• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA AMNIHANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINGKAT PELAKSANAAN FUNGSI PANGKALAN PENDARATAN IKAN MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA AMNIHANI"

Copied!
148
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN ACEH UTARA

AMNIHANI

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 23 Desember 2010 Amnihani

(3)

AMNIHANI, C44061726. Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara. Dibimbing oleh ERNANI LUBIS dan RETNO MUNINGGAR.

Peningkatan fungsi pangkalan pendaratan ikan (PPI) dapat dilakukan melalui pengembangan aktivitas (produksi, pengolahan, dan distribusi hasil perikanan) termasuk segala sarana dan prasarananya. PPI Muara Batu merupakan salah satu PPI di Kabupaten Aceh Utara yang memiliki sumberdaya dan prospek cukup baik karena memiliki jumlah nelayan 885 jiwa, jumlah armada penangkapan ikan 303 unit, dan jumlah alat tangkap ikan 527 unit terbanyak dibandingkan dengan PPI lainnya. Penelitian ini menggunakan metode kasus.

Aspek yang diteliti yaitu aspek fasilitas dan aktivitas pangkalan pendaratan ikan yang menunjang fungsi pelabuhan perikanan. Analisis dilakukan secara deskriptif melalui penyajian tabel dan grafik untuk mengetahui perkembangan unit penangkapan dan jumlah produksi serta nilai produksi hasil tangkapan, deskripsi fasilitas dan aktivitas yang terdapat di PPI Muara Batu, dan penentuan alternatif tindakan melalui Analitic Hierarchy Process (AHP). Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Berjalanya fungsi pelabuhan perikanan sangat dipengaruhi oleh keberadaan berbagai fasilitas dan juga berkaitan erat dengan kelancaran aktivitas pelabuhan. Kondisi beberapa fasilitas pelabuhan memerlukan perhatian seperti alur pelayaran, kolam pelabuhan, pabrik es, SPDN, air bersih, dan jalan di sekitar PPI Muara Batu. Hal ini berpengaruh terhadap kelancaran aktivitas nelayan. Berdasarkan analisis AHP, diperoleh tiga prioritas program alternatif peningkatan fungsi PPI Muara Batu ditinjau berdasarkan aspek fasilitas dan aktivitas pelabuhan, yakni pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran (0,387); mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih (0,219);

serta perbaikan jalan yang rusak dan berlubang (0,191).

Kata kunci: aktivitas, fasilitas, dan fungsi pelabuhan perikanan

(4)

© Hak cipta IPB, Tahun 2010 Hak cipta dilindungi Undang-Undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

(5)

KABUPATEN ACEH UTARA

AMNIHANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

(6)

Batu, Kabupaten Aceh Utara Nama : Amnihani

NRP : C44061726

Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA Retno Muninggar, S.Pi., ME

NIP. 195611231982032002 NIP. 197807182005012002

Diketahui:

Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc NIP. 196212231987031001

Tanggal lulus: 23 Desember 2010

(7)

Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi syarat mendapat gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 ini adalah Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Retno Muninggar, S.Pi., ME, selaku pembimbing yang telah membantu penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Dengan senantiasa memohon ampun ke Rabb semesta alam, Allah SWT, dari segala kesalahan dan kelalaian. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan di kemudian hari.

Bogor, Desember 2010 Amnihani

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada:

1. Komisi pembimbing Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA dan Retno Muninggar, S.Pi., ME, atas arahan dan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini;

2. Dosen penguji tamu Bapak Iin Solihin, S.Pi., M.Si dan Komisi Pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Bapak Dr. Ir. Muhammad Imron, M.Si., atas kritikan dan saran untuk skripsi ini;

3. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara Bapak Drs. Mukhlis, MP., selaku kepala Dinas; Bapak Adnan Kasem S.Pi., selaku Kepala Bidang Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Pesisir; Bapak Ibrahim selaku Kasie Sarana Usaha Perikanan Tangkap; Bapak Azmi, S.Pi., selaku Kasie Prasarana Tangkap dan Tata Ruang Kelautan dan Perikanan; Ibu Dara Malahayati, S.Kel., selaku Staf Bidang Pengelolaan Perikanan Tangkap dan Pesisir; Ibu Milka Zohra, S.Pi., selaku Staf Sekretariat yang telah membantu dan memberikan data serta informasi yang diperlukan dalam penelitian ini;

4. Bapak Jaman Huri dan Ibu Fitri selaku petugas TPI Muara Batu yang telah membantu dan memberikan data serta informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini;

5. Bapak Kahar selaku staf Balai Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara yang telah membantu dan memberikan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini;

6. Bapak Dahlan selaku Panglima Laot Lhok Kecamatan Muara Batu yang telah membantu dan memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini;

7. Keluarga tercinta, Ayahanda Amiruddin Yusuf, Ibunda Raihan Laili Ahdy, Syurkani, Farid Yulian, dan Raymi Arina yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil, kasih sayang, dan doa yang tiada henti kepada penulis;

8. Sahabat-sahabat HIMAFARIN, IMTR, FDC, dan ASWI atas limpahan ilmu, bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama ini;

9. Serta semua pihak yang turut membantu dan memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(9)

Penulis dilahirkan di Lhokseumawe pada tanggal 30 Agustus 1988 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan Amiruddin Yusuf dan Raihan Laili Ahdy.

Pada tahun 2006 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMA Negeri 1 Lhokseumawe. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut (USMI) pada tahun 2006 dan terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya menjadi anggota Archery Club-IPB periode 2006- 2007, anggota Fisheries Diving Club (FDC)-IPB periode 2007-2010, Koordinator Bidang Rumah Tangga Fisheries Diving Club (FDC)-IPB periode 2007-2008 dan 2009-2010, pengurus Bidang Peralatan Selam Fisheries Diving Club (FDC)-IPB periode 2008-2009, anggota Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2007-2010, pengurus Departemen Kesekretariatan Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) periode 2008-2009. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah, diantaranya menjadi anggota Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2006-2010, Bendahara umum Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2007-2008, Koordinator Departemen Kewirausahaan Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) periode 2008-2009. Selain aktif dibeberapa organisasi, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Metode Observasi Bawah Air pada tahun ajaran 2008-2009.

Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan menyusun skripsi dengan judul “Tingkat Pelaksanaan Fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara”.

(10)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Pelabuhan Perikanan ... 3

2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan ... 3

2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan ... 7

2.4 Aktivitas PPI ... 9

2.5 Analytic Hierarchy Process (AHP) ... 10

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 13

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data ... 13

3.3 Analisis Data ... 16

3.3.1 Analisis fasilitas dan aktivitas PPI Muara Batu ... 16

3.3.2 Analisis fungsi PPI Muara Batu ... 17

3.3.3 Analisis alternatif tindakan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu ... 19

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 27

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Aceh Utara ... 27

4.1.1 Keadaan geografis Kabupaten Aceh Utara ... 27

4.1.2 Keadaan penduduk Kabupaten Aceh Utara ... 27

4.1.3 Kelembagaan perikanan dan kelautan ... 29

4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Kabupaten Aceh Utara ... 33

