12
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika merupakan tahapan aktivitas guru matematika ketika memberi pengajaran matematika pada peserta didik, mulai dari usaha guru dalam mengkondisikan suasana serta pemberian layanan pada keterampilan, kecakapan, peminatan, potensi, serta yang dibutuhkan peserta didik yang beragam dengan tujuan mengoptimalkan interaksi pada guru serta peserta didik maupun antar peserta didik dalam belajar matematika (Amin, 2004). Sedangkan (Seobianto, 2013) menuturkan pengalaman belajar melewati rangkaian aktivitas pengalaman belajar hingga peserta didik mendapat keterampilan dari materi yang dipelajarinya. Sehingga, guru didorong untuk bisa menguasai berbagai metode pembelajaran yang bisa mengambil fokus peserta didik terhadap proses belajar metematika, juga supaya peserta didik minat belajar matematika dan mendapatkan pengalaman yang optimal dari pembelajaran matematika. Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat diambil simpulan, pembelajaran metematika itu berperan sebagai upaya yang dilakukan guru pada peserta didik dalam tujuan untuk membantu peserta didik memahami dan menguasi konsep matematika dengan menarik dan menyenangkan.
Tujuan pembelajaran matematika di SMP (Sekolah Menengah Pertama) dan
sederajat, merupakan pembekalan bagi peseta didik dalam mengasah kemampuan
berpikir untuk jejang pendidikan yang lebih tinggi. Berlandaskan Permendikbud
Edisi 22 Tahun 2016 tentang tujuan pembelajaran matematika, antara lain: (1)
Memahami konsep matematika, memberi penjelasan mengenai hubungan konsep-
konsep matematika, serta menggunakan konsep ataupun perhitungan dengan
efektif, fleksibel, akurat serta tepat terkait pemecahan masalah, (2) pola penalaran
sifat matematika, pengembangan serta manipulasi matematika dengan
merumuskan gagasan serta bukti ataupun menggambarkan gagasan serta
pernyataan matematika, (3) menyelesaikan masalah matematika, termasuk
kemampuan untuk memahami permasalahan, mengembangkan model solusi
13
matematika, melengkapi model matematika, menawarkan penyelesaian yang tepat, serta (4) mengkomunikasikan gagasan ataupun ide menggunakan grafik, tabel, notasi, ataupun cara lain untuk memberi penjelasan pada masalah ataupun kondisi.
B. Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
1. Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Model Project Based Learning (PjBL) adalah model pembelajaran yang berfokus dalam tahapan serta permasalahan, memiliki jangka waktu tertentu, serta elemen pembelajarannya bermakna dengan mengkombinasikan berbagai konsep dari elemen-elemen lain, berupa informasi, bidang pengetahuan, maupun pengalaman (Lestari, Kurnia Eka; Yudhanegara, Mokhammad Ridwan;, 2015).
Bie menegaskan pada (Ngalimun, 2013) Project Based Learning (PjBL) yaitu model yang terfokus dalam berbagai konsep serta prinsip pokok dari disiplin, menginkutsertakan peserta didik pada pembelajaran penyelesaian permasalahan serta berbagai kegiatan yang memiliki makna yang lain, memberi kesempatan bagi peserta didik agar membangun pengetahuannya sendiri, serta menghasilkan hasil karya peserta didik yang memiliki nilai serta nyata. Sehingga, pada pembelajaran ini peserta didik bisa mengembangkan perilaku belajar dengan lebih disiplin serta mampu mendorong peserta didik berperan aktif serta kreatif pada saat pembelajaran.
Menurut (Nurfitriyanti, 2016) Model Project Based Learning (PjBL) mempunyai kapasitas yang tinggi dalam menciptakan pengalaman pembelajaran yang lebih menyenangkan serta memiliki makna, serta memberi fasilitasi pada peserta didik dalam melakukan investigasi, pemecahan permasalahan, berpusat pada peserta didik, serta menciptakan hasil yang nyata berbentuk hasil proyek.
