muhammad) malah mengabaikannya. Sekali-kali(janganbegitu). Sungguh, (ajaran-ajaran Allah) itu suatu peringatan . (QS.’Abasa : 1-11)

(10)

x ABSTRAK

Skripsi ini membahas tentang bimbingan keagamaan di komunitas difabel Ar-rizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang yang merupakan salah satu komunitas difabel yang mengajarkan keagamaan bagi difabel dalam membantu difabel untuk memahami dirinya sesuai ajaran agama Islam. Penelitian ini di latarbelakangi banyaknya difabel di Rowosari sehingga memperlukan bimbingan keagamaan untuk difabel tersebut. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah pelaksanaan bimbingan keagamaan di Komunitas Difabel Ar-rizki Rowosari dan faktor penghambat dan pendukung bimbingan keagamaan terhadap difabel di komunitas difabel Ar-rizki Rowosari.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, dengan obyek penelitiannya adalah pembimbing dan difabel di komunitas Ar-rizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang. Selain itu pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dokumentasi. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber. Selanjutnya analisis data dilakukan dengan tiga langkah dalam penelitian, yaitu: reduksi data (Data

Reduction) , penyajian data (Data Display) dan verifikasi atau

kesimpulan data (Conslusing Drawing).

Hasil penelitian ini menunjukkan antara lain : (1) Pelaksanaan bimbingan keagaaman di Komunitas Ar-rizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang dilakukan seminggu dua kali yaitu hari rabu dan minggu. Materi bimbingan yang diberikan adalah materi aqidah seperti menjelaskan yang berkaitan dengan rukun iman dan menjelaskan adanya Allah, materi akhlak yaitu tentang bagaimana difabel tersebut berperilaku sesuai norma-norma agama dan materi syari’ah atau keislaman meliputi tata cara sholat, wudhu, baca tulis Al-Qur’an. Sedangkan metode yang digunakan metode langsung yaitu metode kelompok dimana semua difabel dikumpulkan untuk mendapatkan bimbingan keagamaan dari pembimbing. Yang kedua adalah metode tidak langsung yaitu pembimbing melakukan pengamatan melalui grub whatsapp dari orangtua difabel atau telepon. Fungsi bimbingan keagamaan dalam penelitian ini adalah fungsi pencegahan ini diwujudkan dengan pemberian ilmu pengetahuan agama, fungsi kuratif yaitu

(11)

xi

membantu difabel memecahkan permasalahan yang sedang dihadapi contohnya ketika difabel merasa putus asa dengan keadaan dirinya. Fungsi pengentasan yaitu bertujuan agar difabel mampu menjaga situasi dan kondisi saat mengalami permasalahan. Fungsi pengembangan dalam penelitian ini adalah pemberian bantuan berupa pemeliharaan dan pengembangan kondisi dari difabel tersebut agar lebih baik. (2) faktor pendukung dari bimbingan keagamaan ini adalah adanya pembimbing, rasa ingin tahu difabel seperti ketika difabel belum paham yang dijelaskan pembimbing difabel langsung menanyakan kepada pembimbing, orangtua difabel yang menyediakan tempat dan kerjasama dari organisasi luar. Sedangkan faktor penghambat adalah perbedaan kondisi kecacatan anggota difabel yang berbeda-beda seperti tunarungu, tunadaksa, dan tunawicara. Kedua, keterbatasan pembimbing dengan jumlah anggota difabel 39 orang, keterbatasan media pembelajaran, tidak adanya transportasi untuk menjemput difabel karena tempat kegiatan yang cukup jauh.

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

NOTA PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

MOTTO ... ix

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan dan Manfaat ... 10

D. Tinjauan Pustaka ... 11

E. Metode Penelitian ... 17

F. Teknik dan Pengumpulan Data ... 20

G. Keabsahan Data ... 23

H. Teknik Analisis Data ... 24

I. Sistematika Penulisan ... 26

Bab II : Bimbingan Keagamaan Terhadap Difabel ... 28

A. Bimbingan Keagamaan ... 28

(13)

xiii

2. Tujuan Bimbingan Keagamaan ... 30

3. Fungsi Bimbingan Keagamaan ... 32

4. Materi Bimbingan Keagamaan ... 34

5. Metode Bimbingan Keagamaan ... 36

6. Asas-asas Bimbingan Keagamaan... 40

7.Faktor- faktor yang mempengerahui bimbingan keagamaan... ... 42 B. Difabel ... 43 1. Pengertian Difabel ... 43 2. Klasifikasi Difabel ... 45 C. Tunadaksa ... 46 1. Pengertian Tunadaksa ... 46 2. Klasifikasi Tunadaksa ... 47 3. Karakteristik Tunadaksa ... 50

BAB III : GAMBARAN UMUM KOMUNITAS DIFABEL AR-RIZKI ... 52

A. Gambaran Umum Komunitas Difabel Ar-rizki ... 52

1. Gambaran Umum Kelurahan Rowosari ... 52

2. Sejarah Singkat dan Latar Belakang Berdirinya . 54 3. Tujuan Didirikan ... 56

4. Visi dan Misi ... 57

5. Struktur Organisasi ... 57

6. Nama-Nama Anggota ... 58

B. Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan ... 59

(14)

xiv

2. Tujuan Bimbingan Keagamaan ... 62

3. Materi Bimbingan Keagamaan ... 63

4. Metode Bimbingan Keagamaan ... 66

5. Fungsi Bimbingan Keagamaan... ... 67

C. Faktor Penghambat dan Pendukung... ... 71

BAB IV : ANALISIS PELAKSANAAN BIMBINGAN KEAGAMAAN DI KOMUNITAS DIFABEL ARRIZKI ROWOSARI ... 74

A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Di Komunitas Difabel Ar-rizki Rowosari... 74

B. Analisis Faktor Pendukung dan Penghambat Bimbingan Keagamaan Di Komunitas Difabel Ar-rizki Rowosari ... 86 BAB V : PENUTUP ... 89 A. SIMPULAN ... 89 B. SARAN ... 91 C. PENUTUP ... 92 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan Allah dalam keadaan yang berbeda dari individu satu dengan yang lainnya. Manusia merupakan makhluk Allah yang paling sempurna diciptakan dengan akal, nafsu serta perasaan. Namun setiap manusia juga memiliki kelebihan dan kekurangannya, dibalik kekurangan yang dimiliki pasti ada kelebihan yang dimiliki. Kekurangan tersebut bisa berupa kekurangan cacat fisik atau mental. Seorang dikatakan menyandang cacat mental apabila pertumbuhan dan perkembangan mentalnya dibawah normal apabila dibandingkan dengan anak-anak normal pada umumnya, membutuhkan pendidikan khusus, latihan khusus, supaya berkembang dan tumbuh secara optimal (Prayitno, dkk, 2008: 153). Seseorang yang memiliki keterbatasan meental ataupun fisik disebut penyandang disabilitas.

