• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Ingatan adalah salah satu karunia Tuhan yang menarik yang dimiliki oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang. Ingatan adalah salah satu karunia Tuhan yang menarik yang dimiliki oleh"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang

Ingatan adalah salah satu karunia Tuhan yang menarik yang dimiliki oleh setiap makluk hidup tak terkecuali manusia. Memiliki ingatan menjadikan setiap makhluk hidup mampu beradaptasi bahkan berevolusi dari masa ke masa. Manusia merupakan makhluk hidup yang dimuliakan tuhan memiliki ingatan dan mampu menggunakannya dengan semaksimal mungkin. Perkembangan pada aspek fisik maupun kognitif berkembang seiring bertambahnya umur manusia.

Piaget (Desmita, 2013) menyatakan bahwa perkembangan kognitif pada manusia bermula ketika manusia dilahirkan sampai dengan masa akhir remaja dimana pada tahap itu dikatakan merupakan fase kematangan kognitif. Tahap itu dimulai dari fase sensori motorik (0-2 tahun), pra-operasional (2-7 tahun), tahap operasional konkret (7-11 tahun), dan tahap operasional formal (11-15 tahun). Selebihnya perkembangan kognitf tinggal dikembangkan sesuai dengan kemampuan manusia itu sendiri.

Menurut Atkinson dan Shiffrin (dalam Matlin 1989), sistem ingatan manusia secara umum dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sensori memori (sensory memory) ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory).

Sensori memori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah satu atau kombinasi panca indra, yaitu secara fisual melalui mata, pendengaran melaui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah dan rabaan melalui kulit. Setelah

(2)

informasi yang didapatkan dari panca indera, bila tidak mendapatkan perhatian maka akan segera dilupakan, namun jika diberikan perhatian maka sistem informasi tersebut akan langsung di arahkan menuju memori jangka pendek (short term memory). Pada tahap ini biasanya informasi bersifat terbatas baik dari segi kuantitasnya maupun dari rentan waktunya. Beberapa pendapat secara umum mengatakan bahwa pada fase ini informasi biasanya hanya memiliki durasi ± 30 detik, dan hanya sekitar 7 bongkahan informasi (chunks) dapat dipelihara dan disimpan di sistem ingatan jangka pendek dalam satu rentan waktu (Solso, 1988). Setelah berada di sistem ingatan jangka pendek informasi tersebut di transfer lagi melalui proses rehearsal ke sistem ingatan jangka panjang untuk disimpan atau dapat juga informasi tersebut hilang atau terlupakan karena tergantikan oleh tambahan muatan informasi yang baru (Solso, 1988).

Siklus yang terjadi dalam menerima informasi, memilah dan memilih informasi penting dan yang tidak penting serta menggunakan kembali informasi yang awalnya telah tersimpan dalam memori merupakan proses umum yang terjadi dalam proses belajar. Menurut Winkel (1996) pada saat mempelajari materi untuk pertama kali peserta didik mengolah bahan pelajaran (fase fiksasi), yang kemudian disimpan dalam ingatan (fase retensi), akhirnya pengetahuan dan pemahaman yang telah diperoleh diproduksi kembali. Cara umum dalam mengingat yang banyak dilakukan adalah dengan mengulang informasi yang masuk. Pengulangan informasi akan tersimpan lebih lama dan lebih mudah untuk diingat kembali (Matlin, 1989). Proses pengulangan tersebut sangat berkaitan dengan processing information sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.

(3)

Dunia pendidikan, khususnya dalam pendidikan formal yang jalani setiap individu, ingatan berperan sangat penting dalam tingkat keberasilan belajar. Semakin banyak informasi yang didapatkan, akan lebih menunjang keberhasilan dalam proses pembelajaran. Pada umumnya para ahli psikologi khususnya mereka yang tergolong cognitivist (ahli sains kognitif) sepakat bahwa hubungan antara belajar, memori, dan pengetahuan itu sangat erat dan tak mungkin dipisahkan (Atkinson Dkk, 1981). Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan itu sesungguhnya adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan merupakan bagian dari sistem penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak manusia.

Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam berbasis masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 55 tahun 2007 menjelaskan bahwa pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang berbasis islam yang ada di Indonesia memiliki aktifitas khusus dalam pengkajian agama.

