UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
ABSTRAK
Penelitian ini diadakan untuk mengetahui gambaran derajat kompetensi
interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung. Penelitian
ini dilakukan terhadap seluruh siswa akselerasi baik tahun pertama maupun tahun kedua yang berjumlah 28 orang.
Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah 40 item Interpersonal Competence Questionaire (ICQ) yang dikembangkan oleh Buhrmester (1988), namun dimodifikasi oleh peneliti menjadi 50 item. Setelah melalui proses validasi item, terdapat 36 item yang valid. Di samping itu reliabilitas alat ukur ini tergolong tinggi (0,789).
Hasil penelitian yang diperoleh adalah 82,14% siswa program akselerasi memiliki derajat kompetensi interpersonal yang tinggi dan 18,86% lainnya rendah. Selain itu siswa dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi 84,64% mendapatkan dukungan berelasi dari teman sebaya dan 81,84% mendapatkan dukungan berelasi dari orang tua.
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
ABSTRACT
This study was conducted to describe the degree of interpersonal competence on accelerated program students at senior high school "X" Bandung. The research was conducted on the entire first-year either second year students, amounting to 28 people.
In this study measuring instruments used are 40 items Interpersonal Competence Questionnaire (ICQ) developed by Buhrmester (1988), but modified by researcher to 50 items. After going through the items validation process, there were 36 valid items. In addition, the reliability of this instrument was high (0.789).
The result of this study was 82,14% accelerated program students have a high degree of interpersonal competence and 18,86% are low. In addition, students with a high degree of interpersonal competence also have 84,64% support from peers and 81,84% support from parents.
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR ISI
Lembar Judul
Lembar Pengesahan
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
ABSTRACT
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR SKEMA
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Identifikasi Masalah... 8
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian... 9
1.3.1. Maksud Penelitian... 9
1.3.2. Tujuan Penelitian... 9
1.4. Kegunaan Penelitian... 9
1.4.1. Kegunaan Teoretis... 9
1.4.2. Kegunaan Praktis... 9
1.5. Kerangka Pemikiran... 10
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kompetensi Interpersonal... 18
2.1.1. Pengertian Kompetensi Interpersonal... 18
2.1.2. Aspek-Aspek Kompetensi Interpersonal... 20
2.1.3. Penelitian tentang Kompetensi Interpersonal di Indonesia... 24
2.1.4. Manfaat Kompetensi Interpersonal... 28
2.1.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kompetensi Interpersonal... 29
2.1.6. Kompetensi Interpersonal Remaja dalam Kaitannya dengan Teman Sebaya... 31
2.2 Remaja... 33
2.2.1. Pengertian Remaja... 33
2.2.2. Batasan Usia Remaja... 35
2.2.3. Ciri-ciri Masa Remaja... 35
2.2.4. Tugas-tugas Perkembangan Remaja... 40
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan dan Prosedur Penelitian... 42
3.2. Bagan Rancangan Penelitian... 42
3.3. Variabel Penelitian, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional... 43
3.3.1. Variabel Penelitian... 43
3.3.2. Definisi Konseptual... 43
3.3.3. Definisi Operasional... 43
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
3.4.1. Alat Ukur Kompetensi Interpersonal... 44
3.4.1.1. Prosedur Pengisian... 46
3.4.1.2. Sistem Penilaian... 46
3.4.2. Data Pribadi dan Data Penunjang... 47
3.4.3. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur... 48
3.4.3.1. Validitas Alat Ukur... 48
3.4.3.2. Reliabilitas Alat Ukur... 48
3.5. Populasi... 49
3.5.1. Populasi Sasaran... 49
3.5.2. Karakteristik Populasi... 49
3.6. Teknik Analisis Data... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Populasi... 51
4.2. Data Penelitian... 52
4.3. Pembahasan... 55
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 61
5.2. Saran... 62
DAFTAR PUSTAKA... 64
DAFTAR RUJUKAN... 66
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR TABEL
3.1. Tabel kisi-kisi alat ukur kompetensi interpersonal... 45
4.1. Tabel distribusi frekuensi jenis kelamin populasi... 51
4.2. Tabel distribusi frekuensi usia populasi... 51
4.3. Tabel distribusi frekuensi periode studi populasi... 52
4.4. Tabel distribusi frekuensi derajat kompetensi interpersonal... 52
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR SKEMA
1.1. Skema Kerangka Pemikiran... 16
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel Validitas Item Alat Ukur Kompetensi Interpersonal
Lampiran 2 Kisi-Kisi Kuesioner Kompetensi Interpersonal
Lampiran 3 Kuesioner Kompetensi Interpersonal
Lampiran 4 Tabulasi Silang Data Pribadi dan Data Penunjang
1
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Sejak dilahirkan, manusia telah melalui serangkaian proses pendidikan
yang berlangsung tanpa henti hingga ia meninggal dunia. Pada saat ini manusia
juga menganggap bahwa pendidikan memegang peranan yang penting dalam
berbagai ranah kehidupan. Misalnya dalam bidang pekerjaan, terkadang latar
belakang pendidikan yang telah ditempuh individu masih menjadi tolok ukur dari
kualitas dan kemampuan individu dalam bekerja (id.jobsdb.com). Individu juga
mengharapkan dengan tingkat pendidikan yang baik, ia dapat memperoleh
pekerjaan yang baik sehingga kualitas kehidupannya semakin baik pula. Oleh
sebab itu, saat ini banyak orang berlomba-lomba mencapai puncak kehidupannya
melalui jalur pendidikan.
