• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Indonesia merupakan Negara yang sedang berkembang dengan beraneka ragam latar belakang suku, agama, adat istiadat, sosial, dan kebudayaan. Sebagai negara berkembang tentunya sedang giat melakukan serangkaian kegiatan pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan secara merata dan menyeluruh di seluruh wilayah Negara Indonesia. Pembangunan ini bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Hal ini juga merupakan pelaksanaan tugas Negara seperti termaktub dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945

“ melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.” Pemerintah Indonesia semaksimal mungkin mengerahkan segenap kemampuan modal dan potensi dalam negeri. Disertai dengan langkah-langkah dan kebijakan-kebijakan untuk membantu pertumbuhan dan peningkatan kemampuan sebagai partisipasi dalam proses Pembangunan Nasional.

Kesejahteraan adalah salah satu tujuan yang hendak dicapai oleh Negara.

Untuk mencapainya Pemerintah telah memberikan kesempatan yang seluas- luasnya kepada masyarakat dan pihak swasta seiring dengan pembangunan sejalan dengan perkembangan dan sesuai dengan pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

Karena kesejahteraan hidup merupakan dambaan setiap umat manusia dimanapun

(2)

berada. Kesejahteraan termasuk didalamnya pengertian kemakmuran, secara harfiah berarti keamanan dan keselamatan hidup. Jadi yang dimaksud dengan kesejahteraan adalah keadaan dimana setiap orang, baik individu maupun sebagai anggota masyarakat dapat hidup aman, tenteram, dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mudah. Hal tersebut dapat terwujud karena tersedianya barang dan jasa yang dapat diperoleh dengan harga yang relative murah.

Distribusi kekayaan merupakan suatu permasalahan yang sangat penting dan rumit dilihat dari keadilan dan pemecahannya yang tepat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan seluruh masyarakat. Kegagalan perekonomian Indonesia atas pemerataan pembangunan bagi kesejahteraan seluruh masyarakat salah satu penyebabnya adalah kesalahan dalam menerapkan strategi pembangunan.

Implikasi kegagalan tersebut dirasakan paling pahit oleh umat Islam sebagai golongan mayoritas di Indonesia. Produk-produk kebijakan ekonomi yang ada tidak mengakomodasi aspirasi umat Islam dan konsep ekonomi Islam. Dimana dalam konsep ekonomi Islam tersebut tidak saja mengkaji individu sebagai mahluk sosial tapi juga menempatkan individu sebagai mahluk yang mempunyai potensi religius. Ekonomi Islam membantu menegakkan suatu sistem yang adil dan merata dengan menempatkan nilai-nilai Islam sebagai dasar pijakannya, baik dalam pemenuhan kebutuhan atau aktivitas ekonomi lainnya. Nilai-nilai tersebut berkaitan dengan proses ekonomi dan tujuan kegiatan ekonomi yang tidak hanya untuk kesejahteraan duniawi tetapi juga kesejahteraan ukhrawi. Prinsip utama dari sistem Ekonomi Islam adalah peningkatan dan pembagian hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat ditingkatkan, mengarah pada pembagian kekayaan yang

(3)

merata di berbagai kalangan masyarakat yang berbeda dan tidak hanya terfokus pada beberapa golongan tertentu saja.

Menurut Umer Chapra dalam buku karya H. Muslimin Kara, Ekonomi Islam adalah sebagai cabang ilmu pengetahuan yang membantu mewujudkan kesejahteraan manusia melalui alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka sesuai dengan al-„iqtisad al-syari‟ah/tujuan ditetapkannya syari‟ah tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan, menimbulkan ketidak seimbangan makro ekonomi dan ekologi, atau melemahkan keluarga dan solidaritas social dan jalinan moral dari masyarakat. Ekonomi dalam pandangannya harus mengkaitkan antara persoalan ekonomi dengan persoalan social kemanusiaan yang menjadi tujuan syariat Islam. Jadi, tidak semata-mata pemenuhan kebutuhan material sebagaimana yang dikemukakan para ekonom kapitalis.1

Islam sebagai salah satu agama yang ada dan dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Islam merupakan agama yang sempurna dan sebagai agama wahyu yang terakhir. Islam adalah suatu sistem aqidah, syari‟ah, dan akhlak.