Oleh karena itu, model ini adalah model pembelajaran yang mengikutsertakan peserta didik dengan aktif untuk mengkontruksikan wawasannya dengan penugasan proyek.
Menurut (Lestari, Kurnia Eka; Yudhanegara, Mokhammad Ridwan;, 2015)
beberapa tahapan dalam model Project Based Learning (PjBL) yaitu :
14
Tabel 2. 1 Tahapan Model Project Based Learning (PjBL)
Fase Deskripsi
Merencanakan Proyek
Hal yang dilakukan pada fase ini yaitu:
a. Mengidentifikasi permasalahan yang benar terjadi
b. Memperoleh opsi serta menyusun strategi dalam menyelesaikan permasalahan
c. Merencanakan
Melaksanakan Proyek
Hal yang dilakukan pada fase ini yaitu:
a. Memberi bimbingan pada peserta didik ketika penuntasan pekerjaan
b. Melaksanakan uji produk
c. Mempresentasikan produk antar kelompok
Mengevaluasi Proyek
Hal yang dilakukan pada fase ini yaitu:
a. Melakukan penilaian berdasarkan proses, misalnya: peningkatan dalam pembelajaran proyek tahapan nyata berdasarkan penuntasan permasalahan, peningkatan dari kemampuan kelompok serta individu, buku tulisan serta laporan proyek, kontrak belajar, pemakaian alat, serta refleksi.
b. Melakukan penilaian berdasarkan produk, misalnya: hasil pekerjaan serta presentasi, berbagai pekerjaan non-tulisan, serta laporan dari proyek.
2. Keunggulan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Keunggulan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) pada tahapan
pengajaran berdasarkan para ahli sebagai berikut. Menurut (Trianto, 2014)
mengungkakan model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) bisa
membangun pemikiran peserta didik dengan luas serta mendalam ketika melihat
penyelesaian permaslahan dalam hidup nyata dan juga dapat membimbing peserta
didik untuk dapat menerapkan wawasan, perilaku, serta kecakapan yang
diharapkan bisa bermanfaat pada kehidupan.
15
Menurut (Karina, N; Sadia, I; Suastra, I;, 2014) model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) bisa membiasakan serta menumbuhkembangkan keotentikan gagasan, kreatif, pengetahuan, interaksi, keterbukaan, serta bersosial.
Memberi peningkatan pada hasil belajar pserta didik serta memberi bantuan pada peserta didik dalam membangun pengetahuannya sendiri.
3. Kelemahan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL)
Model pembelajaran Project Based Learning (PjBL) mempunyai beberapa kekurangan-kekurangan juga, diantaranya sebagai berikut. Menutut (Trianto, 2014) pengkondisian kelas sulit untk dikontrol sehingga memudahkan keributan peserta didik saat pelaksanaan proyek dan pelaksanaan Pembelajaran yang membutuhkan waktu relatif lama dalam menciptakan proyek yang optimal.
C. Pembelajaran Berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics)
1. Pengertian STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics)
STEM adalah akronim dari Science, Technology, Engineering, and Mathematics. Penggabungan pembelajaran menjadikan STEM sebuah paradigma untuk mencapai sains, teknologi, teknik serta matematika dalam menyelesaikan permasalahan. Penggabunggan tersebut diawali dengan munculnya National Sciences Foundation (NSF) di Amerika Serikat dalam tahun 1990, menjadi tema gerakan reformasi pendidikan fundamental pada bidang sains dan teknik dalam empat bidang ilmu yaitu sains, teknologi, teknik serta matematika dan terbentuk akronim STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics). (Heyd- Metzuyanim & Even-Zahav, 2015) mengatakan STEM adalah pendekatan diantara unit pengetahuan yang berkaitan dengan relasi pengalaman pada kehidupan serta konsep secara akademik.
