• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN Model Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Asusila.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDAHULUAN Model Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Asusila."

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

A.Latar Belakang Masalah

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Anak sebagai generasi penerus agama, bangsa dan negara harus dipersiapkan menjadi manusia yang tangguh, cerdas dan mandiri. Anak mempunyai hak yang harus dipenuhi diantaranya perlunya bimbingan dan perlindungan anak orang-orang dewasa beserta lingkungan sosialnya. Oleh karena itu, keberadaan anak harus dilindungi, dihormati hak-haknya serta adanya perlakuan terhadap anak tanpa diskriminasi.

(2)

perlindungan anak dalam segala aspeknya merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional, khususnya dalam memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.1

Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian juga dalam rangka penyelenggaraan perlindungan anak, negara dan pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan terarah.

Anak-anak membutuhkan perlindungan hukum yang berbeda dari orang dewasa. Fisik dan mental anak-anak yang belum dewasa dan matang yang mendasari perlu adanya perlakuan yang berbeda terhadap anak. Anak perlu mendapatkan suatu perlindungan yang telah termuat dalam suatu peraturan perundang-undangan. Setiap anak kelak akan memikul tanggung jawab tersebut, maka dari itu anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental, sosial, berakhlak mulia. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya perlindungan dan untuk mewujudkan kesejahteraan anak, dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa dikriminatif.2

1 Ahmad Kamil dan Fauzan. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia.

Jakarta: RajaGrafindo Persada. Hal. vii-viii.

2 Komnas Ham. 2006. “Anak-Anak Indonesia Yang Teraniaya”. Buletin Wacana, Edisi VII,

(3)

Salah satu bentuk tindak pidana kesusilaan adalah tindak pidana perkosaan, khususnya tindak pidana perkosaan dengan anak sebagai korbannya. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, kriteria anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Adapun tentang tindak pidana perkosaan, termasuk perkosaan terhadap anak diatur dalam Pasal 285 KUHP. Menurut Wirjono Prodjodikoro, perkosaan adalah sebagai terjemahan dari kualifikasi aslinya (Belanda), yaitu verkrachting, yaitu perkosaan untuk bersetubuh. Perkosaan merupakan nama kelompok berbagai jenis perbuatan yang melanggar kesopanan atau kesusilaan juga termasuk perbuatan persetubuhan di luar perkawinan.3

Tindak pidana asusila pada anak, khususnya kasus pemerkosaan dengan anak sebagai korbannya di Indonesia masih sangat tinggi. Berbagai kasus asusila akhir-akhir ini sering menghiasi pemberitaan media lokal. Dengan semakin maraknya masalah tersebut, telah memasuki tahap meresahkan di lingkungan masyarakat. Kasus-kasus asusila di tiap-tiap provinsi seakan terus meningkat, meskipun sampai saat ini belum ada lembaga resmi yang mencatat berapa kasus pemerkosaan terhadap anak yang terjadi sepanjang tahun 2011 bahkan di tahun 2012. Namun berdasarkan data dari Komnas Perempuan bahwa selama kurun waktu 1998 hingga 2010 terjadi 4845 kasus perkosaan di Indonesia. Bahkan pada 2010 kasus kekerasan seksual mencapai angka 3.090 kasus per tahun. Kasus asusila percabulan maupun pemerkosaan menjadi

(4)

marak dengan mayoritas korbannya adalah anak-anak di bawah umur. Parahnya, ada pula kasus yang korbannya masih berusia balita (bawah lima tahun).4

Contoh-contoh kasus tindak pidana asusila yang melibatkan anak sebagai korbannya dapat diketahui sebagai berikut:

Siswi berprestasi alumni SMPN II Dawuan Kabupaten Subang berinisial SM (16), menjadi korban tindak pidana asusila yang dilakukan AS (35). Kini, mantan peserta Olimpiade Matematika Nasional 2011, trauma dan tidak antusias lagi menjalani pendidikan di SMA.5

