• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Citra Diri tentang Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder 1. Citra Diri

a. Pengertian

Penilaian tentang fisik atau tubuh sendiri oleh beberapa ahli dinamakan citra diri (Tilaar, 1981). Citra diri merupakan salah satu segi dari gambaran diri yang berpengaruh pada harga diri (Centi, 1993). Citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra diri dipengaruhi oleh pemikiran mengenai apa yang dimaksud keindahan atau kebugaran dan bentuk tubuh yang ideal menurut seseorang. Citra diri merupakan gambaran seseorang mengenai fisiknya sendiri (Pratt, 1994).

Senada dengan hal tersebut, Burns (1993) mengatakan bahwa citra diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk yang berfisik, sehingga citra diri sering dikaitkan dengan karakteristik-karakteristik fisik termasuk di dalamnya penampilan seseorang secara umum, ukuran tubuh, cara berpakaian, model rambut dan pemakaian kosmetik. Pendapat ini didukung oleh Susanto (2001), citra diri merupakan konsep yang kompleks meliputi kepribadian, karakter, tubuh dan penampilan individu.

7

(2)

Menurut Centi (1993) citra diri merupakan hal yang subyektif, menurut penglihatan sendiri. Keadaan dan penampilan diri pada gilirannya dipengaruhi oleh norma yang dijumpai atau dihadapi.

Pendapat ini didukung oleh Burns (1993) mengatakan bahwa citra diri merupakan sumber utama dari banyak kepuasan, karena citra diri merupakan proses dimana individu menguji kapasitas-kapasitasnya menurut standart-standart dan nilai-nilai pribadinya yang telah diinternalisasikan dari masyarakat.

La Rose (1996), menyebutkan bahwa citra diri adalah gambaran tubuh sendiri yang dibentuk dalam pikiran untuk menyatakan suatu cara penampilan tubuh seperti cantik, dan jelek.

Citra diri ini penting dalam proses evaluasi diri dan juga penting dalam pengembangan konsep diri. Hal tersebut didukung oleh Maltz (1996), yang menyatakan bahwa citra diri adalah konsepsi seseorang mengenai orang macam apakah dirinya. Ini merupakan produck masa lalu beserta sukses dan kegagalannya, penghinaan dan kemenangannya, serta orang lain bereaksi terhadap dirinya.

Kussein (1997), berpendapat bahwa pada dasarnya citra diri adalah penafsiran seseorang secara subyektif pada dirinya sendiri, oleh karena itu sering terjadi kekeliruan dalam menafsirkan karena individu mengabaikan faktor-faktor obyektif yang ada. Contohnya remaja putri menganggap bahwa tubuh mereka kegemukan walaupun pengamat- pengamat lainnya menilai mereka tidak kegemukan. Memiliki bintik-

(3)

bintik diwajah maupun memakai kaca mata dapat dianggap sebagai cacat besar, dan memiliki cacat fisik mungkin dapat dipandang sebagai keadaan puncak yang mengarah pada perasaan tidak puas dan penolakan terhadap fisik.

Hadisubrata (1997), menyatakan bahwa citra diri bersifat subyektif, sebab hanya didasarkan pada interpretasi pribadi tanpa mempertimbangkan atau meneliti lebih jauh kenyataan benarnya.

Penelitian tersebut tidak didasarkan pada apa yang sebenarnya dipikirkan oleh orang lain, tetapi didasarkan pada interpretasi pribadi terhadap apa yang menurut pendapatnya dipikirkan oleh orang lain tentang kenyataan dirinya dan penilaian itu dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, dapat terjadi orang yang secara obyektif memiliki banyak kelebihan namun citra dirinya negatif.

Hadisubrata (1997), menjelaskan bahwa orang yang memiliki citra diri positif akan mengembangkan watak-watak seperti percaya diri, menghargai diri sendiri, menerima diri sendiri, mengembangkan potensinya seoptimal mungkin. Sebaliknya orang yang memiliki citra diri negatif akan mengembangkan watak-watak seperti rendah diri, membenci diri sendiri, pemalu, dan watak-watak lain yang menghambat penyesuaian sosial dalam pergaulan.