Pada saat ini, pendidikan di Indonesia sedang berusaha untuk mendisain
pendidikan mengintegrasikan STEM dalam pembelajaran. Pendidikan STEM
memberi perubahan pandangan pengajaran tradisional jamak menjadi tergabung
pada wawasan inti (Wesserman, 2015). Pfeiffer, Igatov dan Poelmans pada
(Muniarti, 2016) mengatakan dengan pembelajaran STEM peserta didik akan
16
menggunakan keterampilan dan pengetahuan secara bersama-sama. Pada keempat ilmu bidang dalam STEM mempunyai ciri-ciri yang spesifik membedakan setiap bidang tersebut. Keempat bidang ilmu membantu peserta didik menyelsaikan masalah yang di beri. Keempat ciri tersebut dalam pengertian literasi berdasarkan National Governor’s Association Center for Best Practies dalam (Ismayani, 2016) berikut penjelasan mengenai STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics).
a) Science (Sains). Literasi ilmiah merupakan keterampilan seseorang terkait penggunaan pengetahuan ilmiah diantaranya fisika, biologi kimia, ilmu bumi serta tahapan dalam mengerti alam dan keterampilannya dalam ikut serta mengambil putusan untuk mempengaruhinya.
b) Technology (Teknologi). Literasi teknologi merupakan kemampuan dalam memakai teknologi baru, kemudian mengerti cara teknologi baru ditumbuhkembangkan, serta mempunyai keterampilan dalam melakukan analisis terkait teknologi baru dalam memengaruhi seseorang, kelompok masyarakat, bangsa serta dunia.
c) Engineering (Desain). Literasi dedain merupakan kemampuan untuk mengembangan teknologi melalui proses rekayasa/desain salah satunya pada pembelajran berbasis proyek dengan menggabungkan berbagai mata pelajaran yang tidak sama.
d) Mathematics (Matematika). Literasi Matematika merupkan kemampuan melakukan analisis, pandangan, serta memaparkan gagasan dengan efisien serta berdasarkan perilaku, menyusun, menyelesaikan, serta menafsirkan penyelesaian dalam permasalahan matematika ketika mengimplementasikannya dalam beragam kondisi.
2. Pembelajaran berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics)
Pembelajaran STEM adalah kombinasi pengajaran teknologi, prinsip kerja mesin atau alat dengan menggunakan konsep matematika (Artobratama, 2018).
Sejalan dengan Artobratama, Utami dkk mengungkapkan pembelajaran STEM
dapat memberi peningkatan pada pemahaman konsep karena secara langsung
17
dapat mengaitkan konsep fisika dan ketika lembar kerja berbass stem di beri, antusias peserta didik dalam mengerjakan tugas (Utami & dkk, 2017).
M. Ikhlasul Amal seorang peneliti di Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, menuturkan mengenai krusialnya pengajaran yang memiliki basis STEM serta berupaya dalam memberi peningkatan pada fokus serta pengetahuan orang- orang pada pendidikan STEM. Sehingga metode pembelajaran STEM perlu ada dalam kurikulum pendidikan yang pada akhirnya dibutuhkan dasar kebijakan yang kuat dalam menangani hal tersebut (Amal, 2015).
Pembelajaran berbasis STEM aktivitas utamanya adalah menyertakan peserta didik untuk menguraikan dan juga menguraikan soluasi permasalahan yang di beri dalam dunia nyata (Alifa, Azzahroh, & Pangestu, 2018). Sejalan dengan itu, pembelajaran berbasis STEM menurut Beers pada (Sayekti & Ahmad, 2019) penggabungan 4C yang mencakup didalamnya communication, collaboration, critical thinking, dan creative pada keterampilan abad ke-21 dimana peserta didik bekerja sama menciptakan suatu inovasi solusi dengan kreatif dan kritis untuk masalah dunia nyata dan mengomunikasikan solusi dengan teman sejawat.