Seorang pegawai kebersihan panti sosial di Plumpang, Jakarta Utara mencabuli anak asuhan panti sosial tempatnya bekerja. Ironisnya, para korbannya anak-anak yang masih di bawah umur. Dari laporan seorang remaja putri berusia 19 tahun, berinisial STY, yang menjadi penghuni panti sosial ini, lelaki berusia 33 tahun ini, diduga telah mencoba melakukan pencabulan terhadap anak perempuan yang diasuh dipanti berinisil UHR (12). Selain UHR, pria ini juga melakuan perbuatan yang sama terhadap DPY dan MRH. Perbuatan tersangka ini, sempat dipergoki oleh seorang penghuni panti lainnya. Namun Syamsul mengancam bocah tersebut. Usai melepaskan hasratnya, Syamsul membujuk korban agar tetap diam dan tidak memberitahukan kepada siapapun mengenai peristiwa tersebut, dengan janji akan diberi uang, serta diantar pulang ke rumah orangtuanya. Perbuatan Syamsul terhadap gadis-gadis cilik ini menimbulkan ketakutan tersendiri bagi korbannya. Terutama ancaman-ancaman yang dilontarkan tersangka kepada para korbannya. Bahkan salah seorang korban, STY, yang melaporkan Syamsul ke polisi, tidak berani untuk kembali ke panti. Perbuatan cabul Syamsul memang sangat disayangkan. Sebagai pegawai panti sosial, mestinya dia melindungi anak asuhannya, bukannya menjadikan mereka sebagai obyek pemuas nafsu seksual. Perbuatan Syamsul tidak saja menimbulkan trauma yang berkepanjangan bagi korbanya, namun juga memunculkan rasa takut bagi warga lain, terutama orang tua dan anak-anak wanita penghuni panti lainnya. Tindak pidana asusila yang dilakukan oleh Syamsul Bahri, berakibat sangat buruk bagi korbannya. Tidak hanya

4

Komitmen Lawan Pemerkosaan”. http://www.radarambon.co/readopini-20121118225838. Diakses pada tanggal 4 Oktober 2013, jam 10.35

5

“Siswi Pintar Dilecehkan dan Diperas Pria Pengangguran”.

http://www.tribunnews.com/regional/2013/09/28/. Diakses pada tanggal 4 Oktober 20013, jam

(5)

menimbulkan rasa takut bagi korban, namun juga bagi teman-teman bermain korban. Bahkan akibat perbuatan tersebut korban dapat mengalami goncangan jiwa.6

Kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur akan berdampak pada psikologis maupun perkembangan lainnya terhadap anak tersebut. Dampak psikologis pada anak-anak akan melahirkan trauma berkepanjangan yang kemudian dapat melahirkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan, perkembangan jiwa terganggu, dan akhirnya berakibat pada keterbelakangan mental. Keadaan tersebut kemungkinan dapat menjadi suatu kenangan buruk bagi anak korban tindak asusila tersebut. Peran aktif dari para aparat penegak hukum dalam menanggulangi kejahatan kesusilaan sangat diperlukan.

Namun demikian, tanggung jawab menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) bukan semata-mata berada di pundak kepolisian saja tetapi harus menjadi tanggung jawab bersama aparat kepolisian dan semua elemen masyarakat. Polisi juga hendaknya tidak berkompromi dengan para pelaku tindak pidana asusila apalagi jika korbannya anak dibawah umur. Polisi harus memproses para pelaku sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan tidak akan ada kompromi. Para pelaku akan dihukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sampai saat ini di Indonesia, tindak pidana asusila terutama kasus perkosaan dilaporkan menempati peringkat nomor dua setelah pembunuhan.

6 “Anak Panti Korban Nafsu Birahi”.