Menurut Jakob Sumardjo, manusia adalah satu, artinya kemanusiaan itu satu, dari dulu sampai sekarang. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki potensi atau daya-daya yang sama. Manusia memiliki perasaan, pikiran, insting dan kemauan. Tetapi meskipun demikian, dalam perkembangannya tidaklah sama dan inilah yang menyebabkan manusia berkembang menjadi dirinya sendiri yang unik, yang beda dengan manusia lainnya. Namun perbedaan-perbedaan itu masih memiliki dasar yang sama, misalnya

(16)

2

tidak menyukai kebohongan, pembunuhan, keserakahan dan kemunafikan (Sumardjo, 2001: 74).

Islam tidak mengenal perbedaan status sosial serta tidak mengenal perbedaan perlakuan terhadap kaum difabel. Islam memandang umatnya untuk saling membantu dalam kehidupannya. Hal itu telah dibuktikan oleh Rasul dengan memberikan kepercayaan dan posisi yang cukup kepada sahabatnya yang sebelumnya dianggap rendah, seperti Bilal bin Rabbah dari kalangan budak dan Abdullah bin Ummi Maktum dari kelompok cacat sebagai muadzin. Penting digarisbawahi bahwa kelompok difabel bukanlah kelompok yang mesti disingkirkan, apalagi dianggap sebelah jahiliyah menempatkan kelompok difabel dalam status rendah, disebabkan karena persepsi baha kesempurnaan fisik sebagai hal utama guna mempertahankan ego dan kehormatan. Perlindungan terhadap kaum difabel juga dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an Al-Fath[48]:17 (Jamal, dkk, 2017: 231-232):

ِضيِزَمۡنٱ ىَهَع َلََو ٞجَزَح ِجَز ۡعَ ۡلۡٱ ىَهَع َلََو ٞجَزَح ٰىَم ۡعَ ۡلۡٱ ىَهَع َسۡيَّن

َو ٞۗٞجَزَح

هَمَو ُُۖزَٰهۡوَ ۡلۡٱ اَهِت ۡحَت هِم يِز ۡجَت ٖت

َّٰىَج ُهۡهِخ ۡدُي ۥُهَنىُسَرَو َ َّللَّٱ ِعِطُي هَم

ا ٗميِنَأ اًباَذَع ُهۡبِّذَعُي َّلَىَتَي

Artinya: “Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). dan Barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih”.3.+

(17)

3 Ayat ini turun berkenaan dengan keresahan orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik, baik karena cacat fisik ataupun karena sakit,dalam melaksanakan perintah berjihad yang sesungguhnya diarahkan kepada orang. Ayat di atas dapat dipahami pada prinsipnya Al-Qur’an memberikan perlakuan khusus terhadap seseorang yang memiliki keterbatasan fisik atau mental. Setiap orang memiliki hak yang sama untuk mengembangkan dirinya, baik yang normal atau difabel. Bahkan difabel juga mendapatkan hak yang sama seperti orang normal lainnya. Sudah dijelaskan dalam Undang-Undang pendidikan yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 C ayat 1 telah disebutkan bahwa” setiap orang berkah mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,seni,dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (Alrasyid, 2006: 46). Dari penjelasan diatas sangat jelas bahwa seseorang yang mengalami cacat mental atau fisik harus mendapatkan hak yang sama seperti seseorang normal yang lainnya. Karena, seseorang yang mengalami keterbatasan fisik atau mental tidak boleh dipandang sebelah mata.

Menurut data yang dihimpun oleh World Health Organization (WHO), jumlah difabel dapat berkisar antara 10% dari total populasi penduduk dunia. Sedangkan jumlah difabel di Indonesia secara pasti belum diketahui. Jika merujuk pada TN2PK, maka jumlahnya 10% dari total populasi. Namun jika merujuk pada

(18)

4

data lain, di negara berkembang seperti Indonesia, jumlahnya dapat mencapai lebih dari 15% dari total pendudul. Sebelumnya, pada tahun 2004, jumlah difabel di Indonesia diperkirakan mencapai 1.480.000 ( Ardiyantika, 2016: 195).

Allah menciptakan manusia dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki di diri manusia tersebut. Difabel bukanlah orang yang memiliki kekurangan tetapi sesorang yang memiliki kelebihan dengan caranya yang berbeda dengan orang yang normal. Contoh sederhana, seseorang yang tidak memiliki tangan disebabkan karena kecelakaan tetapi dia mahir memainkan gitar dengan kakinya. Itu menggambarkan bahwa difabel bisa melakukan aktivitas seperti orang normal, tetapi dengan cara yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya disebabkan keterbatasan difabel untuk melakukan suatu aktivitas dan keterbatasan difabel terhadap kemampuan fisik mereka. Kualitas seseorang diukur sesuai dengan kemampuanya. Artinya, seseorang diberikan tanggung jawab sesuai dengan kemampuannya. Seperti yang dijelaskan dalam QS.Al-Baqarah: 286 (Handayana, 2016: 267-284).

َلَ اَىَّبَر ٞۗۡتَبَسَت ۡكٱ اَم اَهۡيَهَعَو ۡتَبَسَك اَم اَهَن ۚاَهَع ۡسُو َّلَِإ اًسۡفَو ُ َّللَّٱ ُفِّهَكُي َلَ

ىَهَع ۥُهَت ۡهَمَح اَمَك ا ٗز ۡصِإ ٓاَىۡيَهَع ۡمِم ۡحَت َلََو اَىَّبَر ۚاَوۡأَط ۡخَأ ۡوَأ ٓاَىيِسَّو نِإ ٓاَو ۡذِخاَؤُت

َىَّبَر ۚاَىِهۡبَق هِم َهيِذَّنٱ

اَىَن ۡزِف ۡغٱَو اَّىَع ُف ۡعٱَو ُۖۦِهِب اَىَن َةَقاَط َلَ اَم اَىۡهِّمَحُت َلََو ا

َهيِزِف َٰكۡنٱ ِو ۡىَقۡنٱ ىَهَع اَو ۡزُصوٲَف اَىٰىَن ۡىَم َتوَأ ۚٓاَى ۡمَح ۡرٱَو

Artinya :“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan)

(19)

5 yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Pada ayat tersebut dijelaskan meskipun manusia diciptakan dengan kemampuan yang berbeda-beda namun semua itu atas kuasa Allah dan dari apa yang diusahakannya berupa kebaikan. Seseorang itu tidaklah menerima hukuman dari apa yang tidak dilakukannya. Dan semua yang dilakukan akan mendapatkan balasan atas apa yang telah dilakukannya. Manusia perlu mengenal dirinya sendiri dengan sebaik-baiknya. Dengan mengenal diri sendiri, maka manusia akan dapat bertindak dengan tepat sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Namun demikian tidak semua manusia mampu mengenal segala kemampuan dirinya. Mereka memerlukan bantuan orang lain agar dapat mengenal dirinya sendiri, lengkap dengan segala kemampuan yang dimilikinya (Walgito, 2005: 9-10).

