• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERKEMBANGAN DESA DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000 - 2004.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERKEMBANGAN DESA DI KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000 - 2004."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Progam Studi Geografi

Oleh :

Lilik Indra Setiawan Nirm : 01.6.106.09010.5.0071

FAKULTAS GEOGRAFI

(2)

Pembangunan adalah upaya sadar dan berencana untuk meningkatkan

mutu hidup dimana dalam pelaksanaanya akan menggunakan dan mengelola

sumber daya manusia, sumber daya alam maupun sumber daya buatan (Sugeng

Martopo, 1987 dalam Siti Maemunah 2001). Salah satu akibat dari proses

pembangunan yang berlangsung terjadi fenomena pertumbuhan penduduk.

Menurut hasil sensus periode 1990 – 2000, pertumbuhan penduduk

Indonesia adalah sebesar 1,35%. Angka ini lebih rendah bila dibandingkan dengan

periode sebelumnya 1980 – 1990 yang mencapai 1,97%, meskipun demikian

angka itu masih tergolong tinggi (BPS 2000). Dengan demikian Indonesia

termasuk negara yang tergolong memiliki perkembangan sumber daya manusia

yang cepat sejalan dengan pertumbuhan serta kepadatan penduduk terjadi tuntutan

baik sandang, pangan, papan maupun fasilitas pelayanan umum yang harus

terpenuhi. Hal tersebut menimbulkan perubahan-perubahan bentuk dan fungsi dari

suatu wilayah.

Suatu wilayah dari waktu ke waktu akan mengalami perubahan,

perubahan tersebut dapat berupa kemajuan ataupun kemunduran. Dewasa ini

negara-negara berkembang seperti Indonesia mengalami suatu revolusi desa. Hal

ini mengandung makna bahwa sebagian besar wilayah yang berada di Indonesia,

sedang dan akan mengalami perubahan. Kepadatan penduduk yang semakin

meningkat di ikuti peningkatan penyediaan fasilitas-fasilitas umum,

mengakibatkan terjadinya perubahan kondisi daerah-daerah pedesaan menuju

bentuk kondisi perkotaan. Penggolongan suatu daerah menjadi daerah pedesaan

dan perkotaan di perlukan karena karakteristik dan kebiasaan mereka berada.

Perbedaan tersebut muncul dalam karakteristik demografi, sosial dan ekonomi.

Wilayah dapat dikatakan desa apabila daerah tersebut mempunyai

jumlah nilai rangking indikator kepadatan penduduk, indikator presensi rumah

(3)

sama dengan 12. Sedangkan desa kota adalah daerah dengan kondisi transisi

antara daerah perkotaan dan pedesaan yang mempunyai nilai rangking indikator

kepadatan penduduk, presensi rumah tangga dan jumlah jenis fasilitas perkotaan

berjumlah kurang atau sama dengan 22 (BPS, 2000).

Perkembangan wilayah Kabupaten Boyolali relatif kurang merata. Perkembangan

yang cukup pesat terjadi di wilayah utara dan selatan. Sedangkan wilayah sebelah

timur dan barat relatif lambat, dalam hal ini peneliti mengambil Kecamatan

Ampel sebagai daerah penelitian. Faktor yang cukup menonjol sebagai faktor

penghambat pertumbuhan di wilayah barat dan timur adalah topografi yang

mempuyai relief berombak hingga bergunung dengan kemiringan lereng 8 – 55

%. Struktur geologi yang menyusun daerah penelitian adalah batuan volkan dan

jenis tanah yang terdiri dari tanah litosol, latosol dan andosol, serta keadaan dan

ketersediaan air tanah yang sangat dalam di wilayah tersebut. Data yang telah di

peroleh dari BPS Kabupaten Boyolali (2004) menyebutkan bahwa Kecamatan

Ampel memiliki jumlah penduduk 68.783 jiwa dengan kepadatan penduduk 761

jiwa per km2. Mata pencaharian penduduk Ampel sebagian besar adalah di sektor

pertanian dan peternakan.