Islam sebagai syari‟ah yang dibawa oleh rasul terakhir memiliki keistimewaan tersendiri, yaitu komprehensif dan universal. Komprehensif berarti Islam merupakan sistem yang lengkap yang terdiri dari semua aspek kehidupan. Yang mengatur segala tingkah laku manusia dalam berbagai hubungan hubungan manusia dengan Rabb-nya atau sebaliknya beserta dengan adab-adabnya maupun manusia dengan dirinya sendiri, masyarakat, alam, atau mahluk lainnya. Universal berarti Islam merupakan sistem yang menyeluruh yang berlaku tidak saja untuk suatu umat pada suatu tempat dan waktu tertentu saja tapi bagi semua manusia di semua tempat dan masa hingga akhir jaman. Islam juga menjelaskan mengenai berbagai macam aturan hidup termasuk didalamnya mu‟amalah dan sistem

1 H. Muslimin Kara, 2005, Bank Syariah di Indonesia : Analisis Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Perbankan Syariah, Cetakan Pertama, UII Press, Yogyakarta, hlm. 23.

(4)

perekonomian. Semua yang dibutuhkan dalam kehidupan ini telah dijelaskan secara sempurna dengan aturan yang adil dan susunan yang baik. Dengan demikian dapat dikatakan Islam merupakan suatu cara hidup, way of life, yang membimbing seluruh aspek kehidupan manusia.

Seperti telah dijelaskan diatas, dapat dikatakan sejahtera apabila terpenuhinya kebutuhan hidup dengan tersedianya barang dan jasa dengan harga yang relative murah. Transportasi adalah salah satu kebutuhan hidup sebagai sarana penunjang aktivitas sehari-hari. Dalam hal ini yang dimaksud adalah kendaraan pibadi. Terutama bagi mereka yang bertempat tinggal jauh (di pinggiran kota) dari tempat beraktivitas. Hal ini disebabkan untuk mendapatkan rumah yang relative terjangkau financial (murah) lokasinya di pinggiran kota.

Semakin jauh lokasinya semakin besar kebutuhan akan kendaraan. Pemenuhan kebutuhan konsumtif ini akan menjadi masalah bagi pihak ekonomi lemah.

Dalam Al Qur‟an telah dijelaskan dan diungkap mengenai prinsip pengaturan distribusi kekayaan dalam kehidupan Islam. Bahwa kekayaan harus dibagi kepada semua golongan masyarakat. Al Qur‟an juga mengingatkan kepada kaum Muslimin supaya tidak menyimpan dan menimbun harta untuk kepentingan sendiri akan tetapi harus memenuhi kewajibannya terhadap keluarga, tetangga dan orang-orang yang membutuhkan bantuan dalam masyarakat. Diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda yang artinya “Celakalah orang-orang yang menjadi budak harta dan pakaian sutera dan pakaian yang terbuat dari bulu.

Keadaan mereka sama seperti orang yang merasa gembira apabila mereka diberi sesuatu tanpa merasa sedih jika tidak ada sesuatu yang diberikan kepada mereka.”

(5)

Adanya lembaga keuangan yang memberikan kesempatan kepada pengusaha kecil dan golongan ekonomi lemah untuk mendapatkan pinjaman guna menunjang kemampuan industri, perdagangan, investasi dan pembangunan pada umumnya. Peranan lembaga keuangan tersebut telah mempengaruhi laju perkembangan ekonomi. Hubungan antara lembaga keuangan, nasabah, dan pengusaha berkaitan dengan kebutuhan modal, baik itu modal usaha, investasi, maupun dana untuk kebutuhan konsumtif. Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan bagi siapa saja yang mempunyai kemampuan untuk itu melalui suatu perjanjian utang yang disepakati oleh para pihak. Kesepakatan itu akan melahirkan kewajiban dan juga hak bagi masing-masing pihak. Biasanya pihak kreditur akan mensyaratkan adanya suatu penjaminan atas terlaksananya kewajiban debitur. Penjaminan itu dapat berupa barang atau apapun yang dapat memberikan keyakinan tidak akan terlalaikannya kewajiban debitur. Lembaga penjaminan diciptakan untuk membantu terselenggaranya keamanan kembalinya modal / dana yang dipinjam. Salah satu bentuk jaminan adalah Fidusia. Jaminan Fidusia ini banyak digunakan dalam praktek di lembaga keuangan. Disamping itu juga sangat populer karena proses pelaksanaannya sederhana, cepat, mudah, murah serta menguntungkan bagi pemilik jaminan. Hal ini disebabkan pemilik jaminan dapat menggunakan / menguasai barang jaminan. Namun di sisi kreditur, lembaga penjaminan ini sangat rawan. Lembaga jaminan ini sering digunakan oleh lembaga pembiayaan konsumen.