Jaka Afriana, dkk (Afriana, Pemanasari, & Fitiani, 2016) mengungkapkan pembelajaran STEM melewati proses yang perlu menekankan dalam beberapa aspek, yaitu:
a) Memberi pertanyaan serta menjelaskan suatu permasalahan.
b) Memberi peningkatan pada serta mempergunakan metode.
c) Menyusun serta melaksanakan observasi.
d) Melakukan analisis serta penafsiran data.
e) Memakai matematika dalam hal teknologi informasi serta berpikir scara komputasi.
f) Mengkonstruksi penjelasan serta penyelesaian.
g) Ikut serta dalam diskusi berlandaskan fakta.
h) Mendapat, melakukan evaluasi serta interaksi terkait suatu informasi.
18
3. Keunggulan Pembelajaran Berbasis STEM (Science, Technology,
Engineering, Mathematics)
Pembelajara STEM menurut Nur Asri (2020) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya yaitu: peserta didik dapat memupuk pengertian mengenai relasi pada konsep, prinsip, serta keterampilan. Memberi peningkatan pada rasa penasaran, imajinasi kreatif serta berpikir kritis setiap peserta didik. Pemahaman serta pengalaman tahap observasi secara ilmiah memberi dorongan untuk melakukan kerja sama dengan anggota kelompok lainnya untuk memcahkan masalah.
Pengetahuan matematika dan ilmiah bertambah luas seiring dengan mengkonstruksi wawasan yang aktif serta ingatan berdasarkan belajar individu.
Menumbuhkembangkan keterkaitan antara melakukan pemikiran serta belajar.
Sehingga motivasi peserta didik, keikutsertaan serta memberi peningkatan pada ketersediaan untuk mengembangkan keterampilan peserta didik dan mengimplementasikan wawasannya.
4. Kelemahan Pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics)
Pelaksanaan pendidikan STEM dalam memberi peningkatan pada pengembangan kemampuan empat bidang kemungkinan memiliki hambatan – hambatan. Ejiwale (2013) mengngkapkan beberapa hal kemungkinan yang terjadi, diantaranya: persiapan mengajar yang buruk dan kurangnya ketersediaan guru STEM yang berkualitas karena tidak memiliki pengetahuan konten tentang STEM. Kurangnya investasi dalam pengembangan profesional guru berbasis pengetahuan STEM. Persiapan dalam memahami materi dengan integrasi STEM dan inspirasi peserta didik yang buruk untuk mengejar program STEM.
Kurangnya dukungan sistem sekolah seiring dengan sedikitnya relasi dengan individu pengajar lain yang memiliki pengetahuan STEM, sehingga kolaborasi penelitian di bidang STEM sangatlah minim dan persiapan Bahan Ajar tidak terpenuhi. Penyampaian konten dan metode penilaian kurang ditambah dengah buruknya kondisi fasilitas media pengajaran yang tidak terlalu mencukupi.
Sehingga, hambatan keberhasilan penerapan pembelajaran STEM harus segera
diidentifikasi dan diatasi demi kepentingan pendidikan masa kini.
19
D. Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Berbasis STEM
(Science, Technology, Engineering, Mathematics)
1. Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Berbasis STEM
Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) sebuah model pengajaran yang direkomendasikan pada kurikulum 2013, lalu STEM suatu strategi yang luas. Ciri-ciri Project Based Learning berbasis STEM secara PjBL saja ada beberapa hal yag sama, tetapi Project Based Learning berbasis STEM lebih berfokus pada tahapan perencanaan. Proses mendesain merupakan pendekatan struktur untuk meluaskan penyelesaian berdasarkan permasalahan menurut welldefine outcome (Jauhariyah, Suwono, & Ibrohim, 2017). Dalam penulisan pada skripsi ini, untuk selanjutnya penulisan Project Based Learning Berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) akan disingkat menjadi PjBL-STEM.
