• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KELOMPOK INFORMASI MASYARAKAT DI DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN DELI SERDANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KELOMPOK INFORMASI MASYARAKAT DI DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN DELI SERDANG"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN KELOMPOK INFORMASI MASYARAKAT DI DINAS

KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN DELI SERDANG

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh:

NIA ANINDITA GUSTI 140903127

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ABSTRAK

Kesenjangan informasi yang terjadi pada masyarakat terpencil, perbatasan dan pedesaan mengakibatkan adanya hambatan dalam desiminasi informasi antara pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan hal itu maka di bentuklah suatu Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.8/Per/M.Kominfo/6/2010 sebagai upaya pemerintah untuk mengembangkan dan memberdayakan masyarakat melalui kelompok-kelompok informasi masyarakat. Kelompok Informasi Masyarakat merupakan sebuah program pemerintah untuk mengupayakan terwujudnya masyarakat inofrmasi di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang dalam implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), Bagaimana ketersediaan sumber daya dalam implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), serta bagaimana komunikasi antara badan pelaksana dalam implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM).

Metode yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan pencatatan dokumen terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM). Data yang di dapat kemudian dianalisis secara kualitatif dengan menelaah seluruh data yang telah di kumpulkan yang di dukung oleh hasil wawancara dengan pendekatan teori model implementasi kebijakan Donald Van meter dan Carl Van Horn yang mengemukakan keberhasilan suatu kebijakan dipengaruhi oleh variabel standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar badan pelaksana, karakteristik badan pelaksana, lingkungan sosial, ekonomi dan politik, dan sikap pelaksana.

Dari hasil penelitian, dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di Dinas Komunikasi dan Informatika belum terlaksana dengan baik, meskipun pelaksana kebijakan telah memahami standar dan sasaran dari kebijakan serta komunikasi antar badan pelaksana telah terjalin dengan baik, implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) ini masih memiliki hambatan dalam ketersediaan sumber daya, sehingga hal itu yang menyebabkan tidak terlaksananya kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kepada para Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di Kabupaten Deli Serdang.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pengembangan dan Pemberdayaan, Kelompok Informasi Masyarakat

(3)

ABSTRACT

Devide the information that occurs in a remote society, the border and rural resulted in the obstacles in dissemination of information between the government and the community.

Based on that, in the form of a Regulation of the Minister of Communication and Informatics No.8 / Per / M.Kominfo / 6/2010 as the government's effort to develop and empower the community through community information groups. The Community Information Group is a government program to seek the realization of an information society in Indonesia.

This study aims to find out how the understanding of Dinas Komunikasi Informatika Kabupaten Deli Serdang in the implementation of policy development and empowerment of Community Information Group (KIM). How the availability of resources in the implementation of development policies and empowerment of the Community Information Group (KIM), and how the communication between the implementing agency in the implementation of development policies and empowerment of the Community Information Group (KIM). The method used is descriptive research method with qualitative approach.

Data collection techniques are conducted by interviewing, observing and recording documents related to the development and empowerment of the Community Information Group (KIM). The data can then be analyzed qualitatively by reviewing all data that has been collected which is supported by the results of the interview with the approach of the theory of policy implementation model Donald Van meter and Carl Van Horn which suggests the success of a policy is influenced by standard variables and policy targets, resources , communication between implementing agencies, the characteristics of the implementing agency, the social, economic and political environment, and the implementing attitude.

From the research result, it can be seen that the implementation of development policy and empowerment of Community Information Group (KIM) in Dinas Komunikasi dan Informatika has not done well, although the policy implementer has understood the standard and target of policy and communication among implementing agency has been well established, the development and empowerment of the Community Information Group (KIM) still has constraints on the availability of resources, thus causing the lack of implementation and development policies to the Community Information Group (KIM) in Kabupaten Deli Serdang.

Keywords: Policy Implementation, Development and Empowerment, Community Information Group

(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Karunia- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi persyaratan Kurikulum Sarjana Strata-1 (S1) pada Departemen Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi ini adalah Implementasi Kebijakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

Pada penyelesaian skripsi ini, penulis sangat banyak mendapatkan bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang khusus dan tulus kepada kedua orang tua penulis, yang selalu mendukung dan mendoakan saya. Selain itu, penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu kepada :

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si.

2. Ketua Progam Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA.

3. Sekretaris Progam Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, sekaligus merupakan dosen pembimbing dari penulis yang selalu memotivasi yaitu Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, MA, P.hD.

4. Seluruh jajaran dosen atau staf pengajar Program Studi Ilmu Administrasi

(5)

5. Seluruh staff administrasi di Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Pegawai/ Staf Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang yang telah membantu saya dalam memperoleh hasil wawancara dan data yang saya perlukan.

7. Seluruh anggota Kelompok Usaha Bersama dan Kelompok Tani Sri Rahayu yang telah membantu saya dalam memperoleh hasil wawancara.

8. Untuk teman-teman yang sudah mendukung dalam proses perkuliahan hingga terselesaikannya skripsi ini, Yanisah Hasibuan, Aisyah Ayu Winandri dan Sariyanti.

9. Untuk Muhammad Luthfi Faisal, yang telah mendukung dan memotivasi penulis untuk dapat menyelesaikan skirpsi ini.

10. Para sahabat Dilva Dwiliani, Qiqi Irianti Pasaribu, Nurul Fadhilah, Cut Mutiara Ayu Sekar Arum, Dini Ananda, Della Aloysa, Yovi Ayu, Sharfina Haslin, Kamila Zulkhaira Muhammad Irfa Qodri yang telah membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

11. Para sahabat dan seluruh teman seperjuangan Departemen Ilmu Administrasi Publik angkatan 2014

12. Semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini Akhirnya saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk perkembangan keilmuan.