Lembaga pembiayaan konsumen adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau modal yang ditujukan

(6)

kepada masyarakat untuk pembelian barang tertentu yang pembayarannya dilakukan secara angsuran / berkala oleh konsumen. Sebagaimana ditegaskan dalam Keppres RI Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan pada Bab I Pasal 1 mengenai Ketentuan Umum. Pelaksanaannya diawasi oleh Departemen Keuangan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 448/KMK.107/2000 dan Per. Menkeu. Nomor 84/PMK.012/2006. Lembaga ini merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan selain lembaga keuangan bank dan non bank. Lembaga ini sebagai pilihan alternative karena syaratnya mudah, cepat, dan uang muka serta angsurannya ringan. Terutama untuk pembelian barang-barang konsumsi. Yang dimaksud dengan konsumsi adalah kegiatan yang berkaitan dengan masalah pribadi, misalnya barang kebutuhan rumah tangga, elektronik, kendaraan bermotor. Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen membawa andil besar dalam pembangunan ekonomi masyarakat, khususnya masyarakat kecil. Jasa pembiayaan di satu sisi sangat dibutuhkan tetapi dalam prakteknya rawan pelanggaran. Terutama pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tidak jarang banyak masyarakat yang dirugikan oleh perusahaan pembiayaan yang kurang teguh menerapkan prinsip bisnis etis.

Pada saat ini banyak umat Muslim yang mengadakan perjanjian dengan jaminan fidusia dengan lembaga keuangan konvensional yang menggunakan sistem riba. Sistem riba ini sampai sekarang masih menjadi perdebatan diantara para ulama dan cendekiawan. Menurut mereka bunga bank = riba. Oleh karena itu dicari alternative lembaga keuangan yang sesuai dengan Al Qur‟an dan Hadist

(7)

serta sistem ekonomi Islam. Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan non syariah dan syariah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan oleh lenbaga keuangan kepada nasabah. Oleh karena itu, muncullah istilah bunga dan bagi hasil.2 FIF Syari‟ah adalah salah satu contohnya.

Indonesia telah menjadi the biggest Islamic retail banking in the world (bank retail Islam terbesar di dunia) tandas Adiwarman A. Karim dalam diskusi hukum Badilag edisi ketiga, Desember 2013-Februari 2014.3

B. Perumusan masalah

Dari uraian tersebut diberi batasan permasalahan yang dapat dikaji agar penulisan tesis lebih jelas dan terarah yaitu :

1. Bagaimana penerapan prinsip syari‟ah dalam pembiayaan pemilikan kendaraan bermotor di FIF Yogyakarta?

2. Apakah penerapan prinsip syari‟ah diatas sudah sesuai dengan ketentuan fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah?

C. Keaslian penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan, sepengetahuan Penulis sudah banyak penelitian yang dilakukan tentang lembaga pembiayaan pemilikan kendaraan bermotor dan pembiayaan pemilikan kendaraan

2 Muhamad, 2005, Manajemen Bank Syariah, Edisi Revisi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, hlm.

75.