Pendidikan dapat diperoleh melalui berbagai institusi, salah satunya yaitu
sekolah. Sekolah merupakan bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar
serta tempat menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatannya, jurusannya,
dan sebagainya (KBBI, 2011). Pada saat ini sekolah dihadapkan dengan berbagai
fenomena berkaitan dengan peningkatan kemampuan siswa. Salah satunya adalah
fenomena siswa dengan kecerdasan akademis yang sangat tinggi. Para siswa ini
2
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA dibandingkan teman-teman seusianya, sehingga suatu materi pelajaran sudah
dapat dikuasainya dalam waktu singkat. Apabila para siswa berbakat ini belajar
dalam kelas yang kebanyakan teman-temannya tidak secepat dirinya dalam
memahami suatu pelajaran, yang sering terjadi adalah siswa tersebut akan kurang
termotivasi untuk menggunakan potensi kecerdasannya secara optimal sehingga
prestasi akademiknya juga menjadi kurang optimal. Fenomena ini perlu
ditanggapi oleh pihak sekolah sehingga kebutuhan akan pendidikan dapat
terpenuhi sesuai dengan potensi dan kemampuan siswa. Oleh sebab itu beberapa
sekolah mengadakan suatu program khusus bagi anak-anak berbakat tersebut,
salah satunya yaitu kelas akselerasi.
Kelas akselerasi adalah kelas percepatan pembelajaran yang disajikan
kepada siswa-siswi yang memiliki kemampuan lebih atau istimewa, dengan
materi-materi atau kurikulum yang padat sehingga dalam waktu dua tahun siswa
telah menyelesaikan pendidikannya (Nurbayani, 2011: 3). Dasar pelaksanaan
kelas akselerasi di Indonesia adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
tahun 1989 pasal 5 ayat 4 yang berbunyi, “Warga negara yang memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus”
(Depdiknas, dalam Nurbayani, hlm. 1). Di dalam pelaksanaannya, ternyata
program akselerasi masih menuai perdebatan yang alot di antara para ahli
pendidikan maupun masyarakat sampai saat ini. Di satu pihak, ada kalangan yang
sangat mendukung karena program ini mampu mengoptimalkan potensi akademik
siswa berbakat (Prof. Wilardjo, dalam Tuhusetya, 2008) dan juga
3
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA puncak tangga karier dengan lebih cepat pula. Di pihak lain banyak juga kalangan
yang menentang program akselerasi, beberapa alasan di antaranya yaitu: pada
umumnya program akselerasi lebih menekankan kemampuan intelektual dan
mengejar nilai semata, sehingga siswa-siswi hanya menjadi pribadi yang “book
smart” atau pandai secara teoretis, tetapi kurang memiliki pengalaman dan
keterampilan di dalam hidup bermasyarakat atau “street smart”
(www.urbandictionary.com). Selain itu menurut Ilman Soleh (2008), guru salah
satu sekolah bertaraf internasional (SBI) di Yogyakarta, padatnya jam belajar dan
banyaknya muatan pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa program akselerasi
kerapkali merampas hak-hak anak yang pada usianya seharusnya mengisi masa
mudanya dengan “bermain” serta berinteraksi dengan lingkungan. Akibatnya
perkembangan emosi siswa menjadi kurang optimal. Hal ini ditandai dengan
berbagai tingkah laku yang menunjukkan kekurang-mampuan siswa menghargai
orang lain, berempati, mengendalikan nafsu, dan lain sebagainya. Padahal untuk
dapat berhasil dalam hidupnya, individu tidak hanya memerlukan kecerdasan
kognitif tetapi perlu juga didukung dengan kecerdasan emosional yang memadai
(Goleman, 1999).