Untuk menumbuhkan semangat beragama difabel diperlukan adanya sarana yang dapat memberikan informasi yaitu kegiatan bimbingan keagamaan. Bimbingan merupakan usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang ada pada dirinya. Sehingga dengan potensi itu ia akan memiliki

(20)

6

kemampuan untuk mengembangkan dirinya (Luthfi, 2008: 6). Bimbingan keagamaan sangat perlu bagi seseorang difabel untuk mendapatkan hak yang sama dengan seseorang yang lainnya dalam hal keagamaan maupun pendidikan. Semua ini diikuti dengan kemampuan melaksanakan tuntunan dan kewajiban agama, artinya dalam persepektif ini adalah manusia yang sehat jasmani bahkan penyandang disabilitas harus melaksanakan ketentuan dan kewajiban agama.

Adanya bimbingan keagamaan bagi difabel diharapkan agar difabel mendapatkan pengetahuan tentang keagamaan. Bukan hanya di pendidikan formal saja tapi di kehidupan keluarga juga memperlukan bimbingan keagamaan. Bimbingan keagamaan merupakan kegiatan keagamaan yang dilakukan untuk menambah rasa keagamaan seseorang dalam hal praktik agama atau ibadah seperti sholat, mengerti akhlak dan sopan santun, membaca ayat suci Al-Qur’an.

Menurut Rakhmat (2004: 59) ketaatan beragama seseorang terbentuk melalui dua faktor, yaitu faktor internal dan external. Faktor internal didasarkan pada pengaruh dari dalam diri manusia itu sendiri, yang pada dasarnya dalam diri manusia terdapat potensi untuk bergama. Asumsi tersebut didasarkan karena manusia merupakan makhluk bergama (homo-religius). Potensi tersebut termuat dalam aspek kejiwaan manusia, seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak. Sedangkan faktor eksternal timbul dari luar diri

(21)

7 individu itu sendiri, seperti adanya rasa takut, rasa ketergantungan dan rasa bersalah.

Komunitas Difabel Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang merupakan salah satu komunitas yang bergerak di bidang pembinaan difabel, baik cacat fisik atau cacat mental. Pembinaan tersebut dilakukan dengan berbagai upaya yang dilakukan dari pembimbing seperti bimbingan keagamaan. Bimbingan keagamaan diberikan kepada seluruh difabel yang ada di komunitas arrizki. Walaupun memiliki tingkat kesulitan yang lebih rumit dibandingkan memberikan bimbingan keagamaan bagi orang normal.

Bimbingan keagamaan yang dilaksanakan di Komunitas Difabel Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang terus ditingkatkan. Banyak komunitas yang berupaya menangani difabel, namun permasalahannya masih saja kompleks dan bermacam-macam. Contohnya, saat ini masih ada orang tua yang belum bisa menerima kenyataan memiliki anak dengan kondisi yang berbeda dengan kebanyakan orang normal lainnya. Selain itu akses dan fasilitas untuk difabel masih di anggap kurang memadai dan masih sedikit. Hal itu membutuhkan sorotan dari pemerintah dan juga membutuhkan bimbingan yang lebih mendalam selain tentang pengetahuan umum juga tentang keagamaan difabel. Bimbingan keagamaan ini dimaksudkan agar mempunyai pengetahuan keagamaan supaya difabel mampu menjalankan aktifitas sesuai ajaran agama, mendapatkan pendidikan seperti manusi normal,

(22)

8

mampu meraih cita-cita, memiliki akhlak atau perilaku yang baik, menjalankan perintah sesuai ajaran agama.

Bimbingan keagamaan yang dilakukan oleh Komunitas Difabel Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang dapat dikatakan sebagai salah satu hal yang menarik. Karena bimbingan keagamaan yang dilakukan di komunitas arrizki adalah mengajak difabel untuk melaksanakan ibadah, mengaji dan mengerti akan hal keagamaan. Bimbingan keagamaan yang berlangsung di komunitas arrizki bersifat non formal tidak seperti di sekolah luar biasa. Bimbingan tersebut bertujuan untuk memberikan bimbingan keagamaan terkait dengan shalat, akhlak, mengaji. Kegiatan itu memiliki tujuan agar difabel memiliki landasan keagamaan di dalam dirinya dalam lingkungan sekitar.

Peneliti memilih komunitas difabel arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang sebagai objek penelitian dikarenakan komunitas ini menerapkan bimbingan keagaaman bagi difabel, berbeda dengan komunitas lain yang sudah peneliti observasi. Seperti komunitas difabel yaitu roemah difabel di Semarang yang mengajarkan bahasa inggris, sulam pita, calistung, menjahit dan menulis kreatif. Komunitas lain hanya menerapkan pengetahuan umum dan keterampilan bagi difabel tetapi, di komunitas arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang mengajarkan keterampilan dan memberikan bimbingan keagamaan bagi difabel.

(23)

9 Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pembimbing di komunitas difabel arrizki, Ibu Rofiatun (10 Mei 2019) bahwa Komunitas Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang merupakan salah satu komunitas difabel di Semarang. Komunitas Difabel Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan tembalang telah beroperasi sejak tahun 2016. Banyak komunitas bagi difabel lainnya tetapi di komunitas Ar-Rizki mengajarkan bimbingan keagamaan bagi difabel. Bahkan komunitas ini tidak hanya mengajarkan hal keagamaan tetapi mengajarkan keterampilan dan pengetahuan tulis menulis seperti yang dilakukan oleh sekolah. Komunitas ini masih bergabung dengan PAUD Nusa Indah Jaya, bertempat di sebuah rumah di RT 03/RW08. PAUD ini dijalankan secara swadaya oleh warga. Selama ini untuk operasional banyak dibantu organisasi-organisasi yang bekerja sama dengan komunitas ini seperti Rumah Zakat, Himpunan Mahasiswa dan PPRBM Solo. Selama ini penyelenggaraan pendidikan bagi difabel masih kurang, karena tidak semuah daerah di Indonesi memiliki SLB. Di Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang ada sekitar 100 anak difabel, tetapi PAUD yang dijadikan tempat pembelajaran komunitas arrizki hanya mampu menerima sekitar 35 anak (Sumber: Wawancara dengan Ibu Rofiatun 10 Mei 2019).

Meskipun difabel memiliki keterbatasan namun bimbingan keagamaan sangat dibutuhkan bagi penyandang disabilitas agar mendapatkan jiwa yang kuat, karena mengingat kecenderungan

(24)

10

penyandang difabel memiliki kepercayaan diri atas keadaan fisik atau mentalnya. Karena di komunitas ini dari keluarga yang berbeda bahkan keagamaan yang beda. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul” Bimbingan Keagamaan Terhadap Difabel di Komunitas Difabel Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang. Dalam penelitian ini penulis membahas tentang bagaimana pelaksaan bimbingan keagamaan dan faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan bimbingan keagamaan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka dirumuskan permasalahan yaitu :

1. Bagaimanakah pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap difabel di Komunitas Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang ?