3 Majalah Peradilan Agama, Edisi 3, Des. 2013-Feb. 2014.

(8)

secara syariah. Penelitian mengenai lembaga pembiayaan tersebut berkaitan dengan pembiayaan yang mengacu pada prinsip konvensional. Beberapa penelitian yang telah ada itu antara lain :

1) Penelitian yang dilakukan oleh Ichlas Rahman, S.H. Mkn. Yang ditulis dalam tesisnya yang berjudul “Perjanjian Pembiayaan Konsumen antara PT. FIF dengan Konsumen”. Dengan rumusan masalah :

a) Bagaimana kedudukan dan sifat keperdataan perjanjian pembiayaan konsumen antara PT. Federal International Finance (FIF) dengan konsumen?

b) Bagaimana implementasi asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian pembiayaan konsumen?

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kedudukan perjanjian pembiayaan konsumen sebagai perjanjian tidak bernama dan sifat keperdataan dari perjanjian pembiayaan konsumen merupakan perjanjian jenis baru yang mempunyai sifat–sifat khusus atau contractus sui generic. Dikatakan sebagai perjanjian tidak bernama karena perjanjian pembiayaan konsumen tidak terdapat pengaturannya dalam Buku III KUH Perdata dan dikualifikasikan sebagai perjanjian jenis baru yang mempunyai sifat–sifat khusus karena selama perjanjian berlangsung hak milik belum beralih kepada konsumen tapi masih menjadi milik PT. Federal International Finance (FIF). Sifat khusus lainnya adalah dalam hal musnahnya atau hilangnya barang yang menjadi obyek perjanjian selama perjanjian berlangsung tidak membatalkan perjanjian pembiayaan konsumen

(9)

tersebut serta tidak akan meniadakan, mengurangi atau menunda pemenuhan kewajiban konsumen kepada PT. Federal International Finance (FIF).

Implementasi asas kebebasan berkontrak dalam perjanjian pembiayaan konsumen tidak terpenuhi karena terdapat ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara PT. Federal International Finance (FIF) dengan Konsumen. Hal ini dapat dilihat dari beberapa klausul eksonerasi yang terdapat dalam perjanjian tersebut, berisikan pengalihan tanggung jawab yang sedianya merupakan tanggung jawab PT. Federal International Finance (FIF) tapi dialihkan kepada Konsumen.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Erike Mirantiningrum Marpaung. Yang ditulis dalam tesis yang berjudul “ Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syari‟ah Mandiri Cabang Jakarta – Saharjo”. Dengan rumusan masalah :

a) Bagaimanakah pelaksanaan pembiayaan Murabahah pada Bank Syari‟ah Mandiri (BSM) Cabang Jakarta - Saharjo dan manfaat apa saja yang didapat oleh Bank Syari‟ah Mandiri (BSM) Cabang Jakarta – Saharjo maupun nasabah dari pembiayaan murabahah tersebut?

b) Resiko – resiko apa saja yang dihadapi oleh Bank Syari‟ah Mandiri (BSM) Cabang Jakarta – Saharjo dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah?

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan pembiayaan murabahah pada Bank Syari‟ah Mandiri (BSM) Cabang Jakarta – Saharjo dimulai dari permohonan pembiayaan yang diajukan oleh nasabah dan apabila disetujui maka akan diadakan pengikatan antara Bank Syari‟ah Mandiri Cabang Jakarta - Saharjo, nasabah, dan pemasok. Akad Pembiayaan Al Murabahah pada BSM Cabang Jakarta – Saharjo telah sesuai dengan prinsip syariah dan telah memenuhi

(10)

syarat sahnya murabahah. Manfaat yang didapat oleh bank selain margin keuntungan dari penjualan barang adalah dapat membantu masyarakat dimana hal tersebut merupakan cerminan dari tolong menolong sesama umat beragama, sedangkan bagi nasabah dapat membeli barang yang dibutuhkan dengan cara mengangsur. Resiko – resiko yang terjadi dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah pada BSM Cabang Jakarta–Saharjo yaitu nasabah tidak memenuhi kewajibannya, nasabah beritikad buruk, adanya fluktuasi harga pasar, nasabah menolak barang pesanan, dan adanya keadaan memaksa. Upaya–upaya untuk mengatasi resiko–resiko dilakukan oleh BSM Cabang Jakarta–Saharjo untuk mencapai kebaikan bagi kedua belah pihak yaitu dengan penyelamatan pembiayaan dan apabila tidak berhasil dilakukan penyitaaan terhadap barang jaminan, menganalisis kepribadian nasabah, menetapkan jangka waktu pembiayaan, pemberian kuasa untuk membeli barang kepada nasabah dan adanya asuransi untuk obyek pembiayaan tersebut.