Kecamatan Ampel yang merupakan wilayah yang berbatasan langsung

dengan kota yang memiliki perkembangan yang cukup pesat, yaitu di sebelah

utara Kota Salatiga dan di sebelah selatan Kota Boyolali cenderung telah

mengalami perkembangan yang cukup tinggi. Keberadaan Kecamatan Ampel

sebagai perbatasan antara Kota Salatiga dan Kota Boyolali akan mempengaruhi

daerah tersebut ke dalam proses perkembangan desa menjadi kota, yang dapat di

lalui dengan dua tahap yaitu:

a. Desa dapat berubah menjadi desa-kota dan kemudian menjadi kota

b. Terjadi perubahan dari desa langsung kota.

Perubahan-perubahan tersebut bukan hanya mempunyai skala yang kecil

namun merupakan skala proses perkembangan yang berskala cukup besar.

Perubahan tersebut muncul terlihat pada jumlah penduduk yang meningkat

dengan pesat, maupun perubahan pada kondisi fisik dan nonfisiknya meliputi

(4)

kesehatan seperti bertambahnya klinik kesehatan, sarana jalan, sarana ekonomi

dengan munculnya minimarket dan dan pusat perbelanjaan,dan perbaikan pasar,

serta sarana komunikasi.

Perkembangan suatu daerah pedesaan menuju suatu perkotaan tidak

mungkin terjadi secara drastis tetapi melalui suatu proses dimana daerah tersebut

akan melewati suatu kondisi transisi. Kondisi transisi adalah dimana daerah

tersebut dapat di katakan kota tetapi belum memenuhi ukuran yang ada,

sedangkan untuk dapat di katakan sebuah desa sudah mulai menunjukkan kondisi

kota. Daerah yang berada pada kondisi transisi desa dan kota memiliki potensi

untuk memacu perkembangan daerah sekitarnya. Penentuan distribusi daerah

transisi desa dan kota dapat di gunakan oleh pemerintah daerah untuk membuat

kebijakan pengembangan wilayah yang lebih baik

Dari tahun ke tahun wilayah di Kecamatan Ampel sudah

memperlihatkan perbedaan kenampakan dari sifat-sifat pedesaannya, sehingga

diperlukan suatu analisis yang mendalam mengenai tingkat perkembangan

wilayah di Kecamatan Ampel.

Berdasarkan permasalahan di atas penulis tertarik mengadakan

penelitian dengan judul “ANALISIS PERKEMBANGAN DESA DI

KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI TAHUN 2000-2004”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka didapatkan berbagai

permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah tingkat perkembangan desa di Kecamatan Ampel tahun

2000-2004?

2. Bagaimanakah persebaran desa-desa yang mengalami perkembangan di

(5)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis tingkat perkembangan desa di Kecamatan Ampel tahun

2000-2004.

2. Mengetahui persebaran desa-desa yang mengalami perkembangan di

Kecamatan Ampel selama kurun waktu lima tahun yaitu tahun 2000-2004.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna terutama sebagi berikut:

1. Sebagai syarat untuk memenuhi derajat sarjana pada Fakultas Geografi,

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

2. Bahan pemikiran maupun masukan berupa koreksi kategori dari desa-kota bagi

penentu kebijaksanaan baik pemerintah, non pemerintah sebagai informasi

dalam rangka mengambil keputusan, terutama yang berkaitan dengan

perencanaan pengembangan wilayah.

1.5. Telaah Pustaka Dan Penelitian Sebelumnya

Permukiman dapat di katakan sebagai suatu tempat dimana penduduk

tinggal dan hidup bersama, dimana mereka membangun, rumah-rumah,

jalan-jalan, dan sebagainya guna kepentingan mereka (Bintarto, 1977). Di Indonesia

perwujudan permukiman dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu hunian desa dan

hunian kota.

Kota di timbulkan karena unsur fisiografis, artinya karena permukiman

yang di pilih manusia pada mulanya selalu memperhatikan topografi, tanah dan

keadaan iklim unsur sosialpun menjadi suatu pemicu timbul dan perkembangan

suatu permukiman, karena dalam kehidupan suatu tempat perlu adanya suatu

pergaulan dan kerjasama yang baik demi ketenangan dan ketentraman hidup.