Medan, 6 Juli 2018

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...i

ABSTRACT ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...iv

DAFTAR LAMPIRAN ...v

BAB I ...1

PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Fokus Penelitian ...6

1.3 Rumusan Masalah ...6

1.4 Tujuan Penelitian ...7

1.5 Manfaat Penelitian ...8

BAB II ...9

KAJIAN PUSTAKA ...9

2.1 Implementasi Kebijakan ...9

2.2 Model Implementasi Kebijakan Publik ...10

2.2.1 Model Implementasi Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn ... 10

2.2.2 Model Implementasi Marilee S. Grindle ...11

2.2.3 Model Implementasi Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier ...12

2.3 Pembangunan Masyarakat ...13

2.4 Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat ...15

2.4.1 Konsep Pengembangan Masyarakat ...15

2.4.2 Prinsip-Prinsip Pengembangan Masyarakat ...16

2.4.3 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ...19

2.4.4 Tahap-Tahap Pemberdayaan Masyarakat ...22

2.4.5 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat ...24

2.5 Kelompok Informasi Masyarakat ...25

2.6 Defenisi Konsep ...26

2.7 Hipotesis Kerja ...28

BAB III ...29

METODE PENELITIAN ...29

3.1 Bentuk Penelitian ...29

(7)

3.2 Lokasi Penelitian ...30

3.3 Informan Penelitian ...30

3.4 Teknik Pengumpulan Data ...32

3.5 Teknik Analisis Data ...33

3.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ...35

BAB IV ...36

HASIL DAN PEMBAHASAN ...36

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ...36

4.1.1 Sejarah Singkat Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang...36

4.1.2 Visi dan Misi Organisasi ...38

4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Komunikasi dan Informatika ...40

4.1.4 Struktur Organisasi ...41

4.2 Implementasi Kebijakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang ...43

4.2.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ...44

4.2.2 Sumber Daya ...47

4.2.3 Komunikasi Antar Badan Pelaksana ...52

4.2.4 Karakteristik Badan Pelaksana ...57

4.2.5 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Politik ...61

4.2.6 Sikap Pelaksana ...64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...69

5.1 Kesimpulan ...69

5.2 Saran ...71

DAFTAR PUSTAKA ...74

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. Pedoman Observasi ...

LAMPIRAN 2. Pedoman Dokumantasi ...

LAMPIRAN 3. Pedoman Wawancara ...

LAMPIRAN 4 Matriks Observasi ...

LAMPIRAN 5 Transkrip Dokumentasi ...

LAMPIRAN 6 Matriks Wawancara ...

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam setiap pengambilan kebijakan, peran informasi sangat dibutuhkan untuk menentukan keberhasilan dari berbagai kebijakan yang telah ditetapkan.

Untuk itu, penyebarluasan informasi harus mendapatkan prioritas, karena informasi merupakan sarana agar masyarakat dapat menerima setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun, apabila dilihat kondisi geografis Indonesia yang tersebar dalam berbagai pulau, menyebabkan kendala kesenjangan informasi dikalangan masyarakat terpencil maupun di perbatasan, sementara kebutuhan akan informasi merupakan hak seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Sebab kenyataannya tidak semua masyarakat dapat menerima informasi dengan baik karena rendahnya tingkat pengetahuan dan kemampuan dalam mendayagunakan informasi publik yang ada.

Selain itu di era Reformasi, Otonomi dan Desentralisasi sekarang, peran pemerintah di bidang informasi dan komunikasi semakin terbatas, sehingga menimbulkan kegamangan dalam diseminasi informasi, sementara masyarakat masih membutuhkannya, terutama didaerah terpencil, perbatasan dan kawasan pedesaan. Maka berdasarkan hal itu, untuk mengatasi hambatan informasi di masyarakat, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan berupa Permen Kominfo No. 17 Tahun 2009 tentang Diseminasi Informasi Nasional Oleh Pemerintahan, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan komunikasi.

Selanjutnya sebagai implementasi dari kebijakan tersebut telah dikeluarkan

(10)

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 08/Per/M.Kominfo/6/2010 Tentang Pedoman Pengembangan dan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial. Kebijakan Pengembangan dan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial diarahkan untuk mewujudkan jejaring diseminasi informasi nasional, mendorong partisipasi masyarakat dalam demokrasi dan pembangunan sebagai upaya meningkatkan nilai tambah, mendorong peningkatan kualitas media massa dan kecerdasan publik dalam mengonsumsi informasi serta membangun masyarakat informasi.

Pada implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial dibentuk suatu Lembaga Komunikasi Perdesaan atau yang dikenal dengan KIM (Kelompok Informasi Masyarakat). Kelompok Informasi Masyarakat merupakan suatu lembaga yang berada di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang dibentuk dari dan untuk masyarakat yang berorientasi pada pemberdayaan dan pemanfaatan informasi bagi masyarakat sesuai dengan kebutuhannya. Kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) dilaksanakan agar para Kelompok Informasi Masyarakat mampu untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya sehingga dapat berperan aktif di dalam suatu proses pembangunan. Selain itu dengan adanya kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat diharapkan dapat menjadi mitra bagi pemerintah dalam menyebarluaskan informasi-informasi publik atau kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah kepada masyarakat di pedesaan.

Namun, di dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pemberdayan Kelompok Informasi Masyarakat masih terdapat beberapa permasalahan.

Sehingga menyebabkan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan

(11)

Kelompok Informasi masyarakat itu belum dapat terlaksana sesuai dengan tujuannya. Hal itu dapat dilihat dari studi kasus pada pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Kabupaten Sleman dan Kabupaten Pangandaran.

Di Kabupaten Sleman, pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat sudah terlaksana, namun yang menjadi permasalahannya adalah kurangnya respon dari Kelompok Informasi Masyarakat itu sendiri saat terlaksananya pengembangan dan pemberdayaan KIM yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Sleman. Selain itu kurangnya sumber daya anggaran di dalam pelaksanaan kebijakan juga menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan kebijakan (Lasa, 2009).

Sementara itu di Kabupaten Pangandaran permasalahan pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan KIM ini terletak pada disposisi implementornya. Pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan KIM belum rutin dilaksanakan, hal ini dikarenakan kurang optimalnya perhatian dari pemerintah yang dalam hal ini Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pangandaran terhadap pemanfaatan Kelompok Informasi Masyarakat sebagai sarana diseminiasi transformasi informasi kebijakan, serta kurangnya dukungan dana dalam pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Kabupaten Pangandaran (Yalia, 2007).

Selain permasalahan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di beberapa Kabupaten yang telah dijelaskan diatas, penulis juga mendapatkan beberapa permasalahan yang terdapat dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi

(12)

Masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan hasil pra penelitian yang telah dilakukan di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang serta di dua Kelompok Informasi Masyarakat yang berada di Kabupaten Deli Serdang, di dapatkan beberapa permasalahan yang antara lain yaitu pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang belum rutin dilaksanakan, sampai sejauh ini baru berupa suatu sosialisasi atau yang dikenal dengan Temu Konsultasi KIM. Tidak hanya itu saja, terbatasnya anggaran juga menjadi alasan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang tidak dapat terlaksana (Wawancara informal dengan Kepala Bidang Komunikasi Publik, 14 Maret 2018 ).