SMA “X” merupakan salah satu sekolah favorit di kota Bandung. SMA
“X” Bandung mengadakan program akselerasi sejak tahun 2002 sampai sekarang
dan telah meluluskan kurang lebih sembilan angkatan siswa akselerasi dengan
rata-rata jumlah siswa sekitar 11 orang per angkatan. Setiap hari Senin sampai
dengan Jumat siswa program akselerasi datang pukul 06.25 bersamaan dengan
4
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA regular sudah dapat pulang pukul 13.15. Dalam satu hari siswa akselerasi
mengikuti 9-10 jam pelajaran, dengan lama belajar 45 menit untuk setiap jam
pelajaran, dan diselang dengan dua kali istirahat masing-masing selama 20 menit.
Kemudian setelah pulang siswa diberi tugas dan paket latihan soal yang cukup
banyak, mengikuti tempo pelajaran di kelas yang juga sangat cepat. SMA “X”
Bandung menetapkan standar nilai rata-rata minimal 75 untuk setiap mata
pelajaran bagi para siswa program akselerasi. Apabila siswa tidak dapat mencapai
standar nilai yang telah ditetapkan selama jangka waktu enam bulan, pihak
sekolah akan memindahkan siswa tersebut ke kelas regular.
Dari segi lokasi, letak kelas akselerasi di SMA ”X” Bandung terpisah dari
lingkungan siswa regular, sehingga siswa terbiasa bergaul hanya dengan
teman-teman akselerasi lainnya. Sejak tahun 2010 sampai sekarang calon siswa-siswi
akselerasi diharuskan memilih program akselerasi sejak mendaftarkan diri di
SMA “X”, sehingga siswa-siswi yang lulus seleksi akan langsung masuk ke kelas
akselerasi tanpa merasakan suasana belajar di kelas regular. Hal ini juga
berpengaruh terhadap interaksi siswa akselerasi dengan siswa regular.
Berdasarkan wawancara singkat dengan seorang siswa dari program regular,
dirinya seringkali menilai siswa akselerasi sebagai siswa yang “kurang pergaulan”
dan tidak asyik diajak bergaul. Sementara itu siswa akselerasi sendiri cukup
enggan bergaul dengan siswa regular karena takut tidak sepaham dan dianggap
paling pintar dalam segala hal.
Siswa akselerasi SMA “X” dihadapkan dengan dua tuntutan yang harus
5
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA yang cemerlang. Di sisi yang lain kebutuhan bergaul juga menjadi hal yang
penting. Dengan bergaul seorang remaja dapat mencapai hubungan yang baru dan
lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita. Hal ini merupakan
salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (Hurlock, 1980).
Siswa-siswi akselerasi di SMA “X” juga menghayati hal serupa berkaitan dengan
pergaulan. Berdasarkan survei awal terhadap 10 orang siswa program akselerasi,
10 siswa (100%) menyatakan bahwa pergaulan merupakan hal yang penting.
Kesepuluh siswa menyatakan hal yang serupa karena didasari oleh beberapa
alasan, di antaranya: 4 siswa (40%) menyatakan bahwa mereka membutuhkan
orang lain / tidak dapat hidup sendiri, 3 siswa (30%) menyatakan bahwa seberapa
luas koneksi seseorang menjadi faktor penentu keberhasilan dalam dunia kerja
kelak, 1 siswa (10%) menyatakan bahwa pergaulan dapat menumbuhkan sikap
saling tolong menolong, 1 siswa (10%) menyatakan bahwa pergaulan dapat
membangun karakter / jati diri seseorang, serta 1 siswa (10%) tidak memberikan
alasan.
Dari kesepuluh siswa tersebut semuanya menyatakan bahwa teman
dekatnya selama berada di sekolah hanyalah teman-teman sekelasnya. Di dalam
berhubungan dengan teman sekelas, terkadang siswa-siswi akselerasi menemukan
beberapa masalah interaksi yang menonjol, di antaranya: 8 siswa (80%)
mengeluhkan tentang masalah egoisme, 5 siswa (50%) mengeluhkan tentang
masalah komunikasi (seperti ketidak-sepahaman, “tidak nyambung”, lambat
6
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA kemunafikan (seperti berbuat baik hanya karena ada maunya, berbohong untuk
menutupi kesalahan diri sekaligus menjatuhkan orang lain, dan sebagainya).
Pada saat berinteraksi dengan orang lain, siswa akselerasi memerlukan
kemampuan untuk menciptakan hubungan yang sehat. Kemampuan inilah yang
disebut kompetensi interpersonal. Menurut Buhrmester (1988) kompetensi
interpersonal adalah kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan
interpersonal yang dekat sehingga dapat memenuhi kebutuhan sosial dan juga
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan individual. Kompetensi yang tinggi dalam
menjalin hubungan intepersonal dapat dilihat dari lima aspek berikut.
