Malang, 26 Maret 2016
110
PENGARUH PENAMBAHAN AJUVAN PADA SUSPENSI Hirsutella citriformis Speare TERHADAP EFEKTIFITAS PENGENDALIAN Diaphorina citri Kuw. The Effect Of Addition Adjuvant Hirsutella citriformis Speare Suspension On Control
Efectiveness Of Diaphorina citri Kuw. Dwiastuti, ME. & Yunimar
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, Jl. Raya Tlekung No 1, Junrejo- Kota Batu Jawa TImur 65301
T : 081334716631, Email : mutiaed@gmail.com Abstrak
Hirsutella citriformis Speare merupakan salah satu entomopatogen yang efektif
pengendalikan imago hama vektor Diaphorina citri Kuw. Namun pada kondisi cuaca di alam tidak terlalu lembab, seringkali efektifitasnya menurun. Pada beberapa penelitian lain, untuk meningkatkan efektifitas agens hayati seringkali dilakukan dengan penambahan ajuvan. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh dari penambahan ajuvan pada suspensi H citriformis. Penelitian dilakukan di bagian Fitapatologi Laboratorium Terpadu Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tlekung. Sampel Diaphorina citri terinfeksi entomopatogen di koleksi dari kebun jeruk milik petani. Perlakuan terdiri dari kombinasi media perbanyakan (PDAY dan WB) dan ajuvan (molase, Tween 20, alkilaril poliglikol 400 g/l yang banyak beredar di pasar serta kontrol tanpa perlakuan). Penelitian ditata dengan Rancangan Acak Lengkap dengan 3 ulangan masing-masing ulangan terdiri dari 3 benih jeruk yang sebelumnya telah diinvestasi dengan D.citri. Parameter pengamatan meliputi mortalitas imago D.citri, jumlah spora yang menempel pada D.citri terinfeksi H. citriformis dan daya kecambah H.
citriformis. Interval pengamatan 4 hari sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan efektifitas terbaik dan tercepat diperoleh dari perlakuan dengan kombinasi media PDAY dan ajuvan alkilaril poliglikol 400 g/l, menjebabkan mortalitas D.citri sampai 100%, jumlah spora yang menempel pada D.citri terbanyak namun tidak mempengaruhi daya kecambahnya.
Kata kunci : Citrus, D. citri, H. citriformis, ajuvan, alkilaril poliglikol Abstract
Hirsutella citriformis Speare is one entomopathogenic effectively control pests imago
vector D. citri.Kuw. However, sometimes in nature the weather conditions is not too humid, often decreasing its effectiveness. In some other studies, to improve the effectiveness of biological agents is often carried out with the addition of adjuvant. The research objective was to determine the effect of the addition of adjuvants to H citriformis suspension. The study was conducted at the Fitapatologi section of Integrated Laboratory belong to Research Institute for Citrus and Subtropical Fruit Tlekung during a year. The sample D. citri infected with entomopathogenic were collected from farmer citrus orchards. The treatment consists of a combination of multiplication media (PDA and WB) and the adjuvant ( molasses, Tween 20, alkylaryl polyglycol 400 g / l that are circulating on the market and untreated /control). The research carried out with a completely randomized design , three replications and each replicate consisting of 3 seedling og citruse that has previously been invested with D.citri. Parameter observations include were
D.citri imago mortality, the number of spores that attach to infected D.citri with H. citriformis and germination H. citriformis. Observation period each 4 days interval. The
results showed that was the best and fastest to increase the effectiveness was treatment combination of media PDAY and adjuvant alkylaryl polyglycol 400 g / l, these treatment
Malang, 26 Maret 2016
111
caused high mortality D.citri until 100% , highest number of spores that attach D.citri but did not affect the power of sprouts.