2. Bagaimanakah faktor penghambat dan pendukung bimbingan keagamaan terhadap difabel di Komunitas Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dalam penelitian ini :

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pelaksanaan bimbingan keagamaan di Komunitas difabel Arrizki Rowosari Tembalang Semarang.

(25)

11 2. Untuk mengetahui faktor penghambat dan pendukung bimbingan keagamaan setelah mengikuti pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap difabel di Komunitas Arrizki Rowosari Tembalang Semarang.

Berdasarkan pokok permasalahan di atas maka manfaat yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat agar dapat mengetahui dan menambah konsep atau teori guna mengembangkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu dakwah khususnya pada Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan dijadikan acuan bagi para pembimbing di Komunitas Difabel Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan khususnya bagi difabel di Komunitas Ar-rizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang.

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini merupakan informasi dasar rujukan yang penulis gunakan dalam penelitian ini, dalam tinjauan pustaka ini penulis lampirkan beberapa hasil penelitian atau judul skripsi yang ada relevansinya dengan penelitian ini.

(26)

12

Pertama, penelitian Farukhin (2009) dengan judul

Pelaksanaan Bimbingan Keagamaan Pada Anak Penyandang Tuna

Netra Di Panti Tuna Netra Distrastra Pemalang”. Tujusn dari

penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan bimbingan keagamaan dan mendeskipsikan pelaksanaan bimbingan keagamaan ditinjau dari analisis bimbingan konseling islam. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan sosiologi dan psikologi. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pelaksanaan bimbingan keagamaan pada anak penyandang tuna netra di Panti Tuna Netra Disastra Pemalang, meliputi komponen penting yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri, frustasi dan kecemasan. Dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan meliputi bimbingan fisik, bimbingan mental spritual dan sosial, bimbingan kecerdadan dan keterampilan. Sedangkan hasil pelaksanaan bimbingan keagamaan ditinjau dari bimbingan konseling islam adalah membantu individu dalam mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, maka pelaksanaan bimbingan keagamaan ditinjau dari analisis bimbingan konseling islam mencakup beberapa fungsi bimbingan konseling islam yaitu fungsi preventif, kuratif, preservative dan developmental. Sehingga membentuk kepribadian yang baik, sabar dalam menghadapi cobaan pada setiap permasalahan.

Penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian di atas membahas proses

(27)

13 pelaksanaan bimbingan yang meliputi enam tahapan dan pelaksanaan bimbingan keagamaan ditinjau dari analisis bimbingan konseling islam, peneliti yang akan penulis lakukan adalah pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap difabel tunadaksa yaitu mengenai materi yang digunakan, metode, tujuan dan fungsi bimbingan keagamaan serta faktor pendukung dan penghambat. Persamaan penelitian di atas adalah tidak ada persamaan dengan penelitian yang akan saya lakukan.

Kedua, skripsi Alfian Zaefani (2016) yang berjudul

“Bimbingan Pribadi Islami Bagi Anak-Anak Berkebutuhan Khusus di

Kelas Inklusi SD Purba Adhi Suta Purbalingga”. Jenis penelitian ini

adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalahah bimbingan pribadi islami untuk anak berkebutuhan khusus sudah dilaksanakan dengan baik. Bimbingan tersebut di awali dengan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Layanan bimbingan pribadi yang dimaksudkan adalah kegiatan layanan bimbingan untuk siswa agar mengembangkan kepribadiannya sesuai ajaran islam yang memiliki keterbatasan fisik atau mental mampu mengatasi hal tersebut melalui dorongan keagamaan. Untuk perencanaan dilakukan dengan menyediakan fasilitas yang mendukung akan kegiatan bimbingan tersebut. Evaluasi dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran di sekolah yaitu bersamaan dengan kegiatan konferensi kasus dengan masing-masing pendamping melaporkan kegiatan dan kejadian yang dialami hari itu.

(28)

14

Kemudian konselor dapat membeerikan masukan atas kejadian yang terjadi.

Dari tinjauan pustaka di atas, penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Hal yang membedakan dengan penelitian yang peneliti susun terletak pada layanan bimbingan yang diberikan dan subyek pelaksanaan bimbingan keagamaan, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap difabel tunadaksa di komunitas. Sedangkan persamaan dengan peneliti maksud yaitu sama-sama membahas tentang pelaksanaan bimbingan keagamaan.

Ketiga, skripsi Nishfi Fauziah Rochmah (2015) yang

berjudul “Bimbingan Keagamaan Bagi Difabel Di SLB Negeri 2

Yogyakarta”. Skripsi ini membahas tentang proses pelaksanaan

bimbingan keagamaan yaitu dimulai dari persiapan pelaksanaan bimbingan keagamaan, pelaksanaan, dan evaluasi hasil bimbingan keagamaan serta tindak lanjut dari evaluasi hasil bimbingan. Hasil dari penelitian ini adalah timbulnya kesadaran anak dalam mengamalkan pelajaran yang sudah didapatkan. Pada dasarnya, pemberian keagamaan sangat diperlukan untuk memberikan pemahaman anak tentang agama serta menumbuhkan nilai religiusitas.

Dari tinjauan pustaka di atas terdapat perbedaan dengan penelitian yang peneliti susun yaitu terletak pada obyek dan variabel.

(29)

15 Dalam penelitian di atas menjelaskan pembinaan keagamaan yang berfokus pada teori-eori agama, berbeda dengan penelitian yang peneliti susun yaitu meski hampir sama tetapi peneliti akan membahas tentang pelaksanaan bimbingan keagamaan yang meliputi tujuan dan fungsin bimbingan keagamaan, materi bimbingan keagamaan, dan faktor penghambat pendukung setelah mengikuti bimbingan keagamaan tersebut. Sedangkan persamaan peneliti terdahulu dengan peneliti adalah terletak pada proses pelaksanaan bimbingan keagamaan.

Keempat, skripsi Erniati (2018) dengan judul “ Pelaksanaan

Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Kedisplinan

Mahasantriwati Di Mahad Aljamiah UIN Sumatera Utara Medan”. Penelitian ini bersifat kualitatif deskriptif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan bimbingan agama disusun dengan dua cara yaitu penyusunan materi dan metode seperti metode jigsau, ceramah dan nasehat. Sedangkan materi-materinya yaitu materi tahsin tahfidz, fikih, ibadah dan akhlak. Yang kedua peranan pembimbing agama yang sangat berperan penting dalam memotivasi. Serta keberhasilan dari pelaksanaan bimbingan agama berhasil menerapkan bimbingan agama dalam hal shalat berjamaah dan kegiatan pembelajaran lain yang dilaksanakan.

Penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu terletak pada pelaksanaan bimbingan keagamaan. Dalam penelitian di atas pelaksanaan bimbingan agama

(30)

16

islam berorientasi pada metode, media, materi dan obyek yang diteliti menyeluruh semua anak penyandang cacat. Hal itu berbeda dengan peneliti susun, bimbingan keagamaan yang peneliti maksud adalah pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap difabel tunadaksa seperti fungsi dan tujuan bimbingan yang digunakan, metode dan materi yang digunakan serta faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan bimbingan keagamaan. Dilihat dari perbedaan yang telah di paparkan terdapat sedikit persamaan yaitu adanya persamaan dalam pelaksanaan bimbingan keagamaan.

Kelima, skripsi Linda Cutika Sari (2019) yang berjudul “

Peran Bimbingan Keagamaan Dalam Membentuk Kemandirian Anak Disabilitas Tunadaksa di SLB Cileunyi Bandung”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan penelitian kualitatif. Hasil yang dicapai dari bimbingan keagamaan dalam membentuk kemandirian melaksanakan shalat anak tunadaksa. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan bimbingan keagamaan anak tunadaksa di SLB Cileunyi hasilnya positif dan anak tunadaksa mengklarifikasi anak bimbingan disesuaikan dengan porsi kecacatannya. Apabila anak tidak mampu melakukan shalat sambil berdiri maka anak diajarkan dan dibantu shalat sambil duduk. Akan tetapi, bantuan tersebut tidak selalu diberikan terhadap anak, karena ditakutkan anak akan selalu bergantung kepada orang lain.

Dari tinjauan pustaka di atas, penelitian di atas berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Perbedaan

(31)

17 dengan peneliti yaitu pada objek dan variabel yang akan di teliti. Pada penelitian yang peneliti susun lebih fokus pada pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap difabel tunadaksa sedangkan pada tinjauan pustaka di atas yang dimaksud adalah fokus kepada kemandirian anak difabel. Penelitian yang akan peneliti susun fokus terhadap pelaksanaan bimbingan keagamaan serta faktor penghambat dan pendukung sedangkan tinjauan di atas fokus terhadap anak-anak. Ada sedikit persamaan yaitu pelaksanaan bimbingan keagamaan yang dilaksanakan.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan pendekatan penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkann penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengkaji gejala-gejala sosial dari suatu kasus dengan cara menganalisanya secara mendalam. Kasus tersebut dapat berupa seseorang, sebuah kelompok. Komunitas, masyarakat, peristiwa, atau kehidupan sosial (Soewadji, 2012: 51-52).

(32)

18

Langkah-langkah penelitian studi kasus yaitu pemilihan kasus, pengumpulan data, analisis data, perbaikan dan penulisan laporan (Soewadji, 2012: 59).

Metode penelitian ini akan menggambarkan keadaan lingkungan, bimbingan keagamaan di komunitas difabel arrizki Rowosari Tembalang, serta faktor penghambat dan pendukung setelah mengikuti kegiatan bimbingan keagamaan.

2. Definisi Konseptual

a. Bimbingan Keagamaan adalah proses pemberian bantuan kepada individu atau seseorang agar dalam kehidupan keagamaannya selalu selaras dengan ketentuan dan mendapatkan petunjuk dari Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Bimbingan tekanannya pada upaya pencegahan munculnya masalah pada diri seseorang agar memahami bagaimana ketentuan dan petunjuk dari Allah tentang kehidupan keagamaannya, menghayati ketentuan dan petunjuk tersebut, mampu dan mau melaksanakan ketentuan dan petunjuk tersebut agar terhindar dari problem-problem yang berkenaan dengan keagamaan.

b. Difabel adalah suatu kemampuan yang berbeda untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara-cara atau dalam batasan yang dipandang normal bagi seorang manusia untuk melakukan aktivitas atau seseorang yang memiliki kelainan

(33)

19 fisik atau mental yang mengganggu untuk melakukan aktivitas secara normal.

3. Sumber dan Jenis Data

Data merupakan kumpulan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini untuk dideskripsikan dan dianalisa sehingga akan diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian (Moelong, 2010: 158). Sumber data adalah subyek di mana data itu dapat diperoleh (Arikunto, 2006: 129). Menurut Azwar (2011: 91) sumber data yang digunakan untuk mendapatkan informasi atau data penelitian ada dua macam yaitu data primer dan data sekunder.).

Menurut sumbernya dan penelitian dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh peneliti langsung dari objek yang diteliti. Data- data tersebut dapat dikumpulkan dengan angket, kuesioner, wawancara, observasi, dokumentasi dan sebagainya (Prastowo, 2016: 3). Data primer dalam penelitian ini adalah kegiatan bimbingan keagamaan yang dilakukan di Komunitas Difabel Arrizki Rowosari, yang dikumpulkan melalui wawancara dengan pembimbing, difabel dan orang tua difabel.

(34)

20

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subyek penelitiannya. Data sekunder biasanya terwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia. Data sekunder biasanya telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen (Arikunto, 2006: 117). Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh memalui wawancara dengan pengasuh Komunitas Difabel Arrizki Rowosari, ketua, para pengurus, buku, penelitian yang berkait, jurnal, arsip-arsip dan dokumen yang berkaitan dengan bimbingan keagamaan difabel. Data tersebut misalnya tentang sejarah, visi dan misi tentang berdirinya komunitas tersebut.

F. Teknik dan Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan usaha membatasi penelitian, mengumpulkan informasi, mengumpulkan berbagai jenis data dan memanfaatkan waktu seefektif mungkin untuk mengumpulkan informasi penelitian (Cresswell, 2015: 266). Menurut Haris (2012: 132) teknik pengumpulan data terdiri dari tiga yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu:

(35)

21 a. Observasi

Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematis terhadap fenomena-fenomena yang diteliti. Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek, yang dilihat dan hal-hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang dilakukan. Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi ialah untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang di alami (Jonathan, 2006: 224). Dalam penelitian ini, peneliti mengamati secara langsung kegiatan bimbingan keagamaan dalam Komunitas Difabel Arrizki Rowosari untuk memperoleh data dari komunitas tersebut. Metode ini digunakan untuk mempermudah serta mengetahui keadaan kondisi objektif dari Komunitas Difabel Ar-rizki.

b. Wawancara

Wawancara menurut Esterberg adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiono, 2016: 231). Penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur adalah teknik wawancara dengan merangkai pertanyaan-pertanyaan terlebih dahulu dan responden

(36)

22

diharapkan dapat menjawab dalam hal-hal kerangka wawancara dan definisi atau ketentuan dari masalah (Ahmadi, 2016: 122).

Dalam hal ini wawancara dilakukan dengan beberapa pihak, diantaranya:

1) Dengan Orangtua atau pendamping dari difabel

2) Dengan pembimbing difabel yang bertanggung jawab terhadap difabel di komunitas difabel Rowosari.