2. Grand Theory Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) Berbasis STEM
Teori belajar yang melandasi model pembelajaran PjBL-STEM secara teoritis
dan empiris. Dukungan PjBL-STEM secara teoritis, pembelajaran berbasis proyek
didukung oleh teori belajar kontruktivistik, yang dimana bersandar pada ide
bahwa peserta didik membangun pengetahuannya sendiri dalam konteks
pengalamannya pendidik. Secara empiris penerapan PjBL-STEM menunjukkan
bahwa peserta didik membangun pengetahuannya sendiri dalam konteks
pengalamannya pendidik. Secara empiris penerapan PjBL-STEM menunjukkan
bahwa model tersebut membuat peserta didik menjalani proses pembelajaran yang
bermakna, yaitu dengan hadirnya pendekatan kontruktivisme dalam
perkembangan pembelajaran memang banyak digunakan dalam pendidikan
ataupun pendekatan-pendekatan pembelajaran (Supardan, 2016). Kontruktivisme
menurut Windschitl dalam (Supardan, 2016) pada dasarnya kontruktivisme adalah
suatu pandangan yang didsarkan pada aktivitas peserta didik untuk menciptakan,
meng interpretasikan, dan mengorganisaskan pengetahuan dengan ide masing-
masing individual.
20
3. Langkah-langkah Pembelajaran dengan Model Pembelajaran Project Baesd Learning (PjbL) Berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, Mathematics)
Berikut langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran menggunakan Model Pembelajaran PjBL-STEM berdasarkan sintaks atau tahapan menurut Lestari dkk.
dan dirancang ulang oleh peneliti mengusung tema Kolam Apung dengan beberapa fase.
a) Fase 1 : Reflection (Refleksi)
Dalam fase ini, peserta didik di beri sebuah ilustrasi mengenai fenomena di sekitar kolam ikan. Ilustrasi yang di beri sebuah karya yang dimana peserta didik diharapkan dapat membuat kerangka ilustrasi tersebut, dengan hal demikian peserta didik cenderung mendiskusikan dengan kelompoknya untuk berpikir secara kreatif. Melakukan tanya jawab bersama dalam memberi solusi terhadap permasalahan yang diberi.
b) Fase 2 : Research (Meneliti)
Pada tahap ini, peserta didik di beri ilustrasi lainnya dengan tantangan lembar proyek berupa Lembar Kerja Peserta Didik. Lembar kegiatan yang diberi berisi tentang permasalahan membuat design proyek. Peserta didik di beri keleluasaan untuk berkonsultasi dengan guru untuk mendiskusikan proyek yang akan dirancang. Diskusi klasikal pada tahap ini disertai dengan sains dimana peserta didik mengulas kembali mengenai tekanan air yang dapat memecahkan permasalahan. Agar lebih memahami mengenai tekanan air, guru memberi alat praga berupa pipa untuk melakukan penelitian sederhana mengenai tekanan air yang berhubungan dengan pipa tersebut.
Kemudian setelah permasalahan terpecahkan, peserta didik membuat sketsa kolam apung untuk menyelesaikan permsalahan yang dikemukakan. Untuk lebih memudahkan, peserta didik diperbolehkan melihat referensi dari internet untuk menentukan desain kolam apung sesuai dengan kemampuan.
c) Fase 3 : Discovery (Menemukan)
Pada tahap ini setelah peserta didik bekerja individu, guru membagi
menjadi beberapa kelmpok yang heterogen. Setiap kelompok melakukan
21
diskusi untuk menentukan sketsa mana yang akan dipakai. Kemudian pada lembar kerja kelompoknya, setiap kelompok menuliskan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pengerjaan proyek. Setelah itu, setiap kelompok menyampaikan hasil diskusinya.
d) Fase 4 : Application (Aplikasi)
Pada tahap ini setiap kelompok setelah mendapatkan alat dan bahan yang dibutuhkan, hendaklah untuk merancang proyek. Setelah rancangannya terbentuk, setiap kelompok membuat laporan sederhana proyek yang dibuatnya. Pada tahap satu sampai empat dilakukan penilaian proses.
e) Fase 5 : Communication (Mengkomunikasikan)
Tahap terakhir ini, setiap kelompok mempresentasikan produk dari proyek yang telah dibuat, kemudian kelompok lain menanggapi produk temannya.