Key words : Citrus, D. citri, H. citriformis, ajuvan, alkilaril poliglikol PENDAHULUAN
Kewaspadaan terhadap penyakit utama jeruk yaitu Citrus Vein Phloem
Degeneration (CVPD) wajib dilakukan, karena penyakit ini merupakan silent killer,
menyebabkan menurunnya produktifitas, kualitas bahkan kematian tanaman jeruk serta terjadinya erosi sumber daya genetik jeruk dengan gejala yang tidak mudah dikenali. Penyakit yang nama internasionalnya Huanghongbin (HLB) ini merupakan ancaman serius di negara negara penghasil jeruk di dunia , baik di Asia, Afrika maupun di Amerika. CVPD atau HLB disebabkan oleh adalah bakteri gram negatif yang termasuk dalam kelompok alpha sub divisi proteobacteria (Jagoueix, et al., 1994) yang mempunyai tiga strain bakteri yang ditemukan di Asia, Afrika, dan Amerika Berturut-turut disebabkan oleh Candidatus
Liberibacter asiaticus (CLas), Candidatus L. africanus (CLaf), dan Candidatus L. americanus (CLam) (Jagoueix, et al., 1994, Teixeira et al., 2005). Penyebaran penyakit di
lapang dapat terjadi karena adanya transportasi bibit sakit, sedangkan perkembangan CVPD antar tanaman dalam kebun disebabkan oleh vektor psilid Diaphorina citri Kuw.
Daerah sebarnya CVPD meliputi seluruh sentra pertanaman jeruk di Indonesia, termasuk Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan yang dulunya masih bebas dari penyakit ini. Penyakit ini ditemukan di daerah dengan ketinggian rendah (10 m dpl.) sampai ketinggian 1.000 m dpl (Dwiastuti et al. 1997). Pada tahun 1997 ditemukan hampir 100% tanaman jeruk keprok Tejakula di pantai Utara Bali terinfeksi ulang HLB berdasarkan hasil survei dan analisa PCR dan DNA hibridization (Bove et al. 2000). Pertanaman jeruk keprok Tejakula di Bali dan Keprok Punten di Batu punah dan menyebabkan kerugian sebesar 23 Milyar / tahun pada era tahun 1990-an . Sementara itu dari Kalimantan Barat dilaporkan bahwa 31 % tanaman jeruk yang telah berproduksi telah terinfeksi HLB. Karena daya rusaknya yang tinggi, diduga penyakit ini telah mengancam perekonomian sekitar 65.000 petani jeruk yang ada (Dwiastuti et al. 1997).
Dalam strategi pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS), pengendalian hama vektor ini mutlak harus dikendalikan (Supriyanto, et al. 2001). Namun pada kasus keberadaan serangga hama vektor yang cukup dominan di lapang pengendalian masih bertumpu pada pestisida kimia dengan rata-rata aplikasi pestisida antara 28 -32 kali/tahun atau 2-3 kali per bulan. Di sisi lain meningkatnya harga pestisida sintetik dipasaran perlu dicarikan alternatif penggantinya . Novizan (2002) menyatakan bahwa ketergantungan petani Indonesia pada pestisida sintesis masih sangat tinggi 20% produksi pestisida yang ada di dunia pada tahun 1984 diserap oleh Indonesia. Pada periode 1982-1987 penggunaan pestisida di Indonesia meningkat 236 % dibanding dengan periode sebelumnya dan diprediksikan akan meningkat setiap tahunnya.