Aspek yang pertama adalah kemampuan untuk berinisiatif dalam membina
suatu hubungan. Melalui aspek ini ingin diketahui seberapa besar usaha siswa
akselerasi untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan orang lain
atau lingkungan sosial yang lebih luas. Dari survei awal yang telah dilakukan
diperoleh data bahwa 6 siswa (60%) akan berinisiatif untuk berkenalan atau
memperkenalkan diri, 2 siswa (20%) akan diam saja, dan 2 siswa (20%) akan
melihat-lihat keadaan sebelum memperkenalkan diri pada saat ada orang yang
belum dikenal di suatu lingkungan.
Aspek yang kedua adalah kemampuan dalam membuka diri. Dari aspek ini
ingin diketahui seberapa jauh siswa akselerasi bersedia mengungkapkan informasi
yang bersifat pribadi pada orang lain dalam hubungan interpersonal. Berdasarkan
survei awal, 7 siswa (70%) lebih sering membicarakan hal-hal yang bersifat
umum (seperti: idola, peristiwa, pelajaran, hobi dan kegemaran), sedangkan 3
7
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA rahasia, perasaan, masalah, keburukan diri sendiri atau orang lain) pada saat
sedang bercengkerama dengan teman dekat.
Aspek yang ketiga adalah kemampuan untuk bersikap asertif. Melalui
aspek ini ingin diketahui seberapa kuat siswa akselerasi mempertahankan hak-hak
pribadi serta mengemukakan gagasannya dengan cara yang sesuai dan dapat
diterima oleh orang lain. Dari survei awal, pada saat siswa akselerasi melihat
perbuatan yang tidak disukai dari temannya, 5 siswa (50%) akan langsung
menegur perbuatan temannya itu, 4 siswa (40%) tidak berani menegur, dan 1
siswa (10%) akan melihat-lihat keadaan sebelum menegur temannya.
Aspek yang keempat adalah kemampuan dalam memberikan dukungan
emosional. Dari aspek ini ingin diketahui seberapa besar usaha siswa akselerasi
dalam mengekspresikan perhatian, kesabaran, dan simpati kepada orang lain.
Berdasarkan survei awal, 10 siswa (100%) akan mencoba menghibur,
menenangkan, serta membantu teman yang sedang tertekan atau mengalami
kesulitan.
Aspek yang kelima adalah kemampuan dalam mengatasi konflik yang
muncul. Melalui aspek ini ingin diketahui seberapa besar usaha siswa akselerasi
dalam menyusun suatu penyelesaian masalah sehingga tidak memperburuk
hubungan dengan orang lain. Dari survei awal, pada saat siswa akselerasi sedang
memiliki masalah dengan orang lain 5 siswa (50%) akan cenderung untuk
membiarkan masalah itu sehingga belum terselesaikan sampai sekarang,
sedangkan 2 siswa (20%) akan berusaha menyelesaikannya dengan memberi
8
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA siswa (10%) akan memberikan tekanan mental seperti menghasut teman-teman
sekelasnya agar tidak berhubungan dengan teman tersebut, dan 1 siswa (10%)
tidak memberikan respon atas pertanyaan ini.
Berdasarkan gambaran survei awal tersebut terdapat beberapa aspek
kompetensi interpersonal yang belum optimal, seperti pada aspek kemampuan
membuka diri, bersikap asertif, dan mengatasi konflik. Padahal kemampuan
tersebut juga dibutuhkan oleh siswa akselerasi bukan hanya untuk jenjang
pendidikan saat ini, melainkan juga untuk jenjang pendidikan selanjutnya hingga
mereka hidup bermasyarakat. Apabila kemampuan interpersonal ini tidak
dioptimalkan pada masanya, lambat laun siswa akselerasi akan cenderung
menarik diri dari kehidupan pergaulan dan pada akhirnya setelah beranjak dewasa
siswa akselerasi tidak dapat mengaplikasikan pengetahuan yang telah
diperolehnya untuk memajukan masyarakat. Oleh karena hal ini-lah peneliti
tertarik untuk meneliti derajat kompetensi interpersonal pada siswa program
akselerasi di SMA “X” Bandung.
1.2. Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui bagaimanakah derajat kompetensi
9
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1. Maksud Penelitian
Untuk memperoleh gambaran tentang derajat kompetensi
interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung.
1.3.2. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran derajat
kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di SMA “X”
Bandung dan kaitannya dengan faktor-faktor lain yang memengaruhi.
1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Kegunaan Teoretis
1. Memberikan informasi mengenai gambaran derajat kompetensi
interpersonal siswa program akselerasi bagi bidang ilmu
Psikologi Sosial, Perkembangan, maupun Pendidikan.
2. Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk
melakukan penelitian lanjutan mengenai kompetensi
interpersonal dan program akselerasi dalam pendidikan.