Penilaian hasil presentasi dan produk berdasarkan lembar kerja. Guru memberi kesempatan dalam melaksanakan peninjauan serta mengevaluasi tahap pembelajaran. Pemberian penguatan tentang hasil pembelajaran yang telah dilaksanakan dengan materi matematika.
E. Kemampuan Berpikir Kreatif 1. Definisi Berpikir Kreatif
Berpikir dalam KBBI bermula dari kata dasar pikir yaitu ingatan dan definisi berpikir adalah penggunaan akal agar bisa memutuskan serta menimbang suatu hal. Haris mengungkapkan dalam (Susanto, 2016) kreativitas adalah suatu kemampuan menerapkan kembali ide-ide yang sudah ada. Sejalan dengan keterampilan umumnya agar menghasilkan suatu hal terbaru, dikarenakan keterampilan dalam memberi gagasan terbaru yang dapat diimplementasikan dalam penyelesaian permasalahan, ataupun menjadi keterampilan dalam mendapat relasi pada elemen-elemen yang telah tersedia (Munandar, 2009).
Proses kreativitas tak lepas dari berpikir kreatif, Krulik dan Rudnick
mengungkapkan dalam (Saefudin, 2012) berpikir kreatif merupakan hasil produk
yang kompleks dari pemikiran orisinal dan reflektif. Nur Rahmah (2020)
mengartikan berikir kreatif merupakan suatu proses membangun ide yang baru
secara lancar atau fasih dan kegiatan mental yang fleksibel.
22
Berpikir kreatif matematis artinya suatu proses dalam mempelajari matematika untuk membangun ide baru seseorang digunakan secara lancar dan fleksibel, menyelsaikan permasalahan soal matematika yang implementasinya dalam kehidupan sehari-hari dan dilingkungan sekitar.
2. Indikator kemampuan berpikir kreatif
Indikator kemampuan berpikir kreatif dalam matematika berdasarkan Wilam (Lisliana, 2016) menunjukkan kefasihan, fleksibilitas, orisinalitas dan elaborasi, berikut penjelasan secara rinci.
a) Kefasihan atau kelancaran merupakan keterampilan dalam menciptakan buah pikir yang berbeda hasilnya.
b) Fleksibel merupakan keterampilan untuk membangun pemikiran-pemikiran serta keluwesan dalam memandang suatu pemikiran tertentu.
c) Orisinalitas adalah menciptakan ide baru dengan ungkapan yang berbeda.
d) Elaborasi adalah kemampuan menguraikan berbagai hal secara menyeluruh berdasarkan sebuah obyek tertentu, ide atau situasi.
Menurut beberapa ahli (Sumarno, Hidayat, W, & Zukarnaen, R, 2012) mengungkapkan berpikir kreatif memuat 4 komponen utama. Keempat komponen itu selaan dengan Torrance (1969) diantaranya kelancaran, keaslian, keluwesan dan kebaharuan. Munandar dalam (Naja, Suharto, & Hobri, 2017) menyebutkan ciri indikator kemampuan berpikir kreatif, diantaranya: menciptakan beragam gagasan, hasil solusi yang bervariasi, banyak metode penuntasan permasalahan berbeda, fasih dalam menjawab banyak pertanyaan, memberi saran dalam melakukan berbagai hal, melihat perspektif berbeda suatu salah, mampu menggunakan cara yang tidak biasa yang menciptakan ungkapan baru.