Pemanfaatan jamur-jamur entomopatogen sebagai bahan alami bioinsektisida juga semakin berkembang luas sejak beberapa dekade terakhir (Sharma, 2004), khusus untuk hama jeruk, telah ditemukan antara lain entomopatogen H. citriformis (Dwiastuti et
al.,2003b, Meyer et al. 2007), B. bassiana dan M.anisopliae (Nurhadi & Whittle, 1988;
Malang, 26 Maret 2016
112
citri secara alami mampu mengendalikan vektor sebesar 30-82,9% pada stadia imago
(Dwiastuti et al., 2003b; Subandiyah et al., 2000). Disamping M. anisopliae pada stadia nimfa (Raharjo et al., 2000) dan B. bassiana yang telah ditemukan lebih dulu. Aplikasi
H citriformis dengan konsentrasi 108 konidia/ml cukup efektif mengendalikan D.citri (Dwiastuti & Kurniawati, 2007). Namun untuk meningkatkan efektifitas aplikasinya di lapang di lapang perlu ditambahkan ajuvan. Beberapa ajuvan untuk pestisida hayati atau organik telah berhasil digunakan.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan ajuvan pada suspensi H. citriformis terhadap efektifitas pengendalian D.citri, terutama pada kondisi curah hujan tinggi. Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk menstabilkan efektivitas pengendaliannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan di laboratorium Terpadu dan screen house Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Tlekung-Batu. Penelitian in vitro, menggunakan uji umpan beracun. Penelitian in vivo, menggunakan uji patogenisitas dilakukan pada D.citri yang dipelihara pada benih jeruk Japanese Citroen
Penyiapan Bahan Percobaan
1) Sampel serangga D.citri diambil dari tanaman jeruk milik petani di sekitar Tlekung. Perbanyakan D. citri dengan menggunakan tanaman kemuning (Murraya paniculata) yang ditanam dalam polibag , daunnya dirompes untuk merangsang munculnya tunas baru. Dalam setiap tanaman yang telah diberi sangkar mika, diletakkan 20 ekor
Diaphorina citri pada tangkai tunas muda atau di permukaan daun bagian atas dan
bawah yang belum membuka. Perbanyakan dilakukan sampai mencapai populasi 2 kali lipat dari kebutuhan untuk pengujian
2) Jamur H.citriformis merupakan koleksi hasil perbanyakan dari serangga D.citri terinfeksi H.citriformis, perbanyakan dilakukan dalam media PDAY dan Wheat bran (WB) hasil penelitian sebelumnya (Dwiastuti et al,. 2005). Hasil perbanyakan digunakan untuk membuat suspensi. Penyiapan suspensi konsentrasi 106 sel spora/ml dilakukan dengan cara suspensi di buat pekat terlebih dahulu baru kemudian diencerkan, yaitu dengan cara suspensi pekat diambil 1 ml dengan pipet kemudian dicampur dengan aquades steril, selanjutnya suspensi diambil dengan pipet sebanyak 0,5 ml dan diteteskan ke haemocytometer untuk mendapatkan konsentrasi yang diinginkan.
Penelitian in vitro
Perlakuan yang dicoba adalah penambahan ajuvan pada suspensi entomopatogen H.
citriformis konsentrasi 106 , Pelakuan tersebut adalah : 1) molase
2) Tween 20
3) Alkilaril poliglikol 400 g/l 4) kontrol tanpa perlakuan
Masing-masing dikulturkan pada media PDAY dan WB, tiap perlakuan diulang 3 kali, dan tiap ulangan terdiri dari 3 petridish.
Malang, 26 Maret 2016
113
Media PDA dalam kondisi hangat (48˚C) dituangkan ke dalam cawan Petri dan setelah agak dingin , suspensi H. citriformis 106 yang ditambah dengan ajuvan sesuai dengan perlakuan dituang dalam cawan Petri sebanyak 5 ml. Selama pengamatan berlangsung petridish disimpan dalam suhu 27 ˚C dan kelembaban 80 - 90 % . Parameter pengamatan meliputi diameter koloni H.citriformis , persentase tingkat hambatan relatif koloni
H.citriformis per 4 hari setelah inokulasi dan jumlah spora H.citriformis masing-masing
perlakuan. HR = dk - dp x 100% dk HR = Hambatan relatif dk = diameter kontrol dp = diameter perlakuan Penelitian in vivo
Percobaan ini dilaksanakan dalam screen house dengan menggunakan serangga D. citri sebagai inang H. citriformis. Sebanyak 30 ekor Diaphorina citri diletakkan pada 2 tunas dalam setiap tanaman. Tanaman uji berjumlah 15 tanaman jeruk (J citrus). Suspensi H.
