• Tidak ada hasil yang ditemukan

PER - 36/PJ/2011 PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PER - 36/PJ/2011 PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PER - 36/PJ/2011 PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN

Contributed by Administrator Friday, 18 November 2011

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : PER - 36/PJ/2011

TENTANG

PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

Menimbang :

bahwa dalam rangka menyempurnakan basis data Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan serta untuk lebih memberikan kepastian hukum dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perhutanan;

Mengingat :

- Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun

2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);

- Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(2)

- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4412);

- Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

- Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan

Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696);

- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 150/PMK.03/2010

tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek

Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PENGENAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR PERHUTANAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan:

- Pengenaan adalah kegiatan menetapkan Wajib Pajak dan besarnya

pajak terutang untuk Pajak Bumi dan Bangunan sektor perhutanan berdasarkan peraturan perundang-undangan Pajak Bumi dan Bangunan.

- Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah

Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(3)

dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.

- Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

- Hutan Tanaman adalah Hutan Produksi yang dibangun dan dimanfaatkan melalui serangkaian kegiatan berupa penyiapan lahan,

pembenihan atau pembibitan, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.

- Hutan Alam adalah Hutan Produksi yang di dalamnya telah

bertumbuhan pohon-pohon alami dan dimanfaatkan melalui serangkaian kegiatan berupa pemanenan atau penebangan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan, dan pemasaran hasil hutan.

- Areal Produktif adalah areal hutan yang telah ditanami pada Hutan Tanaman, atau areal blok tebangan pada Hutan Alam.

- Areal Belum Produktif adalah areal yang sudah diolah tetapi belum

ditanami pada Hutan Tanaman, atau areal hutan yang dapat ditebang selain blok tebangan pada Hutan Alam.

- Areal Emplasemen adalah areal yang digunakan untuk berdirinya

bangunan dan sarana pelengkap lainnya dalam perhutanan termasuk areal jalan yang diperkeras.

- Areal Lainnya adalah areal selain Areal Produktif, Areal Belum Produktif, dan Areal Emplasemen.

- Nilai Jual Objek Pajak yang selanjutnya disingkat NJOP adalah

harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, Nilai Jual Objek Pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti.

- Standar lnvestasi Tanaman yang selanjutnya disingkat SIT adalah

jumlah biaya tenaga kerja, bahan dan alat yang diinvestasikan untuk pembukaan lahan, penanaman, dan pemeliharaan tanaman.

- Angka Kapitalisasi adalah angka yang digunakan untuk mengonversi

pendapatan bersih setahun menjadi nilai tanah Areal Produktif pada Hutan Alam.

- Biaya Produksi adalah seluruh biaya langsung yang terkait dengan

kegiatan produksi hasil hutan, sampai di log ponds/log yards untuk hasil hutan kayu atau sampai di tempat pengumpulan lain untuk hasil hutan bukan kayu, pada Hutan Alam.

- Rasio Biaya Produksi adalah persentase tertentu yang diperoleh

dari rata-rata Biaya Produksi setahun dibandingkan dengan rata-rata pendapatan kotor setahun.

- Surat Pemberitahuan Objek Pajak Sektor Perhutanan yang

selanjutnya disebut SPOP adalah surat yang digunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak sektor perhutanan ke Direktorat Jenderal Pajak.

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(4)

- Lampiran Surat Pemberitahuan Objek Pajak Sektor Perhutanan yang

selanjutnya disebut LSPOP adalah formulir yang dipergunakan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data rinci objek pajak sektor perhutanan.

- Daftar Biaya Komponen Bangunan yang selanjutnya disingkat DBKB

adalah daftar yang dibuat untuk memudahkan perhitungan nilai bangunan berdasarkan pendekatan biaya yang terdiri dari biaya komponen utama dan/atau biaya komponen material bangunan dan/atau biaya komponen fasilitas bangunan.

Pasal 2

(1) Objek

pajak PBB sektor perhutanan adalah bumi dan/atau bangunan yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan hak pengusahaan hutan.

(2) Bumi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Areal Produktif, Areal Belum Produktif, Areal Emplasemen, dan Areal Lainnya.

(3) Bangunan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan, yang terletak di dalam kawasan yang diberikan hak pengusahaan hutan.

Pasal 3

(1) Hak

pengusahaan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi izin usaha pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan dan izin lainnya yang sah pada Hutan Produksi.

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(5)

(2) Izin

usaha pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK);

- Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK);

- Izin Pemungutan Hasil Hutan Kayu (IPHHK);

- Izin Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (IPHHBK);

- Hak Pengusahaan Hutan (HPH);

- Hak Pemungutan Hasil Hutan (HPHH).

(3) Izin

lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain berupa penugasan khusus terkait dengan usaha pemanfaatan dan pemungutan hasil hutan pada Hutan Produksi.

Pasal 4

(1) Subjek

pajak PBB sektor perhutanan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan, yang digunakan untuk kegiatan usaha perhutanan yang diberikan hak pengusahaan hutan.

(2) Subjek

pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar PBB sektor perhutanan menjadi Wajib Pajak PBB sektor perhutanan.

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(6)

Pasal 5

(1)

Pendaftaran

objek pajak atau pemutakhiran data objek pajak PBB sektor perhutanan dilakukan oleh subjek pajak atau Wajib Pajak dengan cara mengisi SPOP, termasuk LSPOP, dengan jelas, benar, dan lengkap, serta dilampiri dokumen hak pengusahaan hutan dan peta digital.

