• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEBIASAAN ANGGOTA KELUARGA MEROKOK DI DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS BATUJAJAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KEBIASAAN ANGGOTA KELUARGA MEROKOK DI DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS BATUJAJAR"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Kesehatan Kartika Vol. 13, No.1, April 2018

1

HUBUNGAN KEBIASAAN ANGGOTA KELUARGA MEROKOK DI DALAM RUMAH DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT

PADA BALITA DI PUSKESMAS BATUJAJAR Mona Megasari1 dan Agus Riyanto2

1Program Studi Keperawatan Stikes Budhi Luhur Cimahi dan 2Program Studi Kesehatan Masyarakat Stikes A. Yani Cimahi

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Indonesia menjadi penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas sebesar 40%-60%. Penyakit ISPA sering terjadi pada balita sebanyak 2.326 orang (25,3%) dari jumlah balita di Puskesmas Batujajar. Beberapa faktor resiko penyebab ISPA diantaranya kebiasaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan kebiasaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Batujajar. Penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan potong lintang. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dan berobat ke Poli MTBS Puskesmas Batujajar, dengan sampel sebanyak 94 responden. Analisis data menggunakan uji Kai-kuadrat. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna kebiasaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita (p= 0,002). Kesimpulan penelitian bahwa balita yang anggota keluarganya mempunyai kebiasaan merokok berisiko lebih tinggi menderita ISPA. Saran supaya hasil penelitian ini dijadikan masukan dan informasi untuk pencegahan penyakit ISPA pada balita.

(2)

1

A. Pendahuluan

Berdasarkan hasil laporan Riset Kesehatan Dasar prevalensi ISPA di Indonesia sebesar 25%. ISPA merupakan penyabab kematian terbanyak pada anak. kematian anak akibat ISPA di Indonesia mencapai lima kasus di antara 1000 bayi atau balita. Ini berarti, ISPA mengakibatkan 150 ribu bayi atau balita meninggal tiap tahunnya, atau 12.500 korban perbulan, atau 416 kasus sehari, atau 17 anak perjam, atau seorang bayi tiap lima menit. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur sebesar 41,7%, Papua sebesar 31,1%, Aceh sebesar 30,0%, Nusa Tenggara Barat sebesar 28,3%, dan Jawa Timur sebesar 28,3%. Sedangkan di provinsi Jawa Barat ISPA pada anak balita sebanyak 1.004.638 jiwa atau 24,8% dari jumlah balita, menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) sebesar 18.052 jiwa. Karakteristik penduduk dengan ISPA yang tertinggi terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun sebesar 25,8%, menurut data SIRS sebesar 97.193 jiwa. Dari semua kasus yang terjadi di masyarakat, 7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. Menurut Irianto K(2015) Kejadian penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia di perkirakan 3 sampai 6 kali pertahun, yang berarti seorang balita rata-rata mendapat serangan batuk pilek sebanyak 3 sampai 6 kali setahun. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas sebesar 40%-60% dan rumah sakit sebesar 15%-30% (Litbangkes, 2013).

Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Barat diketahui bahwa penyakit ISPA merupakan penyakit pertama dari sepuluh penyakit terbanyak dengan jumlah 122.779 kasus pada tahun 2015. Dengan kasus kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun sebanyak 34.889 balita atau 21,8% dari jumlah balita (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2016). Data kejadian ISPA di Puskesmas Batujajar masuk dalam urutan 10 besar dari 32 Puskesmas yang mengalami kejadian ISPA yaitu berada pada urutan ke 10 dengan jumlah penemuan sebanyak 5.206 kasus (6,79%). Penyakit ISPA di Puskesmas Batujajar pada bulan Januari

sampai Desember Tahun 2016 penyakit ISPA menduduki peringkat pertama sebanyak 6.949 orang (24,03%). Penyakit ISPA 3 tahun terakhir di Puskesmas Batujajar sebanyak 17.055 orang, terjadi peningkatan kasus ISPA dari tahun 2014-2016 di Puskesmas Batujajar (Puskesmas Batujajar, 2016).