(6)

Tingginya kasus perkosaan di Indonesia menunjukkan bahwa masih belum terjaminnya perlindungan terhadap perempuan dari segala bentuk kekerasan seksual dan perkosaan. Pada tataran hukum, banyak terjadi praktik-praktik hukum yang tidak menguntungkan bagi korban kasus perkosaan. Apabila melihat dalam Pasal 285 KUHP disebutkan ancaman hukuman bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan adalah selama-lamanya dua belas tahun penjara. Sementara pada prakteknya, sangat jarang hakim yang menjatuhkan vonis hukuman maksimal pada para pelaku.7 Sebagai contoh adalah perkara percabulan yang mana pelaku maupun korbannya adalah anak antara lain pernah diputus oleh Pengadilan Negeri Mojokerto dalam putusan Nomor: 42/Pid.B/2012/PN.Mkt. Dalam perkara ini, tindakan percabulan dilakukan 3 orang anak, masing-masing berumur 15 tahun, 13 tahun, dan 12 tahun, terhadap seorang anak perempuan berusia 7 (tujuh) tahun. Dalam perkara tersebut Pengadilan Negeri Mojokerto memberikan hukuman pidana penjara selama: 1 (satu) bulan dan 27 hari dan denda sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan latihan pendidikan atau latihan kerja selama 5 (lima) hari. Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto mendasarkan putusannya pada Pasal 82 UU Perlindungan Anak jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHP.8

Contoh lain adalah perkara persetubuhan yang mana pelaku maupun korbannya adalah anak antara lain pernah diputus oleh Pengadilan Negeri

7 Ibid.

8

“Pasal Untuk Menjerat Anak Yang Lakukan Pencabulan”.

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5125d3aaf3911/. Diakses pada tanggal 4 Oktober

(7)

Magetan dalam putusan Nomor: 330/ PID. Sus/2012/PN.Mgt. Dalam perkara ini, tindakan persetubuhan dilakukan oleh para terdakwa terhadap seorang anak perempuan berusia 12 (dua belas) tahun. Dalam perkara tersebut Pengadilan Negeri Magetan memberikan hukuman pidana penjara selama 8 (delapan) tahun dan denda sebesar Rp 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti dengan kurungan penjara selama 3 (tiga) bulan. Hakim Pengadilan Negeri Magetan mendasarkan putusannya pada Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.9

Berdasarkan putusan tersebut, maka dalam penegakan hukumnya Undang-Undang Perlindungan Anak yang menjadi acuan dasar di dalam pengenaan sanksi atau hukuman kepada pelaku tindak pidana asusila terhadap anak di bawah umur. Meskipun demikian, masih juga terjadi tindak pidana seperti ini bahkan terjadi peningkatan kejadian dari tahun ke tahun.

Kasus perkosaan, sejauh ini masih dimasukkan dalam pasal kesusilaan KUHP. Sebagai konsekuensinya, hukuman yang diberikan untuk pemerkosa hanya sebatas hukuman tindakan asusila. Padahal, perkosaan bukan lagi sekedar tindakan asusila, perkosaan merupakan pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity). Korban perkosaan akan mengalami trauma fisik terlebih-lebih psikis yang akan berlangsung sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, dengan tingginya angka kasus pemerkosaan di masyarakat harus menjadi perhatian lebih dari berbagai elemen

(8)

masyarakat khususnya aparat penegak hukum dalam menindak dan menghukum pelaku kejahatan perkosaan seberat-beratnya. Di samping itu, perhatian dan perlindungan terhadap kepentingan korban tindak pidana asusila baik melalui proses peradilan pidana maupun melalui sarana kepedulian sosial tertentu merupakan bagian yang juga perlu dipertimbangkan dalam kebijakan hukum pidana dan kebijakan sosial, baik oleh pemerintah, aparat penegak hukum maupun oleh lembaga-lembaga sosial yang ada.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penuis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “MODEL PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA ASUSILA”.

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Mengapa perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila penting untuk dilakukan?

2. Bagaimanakah upaya dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila?

(9)

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas dan pasti, karena tujuan akan menjadi pedoman dalam mengadakan penelitian. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk menjelaskan pentingnya perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila.

b. Untuk menjelaskan upaya dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila.

c. Untuk menjelaskan model perlindungan hukum yang ideal terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila di masa yang akan datang.

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama masa kuliah dan untuk menambah, memperluas cakrawala, mengembangkan pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek lapangan hukum.