3) Penelitian yang dilakukan oleh Wardah Yuspin. Yang ditulis dalam tesis yang berjudul “Pelaksanaan Akad Murabahah Pada Pembiayaan Kendaraan Bermotor di BTN Kantor Cabang Yogyakarta”. Dengan rumusan masalah : a) Bagaimana pelaksanaan akad murabahah multiguna di BTN Kantor Cabang

Syari‟ah (KCS) Yogyakarta?

b) Apakah pelaksanaan akad murabahah multiguna di BTN Kantor Cabang Syari‟ah (KCS) Yogyakarta sudah sesuai dengan prinsip–prinsip syari‟ah?

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pada prinsipnya pelaksanaan akad pada bank syari‟ah sangatlah unik karena selain dipagari dengan hukum

(11)

positif juga dipagari dengan hukum Islam. Pelaksanaan akad murabahah multiguna selain telah memenuhi syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata juga telah memenuhi rukun dan syarat sahnya akad. Pelaksanaan murabahah multiguna di BTN KCS Yogyakarta juga telah sesuai dengan prinsip syari‟ah, karena telah terhindar dari unsur Maisir, Gharar, Riba, dan Bathil.

Unsur Maisir (untung–untungan) dapat dihilangkan dengan adanya kepastian proyek dan tingkat pengembalian yang jelas, sesuai dengan akad yang telah disepakati pada awal kerjasama, unsur Gharar (ketidak pastian) dalam penerapannya dapat dihindari dengan adanya kepastian angsuran pembayaran, unsur Riba (bunga) dapat dihilangkan dengan konsep jual beli dan unsur Bathil (ketidak adilan) dapat dihindari dengan adanya kejelasan mengenai harga obyek yang akan dibeli oleh nasabah dan keuntungan yang diambil oleh BTN KCS Yogyakarta. Dari seluruh pemaparan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa produk murabahah multiguna BTN KCS Yogyakarta secara komprehensif telah sesuai syariat Islam.

4) Penelitian yang dilakukan oleh Mia Septiana Zaeni. Yang ditulis dalam tesisnya yang berjudul “Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dan Penyelesaian Sengketa Dalam Pemberian Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Jogjakarta”. Dengan rumusan masalah :

a) Bagaimanakah penerapan prinsip kehati–hatian dalam pemberian pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia Cabang Jogjakarta?

(12)

b) Bagaimankah cara penyelesaian sengketa pada Bank Muamalat Indonesia Cabang Jogjakarta?

Hasil penelitiannya adalah penerapan prinsip kehati–hatian dalam pemberian pembiayaan murabahah dilakukan dengan cara pertama, melakukan pengawasan preventif yaitu pengawasan yang dilakukan diawal pemberian pembiayaan yan terdiri dari pertama adalah prinsip 5 C; yaitu watak, kemampuan, modal, kondisi ekonomi, dan jaminan calon nasabah, dan dengan memperhatikan aspek–aspek hukum, pemasaran, keuangan, manajemen, teknis dan operasional, sosial ekonomi, dan analisis modal dampak lingkungan (amdal), juga dengan pengawasan represif, yaitu pengawasan yang dilakukan setelah pemberian pembiayaan kepada nasabah. Kedua, adanya antisipasi dari pihak bank dalam hal terjadi pembatalan pemesanan oleh nasabah dengan pelaksanaan penandatanganan akad jual beli antara bank dengan pemasok dilakukan sesaat sebelum penandatanganan akad murabahah antara bank dengan nasabah. Ketiga, adalah pemberian batas waktu maksimal pelunasan pembiayaan. Cara kedua dalam prinsip kehati–hatian ini adalah dengan pengawasan represif, yaitu pengawasan yang dilakukan setelah pemberian pembiayaan kepada nasabah. Sengketa antara Bank Muamalat Indonesia dengan nasabahnya diselesaikan dengan jalan musyawarah, jika tidak berhasil baru melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional atau melalui Peradilan Agama, sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak pada saat penandatanganan akad murabahah.