Melihat dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud citra diri adalah gambaran individu mengenai penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya baik dalam bagian-

(4)

bagian tubuhnya maupun terhadap keseluruhan tubuh berdasarkan penilaiannya sendiri. Citra diri dipengaruhi pengalaman masa lalu beserta sukses dan kegegalannya, dan pemikiran tentang citra diri ideal menurut seseorang. Orang yang mampu menerima keadaan fisik atau raganya akan memiliki citra diri positif dan orang yang tidak menerima keadaan fisik dan raganya akan memiliki citra diri negatif.

b. Aspek-aspek Citra Diri

Aspek citra diri dalam penelitian ini mengacu pada obyek sikap dari citra diri yaitu tubuh. Tubuh terdiri dari dua aspek, yaitu bagian tubuh dan keseluruhan tubuh. Rincian obyek sikap citra diri dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1). Bagian tubuh seperti wajah, rambut, gigi, hidung, lengan, perut, ukuran dan bentuk dada, pantat, pinggul, kaki, paha (Rosen dkk, 1995), leher (Wirakusumah, 2001), bentuk bibir dan mata (Winiaswati, 2003), pipi (Hurlock, 1999).

2). Keseluruhan tubuh mencakup berat badan, tinggi badan, proporsi tubuh, penampilan fisik dan bentuk tubuh (Rosen dkk, 1995).

Senada dengan pendapat di atas Pudjijogyanti (1995), mengemukakan bahwa aspek citra diri adalah keseluruhan tubuh misalnya bentuk tubuh dan bagian tubuh seperti bentuk rambut.

Berdasarkan uraian dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa aspek citra diri adalah bagian tubuh dan keseluruhan tubuh.

(5)

2. Ciri-ciri Perkembangan Seksual Sekunder a. Pengertian

Pemahaman akan ciri-ciri perkembangan seksual sekunder tidak dapat dipisahkan dari konsep tentang perkembangan, khususnya perkembangan seksual sekunder yang terjadi pada masa pubertas.

Secara sederhana, perkembangan adalah urut-urutan perubahan yang progresif dalam suatu pola yang teratur dan saling berhubungan.

Perkembangan merupakan suatu proses di mana perubahan-perubahan didalam diri seseorang dan proses-proses psikologik yang distimulir oleh perubahan-perubahan psikologik, yang selanjutnya diintegrasikan sedemikian rupa sehingga seseorang selanjutnya dapat menghadapi rangsangan-rangsangan dari sekitar dengan baik (Sulaeman, 1995).

Ciri-ciri perkembangan seksual sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi, namun merupakan tanda-tanda yang khas pada setiap orang. Tanda- tanda yang khas tersebut ditandai oleh suatu peristiwa yang disebut dengan menarche (menstruasi untuk pertama kalinya) yang dialami oleh anak perempuan dan mimpi basah yang dialami oleh anak laki- laki (Sarwono, 2000).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri perkembangan seksual sekunder adalah perubahan yang bersifat progresif yang teratur dan saling berhubungan yang terjadi pada tanda-

(6)

tanda jasmaniah yang tidak langsung berhubungan dengan proses reproduksi seseorang.

b. Ciri-ciri Seksual Sekunder

Perubahan fisik yang terjadi pada setiap orang menandakan adanya ciri-ciri seksual sekunder yang sedang berkembang. Pada anak laki-laki terjadi perkembangan ciri-ciri seksual sekunder yaitu tumbuhnya rambut pada daerah tertentu (kemaluan, wajah, kaki, tangan, dada, ketiak), suara bertambah besar, badan lebih berbobot terutama bahu dan dada, pertambahan berat dan tinggi badan.

Sedangkan anak perempuan mengalami perkembangan ciri-ciri seksual sekunder antara lain bertambahnya tinggi dan berat badan, tumbuh rambut di sekitar alat kemaluan dan ketiak, kulit menjadi halus, suara menjadi merdu, payudara membesar dan paha membulat (Wahyudi, 2000).

B. Konsep Diri Remaja Putri 1. Konsep Diri

a. Pengertian

Menurut Stuart dan Sundeen (1991), konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain, termasuk persepsi individu akan sifat dan

(7)

kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya.

Menurut Centi (1993), konsep diri merupakan suatu gagasan tentang diri sendiri. Konsep diri terdiri dari bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri sebagai pribadi, perasaan tentang dirinya sendiri, dan keinginan untuk menjadi manusia yang diharapkan.

William D. Brooks (dalam Rakhmat, 1991) mendefinisikan konsep diri sebagai pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya sendiri yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis, yang muncul karena adanya pengalaman pribadi serta interaksi dengan orang lain.

Pendapat senada juga dikemukakan oleh Hurlock (1993), konsep diri adalah suatu gambaran yang dimiliki oleh seseorang tentang dirinya.

