• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Ruang Lingkup Kenakalan Siswa 2.1.1 Pengertian Kenakalan Remaja

Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat kurang baik (tidak menurut, mengganggu, dsb, terutama bagi anak-anak). Dari segi psikologis, Koesoemanto (1999:260) menjelaskan bahwa kenakalan merupakan tingkah laku yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik oleh suatu lingkungan masyarakat atau hukum yang berlaku disuatu masyarakat yang berkebudayaan

Menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah masa peralihan di antara masa kanak- kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada juga diungkapkan oleh Santrock (2003:26) bahwa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Dari beberapa pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.

2.1.2. Ciri-ciri Kenakalan Remaja

(2)

Masalah kenakalan merupakan masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, masalah ini semakin dirasakan dan meresahkan masyarakat terutama dilingkungan sekolah. Ada beberapa ciri-ciri kenakalan menurut pendapat Gunarsah, ( 2007:19 ) ciri-ciri pokok tersebut antara lain:

a. Dalam pengertian kenakalan, harus terlihat adanya perbuatan atau tingkah laku yang bersifat pelanggaran terhadap norma hukum yang berlaku dan pelanggaran nilai-nilai moral.

b. Kenakalan tersebut mempunyai tujuan yang anti sosial yakni dengan perbuatan atau tingkah laku tersebut bertentangan dengan nilai atau moral sosial yang ada di lingkungan hidupnya.

c. Kenakalan dapat dilakukan oleh seorang remaja/siswa saja atau dapat juga dilakukan secara bersama-sama dalam suatu kelompok.

2.1.3. Bentuk-bentuk Kenakalan Remaja

Menurut Qaimi (2002: 47) Ada beberapa bentuk kenakalan yang sering menimbulkan masalah - masalah yang merugikan bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Bentuk-bentuk kenakalan tersebut sebagai berikut:

a. Ketidakteraturan

Sebagian siswa berdasarkan sejumlah alasan dan faktor tertentu, mengalami masalah dengan keteraturan. Namun sering melakukan tindakan yang tidak disukai para orang tua atau pendidik. Selain itu, mereka juga selalu mengeluh tentang kondisi hidupnya. Dalam hal ini, mereka mulai terjebak dalam kehidupan yang tidak teratur. Misalnya menghilangkan sarana-sarana atau barang-barang sekolah, dan sebagainya.

b. Suka bertengkar

(3)

Pertengkaran adalah semacam sikap yang merefleksikan terjadinya pemaksaan, kejahatan, dan kekerasan. Kadang pertengkaran terjadi dalam bentuk adu mulut atau pemutusan hubungan antar personal dengan cara yang beragam. Siswa-siswa yang suka bertengkar tidak pernah dapat menjaga hak-hak orang lain dan tidak memiliki komitmen atas tata cara bermain dan menjalin persahabatan terhadap teman-temannya.

c. Penentangan atau pembangkangan

Permasalahan yang sering menjadi bahan keluhan bagi kebanyakan orang tua dan pendidik adalah penentangan dan pembangkangan pada anak atau siswa. Padahal oarang tua dan pendidik menetapkan peraturan bagi anak atau siswa tidak lain demi kebahagiaan dan kebaikan mereka sendiri, tetapi kebanyakan mereka malah bersikap menentang setiap peraturan yang ditetapkan oleh orang tua atau pendidik.

d. Pergi tanpa tujuan

Kecenderungan untuk pergi tanpa tujuan merupakan suatu yang abnormal dan berpangkal pada kegagalan menerapkan metode pendidikan. Terkadang kecenderungan ini timbul lantaran adanya kurangnya perhatian. Pada kenyataannya, banyak siswa yang pergi dari sekolahannya tanpa tujuan. Fakta ini terjadi lantaran mereka menilai bahwa berlama-lama tinggal dalam lingkungan sekolah tidak menguntungkan dirinya. Misalnya : Membolos (suatu tindakan kabur dari sekolah atau tidak masuk sekolaha tanpa sepengetahuan dari pihak sekolah)

e. Keras dan tindak kekerasan

Dalam dunia siswa, fenomena kekerasan dapat berbentuk tindak mematahkan atau

melukai, pemukulan, pengrusakan, pelecehan, dan perkelahian. Sewaktu bertengkar,

(4)

seorang siswa lantaran sedikit saja dilukai, ia akan nekat melakukan pembalasan dengan cara yang bengis dan kejam.