3) Dengan difabel di komunitas Rowosari, sebagai pihak yang diteliti.

Dalam hal ini peneliti melakukan wawancara dengan pembimbing, difabel, pengurus di komunitas difabel Arrizki Rowosari. Wawancara ini dilakukan untuk menggali data-data, visi dan misi di komunitas difabel Arrizki Rowosari. c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan sarana pembantu peneliti dalam mengumpulkan data atau informasi dengan cara membaca surat-surat, pengumuman, ikhtisar rapat, pernyataan tertulis kebijakan tertentu dan bahan-bahan tulisan lainnya. Metode pencarian data ini sangat bermanfaat karena dapat dilakukan dengan tanpa mengganggu objek atau suasana penelitian (Sarwono, 2006: 225). Dalam hal ini peneliti akan mengumpulkan berupa data-data dan dokumen berbentuk tulisan atau diperoleh

(37)

23 dari hasil rekaman wawancara ataupun foto-foto terkait dari keseharian Komunitas Difabel Arrizki Rowosari.

G. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian kualitatif data dapat dinyatan valid apabila tidak ada perbedaan antara apa yang di laporkan penulis dengan apa yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang telah diteliti (Sugiyono, 2016: 121). Keabsahan data dilakukan untuk membuktikan apakah penelitian yang dilakukan benar-benar penelitian ilmiah sekaligus untuk menguji data yang diperoleh. Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji, credibility,

transferability, dependability, dan confirmability (Sugiyono, 2007:

270).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu (Sugiyono, 2005: 124-125).

Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Dengan menggunakan teknik ini

(38)

24

peneliti dapat membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi, membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu, membandingkan keadaan dan persepektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah dan tinggi, orang berada dan orang pemerintah, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moelong, 2013: 330-331).

H. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk menemukan atau menyusun transkip wawancara, catatan-catatan lapangan serta bahan-bahan lainnya yang telah dikumpulkan oleh peneliti (Sugiyono, 2016: 92).

Pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa analisis data adalah hal yang sangat penting untuk sebuah penelitian ini. Dengan analisis data penulis mampu menjawab apa yang ada dirumusan masalah serta dapat dievaluasi.

Menurut Miles dan Huberman analisis terdiri dari tiga jalur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu : reduksi data,penyajian data,penarikan kesimpulan/verifikasi (Miles, dkk, 1992: 16).

(39)

25 Langkah-langkah analisis data menurut Miles dan Huberman adalah sebagai berikut:

a. Reduksi data adalah sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian berlangsung, bahkan sebelum data benar-benar terkumoul sebagaimana studi, pendekatan pengumpulan data yang dipilih peneliti.

b. Penyajian data adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif dapat berupa teks naratif berbentuk catatan lapangan,matriks,grafik,jaringan dan bagan. Bentuk-bentuk ini menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis kembali.

c. Penarikan kesimpulan, yaitu dalam pengumpulan data peneliti harus menegrti dan tanggap terhadap sesuatu yang diteliti langsung di lapangan dengan menyusun pola-pola pengarahan dan sebab akibat. Penarikan kesimpulan dilakukan peneliti secara terus menerus selama berada di lapangan (Rijali, 2018: 91-94).

(40)

26

I. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dalam memahami gambaran secera menyeluruh tentang penelitian ini, maka penulis memberikan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II: Kerangka Teoritik. Bab ini berisi kerangka teori. Kerangka teori ini terdiri dari 3 sub bab yaitu sub bab pertama tentang pengertian bimbingan keagamaan, tujuan bimbingan keagamaan, fungsi bimbingan keagamaan, materi bimbingan keagamaan, metode bimbingan keagamaan, asas-asas bimbingan keagamaan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi bimbingan keagamaan. Sub bab kedua yaitu pengertian difabel dan klasifikasi difabel. Sub bab ketiga yaitu pengertian tunadaksa, klasifikasi tunadaksa, dan karakteristik tunadaksa.

Bab III: Gambaran umum tentang lokasi dan hasil penelitian tentang Bimbingan Keagamaan Terhadap Penyandang Difabel di Komunitas Difabel Arrizki Rowosari Tembalang.

Bab IV: Deskripsi hasil analisa data Bimbingan Keagamaan Terhadap Difabel di Komunitas Difabel Ar-rizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang,Semarang. Dan faktor penghambat dan pendukung bimbingan keagamaan terhadap difabel di Komunitas

(41)

27 Difabel Arrizki Kelurahan Rowosari Kecamatan Tembalang,Semarang.

Bab V: Bab ini merupakan bab penutup dalam penelitian ini. Dalam bab ini terdiri dari kesimpulan dari seluruh penelitian ini, dan dilanjutkan dengan saran-saran dan penutup.

(42)

28 BAB II

BIMBINGAN KEAGAMAAN BAGI PEYANDANG DIFABEL

A. Bimbingan Keagamaan

1. Pengertian Bimbingan Keagamaan

Pengertian bimbingan, secara etimologis (harfiyah) merupakan terjemahan dari bahasa inggris “guidance” dalam bentuk kata benda yang berasal dari kata kerja “to guide” artinya menunjukkan membimbing, atau menuntun orang lain ke jalan yang benar. Kata “bimbingan” secara bahasa berarti pemberian petunjuk, menunjukkan, memberi jalan, menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini, dan masa mendatang( Saerozi, 2015: 2).

Sedangkan menurut W.S Winkel (1981) mengemukakan bahwa guidance mempunyai hubungan dengan guiding: ”showing a way” (menunjukkan jalan), leading (memimpin), conducting (menuntun), giving instructions (memberikan petunjuk), regulating (mengatur), governing (mengarahkan) dan giving advice atau memberikan nasehat). Bimbingan merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian tentang bimbingan sudah ada sejak abad ke-20 yang digagas oleh Frank dan Parson. Sejak itu muncul bimbingan sesuai dengan bidangnya dan ditekuni oleh peminatnya. Pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para

(43)

29

ahli satu dengan yang lain saling melengkapi (Febriani, 2011: 5-6).

Menurut Dr. Rachman Natawidjaja bimbingan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat, serta kehidupan umumnya. Dengan demikian, ia dapat menyebut kebahagiaan hidup dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial (Amin, 2010: 6).