Konsep diri ini merupakan suatu gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang diri sendiri yang meliputi karakteristik fisik, sosial maupun emosional serta aspirasi dan prestasinya.

Berdasarkan beberapa definisi yang sudah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan dan penilaian individu mengenai dirinya sendiri, yang mencakup keseluruhan dari keyakinan yang dimiliki individu mengenai diri sendiri, yang meliputi karakteristik fisik, sosial maupun psikologis.

(8)

b. Aspek-aspek Konsep Diri

Stuart dan Sundeen (1991), memberi penjelasan bahwa konsep diri terdiri atas 5 aspek yaitu :

1) Gambaran diri (body image)

Gambaran diri adalah sikap remaja terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh saat ini dan masa lalu.

2) Ideal diri

Ideal diri adalah persepsi remaja tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi, cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial (keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin lakukan.

3) Harga diri

Harga diri adalah penilaian pribadi remaja terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi.

Jika remaja selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi dan jika remaja sering gagal maka cenderung harga diri rendah.

(9)

4) Peran

Peran adalah pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari remaja berdasarkan posisinya di masyarakat.

Setiap remaja disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu, sepanjang daur kehidupan misalnya sebagai anak, murid, mahasiswa, dan teman. Posisi dibutuhkan oleh remaja sebagai aktualisasi diri. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.

5) Identitas

Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh. Remaja yang mempunyai perasaan identitas diri yang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain, unik dan tidak ada duanya.

Kemandirian timbul dari perasaan berharga (respek pada diri sendiri), kemampuan dan penguasaan diri. Remaja yang mandiri dapat mengatur dan menerima dirinya.

2. Remaja Putri a. Pengertian

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescene yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah

(10)

ini mencakup kematangan emosional, sosial dan fisik (Hurlock,1999).

Piaget (dalam Hurlock, 1999) mengatakan bahwa masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Individu tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat, mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber, termasuk didalamnya juga perubahan intelektual yang mencolok, transformasi yang khas dari cara berfikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan social orang dewasa.

WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual, ada tiga krieria yaitu biologis, psikologis, dan sosial ekonomi yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2) Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

(11)

Kartono (1990), mengatakan bahwa masa remaja juga sebagai masa penghubung atau masa peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada periode remaja terjadi perubahan- perubahan besar dan esensial mengenai fungsi-fungsi rohaniah dan jasmaniah, dimana yang sangat menonjol pada periode ini adalah kesadaran yang sangat mendalam mengenai diri sendiri dimana remaja mulai meyakini kemampuannya, potensi dan cita-cita sendiri.

Berdasarkan kesadaran tersebut remaja berusaha menemukan jalan hidupnya dan mulai mencari nilai-nilai tertentu seperti kebaikan, keluhuran, kebijaksanaan dan keindahan.

Menurut Santrock (1995), terjadi perubahan psikologis yang menyertai perubahan fisik serta terjadi perubahan kognitif. Terdapat hubungan yang sangat penting antara tubuh serta cirri-ciri fisik pada masa remaja dengan gambaran tentang dirinya. Persepsi tentang gambaran ini yang dinamakan dengan “body image”. Menurut Santrock (1995), perubahan-perubahan biologis yang dialami remaja memicu peningkatan minat terhadap citra tubuh (body image).

Perubahan jasmaniah yang terjadi pada masa remaja biasanya menarik perhatian remaja untuk lebih memperhatikan ciri-ciri jasmaniah pada dirinya melebihi masa-masa sebelumnya. Ruft (dalam Sulaiman, 1995), mengemukakan bahwa untuk dapat diterima dalam kelompok remaja selama masa remaja, seseorang jangan terlalu berbeda dengan

(12)

yang lain dalam hal “physical appearance”. Bila seseorang berbeda maka ia akan ditolak oleh kelompoknya.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), putri disama artikan dengan wanita atau perempuan. Terdapat beberapa sifat khas kewanitaan yang banyak dituntut dan disoroti oleh masyarakat luas yaitu keindahan, kelembutan dan kerendahan hati (Kartono, 1995).

1) Keindahan

Kriteria yang tergolong dalam keindahan adalah kecantikan, kejelitaan, gratie (gaya, solek, kemolekan), gaya yang menarik dan kehalusan tingkah laku. Setiap kelompok sosial mengembangkan norma-norma dan criteria tertentu mengenai keindahan wanita. Unsur-unsur pengukur bagi keindahan psikis wanita yang sangat dihargai antara lain: kehalusan, keramahan, keriangan, suasana hati yang positif, kelembutan dan “tidak jahat”.