f. Urakan

Sikap urakan merupakan masalah serius oleh orang tua atau pendidik. Akar bagi munculnya perbuatan tersebut adalah corak kepribadian seorang siswa. Oleh karena itu, siswa urakan tidak memiliki jiwa yang stabil. Sikap urakan pada siswa sebagian besar berbentuk pembangkangan, pelanggaran, penentangan keras terhadap peraturan dan tata tertib rumah atau sekolah.

g. Pembuat masalah

Merupakan masalah biasa dan wajar tatkala anak-anak cenderung ingin tahu, tidak bisa diam, membuat keributan dan kegaduhan, serta mengganggu dan merepotkan orang tua atau pendidik.

2.1.4. Faktor-Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Dalam menanggapi banyak kasus yang menimpa pada anak remaja khususnya para pelajar, kita kembalikan terhadap kemampuan orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua dianggap kurang mampu menanamkan keimanan pada anaknya. Lingkungan yang kurang mendukung juga ikut dianggap sebagai penyebabnya, gurupun ikut dianggap tanggung jawab Ada beberapa faktor penyebab timbulnya kenakalan siswa. Faktor timbulnya kenakalan pada remaja atau siswa adalah faktor keluarga, sekolah dan masyarakat.

Sedangkan Menurut Qaimi (2002: 33) ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan

kenakalan , sebagai berikut:

(5)

a. Faktor keturunan

Bahwa faktor keturunan yang dimaksud adalah sifat yang diwariskan dari orang tua.

Mungkin hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain keturunan keluarga yang mempunyai sifat buruk, sebagai akibat pula pikir lambat, sakit syaraf.

b. Faktor kontrol diri.

Beberapa anak yang gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan biasanya akan mengalami pemberontakan dan bentuknya bisa berupa tindakan kenakalan remaja.

c. Faktor keluarga.

Faktor keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan siswa. Kurang adanya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orang tua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif dan kurangnya kasih sayang orang tua terhadap anaknya dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan

d. Pendidikan buruk

Pendidikan pertama kali diperoleh anak melalui lingkungan keluarga, Apabila di dalam penanaman nilai-nilai moral tidak baik, maka akan berdampak fatal bagi anak tersebut.

e. Faktor peraturan

Penyebab kenakalan berasal dari peraturan yang diberlakukan orang tua atau pendidik yang

mempersulit keadaannya. Dengan pemaksaan kehendak, hanya akan mendorong sang anak

berani menentang atau melawan perintah orang tua.

(6)

f. Faktor ajaran buruk

Kenakalan atau perilaku buruk anggota keluarga, terutama kedua orang tua sangat berpengaruh dalam memicu kenakalan. Kedua orang tua merupakan contoh teladan bagi anak-anaknya.

Sedangkan Menurut Tambunan (1986:46-51), kenakalan tidak timbul sendiri tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, sebagai berikut:

a. Faktor lingkungan

Para ahli pendidikan menekankan, bahwa kondisi sosial di daerah tempat tinggal akan menentukan tingkah laku seseorang. Diantaranya kondisi terhadap masalah kemiskinan, pendidikan orang dewasa yang rendah di tempat tersebut

b. Kurangnya pendidikan agama

Dengan kurangnya pendidikan agama, maka anak akan mudah terperosok ke dalam kelakuan-kelakuan yang tidak baik dan menuruti apa yang menjadi keinginannya dan dapat menyenangkannya, tanpa memikirkan akibat selanjutnya.

d. Kemerosotan moral dan mental orang dewasa

Pada dasarnya, orang tua sebagai contoh atau suriteladan. Akan tetapi pada kenyataannya banyak sekali kemerosotan moral, tingkah laku, dan perbuatan-perbuatan para orang tua yang tidak baik.

e. Pendidikan dalam sekolah yang kurang baik

(7)

Sekolah bukanlah tempat menuangkan pengetahuan bagi siswa, tetapi sekolah seharusnya juga merupakan alam dan lingkungan dimana seorang benar-benar dapat menumbuhkan kepribadiannya, belajar menyesuaikan diri dengan berbagai situasi dan problem yang dihadapinya.