Dalam perkembangan suatu kota tidak pula di lupakan pengaruh kultur antara

penghuni sendiri, ataupun karena pengaruh timbal balik antara kota atau daerah

(6)

Terdapat teori perkembangan wilayah yang mendukung dalam penelitian

yaitu, Teori tempat pusat, teori ini di kemukakan oleh (Christaller 1933 dalam

Hadi Sabari 1991), dalam tulisannya “Die zentrallen orte sud Deutschland”

Christaller memberikan perhatian terhadap persebaran permukiman desa dan kota

yang berbeda-beda ukuran luas, persebaran baik yang bersifat mengelompok,

bergerombol maupun yang terpecah terpisah antara yang satu dengan yang lain.

Menurut asumsi dan observasi Christaller suatu tempat memiliki

batas-batas pengaruh yang merupakan lingkaran komplementer ini adalah daerah yang

di layani oleh tempat pusat (Hagget, 1975 dalam Reksopoetranta, S 1992). Teori

tempat pusat yang di kemukakan oleh Christaller ini selain dapat di gunakan

untuk menganalisis pusat-pusat pelayanan dan kegiatan ekonomi yang sudah ada

terhadap daerah di sekitarnya, dapat pula digunakan untuk merencanakan kegiatan

perencanaan lokasi pusat perniagaan, pasar, rumah sakit, sekolahan dan pelayanan

sosial lainnya, mengingat adanya perkembangan teknologi, kemajuan

transportasi-komunikasi, kondisi fisik daerah dan lain sebagainya, maka teori ini

harus di modifikasi dengan kondisi yang ada.

Suatu tempat pusat kota, pusat perbelanjaan pasar, Rumah sakit dan lain

sebagainya memiliki kekuatan pengaruh yang berbeda-beda. Pada dasarnya

hirarki tempat pusat dengan wilayah komplementernya dapat di kelompokkan

menjadi tiga macam yaitu: pertama, hirarki K=3, kedua hirarki K=4, dan yang

ketiga adalah hirarki K=7. Ketiga hirarki tersebut dapat di asumsikan sebagai

berikut:

1. MARKET PRINCIPLE (K=3)

Setiap pusat tingkat atas melayani dua pusat dari tingkat bawahnya, di

tambah dengan dirinya sendiri dimana K menunjuk ke jumlah pusat-pusat

dari tingkat bawahnya yang di layani oleh suatu pusat dari tingkat atas.

2. TRAFFIC PRINCIPLE (K=4)

Tempat-tempat pusat tidak hanya melayani barang dan jasa bagi pribadi,

tempat-tempat tersebut mengandung fungsi seperti menyajikan

pendidikan, hiburan bagi umum seperti tempat seni, taman perpustakaan

(7)

3. ADMINISTRATION PRINCIPLE (K=7)

Pola permukiman tersusun begitu rupa sehingga setiap tempat bertingkat

bawah tetap di dalam batas-batas wilayah tempat pusat dari tingkat atas.

Suatu wilayah dapat di definisikan sebagai suatu daerah tertentu di

permukaan bumi yang dapat di bedakan dengan daerah tetangganya, atas dasar

karakteristik atau properti yang menyatu (Tylon 1950 dalam Hadi Sabari Yunus,

1991).

Perwilayahan dalam suatu program perencanaan memegang peranan

yang sangat penting sehingga mutlak perlu di pahami oleh para perencana, hal ini

perwilayahan sangat berguna untuk mengetahui variasi karakter dalam wilayah

tertentu. Perwilayahan adalah usaha untuk membagi-bagi permukaan bumi atau

bagian permukaan bumi tertentu. Pembagiannya dapat mendasarkan pada

kriteria-kriteria tertentu seperti politis, ekonomis, sosial kultur, fisis geografi dan

sebagainya. Perwilayahan di Indonesia berkaitan erat dengan pemerataan

pembangunan dan mendasarkan pembagiannya pada sumber daya lokal sehingga

prioritas pembangunan dapat di rancang serta di kelola dengan sebaik-baiknya.