Penyakit ISPA di Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Puskesmas Batujajar tertinggi sebesar 3.463 balita, diikuti penyakit Demam Mungkin Bukan Malaria sebesar 2.556 balita, dan Demam Mungkin Bukan DBD sebesar 713 balita. Kasus ISPA pada anak berada pada golongan umur 1–4 tahun sebanyak 2.326 orang atau 25,3 % dari jumlah balita. Menurut Irianto K (2015:294) penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak, karena antibodi/ sistem pertahanan tubuh anak masih rendah. Secara umum terdapat beberapa faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu faktor individu anak, faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pendidikan, dan faktor ekonomi. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan ISPA adalah pencemaran udara dalam rumah yang diakibatkan oleh asap rokok (Fitriani SA, 2014).

Pencemaran udara yang menjadi penyebab ISPA adalah asap rokok. Terdapat dua jenis paparan rokok yaitu second hand smoke dan third hand smoke. Second hand smoke adalah asap rokok yang berasal dari rokok itu sendiri dan asap rokok yang dikeluarkan oleh para perokok aktif. Third hand smoke adalah asap rokok yang menempel pada baju, karpet, tirai dan lain-lain. Hal yang menjadi perhatian penting adalah ada sekitar 11,4 juta anak dengan usia sekitar 0-4 tahun yang terpapar asap rokok dan hal tersebut akan sangat berdampak negatif pada kesehatannya di masa yang akan datang (Kusuma A & Astrini, (2014).

Menurut data Kementerian Kesehatan RI (2016) menunjukkan prevalensi perokok di indonesia sebesar 36,3% pada tahun 2013. Artinya, dari jumlah 3 orang, 2 orang diantaranya adalah perokok. Jumlah perokok sebesar 65 juta atau 225 miliar batang pertahun. Rokok merupakan benda beracun yang memberi efek yang sangat membahayakan pada perokok ataupun

(3)

2

perokok pasif, terutama pada balita yang tidak sengaja terkontak asap rokok. Nikotin dengan ribuan bahaya beracun asap rokok lainnya masuk ke saluran pernapasan bayi yang dapat merusak sel-sel epitel mukosa, gerak mukosasilia dan menurunkan kemampuan makrofag dalam membunuh bakteri infeksi pada saluran pernapasan. Nikotin yang terhirup melalui saluran pernapasan dan masuk ke tubuh melalui ASI Ibunya akan berakumulasi di tubuh bayi dan membahayakan kesehatannya. Paparan asap rokok berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada balita, dimana balita yang terpapar asap rokok berisiko lebih besar untuk terkena ISPA dibanding balita yang tidak terpapar asap rokok (Kusuma A & Astrini. (2014). Berdasarkan data di Jawa Barat perokok aktif sebesar 52% dan perokok kadang-kadang sebesar 9,9%. Perokok aktif di Kabupaten Bandung Barat cukup tinggi yaitu sebesar 32,3% dan jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap perhari sebesar 9,31% batang rokok (Dinkes Kabupaten Bandung Barat, 2016).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan teknik wawancara di Puskesmas Batujajar pada tanggal 27 Desember 2016 dan tanggal 13 Januari 2017, dari 10 ibu yang datang ke Poli MTBS Puskesmas Batujajar didapatkan bahwa 7 ibu balita menyatakan ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan 3 ibu balita lainnya menyatakan tidak ada anggota keluarga yang merokok didalam rumah. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan kepada 4 orang petugas Puskesmas bahwa kejadian ISPA di Puskesmas Batujajar mengalami kenaikan setiap tahunnya, kunjungan penyakit ISPA lebih banyak pada balita, dan penyakit ISPA menjadi urutan ke-1 terbanyak di Puskesmas Batujajar. Menurut penelitian Fitriani (2014) menyatakan ada hubungan antara faktor kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada Balita (1-4 Tahun) di Puskesmas Citeureup Kecamatan Cimahi Utara. Oleh karena itu peneliti menduga terjadinya kejadian ISPA pada balita ada hubungannya dengan keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, sehingga tujuan penelitian ini adalah ingin

mengetahui hubungan kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut pada balita di Puskesmas Batujajar”.

