1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bisnis merupakan penggerak ekonomi di suatu negara. Bisnis UMKM di Indonesia (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) memiliki hubungan yang erat pada sosial kultur masyarakat Indonesia. Umumnya saat keseharian banyak dari masyarakat Indonesia tidak asing dalam menggunakan barang atau jasa dari UMKM. Mulai dari membeli makanan untuk sarapan pagi, membeli kebutuhan harian di toko sebelah rumah, hingga menitipkan anak pada penitipan. Definisi UMKM menurut Undang-Undang No.20/2008 dalam Hidayah (2018) UMKM adalah “Perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu”.
Menurut Badan Pusat Statistik dalam Jurnal.id (2020) kriteria UMKM dibedakan berdasarkan jumlah karyawan. 5 sampai 19 orang untuk usaha kecil Usaha kecil, dan 20 -99 usaha menengah. Tabel 1.1 menjelaskan ciri lain dari UU Nomor 20 Tahun 2008.
Tabel 1.1 Kriteria UMKM Menurut UU Nomer 20 Tahun 2008 Kriteria
Kekayaan Bersih
(Tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha)
Hasil Penjualan
Usaha Mikro ≤ Rp50 Juta Rp300 Juta/Tahun
Usaha Kecil
Rp50 Juta – Rp500 Juta Rp300 Juta – Rp 2,5 Miliar/Tahun
Usaha
Menengah Rp500 Juta – Rp10 Miliar Rp 2,5 Miliar – Rp 50 Miliar/Tahun
Sumber : CNN Indonesia, (2020)
2 Berdasarkan tabel 1.1, Usaha Mikro memiliki kekayaan bersih Rp50 Juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan Rp300 Juta/tahun. Usaha Kecil memiliki kekayaan bersih Rp50 Juta–Rp500 Juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan Rp300 Juta–
Rp2,5 Miliar/tahun. Usaha menengah memiliki kekayaan bersih Rp500 Juta – Rp10 Miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha dengan hasil penjualan Rp2,5 Miliar–Rp50 Miliar/tahun dimana menjadi tanggung jawab bagi semua pemilik usaha untuk tetap bertahan di era globalisasi.
Dalam era globalisasi ini, semua bisnis skala kecil hingga besar dituntut untuk tetap bertahan melalui segala kondisi yang ada dengan cara terus berkembang (Linsi dan Mügge, 2019). Dalam perkembangannya, bisnis di Indonesia khususnya UMKM dapat dikatakan sangat kuat dalam menopang perekonomian negara karena ketahanannya dalam menghadapi krisis ekonomi yang pernah terjadi di Indonesia (Setiawan, 2020a). Menurut Budi (2020), ketahanan UMKM Indonesia terbukti teruji dalam melewati masa krisis perekonomian yang ada di Indonesia pada Tahun 1998 dan 2008. Hal tersebut terjadi karena sebagian besar sektor ekonomi digerakkan oleh UMKM.
UMKM di Indonesia berjumlah 65.465.497 unit atau 99,99% dari total keseluruhan unit usaha di Indonesia, dimana UMKM mampu memberikan 60,51%
dari PDB atas harga yang berlaku pada tahun 2019 (Kementerian KUKM, 2019).
Data tersebut memberikan bukti jika PDB yang dihasilkan UMKM melampaui Usaha Besar yang ada di Indonesia. Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa UMKM menjadi faktor vital untuk pertumbuhan ekonomi
3 (Ayandibu dan Houghton, 2017; Hillary, 2017). Hal ini juga diperkuat oleh data dari Kementerian KUKM (2019) bahwa sektor UMKM dapat menyerap tenaga kerja yang sangat besar yakni sebesar 96,92% dari 123.368.672 jiwa. Besarnya angka yang ditunjukan membuktikan jika ekonomi di Indonesia masih bergantung pada UMKM.
Kebergantungan ini membuat pemerintah terus mendorong kemajuan UMKM untuk menciptakan siklus pertumbuhan ekonomi nasional yang seimbang.
Tindakan tersebut seiring dengan pertumbuhan UMKM, saat ini UMKM berada hampir di seluruh industri bisnis Indonesia. Berdasarkan pada laporan sensus ekonomi tahun 2016, wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat memiliki jumlah unit UMKM terbanyak yang tersebar dalam 16 industri, 16 industri ini diantaranya 15 industri bidang non-pertanian dan 1 industri bidang pertanian (Badan Pusat Statistik, 2016). Laporan yang dibuat Badan Pusat Statistik (2016) juga menjelaskan jika terdapat 3 bidang industri dengan jumlah tertinggi di Indonesia yaitu, perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor, sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan dan minuman.
