• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

11

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. WARNA KULIT BUAH

Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah menjadi kuning lebih banyak dari hijau, kuning dengan ujung hijau, kuning penuh, kuning dengan sedikit bintik cokelat, dan akhirnya berwarna kuning kehitaman. Perubahan warna kulit buah pisang setelah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 4.

NK (N2 + KMNO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMNO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMNO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 4. Grafik Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C)

Pada Gambar 4 terlihat bahwa perlakuan pendahuluan dengan gas N2 dan dengan bahan penyerap etilen dapat mempertahankan perubahan warna kulit pisang dengan skor 4 (kuning lebih banyak dari hijau) selama penyimpanan tetap hijau kekuningan yang lebih baik dibandingkan dengan gas CO2 dan tanpa perlakuan yaitu warna kulit sudah kuning dengan ujung hijau dengan skor 5 (kuning lebih banyak, hijau hanya ada di kedua ujung pisang). Hasil analisis varian menunjukkan perlakuan pendahuluan dengan pemberian gas dan bahan penyerap etilen tidak berpengaruh nyata terhadap warna kulit buah pisang cavendish di semua hari pengamatan (Lampiran 7). Seluruh kombinasi perlakuan pendahuluan baik dengan pemberian gas dan bahan penyerap etilen pada penyimpanan suhu 10°C tidak mampu mempertahankan mutu pisang cavendish selama 14 hari penyimpanan. Buah pisang hanya bertahan pada hari ke-7 setelah penyimpanan.

Hal ini sesuai dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, sehingga daya simpan buah pisang dapat diperpanjang. Dengan meningkatnya suhu, laju respirasi akan semakin cepat dimana setiap kenaikan suhu 10°C maka laju respirasi akan meningkat dua sampai tiga kali.

(2)

12 Perubahan warna kulit buah pisang setelah penyimpanan selama 2 minggu dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan CO2 pada suhu 10°C ditunjukkan pada Gambar 5 di bawah ini.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 5. Grafik Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)

Pada Gambar 5 menunjukkan buah pisang cavendish dengan perlakuan pendahuluan N2

dan CO2 dengan bahan penyerap etilen memiliki warna kulit buah pisang tetap kuning penuh dengan skor 6-7 dibandingkan perlakuan tanpa gas yaitu berwarna kuning dengan bercak cokelat dengan skor 7-8. Pemberian gas memberikan pengaruh nyata terhadap warna kulit pisang cavendish pada 18 HSP. Hasil analis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pemberian gas CO2 lebih efektif dibandingkan gas N2 dan tanpa gas (Lampiran 7).

Seluruh perlakuan secara merata hanya mampu mempertahankan mutu pisang selama 7 hari setelah penyimpanan. Sedangkan kontrol pisang cavendish yang tidak diberikan perlakuan dan disimpan pada suhu ruang sudah mengalami kebusukan pada hari ke-7 setelah perlakuan sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut berkaitan dengan mutu pisang cavendish.

Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gas CO2 dapat menghambat laju respirasi buah pisang cavendish. Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004).

Perubahan warna merupakan petunjuk bagi konsumen untuk menentukan kematangan buah. Untuk kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau.

Terdapat dua jenis pigmen pada kulit buah pisang yaitu klorofil dan karotenoid. Perubahan warna hijau ke kuning dalam buah ditandai dengan hilangnya klorofil dan munculnya zat warna karotenoid (Panatstico et al, 1989).

B. SUSUT BOBOT

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu buah pisang cavendish. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama

(3)

13 pisang cavendish disimpan maka bobot pisang cavendish semakin berkurang. Susut bobot pisang cavendish yang disimpan pada lama penyimpanan 1 minggu dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 6. Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C)

Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa perlakuan pendahuluan dengan gas N2 dengan bahan penyerap etilen pada suhu penyimpanan 10°C mengalami peningkatan susut bobot yang lebih kecil dibandingkan dengan gas CO2 dan tanpa gas yaitu sebesar 0.079%. Hasil analisis varian menunjukkan perlakuan pemberian gas dan pemberian bahan penyerap etilen tidak memberikan pengaruh nyata terhadap penyusutan bobot buah pisang cavendish pada semua hari pengamatan (Lampiran 8). Perlakuan pendahuluan baik dengan gas CO2 dan N2 pada penyimpanan suhu ruang tidak mampu mempertahankan mutu pisang cavendish selama 14 hari setelah penyimpanan. Buah pisang cavendish hanya bertahan pada hari ke-7 setelah penyimpanan. Hal ini disebabkan laju respirasi yang lebih tinggi. Susut bobot buah pisang cavendish disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses respirasi. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula buah pisang cavendish akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya.

Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.

(4)

14 Peningkatan susut bobot pisang cavendish setelah penyimpanan dengan perlakuan pendahuluan gas N2 dan CO2 pada suhu 10°C selama 2 minggu penyimpanan ditunjukkan pada Gambar 7 di bawah ini.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 7. Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa buah pisang cavendish dengan perlakuan gas CO2

mengalami peningkatan susut bobot terkecil pada suhu penyimpanan 10°C yaitu sebesar 0.09%

dan mampu mempertahankan mutu pisang cavendish selama 7 hari setelah penyimpanan. Pada suhu yang sama terlihat pisang tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap etilen memiliki nilai penyusutan bobot terbesar yaitu 0.17%. Namun perlakuan pemberian gas pada pisang cavendish tidak berpengaruh nyata terhadap penyusutan bobot buah pisang cavendish.

Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata terhadap buah pisang cavendish adalah pemberian bahan penyerap etilen pada semua hari pengamatan. Hasil uji lanjut duncan Perlakuan pemberian KMnO4 2% lebih efektif mempertahankan susut bobot dibandingkan tanpa pemberian bahan penyerap etilen (Lampiran 8). Hal ini menunjukkan pada suhu 10°C dan pemajangan pada suhu 15°C mampu menghambat laju respirasi dibandingkan pisang dengan penyimpanan pada suhu ruang (kontrol). Kemudian senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa merupakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol dan mangan oksida.

Susut bobot buah pisang cavendish disebabkan oleh hilangnya karbon selama proses respirasi. Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula buah pisang akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Proses respirasi ini dapat ditekan dengan mengkombinasikan antara perlakuan pendahuluan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Hal ini sesuai dengan Muchtadi (1992) yang menyatakan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat, sehingga daya simpan buah pisang cavendish dapat diperpanjang. Dengan meningkatnya suhu, laju respirasi akan semakin cepat dimana setiap kenaikan suhu 10°C maka laju respirasi akan meningkat dua sampai tiga kali.

(5)

15 C. KEKERASAN

Kekerasan kulit buah merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu buah dan menandakan terjadinya penurunan mutu buah. Semakin keras buah, maka semakin rendah mutu buah tersebut dan menjadi tidak disukai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kekerasan kulit buah pisang cavendish terus berkurang seiring dengan lamanya waktu penyimpanan yang menandakan semakin masaknya buah tersebut sedang menuju tercapainya waktu senesen. Purubahan tingkat kekerasan ini diduga dipengaruhi oleh turgor sel yang selalu berubah sejalan terjadinya pemasakan buah. Menurut Matto et al. (1989), perubahan tekanan turgor sel diakibatkan oleh perubahan komponen penyusun dinding sel yang terdiri dari pektin yang merupakan penyusun utama selulosa dan sedikit hemiselulosa.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 8. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C)

Pisang cavendish dengan tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu yang sama yaitu penyimpanan dan pemajangan masing-masing suhu 10°C dan suhu 15°C menghasilkan penurunan kekerasan yang lebih besar bila dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan N2

dan CO2 pada suhu yang sama yaitu sebesar 24.25 mm/gram/10 detik.

Perlakuan pendahuluan dengan gas CO2 dengan bahan penyerap etilen memiliki nilai penurunan kekerasan yang lebih kecil yaitu sebesar 18.17 mm/gram/10 detik bila dibandingkan dengan gas N2 pada suhu yang sama selama 14 hari setelah perlakuan. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pendahuluan pemberian gas berpengaruh nyata terhadap kekerasan buah pisang cavendish pada semua hari pengamatan. Pada 0 HSP dan 4 HSP pemberian gas N2 lebih efektif mempertahankan kekerasan buah dibandingkan pemberian gas CO2 dan tanpa perlakuan gas. Kemudian pada 7 HSP pemberian gas CO2 lebih efektif mempertahankan kekerasan buah dibandingkan pemberian gas N2 dan tanpa perlakuan gas (Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan gas dapat menghambat laju respirasi dengan baik selama penyimpanan dibandingkan tanpa perlakuan gas. Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi (Pantastico, 1986). Konsentrasi CO2 yang tinggi dapat menghambat

(6)

16 daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004).