Salah satu kelebihan yang dimiliki pesantren adalah muatan pelajaran yang diberikan tidak hanya pembelajaran seperti pada sekolah umum, melainkan telah ditambahkan kajian keilmuan yang berlandaskan agama. Disamping itu, banyak kegiatan lainnya yang dapat membentuk kepribadian sesuai dengan tuntunan Negara dan agama. Salah satu kegiatan yang sering menjadi sorotan positif untuk kegiatan pesantren adalah santri-santri yang membaktikan diri untuk melestarikan kitab suci umat Islam dengan menjadi penghafal Al-qur’an.

(4)

Tradisi menghafal Al-qur’an telah dimulai sejak zaman nabi, dimana pada saat itu, setiap ayat-ayat yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW langsung dibacakan kemudian setiap sahabat yang berada disitu segera menghafalnya dan ada beberapa yang menuliskan pada media-media yang berada disekitarnya. Tradisi ini kemudian diwariskan kepada sahabat terdekat nabi, tabi’tabiin dan akhirnya sampai pada setiap umat Islam yang berada di seluruh dunia.

Menjadi seorang penghafal Al-qur’an adalah suatu ibadah yang mendapatkan balasan surga bagi umat Islam. Dalam keyakinan pemeluk agama Islam, menjadi seorang penghafal Al-qur’an adalah pekerjaan yang sangat di sukai oleh Allah. Keutamaan menjadi penghafal Al-qur’an akan menjadikan manusia menjadi sebaik-baiknya manusia, derajatnya akan dinaikkan oleh Allah, diberikannya syafaat oleh Allah pada hari akhir, derajatnya akan dimuliakan oleh Allah, dijanjikan surga untuk dirinya dan kedua orang tuanya, hatinya akan senantiasa dibentengi dari siksaan, selalu merasa tentram dan dijauhkan dari penyakit menua yaitu kepikunan (Sa’dulloh, 2008). Banyak lagi keistimewaan yang akan didapatkan orang Islam sebagai orang yang melestarikan ayat-ayat Al-qur’an menjadikan profesi penghafal adalah profesi yang memiliki kedudukan yang mulia dalam kalangan umat Islam.

Selain manfaat yang bersifat transdendental, seorang penghafal Al-qur’an juga mendapatkan banyak manfaat lain khususnya terhadap prestasi dari individu penghafal tersebut. Ahsin (1995) berpendapat bahwa orang yang menghafal Al-qur’an akan selalu mengasah otaknya, dengan demikian maka otaknya akan semakin kuat untuk menampung informasi, sehingga anak yang menghafal Al-qur’an

(5)

memiliki tingkat kemajuan dalam pelajarannya dibanding dengan teman-temannya yang lain. Pada penelitian Lutfiah (2011) juga mendapatkan hasil bahwa siswa yang menghafal Al-qur’an dapat menunjang prestasi pada materi pelajaran yang bermuatan materi Islam.

Hasil positif yang didapatkan seorang penghafal tidak menjadikan kegiatan menghafal Al-qur’an suatu aktifitas yang mudah. Penelitian yang dilakukan oleh Chairani (2009) mengangkat tema “menghafal itu mudah, menjaganya yang sulit”. Hal ini memberikan gambaran umum bahwa menghafal akan dapat dilakukan hampir semua orang, namun dalam menjaga hafalan adalah sesuatu yang berbeda dari sekedar menghafal. Hasil wawancara pada kunjungan awal di salah satu pesantren yang melaksanakan kegiatan penghafal Al-qur’an, ditemukan informasi bahwa dalam mempertahankan hafalan yang sudah dijalankan adalah hal yang tidak mudah. Berbagai hal dapat mempengaruhinya seperti ketetapan hati dari penghafal, intensitas pengulangan hafalan, motivasi, keadaan ekonomi, serta penjagaan diri dari perilaku yang tidak sesuai dengan citra diri seorang penghafal Al-qur’an.

Orang akan tertolong dalam mengingat bila membentuk skema kognitif dan mengulang-ulang kembali materi hafalan sampai tertanam dalam ingatan, terlebih lagi pada materi yang mengandung struktur yang tidak jelas (Matlin, 1989). Santrock (2002) menambahkan dua aspek dalam mempengaruhi ingatan yaitu proses pengendalian (control process) dan karakteristik pelajar (learner characteristic). Proses pengendalian adalah proses kognitif yang tidak terjadi secara otomatis namun akan memerlukan usaha dan tenaga. Proses ini berada di bawah kendali kesadaran dan dapat digunakan untuk memperbaiki ingatan.