4 Gambar 1.1 Jumlah UMKM di Provinsi Jawa Timur Menurut Kabupaten atau Kota 2018 Sumber : Dinas Koperasi dan UKM Jawa Timur, (2018)
Gambar 1.1 menjelaskan jumlah unit UMKM berdasarkan wilayah dan industri yang ada di Jawa Timur. Secara tidak langsung dapat diketahui saat ini terdapat 9.782.262 unit UMKM di Jawa Timur. Mengacu pada data gambar, pertumbuhan jumlah unit UMKM Kabupaten Jember merupakan yang tertinggi di Jawa Timur yang selanjutnya diikuti Malang, Banyuwangi, Sumenep, dan Surabaya
212.197283.967 246.614
288.371 373.447
380.056
600.054 287.778
647.416 480.687
271.793 217.042
333.453 362.230 248.306
216.518 299.273 288.119 191.880
181.760
253.870 376.316 319.477 312.376 225.242
248.664 229.644
247.269
401.210 45.629
29.123 117.840 43.478 35.596 18.995 36.555
385.054 44.963
0 100.000 200.000 300.000 400.000 500.000 600.000 700.000 PACITAN
TRENGGALEK BLITAR MALANG JEMBER BONDOWOSO PROBOLINGGO SIDOARJO JOMBANG MADIUN NGAWI TUBAN GERSIK SAMPANG SUMENEP KOTA BLITAR KOTA PROBOLINGGO KOTA MOJOKERTO KOTA SURABAYA
Jumlah UMKM di Provinsi Jawa Timur Menurut
Kabupaten atau Kota 2018
5 pada posisi 5. Diperkuat oleh laporan Badan Pusat Statistik Jawa Timur (2020), PDRB Provinsi Jawa Timur pada triwulan 2 tahun 2019 mencapai 5,72% dari keseluruhan industri yang ada. Melalui besarnya nilai PDRB serta paparan data sebelumnya telah membuktikan bahwa Jawa Timur termasuk pada wilayah di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang besar.
Pada tahun 2020, PDRB Jawa Timur menurun hingga -5,90% pada triwulan II (Badan Pusat Statistik Jawa Timur, 2020a). Penurunan ini tidak hanya pada wilayah Jawa Timur tetapi juga pada seluruh Indonesia, pada 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar -2,97% pada kuartal I dan pada kuartal II pertumbuhannya sebesar -5,32% (Rahma, 2020). Penurunan tersebut merupakan akibat diberlakukannya kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di semua daerah Indonesia (Husaini, 2020). Kebijakan ini dibentuk untuk memperlambat penyebaran wabah virus Covid-19, yang mengakibatkan seluruh masyarakat harus tetap tinggal di rumah untuk membatasi pergerakan manusia sehingga performa beberapa sektor bisnis melemah.
Kondisi perekonomian di kuartal 1 dan kuartal 2 berdampak serius pada sektor UMKM di Indonesia. Menurut survei yang dilakukan oleh ILO (Organisasi Buruh Indonesia) dalam Hamdani (2020), terdapat 70% UMKM dari 571 unit usaha mengalami berhenti produksi dan 90% UMKM memiliki masalah cash flow. Januar Rustandie sebagai manajer proyek SCORE-ILO dalam Hamdani, (2020) juga menyatakan bahwa hanya 27,8% UMKM dari 571 unit usaha yang dapat bertahan.
6 Gambar 1.2 Dampak Covid-19 Pada Sektor Usaha
Sumber : Badan Pusat Statistik 2020 dalam Insight Kontan (2020)
Gambar 1.2 menjelaskan keadaan sektor usaha UMKM di Indonesia yang paling terdampak akibat Covid-19. Terdapat 92,47% unit usaha dari sektor akomodasi dan makan minum yang terdampak langsung dari wabah Covid-19.
Selanjutnya, data Badan Pusat Statistik menunjukkan parahnya gejolak ekonomi menyebabkan penurunan sebanyak 22,31% pada sektor akomodasi dan makan minum (Santia, 2020). Sehingga dampaknya ditunjukan pada gambar 1.3.