Pewilayahan untuk perencanaan pengembangan wilayah di Indonesia bertujuan

untuk:

a. Menyebaratakan pembangunan sehingga dapat di hindarkan adanya pemusatan

kegiatan pembangunan yang berlebihan pada daerah tertentu.

b. Menjamin keserasian dan koordinasi antara kegiatan pembangunan yang ada

pada tiap-tiap daerah-daerah tertentu.

c. Memberikan pengarahan kegiatan pembangunan bukan hanya pada aparatur

pemerintahan, baik tingkat pusat maupun pada tingkat daerah tetapi juga pada

masyarakat umum dan pengusaha (Hadi Sabari Yunus, 1991)

Alvin L Bertrand (1967 dalam Bintarto, 1977) menyatakan bahwa desa

yang mengalami perkembangan mempunyai arah persebaran yang berbeda-beda,

hal ini di karenakan adannya perbedaan dalam susunan bangunan dan jalan-jalan

desa sebagai akibat dari keadaan geografis yang berbeda, pembagian persebaran

(8)

a. Nucleated Village, yaitu dimana penduduk desa hidup bergerombol membentuk

suatu kelompok yang di sebut Nukleus.

b. Line Village, yaitu dimana penduduk desa menyusun tempat tinggalnya

mengikuti jalur sungai atau jalur jalan dan membentuk deretan perumahan

atau permukiman.

c. Open Country Village, yaitu dimana penduduknya memilih atau membangun

tempat-tempat kediamannya tersebar di suatu daerah pertanian hingga di

mungkinkan adanya suatu hubungan dagang, karena perbedaan produksi dan

kebutuhan, pola ini di sebut juga Trade Center Comunity.

Kota-kota besar terdapat beraneka ragam aktivitas jasa pelayanan

berskala besar. Semakin kecil kotanya semakin sedikit dan semakin kecil pula

skala aktivitas dan jasa pelayanan. Setiap jasa pelayanan membutuhkan penduduk

untuk mendukung pelayanan tersebut agar jasa pelayanan seimbang dengan

kebutuhan penduduk dan seimbang pula dengan jasa yang dikeluarkan yang

disebut penduduk ambang atau threshold population. Pnduduk ambang adalah

jumlah penduduk minimum yang dapat mendukung suatu jasa yang ditawarkan.

Badan pusat Statistik (1977 dalam BPS 2000) mengklasifikasikan daerah

perkotaan sebagai wilayah-wilayah yang paling sedikit memenuhi satu dari tiga

kriteria di bawah ini:

a. Kepadatan penduduk lebih atau sama dengan 5000 orang /km2 .

b Persentase rumah tangga pertanian kurang dari satu atau sama dengan 25%.

c. Jumlah jenis fasilitas perkotaan lebih besar dari atau sama dengan 8.

Bila indikator-indikator di atas mempunyai hubungan yang sempurna

maka salah satu indikator saja sudah cukup untuk menentukan status desa atau

kota. Jika nilai suatu indikator tidak memenuhi kriteria nilai perkotaan, namun

nilai indikator yang lain cukup tinggi, maka daerah tersebut sudah cukup layak

untuk di katakan sebagai daerah perkotaan. Untuk mengatasi masalah penentuan

desa, desa-desa dan kota, ketiga indikator tersebut dapat di kombinasikan dengan

(9)

Ketiga indikator tersebut kemudian di jumlahkan menjadi nilai skor.

Nilai skor inilah yang di jadikan ukuran apakah suatu desa di katakan pedesaan,

desa-kota atau perkotaan. Berdasarkan penggolongan pedesaan dan perkotaan

dalam sensus penduduk (2000) yang baru adalah sebagai berikut :

a. Desa adalah daerah yang mempunyai jumlah nilai rangking indikator kepadatan

penduduk, indikator persentase rumah tangga pertanian dan indikator jumlah

jenis fasilitas perkotaan berjumlah kurang dari atau sama dengan 12.

b. Desa-kota adalah daerah dengan kondisi transisi antara daerah pedesaan dan

perkotaan yang mempunyai nilai rangking indikator kepadatan penduduk,

indikator persensi rumah tangga pertanian dan indikator jumlah jenis fasilitas

perkotaan berjumlah kurang atau sama dengan 22.

c. Kota adalah daerah yang mempunyai nilai rangking indikator-indikator

kepadatan penduduk, indikator persentase rumah tangga pertaniaan dan

indikator jenis fasilitas perkotaan berjumlah lebih besar atau sama dengan 21

(BPS, 2000).

Siti maimunah (2001), melakukan penelitian tentang Klasifikasi

Tipologi Desa di Kecamatan Malinting Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini

bertujuan untuk mengungkapkan variasi tipologi desa dan faktor-faktor yang

mempengaruhi dan yang paling berpengaruh terhadap tipologi desa di Kecamatan

Malinting. Adapun metode yang di gunakan adalah analisa data sekunder dan di

bantu dengan survei lapangan, langkah-langkah yang di ambil adalah meliputi

penentuan daerah sampel, pengumpulan data dan analisa data. Hasil akhir dari

penelitian ini berupa klasifikasi tipologi desa di perwakilan Kecamatan Malinting

Kabupaten Lampung Timur.