4.2.1 Armada penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara ... 33

4.2.2 Alat penangkapan ikan Kabupaten Aceh Utara ... 34

4.2.3 Nelayan Kabupaten Aceh Utara ... 36

4.2.4 Daerah dan musim penangkapan Kabupaten Aceh Utara ... 37

4.2.5 Produksi dan nilai produksi Kabupaten Aceh Utara ... 39

4.3 Keadaan Umum PPI Muara Batu ... 41

4.4 Keadaan Perikanan Tangkap PPI Muara Batu ... 41

4.4.1 Armada penangkapan ikan PPI Muara Batu ... 41

4.4.2 Alat penangkapan ikan PPI Muara Batu ... 42

4.4.3 Nelayan PPI Muara Batu ... 44

(11)

v

5.1 Fasilitas PPI Muara Batu ... 48

5.2 Aktivitas PPI Muara Batu ... 64

5.2.1 Aktivitas pendaratan ikan ... 65

5.2.2 Aktivitas pengolahan ... 70

5.2.3 Aktvitas pemasaran ... 72

5.2.4 Aktivitas pelayanan perbekalan melaut ... 77

6 FUNGSI PPI MUARA BATU ... 82

7 STRATEGI PENINGKATAN FUNGSI PPI MUARA BATU ... 97

7.1 Prioritas Berdasarkan Kriteria Fungsi ... 97

7.2 Prioritas Berdasarkan Alternatif Tindakan ... 107

8 KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

8.1 Kesimpulan ... 113

8.2 Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN ... 118

(12)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Analisis fasilitas PPI Muara Batu ... 16

2 Analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010 ... 17

3 Matriks berbanding dan berpasangan ... 21

4 Skala banding secara berpasangan ... 22

5 Nilai indeks acak ... 25

6 Perkembangan penduduk di Kabupaten Aceh Utara berdasarkan keca- matan periode 2004-2008 ... 28

7 Pelaku sistem kenelayanan di Kabupaten Aceh Utara ... 32

8 Jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ... 33

9 Jenis dan jumlah alat tangkap ikan yang dioperasikan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ... 35

10 Jumlah alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Utara tahun 2008 ... 36

11 Jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara periode 2004-2008 ... 37

12 Produksi dan nilai produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabu- paten Aceh Utara periode 2004-2008 ... 39

13 Perkembangan armada penangkapan ikan menurut jenisnya di Kabu- paten Aceh Utara periode 2004-2008 ... 42

14 Perkembangan jumlah dan jenis alat tangkap ikan di PPI Muara Batu periode 2004-2008 ... 43

15 Jumlah nelayan PPI Muara Batu periode 2004-2008 ... 44

16 Perkembangan produksi dan nilai produksi hasil tangkapan PPI Muara Batu periode 2004-2008 ... 46

17 Pemanfaatan dan kondisi fasilitas PPI Muara Batu, 2010 ... 49

18 Biaya dan alat transportasi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Batu menurut daerah distribusinya ... 75

19 Fungsi PPI Muara Batu ... 94

(13)

vii Halaman

1 Perkembangan penduduk di Kabupaten Aceh Utara, 2004 2008 ... 29

2 Struktur organisasi DKP Kabupaten Aceh Utara ... 31

3 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten Aceh Uta- ra, 2004-2008 ... 34

4 Sebaran alat tangkap ikan berdasarkan klasifikasi Statistik Perikanan Tangkap yang terdapat di Kabupaten Aceh Utara 2008 ... 36

5 Perkembangan jumlah nelayan di Kabupaten Aceh Utara, 2004 2008 ... 37

6 Perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabu- paten Aceh Utara, 2004 2008 ... 40

7 Kecenderungan perkembangan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupa- ten Aceh Utara, 2004 2008 ... 40

8 Jumlah alat tangkap ikan yang beroperasi di PPI Muara Batu tahun 2008... 44

9 Kecenderungan perkembangan jumlah nelayan PPI Muara Batu, 2004 2008 ... 45

10 Kecenderungan perkembangan jumlah produksi hasil tangkapan yang di- daratkan di PPI Muara Batu, 2004 2008 ... 47

11 Kecenderungan perkembangan nilai produksi hasil tangkapan yang dida- ratkan di PPI Muara Batu, 2004 2008 ... 47

12 Dermaga PPI Muara Batu ... 50

13 Kapal yang ditambatkan dekat rumah nelayan ... 50

14 Bollard yang terdapat di dermaga PPI Muara Batu ... 51

15 Jarak dermaga dengan dek kapal ... 52

16 Kolam pelabuhan PPI Muara Batu ... 53

17 Alur pelayaran kapal di wilayah PPI Muara Batu ... 54

18 Turap penahan tanah PPI Muara Batu ... 54

19 Kondisi jalan dalam komplek PPI Muara Batu ... 55

20 Aktivitas di gedung TPI dan sekitarnya dan penyalahgunaan fungsi ge- dung TPI sebagai tempat parkir ... 56

21 Pabrik es ... 57

22 SPDN PPI Muara Batu ... 58

23 Tangki air bersih ... 59

24 Dock PPI Muara Batu ... 59

25 Halaman PPI Muara Batu sebagai tempat perbaikan jaring ... 60

(14)

viii

27 Gedung work shop PPI Muara Batu ... 61

28 Kantor pengelola PPI Muara Batu ... 61

29 Balai pertemuan nelayan PPI Muara Batu ... 61

30 Pos jaga PPI Muara Batu ... 62

31 Perkampungan nelayan PPI Muara Batu ... 62

32 MCK PPI Muara Batu dan MCK yang tidak difungsikan dan kotor ... 63

33 Mesjid PPI Muara Batu ... 64

34 Drainase TPI ... 64

35 Pangkalan mengakibatkan kapal ukuran besar tidak dapat masuk ke der- maga sehingga harus menggunakan jasa 'boat becak' ... 66

36 Diagram proses pendaratan hasil tangkapan di PPI Muara Batu ... 67

37 Keranjang dan box fiber menampung hasil tangkapan ... 68

38 Tingginya jarak antara kapal dengan dermaga mempersulit pengangkutan 69

39 Kondisi pengasinan saat penggaraman ... 71

40 Pengasinan saat penjemuran/pengeringan ikan yang dibelah membujur dan- ikan teri ... 71

41 Ikan kayu ... 72

42 Parit yang tersumbat sampah ... 73

43 Aktivitas penimbangan ikan ... 74

44 Aktivitas pengepakan hasil tangkapan olahan ... 75

45 Pemberian es pada hasil tangkapan segar dalam box fiber ... 76

46 Alur pemasaran di PPI Muara Batu ... 77

47 Es yang berasal dari pabrik es Krueng Geukeuh ... 78

48 Es yang berasal dari kios-kios ... 79

49 Pembersihan hasil tangkapan dengan menggunakan air kolam pelabuhan... 79

50 Nilai prioritas kriteria dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu ... 97

51 Diagram koordinasi yang seharusnya terjadi di PPI Muara Batu ... 104

52 Diagram koordinasi yang terjadi di PPI Muara Batu ... 105

53 Nilai prioritas tindakan alternatif peningkatan fungsi PPI Muara Batu ... 108

54 Model struktur hierarki peningkatan fungsi PPI Muara Batu ... 112

(15)

ix Halaman

1 Peta lokasi penelitian tahun 2010 ... 119

2 Layout PPI Muara Batu ... 120

3 Nilai AHP dari pihak TPI ... 121

4 Nilai AHP dari pihak DKP ... 123

5 Nilai AHP dari Panglima Laot ... 125

6 Nilai AHP dari nelayan ... 127

7 Nilai AHP dari pihak pedagang ... 129

8 Nilai AHP secara keseluruhan ... 131

(16)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelabuhan perikanan (PP)/pangkalan pendaratan ikan (PPI) dalam menjalankan fungsi dan peranannya memerlukan pengelolaan yang tepat, baik terhadap aktivitas maupun fasilitas yang dimiliki PPI. Fungsi pelabuhan perikanan yang optimal merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan dari pembangunan perikanan tangkap. Hal ini dapat dilihat secara nyata jika pembangunan perikanan telah dapat menimbulkan dampak pengganda bagi pertumbuhan sektor ekonomi lainnya, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dengan kata lain, pengembangan pelabuhan berpotensi memajukan perekonomian di suatu wilayah sekaligus dapat meningkatkan Penerimaan Negara dan Pendapatan Asli Daerah (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2001 vide Kartika, 2007).