citriformis (konsentrasi 2,19 X 106 /sel spora/ml) yang sudah ditambah ajuvan sesuai perlakuan dimasukkan ke dalam hand sprayer ukuran 500 ml dan disemprotkan pada serangga D. citri dengan volume semprot sebanyak 30 ml untuk 20 ekor serangga dalam 1 tanaman. Sebelum perlakuan serangga D. citri diadaptasikan lebih dulu pada inangnya selama 1 minggu. Perlakuan penambahan ajuvan sama dengan perlakuan in vitro. Rancangan penelitian di susun dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan 5 ulangan.Parameter pengamatan meliputi kemampuan daya kecambah jamur entomopatogen , dengan perlakuan penambahan ajuvan umlah serangga yang mati terinfeksi H. Citriformis, dan tingkat hambatan relatif pestisida terhadap perkembangan H.
citriformis dengan cara membandingkan jumlah serangga D.citri yang terinfeksi H.citriformis setelah penyemprotan pestisida dengan kontrol . Perkembangan kerapatan
spora dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut: S = t - d x
100% N x 0,25
S = Kerapatan spora per gram media t = Banyak spora yang dihitung pada kotak
d = Tingkat pengenceran
n = Banyak kotak kecil yang diamati 106 = Konstante kerapatan spora
Pengamatan dilakukan terhadap lama D. citri mulai terinfeksi jumlah D. citri yang mati. Pengamatan tiap 4 hari .
Malang, 26 Maret 2016
114 HR = Stk - Stp x 100%
Stk
HR = Hambatan relatif
Stk = Serangga terinfeksi pada kontrol Stp = Serangga terinfeksi pada perlakuan HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian in vitro
Penelitian in vitro ditekankan untuk mengetahui pengaruh penambahan ajuvan pada jamur entomopatogen. Hasil analisis terhadap rata-rata diameter koloni H citriformis menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ajuvan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhannya pada suhu laboratorium 22ºC. Berdasarkan hasil uji statistik, pada Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada pengamatan hari ke-4 sampai hari ke-28 setelah inokulasi pengaruh penambahan ajuvan terhadap diameter pertumbuhan koloni H.citriformis berbeda nyata antar perlakuan dan kontrol. Rata-rata pertumbuhan entomopatogen lebih bagus pada media PDAY dengan semua kombinasi penambahan ajuvan ataupun kontrol tanpa ajuvan, dibanding dengan pada media WB. Pertumbuhan koloni H.citriformis mengalami pertumbuhan paling cepat pada perlakuan menggunakan media PDAY dengan penambahan ajuvan Alkilarilpoliglikol 400 g/l dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, dan laju pertumbuhan paling cepat pada hari ke-9, setelah itu laju pertumbuhan cenderung linier. Perumbuhan terbaik ke-dua diperoleh dari perlakuan dengan media PDAY+ tween 20 dan WB+ Alkilarilpoliglikol 400 g/l. Sedang perlakuan yang menghasilkan laju pertumbuhan paling lambat yaitu perlakuan kontrol tanpa ajuvan, baik yang ditumbuhkan pada media PDAY maupun pada media WB (Tabel 1).