5) Penelitian yang dilakukan oleh Muhaimin. Yang ditulis dalam laporan penelitian dosen yang berjudul “Penerapan Prinsip – Prinsip Syari‟ah Ke

(13)

Dalam Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Perkreditan Rakyat Syari‟ah di Daerah Istimewa Yogyakarta”. Dengan rumusan masalah :

a) Bagaimanakah penerapan prinsip-prinsip syari‟ah pada perjanjian pembiayaan di Bank Perkreditan Rakyat Syari‟ah (BPRS) di DIY?

b) Apakah tetap sesuai dengan konsep idealnya dan tidak melanggar prinsip – prinsip syari‟ah Islamiyah?

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan prinsip syari‟ah pada perjanjian pembiayaan di BPRS MRB dan BPRS BDW berupa produk jasa yang pada pokoknya dapat dikelompokkan menjadi 3 macam, yakni : sistem jual beli, sistem kerjasama permodalan disertai bagi hasil, dan pembiayaaan kebajikan. Dan penerapan prinsip syari‟ah pada isi perjanjian pembiayaan di BPRS MRB dan BPRS BDW masih tetap sesuai dengan syariat Islam.

Perbedaan penelitian-penelitian diatas dengan penelitian ini terletak pada subyek / pemberi pembiayaan. Dalam penelitian-penelitian tersebut subyek pemberi pembiayaan adalah sebuah lembaga keuangan perbankan. Sedangkan dalam penelitian ini pemberi pembiayaan merupakan lembaga keuangan non bank.

D. Tujuan penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis penerapan prinsip syari‟ah dalam pemilikan kendaraan bermotor di FIF Syari‟ah Yogyakarta.

(14)

2. Untuk mengetahui kesesuaian penerapan prinsip syari‟ah tersebut dengan ketentuan fatwa DSN-MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah

E. Faedah yang diharapkan

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dari segi praktis dapat memberikan manfaat yang positif dalam meningkatkan pelayanan dan memberikan pemahaman baru terhadap masyarakat.

Sedangkan dari segi teoritis diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi mengenai pemilikan kendaraan bermotor. Selain itu juga diharapkan akan memberi manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, di kalangan perguruan tinggi, lembaga penelitian, serta lembaga-lembaga yang terkait dengan bisnis dan masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Kep / 74 / XI / 2003 tanggal 11 Nopember 2003 dan yang terbaru Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia ( Perkap) Nomor 8 tahun 2015 tentang

Pada tabel 3 tampak bahwa jumlah konidia yang menempel pada imago hama terinfeksi dengan jumlah terbanyak , diperoleh dari perlakuan, WB + Alkilarilpoliglikol 400 g/l dan

Bagi karyawan yang melakukan perjalanan dinas, dimana tempat tujuan tidak tersedia fasilitas penginapan milik perusahaan (mess atau tempat menginap yang disediakan

Tujuan dari aplikasi ini adalah membangun aplikasi yang dapat memfasilitasi fitur pencatatan proposal masuk, cetak resi proposal, administrasi proposal, evaluasi

Prestasi akademik mahasiswa dievaluasi setiap akhir semester untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai.Apabila mahasiswa tidak dapat memenuhi kriteria akademik

Dari segi jenisnya mesin perkakas CNC dapat dibagi menjadi tiga jenis, antara lain: (a) mesin CNC 2A yaitu mesin CNC 2 aksis, karena gerak pahatnya hanya pada arah dua sumbu

Menurut Presman (2002:41) Pengertian Aplikasi adalah Program siap pakai yang dapat digunakan untuk menjalankan printah-printah dari pengguna aplikasi tersebut dengan tujuan

Pelaku dalam melakukan perbuatan meniru dan memalsu uang kertas negara atau uang kertas bank atau mata uang, didorong oleh suatu kehendak (maksud) yang ditujukan untuk