1.4.2. Kegunaan Praktis
1. Memberikan informasi kepada kepala sekolah SMA “X”
Bandung untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
menentukan strategi yang tepat dalam membimbing
siswa-siswi program akselerasi mengembangkan
10
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2. Informasi ini dapat pula digunakan untuk membantu guru BK
di SMA “X” Bandung dalam menentukan langkah konkret dan
melaksanakan kegiatan pengembangan kemampuan
interpersonal siswa program akselerasi.
3. Informasi ini juga dapat menjadi masukan bagi siswa program
akselerasi di SMA “X” Bandung tentang
kemampuan-kemampuan interpersonal yang tinggi maupun yang rendah,
sehingga para siswa dapat lebih mengenal dirinya dan lebih
terpacu untuk mengembangkan kemampuan interpersonal yang
belum optimal dalam berinteraksi dengan lingkungan.
1.5. Kerangka Pemikiran
Masa remaja merupakan fase perkembangan yang penting karena individu
mengalami peralihan dari masa kanak-kanak (childhood) menuju masa dewasa
(adulthood). Di dalam tahap transisi ini individu masih membawa pola perilaku
dan sikap dari tahap sebelumnya, namun individu juga tidak dapat memungkiri
bahwa di dalam dirinya muncul keinginan untuk mencoba gaya hidup yang
berbeda, serta menentukan pola perilaku, nilai-nilai, dan sifat yang paling sesuai
dengan dirinya. Hal ini menyebabkan ketidakjelasan status dan keraguan akan
peran yang dijalankan individu, lalu pada akhirnya individu menghayati masa ini
sebagai masa penuh masalah dan gejolak.
Seorang remaja menghadapi tugas-tugas perkembangan yang khas pada
11
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA seorang remaja terdiri dari: (1) mencapai peran sosial sebagai seorang pria atau
wanita, (2) mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya,
baik pria maupun wanita, (3) menerima keadaan fisiknya dan menggunakan
tubuhnya secara efektif, (4) mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan
orang dewasa lainnya, (5) mempersiapkan karier ekonomi untuk masa yang akan
datang, (6) mempersiapkan perkawinan dan keluarga, dan (7) memperoleh
perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan berperilaku dan mengembangkan
ideologi.
Salah satu tugas perkembangan remaja yaitu mengembangkan hubungan
yang lebih matang dengan teman sebaya, merupakan tugas yang penting untuk
dipenuhi pada masanya karena pada masa ini remaja banyak menerima pengaruh
dari lingkungan, terutama lingkungan teman sebaya. Remaja yang berhasil
memenuhi tugas perkembangan ini akan mampu mencapai kemandirian
emosional, mampu mengembangkan hubungan yang lebih intim dengan lawan
jenis, serta lebih terampil dalam berinteraksi di dalam masyarakat. Sedangkan
remaja yang gagal memenuhinya akan cenderung menarik diri dalam berinteraksi
dengan masyarakat, sulit mengembangkan hubungan intim dengan lawan jenis,
serta memiliki ketergantungan emosional yang terlalu tinggi terhadap figur yang
signifikan. Untuk dapat memenuhi tugas perkembangan ini, pada umumnya
seorang remaja akan lebih banyak menjalin hubungan interpersonal dengan teman
sebaya.
Kemampuan untuk membangun dan memelihara hubungan interpersonal
12
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA pemenuhan kebutuhan individual inilah yang kemudian disebut sebagai
kompetensi interpersonal (Buhrmester, 1988). Kemampuan ini dapat diukur
melalui aspek-aspek tugas interpersonal, yaitu: (1) kemampuan untuk berinisiatif
dalam membina suatu hubungan, (2) kemampuan dalam membuka diri, (3)
kemampuan untuk bersikap asertif, (4) kemampuan dalam memberikan dukungan
emosional, dan (5) kemampuan dalam mengatasi konflik yang muncul.
Kemampuan berinisiatif dalam membina suatu hubungan adalah
kemampuan siswa untuk memulai suatu bentuk interaksi dan hubungan dengan
orang lain atau dengan lingkungan sosial yang lebih luas. Siswa program
akselerasi dengan derajat kompetensi interpersonal yang tinggi memiliki
keberanian untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada orang yang belum
dikenal, berani meminta atau mengusulkan kepada teman untuk melakukan suatu
aktivitas bersama-sama, serta berani menawarkan suatu hal yang terlihat menarik
dan atraktif kepada teman. Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal
yang rendah cenderung takut untuk mulai memperkenalkan diri kepada orang
yang belum dikenal, hanya menjadi pengikut dari kegiatan-kegiatan yang
dicetuskan oleh teman, serta lebih senang mengerjakan banyak hal sendirian
daripada harus berinteraksi dengan teman.