Dari beberapa ungkapan mengenai indikator berpikir kreatif matematis yang dipakai pada penelitian ini yaitu:
a) Indikator kelancaran (fluency)
Dalam indikator ini, peserta didik bisa memberi solusi yang beragam
dalam menyelesaikan soal dengan beragam metode. Aspek berpikir lancar
ini meberikan cara yang beragam namun tidak memiliki perbedaan secara
konseptual.
23
b) Indikator keluwesan (flexibility)
Pada indikator ini, peserta didik mampu mengerjakan soal dengan beragam metode. Aspek berpikir fleksibilitas dengan menunjukkan penggunaan metode beragam dengan prosedur berbeda.
c) Indikator keaslian (originality)
Pada indikator ini, peserta didik mampu mengerjakan soal dengan dengan ide dalam berbagai persoalan. Aspek berpikir keaslian dengan menunjukkan pengerjaan soal dengan cara benar dengan ide sendiri.
d) Indikator elaborasi (elaboration)
Pada indikator ini, peserta didik mampu mengembangkan ide untuk mengerjakan permasalahan secara rinci. Aspek berpikir elaborasi mengkomunikasikan pemahaman dengan pengembangan ide.
Berdasarkan indikator uraian diatas yang menjadi acuan dalam penelitian, berikut contoh soal setiap indikator:
1) Soal indikator berpikir kreatif matematis kelancaran (fluency) Berikut contoh soal berpikir kreatif kelancaran :
Kamu di beri tugas menciptakan prisma yang memiliki volume 240 cm
3. Ada berapa rancangan yang bisa kamu ilusstrasikan? Berapa ukuran prisma yang kamu dapat? Jelaskan!
Jawab :
Diketahui : Volume Prisma 240 cm
3Diitanyakan : Rancangan Prisma dan ukurannya Penyelesaian :
Cara I
Jika Prisma berbentuk segitiga, Rumus Volume Prisma :
Prisma segitiga : [ ( )]
Maka didapat luas alas :
Luas alas : ( )
( )
24
Untuk mengetahui nilai dan didapat dari nilai faktorisasi prima 48 : 1, 2, 4, 6, 8, 12, 24, 48. Pasangan faktor dari 48 yaitu (1, 48), (2, 24), (4, 12), (6, 8).
Jadi, rancangan prisma segitiga ada 4 dengan ukuran alas dan tinggi prisma (1 cm, 48 cm, 10 cm), (2 cm, 24 cm, 10 cm), (4, cm, 12 cm, 10 cm), (6 cm, 8 cm, 10 cm).
Cara II
Rumus Volume Prisma Segiempat : Prisma segitiga : [ ]
Rumus Volume Prisma : Prisma segitiga : [ ]
Maka didapat luas alas :
Luas alas : ( )
Untuk mengetahui nilai dan didapat dari nilai faktorisasi prima 24 : 1, 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24. Pasangan faktor dari 24 yaitu (1, 24), (2, 12), (3, 8), (4, 6)
Jadi, rancangan prisma segitiga ada 4 dengan ukuran alas dan tinggi prisma (1 cm, 24 cm, 10 cm), (2 cm, 12 cm, 10 cm), (3, cm, 8 cm, 10 cm), (4 cm, 6 cm, 10 cm).
2) Soal indikator berpikir kreatif matematis keluwesan (flexibility)
Terdapat tenda pramuka yang memiliki bentuk prisma tegak segitiga.
Panjang tenda tersebut adalah 4 m, kemudian lebarnya 2,5 m. Apabila volume tenda 10 m
3, carilah tinggi tenda tersebut.
Gambar 2. 1 Ilustrasi Prisma segitiga
25
Jawab :
Diketahui :
Ditanyakan : Berapakah tinggi tenda?
Penyelesaian :
Cara I
Alas prisma jika berdiri berbentuk segitiga sama sisi.
Volume Prisma Luas alas tinggi [ ( )]
Jadi, tinggi dari tenda tersebut adalah 2 m.
Cara II
Proyeksikan sebuah segitiga sama kaki dibagi dua menjadi segitiga siku- siku.