Tabel 1. Rerata diameter (mm) pertumbuhan koloni jamur Hirsutella citriformis pada
media PDAY dan WB yang ditambah ajuvan. (Avarage of colony diameter of H, citriformis fungus in PDAY dan WB add with adjuvan )
Macam Perlakuan (Treaatment)
Pengamatan hari ke…setelah inokulasi (Observation date... after inoculation) 4 8 12 16 20 24 28 PDAY + molase 9 ab 27.67 b 39.67 cd 44.67 b 53 bc 57 bc 58.33 c PDAY + Tween 20 11,33 b 31.67 c 43.33 d 59.33 c 66.33 c 69.33 c 72.33 d PDAY + Alkilarilpoligliko l 400 g/l 24.33 c 61.33 d 75.67 e 81.33 d 86.67 d 89.33 d 90 e PDAY + kontrol tanpa perlakuan 7.33 ab 21.67 b 29.33c 39 b 42.67 b 44.67 b 45.67 b WB + molase 4.67 a 10 ab 15.33 b 36 b 41.33 b 41.67 b 44.67 b WB + Tween 20 0 a 3.33 a 4.67 a 6.67a 10.33 a 11 a 13 a
Malang, 26 Maret 2016
115 WB + Alkilaril
poliglikol 400 g/l 6 ab 34.33 b 47.33 d 50 c 56.67c 56.67 bc 59.67 d WB + kontrol
tanpa perlakuan 0 a 0 a 2 a 3,33 a 6 a 6a 9.33a
Keterangan : Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji duncan 5%; Data telah ditransformasikan ke √(X+0.5) (Means follows by the same letters on the same coloums is not
significantly according Duncan test 5%. The data was transformation to √(X+0.5))
Seperti halnya obat dalam bidang medis, bahan pengendali dibidang pertanian juga harus mempunyai kelarutan dalam air agar manjur dan bahan pengendali tersebut bisa masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek terapeutik. Senyawa-senyawa yang sulit larut seperti mikroba dan bahan yang bersifat asam atau basa lemah seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau tidak menentu. Bahan tersebut dapat dilarutkan dengan bantuan kerja dari zat aktif permukaan dengan menurunkan tegangan permukaan antara zat terlarut dengan mediumnya. Jika digunakan surfaktan dalam formulasi, maka kecepatan pelarutan formula tergantung jumlah dan jenis surfaktan yang digunakan. Pada umumnya dengan adanya penambahan surfaktan dalam suatu formula akan menambah kecepatan pelarutan (Alex 2010). Alkilarilpoliglikol 400 g/l mempunyai fungsi ganda sebagai perekat, perata dan pengemulsi. Sebagai perata untuk meningkatkan adesi partikel ke bidang sasaran, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya butiraan semprot luruh rool off atau tercuci akibat guyuran air hujan, juga berfungsi mengurangi penguapan, sebagai bahan perata. (surfaktan) membantu membasahi bidang sasaran semprot dengan cara menurunkan tegangan permukaan, terutama yang ada bulu-bulu halusnya. Sebagai pengemulsi (emulsifier) sehigga membantu penyebaran suspensi bahan yang disemprotkan (Anonim 2011). Tween 20 juga berfungsi sebagai polysorbate surfactant yang stabil dan tidak beracun ( berbahaya ) juga sering digunakan sebagai detergent dan emulsi dalam aplikasi rumah tangga, dan farmasi (Alex 2010). Namun efektifitanya masih lebih rendah dibanding Alkilarilpoliglikol 400 g/l yang mempunyai fungsi ganda. Sementara molase merupakan produk samping tebu yang masih mengandung gula 48-55% dan asam organik, berfungsi mempercepat tumbuhnya plakton (makanan alami ikan) (Anonim 2016). Dari uraian diatas, ternyata bahwa Alkilarilpoliglikol 400 g/l merupakan bahan ajuvan terbaik yang mempunyai fungsi ganda dibanding perlakuan lainnya. Sementara itu persentase hambatan pertumbuhan koloni H.citriformis terendah mulai 4 hari setelah inokulasi sampai 28 hari setelah inokulasi diperoleh secara konsisten pada perlakuan PDAY + Alkilarilpoliglikol 400 g/l senilai mendekati 100% , disusul dengan perlakuan PDAY + tween 20 demikian juga seterusnya, berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan koloni H.citriformis (Gambar 1).