Sedangkan bimbingan keagamaan menurut Tohari Musnamar adalah proses pemberian bantuan kepada individu/ seseorang agar dalam kehidupan keagamaannya selalu selaras dengan ketentuan dan mendapatkan petunjuk dari Allah , sehingga dapat mencapain kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Bimbingan tekanannya pada upaya pencegahan munculnya masalah pada diri seseorang agar : (1) memahami bagaimana ketentuan dan petunjuk dari Allah tentang kehidupan keagamaannya, (2) menghayati ketentuan dan petunjuk tersebut, (3) mampu dan mau melaksanakan ketentuan dan petunjuk

(44)

30 tersebut agar terhindar dari problem-problem yang berkenaan dengan keagamaan (Musnamar, 1992: 143).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa bimbingan keagamaan adalah proses pemberian bantuan kepada individu atau kelompok dalam kehidupan keagamaannya agar seseorang tersebut mampu menentukan berbagai pilihan secara bijaksana sesuai petunjuk Allah dalam persoalan yang dialami dan bisa menyesuaikan diri terhadap tuntunan hidup. Dengan adanya bantuan seseorang akan lebih mampu mengatasi segala kesulitannya sendiri dan lebih mampu mengatasi segala permasalahannya, sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

2. Tujuan Bimbingan Keagamaan

Dengan adanya bantuan ini seseorang akan lebih mampu mengatasi segala kesulitan yang dialami dan lebih mampu mengatasi permasalahan yang akan dihadapi di masa yang akan datang (Amin, 2010: 38). Jadi, tujuan bimbingan keagamaan dapat dirumuskan sebagai berikut :

a) Membantu individu atau kelompok individu mencegah timbulnya masalah-masalah dalam kehidupan keagamaan, antara lain dengan cara membantu individu menyadari fitrah manusia, membantu individu mengembangkan fitrahnya (mengaktualisasikan), membantu individu memahami dan menghayati ketentuan dan petunjuk Allah mengenai kehidupan keagamaan, membantu individu menjalankan

(45)

31

ketentuan dan petunjuk Allah mengenai kehidupan keagamaan.

b) Membantu individu memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan keagamaanya, antara lain yaitu dengan cara membantu individu memahami problem yang dihadapinya, membantu individu memahami kondisi dan situasi dirinya dan lingkungannya, membantu individu memahami dan menghayati berbagai cara untuk mengatasi problem kehidupan keagamannya sesuai dengan syari’at Islam, membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan problem keagamaan yang dihadapi

c) Membantu individu memelihara situasi dan kondisi kehidupan keagamaan dirinya yang telah baik agar tetap baik dan atau menjadi lebih baik (Musnamar, 1992: 144).

Adz-Dzaky menyatakan bahwa tujuan bimbingan keagamaan sebagai berikut :

a) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, tenteram dan damai (muthmainnah), bersikap lapang dada (radhiyah), dan mendapatkan pencerahan taufik dan hidayah Tuhannya (madhiyah).

b) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya.

(46)

32 c) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa emosi pada setiap individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong dan rasa kasih sayang. d) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu

sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya serta ketabahan menerima ujian-Nya.

e) Untuk menghasilkan potensi yang baik, maka dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar serta dapat menanggulangi berbagai persoalan hidup dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya (Dzaky:2004: 220).

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan bimbingan keagamaan adalah membantu individu atau kelompok agar hidupnya sejalan dengan ajaran agamanya kepada Allah. Sehingga inividu tersebut mampu memahami dan menghayati ketentuan dan petunjuk Allah mengenai kehidupan keagamaan.

3. Fungsi Bimbingan Keagamaan

Fungsi bimbingan keagamaan secara umum adalah memberikan pelayanan, motivasi kepada klien agar mampu mengatasi problem kehidupan dengan kemampuan yang ada pada

(47)

33

dirinya sendiri. Ada beberapa fungsi bimbingan keagamaan yaitu :

a. Fungsi pemahaman fungsi pelayanan bimbingan yang menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan individu, seperti pemahaman tentang diri, lingkungan terbatas (keluarga dan sekolah) dan lingkungan yang lebih luas (dunia pendidikan, kerja, budaya, agama dan adat istiadat).

b. Fungsi pencegahan yaitu fungsi bimbingan yang menghasilkan tercegahnya atau terhindarnya individu dari berbagai permasalahan yang dapat menganggu,pendidikan dan pengembangnnya. Maka peranan agama Islam terletak pada komitmen keberagamaan. Dalam hal ini setiap orang menghayati dan menanamkan nilai-nilai agama Islam maka seseroang tersebut dalam hidup dengan damai, tenteram dan bahagia.

c. Fungsi pengentasan yaitu fungsi bimbingan yang menghasilkan teratasinya berbagai permasalahan yang dialami individu.

d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menghasilkan terpeliharanya dan terkembangnya berbagai potensi dan kondisi positif individu (Saerozi, 2015: 24-26).

(48)

34 4. Materi Bimbingan Keagamaan

Dalam proses bimbingan keagamaan materi sangatlah diperlukan karena digunakan untuk mewujudkan tujuan dari suatu bimbingan keagamaan tersebut. Materi yang disampaikan dalam proses bimbingan pada dasarnya merupakan inti ajaran agama islam, yakni sebagai berikut:

a) Aqidah (keimanan)

Akidah merupakan pengikat antara jiwa makhluk dengan sang khalik yang menciptakannya, jika diumpamakan dengan bangunan, maka akidah merupakan pondasi, akidah dalanm Islam merupakan asas pokok, karena jika akidah kokoh maka ke-Islaman akan berdiri pula dengan kokoh.unsur paling penting dari aqidah adalah keyakinan mutlak bahwa Allah itu Esa (monoteisme) tidak berbilang (politeisme). Keyakinan yang kokoh itu terurai dalam rukun Iman. Ilmu yang mempelajari aqidah disebut ilmu tauhid, ilmu kalam atau ilmu makrifat (Rahmat, 1994: 24).

Aqidah merupakan barometer bagi perbuatan, ucapan, dengan segala bentuk interaksi sesama manusia. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah, iman kepada Allah menuntut seseorang mempunyai akhlak yang terpuji. Sebaliknya, akhlak yang tercela membuktikan ketidakadaan iman tersebut ( Anwar, 2010: 43).

(49)

35

b) Syari’ah (ke-islaman)

Materi bimbingan syari’ah meliputi berbagai hal tentang keislaman yaitu berkaitan dengan aspek ibadah dan mu’amalah. Syarifuddin mengatakan bahwa ibadah berarti berbakti, berhidmat, tunduk, patuh, mengesakan dan merendahkan diri. Ibadah juga berarti segala usaha lahir batin sesuai perintah Allah untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta (Syarifuddin, 2003: 17-18).

c) Akhlak ( Ihsan)

Akhlak merupakan dimensi pengalaman atau konsekuensi, yaitu amalan yang bersikap pelengkap dan penyempura dari kedua amal di atas dan mengajarkan tentang cara pergaulan hidup manusia. Inti dari ajaran ini dijabarkan dalam bentuk akhlak (Zuhairini, 1993: 61).

Muatan materi akhlak yang diberikan mencakup: pertama, bertingkah laku yang baik kepada Allah dengan cara meningkatkan rasa syukur, kedua, bertingkah laku baik kepada sesama manusia meliputi: sikap toleransi, saling menyayangi, berjiwa sosial dan tolong menolong. Dan ketiga, bertingkah laku baik kepada lingkungan meliputi: memelihara dan melindungi lingkungan dan tidak merusak keindahan lingkungan (Abuddin,2012: 149-152).