Kemampuan untuk membuka diri (self-disclosure) adalah kemampuan
siswa untuk terbuka kepada orang lain dalam relasi interpersonal. Siswa program
akselerasi dengan kompetensi interpersonal yang tinggi pada tahap hubungan
tertentu akan bersedia memberikan informasi yang bersifat pribadi mengenai
13
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang rendah mudah merasa
curiga dan tidak percaya kepada teman, lebih senang memendam sendiri
permasalahan pribadi daripada menceritakannya kepada teman, berusaha
menutup-nutupi perasaan yang sedang dialami, atau justru membesar-besarkan
kelebihan diri untuk menutupi kelemahan diri dan agar lebih disegani oleh teman.
Kemampuan untuk bersikap asertif adalah kemampuan untuk
mempertahankan hak-hak pribadi, mengemukakan gagasan dan keyakinannya
secara jujur dengan cara yang sesuai dan dapat diterima. Siswa program akselerasi
dengan kompetensi interpersonal yang tinggi memiliki keberanian untuk menegur
teman yang tidak menepati janji, berani menolak ajakan teman yang bertentangan
dengan nilai-nilai dirinya, serta berani menyatakan ketidaksenangan atau
ketidaksetujuannya ketika teman memperlakukan siswa atau teman lain dengan
sewenang-wenang. Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang
rendah akan cenderung membiarkan teman sekelasnya mengambil hak-hak
pribadi siswa atau teman lain, tidak berani berkata tidak ketika diajak melanggar
aturan, serta ketika melihat kesalahan teman sudah keterlaluan, siswa hanya
mencari aman dengan tetap bungkam daripada harus berurusan dengan teman.
Kemampuan untuk memberikan dukungan emosional adalah kemampuan
untuk mengekspresikan perhatian, kesabaran, dan simpati kepada orang lain yang
sedang dalam keadaan tertekan atau bermasalah. Siswa program akselerasi dengan
kompetensi interpersonal yang tinggi akan mampu mendengarkan keluh kesah
teman dengan sabar dan penuh empati, turut membantu memberikan alternatif
14
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA mengalami kegagalan. Sedangkan siswa dengan kompetensi interpersonal yang
rendah akan cenderung tidak peduli dengan permasalahan teman dan tidak
berusaha mencari alternatif untuk mengatasi masalah temannya, senang melihat
kegagalan temannya dan secara tidak langsung semakin memojokkan kondisi
temannya melalui perkataan, serta pada saat teman menceritakan masalahnya
siswa tidak mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan siswa justru ingin
supaya pembicaraan dengan temannya cepat berakhir.
Kemampuan mengatasi konflik yang muncul adalah kemampuan untuk
menyusun suatu penyelesaian masalah dan mempertimbangkan kembali penilaian
atas suatu masalah sehingga dapat meredakan ketegangan. Siswa program
akselerasi dengan kompetensi interpersonal yang tinggi memiliki niat dan akan
berusaha mencari cara terbaik dalam menyelesaikan masalah dengan teman,
bersedia meminta maaf terlebih dahulu, mampu melihat persoalan dari sudut
pandang lain, dan tidak melakukan suatu perbuatan yang justru akan memicu
konflik yang semakin memburuk dengan temannya. Sedangkan siswa dengan
kompetensi interpersonal yang rendah akan cenderung membiarkan permasalahan
dengan temannya berlarut-larut tanpa diselesaikan dengan cara yang baik, siswa
justru akan terus memelihara permusuhan dan tetap melihat permasalahan dari
sudut pandang dirinya sendiri, sehingga siswa menganggap bahwa dirinya-lah
yang benar dan tidak pernah meminta maaf kepada temannya.
Kompetensi interpersonal dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu jenis kelamin,
dukungan dari orang tua, dan dukungan dari teman sebaya. Menurut Buhrmester
15
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
behavior, yaitu kemampuan berinisiatif dalam membina suatu hubungan dan
bersikap asertif. Sedangkan wanita lebih kompeten dalam kemampuan yang
berbentuk expressive behavior, yaitu kemampuan memberikan dukungan
emosional, kemampuan membuka diri, serta kemampuan menyelesaikan konflik
yang muncul dalam suatu hubungan.
Pola relasi antara orang tua dengan anak juga memengaruhi kompetensi
interpersonal yang dimiliki siswa. Orang tua yang memberikan dukungan kepada
siswa dalam bergaul dengan teman-temannya sehingga memperoleh kesempatan
untuk bergaul dalam lingkungan sosial, akan membuat siswa cenderung memiliki
kompetensi interpersonal yang tinggi. Sedangkan orang tua yang kurang
mendukung siswa untuk berelasi sosial membuat siswa tidak memperoleh
kesempatan untuk membina hubungan yang lebih dekat lagi dengan
teman-temannya, sehingga kompetensi interpersonal siswa cenderung menjadi rendah.