2.1.5. Usaha Menanggulangi Kenakalan Siswa

Kenakalan merupakan perbuatan yang dapat merugikan orang lain serta diri sendiri, sehingga perlu diminimalisir atau dikurangi bahkan dihilangkan. Kenakalan ini disamping menggangu ketertiban umum juga mengganggu proses belajar mengajar. Dalam hal ini meminimalisir perilaku kenakalan siswa yang dijumpai disekolah, Permanarian (1995:49) mengemukakan upaya yang dilakukan antara lain : (1) Usaha pencegahan, dan (2) Usaha refresif/kuratif (pengembalian)

Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama bagi anak, maka sekolah adalah lembaga kedua dalam pembentukan pribadi dan pembinaan mentanya disamping mendidik hendaknya pengembangan kecerdasan. Oleh karena sekolah tempat mendidik hendaknya dijaga terjadinya kesalahan dan kekurangan yang bisa di ambil antara lain :

(a) Melengkapi semua sarana pendidikan dan pengajaran sekolah

(b) Penggunaan waktu senggang hendaknya memperoleh perhatian dan pengawasan guru.

Upaya represif atau kuratif ialah usaha mengembalkan bagi siswa yang telah melakukan

pelanggaran –pelanggaran norma-norma sosial. Jadi usaha represif pada hakikatnya merupakan

sarana dalam mengatasi atau menanggulangi masalah kenakalan yang mengarah kepada usaha

(8)

pencegahan dan penyembuhan. Sarana yang bersifat represif antara lain peraturan tata tertib seklah tentang kenakalan siswa.

2.2. Ruang Lingkup Pola Asuh Orang Tua

2.2.1 Pengertian Pola Asuh

Keluarga merupakan tempat untuk pertama kalinya seorang anak memperoleh pendidikan dan mengenal nilai-nilai maupun peraturan-peraturan yang harus diikutinya yang mendasari anak untuk melakukan hubungan sosial dengan lingkungan yang lebih luas. Namun dengan adanya perbedaan latar belakang, pengalaman, pendidikan dan kepentingan dari orang tua maka terjadilah cara mendidik anak.

Pola Asuh berasal dari dari dua suku kata yang masing-masing mempunyai arti sendiri- sendiri dalam kamus besar bahasa indonesia pola dalah system, gambar yang dipkai untuk contoh sedangkan asuh dlah menjga (merawat dan mendidik ) anak supaya dapat berdiri sendiri (Pourwadirminta, 2002:763). Jadi, pola asuh adalah system yang diterapkan orang tua dalam merawat dan mendidik anak agar mandiri.

Dilihat dari segi bahasa, kata “pola asuh” terdiri dai kata “pola” dan “asuh”. Pola berarti model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap). Sedang kata “asuh” mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat berdiri sendiri. Menurut Kohn, pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berintekrasi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah atau maupun hukuman yang keras, cara orang tua menunjukkan otoritas, dan cara orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya, (Depdiknas,2003:3).

Sedangkan Menurut Chabib Thoha (1996:109) yang mengemukakan bahwa pola asuh

orang tua adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua dalam mendidik anak

(9)

sebagai perwujudan dari rasa tanggung jawab kepada anak. Peran keluarga menjadi penting untuk mendidik anak baik dalam sudut tinjauan agama, tinjauan sosial kemasyarakatan maupun tinjauan individu. Jika pendidikan keluarga dapat berlangsung dengan baik maka mampu menumbuhkan perkembangan kepribadian anak menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian yang kuat dan mandiri, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal.

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua adalah cara mengasuh dan metode disiplin orang tua dalam berhubungan dengan anaknya dengan tujuan membentuk watak, kepribadian, dan memberikan nilai-nilai bagi anak untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Dalam memberikan aturan-aturan atau nilai terhadap anak-anaknya tiap orang tua akan memberikan bentuk pola asuh yang berbeda berdasarkan latar belakang pengasuhan orang tua sendiri sehingga akan menghasilkan bermacam-macam pola asuh yang berbeda dari orang tua yang berbeda pula.