B. Metode Penelitian

Penelitiann ini merupakan penelitian survey analitik dengan rancangan pontong lintang, variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian ISPA pada balita dan variabel bebasnya adalah kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki balita yang berobat ke Poli MTBS Puskesmas Batujajar pada bulan Oktober- Desember 2017 yaitu sebesar 1.679 responden. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 94 ibu yang memiliki balita diambil dengan cara quota samping. Kriteria inklusi sampel adalah ibu yang mempunyai balita usia 1-4 tahun yang membawa anaknya berobat ke Poli MTBS Puskesmas Batujajar, ibu yang mempunyai balita bersedia menjadi responden, ibu yang mempunyai balita mampu berbahasa Indonesia atau bahasa sunda, dan ibu yang mempunyai balita mampu berbicara, menulis, dan membaca. Data yang dikumpulkan meliputi data primer yaitu data yang didapatkan langsung dari responden yaitu ibu balita dengan instrumen sebuah kuesioner menggunakan pertanyan tertutup. Data sekunder yaitu dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari diagnosis dokter atau tenaga medis pada status pasien. Instrument penelitian kuesioner (daftar pertanyaan) dan formulir observasi dan analisa data mengunakan uji Kai−kuadrat. Penelitian ini dilaksanakan di Poli MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit) Puskesmas Batujajar Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat pada bulan Mei 2017.

C. Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada ibu yang mempunyai balita usia 1-4 tahun yang berobat ke Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Puskesmas Batujajar Kecamatan Batujajar Kabupaten Bandung Barat pada bulan Mei 2017, dengan jumlah sampel sebesar 94 responden. Data hasil penelitian ini diperoleh dengan

(4)

menggunakan instrumen berupa angket (kuesioner) dan observasi. Hasil penelitian ini ditampilkan berdasarkan distribusi frekuensi dari setiap variabel dan hubungan variabel penelitian dijelaskan sebagai berikut:

1. Gambaran Kebiasaan Anggota Keluarga Merokok di Dalam Rumah

Hasil penelitian diperoleh data kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah yang telah diuji dengan analisa univariat untuk melihat persentase distribusi frekuensi pada 94 responden yaitu ibu yang memiliki balita usia 1-4 tahun seperti yang tertera pada tabel 4.2 berikut ini:

Tabel 1. Kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah

Kebiasaan anggota

keluarga merokok Jumlah %

Tidak Merokok 25 26,6

Merokok 69 73,4

Total 94 100

Berdasarkan hasil analisa pada tabel 1 pada 94 responden yaitu ibu yang mempunyai balita usia 1-4 tahun yang berobat ke Poli MTBS Puskesmas Batujajar tentang kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah, didapatkan sebagian besar yaitu 69 ibu (73,4%) menyatakan ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, dan sebagian kecil lainya yaitu 25 ibu (26,6%) menyatakan tidak ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah.

2. Gambaran Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Batujajar

Hasil penelitian diperoleh data kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Batujajar yang telah diuji dengan analisa univariat untuk melihat persentase distribusi frekuensi pada 94 balita yang berusia 1-4 tahun yang berobat ke Poli MTBS Puskesmas Batujajar seperti yang tertera pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 2. Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Batujajar

Kejadian ISPA Jumlah %

Tidak ISPA 28 29,8

ISPA 66 70,2

Total 94 100

Berdasarkan hasil analisa pada tabel 2 pada 94 balita yang berobat ke Poli MTBS Puskesmas Batujajar tentang kejadian ISPA, didapatkan sebagian besar yaitu 66 balita (70,2%) mengalami ISPA, sebagian kecil lainya yaitu 28 balita (29,8%) tidak mengalami ISPA.