Dukungan teman sebaya juga tak dapat diabaikan dalam menumbuhkan
kompetensi interpersonal siswa. Milen (dalam Strage, 1999) menemukan bahwa
penerimaan dari teman sebaya dalam pergaulan akan berdampak terhadap anak.
Teman sebaya yang hangat dan suportif dapat meningkatkan rasa percaya diri
anak dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Dalam hal ini, siswa program
akselerasi dengan teman sebaya yang memberikan keleluasaan untuk saling
berinteraksi memiliki kesempatan yang lebih besar untuk meningkatkan
perkembangan sosial, emosi, dan lebih mudah membina hubungan interpersonal.
Sebaliknya siswa dengan teman sebaya yang dingin, individualis, serta membatasi
16
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA interaksi, lalu siswa menjadi pasif dalam berinteraksi, dan pada akhirnya siswa
akan menarik diri dari pergaulan. Hal tersebut dapat menghambat perkembangan
sosial siswa sehingga derajat kompetensi interpersonalnya cenderung menjadi
rendah.
Uraian kerangka pemikiran pada halaman-halaman sebelumnya dapat
digambarkan secara singkat melalui skema berikut:
Skema 1.1. Kerangka Pemikiran
1.6. Asumsi
1. Setiap siswa akselerasi memiliki kelima aspek kompetensi interpersonal
dalam diri mereka, yaitu kemampuan berinisiatif, kemampuan
membuka diri, kemampuan bersikap asertif, kemampuan memberikan
dukungan emosional, dan kemampuan mengatasi konflik yang muncul
dalam hubungan interpersonal.
Kompetensi Interpersonal:
- Kemampuan berinisiatif
- Kemampuan membuka diri
- Kemampuan bersikap asertif
- Kemampuan memberikan dukungan emosional
- Kemampuan mengatasi konflik Faktor-faktor yang
memengaruhi:
1. Jenis kelamin 2. Dukungan orangtua 3. Dukungan teman sebaya
17
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 2. Perbedaan kompetensi interpersonal pada siswa akselerasi tersebut
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor jenis kelamin, dukungan
dari orang tua, dan dukungan dari teman sebaya.
3. Pada siswa program akselerasi, terdapat siswa yang memiliki
kompetensi interpersonal yang tinggi dan juga yang memiliki
61
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data terhadap 28 siswa program akselerasi
di SMA “X” Bandung, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1) Sebagian besar (82,14%) siswa program akselerasi di SMA “X” Bandung
memiliki derajat kemampuan yang tinggi dalam membangun dan
memelihara hubungan interpersonal yang dekat.
2) Berdasarkan jenis kelamin, siswa laki-laki memiliki kemampuan yang
tinggi dalam keempat aspek kompetensi interpersonal, kecuali pada aspek
membuka diri. Sedangkan siswa perempuan memiliki kemampuan yang
tinggi dalam kelima aspek kompetensi interpersonal.
3) Sebagian besar (84,64%) siswa dengan derajat kompetensi interpersonal
yang tinggi memperoleh dukungan membina relasi interpersonal dari
teman sebaya.
4) Sebagian besar (81,84%) siswa dengan derajat kompetensi interpersonal
yang tinggi memperoleh dukungan membangun relasi interpersonal dari
62
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan
pada bagian sebelumnya, masih banyak ditemukan kekurangan dan
keterbatasannya. Oleh karena itu peneliti mengajukan beberapa saran praktis,
diantaranya:
1) SMA “X” Bandung tetap melanjutkan program akselerasi.
2) Siswa program akselerasi laki-laki perlu mengembangkan kemampuan
dalam membuka diri. Kemampuan ini dapat dikembangkan dengan
membentuk kelompok belajar maupun diskusi.
3) Pihak sekolah mengadakan program yang dapat mengembangkan
keterampilan interpersonal para siswa program akselerasi, misalnya
dengan melibatkan siswa akselerasi mengikuti perlombaan akademis
maupun non-akademis di luar sekolah.
Selain itu peneliti mengajukan beberapa saran teoretis untuk menjadi
bahan kajian untuk penelitian selanjutnya, diantaranya:
1) Melakukan pengkajian secara mendalam tentang fenomena masalah yang
khas pada subjek penelitian, dalam hal ini siswa program akselerasi di
SMA “X” Bandung.
63
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA 3) Melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara jenis kelamin
dengan derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi di
SMA “X” Bandung.
4) Melakukan penelitian lanjutan mengenai korelasi antara dukungan orang
tua dengan derajat kompetensi interpersonal pada siswa program akselerasi
di SMA “X” Bandung.