Selain permasalahan yang terdapat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang, penulis juga mendapatkan beberapa permasalahan yang terjadi pada kebijakan pengembangan dan pemberdayaan KIM di dua Kelompok Informasi Masyarakat yang berada di Kabupaten Deli Serdang.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Ketua Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Desa Marindal II, penulis mendapatkan informasi bahwa sampai saat ini Kelompok Usaha Bersama Desa Marindal II belum pernah merasakan adanya kegiatan pengembangan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang kepada kelompok mereka (Wawancara informal,15 Maret 2018).

Selanjutnya berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Kelompok Tani di Desa Tanjung Sari, penulis juga mendapatkan informasi bahwa dalam

(13)

melaksanakan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan KIM ini, Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang tidak pernah melakukan komunikasi baik itu secara langsung ataupun tidak langsung kepada para anggota Kelompok Tani di Desa Tanjung Sari mengenai pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan KIM yang akan dilakukan. Tidak hanya itu saja, masalah selanjutnya yang masih sangat dirasakan oleh para Kelompok Informasi Masyarakat ini adalah tidak adanya bantuan penyediaan infrastruktur seperti fasilitas jaringan internet,yang nantinya dapat bermanfaat untuk para anggota masyarakat agar dapat meningkatkan kemampuan serta pengetahuan mereka dalam memanfaatkan informasi publik (Wawancara informal, 18 Maret 2018).

Maka berkaitan dengan yang tela dijelaskan diatas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ Implementasi Kebijakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang”.

(14)

1.2 Fokus Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, ada yang disebut dengan batasan masalah.

Batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan fokus yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Fokus penelitian sangat penting dalam usaha menetukan batasan-batasan atau cakupan yang akan dilakukan, dimana dengan diterapkannya fokus penelitian akan jelaslah batasan masalah dan juga mempertajam dalam analisis pembahasan.

Pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) dilaksanakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang. Dilihat dari latar belakang diatas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang sebagai implementor mampu mengimplementasikan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat sesuai dengan standar dan sasaran kebijakan, sumber daya yang tersedia, serta komunikasi yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang dalam melaksanakan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan KIM.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang sudah di paparkan diatas, rumusan penelitian ini adalah “Bagaimana implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat yang dilakukan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang?”

Untuk menjawab rumusan masalah utama maka dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut:

(15)

1. Bagaimana pemahaman Dinas Komunikasi dan Informatika dalam implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat?

2. Bagaimana ketersediaan sumber daya dalam implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat?

3. Bagaimana komunikasi antar organisasi terkait dalam implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat?

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pemahaman para pelaksana kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

2. Untuk mengetahui sumber daya yang tersedia dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

3. Untuk mengetahui komunikasi antar organisasi terkait dan kegiatan- kegiatan pelaksana dalam implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

(16)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, untuk memperoleh gambaran dan penjelasan tentang implementasi kebijakan pemerintah tentang kelompok informasi masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

2. Manfaat akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dalam menambah kajian maupun referensi bagi mahasiswa yang tertarik terhadap penelitian dengan objek yang sama.

3. Secara praktis, sebagai bahan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan dan membutuhkan referensi mengenai implementasi kebijakan pemerintah tentang kelompok informasi masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

(17)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang paling penting dalam proses kebijakan. Suatu tindakan pemerintah baru dikatakan sebagai suatu kebijakan apabila tindakan tersebut dilaksanakan, bukan hanya suatu keinginan semata. Suatu keinginan saja yang belum dilakukan pemerintah belum dapat dianggap sebagai kebijakan.

Van Meter dan Van Horn (dalam Budi Winarno, 2012:146-147) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan- keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan.

Adapun makna implementasi menurut Daniel A. Mazmanian dan Paul Sabatier sebagaimana dikutip dalam buku Solihin Abdul Wahab (2008: 65), mengatakan bahwa:

Implementasi adalah memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijaksanaan yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijaksanaan Negara yang mencakup baik usaha- usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

(18)

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan tidak akan dimulai sebelum tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran ditetapkan atau diidentifikasi oleh keputusan-keputusan kebijakan. Jadi implementasi merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan oleh berbagai aktor sehingga pada akhirnya akan mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan-tujuan atau sasaran- sasaran sendiri kebijakan itu.

2.2 Model Implementasi Kebijakan

2.2.1 Model Implementasi Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn Menurut Meter dan Horn dalam Subarsono (2005:99), ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni; (1) standar dan sasaran kebijakan; (2) sumberdaya; (3) komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas; (4) karakteristik agen pelaksana; dan (5) sikap Pelaksana (6) lingkungan sosial, ekonomi dan politik.

Sumber: Subarsono (2005)

Standar dan Sasaran

Karakteristik Badan Pelaksana

Sumber Daya

Lingkungan Sosial, ekonomi dan Politik

Kinerja Kebijakan Sikap

Pelaksana Komunikasi Antar

Organisasi dan Pelaksana Kegiatan

(19)

1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka menimbulkan konflik di antara para agen implementasi.

2. Sumberdaya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya manusia (human resources) maupun sumberdaya non- manusia (non human resources).

3. Komunikasi antar organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain.

Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik para partisipan,yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini public yang ada di lingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.

6. Sikap pelaksana (disposisi implementor). Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni: (a) respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan; (b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan; dan (c) intensitas disposisi implementor,yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.

2.2.2 Model Implementasi Merilee S. Grindle

Menurut Merilee S. Grindle dalam Agustino (2008: 154) terdapat dua variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan publik dapat diukur dari proses pencapaian hasil akhir (outcomes), yaitu tercapai atau tidaknya tujuan yang ingin diraih, selain itu pengukuran keberhasilan implementasi kebijakan sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yang terdiri atas content of policy dan context of policy.