(6)

Matlin (2014) memberikan defenisi metakognisi adalah pengetahuan, kesadaran, dan kontrol terhadap proses kognitif yang terjadi pada diri sendiri. Kemampuan mengelola kognisi dan sadar terhadap prosesnya akan sangat membantu dalam melakukan aktifitas-aktifitas yang melibatkan kognitif tingkat tinggi. Bagi seorang penghafal, mampu menerapkan cara tersebut dalam mengelola informasi yang diterimanya akan sangat bermanfaat dan membantu mengarahkan serta memonitor proses berfikir (winkel, 1996).

Menghafal, menjaga hafalan serta penambahan dari hafalan yang telah dilewati merupakan tugas pokok dari seorang penghafal. Hal itu yang kemudian menjadikan proses untuk menjadi seorang penghafal tidak bisa di bilang mudah karena banyak proses yang harus dijalani agar hafalan tetap terjaga sembari menambah jumlah hafalan dari ayat-ayat Al-qur’an. beberapa regulasi harus digunakan guna menunjang proses menghafal itu sendiri baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

Halonen dan Santrock (1999) mengungkapkan bahwa dalam meningkatkan ingatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yang tepat, antara lain : memfokuskan perhatian dan menghindari distraksi, mengulang dan mempraktekkan, membuat daftar dan melakukan pengecekkan untuk terhadap hal yang dilakukan sebanyak dua kali, mengorganisasikan diri dengan baik untuk membangkitkan ingatan, menggunakan stategi khusus dengan membiasakan diri untuk memperhatikan jam tangan dengan memberikan petunjuk terhadap sesuatu yang hendak dikerjakan, dan ketika gagal mencoba untuk melakukan analisa.

(7)

Chairani (2009) menemukan bahwa beberapa alasan seorang penghafal Al-qur’an menyatakan mundur dari proses menghafalnya dikarenakan kurangnya fokus dalam menghafal, rendahnya motivasi dalam diri serta terburu-buru dalam penyelesaian hafalan. Sejarah menghafal Al-qur’an yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, menghafal dibutuhkan kefokusan dan menghilangkan kebiasaan tergesa-gesa dan itu dicontohkan sendiri oleh nabi kemudian diikuti oleh para sahabat sehingga sampai sekarang cara tradisi itu tetap dijaga (Massul, 2014).

Beberapa ketentuan dalam menjadi seorang penghafal menurut Massul (2014) terdiri dari beberapa poin penting, antara lain : selalu membetulkan kembali bacaan ayat-ayat Al-qur’an, memperlancar kembali hafalan yang sudah ada, memahami setiap ayat telah dihafal, menyetorkan hafalan kepada pembimbing hafalan. Menjadi seorang penghafal Al-qur’an yang baik bukan dilihat dari sebanyak apa ayat yang mampu ia hafal melainkan sebaik apa kualitas hafalan yang sudah dihafal.

Ames (1992) menjelaskan bahwa individu dengan orientasi tujuan penguasaan (mastery goal) mengarah pada pengembangan kompetensi individu lebih berfokus pada belajar, pemahaman, pengembangan kemampuan dan penguasaan informasi (Kaplan & Maehr, 2007) dan menyadari bahwa kompetensi hanya berasal dari usaha dan praktik (Ormrod, 2000).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : Apakah orientasi tujuan penguasaan dan regulasi metakognitif dapat memprediksi prestasi hafalan penghafal Alqur’an ?

(8)

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang seberapa baik orientasi tujuan penguasaan dan kemampuan regulasi metakognisi dapat memprediksi prestasi hafalan penghafal Al-qur’an. Dengan penelitian ini, para penghafal Al-qur’an khususnya santri-santri yang mengabdikan diri sebagai incidivu yang berniat melestarikan Al-qur’an, dapat membantu khususnya dalam mengatasi hambatan yang sering dikeluhkan serta penetapan tujuan yang lebih tepat dalam menjalani proses menghafal.