Kabupaten Aceh Utara merupakan daerah tingkat II di Provinsi Aceh yang memiliki sektor perikanan berkembang cukup baik, mempunyai tiga PPI, yaitu PPI Muara Batu, PPI Geudong, dan PPI Lapang. PPI Muara Batu didirikan pada tahun 2003 dengan status tempat pendaratan ikan (TPI), namun bencana tsunami mengakibatkan TPI rusak dan tidak berfungsi. TPI Muara Batu dibangun kembali pada tahun 2005 dengan status pangkalan pendaratan ikan (PPI) dan mulai dioperasikan tahun 2007. PPI Muara Batu memiliki prospek yang cukup baik karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain jenis hasil tangkapan bernilai ekonomis, seperti tenggiri, bawal, cakalang, dan tongkol. Selain itu, PPI Muara Batu terletak tidak jauh dari jalan raya utama Krueng Manee yang berjarak sekitar 700 m dan merupakan akses pemasaran hasil tangkapan potensial menuju kota- kota besar seperti Lhokseumawe, Sigli, Langsa, Banda Aceh, dan Medan. Hal ini merupakan salah satu daya tarik bagi para nelayan pendatang untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPI Muara Batu. Hanya saja PPI Muara Batu yang baru beroperasi selama 2 tahun ini terlihat dari pengamatan langsung di lapangan, belum dikelola dengan baik, gedung-gedung perkantoran layak pakai namun belum difungsikan, dan unit pelayanan teknis (UPT) PPI yang belum berjalan.

Berdasarkan dari berbagai penelitian mengenai pelabuhan perikanan, ba-

(17)

nyak pelabuhan perikanan di Indonesia belum berfungsi secara optimal dengan berbagai alasan, seperti Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muara Ciasem di Jawa Barat mengenai kebutuhan akan fasilitas kepelabuhanan terkait dengan pendaratan dan penanganan hasil tangkapan belum mencukupi; PPP Bojomulyo Juwana di Jawa Timur, permasalahan hampir sama dengan PPP Muara Ciasem yaitu mengenai kebutuhan akan fasilitas kepelabuhanan terkait dengan pendaratan dan penanganan hasil tangkapan belum mencukupi sehingga berdampak pada mutu hasil tangkapan; dan PPI Pontap di Sulawesi Selatan mengenai sistem pelelangan ikan yang tidak berjalan.

Penelitian-penelitian sebelumnya tentang pelabuhan perikanan di Aceh di antaranya di PPP Lampulo mengenai keberadaan fasilitas menurut aktivitas PPI dan di PPI Meulaboh mengenai kondisi operasional PPI, namun PPI Muara Batu Kabupaten Aceh Utara belum pernah diteliti sehingga perlu dilakukan pengkajian khususnya terhadap fungsi pelabuhan perikanan.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1) Mendapatkan informasi kondisi dan pemanfaatan fasilitas dan aktivitas di Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu.

2) Mengkaji pelaksanaan fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan dalam menunjang pengembangan perikanan di Kabupaten Aceh Utara.

3) Menentukan alternatif tindakan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu.

1.3 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi instansi terkait untuk pengembangan PPI Muara Batu.

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan menurut UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas- batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Berbeda dengan pelabuhan niaga, pelabuhan perikanan pada umumnya memiliki ciri-ciri khusus, seperti tempat pendaratan ikan, pelelangan ikan, cold storage, pabrik es, perlengkapan fish processing dan tempat pengadaan sarana penangkapan ikan. Pelabuhan perikanan harus mampu memberikan perlindungan bagi kapal-kapal perikanan yang mengisi bahan bakar, mendaratkan ikan maupun yang berlabuh, melayani penanganan dan pemrosesan hasil tangkapan serta tata niaganya. Selain itu, pelabuhan perikanan harus pula dapat melayani kebutuhan nelayan untuk beristirahat atau melakukan kegiatan sosial lainnya di daratan (Murdiyanto, 2003).

Dalam pengklasifikasian pelabuhan perikanan di Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan, PPI termasuk pelabuhan tipe D dengan kriteria, antara lain:

(1) Melayani kapal perikanan yang mencakup kegiatan perikanan di wilayah perairan pedalaman dan perairan kepulauan;

(2) Memiliki fasilitas tambat labuh untuk kapal perikanan berukuran sekurang- kurangnya 3 Gross Tonnage (GT);

(3) Panjang dermaga sekurang-kurangnya 50 m dengan kedalaman kolam minus 2 m; dan

(4) Mampu menampung sekurang-kurangnya seluas 2 ha.

2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan mempunyai fungsi yang bersifat umum (general function) dan fungsi khusus (special function). Fungsi umum merupakan fungsi yang terdapat pada pelabuhan umum atau pelabuhan niaga yang bukan merupakan

(19)

perlabuhan perikanan. Fungsi khusus dalam hal ini adalah fungsi-fungsi yang berkaitan dengan masalah perikanan yang memerlukan pelayanan khusus yang belum terlayani oleh adanya berbagai fasilitas fungsi umum, seperti fasilitas pengolahan ikan dan pelelangan ikan (Murdiyanto, 2003).

1) Fungsi umum

Berbagai fasilitas yang perlu dibangun untuk memenuhi fungsi umum suatu pelabuhan perikanan, antara lain:

(1) Jalan masuk yang aman, yang mempunyai kedalaman air yang cukup serta mudah dilayari oleh kapal yang datang dari laut terbuka menuju pintu gerbang masuk pelabuhan;

(2) Pintu atau gerbang pelabuhan dan saluran navigasi yang cukup aman dan dalam;

(3) Kolam air yang cukup luas dan dalam serta terlindung dari gelombang dan arus yang kuat untuk keperluan kegiatan kapal di dalam pelabuhan;

(4) Bantuan peralatan navigasi baik visual maupun elektronis untuk memandu kapal agar dapat melakukan manuver di dalam areal pelabuhan dengan lebih mudah dan aman;

(5) Bila dipandang perlu, dapat mendirikan bangunan penahan gelombang (breakwater) untuk mengurangi pengaruh atau memperkecil gelombang dan angin badai di jalan masuk dan fasilitas pelabuhan lainnya;

(6) Dermaga yang cukup panjang dan luas untuk melayani kapal yang berlabuh;

(7) Fasilitas yang menyediakan bahan kebutuhan pelayaran seperti bahan bakar minyak, pelumas, air minum, listrik, sanitasi dan kebersihan, saluran pembuangan sisa kotoran dari kapal, penanggulangan sampah, dan sistem pemadam kebakaran;

(8) Bangunan rumah dan perkantoran yang perlu untuk kelancaran dan pendayagunaan operasional pelabuhan;

(9) Area di bagian laut dan darat untuk perluasan atau pengembangan pelabuhan;

(10) Jalan raya atau jalan kereta api/lori yang cukup panjang untuk sistem transportasi dalam areal pelabuhan dan untuk hubungan dengan daerah lain

(20)

di luar pelabuhan;

(11) Halaman tempat parkir yang cukup luas untuk kendaraan industri atau perorangan di dalam pelabuhan sehingga arus lalu lintas di komplek pelabuhan dapat berjalan dengan lancar; dan

(12) Fasilitas perbaikan, reparasi, dan pemeliharaan kapal seperti dock dan perbengkelan umum untuk melayani permintaan sewaktu-waktu.