2.2.2. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

Pendidikan yang baik dan benar, akan sangat berpengaruh pada perkembangan pribadi dan sosial anak remaja. Kebutuh yang ierikan melalui pola asuh akan mmberikan kesempatan pada anak untukmenunjukkan bhwa dirinya adalah sebagian dari orang-orang disekitarnya. Agus Dariyo (2004:97) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, a) pola asuh otoriter (parent oriented), b) pola asuh permisif (children centered), pola asuh demokratis, d) pola asuh situsional.

Menurut Hourlock dalam Chabib Thoha (1996:111-112) mengemukakan ada tiga jenis

pola asuh orang tua terhadap anaknya, yakni :

(10)

Pola Asuh Otoriter, pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan

aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan bertukar pikiran dengan orang tua, orang tua menganggap bahwa semua sikapnya sudah benar sehingga tidak perlu dipertimbangkan dengan anak. Pola asuh yang bersifat otoriter juga ditandai dengan penggunaan hukuman yang keras, lebih banyak menggunakan hukuman badan, anak juga diatur segala keperluan dengan aturan yang ketat dan masih tetap diberlakukan meskipun sudah menginjak usia dewasa. Anak yang dibesarkan dalam suasana semacam ini akan besar dengan sifat yang ragu-ragu, lemah kepribadian dan tidak sanggup mengambil keputusan tentang apa saja.

Pola Asuh Demokratis, pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang

tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri. Anak diberi kesempatan untuk mengembangkan kontrol internalnya sehingga sedikit demi sedikit berlatih untuk bertanggung jawab kepada diri sendiri. Anak dilibatkan dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam mengatur hidupnya.

Pola Asuh Permisive, pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara

bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-

luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat

lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya. Semua apa yang

telah dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu mendapatkan teguran, arahan atau

(11)

bimbingan. Menurut Gunarsa (2003:83), bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permisif memberikan kekuasaan penuh pada anak, tanpa dituntut kewajiban da tangdung jawab, kurang kontrol terhadap perilaku anak dan hanya berperan sebagai pemberi fasilitas, serta kurang berkomunikasi dengan baik.

Tembong Presetya (23:27-32) membagi bentuk pola asuh orang tua menjadi empat, a) pola pengasuhan autoritatif, b) pola pengasuhan otoriter, c) pola pengasuhan penyabar atau pemanja, d) pola pengasuhan penelantar. Pada umumnya pola pengasuhan autoritatif hampir sama dengan bentuk pola asuh demokratis oleh Dariyo (2004:74) namun hal yang membedakan pola asuh ini yaitu adanya tambahan mengenai pemahaman bahwa masa depan anak harus dilandasi oleh tindakan-tindakan masa kini. Orang tua memprioritaskan kepentingan anak dibandingkan dengan kepentingan dirinya, tidak ragu-ragu mengendalikan anak, berani menegur apabila anak perilaku buruk.

Pola pengasuhan otoriter, orang tua menuntut anak untuk mematuhi standar mutlak yang ditentukan oleh orang tua. Pengasuhan otoriter memiliki kompetensi dan cukup tanggung jawab, namun kebanyakan cenderung menarik diri secara sosial, kurang sponan dan kurang percaya diri.

Pola pengasuhan penyayang, orang tua tidak mengedalikan anak dengan kebutuhan perkembangan kepribadian anak, tidak pernah menegur atau tidak berani menegur anak.

Pola asuh pengasuhan penelantar, orang tua kurang atau bahkan sama sekali tidak memperdulikan perkembangan psikis anak. Anak dibiarkan berkembang sendiri, rang tua juga lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri dai pada perkembangan anak.

Dari beberapa uraian pendapat ara ahli diatas megenai bentuk pola asuh orang tua dapat

simpulkan bahwa pada dasarnya terdapat tiga pola asuh yang diterapkan orang tua yaitu pola

asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh bebas (permisif). Dengan demikian, ada

(12)

kecendurungan bahwa tidak ada bnetuk pola asuh yang myrni diterapka oleh orang tua tetapi orang tua dapat menggunakan ketiga bentuk pola asuh tersebut disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi saat itu.