2. Hubungan Kebiasaan Anggota Keluarga Merokok di Dalam Rumah dengan ISPA pada Balita

Hasil penelitian diperoleh data hubungan kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balitadi Puskesmas Batujajar yang telah diuji dengan analisa bivariat untuk melihat persentase distribusi frekuensi pada 94 responden seperti yang tertera pada tabel 4.5 berikut ini:

Tabel 3. Hubungan Kebiasaan Anggota Keluarga Merokok di dalam Rumah dengan Kejadian ISPA

Berdasarkan analisis pada Tabel 3 diperoleh data bahwa dari 25 responden yang tidak ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, sebagian besar yaitu 14 responden (56,0%) yang mempunyai balita tidak ISPA dan sebagian kecil lainya 11 responden (44,0%) yang mempunyai balita ISPA. Sedangkan responden yang ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah sebanyak 69 responden, sebagian besar yaitu 55 responden (79,7%) yang mempunyai balita ISPA dan sebagian kecil yaitu 14 responden (20,3%) yang mempunyai balita tidak ISPA.

Berdasarkan uji kai-kuadrat didapatkan p= 0,002 maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan yang signifikan kebiasaan anggota keluarga yang merokok di dalam

(5)

4

rumah dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Batujajar.

D. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih besar ada anggota keluarga yang merokok di bandingkan dengan tidak merokok, dikarenakan rokok mengandung zat adiktif yang dapat menyebabkan ketergantungan atau adiksi yang sulit dihentikan dan berefek ingin menggunakannya secara terus-menerus. Merokok adalah aktivitas menghisap rokok yang dapat membahayakan kesehatan penghisapnya atau orang lain yang berada di sekitarnya hal ini sesuai dengan pendapat menurut Ellizabet A & Lisa (2010) bahwa rokok adalah salah satu zat adiktif, yang bila digunakan dapat mengakibatkan bahaya kesehatan bagi individu dan masyarakat. Berdasarkan PP No. 19 tahun 2003, diketahui bahwa rokok adalah hasil olahan tembakau yang dibungkus, termasuk cerutu ataupun bentuk lainya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya, atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.

Adanya anggota keluarga yang merokok di dalam rumah tidak hanya berdampak buruk bagi dirinya sendiri tetapi dapat mengganggu anggota keluarga lain yang tidak merokok karena ikut menghisap asap rokok yang dihasilkan oleh perokok, hal ini ditunjang dengan pendapat menurut Ellizabet A & Lisa (2010) yang mengemukakan ada perokok Aktif (Active Smoker) yaitu perokok aktif adalah seorang yang benar-benar memiliki kebiasaan merokok dan merokok sudah menjadi bagian hidupnya, sehingga rasanya tak enak bila sehari saja tidak merokok kemudian ia akan melakukan apapun demi mendapatkan rokok dan kemudian merokok, sedangkan perokok pasif (Passive Smoker) yaitu seseorang yang tidak memiliki kebiasaan merokok, namun terpaksa harus menghisap asap rokok yang dihembuskan oleh orang lain yang kebetulan ada disekitarnya.

Anggota keluarga yang merokok di dalam rumah akan menghembuskan asap rokok dari hasil pembakaran tembakau

yang dapat mengontaminasi udara di dalam rumah yang dapat membahayakan kesehatan orang yang berada di sekitarnya, hal ini sesuai dengan pendapat menurut Jaya M (2009) bahwa asap rokok yang dapat menggangu kesehatan adalah asap utama (Mainstream) yaitu asap utama adalah asap yang dihisap langsung oleh si perokok dan asap sampingan (Sidestream) yaitu asap yang merupakan pembakaran dari ujung rokok, kemudian menyebar ke udara.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tingginya angka kejadian merokok dikarenakan merokok dapat dipengaruhi oleh alasan seseorang untuk menjadi seorang perokok, sehingga orang tersebut melakukan aktifitas merokok di dalam rumah, hal ini ditunjang dengan teori menurut Sarafino dalam Ellizabet A & Lisa (2010) bahwa alasan merokok karena ketagihan, kebutuhan mental, dan kebiasaan.