(10)

D.Orisinalitas

Penelitian dengan judul “Model Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Asusila”, sepengetahuan penulis masih jarang ditemukan di Universitas Muhammadiyah Surakarta. Namun demikian, penelitian dengan judul yang hampir sama, penulis temukan dalam jurnal publikasi Universitas Brawijaya Malang. Penelitian ini dilakukan oleh Vina Kartikasari (2013) dengan judul “Tinjauan Yuridis Tentang Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Perkosaan”.10 Dalam penelitian ini lebih menitikberatkan kajiannya dari segi yuridis normatif, sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis selain dari segi yuridis tetapi juga dalam penerapannya di lapangan. Dengan demikian, terdapat perbedaan penelitian antara penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian yang dilakukan oleh Vina Kartikasari, terutama dari segi metode penelitiannya.

E.Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitis. Penelitian deskriptif analitis adalah penelitian yang mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai potret dan kondisi tentang apa yang sebenarnya

10 Vina Kartikasari. 2013. “Kajian Yuridis Tentang Urgensi Perlindungan Hukum Terhadap Anak

(11)

terjadi menurut apa adanya di lapangan.11 Deskripsi meliputi potret subyek, rekonstruksi dialog, catatan tertentu; berbagai peristiwa khusus. Dengan demikian, laporan atau hasil penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran hasil penelitian. Dalam hal ini, penelitian bermaksud untuk mendeskripsikan tentang model pelindungan hukum yang ideal bagi anak sebagai korban tindak pidana kesusilaan.

2. Metode Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris, yaitu melakukan pembahasan terhadap kenyataan atau data yang ada dalam praktik yang selanjutnya dihubungkan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Metode ini bertujuan untuk mengerti atau memahami gejala hukum yang akan diteliti dengan menekankan pemahaman permasalahan, khususnya tentang model perlindungan hukum yang ideal terhadap anak sebagai korban tindak pidana kesusilaan.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Pengadilan Negeri Magetan. Alasan pemilihan lokasi ini karena di Pengadilan Negeri Magetan hampir setiap bulan disidangkan kasus tindak pidana asusila dengan anak sebagai korbannya. Hal ini menunjukkan bahwa kasus tindak pidana asusila yang terjadi di wilayah hukum Kabupaten Magetan cukup banyak, terutama tindak pidana asusila dengan anak sebagai korbannya.

11 HB. Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Dasar Teori dan Terapannya dalam

(12)

4. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh.12 Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Sumber data primer

Sumber data primer merupakan keterangan yang diperoleh secara langsung dari sumber pertama. Sumber data primer dalam penelitian ini berupa hasil wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui tentang permasalahan yang diteliti. Wawancara dilakukan kepada aparat penegak hukum, yaitu: polisi, jaksa, dan hakim.

b. Sumber data sekunder

Sumber data sekunder merupakan sumber data yang memberi keterangan yang bersifat mendukung sumber data primer. Termasuk dalam sumber data ini adalah buku-buku serta dokumen lain. Juga berbagai literatur lain berupa peraturan-peraturan yang ada kaitannya dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Bahan Hukum Primer

Yaitu berupa keterangan-keterangan dari pihak-pihak yang berkaitan langsung dengan masalah perlindungan hukum terhadap anak yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan.

2) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu berupa bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Yang termasuk bahan hukum sekunder adalah

12 Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka

(13)

peraturan perundang-undangan, buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti jurnal-jurnal maupun artikel-artikel.

3) Bahan Hukum Tertier

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Termasuk dalam bahan hukum tertier adalah kamus.

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Dalam suatu wawancara terdapat dua pihak yang mempunyai kedudukan berbeda, yaitu pengejar informasi yang biasa disebut pewawancara atau interviewer dan pemberi informasi yang disebut informan atau responden.13 Wawancara dilakukan dengan informan kunci (key informans) yang didasarkan pada persyaratan-persyaratan utama sehingga informan ini merupakan orang-orang yang dinilai dapat memberikan informasi nyata tentang perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana kesusilaan.

b. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan pelengkap dari penggunaan metode wawancara dalam penelitian kualitatif yang berupa dokumen. Dokumen atau data sekunder merupakan bahan tertulis yang berhubungan dengan sesuatu peristiwa atau aktivitas tertentu.14 Dalam penulisan hukum ini,