2) Kelembutan

Kelembutan mengandung unsur kehalusan, selalu menyebarkan iklim psikis yang menyenangkan. Disamping itu kelembutan juga diperlukan untuk “membantali” kekerasan, kesakitan dan kepedihan atau duka nestapa.

3) Kerendahan Hati

Rasa rendah hati artinya tidak angkuh tetapi selalu bersedia mengalah dan berusaha memahami kondisi pihak lawan. Walaupun

(13)

perasaan ini juga oleh kaum pria tetapi pribadi wanita lebih sering dikonfrontasikan pada tuntutan ciri-ciri tersebut dari pada kaum laki-laki.

Berkaitan dengan kriteria ideal yang sangat diharapkan dan dituntut pada diri wanita, kaum wanita tidak jarang mengalami tekanan-tekanan dan paksaan-paksaan tertentu agar mereka memenuhi harapan tadi (Kartono, 1995). Pada diri seorang remaja putri mulai semakin jelas pemahaman tentang diri sendiri. Remaja putri mulai bersikap kritis terhadap obyek-obyek di luar dirinya dan ia mampu mengambil sintese antara dunia luar dan dunia internal (Kartono, 1995). Usaha yang keras mulai dilakukan untuk mengadakan adaptasi terhadap lingkungan hidupnya. Penilaian yang tinggi terhadap orang tua kini semakin berkurang dan digantikan dengan respek terhadap pribadi-pribadi lain yang dianggap lebih memenuhi selera hati anak gadis (Kartono, 1995). Pribadi-pribadi ideal tersebut umpamanya berwujud seorang bintang film, guru, pemimpin wanita, ketua organisasi, pahlawan wanita dan sebagainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa remaja putri adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, emosi, moral, kepribadian, kognitif dan psikologis yang terjadi pada seseorang yang memiliki sifat khas kewanitaan yaitu keindahan, kelembutan dan kerendahan hati.

(14)

b. Tahap Perkembangan Remaja

Banyak batasan usia remaja yang diungkapkan oleh para ahli.

Diantaranya adalah Monks, dkk (1999) yaitu masa remaja awal, masa remaja pertengahan, dan masa remaja akhir. Batasan remaja yang diungkapkan oleh Monks, dkk (1999) tidak jauh berbeda dengan pendapat Kartono (1990) yang membagi masa remaja menjadi masa pra pubertas, masa pubertas, dan masa adolesensi. Monks, dkk (1999) membagi fase-fase masa remaja menjadi tiga tahap, yaitu:

1) Remaja awal (12 sampai 15 tahun)

Pada rentang usia ini, remaja mengalami pertumbuhan jasmani yang sangat pesat dan perkembangan intelektual yang sangat intensif, sehingga minat anak pada dunia luar sangat besar dan pada saat ini remaja tidak mau dianggap kanak-kanak lagi namun belum bias meninggalkan pola kekanak-kanakannya.

Selain itu pada masa ini remaja belum tahu apa yang diinginkannya, remaja sering merasa sunyi, ragu-ragu, tidak stabil, tidak puas dan merasa kecewa (Kartono, 1990).

2) Remaja Pertengahan (15 sampai 18 tahun)

Pada rentang usia ini, kepribadian remaja masih bersifat kekanak-kanakan, namun pada usia remaja sudah timbul unsure baru, yaitu kesadaran akan kepribadian dan kehidupan badaniah sendiri. Remaja mulai menemukan nilai-nilai tertentu dan melakukan perenungan terhadap pemikiran filosofis dan etis.

(15)

Maka dari perasaan yang penuh keraguan pada usia remaja awal maka pada rentang usia ini mulai timbul kemantapan pada diri sendiri yang lebih berbobot. Rasa percaya diri pada remaja menimbulkan kesanggupan pada dirinya untuk melakukan penilaian terhadap tingkah laku yang telah dilakukannya. Selain itu pada masa ini remaja mulai menemukan diri sendiri atau jati dirinya (Kartono, 1990).

3) Remaja Akhir (18 sampai 21 tahun)

Pada rentang masa ini, remaja sudah merasa mantap dan stabil. Remaja sudah mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan sendiri., dengan itikad baik dan keberanian. Remaja mulai memahami arah kehidupannya, dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya (Kartono, 1990).

c. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut Hulock (1999) ciri-ciri masa remaja meliputi:

1) Masa remaja sebagai periode yang penting

Dianggap periode yang penting karena fisik dan akibat psikologis. Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan ini menimbulkan

(16)

perlunya penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru.