1.6. Kerangka Penelitian

Perkembangan suatu daerah pedesaan menuju suatu perkotaan tidak

mungkin terjadi secara drastis tetapi melaui suatu proses dimana daerah tersebut

akan melewati suatu kondisi transisi. Kondisi transisi adalah dimana daerah

tersebut dapat di katakan kota tetapi belum memenuhi ukuran yang ada,

(10)

Daerah yang ada pada kondisi daerah sekitarnya penentuan distribusi daerah

transisi desa dan kota dapat di gunakan oleh pemerintah daerah untuk membuat

kebijaksanaan pengembangan wilayah yang lebih baik.

Pengambilan data dalam penelitian ini di lakukan dengan cara

pengumpulan data sekunder yang telah di terbitkan oleh instan si terkait kemudian

di perkuat dengan survei lapangan. Data itu antara lain meliputi data sosial

ekonomi yang di lalamnya termasuk sarana pendidikan, pendapatan, mata

pencaharian, saran ekonomi, sarana kesehatan, kondisi fisik meliputi; iklim,

topografi serta data pendukung lainnya. Selain melakukan pencatatan data di

perlukan juga pustaka-pustaka penunjang berupa penelitian sebelumnya dan

pengenalan fenomena wilayah penelitian. Setelah semua data yang di perlukan

terkumpul kemudian di lakukan penggolongan status daerah dengan

menggunakan metode yang di gunakan Badan Pusat Statistik (BPS tahun 2000),

yaitu menggunakan tiga indikator yang telah di tetapkan berupa kepadatan

penduduk, persentase rumah tangga, pertanian, dan jumlah jenis fasilitas

perkotaan. Penjumlahan indikator tersebut di gunakan untuk mengklasifikasikan

daerah tersebut masuk dalam kategori daerah desa, desa-kota, atau kota. Selain

ketiga indikator di atas, di gunakan pula faktor fisik dan sosial sebagai faktor

penimbang. Faktor fisik terdiri dari iklim dan jenis tanah. Sedangkan faktor sosial

terdiri dari ketersediaan dan sarana pendidikan, sarana ekonomi, saran jalan,

sarana kesehatan.

Dengan penggunaan harkat atau skoring, faktor sosial dan faktor fisik

tersebut merupakan penguat atau pelemah indikator klasifikasi, Baru kemudian di

dapatkan evaluasi hasil akhir dari klasifikasi desa-kota. Untuk lebih jelasnya dapat

(11)

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

Sumber : Penulis

Fenomena Wilayah Penelitian

Pustaka Penunjang Penelusuran

Data

Faktor Sosial Penunjang h Sarana Pendidikan h Sarana Ekonomi,

Pasar dan Pusat Perbelanjaan. h Sarana Transportasi h Sarana Kesehatan h Sarana Komunikasi Faktor Fisik Penunjang

h Iklim h Jenis Tanah

Desa

Evaluasi Perkembangan Desa DI Kecamatan Ampel

Status Wilayah Penelitian

Desa - Kota Kota

Indikator Klasifikasi

h Kepadatan Penduduk h Persentase Rumah Tangga

Pertanian

h Jumlah Jenis Fasilitas Perkotaan

(12)

1.7. Hipotesa

1. Sebagian besar wilayah penelitian yang memperlihatkan perubahan fisik dan

nonfisik adalah wilayah yang berada di sepanjang jalur raya Solo-Semarang.

2. Berdasarkan faktor geografis dan ketersediaan sarana sosial ekonomi,

umumnya desa-desa yang mengalami perkembangan berada di sepanjang jalur

transportasi, dalam hal ini jalan.

1.8. Metode Penelitian

Metode penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode

analisis data sekunder. Data sekunder merupakan data mentah olahan instansi

yang terkait sehingga masih perlu di analisa sehingga menghasilkan sesuatu yang

berguna bagi penelitian. Diperlukan pula hasil penelitian yang telah di lakukan

oleh peneliti sebelumnya serta pelaksanaan survei lapangan untuk memahami

fenomena daerah penelitian.