Penyakit ISPA terjadi karena masuknya mikroorganisme penyebab ISPA yaitu virus atau bakteri kedalam saluran pernapasan, sehingga menimbulkan infeksi pada saluran pernapasan, infeksi terjadi diakibatkan karena virus atau bakteri dapat lolos dari mekanisme pertahanan di sepanjang saluran pernapasan dan membuat kolono di saluran pernapasan. Mekanisme pertahanan pada saluran pernapasan diperantai oleh limfosit, tetapi juga melibatkan sel darah putih lainya misalnya makrofag dan neutrofil yang akan bekerja ke area tempat proses inflamasi berlangsung, perlindungan yang terdapat disaluran pernapasan untuk mencegah infeksi diantaranya refleks batuk untuk mengeluarkan benda asing dan mikroorganisme, serta mengeluarkan mukus yang terakumulasi sedangkan lapisan mukosiliaris yang terdiri dari sel-sel yang berlokasi dari bronkus dan memproduksi mukus, serta sel-sel silia yang melapisi sel-sel penghasil mukus. Sel penghasil mukus menangkap partikel benda asing, dan silia bergerak secara ritmis untuk mendorong mukus dan semua partikel yang terperangkap, ke atas cabang pernapasan ke nasofaring tempat mukus tersebut dapat dikerluarkan sebagai sputum, dikeluarkan melalui hidung, atau ditelan.

(6)

Apabila terjadi gangguan mekanisme pertahanan di sistem pernapasan, atau apabila mikroorganismenya sangat virulen, dapat terjadi infeksi pada saluran pernapasan. Infeksi mengaktifkan respon imun dan inflamasi sehingga terjadi pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi inflamasi menyebabkan peningkatan produksi mukus yang berperan menimbulkan terjadinya ISPA. Hal tersebut ditunjang dengan pendapat menurut Resch, (2009) bahwa akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernapasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernapasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza, dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut.

Berdasarkan data tersebut pada usia 1-4 tahun balita rentan terkena infeksi dikarenakan kekebalan tubuh balita belum sempurna, hal tersebut sesuai dengan pendapat menurut Irianto K (2015) bahwa anak yang usianya lebih muda, kemungkinan untuk menderita atau terkena penyakit ISPA lebih besar bila dibandingkan dengan anak yang usianya lebih tua karena daya tahan tubuhnya lebih rendah. Sedangkan menurut Alsagaff H & Mukti A (2010) menyatakan bahwa Umur mempunyai pengaruh besar terhadap kejadian ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinik yang lebih jelek bila dibandingkan dengan orang dewasa. Gambaran klinik yang jelek dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang memperloleh kekebalan alamiah.

Berdasarkan data tersebut bahwa banyaknya balita yang mengalami ISPA disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa menyebabkan kejadian ISPA diantaranya umur anak, berat badan lahir rendah, status imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, status gizi, pemberian ASI eksklusif, keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, hunian yang padat, asap kebakaran hutan, asap rumah tangga yang menggunakan kayu bakar, ventilasi rumah kurang baik, dapur

menyatu dengan ruang keluarga atau kamar, dan penamgpungan pegungsi, perilaku pencegahan dan penanggulangan ISPA pada bayi atau peran aktif keluarga/ masyarakat dalam menangani penyakit ISPA, pendidikan orang tua rendah, dan tingkat sosioekonomi rendah.

Uji statistik didapatkan ada hubungan yang signifikan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita (1-4 tahun) di Puskesmas Batujajar. Berdasarkan hasil analisa odds ratio pada penelitian ini bahwa jika ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah maka balita tersebut memiliki resiko 5 kali mengalami kejadian ISPA dari pada tidak ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah.