13 Burhan Bungin. 2005. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Pemahaman Filosofis dan

Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Hal. 67 14

(14)

studi kepustakaan digunakan untuk mengumpulkan data sekunder, yaitu dengan cara membaca dan mempelajari peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur serta sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.15

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis model interaktif (Interaktif Model of Analysis), terdiri dari tiga komponen analisis data, reduksi data, pengujian data dan penarikan kesimpulan merupakan rangkaian kegiatan analisis secara berurutan dan saling susul menyusul. Adapun aktifitas dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai proses siklus. Dalam model ini peneliti tetap bergerak dalam komponen analisis seperti tersebut di atas. Di tengah-tengah waktu pengumpulan data dan analisis data juga akan dilakukan audit data demi validitas data. Sementara itu, sesudah pengumpulan data selesai, bila masih terdapat kekurangan data, dengan menggunakan waktu yang tersedia, maka peneliti dapat kembali melakukan penelitian untuk pengumpulan data demi kemantapan kesimpulan. Untuk

15Lexy J. Moleong. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hal.

(15)

lebih jelasnya, proses analisis data dengan model interaktif ini dapat digambarkan sebagai berikut:16

Bagan 1

Model Analisis Interaktif

Yang dimaksud dengan ketiga komponen dalam proses analisa kualitatif interaktif di atas adalah:

a. Pengumpulan data

Kegiatan pengumpulan data merupakan bagian penting dalam suatu penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang bersifat interaktif menggunakan metode wawancara mendalam dan studi kepustakaan.

b. Reduksi data

Reduksi data adalah bagian analisis, merupakan bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang

16 HB. Sutopo. Op.cit. Hal. 96

Pengumpulan data

Reduksi data Sajian data

(16)

tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

c. Penyajian data

Penyajian data adalah suatu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan.

d. Penarikan kesimpulan

Penarikan kesimpulan terjadi saat proses pengumpulan data berakhir, dan diverifikasi sehingga makna data lebih lanjut dapat diuji validitasnya dan kesimpulan menjadi lebih kuat.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis akan memberikan gambaran mengenai isi materi dalam penelitian. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca mengetahui isi dan maksud tesis secara jelas. Adapun susunannya adalah sebagai berikut.

BAB I Pendahuluan. Pada bab ini berisi tentang Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Tesis.

(17)

BAB III Deskripsi Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Asusila. Dalam Bab ini membahas tentang deskripsi kondisi perlindungan hukum secara umum terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila.

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. Dalam bab ini akan dibahas tentang perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila, Upaya pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila, dan Model perlindungan hukum yang ideal terhadap anak sebagai korban tindak pidana asusila di masa yang akan datang.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Koefisien regresi untuk variabel profesionalitas guru adalah 0,389; berarti bahwa semakin baik profesionalitas guru bimbingan konseling SMP Kota Salatiga, maka kinerja

Dalam kesempatan ini kami moho n bantuan kepada Bapak/Ibu/Sdr/i untuk menjawab pertanyaan yang kami ajukan ini, yang hasilnya nanti akan kami gunakan sebagai data dalam

Kajian pustaka memuat uraian yang sistematik dan teori-teori yang relevan, proposisi, konsep-konsep atau hasil penelitian sebelumnya yang bersifat mutakhir yang

The objective is to combine the benefits of case study method of teaching with online discussion forum to enhance the quality of learning while making this an assessment component

Sementara itu, trigonometri rasional membahas tentang garis dan segitiga pada berbagai lapangan, misalnya lapangan himpunan bilangan riil, lapangan himpunan bilangan

Berdasarkan hasil jawaban narasumber, maka dapat diambil kesimpulan bahwa factor yang penting untuk diperhatikan dalam pembentukan tim untuk persiapan suksesor

Ketiga macam perkiraan waktu tersebut akan digunakan untuk menentukan waktu pelaksanaan suatu kegiatan yang disebut dengan Waktu Harapan (Wh) atau Expected Time dengan