2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Dalam periode peralihan, status individu tidaklah jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa.

Status yang tidak jelas ini menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya.

3) Masa remaja sebagai periode perubahan

Ada lima perubahan yang dialami oleh remaja, yaitu:

a) Meningginya emosi

b) Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial

c) Remaja selalu merasa ditimbuni banyak masalah d) Berubahnya minat dan pola nilai-nilai

e) Remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan 4) Masa remaja sebagai usia bermasalah

Ada dua hal yang menyebabkan kesulitan mengatasi masalah baik pria maupun wanita, yaitu:

(17)

a) Sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru, sehingga banyak remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.

b) Remaja merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan dari orang tua dan guru.

5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Erik Erikson, yaitu masa mencari identitas diri seperti usaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dal masyarakat. Erickson menjelaskan pencarian identitas ini mempengaruhi perilaku remaja.

6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Anggapan setiap budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja normal.

7) Masa ramaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kaca berwarna merah jambu. Ia melihat dirinya dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya., terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini hanya

(18)

bagi dirinya juga bagi keluarga dan teman-temannya, menyebabkan meningginya emosi yang merupakan ciri dari awal masa remaja.

8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Bertambah mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan streotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa.

Berpakaian dan bertindak sebagai orang dewasa ternyata tidaklah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, dan menggunakan obat-obatan.

Mereka berharap perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (Hurlock, 1999).

d. Perubahan-Perubahan Masa Remaja

Masa remaja, seperti pada semua masa yang dialami oleh setiap individu, terjadi berbagai perubahan yang menyertai pertumbuhan dan perkembangan pada fase tersebut. Menurut Hurlock (1990), perubahan-perubahan yang dialami selama masa remaja adalah:

1) Perubahan Fisik

Berdasarkan perubahan fisik terdapat perbedaan pada setiap individu. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhannya lebih lambat dari pada anak permpuan,

(19)

pertumbuhan anak laki-laki berlangsung lebih lama, sehingga pada saat matang biasanya anak laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cenderung memiliki bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang lebih awal.

Anak perempuan yang matang lebih awal cenderung lebih berat, lebih tinggi dan lebih gemuk dibandingkan dengan anak perempuan yang matangnya terlambat.

2) Perubahan Emosi

Masa remaja dianggap sebagai periode ”badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, sebagian remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu kewaktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku baru dan harapan sosial yang baru.

3) Perubahan Sosial

Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah penyesuaian sosial. Bagian yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai

(20)

baru dalam dukungan dan penolakan sosial dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.

Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebayanya, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada pengaruh keluarga.

Misalnya, sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar.

4) Perubahan Moral

Salah satu tugas perkembangan penting yang harus dikuasai oleh remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok kepadanya dan kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak- anak. Menurut Mitchell terdapat lima perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja, yaitu:

a) Pandangan moral individu makin lama menjadi lebih abstrak dan kurang konkret.

b) Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.

c) Penilaian moral menjadi semakin kognitif.

(21)

d) Penilaian moral menjadi kurang egosentris.

e) Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan psikologis.

5) Perubahan Kepribadian

Remaja memahami apa yang membentuk ”kepribadian yang menyenangkan”. Remaja mengetahui sifat-sifat apa yang dikagumi oleh teman-teman sejenis maupun teman-teman lawan jenis. Meskipun sifat-sifat yang dikagumi berbeda dari kelompok sosial ke kelompok sosial yang lain, namun remaja mengerti apa yang dikagumi oleh kelompoknya. Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai konsep mereka mengenai kepribadian

”ideal” terhadap mana mereka menilai kepribadian mereka sendiri.

Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin merubah kepribadian mereka.

Jadi dapat disimpulkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam masa remaja adalah perubahan fisik, emosi, sosial, moral, kepribadian, kognitif dan psikologis.

(22)

C. Hubungan Antara Penerimaan Diri tentang Ciri-Ciri Perkembangan Seksual Sekunder dengan Konsep Diri pada Remaja Putri

Citra diri merupakan gambaran tentang siapakah dirinya menurut pendapatnya sendiri. Citra diri tersebut mungkin kabur atau tidak sesuai dengan kenyataannya, namun citra diri tetap ada pada setiap remaja. Citra diri merupakan kerangka acuan dalam bertindak dan bereaksi, sehingga remaja tahu bagaimana harus bertindak dan bersikap dalam situasi tertentu (Hadisubrata, 1997).