2) Fungsi khusus

Fungsi khusus merupakan tugas pelayanan di pelabuhan perikanan yang membedakan pelabuhan perikanan dari pelabuhan lain yang bukan pelabuhan perikanan. Fasilitas yang diperlukan untuk memenuhi fungsi khusus pelabuhan perikanan ini, antara lain:

(1) Fasilitas pelelangan ikan yang cukup luas dan dekat dengan tempat pendaratan;

(2) Fasilitas pengolahan ikan seperti tempat pengepakan, pengemasan dan cool storage;

(3) Pabrik es; dan

(4) Fasilitas penyediaan sarana produksi penangkapan ikan.

UU no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan menerangkan bahwa fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, berupa:

1) Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan;

2) Pelayanan bongkar muat;

3) Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan;

4) Pemasaran dan distribusi ikan;

5) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan;

6) Tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan;

7) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan;

8) Tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumberdaya ikan;

9) Pelaksanaan kesyahbandaran;

10) Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan;

11) Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan;

(21)

12) Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan;

13) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari; dan/atau 14) Pengendalian lingkungan.

Fungsi pelabuhan perikanan sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi terdapat di Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no: KEP.16/MEN/2006, yaitu:

1) Perencanaan, pengembangan, pemeliharaan serta pemanfaatan sarana pelabuhan perikanan;

2) Pelayanan teknis kapal perikanan;

3) Koordinasi pelaksanaan urusan keamanan, ketertiban, dan pelaksanaan kebersihan kawasan pelabuhan perikanan;

4) Pelaksanaan fasilitas dan koordinasi di wilayahnya untuk peningkatan produksi, distribusi, dan pemasaran hasil perikanan;

5) Pelaksanaan pengawasan penangkapan, penanganan, pengolahan, pemasaran, dan mutu hasil perikanan;

6) Pengembangan dan pengelolaan sistem informasi dan publikasi hasil riset, produksi, dan pemasaran hasil perikanan di wilayahnya;

7) Pemantauan wilayah pesisir dan fasilitas wisata bahari; dan 8) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia (Sub Direktorat Bina Prasarana Perikanan,1982 vide Kartika, 2007) adalah:

1) Pusat aktivitas produksi

Pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan ikan, tempat persiapan operasi penangkapan, dan tempat berlabuh yang aman.

2) Pusat distribusi dan pengolahan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk pengolahan dan pendistribusian ikan.

3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan

Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan informasi antar nelayan dan masyarakat.

(22)

2.3 Fasilitas Pelabuhan Perikanan

Fungsi pelabuhan perlu dilengkapi dengan berbagai fasilitas, baik fasilitas pokok maupun fungsional. Fasilitas-fasilitas pelabuhan dibangun untuk membantu pelabuhan perikanan agar mampu menjalankan fungsi dan peranannya sebagai pelabuhan perikanan serta untuk memberikan kemudahan dan kelancaran bagi masyarakat perikanan dalam melakukan aktivitasnya di pelabuhan. Menurut Lubis (2005), pelabuhan perikanan maupun pangkalan pendaratan ikan harus mempunyai fasilitas yang mampu:

1) Memperlancar kegiatan produksi dan pemasaran hasil tangkapan;

2) Menimbulkan rasa aman bagi nelayan terhadap gangguan alam dan manusia;

dan

3) Mempermudah pembinaan serta menunjang pengorganisasian usaha ekonomi nelayan.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan no:

KEP.16/MEN/2006, fasilitas-fasilitas yang dimiliki pelabuhan perikanan atau pangkalan pendaratan ikan terbagi menjadi fasilitas pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang.

1) Fasilitas pokok

Fasilitas pokok adalah fasilitas dasar yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan yang berfungsi untuk menjamin keamanan dan kelancaran kapal, baik sewaktu berlayar, keluar masuk pelabuhan, maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan, terdiri atas:

(1) Fasilitas pelindung (breakwater, revetment, dan groin);

(2) Fasilitas tambat (dermaga dan jetty);

(3) Fasilitas perairan (kolam dan alur pelayaran);

(4) Fasilitas penghubung (jalan, drainase, gorong-gorong, dan jembatan); dan (5) Fasilitas lahan (lahan pelabuhan perikanan).

Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas tersebut di suatu pelabuhan perikanan sangat penting untuk memperlancar berbagai aktivitas yang ada di pelabuhan terutama aktivitas pendaratan ikan.

2) Fasilitas fungsional

Fasilitas fungsional adalah fasilitas yang berfungsi meninggikan nilai guna

(23)

dari fasilitas pokok yang dapat menunjang kelancaran aktivitas di pelabuhan, terdiri atas:

(1) Fasilitas pemasaran hasil perikanan (Tempat Pelelangan Ikan/TPI);

(2) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi (telepon, internet, SSB, rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas);

(3) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar;

(4) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan (dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring);

(5) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil tangkapan perikanan (transit sheed dan laboratorium pembinaan mutu);

(6) Fasilitas perkantoran (kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta lainnya);

(7) Fasilitas transportasi (sarana angkutan ikan); dan (8) Fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Fasilitas-fasilitas tersebut diperlukan di suatu pelabuhan perikanan dalam rangka meningkatkan nilai guna fasilitas pokok dengan memberikan pelayanan yang dapat menunjang aktivitas-aktivitas yang ada di suatu pelabuhan.

3) Fasilitas penunjang

Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung meningkatkan peran pelabuhan atau para pelaku mendapat kenyamanan dalam melakukan aktivitas di pelabuhan, terdiri atas:

(1) Fasilitas pembinaan nelayan (balai pertemuan nelayan);

(2) Fasilitas pengelola pelabuhan (mess operator, pos pelayanan terpadu, dan pos jaga); dan

(3) Fasilitas sosial dan umum (tempat penginapan nelayan, tempat peribadatan, mandi cuci kakus (MCK), guest house, dan kios).

Semakin baik pengelolaan fasilitas pelabuhan, maka fungsi pelabuhan perikanan akan terpenuhi secara optimal, sebagai contoh, jika dermaga bongkar cukup menampung kapal yang membongkar hasil tangkapan dari dalam palkah maka fungsi pelabuhan perikanan sebagai tempat pendaratan ikan terpenuhi (Setiawan, 2006).

(24)

2.4 Aktivitas Pelabuhan Perikanan

Pelabuhan perikanan yang telah dibangun hendaknya dapat berfungsi secara optimal. Dengan kata lain, sarana pelabuhan perikanan yang ada digunakan untuk mengelola aktivitas yang meliputi proses pendaratan, pengolahan, dan pemasaran ikan.

1) Pendaratan

Pengelolaan aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan meliputi beberapa proses, antara lain pembongkaran, penyortiran, dan pengangkutan hasil tangkapan ke TPI. Aktivitas pendaratan ikan di pelabuhan perikanan sangat tergantung kelengkapan fasilitas yang ada di pelabuhan, seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran yang dapat memperlancar kapal-kapal perikanan untuk bertambat di pelabuhan guna melakukan pembongkaran hasil tangkapan dan menyediakan bahan perbekalan untuk melaut. Hasil tangkapan yang telah dibongkar akan dibawa ke TPI dan selanjutnya dilakukan pelelangan ikan sebagai awal dari proses pemasaran ikan (Lubis, 2007).