Gambar 1.3 Dampak Wabah Covid-19 pada UMKM Indonesia Sumber : Fiki Satari dalam (Setiawan, 2020b)
92,47%
90,34%
90,90%
89,00%
90,00%
91,00%
92,00%
93,00%
Dampak Covid-19 Pada Sektor Usaha
Sektor Akomodasi dan Makan Minum Sektor Transportasi dan Pergudangan Sektor Jasa Lainnya
Penurunan penjualan
56%
Kesulitan modal
22%
Distribusi terhambat
15%
Kesulitan bahan baku
4%
Tidak terdampak
3%
Penurunan penjualan Kesulitan modal Distribusi terhambat Kesulitan bahan baku Tidak terdampak
7 Gambar 1.3 menunjukkan dampak dari wabah Covid-19 pada UMKM Indonesia, dimana terdapat 37.000 laporan dari UMKM terkena dampak dari wabah Covid-19. Dari data tersebut diketahui bahwa sebanyak 56% UMKM mengalami penurunan penjualan, 22% UMKM mengalami kesulitan modal, 15% distribusi terhambat dan 4% kesulitan bahan baku. Menurut Menteri Koperasi dan UKM dalam Faqir (2020), UMKM kesulitan modal karena, modal usaha terpaksa digunakan untuk kebutuhan konsumsi keluarga dan rumah tangga. Menurut Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dalam Basith (2020), hambatan distribusi juga terjadi karena tertundanya proses impor dan gangguan pada beberapa wilayah, akibatnya terjadi keterbatasan yang membuat kenaikan harga pada barang- barang tertentu.
Hal serupa juga tidak jauh berbeda dengan kondisi UMKM Kuliner di Mall Royal Plaza Surabaya. Menurut wawancara yang dilakukan pada pelaku bisnis kuliner di Mall Royal Plaza selama pandemi Covid-19 pendapatan banyak mengalami penurunan, memang terdapat sedikit kenaikan pada 4 bulan ini tetapi tetap omzet tidak membaik (lihat Lampiran A). Di saat awal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), banyak bisnis yang lebih memilih tutup karena mall sepi pengunjung. Menurut narasumber sekitar 50% gerai tutup dimana alasannya sebagian besar karena tidak dapat menanggung biaya operasional (gaji, listrik, dan sewa), sedangkan sebagian gerai makanan dan minuman di Royal tetap bertahan untuk melayani pemesanan dari Gojek atau Grab Food (lihat Lampiran A).
Kondisi penutupan gerai membuat peneliti Indonesia melakukan penelitian untuk membantu mencari solusi bagi para pelaku bisnis makanan dan minuman.
8 Kebanyakan penelitian dilakukan menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk memberikan solusi dari pemanfaatan teknologi informasi kepada para pelaku bisnis makanan dan minuman dalam menghadapi kondisi pandemi (Awali, 2020;
Hardilawati, 2020; Shofiana, 2020). Disisi lain, pemerintah sudah berjuang untuk kestabilan ekonomi saat ini, tetapi semua hal yang telah dilakukan oleh pemerintah masih belum optimal untuk mendorong para pelaku bisnis makanan dan minuman dalam proses menstabilkan ekonomi (Mega, 2020).
Kondisi lingkungan yang sangat dinamis tersebut membuat bisnis untuk terus beradaptasi. Lingkungan yang dinamis tercipta karena ketidakpastian, dimana menurut Dwyer dan Welsh (2010) dalam Paswan et al. (2017), ketidakpastian lingkungan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk secara akurat melakukan prediksi karena sulit dalam mengantisipasi dan mengasimilasi kondisi lingkungan.
Oleh karena itu, untuk membuat para pelaku bisnis makanan dan minuman tetap bertahan dalam ketidakpastian tersebut, maka performa bisnis perlu untuk dijaga dan bahkan ditingkatkan. Performa bisnis merupakan ukuran akhir dari hasil organisasi atau bisnis yang dipengaruhi oleh banyak kemungkinan pasar dan kondisi organisasi atau bisnis (Kafetzopoulos et al., 2019).
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, performa bisnis biasa diukur melalui aspek finance, non-finance, dan market (Ho et al., 2016;
Kafetzopoulos et al., 2019; Qin et al., 2020; Shen et al., 2020). Setelah melakukan analisis indikator-indikator dalam penelitian tersebut, peneliti memilih untuk tidak menggunakan pengukuran serupa karena ciri dasar objek penelitian tersebut menggunakan perusahaan manufaktur yang kurang tepat bila digunakan untuk
9 mengukur bisnis makanan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Erista et al. (2020) serta Lestari et al. (2020) memfokuskan pada aspek kesuksesan yang dicapai dalam periode tertentu, penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kesuksesan bisnis merupakan hasil dari perkembangan bisnis itu sendiri.