Citra diri merupakan bagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra diri adalah aspek yang penting dari perkembangan konsep diri, yaitu merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri. Bila remaja memandang tubuhnya sesuai dengan harapannya maupun dengan ideal yang ada, maka akan memberikan keuntungan positif bagi diri remaja. Hal ini akan menimbulkan citra diri yang positif karena remaja akan merasa puas terhadap kondisi tubuhnya yang akan diekspresikan dalam sikap percaya diri, dan konsep diri yang sehat. Sebaliknya, remaja yang memandang raganya tidak sesuai dengan harapan dan kenyataan maka dapat menimbulkan citra diri yang negatif, sehingga remaja tidak puas dengan dirinya, menjadi sulit menerima diri apa adanya, peka terhadap kritik, responsif terhadap pujian dan pesimis (Attie dan Brooks-Gun, 1989).

Remaja dalam perkembangannya, seringkali prihatin selama tahun- tahun awal masa remaja. Keprihatinan tersebut timbul karena adanya kesadaran akan reaksi sosial terhadap berbagai hal. Salah satu sumber

(23)

keprihatinan tersebut adalah perubahan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan standar budaya yang berlaku sebagai akibat dari perkembangan seksual sekunder yang dialami remaja putri. Keprihatinan akan tubuh yang sedang berkembang semakin diperbesar dengan berkembangnya kesadaran akan pentingnya penampilan diri dalam kehidupan sosial yang akhirnya mempengaruhi konsep diri remaja putri.

Helmi (1995), menunjukkan bahwa konsep diri sangat penting bagi keberhasilan individu dalam hubungan sosialnya, hal ini berarti bahwa dengan konsep diri yang positif individu akan berperilaku positif sehingga akan mendapat umpan balik yang positif dari lingkungan. Terbentuknya konsep diri akan mempengaruhi harga diri. Berdasarkan konsep dirinya maka remaja putri akan mengevaluasi pengalaman-pengalamannya yang berkaitan dengan penerimaan dan penghargaan orang lain terhadap dirinya (Walgito, 1993).

(24)

D. Kerangka Teori

Skema 2.1. Kerangka Teori Sumber: Stuart dan Sundeen (1991)

E. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Skema 2.2. Kerangka Konsep Citra diri tentang ciri-

ciri perkembangan seksual sekunder

Konsep diri remaja putri

Konsep Diri Remaja Putri

Peran Harga diri

Ideal diri Citra diri:

Perkembangan seksual sekunder

Identitas diri

(25)

F. Variabel Penelitian

Variabel-variabel yang diteliti antara lain : 1. Variabel Independen (Bebas)

Variabel independen dalam penelitian ini adalah citra diri tentang ciri-ciri perkembangan sekunder.

2. Variabel Dependen (Terikat)

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah konsep diri.

G. Hipotesis

Ada hubungan antara citra diri tentang ciri-ciri perkembangan seksual sekunder dengan konsep diri pada remaja putri di SMP Negeri 33 Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Baja profil dibuat dengan proses canai panas, kecuali profil Kanal C ringan dibuat dengan proses dingin dari pelat baja atau strip baja, baik pelat/strip baja yang diperoleh

Jumlah Kampung KB percontohan yang mendapat fasilitasi dan pembinaan Pemberdayaan Ekonomi Keluarga 17 3331.FBA.003 Pemerintah daerah yang menerima fasilitas pembinaan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum yang dilakukan oleh UPTD Pengelolaan Parkir Dinas

Mengetahui hubungan beban kerja dengan kinerja perawat dalam. pemberian

Masa pencampuran sebatian PP semakin singkat dengan peningkatan jumlah KK pra-rawatan pada semua peratusan APT berlaku kerana semakin banyak pengisi digunakan semakin banyak

14 yang meneliti tentang pengaruh edukasi gizi berbasis web tehadap peningkatan konsumsi buah dan sayur dan susu pada siswa SMA, menunjukkan bahwa terdapat peningkatan

Imam ‘Ala’uddin Ali dalam tafsirnya Tafsir Al Khozin menjelaskan terhadap kedua ayat dalam Surat Yunus di atas bahwa andai saja Allah SWT menghendaki agar

Untuk nilai-nilai kekerasan pada spesimen yang tidak mengalami perlakuan panas pada masing-masing daerah pengelasan yaitu daerah logam induk A, daerah HAZ A,