2) Pengolahan

Hasil tangkapan yang telah didaratkan di pelabuhan selanjutnya dilelang dan dipasarkan dalam bentuk olahan maupun keadaan segar. Pengolahan terhadap hasil tangkapan dilakukan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu hasil tangkapan dalam rangka menghindari kerugikan pasca tangkap.

Aktivitas pengolahan hasil tangkapan di pelabuhan biasanya dilakukan pada saat musim ikan untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk ikan segar (Lubis, 2007).

Menurut Lubis (2007), jenis olahan yang umumnya berada di pelabuhan perikanan Indonesia kecuali Pelabuhan Perikanan Samudra Jakarta, masih bersifat tradisional dan belum memperlihatkan kualitas ikan, sanitasi, dan cara pengepakan yang baik seperti pada pengolahan ikan asin dan ikan pindang.

Jenis olahan akan menentukan luas daerah distribusi atau hinterland dari pelabuhan tersebut.

3) Pemasaran

Kegiatan pemasaran yang dilakukan di suatu pelabuhan perikanan dapat

(25)

bersifat lokal, nasional, maupun ekspor, yaitu tergantung dari tipe pelabuhan tersebut. Pemasaran produksi hasil tangkapan bertujuan untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntungkan baik bagi para nelayan maupun pedagang. Dengan demikian, sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus dikelola dengan baik dan teratur.

Pemasaran yang baik hendaknya ditunjang oleh transportasi yang baik pula. Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), pengangkutan (transportasi) berarti bergeraknya atau berpindahnya barang dari tempat produksi dan atau tempat penjualan ke tempat barang tersebut akan dipakai. Apabila fungsi pengangkutan dilakukan tepat waktu, maka fungsi ini akan menciptakan kegunaan waktu atas barang dagangan.

Aspek terpenting dari pengangkutan adalah biaya pengangkutan, yang sangat dipengaruhi oleh tarif angkutan. Dengan demikian, biaya atau tarif angkutan yang tinggi akan mempersempit daerah pasar dari barang dagangan.

Pengangkutan hasil-hasil perikanan yang sifatnya cepat dan mudah rusak memerlukan kecepatan dan penanganan selama perjalanan. Kecepatan pengangkutan sangat penting dalam tata niaga hasil perikanan. Keterlambatan dalam pengangkutan dapat menurunkan kualitas ikan sehingga harga ikan pun turun.

2.5 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Pemecahan permasalahan yang kompleks dan tidak terstruktur di bidang perikanan dan kelautan ini dapat dilakukan melalui suatu model analisis yaitu metode Analytic Hierarchy Process (AHP). AHP merupakan metode yang sederhana dan fleksibel yang menampung kreativitas di dalam rancangannya terhadap suatu masalah. AHP merupakan model bekerjanya pikiran yang teratur untuk menghadapi kompleksitas yang ditangkapnya. Metode ini menstruktur masalah dalam bentuk hirarki dan memasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk menghasilkan skala prioritas (Nurani, 2002).

Teknik AHP menyediakan prosedur yang telah teruji efektif dalam mengidentifikasi dan menentukan prioritas dalam pengambilan keputusan. AHP mencerminkan cara alami manusia bertingkah laku dan berpikir. Namun AHP

(26)

memperbaiki proses alami ini dengan mempercepat proses berpikir dan meluaskan kesadaran agar mencakup lebih banyak faktor daripada yang biasa dipertimbangkan. AHP adalah suatu proses yang memungkinkan seseorang untuk mempertimbangkan suatu persoalan sebagai satu keseluruhan dan mengkaji interaksi serempak dari berbagai komponen menjadi suatu hirarki. Proses ini memaparkan persoalan sebagaimana dilihat dalam kompleksitasnya dan diperluas definisi dan strukturnya melalui pengulangan (Saaty, 1991).

Menurut Saaty (1991), AHP memerlukan informasi dan pertimbangan dari beberapa peserta dalam proses tersebut untuk mengidentifikasi persoalan yang kritis, mendefinisikan strukturnya, dan menentukan serta menyelesaikan konflik.

Melalui serentetan kerja sintesis, AHP mensintesis penilaian-penilaian mereka menjadi suatu taksiran menyeluruh dari prioritas-prioritas relatif berbagai alternatif tindakan. Prioritas-prioritas yang dihasilkan AHP merupakan satuan dasar yang digunakan dalam semua jenis analisis, misalnya garis pedoman, mengalokasikan sumberdaya atau sebagai probabilitas dalam membuat ramalan.

AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Dengan AHP, proses keputusan kompleks dapat diuraikan menjadi keputusan-keputusan yang lebih kecil yang ditangani dengan mudah (Hafid, 2010).

Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah (Saaty, 1991):

1) Memberi model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur;

2) Memudahkan ancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan yang kompleks;

3) Dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu sistem dan tidak memaksakan pikiran yang linear;

4) Mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilih elemen sistem dalam berbagai tingkatan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat;

5) Memberi suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk men-

(27)

dapatkan prioritas;

6) Melacak konsistensi logis dari pertimbangan yang digunakan dalam menetapkan prioritas;

7) Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap alternatif;

8) Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan mereka;

9) Tidak memaksakan konsensus tetapi mensintensis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda; dan

10) Memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan.

Beberapa kelemahan yang terdapat dalam metode AHP (Hafid, 2010), antara lain:

1) Terdapat kesulitan dalam penyusunan struktur hirarki yang menggambarkan bagaimana goal yang akan dicapai;

2) Terdapat kemungkinan hasil akhir AHP tidak konsisten, yang memungkinkan struktur hirarki harus diperbaiki; dan

3) Kesulitan meminta tanggapan ulang kepada responden dalam memilih nilai skala berbanding berpasangan.

Metode AHP ini dapat digunakan tanpa database, asalkan para analis memahami dan menguasai secara mendalam permasalahan yang akan dipecahkan.

Data penerapan metode AHP yang diutamakan adalah kualitas dari responden, tidak tergantung pada kuantitas tertentu. Sebuah hirarki yang telah disusun dengan elemen di tiap tingkatnya menjadi tidak berarti apabila tanpa nilai atau bobot bagi elemen di satu tingkat yang nantinya akan mempengaruhi bobot pada tingkat di bawahnya. Terdapat tiga prinsip dasar dalam analisis AHP, yaitu prinsip penyusunan hirarki, prinsip menetapkan prioritas, dan prinsip konsistensi logis.

(28)

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Juni 2010 di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh (Lampiran 1).

3.2 Metode Penelitian dan Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kasus terhadap fungsi Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Batu, Kabupaten Aceh Utara.

Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait dan pengamatan langsung yang berpedoman pada kuesioner yang ada. Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh melalui informasi maupun laporan tertulis dari instansi terkait.

Aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek fasilitas dan aktivitas pelabuhan yang terdapat di PPI Muara Batu.

Aspek fasilitas kepelabuhanan, meliputi:

1) Fasilitas pokok;

2) Fasilitas penunjang; dan 3) Fasilitas tambahan.

Aspek aktivitas PPI, meliputi:

1) Pendaratan hasil tangkapan;

2) Pelayanan pemasaran/lelang;

3) Pelayanan perbekalan; dan 4) Pengolahan hasil tangkapan.

Kedua aspek ini berkaitan erat dengan fungsi pelabuhan perikanan, diteliti dalam rangka memperoleh data dan informasi mengenai kondisi terkini dari kedua aspek tersebut sekaligus mendapat informasi mengenai permasalahan- permasalahan yang dihadapi PPI Muara Batu. Kondisi terkini mengenai aktivitas pelabuhan serta kondisi fasilitas pelabuhan didapat melalui pengamatan, wawancara, pengisian kuesioner dan pengumpulan data sekunder.