Content of policy menurut Grindle dalam Agustino (2008: 154-155) adalah sebagai berikut:

(20)

a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi) b.Type of Benefits (tipe manfaat)

c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai) d.Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan)

e. Program Implementer (pelaksana program)

f. Resources Commited (sumber-sumber daya yang digunakan) Context of policy menurut Grindle dalam Agustino (2008: 156) adalah sebagai berikut:

a. Power, Interest, and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan, dan strategi dari aktor yang terlibat) b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan

rezim yang berkuasa)

c. Compliance an Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana)

2.2.3 Model Implementasi Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabaiter Dalam menjelaskan keberhasilan implementasi kebijakan, Mazmanian dan Sabatier dalam Kusumanegara (2010:115) mengidentifikasi 16 variabel independen yang ada dalam 3 kategori utama, yaitu: Kemudahan/kesulitan mengendalikan masalah, kemampuan statuta menstruktur implementasi, dan variabel nonstatuta yang mempengaruhi implementasi. Variabel-variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu :

1. Mudah atau tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi : a. Kesukaran – kesukaran teknis

b. Keberagaman perilaku kelompok sasaran

c. Persentase kelompok sasaran dibanding jumlah penduduk d. Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan

2. Kemampuan kebijaksanaan menstruktur proses implementasi, meliputi:

a. Kejelasan dan konsistensi tujuan

b. Digunakannya teori kausal yang memadai c. Ketepatan alokasi sumber dana

d. Keterpaduan hierarki dalam dan diantara lembaga pelaksana e. Aturan-aturan keputusan dari badan-badan pelaksana

f. Rekruitmen pejabat pelaksana g. Akses formal pihak luar

3. Variabel-Variabel diluar Undang-Undang yang mempengaruhi implementasi.

a. Kondisi sosial-ekonomi dan teknologi.

(21)

b. Dukungan publik.

c. Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok-kelompok d. Dukungan dari pejabat atasan

e. Komitmen dan Kemampuan

f. Kepemimpinan pejabat-pejabat pelaksana.

2.3 Pembangunan Masyarakat

Pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah bahwa manusia adalah sasaran pokok dan sumber paling strategis. Karena itu, pembangunan juga meliputi usaha terencana untuk meningkatkan kemampuan dan potensi manusia serta mengerahkan minat mereka untuk ikut serta dalam proses pembuatan keputusan tentang berbagai hal yang memilki dampak bagi mereka dan mencoba mempromosikan kekuatan manusia, bukan mengabdikan ketergantungan yang menciptakan hubungan antara birokrasi negara dengan masyarakat.

Korten dalam Mardikanto (2017:56) memunculkan teori baru yang menyajikan potensi-potensi baru yang penting guna memantapkan pertumbuhan dan kesejahteraan manusia, keadilan dan kelestarian pembangunan itu sendiri, yang kemudian disebut sebagai teori pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development). Teori ini menyatakan bahwa pembangunan harus berorientasi pada peningkatan kualitas hidup manusia, bukan pada pertumbuhan ekonomi melalui pasar maupun memperkuat negara.

Proposisi diatas mengindikasikan pula bahwa inti pembangunan berpusat pada rakyat adalah pemberdayaan (empowerment) yang mengarah pada kemandirian masyarakat. Dalam konteks ini, dimensi partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Melalui partisipasi disini bukan hanya berarti keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan atau masyarakat hanya ditempatkan sebagai “obyek”, melainkan harus diikuti keterlibatan masyarakat

(22)

dalam pembuatan keputusan dan proses perencanaan pembangunan, atau masyarakat juga ditempatkan sebagai “subyek” utama yang harus menentukan jalannya pembangunan.

Tjokrowinoto (2004:38) memberikan deskripsinya mengenai ciri-ciri pembangunan masyarakat (manusia):

Pertama, prakarsa dan proses pengambilan keputusan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tahap demi tahap harus diletakkan pada masyarakat sendiri;

Kedua, fokus utamanya adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan memobilisasi sumber-sumber yang terdapat di komunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka;

Ketiga, pendekatan ini mentoleransi variasi lokal dan karenanya sifatnya fleksibel menyesuaikan dengan kondisi lokal;

Keempat, di dalam melaksanakan pembangunan, pendekatan ini menekankan pada proses social learning yang didalamnya terdapat interaksi kolaboratif antara birokrasi dan komunitas mulai dari proses perencanaan sampai evaluasi proyek dengan mendasarkan diri saling belajar;

Kelima, proses pembentukan jejaring (networking) antara birokrasi dan lembaga swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang mandiri. Melalui proses networking ini diharapkan terjadi simbiosis antara struktur-struktur pembangunan di tingkat lokal.

Berdarkan penjelasan diatas, makna dari pembangunan berpusat pada manusia adalah menjadikan manusia sebagai aktor dan penentu dalam pembangunan. Untuk menjadikan manusia sebagai aktor dan penentu dalam pembangunan maka harus di imbangi dengan upaya memperkuat kemampuan dan kapasitas masyarakat melalui proses pembelajaran-pembelajaran sosial yang diberikan oleh para pelaksana pemberdayaan kepada masyarakat sehingga masyarakat nantinya dapat terlibat dan ikut serta di dalam proses pembangunan.

Karena setiap pengetahuan itu harus di praktekkan, pengetahuan dilaksanakan melalui proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan yang begitu sulit tidak mungkin dilakukan oleh individu-individu dalam masyarakat yang kurang dalam kesadaran. Oleh karena itu, pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan harus di dahului dengan penguatan kapasitas

(23)

dalam hal kesadaran. Dengan adanya kesadaran makan akan menumbuhkan keberanian manusia dalam mengambil keputusan dan ikut untuk berpartisipasi dan pembangunan.

2.4 Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat 2.4.1 Konsep Pengembangan Masyarakat

Pengembangan masyarakat sebagai suatu gerakan yang dirancang untuk meningkatkan taraf hidup keseluruhan komunitas melalui partisipasi aktif, dan jika memungkinkan, berdasarkan inisiatif masyarakat. Hal ini meliputi berbagai kegiatan pembangunan di tingkat distrik, baik dilakukan oleh pemerintah ataupun lembaga-lembaga non pemerintah. Pengembangan masyarakat harus dilakukan melalui gerakan yang kooperatif dan harus berhubungan dengan pemerintahan lokal terdekat (Hodge dalam Rukminto 2003:197).

Pengembangan masyarakat adalah salah satu metode pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial (Suharto ,2005:37).

Sebagaimana asal katanya, yakni pengembangan masyarakat, terdiri dari dua konsep, yaitu “Pengembangan” dan “Masyarakat”. Secara singkat, pengembangan atau pembangunan merupakan usaha bersama dan terencana untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Bidang-bidang pembangunan biasanya meliputi beberapa sektor, yaitu ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial-budaya. Sementara itu, masyarakat dapat diartikan dalam dua konsep, yaitu (Mayo dalam Suharto 2005:39):

(24)

1. Masyarakat sebagai sebuah “tempat bersama”, yakni sebuah wilayah geografi yang sama. Sebagai contoh, sebuah rukun tetangga atau sebuah kampung di wilayah pedesaan.