Kesuksesan bisnis, secara umum akan terjadi jika organisasi atau bisnis memiliki inovasi karena inovasi menjadi salah satu faktor untuk sebuah bisnis dapat terus berkembang, bahkan sebuah inovasi menjadi dasar untuk bisnis kecil memiliki pertumbuhan yang berkelanjutan (McDowell et al., 2018). Pada penelitian yang pernah dilakukan, inovasi memiliki pengaruh positif terhadap performa bisnis mikro kecil dan menengah (Chege et al., 2020; Mashal, 2017; Shashi et al., 2019).
Menurut Martin-Rios dan Ciobanu (2019), inovasi juga menjadi syarat untuk berhasil dalam lingkungan yang kompetitif, keberhasilan tersebut penting karena inovasi dapat membuat bisnis tetap kompetitif dan menguntungkan dengan menerapkan berbagai solusi yang inovatif. Saat ini inovasi sangat beragam, berdasarkan penelitian yang telah dibuat oleh Ali et al (2020); Skalkos (2018);
Yusheng dan Ibrahim (2020), inovasi memiliki tipe yang disebut sebagai innovations dimensions, yaitu market innovation, process innovation, product innovation, dan organizational innovation. Berdasarkan pada penelitian terdahulu, UMKM hanya memiliki tiga dimensi yaitu product innovation, process innovation, dan market innovation karena ukuran perusahaan yang masih kecil sehingga struktur organisasi yang sangat sederhana. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, organizational innovation tidak menjadi fokus penelitian sebab organizational innovation berhubungan erat dengan manajemen sumberdaya manusia (Joe Tidd,
10 2020). Selanjutnya, penelitian terdahulu menyebutkan bahwa indikator organizational innovation tidak dapat diukur dalam semua bisnis karena tidak semua bisnis memiliki susunan organisasi.
Dapat ditarik kesimpulan, bahwa inovasi menjadi salah satu jawaban untuk memaksimalkan performa UMKM agar tetap sustain menghadapi kondisi lingkungan yang sedang terjadi. Tujuan inovasi jauh lebih mendalam daripada sekedar menciptakan customer value, competitive advantage, dan environment untuk kualitas hidup yang lebih baik, tetapi inovasi diciptakan untuk membentuk masa depan yang lebih baik, tentunya dengan sikap prediktif, adaptif, dan gesit dengan keadaan yang akan terjadi disekitar (Lee dan Trimi, 2018). Oleh karena pentingnya organisasi atau bisnis memiliki inovasi, terutama bagi organisasi atau bisnis yang ada beroperasi di foodcourt Royal Plaza, maka penelitian ini berjudul
“Pengaruh Innovations Dimensions terhadap Performa Bisnis Kuliner Mall Royal Plaza Surabaya”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka terbentuk rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah product innovation mempengaruhi performa bisnis?
2. Apakah process innovation mempengaruhi performa bisnis?
3. Apakah market innovation mempengaruhi performa bisnis?
11 1.3 Tujuan Penelitian
Melihat dari rumusan masalah yang ada, penelitian ini dilakukan untuk tujuan sebagai berikut:
1. Menguji dampak dari product innovation terhadap performa bisnis.
2. Menguji dampak dari process innovation terhadap performa bisnis.
3. Menguji dampak dari market innovation terhadap performa bisnis.
1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi bahkan acuan bagi penelitian selanjutnya dalam memahami hubungan inovasi dan performa bisnis pada lingkungan bisnis.
1.4.2 Manfaat Praktis
Dengan dibuatnya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Bagi UMKM berguna sebagai informasi untuk meningkatkan performa bisnis, dengan menetapkan inovasi sebagai strategi dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan, sehingga dapat membantu UMKM dalam menetapkan langkah–langkah dalam berinovasi.
2. Bagi penelitian lanjutan, diharapkan mampu menghasilkan pemahaman yang jelas pada inovasi untuk meningkatkan performa bisnis.
12 1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menetapkan batasan-batasan agar memiliki penulisan yang terarah, batasan penelitian yang dimaksud adalah:
1. Penelitian membahas tiga dimensi inovasi yaitu, market innovation, process innovation, product innovation, serta fokus pada performa bisnis.
2. Responden pada penelitian adalah pelaku UMKM kuliner Surabaya, di Foodcourt lantai 3 Mall Royal Plaza Surabaya.