2.2.3. Ciri-ciri Pola Asuh

Pola asuh merupakan interaksi antara orang tua dengan anaknya yang memiliki ciri-ciri dalam mengadakan pengasuhan. Hurlock (1993:204) mengemukakan ciri-ciri pola asuh, yaitu:

a. Pola asuh otoriter mempunyai ciri:

1) Anak harus tunduk dan patuh pada kehendak orang tua

2) Pengontrolan orang tua pada tingkah laku anak sangat ketat hampir tidak pernah memberi pujian

3) Sering memberikan hukuman fisik jika terjadi kegagalan memenuhi standar yang telah ditetapkan orang tua

4) Pengendalian tingkah laku melalui kontrol eksternal b. Pola asuh demokratis mempunyai ciri:

1) Anak diberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internal

2) Anak diakui sebagai pribadi oleh orang tua dan turut dilibatkan dalam pengambilan keputusan

3) Menetapkan peraturan serta mengatur kehidupan anak.

c. Pola asuh permisif mempunyai ciri:

1) Kontrol orang tua kurang 2) Bersifat longgar atau bebas

3) Anak kurang dibimbing dalam mengatur dirinya

4) Hampir tidak menggunakan hukuman

(13)

5) Anak diijinkan membuat keputusan sendiri dan dapat berbuat sekehendaknya sendiri 2.3. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Kenakalan Siswa

Pada dasarnya sikap orang tua akan tampak pada saat berintegrasi dalam keluarga, karena dalam berintekrasi tersebut, sikap, perilaku dan kebiasaan orng tua sehari-hari akan dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anak yang kemudian menjadi kebiasaan bagi anaknya. Hal tersebut dikarenakan anak ketika memasuki masa remaja itu memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib diri sendiri. Disinilah peran penting keluarga dalam membimbing & mengarahkan remaja menuju masa depan yang cerah. dan menurut penulis hal utama yang perlu diperhatikan adalah polah asuh yang baik sejak dini sehingga ketika anak memasuki masa remaja mereka tidak salah jalan, dan untuk menanggulangi masalah ini, banyak hal perlu diperhatikan. Penyebab atau faktor-faktor yang mempengaruhi kenakalan itu yang perlu diperhatikan dan jika belum sesuai dengan apa yang salama ini dilakukan, inilah saatnya untuk merubah semua itu, tidak ada kata terlambat untuk suatu hal yang akan mendatangkan kebaikan.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pola asuh orang tua sangat menentukan pembentukan perilaku yang baik dan sangat terpuji bagi para remaja.

2.4 Kerangka Berpikir

Kenakalan remaja adalah suatu perbuatan yang melanggar norma, aturan atau hukum dalam masyarakat yang dilakukan pada usia remaja atau transisi masa anak-anak dan dewasa.

Pola Asuh Otoriter, pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan

aturan-aturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang

tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi.

(14)

Pola Asuh Demokratis, pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Orang tua sedikit memberi kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang terbaik bagi dirinya, anak didengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri.

Pola Asuh Permisive, pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas- luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan yang cukup berarti bagi anaknya.

Untuk melihat hubungan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan siswa dapat dilihat pada kerangka berpikir dibawah ini :

2.5 Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah “Terdapat hubungan antara pola asuh orang tua dengan kenakalan siswa pada siswa kelas X SMK Negeri 1 Bonepantai.

Pola Asuh Orang Tua Permisif

Demokratis

Kenakalan Siswa

Otoriter

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian turbin angin ini dalam rangka pengembangan energi angin yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik kecepatan angin terhadap pengaruh daya yang dihasilkan turbin

Kurangnya volume cairan berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh, intake cairan peroral yang kurang (mual, muntah).. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan

 Peserta didik bertanya jawab dengan guru tentang kisah keteladanan Nabi Musa a.s.  Peserta didik juga menyimak

Maka dari itu para produsen media cetak bersaing saling merebut hati khalayaknya dengan adanya gambar karikatur dengan nama maupun tokoh yang mudah diingat oleh masyarakat,

Hasil dari penelitian ini adalah adanya rancangan sistem informasi yang akan digunakan sebagai pendukung pemenuhan standar nasional pendidikan di Sekolah dan Sekolah

Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya Rekristalisasi adalah pemurnian suatu zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara

Alternatif lainnya dari rangkaian interlock , Anda bisa menggunakan diagram tangga yang ditunjukkan pada Gambar 1.27, dengan menggunakan saklar togel atau pushbutton (konfigurasi