2. Masyarakat sebagai “kepentingan bersama”, yakni kesamaan kepentingan berdasarkan kebudayaan dan identitas.

Pengembangan masyarakat umumnya diartikan sebagai pelayanan yang menggunakan pendekatan-pendekatan yang lebih bernuansa pemberdayaan (empowerment) yang memperhatikan keragaman pengguna dan pemberian pelayanan. Konsep pengembangan masyarakat pada intinya berkaitan dengan upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga non pemerintah untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat melalui suatu program peningkatan kesejahteraan mereka dengan melibatkan partisipasi aktif dan inisiatif masyarakat itu sendiri. Dengan demikian, adanya partispasi aktif dan inisiatif masyarakat dalam pembangunan akan mampu memperbaiki kondisi masyarakat yang terbelakang menuju kearah yang lebih baik.

2.4.2 Prinsip-Prisnsip Pengembangan Masyarakat

Dunham dalam Rukminto (2003:218) menyatakan ada lima prinsip dasar yang sangat penting pada pengembangan masyarakat,yaitu:

1. Penekanan pada pentingnya kesatuan hidup masyarakat dan hal tersebut dimana pengembangan masyarakat harus dilakukan dengan mempertimbangkan keseluruhan kehidupan masyarakat, dan tidak dilakukan hanya untuk segmen tertentu dala kehidupan masyarakat.

2. Perlu adanya pendekatan antar tim dalam pengembangan masyarakat 3. Kebutuhan akan adanya community worker yang serba bisa pada

wilayah pedesaan, dimana petugas harus mampu bekerja pada berbagai basis pekerjaan yang berbeda.

4. Pentingnya pemahaman akan pola budaya masyarakat lokal

5. Adanya prinsip kemandirian yang menjadi prinsip utama dalam pengembangan masyarakat, Pengembangan masyarakat harus dilaksanakan bersama masyarakat dan bukan sekedar untuk masyarakat.

(25)

Maka berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pengembangan masyarakat harus berlandaskan pada apa yang dibutuhkan masyarakat dan apa yang baik untuk kehidupan mereka. Masyarakat merupakan maksud dan akhir dari proses pengembangan masyarakat. Selain itu, dibentuknya community worker dalam proses pengembangan masyarakat merupakan suatu upaya memenuhi dan memecahkan masalah masyarakat yang di dapat dalam melaksanakan proses pengembangan masyarakat.

Selanjutnya menurut Zubaedi (2013:35) ada empat prinsip pengembangan masyarakat. Pertama, pengembangan masyarakat menolak pandangan pandangan yang tidak memihak pada sebuah kepentingan (disinterest). Yang kedua adalah mengubah dan terlibat dalam konflik. Pengembangan masyarakat bertujuan untuk mengubah struktur yang diskriminatif, memaksa, dan menindas di masyarakat. Prinsip pengembangan masyarakat yang ketiga, membebaskan, membuka masyarakat dan menciptakan demokrasi partisipatori. Pembebasan menuntut pemberdayaan dan otonomi. Pembebasan adalah reaksi penentangan terhadap bentuk-bentuk kekuasaan, perbudakan, dan penindasan. Dan yang keempat, prinsip dalam pengembangan masyarakat adalah kemampuan mengakses terhadap program-program pelayanan kemasyarakatan.

Sedangkan menurut Fredian Tony (2015:47) terdapat sepuluh prinsip dalam pengembangan masyarakat,yaitu:

1. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan harus berhubungan dengan kebutuhan dasar dari masyarakat; program-program (proyek) pertama harus dimulai sebagai jawaban atas kebutuhan yang dirasakan orang- orang.

2. Kemajuan lokal dapat dicapai melalui upaya-upaya tak saling terkait dalam setiap bidang dasar, akan tetapi pengembangan masyarakat yang penuh dan seimbang menuntut tindakan bersama dan penyusunan program-program multi-tujuan.

(26)

3. Perubahan sikap orang-orang adalah sama pentingnya dengan pencapaian kemajuan material dari program-program masyarakat selama tahap-tahap awal pembangunan.

4. Pengembangan masyarakat mengarah pada partisipasi orang-orang yang meningkat dan lebih baik dalam masalah-masalah masyarakat, revitalisasi bentuk -bentuk yang ada dari pemerintah lokal yang efektif apabila hal tersebut belum berfungsi.

5. Identifikasi, dorongan semangat, dan pelatihan pemimpin lokal harus menjadi tujuan dasar setiap program.

6. Kepercayaan yang lebih besar pada partisipasi wanita dan kaum muda dalam proyek-proyek pengembangan masyarakat akan memperkuat program-program pembangunan, memapankannya dalam basis yang luas dan menjamin ekspansi jangka panjang.

7. Agar sepenuhnya efektif, proyek-proyek swadaya masyarakat memerlukan dukungan intensif dan ekstensif dari pemerintah.

8. Penerapan program-program pengembangan masyarakat dalam skala nasional memerlukan pengadopsian kebijakan yang konsisten, pengaturan administratif yang spesifik, perekrutan dan pelatihan personil, mobilisasi sumber daya lokal dan nasional, dan organisasi penelitian, eksperimen, dan evaluasi.

9. Sumberdaya dalam bentuk organisasi-organisasi non pemerintah harus dimanfaatkan penuh dalam program-program pengembangan masyarakat pada tingkat lokal, nasional, dan internasional.

10. Kemajuan ekonomi dan sosial pada tingkat lokal mensyaratkan pembangunan yang parallel ditingkat nasional.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kebutuhan dasar masyarakat merupakan faktor utama yang dilihat dalam melaksanakan pengembangan masyarakat. Proses pengembangan masyarakat harus diarahkan pada partisipasi dan peranan langsung dari masyarakat. Agar tercapainya proses pengembangan masyarakat maka baik pemerintah maupun organisasi-organisasi non pemerintah yang bertugas sebagai fasilisator dalam pengembangan masyarakat harus memberikan dukungan motivasi serta pelatihan-pelatihan atau pembelajaran kepada masyarakat sehingga dapat terciptanya kemajuan ekonomi dan sosial masyarakat.