(50)

36 Manusia akan dinilai berakhlak apabila jiwa dan tindakannya menunjukkan hal-hal yang baik. Demikian pula sebaliknya, manusia akan dinilai berkahlak buruk apabila jiwa dan tindakannya menunjukkan perbuatan yang dipandang tercela. Islam memandang manusia sebagai hamba yang memiliki dua pola hubungan yaitu hablun min Allah dan hablun min an-nas (Amin, 2016: 59).

5. Metode Bimbingan Keagamaan

Menurut Thohari Musnamar (1992: 49-50), metode bimbingan dan konseling Islam sebagai berikut:

1) Metode Langsung (metode komunikasi langsung) adalah metode di mana pembimbing melakukan komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang di bimbingnya. Metode ini dirinci lagi menjadi:

a. Metode Individual

Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini dapat dilakukan dengan mempergunakan teknik yaitu:

a) Percakapan pribadi yaitu pembimbing melakukan dialog langsung atau tatap muka dengan pihak yang dibimbing.

(51)

37

b) Kunjungan ke rumah (home visit) yaitu pembimbing mengadakan dialog dengan kliennya tetapi dilaksanakan di rumah klien.

c) Kunjungan dan observasi yaitu pembimbing melakukan percakapan individual dan mengamati klien dan lingkungannya.

b. Metode kelompok

Metode kelompok yaitu pembimbing melakukan komunikasi langsung kepada klien. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik:

a) Diskusi kelompok yaitu pembimbing melaksanakan dengan cara mengadakan diskusi bersama kelompok atau klien yang mempunyai permasalahan.

b) Karya wisaya yaitu bimbingan kelompok yang dilakukan secara langsung dengan mempergunakan ajang karya wisata sebagai forumnya.

c) Sosiodrama yaitu bimbingan yang dilakukan dengan cara bermain peran untuk memecahkan masalah atau mencegah timbulnya masalah atau psikologis.

d) Group teaching yaitu pemberian bimbingan dengan memberikan materi atau ceamah kepada kelompok yang telah ditentukan (Rahim, 2001: 54-55).

(52)

38 2) Metode Tidak Langsung

Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung) adalah metode bimbingan atau konseling yang dilakukan melalui media komunikasi masa. Hal ini dapat dilakukan secara individual maupun kelompok, bahkan massal.

a. Metode individual seperti melalui surat menyurat, telepon dsb.

b. Metode kelompok atau massal yaitu melalui papan bimbingan, surat kabar atau majalah, brosur, radio dan televisi.

Metode atau teknik mana yang dipergunakan dalam melaksanakan bimbingan atau konseling, tergantung pada: masalah atau problem yang sedang dihadapi, tujuan penggarapan masalah, keadaan yang dibimbing atau klien, kemampuan pembimbing mempergunakan metode atau teknik, sarana dan prasarana yang tersedia, kondisi dan situasi lingkungan sekitar, organisasi dan administrasi layanan bimbingan dan konseling, biaya yang tersedia (Faqih, 2001: 54-55).

Menurut Farid Ma’ruf Noor dalam bukunya menjelaskan bahwa terdapat tiga metode dakwah yang terdapat dalam surat An-Nahl 125 yang dapat digunakan dalam pelaksanaan Bimbingan Keagamaan yaitu:

(53)

39

a. Metode Bil Hikmah (pendekatan hikmah dan aqliyah). Metode ini diperuntukkan kepada kaum pemikir atau intelektual, metodenya bersifat induktif dengan menggunakan logika dan analisa yang luas dan obyektif serta dengan dalil-dalil aqli dan naqli.

b. Metode mujadalah (bertukar pikiran). Metode ini diperuntukkan bukan pada golongan peertama dan kedua, karena golongan ini sudah semakin maju maka metodenya dititikberatkan pada usaha memantapkan pemahaman dan keyakinan untuk membentuk pola pemahaman dan pemikiran yang sama terhadap nilai kebenaran Islam (Noor, 1981: 183).

c. Metode mau’izdah Hasanah (pengajaran yang baik). Metode ini diperuntukkan kepada masyarakat awam. Mau’izdah hasanah maksudnya memberikan nasihat kepada orang lain dengan cara yang baik, yaitu petunjuk kearah kebaikan dengan bahasa yang baik, dapat diterima, berkenan dihati, menyentuh pikiran, menghindarkan sikap kasar dan tidak mencari dan menyebut kesalah orang lain. Metode dakwah berbentuk nasehat ini ditemukan dalam Al-Qur’an dengan memakai kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide-ide yang dikehendakinya (Amin,2009: 99-100).

(54)

40 6. Asas-asas Bimbingan Keagamaan

Di dalam setiap kegiatan yang dilakukan, seharusnya ada suatu asas atau dasar yang melandasi dilakukannya kegiatan tersebut. Asas-asas tersebut sebagai berikut:

a. Asas kerahasiaan adalah asas yang menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan tentang klien yang menjadi sasaran layanan yaitu data atau keterangan yang tidak boleh diketahui orang lain.

b. Asas kesukarelaan yaitu asas yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan klien mengikuti, menjalani layanan, dan kegiatan yang diperuntuhkan baginya.

c. Asas keterbukaan yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik yang menjadi sasaran layanan bersikap terbuka dan tidak pura-pura baik dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.

d. Asas kegiatan yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan bimbingan.

e. Asas kemandirian yaitu asas yang menunjukkan pada tujuan umum yaitu peserta didik diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengembangan Game Edukasi sebagai Media Bantu Pembelajaran Drill and Practice untuk persiapan Siswa kelas XI menghadapi Ulangan Kenaikan Kelas. Dalam penelitian ini yaitu Game

Analisis kualitatif dilakukan secara deskriptif pada data keterlaksanaan pembelajaran, Aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Penelitian ini menggunakan teknik

Fokus penelitian pada penelitian ini yaitu pada sistem akuntansi pembelian dan pengeluaran kas yang meliputi fungsi terkait, dokumen dan catatan yang digunakan, prosedur yang

Demikianlah Berita Acara ini dibuat untuk dapat dipergunakan sesuai dengan keperluan dan proses selanjutnya sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Padang panjang, tanggal

Observasi dilakukan kepada anak anak kelas 4, 5, 6 Sekolah Dasar di Surabaya, yang meliputi, SDN Pacar Keling 6 Surabaya, SDN Kaliasin I Surabaya, Observasi bertujuan

Adorno (1976: 256) menyebut usaha memahami kontrakdisi fundamental tersebut sebagai analisis immanent (harus dilakukan) atau analisis internal tentang hubungan dialektis

a) Adhesion not ok Rockwell adalah lapisan coating yang menempel pada produk atau Dies Stamping terlepas. b) Color variation adalah dimana keadaan lapisan