Penurunan kekerasan ini juga disebabkan oleh adanya respirasi dan transpirasi. Pada proses respirasi akan mengakibatkan pecahnya karbohidrat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana, dengan adanya pemecahan karbohidrat ini maka akan menyebabkan pecahnya jaringan pada buah sehingga buah menjadi lunak. Proses respirasi ini menyebabkan kelanjutan pematangan pada buah. Pada saat itu terjadi degradasi hemiselulosa dan pektin dari dinding sel yang mengakibatkan perubahan kekerasan buah pisang. Sedangkan pada proses transpirasi akan terjadi penguapan air yang menyebabkan buah menjadi layu dan mengerut sehingga buah menjadi lunak. Hal ini terjadi karena sebagian air pada buah mengalami pengguapan sehingga ketegaran buah menjadi menurun.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 9. Grafik Perubahan Kekerasan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)

Buah pisang cavendish yang disimpan tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pendahuluan dengan gas N2 atau CO2. Pada hari ke-7 HSP buah pisang cavendish tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai kekerasan 28.67 mm/gram/10 detik sedangkan pisang dengan perlakuan pendahuluan gas N2 memiliki nilai kekerasan 21.13 mm/gram/10 detik dan pisang dengan perlakuan pendahuluan gas CO2 memiliki nilai kekerasan 26.7 mm/gram/10 detik. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan memberikan pengaruh nyata terhadap kekerasan kulit buah pisang cavendish pada 0 HSP. Perlakuan kombinasi pemberian gas N2 dan KMnO4 lebih efektif mempertahankan kekerasan kulit buah pisang cavendish (Lampiran 9).

Perubahan senyawa karbohidrat pembentuk dinding sel yang terutama adalah pektin.

Pada pematangan buah, jumlah asam pektat dan pektinat bertambah sedangkan jumlah pektin total berkurang (Meyer,1960). Perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa pektin akan mempengaruhi tekstur dan total padatan buah.

Proses pematangan pisang dikarenakan laju respirasi yang tinggi pada suhu ruang sehingga laju metabolisme yang mengubah senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa- senyawa sederhana di dalam sel menjadi lebih cepat. Perlakuan pendahuluan buah pisang cavendish pada suhu ruang tidak mampu memperlambat laju repirasi sehingga buah menjadi

(7)

17 cepat matang dengan tekstur yang melunak sehingga hanya mampu mempertahankan mutu pisang hanya sampai hari ke-7 setelah perlakuan.

D. TOTAL PADATAN TERLARUT

Selama penyimpanan selain terjadi perubahan fisik juga terjadi perubahan kimia. Perubahan kimia tersebut terutama pada rasa manis buah yang ditunjukkan melalui padatan terlarut. Total padatan terlarut yang terdapat pada buah pisang cavendish selama penyimpanan cenderung meningkat. Pada Gambar 10 menunjukkan perubahan kandungan total padatan terlarut buah pisang cavendish setelah penyimpanan.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 10. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C)

Pada grafik diatas terlihat pisang tanpa perlakuan pendahuluan dengan penyimpanan memiliki peningkatan total padatan terlarut terbesar bila dibandingkan dengan pisang yang diberikan perlakuan pendahuluan. Pada hari ke-7 buah pisang tanpa perlakuan pendahuluan pada suhu ruang memiliki nilai total padatan terlarut 20.75°Brix. Kemudian menurun pada penyimpanan hari ke-11 yaitu sebesar 18.75°Brix dan pada hari ke-14 total padatan terlarut mencapai 18°Brix. Penurunan total padatan terlarut ini diduga terjadi karena degradasi senyawa gula menjadi senyawa lain. Menurut Kays (1991), bahwa kecenderungan yang umum terjadi pada buah selama penyimpanan adalah terjadi kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul dengan penurunan. Hasil analisis varian menunjukkan perlakuan pemberian gas dan bahan penyerap etilen tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah pisang cavendish pada seluruh hari pengamatan (Lampiran 10).

Buah yang masak akan mengalami perubahan rasa, yaitu masam menjadi manis. Hal tersebut karena selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat seperti pati menjadi gula. Menurut Matto et al. (1989), rasa manis disebabkan adanya peningkatan jumlah gula-gula sederhana dan berkurangnya senyawa fenolik. Gula merupakan komponen utama bahan padat terlarut. Semakin tinggi kandungan padatan terlarut total maka buah tersebut semakin manis.