Asap rokok yang dihasilkan dari anggota keluarga atau penghuni rumah yang satu atap dengan balita merupakan bahan pencemaran udara dalam ruangan tempat tinggal yang dapat membuat udara menjadi kotor, resiko kesakitan dari bahan toksik yang terkandung dalam asap rokok seperti tar dan nikotin dapat terhirup oleh balita. Paparan asap rokok yang terhirup oleh balita akan menimbulkan gangguan pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA, hal ini ditunjang dengan pendapat menurut (Irianto K, 2015) yang menyatakan bahwa lingkungan yang udaranya tidak baik seperti polusi udara dan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit ISPA. Hal tersebut juga sependapat dengan teori menurut Nightingle bahwa lingkungan merupakan faktor utama yang menimbulkan penyakit pada pasien dan dia menganggap penyakit sebagai “reaksi alam yang dengan kebaikanya melawan terhadap kondisi yang terjadi dimana kita telah menempatkan diri kita sendiri”. Raile A & Martha (2017) menyatakan potensi berbahaya sebuah lingkungan, dan dia menekankan menfaat dari lingkungan yang baik dalam mencegah penyakit.

Anggota keluarga yang sedang merokok di dalam rumah akan mengeluarkan asap rokok yang disebut dengan perokok aktif sedangkan balita yang menghirup asap rokok yang dihasilkan dari perokok aktif disebut dengan perokok pasif. Asap rokok yang

(7)

6

tercemar di dalam rumah yang terhirup oleh balita dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan saluran pernapasan karena zat yang terkandung dalam asap rokok rapat merusak sistem kekebalan tubuh yang berada di saluran pernapasan yang mengakibatkan balita rentan terkena penyakit ISPA. Hal ini ditunjang dengan pendapat menurut Alsagaff H & Mukti A. (2010) bahwa asap rokok dapat merusak sel-sel epitel mukosa, gerak mukosasilia dan menurunkan kemampuan makrofag yang banyak terdapat di alveol dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila terjadi infeksi dalam membunuh bakteri, infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran napas yang sel-sel epitelnya mukosanya telah rusak akibat infeksi. Teori tersebut juga sependapat dengan teori menurut Corwin & Elizabeth J (2009) bahwa merokok diketahui mengganggu efektivitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi mukus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi akumulasi mukus yang kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme dijalan napas, yang dapat menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Yan XU, et al (2015) yang menyatakan bahwa dalam tubuh manusia, organ utama yang dipengaruhi oleh merokok adalah paru-paru. Racun dari asap rokok dapat langsung melukai struktur paru-paru dan menyebabkan kerusakan saluran napas permanen. Hasil penelitian ini juga sependapat dengan penelitian Fitriani SA (2014) yang menyatakan ada hubungan antara faktor kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah dengan Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) pada Balitadi Puskesmas Citeureup Kecamatan Cimahi Utara.

E. Kesimpulan

Sebagian besar anggota keluarga mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah yaitu 69 ibu (73,4%), kejadian ISPA pada balita yaitu 66 balita (70,2%). Terdapat hubungan kebiasaan anggota keluarga merokok di dalam rumah dengan kejadian ISPA paa balita (p=0,002)

F. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ada beberapa saran yang ingin peneliti sampaikan, antara lain:

1. Puskesmas Batujajar

Bagi Puskesmas Batujajar diharapkan hasil penelitian ini dapat meningkatkan upaya preventif dan promotif kepada para ibu yang memiliki bayi, misalnya dengan memberikan penyuluhan terjadwal di dalam gedung dan luar gedung. Pemberian penyuluhan dilakukan secara rutin di dalam gedung kepada pasien yang berkunjung ke Puskesmas tentang bahaya merokok di dalam rumah dalam rangka pencegahan kejadian ISPA dengan menyediakan media informasi seperti leafet, booklet, poster, dan pemutaran vidio di media elektronik seperti televisi di ruang tunggu rawat jalan atau di pendaftaran. Penyuluhan di luar gedung melalui kegiatan Posyandu dan kunjungan rumah kepada para ibu yang baru saja melahirkan. Pihak Puskesmas lebih aktif melibatkan kader untuk pelaksanaan penyuluhan dan kunjungan rumah dapat bekerja sama dengan tokoh masyarakat mulai dari tingkat desa sampai tingkat RT, sehingga ibu memahami tentang bahaya merokok di dalam rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H & Mukti A. (2010). Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Pres

Litbangkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Corwin & Elizabeth J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: ECG

Dinkes Kabupaten Bandung Barat. (2016). Rekapitulasi Laporan Bulanan Penyakit (LB1) Puskesmas Kabupaten Bandung Barat

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2016). Profil Kesehatan 2015. Bandung: Dinkes Provinsi Jawa Barat

Ellizabet A & Lisa. (2010). Stop Merokok. Jogjakarta: Garailmu

Fitriani S.A. (2014). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

(8)

pada Balita (1-4 Tahun) di Puskesmas Citeureup Kecamatan Cimahi Utara. Skripsi

Irianto, K. (2015). Memahami Berbagai Macam Penyakit. Bandung: Alfabeta Jaya M. (2009). Pembunuh Berbahaya Itu

Bernama Rokok. Yogyakarta: Riz’ma Kementrian Kesehatan RI. (2016). Profil Kesehatan Indonesia 2015. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

Kusuma A & Astrini. (2014). Hubungan Antara Paparan Rokok Dan Terjadinya Ispa Pada Balita Di Dusun Patukan Ambarketawang Gamping Sleman Yogyakarta. Skripsi, Yogyakarta Universitas Muhammadiyah.

http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t34 371.pdf diperoleh tanggal 19 September 2016

Puskesmas Batujajar. (2016). Laporan 10 Jenis Penyakit Terbanyak Puskesmas Batujajar 2016

Raile A & Martha. (2017). Pakar Teori Keperawatan Dan Karya Mereka Edisi Indonesia Ke-8 Volume1. Elsevier Singapore Pte Ltd

Resch. (2009). The Impact of Respiratory Syncytial Virus Infection: A Prosfective Study in Hospitalized Infants Younger than 2 Years. http://www.springerkink.com

Yan XU, et al. (2015). A Web Server for Visualization of Smoking Effects on Human Lung Gene Expression. Jurnal Ilmiah. Vol. 10, Masalah 5, San Francisco Mei 2015, NAICS: 923120

https://search.proquest.com/docview /1683370646/fulltextPDF/7F3263B3 17294438PQ/1?accountid=62689 diperoleh pada tanggal 27 Februari 2017

Gambar

Tabel 1. Kebiasaan  anggota  keluarga  merokok di dalam rumah  Kebiasaan anggota

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjelasan di atas, maka yang dimaksud dengan judul Upaya Guru Pendidikan Agama Islam dalam Meningkatkan Kompetensi Profesional (Studi Kasus

Menurut Shoimin (2014: 170) model pembelajaran simulasi adalah model pembelajaran yang membuat suatu peniruan terhadap suatu yang nyata, terhadap keadaan sekelilingnya ( state

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kemampuan aerobik seseorang dengan tingkat dehidrasi yang dialami, pada mahasiswa ilmu keolahragaan angkatan

Salinan Kad Pengenalan dan Butiran Diri Akaun Bank (peribadi) Pengarah – nama dalam surat kelulusan..

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama IslamNegeri Tulungagung untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh. Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan

Dengan kata lain, Syeikh Taqiyuddin An Nabhani tidak pernah mengikuti dan tidak pernah mengisytiharkan bahwa ia mengikuti suatu mazhab tertentu diantara

Gambar 10 merupakan bobot yang sesuai dengan proses di Penerbit Andi, Gambar 11 memprioritaskan bobot tertinggi pada nilai terendah dan Gambar 12 memprioritaskan

Pada zaman keemasan raja Anak Wungsu, kegiatan yang paling terkenal dari kerajaan ini adalah perdagangan, dengan barang dagangan berupa; beras; asam; kemiri; dan