(29)

1) Pengamatan yang dilakukan, meliputi:

(1) Pengamatan terhadap kondisi fasilitas pelabuhan perikanan dan pemanfaatannya;

(2) Pengamatan aktivitas pelabuhan perikanan mulai dari pendaratan hasil tangkapan, pemasaran/lelang, perbekalan melaut nelayan, dan cara pengolahan hasil tangkapan.

2) Wawancara dan pengisian kuesioner dilakukan kepada pihak-pihak terkait.

Pemilihan responden dilakukan secara purposive, yaitu:

(1) Nelayan

Nelayan yang memberikan informasi sebanyak 10 orang. Informasi yang diperoleh berupa jenis hasil tangkapan yang didaratkan, jumlah hasil tangkapan, proses pembongkaran hasil tangkapan dari atas kapal, lama trip, daerah penangkapan ikan, musim penangkapan, dan pemanfaatan hasil tangkapan.

(2) Pedagang/bakul

Pedangang/bakul yang memberikan informasi sebanyak 6 orang. Informasi yang diperoleh berupa cara penanganan hasil tangkapan baik penanganan di gedung TPI (setelah pelelangan) maupun pada saat pendistribusian, bahan dan alat yang digunakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan, tujuan daerah pendistribusian, lama waktu hasil tangkapan sampai ke daerah-daerah konsumen, dan biaya pendistribusian.

(3) Pihak pengelola PPI

Pengelola PPI yang memberikan informasi sebanyak 3 orang, diantaranya 2 orang petugas TPI di lapangan dan 1 orang Panglima Laot Lhok Muara Batu. Informasi yang diperoleh berupa kondisi dan pemanfaatan fasilitas- fasilitas pelabuhan, kebijakan pengembangan pelabuhan ke depan, dan permasalahan-permasalahan yang ada di PPI Muara Batu.

(4) Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara

Pihak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara yang memberikan informasi sebanyak 3 orang. Informasi yang diperoleh berupa permasalahan yang terdapat di PPI Muara Batu berhubungan dengan kondisi fasilitas dan aktivitas pelabuhan dan kondisi perikanan di daerah

(30)

Kabupaten Aceh Utara.

3) Data sekunder yang diambil sehubungan dengan potensi perikanan PPI Muara Batu, yaitu data jenis hasil tangkapan, produksi hasil tangkapan, serta jenis dan ukuran masing-masing fasilitas PPI Muara Batu.

Data sekunder yang diperlukan dari instansi terkait, berupa:

(1) Tempat pelelangan ikan (TPI)

1. Data produksi dan nilai produksi selama 5 tahun terakhir (tahun 2004- 2008);

2. Data produksi dan nilai produksi hasil perikanan dari laut berdasarkan jenis ikan selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008);

3. Data produksi dan nilai produksi perikanan yang didaratkan di PPI Muara Batu selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008);

4. Jumlah kapal yang masuk berdasarkan jenis kapal selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008);

5. Jenis alat tangkap yang digunakan oleh kapal perikanan di PPI Muara Batu selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008); dan

6. Data perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Muara Batu selama 5 tahun terakhir (tahun 2004-2008).

(2) Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara

1. Data produksi dan nilai produksi selama 5 tahun terakhir (tahun 2004- 2008);

2. Keadaan umum daerah perikanan Kabupaten Aceh Utara;

3. Jumlah PPI di Kabupaten Aceh Utara;

4. Jumlah nelayan dan jenis alat tangkap ikan di Kabupaten Aceh Utara;

dan

5. Tata letak PPI Muara Batu.

(3) Badan Pusat Statistik (BPS)

Data keadaan umum daerah Kabupaten Aceh Utara (Kabupaten Aceh Utara dalam Angka selama 5 tahun terakhir).

(31)

3.3 Analisis Data

3.3.1 Analisis fasilitas dan aktivitas PPI Muara Batu 1) Analisis fasilitas PPI Muara Batu

Fasilitas PPI Muara Batu dianalisis secara deskriptif, dengan mengidentifikasi jenis, kondisi, kapasitas, dan pemanfaatannya (Tabel 1).

Tabel 1 Analisis fasilitas PPI Muara Batu

No. Fasilitas Ukuran

terpasang Pemanfaatan Kondisi Fasilitas Pokok

1. Dermaga

2. Kolam pelabuhan 3. Alur pelayaran 4. Turap penahan tanah

5. Jalan dalam komplek pelabuhan 6. Lahan pelabuhan perikanan Fasilitas Fungsional

7. TPI

8. Instalasi listrik 9. Pabrik es 10. Tangki BBM 11. Tangki air bersih 12. Dock/slipway

13. Tempat perbaikan jaring 14. Kantor administrasi

15. Sarana angkut hasil perikanan Fungsi Penunjang

16. Balai pertemuan nelayan 17. Pos jaga

18. Tempat penginapan nelayan 19. MCK

20. Kios

21. Tempat peribadatan 22. Saluran limbah air

2) Analisis aktivitas PPI Muara Batu

Hal-hal yang diperhatikan dari aktivitas pelabuhan perikanan adalah kelancaran proses dan kemudahan maupun kesulitan oleh para pelaku.

(32)

Analisis aktivitas di pelabuhan dilakukan secara deskriptif terhadap:

(1) Aktivitas pendaratan hasil tangkapan

Kegiatan pelabuhan di bidang produksi dapat diketahui melalui pengamatan terhadap kegiatan di dermaga, antara lain bongkar muat hasil tangkapan dengan mengamati dan mempelajari sistem pembongkaran hasil tangkapan serta penyeleksian ikan, dan tata letak fasilitas.

(2) Aktivitas pengolahan

Kegiatan pengolahan ikan di PPI Muara Batu dianalisis melalui perkembangan jumlah pengolah, jenis pengolahan hasil perikanan, asal bahan baku olahan, dan retribusi untuk pemerintah daerah/pelabuhan dari aktivitas pengolahan yang terjadi di pelabuhan perikanan.

(3) Aktivitas pemasaran

Kegiatan pemasaran ikan di PPI Muara Batu dianalisis secara deskriptif melalui pengamatan terhadap kegiatan pemasaran, antara lain dengan mengetahui daerah distribusi ikan olahan, prasarana dan sarana transportasi, penanganan selama proses distribusi, alat yang digunakan untuk menjaga mutu hasil tangkapan saat pemasaran, dan kondisi jalan.

(4) Aktivitas perbekalan melaut

Kegiatan persiapan perbekalan melaut di PPI Muara Batu dianalisis secara deskriptif melalui pengamatan terhadap pemenuhan perbekalan melaut seperti es, air tawar, dan bahan bakar.

3.3.2 Analisis fungsi PPI Muara Batu

Fungsi PPI Muara Batu dianalisis secara deskriptif setelah dilakukan tabulasi fungsi PPI di Muara Batu berdasarkan acuan fungsi PPI menurut UU no.

45 tahun 2009 tentang Perikanan (Tabel 2).