(8)

18 Perubahan total padatan terlarut buah pisang cavendish dengan lama penyimpanan selama 2 minggu dapat dilihat pada Gambar 11.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 11. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)

Perlakuan kombinasi perlakuan pemberian gas dan bahan penyerap etilen memberikan pengaruh nyata terhadap total padatan terlarut buah pisang cavendish pada 0 HSP. Perlakuan kombinasi pemberian KMnO4 dan pemberian gas N2 lebihefektif mempertahankan nilai total padatan terlarut buah pisang cavendish dibandingkan kombinasi perlakuan lain. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan KMnO4 dan pemberian gas N2 dapat menghambat laju respirasi buah sehingga dapat mempertahankan kualitas buah hingga hari ke-7 setelah penyimpanan.Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan pada 7 HSP perlakuan pemberian gas CO2 memberikan pengaruh nyata terhadap nilai total padatan terlarut buah pisang cavendish walaupun tidak berbeda nyata dengan perlakuan tanpa gas (Lampiran 10).

Buah pisang yang disimpan tanpa menggunakan perlakuan pendahuluan pada suhu penyimpanan 10°C memiliki penurunan persentase gula lebih cepat bila dibandingkan buah pisang cavendish yang diberikan perlakuan pendahuluan dengan gas N2 atau CO2 pada hari ke- 4 setelah penyimpanan. Hal ini terjadi karena lebih banyak tersedianya O2 di sekitar lingkungan penyimpanan yang mengakibatkan proses respirasi tidak dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian semakin banyak glukosa yang digunakan selama proses respirasi sehingga kandungan gula dalam buah lebih cepat menurun. Penurunan persentase total padatan terlarut selama penyimpanan pada suhu 10°C dapat ditekan karena pada suhu rendah laju respirasi dapat dihambat sehingga penggunaan gula untuk proses respirasi lebih sedikit.

Pada penyimpanan suhu 10°C, buah pisang tanpa perlakuan pendahuluan memiliki nilai total padatan terlarut pada hari pemajangan ke-0 yaitu sebesar 20°Brix. Kemudian hari ke-7 HSP yaitu sebesar 17.75°Brix. Hal ini dikarenakan buah pisang mulai melewati masa pemasakan dan aktivitas enzim menurun sehingga total padatan terlarut juga menurun.

Pantastico (1993) menyatakan bahwa selama pemasakan, pati akan terhidrolisis menjadi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan sumber energi selama proses respirasi. Pada tahap ini sukrosa yang terbentuk akan pecah menjadi glukosa dan fruktosa. Sebagian glukosa digunakan dalam proses respirasi. Karbohidrat yang terkandung dalam buah pisang akan

(9)

19 terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya (Hobson dan Davies 1971).

Sebagian besar total padatan terlarut berupa gula yang terdapat pada buah. Hal ini merupakan sifat khas buah dalam keadaan klimakterik. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana disebabkan oleh laju resprasi yang meningkat, sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat. Hal ini menyebabkan kandungan pati pisang cavendish menurun dan gula sederhana (sukrosa, gula dan fruktosa) terbentuk. Gula merupakan komponen yang penting untuk mendapatkan flavor buah yang menyenangkan melalui perimbangan antara gula dan asam (Pantastico, 1993).

E. TINGKAT KERUSAKAN

Tingkat kerusakan buah pisang cavendish terbesar terdapat pada buah pisang dengan perlakuan pendahuluan gas N2 yaitu sebesar 39.5%. Kemudian CO2 memiliki nilai kerusakan terendah yaitu 14.75%. Pemberian gas berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah pisang cavendish pada 4 HSP.Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan tanpa pemberian gas dinilai lebih efektif mempertahankan buah dari kerusakan dibandingkan perlakuan pemberian gas CO2 dan N2 (Lampiran 11).Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan bahan penyerap etilen tidak terlalu berpengaruh kepada mutu dari pisang cavendish selama penyimpanan. Namun perbedaan suhu memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap mutu pisang cavendish dimana pisang tidak tahan disimpan pada suhu ruang lebih dari 7 hari karena pada suhu ruang laju respirasi menjadi lebih tinggi sehingga pematangan buah menjadi lebih cepat dan diikuti dengan kerusakan buah. Kerusakan buah pada suhu ruang diakibatkan tingginya laju respirasi dan transpirasi sehingga buah menjadi layu dan berkeriput serta banyak terdapat busuk pada bagian ujung buah akibat kekurangan nutrisi yang berlebihan.