(2) SPOP

harus ditandatangani oleh subjek pajak atau Wajib Pajak, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan subjek pajak atau Wajib Pajak, harus

dilampiri dengan Surat Kuasa Khusus.

(3) LSPOP

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SPOP.

(4) LSPOP

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa LSPOP Hutan Tanaman atau LSPOP Hutan Alam.

(5) Bentuk

SPOP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(6) Bentuk

LSPOP Hutan Tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IIA Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

(7) Bentuk

LSPOP Hutan Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran IIB Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini,

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(7)

Pasal 6

(1) SPOP

dan LSPOP yang telah diisi dengan jelas, benar, dan lengkap, serta ditandatangani, disampaikan ke KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari

setelah tanggal diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak.

(2) Tanggal

diterimanya SPOP dan LSPOP oleh subjek pajak atau Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:

- tanggal diterima secara langsung, dalam hal SPOP dan

LSPOP diterima secara langsung oleh subjek pajak atau Wajib Pajak;

- tanggal stempel pos pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP dikirim oleh KPP Pratama melalui pos.

(3) Tanggal

disampaikannya SPOP dan LSPOP ke KPP Pratama yang dijadikan

dasar untuk menentukan waktu paling lambat diterima KPP Pratama adalah:

- tanggal diterima secara langsung, dalam hal SPOP dan LSPOP disampaikan secara langsung ke KPP Pratama;

- tanggal stempel pos pengiriman, dalam hal SPOP dan LSPOP disampaikan melalui pos.

Pasal 7

(1) Dasar

Pengenaan PBB sektor perhutanan adalah NJOP.

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(8)

(2) NJOP

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan hasil penjumlahan antara perkalian luas bumi dengan NJOP bumi per meter persegi dan perkalian luas bangunan dengan NJOP bangunan per meter persegi.

(3) NJOP

bumi per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil konversi nilai tanah per meter persegi ke dalam klasifikasi NJOP bumi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi dan penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan PBB.

(4) Nilai

tanah per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan hasil pembagian antara total nilai tanah dengan total luas tanah.

(5) NJOP

bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan hasil konversi nilai bangunan per meter persegi ke dalam klasifikasi

NJOP bangunan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai klasifikasi dan penetapan NJOP sebagai dasar pengenaan

PBB.Â

(6) Nilai

bangunan per meter persegi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan hasil pembagian antara total nilai bangunan dengan total

luas bangunan.

Pasal 8

(1) Nilai

tanah untuk Hutan Tanaman ditentukan sebesar nilai dasar tanah, kecuali untuk Areal Produktif ditambah dengan SIT.

(2) Nilai

tanah untuk Hutan Alam ditentukan sebesar nilai dasar tanah, kecuali untuk Areal Produktif sebesar perkalian pendapatan bersih setahun dengan Angka Kapitalisasi.

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(9)

(3) Nilai

dasar tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diperoleh melalui proses penilaian yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

(4) Nilai

bangunan ditentukan dengan menggunakan DBKB.

Pasal 9

(1)

Pendapatan

bersih setahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) ditentukan sebesar pendapatan kotor setahun dikurangi Biaya Produksi setahun, sebelum tahun pajak.

(2)

Pendapatan

kotor setahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari jumlah produksi hasil hutan kayu dan bukan kayu setahun, dikalikan dengan harga satuan produksi.

(3) Biaya

Produksi setahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan sebesar Rasio Biaya Produksi dikalikan pendapatan kotor setahun.Â

Pasal 10

(1) SIT

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) ditetapkan setiap tahun dengan keputusan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(10)

(2) Angka

Kapitalisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) dan Rasio Biaya Produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 11

Pada saat Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku, ketentuan dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-16/PJ.6/1998

tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan yang

mengatur mengenai pengenaan PBB Sektor Perhutanan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 12

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2012.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 18 November 2011 DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

A. FUAD RAHMANY NIP 195411111981121001

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

(11)

http://www.rumahpajak.com Powered by Joomla! Generated: 28 February, 2017, 18:16

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-18/PJ/2017 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/PJ/2018, menyebutkan apabila

ADC adalah Suatu piranti yang dirancang untuk mengubah sinyal - sinyal analog menjadi bentuk sinyal digital Atau dapat pula disimpulkan ADC ini dapat merubah

“Di situ ada tayangan Hizbut Tahrir di berbagai negara di dunia yang ingin menyatukan kaum Muslim dalam negara khilafah.. Wah jangan-jangan ini ya ormas yang saya

- Menjelaskan amanat yang terkandung dalam drama pendek yang didengarnya. - Menuliskan kembali isi drama pendek dengan kalimat

DELETE PAIR 1 Putar kenop volume untuk memilih perangkat yang akan dihapus, kemudian tekan kenop.. 2 Putar kenop volume untuk memilih [YES] atau [NO]

Dengan dominasi sumber daya batubara yang ada berupa batubara peringkat rendah yang berada pada kedalaman lebih dari 100 meter, teknologi Underground Coal Gasification (UCG)

Sebagai guru bimbingan, mereka perlu dibekalkan dengan kemahiran- kemahiran dan ilmu dalam bimbingan dan kaunseling supaya mereka dapat membantu murid-murid yang menghadapi

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan jenis penelitian quasy experiment yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh peta konsep melalui model