Tabel 2 Analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010

No. Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Fungsi PPI Muara Batu 1. Pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan

Terdapat dermaga atau jetty untuk kapal bertambat

Terdapat kapal yang berlabuh dan bertambat di dermaga

(33)

Lanjutan analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010

No. Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Fungsi PPI Muara Batu 2. Pelayanan bongkar muat

Terdapat kapal yang mendaratkan hasil tangkapan atau melakukan bongkar muat 3. Pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil

perikanan

Terdapat laboratorium pembinaan mutu hasil tangkapan

Terdapat cool room Terdapat pabrik es

Terdapat fasilitas pengolahan hasil perikanan 4. Pemasaran dan distribusi ikan

Mempunyai TPI atau tempat pemasaran hasil tangkapan (pasar ikan)

Melaksanakan penjualan ikan

Mendistribusikan hasil tangkapan ke daerah di luar areal PPI

Terdapat jalan raya yang layak untuk memudahkan transportasi

Terdapat sarana transportasi yang layak digunakan untuk pendistribusian hasil tangkapan

5. Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan Terdapat fasillitas pengumpulan data

perikanan

Dilaksanakan pengumpulan data 6. Tempat pelaksanaan penyuluhan dan

pengembangan masyarakat nelayan Terdapat balai pertemuan nelayan Dilaksanakannya penyuluhan 7. Pelaksanaan kegiatan operasional kapal

perikanan

Terdapat fasilitas penyaluran bahan perbekalan

Terdapat penyaluran bahan perbekalan Terdapat dock/slipway

Terdapat bengkel Berfungsinya bengkel

Terdapat fasilitas perizinan kapal berlayar 8. Tempat pelaksanaan pengawasan dan

pengendalian sumberdaya ikan

Terdapat fasilitas pengawasan sumberdaya ikan

Terdapat fasilitas pengendalian sumberdaya ikan

Melaksanakan pengawasan dan pengendalian

(34)

Lanjutan analisis pelaksanaan fungsi PPI Muara Batu, 2010

No. Fungsi PPI menurut UU no. 45 tahun 2009 Fungsi PPI Muara Batu sumberdaya ikan

9. Pelaksanaan kesyahbandaran

Terdapat fasilitas kesyaahbandaran Terlaksananya prosedur kesyahbandaran 10. Tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan

Terdapat fasilitas karantina ikan

Terlaksanannya prosedur karantina ikan, baik untuk ekspor, impor, maupun local

11. Publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan

Terdapat fasilitas publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan

Melaksanakan publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan

12. Tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan

Terdapat fasilitas riset kelautan dan perikanan Melaksanakan publikasi hasil riset kelautan

dan perikanan

13. Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari Terdapat fasilitas pemantauan wilayah pesisir Terdapat fasilitas pemantauan wisata bahari Melaksanakan pemantauan wilayah pesisir

dan wisata bahari 14. Pengendalian lingkungan

Terdapat instalasi pengolahan air limbah (IPAL)

Terdapat kamar mandi

Terdapat tempat pembuangan sampah Terdapat saluran pembuangan yang lancar Berfungsinya IPAL

Berfungsinya kamar mandi

3.3.3 Analisis alternatif tindakan dalam peningkatan fungsi PPI Muara Batu Peningkatan fungsi PPI Muara Batu dapat dilihat dari dua aspek antara lain dari aspek fasilitas dan aspek aktivitas PPI Muara Batu. Permasalahan yang akan dihadapi dalam peningkatan fungsi PPI pada umumnya merupakan permasalahan fasilitas dan aktivitas yang bersifat kompleks. Perumusan masalah ditentukan berdasarkan informasi yang didapat selama penelitian. Pemecahan permasalahan

(35)

yang kompleks dan tidak teratur dapat diterapkan suatu model analisis yaitu metode Analytic Hierarchy Process (AHP).

Prinsip dasar yang harus dipahami dalam penyelesaian persoalan dengan menggunakan AHP, yaitu:

1) Menyusun hirarki

Dalam hal pemahaman persoalan yang kompleks, perlu dilakukan pemecahan persoalan tersebut ke dalam elemen-elemen pokok, kemudian elemen dibagi ke dalam sub-sub elemennya, seterusnya sampai membentuk suatu hirarki.

Dalam menyusun hirarki, harus menyusun rincian relevan yang cukup untuk mengambarkan persoalan yang sebaik mungkin.

Dalam hal ini, rincian relevan yang dimaksud dalam penyusunan hirarki terdiri dari empat tingkatan:

(1) Tingkat pertama adalah adanya fokus yang akan diidentifikasi yaitu peningkatan fungsi PPI Muara Batu;

(2) Tingkat kedua adalah pihak yang berkepentingan, dalam hal ini nelayan, pedagang, Panglima Laot, petugas TPI, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara;

(3) Tingkat ketiga adalah kriteria terkait fungsi pelabuhan perikanan, yaitu pendaratan ikan, rendahnya mutu hasil tangkapan, terhambatnya pemasaran, SDM pesisir, kegiatan operasional penangkapan ikan, serta pendataan dan administrasi pengelolaan;

(4) Tingkat terakhir adalah alternatif tindakan yang akan diusulkan. Hal ini bertujuan untuk memberi pandangan menyeluruh terhadap berbagai hubungan kompleks yang melekat pada situasi dan memungkinkan dalam pengambilan keputusan sebagai dasar penilaian. Alternatif tindakan yang diusulkan, antara lain pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran; perbaikan jalan yang rusak dan berlubang; mengfungsikan SPDN, pabrik es, dock serta pengadaan air bersih untuk kegiatan operasional; pengadaan pelatihan pembinaan mutu, penyuluhan terhadap nelayan dan pengolahan hasil tangkapan; dan mengfungsikan gedung perkantoran PPI.

2) Menetapkan prioritas

Penetapan prioritas dimaksud untuk membandingkan tingkat kepentingan

(36)

dari berbagai pertimbangan yang ada. Perbandingan dilakukan dengan membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkatan tertentu dalam kaitannya dengan elemen pada satu tingkat di atasnya. Penilaian disajikan dalam bentuk matriks berbanding berpasangan dan dibuat untuk setiap tingkat hirarki. Prioritas setiap elemen diperoleh dengan menyatukan pertimbangan yang telah dibuat. Sintesis dilakukan dengan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen.

Langkah-langkah dalam menentukan prioritas yaitu:

(1) Membuat matriks berbanding berpasangan

Membuat matriks berbanding berpasangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Matriks berbanding berpasangan

C A1 A2 A3 A4 An

A1 1 a12 a13 a14 A1n

A2 1/a12 1 a23 a24 a2n

A3 1/a13 a/a23 1 a34 a3n

A4 1/a14 1/a24 1/a34 1 a4n

An 1/a1n 1/a2n 1/a3n 1/a4n 1

Keterangan:

C = Kriteria atau sifat yang digunakan untuk perbandingan A1, A2, …, An = Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat di bawah C a12, a13, …, 1 = Kualifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan

nilai kepentingan Ai terhadap Aj

Penilaian tingkat kepentingan diperiksa dari suatu elemen yang berada di sebelah kiri dibandingkan dengan suatu elemen yang berada di baris atas matriks. Penilaian perbandingan (Tabel 4) berdasarkan pada pernyataan seberapa kuat suatu elemen berkontribusi, mendominasi, mempengaruhi atau menguntungkan pada suatu pertimbangan (sifat yang membandingkan) dibandingkan dengan elemen yang lain. Susunan pernyataan harus mencerminkan tata hubungan yang tepat antara elemen-elemen di suatu tingkat dengan sifat yang ada setingkat di atasnya (Saaty, 1991).

(37)

Tabel 4 Skala banding secara berpasangan Tingkat

kepentingan Definisi Penjelasan

1

Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3

Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain

5

Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lain

7

Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lain

Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek

9

Satu elemen mutlak lebih penting dari pada elemen yang lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8

Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan Jika untuk elemen i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan elemen j, maka elemen j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan elemen i Sumber: Saaty, 1991

(2) Mensintesis berbagai pertimbangan

Prioritas menyeluruh dari berbagai pertimbangan dalam permasalahan pengambilan keputusan diperoleh dengan cara mensintesis terhadap keseluruhan pertimbangan. Sintesis dilakukan dengan pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan bilangan tunggal yang menunjukan prioritas setiap elemen. Pembobotan dapat dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai proporsional.