Tingkat kerusakan buah pisang cavendish setelah penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12 di bawah ini.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 12. Grafik Perubahan Kerusakan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C)

(10)

20 Kemudian pada 0 HSP kombinasi perlakuan pemberian gas dan bahan penyerap etilen berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah pisang cavendish. Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan kombinasi pemberian gas CO2 dan tanpa KMnO4 lebih efektif dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya (Lampiran 11). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gas CO2 dapatmenghambat laju respirasi buah pisang cavendish. CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004).

Perubahan tingkat kerusakan buah pisang cavendish pada lama penyimpanan 2 minggu dapat dilihat pada Gambar 13 di bawah ini.

NK (N2 + KMnO4 2%); Nθ (N2); CK (CO2 + KMnO4 2%); Cθ (CO2); XK (KMnO4);

Xθ (tanpa perlakuan gas dan bahan penyerap)

Gambar 13. Grafik Perubahan Kerusakan Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)

Perlakuan pemberian gas berpengaruh nyata terhadap kerusakan buah pisang cavendish.

Hasil analisis varian dan uji lanjut Duncan menunjukkan perlakuan pemberian gas CO2 lebih efektif menjaga buah pisang dari kerusakan dibandingkan perlakuan tanpa gas dan N2 pada 0 HSP dan 4 HSP (Lampiran 11). Namun, kerusakan tetap terjadi dan disebabkan oleh faktor suhu dan fisiologis buah. Kerusakan tersebut seperti adanya cacat, bercak-bercak hitam pada permukaan buah, penyimpangan warna dibagian dalam atau gagal matang. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian gas CO2 dapat menghambat laju respirasi buah pisang cavendish. CO2 yang tinggi dapat menghambat daya pemacuan etilen terhadap pemasakan. Gas ini menghambat aksi etilen sehingga buah tidak merespon perlakuan etilen (Burg, 2004).

Kemudian hasil uji lanjut Duncan menunjukkan pemberian bahan penyerap etilen berpengaruh nyata terhadapa kerusakan buah pisang cavendish pada 0 HSP (Lampiran 11). Hal ini dikarenakan senyawa KMnO4 dapat merusak etilen karena merupakan zat pengoksidasi yang kuat. Menurut Hein dalam Diennazola (2008), senyawa meruapakan oksidator kuat yang dapat memecah ikatan rangkap etilen dan membentuk etilen glikol dan mangan oksida. Tingkat kerusakan pada buah pisang selama penyimpanan 2 minggu terbesar yaitu 89% terjadi pada pisang yang tanpa perlakuan gas dengan bahan penyerap etilen. Dan tingkat kerusakan yang terkecil terlihat pada pisang perlakuan gas N2 dengan bahan penyerap etilen yaitu sebesar 50

%. Kerusakan ini sebagian besar disebabkan oleh faktor respirasi.

(11)

21 F. PEMBAHASAN UMUM

Buah pisang cavendish setelah dipanen akan tetap melangsungkan proses metabolisme sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat fisik dan kimia. Perlakuan pendahuluan yang diberikan pada buah pisang cavendish bertujuan untuk mempertahankan sifat fisik dan kimia dari buah pisang agar tetap terjaga kesegarannya sampai pada konsumen akhir. Salah satu perlakuan pendahuluan yang diberikan adalah dengan memberikan gas N2 atau pun gas CO2 ke dalam kemasan plastik yang berisi buah pisang cavendish dan pemberian bahan penyerap etilen. Kondisi tersebut diharapkan membuat komoditi menjadi dorman. Pada kondisi ini respirasi akan terhambat sehingga mutu dari buah pisang cavendish dapat dipertahankan.

Perubahan susut bobot terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama buah pisang cavendish disimpan maka bobot pisang cavendish semakin berkurang.

Meningkatnya susut bobot ini sebagian besar disebabkan oleh kehilangan air akibat transpirasi dan terurainya glukosa menjadi CO2 dan H2O selama proses respirasi walaupun dalam jumlah kecil. Gas yang dihasilkan akan menguap dan menyebabkan susut bobot. Menurut Pantastico (1986), meningkatnya susut bobot sebagian besar disebabkan transpirasi yang tinggi.