( ) ( )
Jadi, tinggi tenda tersebut sekitar 2,16 m.
3) Soal indikator berpikir kreatif matematis keaslian (originality)
CA
B 1,25 m
26
Volume limas P.ABCD 48.000 m
3. Apabila alas limas tersebut memiliki bentuk persegi serta panjang sisinya 60 m dan E titik tengah garis BC, maka berapakah panjang garis PE?
Jawab :
Diketahui : Volume limas persegi P.ABCD Sisi persegi
E = titik tengah BC Ditanyakan : Panjang PE?
Penyelesaian :
( )
( ) ( )
Maka, panjang .
.... (karena E titik tengah BC, maka BE = BC)
.... (karena persegi, maka BE = OE) Untuk mencari PE
( ) ( )
P
60 m
60
E
Gambar 2. 2 Kerangka Limas
27
√
Jadi, panjang PE adalah 50 m.
4) Soal indikator berpikir kreatif matematis elaborasi (elaboration) Sebuah stand berbentuk bangun seperti berikut.
Gambar 2. 3 Ilustrasi gabungan Limas dan Prisma
Berapa luas terpal yang dipakai dalam pembuatan suatu stand pada gambar?
Jika alasnya memiliki bentuk persergi yang memiliki ukuran , tinggi bagian stand yang memiliki bentuk prisma serta tinggi sisi tegak bagian atapnya .
Jawab : Diketahui :
Alas persegi
sisi tegak
Ditanyakan : Luas terpal yang diperlukan?
Penyelesaian :
Bangun di bagi 2, Prisma serta Limas
Luas Permukaan Prisma, tanpa alas serta atap ( )
28
Maka, luas terpal yang dibutuhkan prisma adalah
Limas
Luas permukaan atap
( ) ( ) Maka, luas terpal yang dibutuhkan limas adalah .
Sehingga, terpal yang dibutuhkan untuk membuat stand tersebut adalah = .
3. Keterkaitan Model Pembelajaran Project Based Learning (PjBL) berbasis STEM (Science, Technology, Engineering, dan Mathematics) dengan Kemampuan Berpikir Kreatif
Puccio dan Mudock mengungkapkan dalam (Moma, 2016) berpikir kreatif mencakup dua unsur, yaitu aspek kognitif serta metakognitif yang diantaranya melakukan identifikasi suatu permasalahan serta data yang sesuai maupun tidak, penyusunan pertanyaan, inventif, menghasilkan beragam gagasan-gagasan baru.
Sejalan dengan itu, Kariadinata dkk (2019) mengungkapkan juga untuk mencapai dua aspek demikian dibutuhkan strategi pembelajaran yang bisa memberi dorongan pada peserta didik sehingga lebih aktif untuk mengungkapkan gagasan.
Pada penelitian (Erisa, Hadiyanti, & Saptoro, 2021) menyebutkan penggunaan model project based learning bisa memberi peningkatan pada keterampilan berpikir kreatif serta prestasi belajar peserta didik, mereka menjadi lebih berani serta percaya diri dalam memaparkan gagasannya dengan bahasanya sendiri secara kreatif dan dapat dikatakan menghasilkan ide-ide yang berbeda. Dengan hal demikian keterkaitan antara kretivitas dan berpikir kreatif tak terlepaskan.
Ungkapan Herak R. dkk (2019) upaya melatih kreativitas peserta didik pada
pengajaran yang dapat dilaksanakan pengajar yaitu menerapkan STEM dalam
pembelajaran. Demikian Tubb dkk (2020) mengungkapkan revolusi industri 4.0
dan transformasi digital yang meluas, secara tidak langsung mendorong
masyarakat untuk mengimbanginya dengan fokus pada sains, teknologi, teknik
serta pendidikan matematika (STEM) serta menyadarkan kreativitas adalah
prasyarat dalam bekerja di abad ke-21 ini.
29