5) Melakukan penelitian lanjutan mengenai perbedaan derajat kompetensi
interpersonal antara siswa program akselerasi dengan siswa program
regular di SMA “X” Bandung.
6) Melakukan penelitian lanjutan mengenai kemungkinan aspek-aspek yang
lebih tepat maupun faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi derajat
kompetensi interpersonal, khususnya pada siswa program akselerasi
maupun pada siswa program-program khusus lainnya.
7) Melakukan penelitian lanjutan mengenai derajat kompetensi interpersonal
pada siswa program akselerasi secara khusus di kota Bandung, sehingga
64
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Reni. 2004 dan Hawadi (Ed). Akselerasi. Jakarta: PT. Gramedi Widia Sarana Indonesia.
Bennis, W. G., dkk. 1968. Interpersonal Dynamics. Homewood, Illinois: The Dorsey Press.
Buhrmester, D., Furman, W., Witenberg, M., & Reis, H. 1988. Five Domains of Interpersonal Competence in Peer Relationships. Journal of Personality
and Social Psychology, Vol. 55, No. 6, 991-1008.
Calhoun, J.F., & Accocella, J.R. 1990. Psychology od Adjustment and Human
Relations. (Edisi Ketiga). New York: McGraw Hill Publishing Company.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
DeVito, J. A. 1996. The Interpersonal Communications Book (Seventh Edition). New York: Harper Collins College Publishers.
Feldman, J.M. 1999. Four Questions About Human Social Behavior. In J. Adamopoulos & Y. Kashima (Editrs.) Social Psychology and Cultural
Context: Essays in Honor of Harry C. Triandis. New York: Sage
Goleman, D. 1999. Working with Emotional Intelligence. London: Bloomsbury Publishing.
Grasha, A. F. 1987. Practical Application of Psychology. London: Scott, Foresman and Company.
Gunarsa, S. D. & Gunarsa, Y. S. D. 1988. Psikologi Perkembangan Anak dan
Remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Hill, C.A. 1991. Seeking Emotional Support: The Influence of Affiliative Need and Partner. Journal of Personality and Social Psychology, 1: 112-121.
Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan (Edisi Kelima). Jakarta: Erlangga
Indonesia.
65
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA Kumar, Ranjit. 1999. Research Methodology: A Step-By-Step Guide For
Beginners. London : SAGE Publications Ltd.
Monks, F. J, et al. 1992, Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Munandar, S. C. U. 1999. Kreativitas & Keberbakatan Strategi Mewujudkan
Potensi Kreatif & Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nazir, Mohammad. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Pikunas. J. 1976. Human Development: An Emergent Science. Tokyo: McGrawHill Kogakusha.
Santrock, John. W. 1998. Adolescence, Seventh Edition. New York: Mc. GrawHill Companies Inc.
________________ 2004. Life Span Development. Jakarta : Erlangga Indonesia.
Sears, D. O., Freedman, J.L., & Peplau, L. A. 1991. Psikologi Sosial. Terjemahan M. Adryanto & S. Sokresno. Jakarta: Airlangga.
Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Strage, Amy A. 1999. Social and Academic Integration and College Success: Similarities and Differences as a Function of Ethnicity and Family Educational Background. College Student Journal, Vol. 33, Issue 2, 198.
66
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA DAFTAR RUJUKAN
Apollo. 2010. Hubungan Antara Peran Jenis dengan Kompetensi Interpersonal
Pada Remaja. Jurnal Widya Warta No. 01 Tahun XXXIV, 23-38.
Astuti, Pudji. 2005. Studi Deskriptif Mengenai Derajat Kompetensi Interpersonal
dengan Teman Sebaya pada Siswa Kelas I di SMA “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.
Hanya Berkutat pada Tataran Kognitif. 2010. (Online), ( http://www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=65492, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)
Idrus, Muhammad. 2007. Hubungan Antara Teman Sebaya dengan Kompetensi
Interpersonal Mahasiswa. Karya Ilmiah. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
dan Ilmu Sosial Budaya (FPSB) Universitas Islam Indonesia.
Nurbayani, Siti. 2010. Program Percepatan Kelas (Akselerasi) Bagi Siswa yang
Memiliki Kemampuan Unggul. Karya Ilmiah. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Soleh, Ilman. 2008. Quovadis Akselerasi di Tingkat Pendidikan Dasar. (Online), (http://buah-penaku.blogspot.com/, diakses pada tanggal 4 April 2011)
Tuhusetya, Sawali. 2008. Kelas Unggulan dan Akselerasi, Sebuah Tragedi. (Online), ( http://sawali.info/2008/01/02/kelas-unggulan-dan-akselerasi-sebuah-tragedi/, diakses pada tanggal 22 Januari 2011)