8.1. Teknik Penelitian

Langkah-langkah yang di lakukan untuk mencapai tujuan penelitian

adalah sebagai berikut :

a. Penentuan Daerah Sampel

Penelitian di lakukan di daerah Kabupaten daerah tingkat II Boyolali yang

secara administrasi terbagi dalam 20 wilayah Kecamatan. Penelitian ini

mengambil daerah penelitian pada Kecamatan Ampel yang terbagi menjadi

20 desa yaitu:

Tabel 2. Desa-desa di Kecamatan Ampel

(13)

b. Alasan memilih daerah penelitian

Alasan pemilihan wilayah tersebut untuk di jadikan daerah sampel adalah

karena wilayah Kecamatan Ampel merupakan wilayah yang berada pada

sepanjang jalan raya Solo-Semarang dan Kecamatan Ampel merupakan

perbatasan antara dua kota yang berkembang cukup pesat yaitu Kota Boyolali

dan Salatiga, dimana kedua kota tersebut mempunyai pengaruh yang cukup

kuat pada daerah-daerah di sekitarnya, sehingga di perlukan suatu evaluasi

yang mendalam mengenai tingkat perkembangan di Kecamatan Ampel karena

sifat-sifat pedesaan maupun dalam hal jumlah sarana dan prasarana sosial

ekonomi masyarakatnya. Pertimbangan lain yang di gunakan adalah:

a. Belum pernah diadakan penelitian mengenai tingkat perkembangan desa yang

terkait dengan kebijaksanaan pembangunan dan pengembangan wilayah di

Kabupaten Boyolali.

b. Ketersediaan dana, data serta kemudahan birokrasi dalam pengunpulan data di

daerah penelitian.

8.2. Pengumpulan Data

Data-data yang di gunakan dalam penelitian adalah data sekunder yaitu

data-data yang di terbitkan oleh instansi pemerintah. Data-data tersebut meliputi

data fisik berupa iklim, dan jenis tanah, sedangkan data sosial ekonomi meliputi

sarana komunikasi, sarana jalan, dan sarana kesehatan. Data sekunder yang

digunakan merupakan data Time Series dengan interval lima tahun yaitu tahun

2000 - 2004.

8.3 Analisa Data

Data yang telah di kumpulkan nantinya akan di analisa dengan

menggunakan analisa deskriptif. Analisa tersebut disesuaikan dengan data yang di

peroleh dan sesuai dengan tujuan penelitian. Unit analisa yang digunakan dalam

penelitian ini adalah desa. Penggolongan status suatu daerah menggunakan

metode yang digunakan oleh Badan Pusat Statistik 2000 seperti pada tabel

(14)

Tabel 1.1. Cara Pemberian Rangking Indikator Perkembangan Desa

Sumber Badan Pusat Statistik, 2000

Dalam mencari ketiga indikator di atas menggunakan rumus :

KPD =

KPD = Kepadatan Penduduk

JFU = Jumlah Fasilitas Perkotaan

PRT = Jumlah Presensi Rumah Tangga

Jumlah jenis fasilitas perkotaan adalah jumlah fasilitas – fasilitas

perkotaan di suatu daerah yang bersangkutan yang digunakan pada sensus

penduduk tahun 2000 adalah:

1. Sekolah Dasar dan sederajat

2. Sekolah Menengah Pertama dan sederajat

3. Sekolah Menengah Atas dan sederajat

(15)

5. Rumah sakit

6. Rumah sakit bersalin/BKIA

7. Puskesmas/Klinik/Balai Pengobatan

8. Jalan yang dapat dilalui kendaraan bermotor roda 3 dan 4

9. Pesawat telepon/Kantor Pos

10.Pasar dengan bangunan

11.Kelompok Pertokoan

12.Bank

13.Pabrik

14.Restoran/rumah makan

15.Listrik Umum (PLN/non PLN)

16.persewaan alat pesta

Klasifikasi perkembangan desa diperoleh dengan cara sebagai berikut:

Nilai rangking tertinggi – Nilai rangking terendah

3

berarti: 30 – 3 --- = 9 3

Tabel 1.2. Kelas Perkembangan

No Nilai rangking Kelas perkembangan

1. 3 - 12 Rendah

2. 13 – 22 Sedang

3. > 22 Tinggi

Sumber: Hasil perhitungan

Selain menggunakan analisa data deskriptif juga digunakan pula analisa

peta. Analisa ini digunakan untuk mengetahui persebaran desa yang berada di

(16)

penggolongan status suatu daerah atau desa apakah daerah itu masuk dalam desa,

desa-kota, atau kota.