Pembukaan dan penutupan kulit menentukan jumlah kehilangan air yang mengakibatkan susut bobot.

Pada proses respirasi ini senyawa-senyawa karbon yang terdapat dalam gula buah pisang cavendish akan mengikat dan bereaksi dengan oksigen yang akan menghasilkan senyawa- senyawa sederhana yang mudah menguap yaitu karbondioksida dan uap air sehingga buah akan kehilangan bobotnya. Proses respirasi juga mempengaruhi perubahan warna pada buah pisang cavendish dari hijau menjadi kuning bahkan berubah menjadi berwarna cokelat dan kehitaman bila sudah tua. Perubahan warna merupakan petunjuk bagi konsumen untuk menentukan kematangan buah. Untuk kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. Terdapat dua jenis pigmen pada kulit buah pisang yaitu klorofil dan karotenoid. Perubahan warna hijau ke kuning dalam buah ditandai dengan hilangnya klorofil dan munculnya zat warna karotenoid (Pantastico et al, 1989).

Peningkatan susut bobot menyebabkan menurunnya kekerasan buah. Hal ini membuktikan bahwa gas CO2 dan N2 berperan baik menahan laju perubahan fisiologis akibat pematangan pada buah pisang selama penyimpanan. Perubahan senyawa karbohidrat pembentuk dinding sel yang terutama adalah pektin. Pada pematangan buah, jumlah asam pektat dan pektinat bertambah sedangkan jumlah pektin total berkurang (Meyer,1960).

Perubahan-perubahan yang terjadi pada senyawa pektin akan mempengaruhi tekstur dan total padatan buah.

Salah satu perubahan kimia yang terjadi selama penyimpanan pisang adalah perubahan total padatan terlarut. Sebagian besar total padatan terlarut yang terdapat pada buah berupa gula. Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa pada awal penyimpanan terdapat kenaikan kandungan gula yang kemudian disusul dengan penurunan. Hal ini merupakan sifat khas dari buah klimakterik. Peningkatan total padatan terlarut dengan kandungan utama gula sederhana disebabkan oleh laju respirasi yang meningkat sehingga terjadi pemecahan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti polisakarida. Hal ini menyebabkan kandungan pati pisang cavendish menurun dan gula sederhana terbentuk. Hobson dan Davies (1971), karbohidrat yang terkandung dalam buah pisang akan terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya akan menurun karena telah melewati batas kematangannya.

(12)

22 Kerusakan akibat mikroorganisme merupakan persoalan besar dalam penanganan pasca panen produk hortikultura yang dapat memperpendek umur simpan dari komoditi tersebut.

Secara umum umur simpan dapat diartikan sebagai rentang waktu antara produk mulai dikemas atau diproduksi hingga saat mulai digunakan dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi.

Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.

Gambar

Gambar 5. Grafik Perubahan Indeks Skala Warna Kulit Pisang Cavendish Selama Pemajangan  (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)
Gambar 6.  Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C)  Setelah Disimpan 1 Minggu (Suhu 10°C)
Gambar 7.   Grafik Perubahan Susut Bobot Pisang Cavendish Selama Pemajangan (Suhu 15°C)  Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)
Gambar  11.  Grafik  Perubahan  Total  Padatan  Terlarut  Pisang  Cavendish  Selama  Pemajangan  (Suhu 15°C) Setelah Disimpan 2 Minggu (Suhu 10°C)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Ada Pengaruh Penerapan Modifikasi Permainan Sepak Takraw Sepak Sila Terhadap Motivasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan pada siswa kelas

Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan

Hasil penelitian ini adalah: pertama, kekuasaan dalam konsep dasar etika politik berorientasi kepada kebaikan dan kesejahteraan sosial; kedua, konsep kekuasaan yang dikemukakan

JADWAL KULIAH SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2016 - 2017 FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK

konflik batin yang dialami Enrico dalam novel Cerita Cinta Enrico karya Ayu Utami yang akan dikaji dengan menggunakan tinjauan psikologi sastra dan juga

Dalam pelajaran ini, Anda akan diajak untuk mempelajari dan mempraktikkan cara mendengarkan informasi berita, membicarakan gurindam dan relevansinya dengan kehidupan

[r]

Berdasarkan penelitian awal terhadap kondisi saat ini ditemukan bahwa, software yang digunakan sudah terbukti berhasil digunakan oleh beberapa perguruan tinggi lain,