Malang, 26 Maret 2016
116
Gambar 1. Persentase hambatan relatif pertumbuhan koloni H.citriformis per 4 hari setelah inokulasi (Percentage of relative obstruction level of colony growth H.citriformis,
per 4 days after inoculation. = WB + kontrol ; = WB + Tween 20; = WB +
molase ; = WB + Alkilarilpoliglikol 400 g/l = PDAY + kontrol ; = PDAY
+ molase ; = PDAY + Tween 20 ; = PDAY + Alkilarilpoliglikol 400 g/l )
Media semi solid PDAY dan WB diketahui mengandung semua senyawa esensial untuk pertumbuhan mikroba. Pada awalnya adalah bertujuan untuk meningkatkan sporulasi jamur entomopatogen. Namun setelah perlakuan, baru diketahui bahwa PDA yang ditambah dengan yeast lebih kaya nutrisi, bermanfaat untuk pertumbuhan Hirsutella, sedang WB merupakan media yang tidak terlalu spesifik untuk mikroorganisme tertentu. Penelitian in vivo
Penelitian in vivo di dalam screen house ditekankan untuk melihat pengaruh penambahan ajuvan pada target hama vektor D. citri secara langsung. Imago D. citri yang terinfeksi H. citriformis ditandai dengan keluarnya miselium jamur entomopatogen secara ektoparasit. Jamur entomopatogen tersebut membunuh serangga secara cepat tanpa disadari, mengakibatkan hama mati kondisi berdiri, ditopang dengan miselim jamur (gambar 2). Hasil percobaan penambahan ajuvan menunjukkan bahwa penambahan Alkilarilpoliglikol 400 g/l dapat meningkatkan efektivitas H. citriformis dalam mengendalikan D. citri dibanding dengan penambahan 2 jenis ajuvant lain (Tween 20 dan Molase serta kontrol tanpa penambahan ajuvan). Mortalitas H. citriformis dengan perlakuan terbaik mencapai 100% pada pengamatan ke 4 atau 15 hari setelah perlakuan (Gambar 3). Sedangkan pada perlakuan dengan molase dengan media PDAY maupun wheat bran (WB) menunjukkan efektivitas pengendalian terkecil, bahkan lebih kecil daripada kontrol. Demikian juga dengan perlakuan dengan ajuvan Tween 20 meskipun tidak sekecil dengan perlakuan molase.
Malang, 26 Maret 2016
117
Gambar 2. Imago D. citri terinfeksi H.citriformis
(Imago of D. citri infected with H.citriformis)
Trend data mortalitas D.citri di screen hause ini ternyata mirip dengan percobaan in vitro. Perlakuan dengan jumlah kematian serangga terbanyak pada perlakuan H,citriformis yang ditumbuhkan di media PDAY + Alkilarilpoliglikol 400 g/l dan yang paling kecil kematian hamanya pada perlakuan WB + kontrol. Hal ini dapat diartikan bahwa baik media pertumbuhan maupun penambahan ajuvan sangat berpengaruh terhadap mortalitas serangga hama. Namun bila dilihat dari hasil pengamatan mikroskopis terhadap jumlah konidia yang menempel pada serangga terinfeksi, trend diatas tidak selalu berkorelasi. Pada tabel 3 tampak bahwa jumlah konidia yang menempel pada imago hama terinfeksi dengan jumlah terbanyak , diperoleh dari perlakuan, WB + Alkilarilpoliglikol 400 g/l dan PDAY + kontrol tanpa perlakuan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan dengan PDAY + Alkilarilpoliglikol 400 g/l menghasilkan serangga terinfeksi dengan
0 2 4 6 8 10 7 10 13 15 18 21 24 27 30 ju m la h m o rt a lit a s
D
.ci
tri
(e ko r)hari setelah aplikasi
Gambar 3. Rata-rata jumlah mortalitas D. citri terparasit H. citriformis dengan perlakuan ajuvant (Average of mortality number of D.citri infected with H.citriformis supsension with adjuvant add
Keterangan :
PDAY + Alkilarilpoliglikol 400 g/l WB + Alkilarilpoliglikol 400 g/l
PDAY + Tween 20 WB + molase
PDAY + molase ; WB + tween 20
Malang, 26 Maret 2016
118
jumlah konidia tidak terlalu banyak, masih lebih banyak dan berbeda nyata dengan konidi yang dihasilkan dari perlakuan WB + Tween 20, dan WB +molase. Perlakuan PDAY + molase dan PDAY + Tween 20 menghasilkan jumlah konidi terkecil.