D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

Beberapa peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian mengenai variabel yang akan menjadi fokus untuk di teliti, antara lain :

Penelitian Wiliaspi, (2007) Sema’an, pemaknaan dan amalan : studi grounded theory mengenai strategi penjagaan hafalan Al-qur’an pada hafidz Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan grounded theory yang tertuju pada 3 orang mahasiswa yang telah menyelesaikan hafalan 30 juz. Penelitiannya menemukan 2 strategi besar yang digunakan, yaitu secara kualitas (memperdalam pemahaman diri, pemaknaan, menggunakan media pengembangan diri berupa kajian keislaman Dll, dan menjaga dengan perilaku nyata) dan kuantitas (melakukan proses pengulangan dengan hafalan yang dapat terukur, pengulangan itu dapat dilakukan seorang diri ataupun secara bersama-sama). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan terdapat pada metode yang digunakan, jumlah subjek dan variabel yang digunakan.

(9)

Penelitian khikmah (2008) tentang hubungan antara motivasi belajar dan konsep diri akademik dengan memori jangka panjang pada penghafal Al-qur’an. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pengambilan data menggunakan random sampling pada 36 subjek dengan rentang umur 12-21 tahun. Penelitian ini kemudian mendapatkan hasil dari ketiga hipotesis yang ditawarkan memperlihatkan bahwa : tidak terdapat hubungan antara motivasi belajar dengan konsep diri akademik secara bersama-sama dengan memori jangka panjang pada santri penghafal Al-qur’an ponpes pandan Aran. Perbedaan penelitian ini terdapat pada variabel yang di gunakan serta jumlah subjek dalam pengambilan data.

Penelitian Chairani, (2010) Menghafal itu mudah, menjaganya yang sulit, dinamika regulasi diri pada santri penghafal Al-qur’an. Tujuan penelitian ini untuk memahami bagaimana dinamika regulasi diri pada remaja penghafal Al-qur’an dalam rangka melakukan penjagaan terhadap hafalan yang telah dikuasai secara kuantitas maupun kualitas.penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologi pada santri yang sementara menghafal dan yang telah mengundurkan diri dari aktivitas menghafal. Penelitian ini kemudian menemukan bahwa dinamika regulasi pada remaja penghafal Al-qur’an terbagi menjadi tiga bagian : 1). Regulasi intrapersonal yang meliputi dinamika pemeliharaan dan pencapaian tujuan, dinamika aspek-aspek motivasional dan dinamika regulasi afektif. 2). Regulasi diri interpersonal yang meliputi dinamika regulasi pada hubungan teman sebaya, keluarga/guru dan sesama manusia. 3). Regulasi diri metapersonal/ transcendental yaitu regulasi yang berhubungan dengan sang pencipta dengan merasakan kehadiran tuhan dalam upaya melakukan regulasi diri. Perbedaan penelitian ini

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan yang diterapkan dalam kegiatan ini adalah dengan melakukan belajar bersama, yang artinya antara pihak luar (Peka Indonesia) dengan masyarakat lokal (kampung Cisarua)

Kemampuan media menjadikan objek atau peristiwa yang menyita waktu panjang menjadi singkat, seperti proses metamorfosis,dan lain-lain.Kemampuan media menghadirkan objek

, Peluang pembentukan awan yang berpotensi hujan sangat Signifikan disebabkan terdapatnya wilayah konvektif di sekitar Kalimantan bagian Timur, Sulawesi, Maluku dan

Disain platform menggunakan tiga buah motor servo yang berfungsi sebagai penggerak segitiga yang dihubungkan dengan IMU, seperti yang dapat dilihat pada Gambar

Berdasarkan percobaan Pengaruh Lingkungan Terhadap Denyut Jantung daphnia diperoleh hasi perhitungan denyut jantung Daphnia pada suhu normal 160 denyut/menit, pada suhu panas

Sedangkan kedua yaitu memeriksa kembali riset-riset yang berkaitan dengan determinan risiko sistematis, yang secara jelas dinyatakan dalam Foster (1986). Ia mengemukakan

daun majemuk yang sudah membuka. Pada waktu itu belum ada daun majemuk semai D. falcatus yang sudah membuka. Pada umur 25 hari daun majemuk D. Pada pangkal dan ujung tangkainya