1.9. Batasan Operasional

Wilayah adalah tempat tertentu yang di dalamnya terdapat banyak sekali hal yang

berbeda-beda, namun secara artifial bersama-sama saling menyesuaikan

untuk membentuk kebersamaan ( Vidal der’ la BLACHE dalam Hadi

Sabari 1991)

Jumlah jenis fasilitas perkotaan adalah banyaknya jenis fasilitas perkotaan yang

di miliki oleh suatu daerah. ( Badan Pusat Statistik 2000)

Perkembangan adalah suatu proses perubahan keadaan dari keadaan yang lain

menjadi lebih baik dalam waktu yang berbeda. Dalam hal ini

menyangkut proses yag berjalan secara alami maupun yang berjalan

secara artifisial.

Analisis adalah kegiatan yang di lakukan untuk mengoreksi atas kegiatan yang

telah di lakukan pada waktu lalu untuk mendapatkan hasil yang lebih

baik.

Desa adalah daerah yang mempunyai jumlah nilai rangking indikator

kepadatan penduduk, indikator persentase rumah tangga pertanian dan

indikator jumlah jenis fasilitas perkotaan berjumlah kurang dari atau

sama dengan 12 (Badan Pusat Statistik, 2000)

Desa-kota adalah daerah dengan kondisi transisi antara pedesaan dan perkotaan

dan daerah yang mempunyai rangking indikator kepadatan penduduk,

indikator persentase rumah tangga pertanian dan indikator jumlah jenis

fasilitas perkotaan berjumlah berjumlah kurang atau sama dengan 22 (

Badan Pusat Statistik, 2000 ).

Kota adalah daerah yang mempunyai jumlah nilai rangking

indikator-indikator kepadatan penduduk, indikator-indikator persentase rumah tangga

pertanian dan indikator jumlah jenis fasilitas perkotaan berjumlah lebih

(17)

Kepadatan penduduk adalah banyaknya penduduk di suatu daerah di setiap 1

kilometer persegi luas wilayah daerah tersebut ( Badan Pusat Statistik,

2000 ).Persentase rumah tangga pertanian adalah banyaknya rumah

tangga yang penghasilannya bergantung pada sektor pertanian satuannya

adalah persen (%) ( Badan Pusat Statistik, 2000 ).

Penduduk ambang threshold population adalah jumlah penduduk minimum

(18)

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Tabel 2. Desa-desa di Kecamatan Ampel
Tabel 1.1. Cara Pemberian Rangking Indikator Perkembangan Desa
Tabel 1.2. Kelas Perkembangan

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam penerapan metode pembelajaran examples non examples ini siswa banyak melihat contoh-contoh ( examples ) sesuai dengan materi pada pembelajaran tersebut

Dapat digunakan pada semua jenis & proses pembuatan roti yang dalam penggunaannya harus dicampur dengan bread improver Diformulasi khusus untuk proses pengadukan metode

Pembangunan Jalan dan Jembatan Perdesaan Pertigaan pasir bodas Cileungsir - Girimukti (lanjutan) Desa Cikamunding Kecamatan

Karya Tulis Ilmiah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menempuh ujian akhir Program Studi D3 Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Hasil penelitian menyatakan bahwa ada perubahan pengetahuan produk dan proses pengambilan keputusan pembelian produk asuransi kecelakaan pribadi yang dimiliki oleh mahasiswa,

Apabila kegiatan pemasaran langsung telah tuntas dilaksanakan oleh peserta didik, pengayaan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan tugas berupa evaluasi proses dan hasil

Selain kemampuan menendang (passing), penulis juga tertarik untuk meneliti pola gerak dominan menghentikan bola (stoping) siswa dalam permainan sepakbola. Stoping

Jenis penerimaan, tarip, dan pembagian alokasi dana yang bersumber dari mahasiswa Sl,. Diploma dan lain-lain Universitas Negeri Malang sebagaimanapada lampiran