Formulasi untuk menentukan vektor prioritas dari elemen-elemen pada setiap matriks (Nurani, 2002) adalah:

1. Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetrik Menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom (NKJ)

(38)

Keterangan:

NKJ = Nilai kolom ke-j

aij = Nilai setiap entri dalam matriks pada baris ke- i dan kolom ke-j n = Jumlah elemen

Membagi entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Ndij)

Keterangan:

Ndij = Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris ke-i dan kolom ke-j

aij = Nilai setiap entri dalam matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j NKJ = Nilai kolom ke-j

Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi)

Keterangan:

Vpi = Vektor prioritas dari elemen

Ndij = Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris ke-i dan kolom ke-j

2. Formulasi dengan menggunakan rata-rata geometrik Perkalian baris (Zi) menggunakan rumus n

Keterangan:

Zi = Perkalian baris n = Jumlah elemen

aij = Nilai entri setiap matriks pada baris ke-i dan kolom ke-j k = Kolom pertama

(39)

Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector)

Keterangan:

Vpi = Vektor prioritas elemen i Zi = Perkalian baris i

Jika pengambilan keputusan melibatkan banyak orang, dapat dibuat matriks gabungan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

Gij = Elemen matriks pendapat gabungan pada baris ke-i kolom ke-j m = Jumlah responden

aij (k) = Elemen matriks pendapat individu pada baris ke-i kolom ke-j untuk pendapat individu ke-k

M = Jumlah matriks pendapat individu

3) Konsistensi

AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui rasio konsistensi (consistency ratio/CR). Nilai rasio konsistensi harus lebih kecil atau sama dengan 100. Jika rasio lebih dari 100, pertimbangan tersebut mungkin acak dan perlu diperbaiki.

Rasio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Perhitungan akar ciri nilai eigen (eigen value) maksimum dengan rumus:

Keterangan:

VA = Vektor antara Vp = Vektor prioritas aij = Pendapat individu

(40)

Keterangan:

VB = nilai eigen

Keterangan:

max = nilai rata-rata VB VB = nilai eigen n = jumlah elemen

Perhitungan indeks konsistensi (CI), dengan rumus :

Keterangan:

CI = Indeks konsistensi max = Nilai rata-rata VB n = Jumlah elemen

Perhitungan rasio konsistensi (CR), dengan rumus :

Keterangan:

CR = Rasio konsistensi CI = Indeks konsistensi RI = Nilai indeks acak

Nilai indeks acak (RI) dari matriks berordo 1 sampai dengan 15, yang digunakan untuk menentukan rasio konsistensi (CR) tercantum dalam Tabel 5 di bawah ini:

Tabel 5 Nilai indeks acak

n RI N RI N RI

1 0.00 6 1.24 11 1.51

2 0.00 7 1.32 12 1.48

3 0.58 8 1.41 13 1.56

4 0.90 9 1.45 14 1.57

5 1.12 10 1.49 15 1.59

Keterangan:

n = Ordo

RI = Nilai indeks acak Sumber: Saaty, 1991

(41)

Rasio konsistensi (CR) mempunyai tingkat konsistensi yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan bila bernilai lebih kecil atau sama dengan 10%.

Hal ini dikarenakan CR merupakan tolak ukur bagi konsistensi atau tidaknya suatu hasil perbandingan berpasangan dalam suatu matriks pendapat.

Berdasarkan nilai yang didapatkan di atas, dapat ditentukan nilai prioritas peningkatan fungsi PPI Muara Batu ditinjau dari aspek fasilitas dan aktivitas PPI Muara Batu.

(42)

4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Kabupaten Aceh Utara 4.1.1 Keadaan geografis Kabupaten Aceh Utara

Wilayah Kabupaten Aceh Utara secara geografis terletak antara 04 46’00”- 05 00’40” LU dan 96 52’00”- 97 31’00” BT. Wilayah Kabupaten Aceh Utara memiliki batas administrasi dengan Kota Lhokseumawe dan Selat Malaka di sebelah utara, Kabupaten Bener Meriah di sebelah selatan, Kabupaten Aceh Timur di sebelah timur, dan Kabupaten Bireuen di sebelah barat. Luas wilayah daratan Kabupaten Aceh Utara mencapai 3.296,86 km2, sedangkan panjang garis pantai diperhitungkan mencapai 55,34 km atau sekitar 4 mil.

Kabupaten Aceh Utara memiliki 8 kecamatan pesisir yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan 12 kecamatan daratan. Kecamatan pesisir antara lain yaitu Kecamatan Muara Batu, Dewantara, Syamtalira Bayu, Samudera, Tanah Pasir, Lapang, Seunoddon, dan Tanah Jambo Aye. Kecamatan daratan antara lain Kecamatan Sawang, Nisam, Nisam Antara, Banda Baro, Kuta Makmur, Simpang Kramat, Geureudong Pase, Meurah Mulia, Matang Kuli, Payang Bakong, Pirak Timu, Cot Girek, Langkahan, Baktiya, Baktiya Barat, Lhoksukon, Tanah Luas, Nibong, dan Syamtalira Aron.

4.1.2 Keadaan penduduk Kabupaten Aceh Utara

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Utara yang tercatat oleh Badan Pusat Statisitik pada tahun 2008 adalah 526.706 jiwa, yang terdiri dari 258.157 jiwa laki-laki dan 268.549 jiwa perempuan. Perkembangan jumlah penduduk menurut kecamatan di Kabupaten Aceh Utara dari tahun 2004 sampai tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 6.

Pada tahun 2004, di Provinsi Aceh terjadi bencana alam gempa dan tsunami dan hampir di seluruh Aceh terkena dampaknya. Namun, di Kabupaten Aceh Utara bencana tersebut tidak terlalu berdampak pada perkembangan penduduk. Pada periode tahun 2004-2008 Kabupaten Aceh Utara mempunyai laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,69%.

Gambar

Tabel 4 Skala banding secara berpasangan  Tingkat
Tabel  6  Perkembangan  penduduk  di  Kabupaten  Aceh  Utara  berdasarkan    kecamatan  periode 2004-2008  No
Gambar 2 Struktur organisasi Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Aceh Utara Sumber: DKP Kab
Gambar  3  Perkembangan  jumlah  armada    penangkapan  ikan  di  Kabupaten  Aceh  Utara,   2004-2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pola Spasial Kendaraan Bermotor ... Metode Analisis Data

Biaya Eksplisit adalah biaya yang benar-benar harus dikeluarkan oleh industri pengolahan hasil pertanian untuk menghasilkan produk berupa keripik salak dan manisan

Bupati Sabu Raijua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja

Glass secara fungsional dapat diterapkan pada berbagai aplikasi teknologi yang di antaranya yaitu sifat elektrik dan sifat optik glass[1].. Secara struktural

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil jawaban siswa kelas X dan kelas XI sekolah menengah atas negeri 2 kota Bandung dengan menggunakan

Karakteristik responden menurut masa kerja para responden dalam penelitian ini yang merupakan karyawan pada Pasar Modern Pasir Pengaraian yaitu yang memiliki masa

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ha diterima, yang berarti penerapan strategi reframing dapat digunakan untuk mengurangi perasaan rendah diri siswa kelas VII- H

Untuk menguji persepsi masyarakat terhadap kualitas layanan program JKBM menggunakan metode uji statistik deskriptif, yaitu dilihat dari persepsi masyarakat