(27)

2.4.3 Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Secara Konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata „power‟ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan kosep mengenai kekuasaan. Menurut Sumodiningrat dalam Mardikanto (2017:52) pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki.

Pemberdayaan menunjuk pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah, sehingga mereka memiliki kekuatan atau kemampuan dalam (a) memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memilki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; dan (c) berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka (Suharto, 2005:58).

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki masyarakat, sehingga masyarakat dapat mewujudkan jati diri, harkat dan martabatnya secara maksimal untuk bertahan dan mengembangkan diri secara mandiri baik dibidang ekonomi, sosial, agama, dan budaya. Pemberdayaan masyarakat terutama di pedesaan tidak cukup hanya dengan upaya meningkatkan produktivitas, memberikan kesempatan usaha yang sama atau modal saja, tetapi harus diikuti pula dengan perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat, mendukung berkembangnya potensi masyarakat melalui peningkatan peran, produktivitas dan efisiensi (Widjaja,2003:169).

(28)

Menurut Shardlow dalam Rukminto (2003:53) pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok ataupun komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka.

Pemberdayaan adalah sebuah proses dengan mana orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam, berbagi pengontrolan atas, dan mempengaruhi terhadap, kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya (Parson dalam Suharto, 2005:59).

Dalam proses pemberdayaan masyarakat diarahkan pada pengembangan sumberdaya manusia (di pedesaan), penciptaan peluang berusaha yang sesuai dengan keinginan masyarakat. Masyarakat menentukan jenis usaha, kondisi wilayah yang pada gilirannya, dapat menciptakan lembaga dan sistem pelayanan dari, oleh dan untuk masyarakat setempat.

Pemberdayaan yang berpusat pada manusia (people centered) bertujuan memperkuat kapasitas (kemampuan), baik yang bersifat pengetahuan (knowladge) dan keterampilan (skill) maupun pengalaman. Berbagai kemampuan yang dihasilkan dari proses pembelajaran, sangat urgent bagi subyek pembangunan sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan masyarakat. Partisipasi merupakan bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran. Mulyasa yang dikutip dalam dalam Karna Sobahi (2011:118) mengatakan bahwa pada era otonomi daerah banyak kebijakan-kebijakan pemerintah yang diambil berdasarkan pada kebutuhan

(29)

secara nyata dan langsung dari masyarakat bawah (grass-rood), sehingga tingginya partisipasi masyarakat dijadikan tolak ukur untuk menilai keberhasilan pelaksanaan kebijakan yang diambil pemerintah.

Adapun prinsip utama dalam mengembangkan konsep pemberdayaan masyarakat menurut Drijver dan Sajise dalam Sutrisno (2005:18) ada lima macam yaitu:

1. Pendekatan dari bawah (buttom up approach): pada kondisi ini pengelolaan dan para stakeholder setuju pada tujuan yang ingin dicapai untuk kemudian mengembangkan gagasan dan beberapa kegiatan setahap demi setahap untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.

2. Partisipasi (participation): dimana setiap aktor yang terlibat memiliki kekuasaan dalam setiap fase perencanaan dan pengelolaan.

3. Konsep keberlanjutan: merupakan pengembangan kemitraan dengan seluruh lapisan masyarakat sehingga program pembangunan berkelanjutan dapat diterima secara sosial dan ekonomi.

4. Keterpaduan: yaitu kebijakan dan strategi pada tingkat lokal, regional dan nasional.

5. Keuntungan sosial dan ekonomi: merupakan bagian dari program pengelolaan.

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan proses pemberdayaan kepada masyarakat semua para pelaksana harus melihat tujuan pelaksanaan pemberdayaan itu dari bawah, yaitu berdasarkan kepentingan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Semua palaksana yang terlibat baik itu pemerintah maupun masyarakat harus berpartisipasi aktif sehingga pelaksanaan pemberdayaan tersebut dapat terlaksana dan berpengaruh pada peningkatan sosial dan ekonomi masyarakat.

(30)

2.4.4 Tahap-Tahap Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Sumodiningrat dalam Teguh (2004:82) pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, meski dari jauh di jaga agar tidak jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui suatu masa proses belajar hingga mencapai status mandiri, meskipun demikian dalam rangka mencapai kemandirian tersebut tetap dilakukan pemeliharaan semangat, kondisi dan kemampuan secara terus menerus supaya tidak mengalami kemunduran lagi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat akan berlangsung secara bertahap. Tahap-tahap yang harus dilalui tersebut adalah meliputi:

1. Tahap penyadaran dan tahap pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan kapasitas diri.

2. Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.

3. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian (Teguh, 2004: 83) Maka dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam pemberdayaan masyarakat itu harus dilakukan secara bertahap. Pembentukan perilaku masyarakat merupakan suatu upaya agar masyarakat sadar dan mau ikut serta dalam proses pembangunan. Dengan terbentuknya kesadaran dari masyarakat maka akan meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan masyarakat sehingga dapat membentuk inisiatif dan kemampuan inovatif masyarakat untuk menumbuhkan keberanian masyarakat dalam mengambil setiap keputusan dalam proses pembangunan.

(31)

Sama halnya seperti yang telah dijelaskan oleh Teguh diatas, Lipit dalam Mardikanto (2017:123) dalam tulisannya tentang perubahan yang terencana, (Planned Change) merinci tahapan kegiatan pemberdayaan masyarakat kedalam tujuh kegiatan pokok yaitu :

Penyadaran, yaitu kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat tentang “keberadaanya”, baik keberadaannya sebagai individu dan anggota masyarakat, maupun kondisi lingkungannya yang menyangkut lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Proses penyadaran seperti itulah yang dimaksudkan sebagai tugas utama dari setiap kegiatan pendidikan, termasuk di dalamnya penyuluhan atau sosialisasi.

Menunjukkan adanya masalah, yaitu kondisi yang tidak diinginkan yang kaitannya dengan: keadaan sumberdaya (alam, manusia, sarana-prasarana, kelembagaan, budaya dan aksesibilitas), lingkungan fisik/teknis, sosial-budaya dan politis. Termasuk dalam upaya menunjukkan masalah tersebut, adalah faktor-faktor penyebab terjadinya masalah.

Membantu pemecahan masalah, sejak analisis akar-masalah, analisis alternative pemecahan masalah, serta pilihan alternatif pemecahan masalahterbaik yang dapat dilkukan sesuai dengan kondisi internal (kekuatan, kelemahan) maupun kondisi eksternal (peluang dan ancaman )yang dihadapi.