Tabel 2. Jumlah konidia/spora yang menempel pada tubuh imago D. citri.
No Perlakuan
Jumlah konidia/spora yang menempel pada imago D.
citri
1 PDAY + molase 83,66 a
2 PDAY + Tween 20 83,33 a
3 PDAY + Alkilarilpoliglikol 400 g/l 117,67 b
4 PDAY + kontrol tanpa perlakuan 301 d
5 WB + molase 283 c
6 WB + + Tween 20 230,67 c
7 WB + + Alkilarilpoliglikol 400 g/l 300,33 d
8 WB + + kontrol tanpa perlakuan 183,33 b
Keterangan: angka-angka yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata pada uji jarak berganda Duncan 5%
Sehingga dapat disimpulkan bahwa media tidak berpengaruh terhadap jumlah konidi dan perkecambahan yang dihasilkan, dan keberhasilan aplikasi pengendalian lebih dipengaruhi oleh penambahan ajuvan. Menurut Robert & Yendol (1982) serta Steinhaus (1999), jamur B. bassiana dan Hirsutella mampu berkecambah pada 24-48 jam setelah kontak bila kondisi lingkungan lembab. Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan aplikasi entomopatogen ada beberapa faktor antara lain: daya pancarnya, viabilitas, virulensi serta jumlah spora entomopatogen dan sifat kelarutannya. Untuk membantu kelarutan mikroba perlu disuplai dengan tambahan bahan perekat, perata dan pengemulsi, PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, analisis data serta pembahasan , maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari penelitian in vitro ; perlakuan suspensi H.citriformis yang ditumbuhkan pada media PDAY ditambah dengan ajuvan Alkilarilpoliglikol 400 g/l menghasilkan laju pertumbuhan tertinggi dan persentase penghambatan terendah.
2. Dari penelitian in vivo : perlakuan penyemprotan suspensi H. citriformis yang ditumbuhkan pada media PDAY ditambah dengan ajuvan Alkilarilpoliglikol 400 g/l menghasilkan jumlah mortalitas D.citri tertinggi
3. Media tidak berpengaruh terhadap jumlah konidi yang terdapat pada serangga vektor yang mati dan perkecambahan nya,
Malang, 26 Maret 2016
119 Saran
Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan pada percobaan aplikasi multilokasi dan untuk lebih meningkatkan efektifitas pengendaliannya di lapang yang sangat ekstrem perubahannya, disarankan untuk diproduksi sebagai formula biopestisida berbahan baku metabolit sekunder dari entomopatogen tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Alex Bonajaya . 2010. Zat Pembasah.Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Sains Dan Teknologi Nasional Jakarta
Anonim 2011. Bahan perata, perekat dan pengemulsi larutan semprot. Cahdeso-mbangundeso.blog. diakses rabu 8 Juni 2011
Anonim 2016. Peran molase dalamagrobisnis. Booster fish farm (antibiotik, probiotik, suuplemen). Diakses dari boosterfish.com 4 Maret 2016.
Bové, JM, Dwiastuti, ME, Triwiratno, A, Supriyanto, A, Nasli, E, P. Becu, P and Garnier, M. 2000. Incidence of Huanglongbing and Citrus Rehabilitation in North Bali, Indonesia. Fourteenth IOCV Conference, 2000—Insect-Tramsmitted Procaryotes: 200 – 206.
Dwiastuti ME, Triwiratno A, Supriyanto A. 1997. Deteksi Penyebaran Geografi Penyakit CVPD di Bali Utara dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pros. Conf. Biosafety of Biotechnology & Intelectuall Property Right : 126-135.