Menunjukkan pentingnya perubahan, yang sedang dan akan terjadi di lingkungannya, baik lingkungan organisasi dan masyarakat. Karena kondisi lingkungan terus mengalami perubahan yang semakin cepat, maka masyarakat juga harus disiapkan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan tersebut melalui kegiatan “perubahan yang terencana”

Melakukan pengujian dan demonstrasi, sebagai bagian dari implementasi perubahan terencana yang berhasil dirumuskan. Kegiatan uji-coba dan demonstrasi sangat diperlukan, karena tidak semua inovasi selalu cocok dengan kondisi masyarakatnya. Disamping itu, uji-coba juga diperlukan untuk memperoleh gambaran tentang beragam alternatif yang paling “bermanfaat”

dengan resiko atau korbanan yang terkecil.

Memproduksi dan publikasi informasi, baik yang berasal dari “luar”

(penelitian, kebijakan, pelaku bisnis, dll), maupun yang berasal dari dalam (pengalaman,kearifan tradisional dan nilai-nilai adat). Sesuai dengan perkembangan teknologi, produk dan media publikasi yang digunakan perlu disesuaikan dengan karakteristik (calon) penerima manfaat penyuluhan.

Melaksanakan pemberdayaan/penguatan kapasitas, yaitu pemberian kesempatan kepada kelompok lapisan bawah untuk bersuara dan menentukan sendiri pilihan-pilihannya (voice and choice) kaitannya dengan: aksesibilitas informasi, keterlibatan dalam pemenuhan kebutuhan serta partisipasi dalam keseluruhan proses pembangunan, bertanggung gugat (akuntabilitas publik), dan penguatan kapasitias lokal.

Dari penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan pemberdayaan adalah kegiatan mendorong, memotivasi, dan mengajak

(32)

masyarakat untuk berubah melalui pemberdayaan yang dilakukan. Agar tercapainya tujuan pemberdayaan harus memperhatikan dan melaksanakan setiap tahapan pemberdayaan dengan baik. Tujuan pemberdayaan adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri, kemandirian tersebut meliputi kemandirian dalam berpikir, bertindak mengendalikan apa yang mereka lakukan tersebut.

2.4.5 Tujuan Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan merupakan implikasi dari strategi pembangunan yang berbasis pada masyarakat (people centered development). Terkait dengan hal ini, pembangunan, apapun pengertian yang diberikan terhadapnya, selalu merujuk pada upaya perbaikan, terutama perbaikan pada mutu hidup manusia, baik secara fisik, mental, ekonomi dan maupun sosial budaya.

Mengacu pada konsep diatas, maka tujuan pemberdayaan meliputi beragam upaya perbaikan sebagai berikut:

1. Perbaikan pendidikan (better education) dalam arti bahwa pemberdayaan harus dirancang sebagai suatu bentuk pendidikan yang lebih baik.

2. Perbaikan aksesibilitas (better accessibility) dengan tumbuhnya semangat belajar seumur hidup, diharapkan akan memperbaiki aksesibilitasnya, utamanya tentang aksesibilitas dengan sumber informasi/ inovasi, sumber pembiayaan, penyedia produk dan peralatan, lembaga pemasaran.

3. Perbaikan tindakan (better action) dengan berbekal perbaikan pendidikan dan perbaikan aksesibilitas dengan beragam sumberdaya yang lebih baik, diharapakan akan terjadi tindakan-tindakan yang semakin lebih baik.

4. Perbaikan kelembagaan (better institution) dengan perbaikan kegiatan/tindakan yang dilakukan, diharapkan akan memperbaiki kelembagaan, termasuk pengembangan jejaring kemitraan- usaha.

5. Perbaikan usaha (better business) Perbaikan pendidikan (semangat belajar), perbaikan aksesibilitas, kegiatan dan perbaikan kelembagaan, diharapkan akan memperbaiki bisnis yang dilakukan.

(33)

6. Perbaikan pendapatan (better income) dengan terjadinya perbaikan bisnis yang dilakukan, diharapkan akan dapat memperbaiki pendapatan yang diperolehnya, termasuk pendapatan keluarga dan masyarakat.

7. Perbaikan lingkungan (better environment) perbaikan pendapatan diharapkan dapat memperbaiki lingkungan (fisik dan sosial), karena kerusakan lingkungan seringkali disebabkan oleh kemiskinan atau pendapatan yang terbatas. (Mardikanto, 2017:111)

8. Perbaikan kehidupan ( better living) tingkat pendapatan dan keadaan lingkungan yang membaik, diharapkan dapat memperbaiki keadaan kehidupan setiap keluarga dan masyarakat.

9. Perbaikan masyarakat (better community) keadaan kehidupan yang lebih baik, yang didukung oleh lingkungan (fisik dan sosial) yang lebih baik,diharapkan akan terwujud kehidupan masyarakat yang lebih baik pula (Mardikanto,2017:111).

Maka berdasarkan penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa tujuan pemberdayaan adalah untuk memperbaiki semua aspek kehidupan masyakat mulai dari pendidikan, aksesibilitas, tindakan serta kelembagaan dalam individu dan kelompok sehingga nantinya dapat saling berpengaruh pada perbaikan usaha dan juga pendapatan masyarakat. Dengan meningkatnya pendapatan masyarakat diharapkan dapat memperbaiki kondisi lingkungan dan kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Karena pada intinya pemberdayaan bertujuan untuk merubah kehidupan masyarakat, dari taraf yang rendah menjadi taraf hidup yang tinggi.

2.5 Kelompok Informasi Masyarakat

Kelompok sosial atau social group adalah himpunan atau kesatuan manusia yang hidup bersama, karena adanya hubungan diantara mereka. Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi dan juga suatu kesadaran saling menolong (Soekanto, 2006:

104). Dengan adanya interaksi sosial antar individu dalam masyarakat akan membentuk suatu kelompok sosial. Interaksi sosial antar individu dapat terjadi

(34)

(Ahmadi, 2002: 94), kelompok adalah suatu unit sosial yang terdiri dari dua atau lebih individu yang telah mengadakan interaksi sosial yang cukup intensif dan teratur, sehingga diantara individu itu sudah terdapat pembagian tugas, struktur dan norma- norma yang khas bagi kelompok itu. Menurut Mulyana, (20111:61) Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan mengundang mereka menjadi bagian dari kelompok tersebut.