Dwiastuti, ME & Kurniawati, MY. 2007. Keefektifan Entomopatogen Hirsutella
citriformis (Deuteromycetes : Moniliales) Pada Kutu Psyllid Diaphorina ctri KUW
Jurnal Hortikultura Vol. 17 (3) 2007 : 244-252
Dwiastuti, M.E, Triwiratno, A, Supriyanto, A, Garnier, M, Bove, J.M. 2003. Deteksi Penyebaran Geografis Penyakit CVPD di Bali Utara Dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Jurnal Hortikultura Vol 13 (2) No 2, 2003 : 138-145
Dwiastuti, ME. 2003. Eksplorasi Hirsutella sp. di Jatim dan Pertumbuhannya pada media buatan. Pros. Kongres Nasional XVII dan Seminar Ilmiah PFI Bandung : 319 – 323 ISBN : 979.990094-0-6
Dwiastuti, ME. 2004. Jamur Entomopatogen : Potensi, Kendala Dan Strategi Pengembangannya Sebagai Agens Pengendali Biologi Kutu Dan Jeruk (Diaphorina Citri KUW.). Prosiding Seminar Jeruk Siam Nasional 2004, Surabaya, 15 – 16 Juni 2004 : 325 – 333. ISBN : 979 – 8257 – 29 – 4 Puslitbang Hortikultura, Jakarta Jagoueix S, Bove JM & Garnier M. 1994. The problem limited bacterioloy of greening
disease of citrus is a member of the proteobacteria. International org citrus virol. Riverside : 212-219
Meyer, JM, Marjorie A Hoy, Drion G Boucias. 2007 Morphological and molecular characteization of a Hirsutella species infected the Asian citrus psyllid,Diaphorina citri Kuwayama (Hemiptera: Pasyllidae) in Florida. J of Invertebtare Phatology xxx (2007)xxx- xxx. Doi:101016/j.jip.2007.01.005
Novizan. 2002. Membuat dan memanfaatkan pestisida ramah lingkungan. Jakarta. Agromdia Pustaka.
Nurhadi & A.M. Whittle, 1988. Pengenalan dan Pengendalian hama dan penyakit tanaman jeruk. Sub Balithorti Malang. Balithorti Solok Puslit Hortikultura Jakarta. 118 hal
Malang, 26 Maret 2016
120
Raharjo, KS, Somowiyarjo,S, Wagiman FX. 2000. Pengendalian Diaphorina citri (vektor penyakit CVPD) dengan Metarhizium anisopliae. J. Perlindungan tanaman 6(1) : 23-31
Robert, DW & Yendol WG 1971. Use of fungi for microbial control of insect Dalam Burges HD & Hussey W (eds) Microbial control of insect and mites. Academic press. London. P 124-145
Sharma A, Kumari N, Menghani E. 2004. Bioactive Secondary Metabolites: An Overview International Journal of Scientific & Engineering Research, Volume 5, Issue 4, April-2014 1395 ISSN 2229-5518 IJSER © 2014 http://www.ijser.org Subandiyah, S, Nikoh N, Sato, H, WagimanF, Tsuyumu and Fukatsu,T. 2000. Isolation
and characterization of two entomopathogenic fungi attacking Diaphorina citri (Homoptera, Psylloidae) in Indonesia . Mycosvience. 41(5) : 509-513
Supriyanto, A., M.E. Dwiastuti, A. Triwiratno, O. Endarto, dan Sutopo. 2001. Pengendalian Penyakit CVPD dengan Penerapan Pengelolaan Terpadu Kebun Jeruk Sehat (PTKJS). Dalam: M. Sugiyarto dan E. Widayati (Eds.). Petunjuk Teknis Rakitan Teknologi Pertanian. BPTP Karangploso. Hal 23-30
Teixeira, Ddo C., Luc Danet, J., Eveillard, S., Cristina Martins, E., de Jesus Junior, W. C., Takao Yamamoto, P., Aparecido Lopes, S., Beozzo Bassanezi, R., Juliano Ayres, A., Saillard, C., and Bove, J. M. 2005. Citrus huanglongbing in Sao Paulo State, Brazil: PCR detection of the 'Candidatus' Liberibacter species associated with the disease. Mol. Cell. Probes. 19:173-179.