Dalam hal ini kelompok Informasi Masyarakat termasuk kedalam Kelompok Sosial, Kelompok yang para anggotanya memiliki kesadaran akan kesamaan jenis serta hubungan sosial di antara warganya, tetapi tidak mengenal organisasi. Kelompok Informasi Masyarakat merupakan kelompok sosial yang berfokus pada masyarakat untuk memiliki kemampuan dan pemanfaatan terhadap informasi demi kelangsungan hidup dan pertumbuhan masyarakat (Sari,2017:58) Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) adalah sekumpulan individu yang berinteraksi dengan tujuan memecahkan masalah kehidupan dengan mengakses, mengolah dan memanfaatkan informasi serta mendesiminasikan kepada sesama anggota kelompok dan kepada masyarakat (Lasa,2009:23).

2.6 Defenisi Konsep

Konsep adalah istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Melalui konsep kemudian peneliti diharapkan dapat

(35)

menyederhanakan pemikiran dengan menggunakan satu istilah beberapa kejadian (event) yang berkaitan dengan yang lainnya (Singarimbun, 1995:33)

Oleh karena itu untuk dapat menemukan batasan yang lebih jelas maka penulis dapat menyederhanakan pemikiran atas masalah yang sedang penulis teliti, maka penulis mengemukakan konsep sebagai berikut:

a. Implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan- tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuantujuan yang telah ditetapkan. Model Van Meter dan Van Horn menjadi indikator dalam menganalisis implementasi kebijakan, antara lain standar dan sasaran kebijakan,sumberdaya, komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial,ekonomi dan politik.

b. Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat

Pengembangan masyarakat adalah suatu gerakan atau metode yang tujuan utamanya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri.

Pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai upaya untuk memberikan daya (empowerment) atau penguatan (strengthening) kepada masyarakat, serta suatu cara agar rakyat, komunitas, dan organisasi diarahkan agar mampu menguasai atau berkuasa atas kehidupannya.

(36)

c. Kelompok Informasi Masyarakat adalah kelompok masyarakat yang mampu memanfaatkan dan juga mengolah informasi menjadi sebuah jawaban atas permasalahan mereka, dan dapat menjadi sarana masyarakat untuk memperkenalkan teknologi informasi dan komunikasi kepada masyarakat yang masih belum mengenal teknologi informasi dan komunikasi.

2.7 Hipotesis Kerja

Sejalan dengan teorinya Van Meter dan Van Horn maka penulis merumuskan hipotesis kerja yaitu “Implementasi Kebijakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang meliputi standar dan sasaran kebijakan, sumberdaya, komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, sikap pelaksana, kondisi sosial,ekonomi dan politik.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan penulis di dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Effendi (2012:5) penelitian deskriptif bermaksud membuat penggambaran secara sistematis, fakual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Alasan peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif adalah karena bersifat menyeluruh, dinamis dan menggeneralisasi.

Dalam penelitian ini, penulis membahas mengenai implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No.

08/Per/M.Kominfo/6/2010 tentang Pedoman Pengembangan Pemberdayaan Lembaga Komunikasi Sosial. Pada penelitian ini, data yang penulis dapatkan lebih banyak berupa deskripsi kata-kata dan tindakan informan yang di wawancarai. Adapun sumber utama tersebut yaitu penulis mencatat semua informasi dalam transkrip wawancara, observasi dan dokumentasi, selanjutnya sebagian besar di dokumentasikan melalui alat perekam dan kamera handphone yang peneliti gunakan selama proses wawancara berlangsung. Peneliti juga menggunakan data dokumentasi yang berada di unit pelaksanaan penelitian, yaitu di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang, Kelompok Tani Sri Rahayu di Desa Tanjung Sari, Kecamatan Batang Kuis dan Kelompok Usaha Bersama di Desa Marindal II, Kecamatan Patumbak.

(38)

3.2 Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data sebagai bahan dalam menjawab permasalahan yang telah dikemukakan, penelitian ini dilakukan di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang yang terletak di Jl. Sudirman No. 48, Petapahan, Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang. Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang yang menangani terkait dengan Impementasi Kebijakan Pengembangan dan Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Kabupaten Deli Serdang. Selain itu penulis juga melakukan penelitian di Desa Tanjung Sari Kecamatan Batang Kuis dan di Desa Marindal II, Kecamatan Patumbak karena ingin mendapatkan informasi langsung dari Kelompok Informasi Masyarakat yang terdapat di kedua desa tersebut.

3.3 Informan Penelitian

Informan adalah orang yang benar-benar mengetahui atau pelaku yang terlibat langsung dengan permasalahan penelitian. Informan ini harus banyak pengalaman tentang penelitian, serta dapat memberikan pandangan tentang nilai-nilai, sikap, proses dan kebudayaan yang menjadi latar penelitian setempat. Adapun informan yang dimaksud adalah dapat dilihat dalam matriks dibawah ini:

Tabel 3.3 Matriks Penelitian

Informan Informasi Yang Dibutuhkan Jumlah

Teknik Pengumpulan

Data Kepala Bidang

Komunikasi Publik

1. Standar dan sasaran

Kebijakan 1

Observasi dan Wawancara

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar

organisasi

(39)

4. Karakteristik agen

pelaksana

5. Kondisi sosial, politik dan

ekonomi

6. Sikap Pelaksana

Kepala Sub.

Bagian Umum

1. Standar dan sasaran

Kebijakan 1 Wawancara

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar

organisasi

4. Karakteristik agen

pelaksana

5. Kondisi sosial, politik dan

ekonomi

6. Sikap Pelaksana

Kepala Bidang Informasi Publik

1. Standar dan sasaran

Kebijakan 1 Wawancara

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar

organisasi

4. Karakteristik agen

pelaksana

5. Kondisi sosial, politik dan

ekonomi

6. Sikap Pelaksana

Seksi

Infrastruktur

1. Standar dan sasaran

Kebijakan 1 Wawancara

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar

organisasi

4. Karakteristik agen

pelaksana

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi

6. Sikap Pelaksana

Kepala Sub.

Bagian Perencanaan Program

1. Standar dan sasaran

Kebijakan 1 Wawancara

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar

organisasi

4. Karakteristik agen

pelaksana

5. Kondisi sosial, politik dan

ekonomi

(40)

Kelompok Informasi Masyarakat

1. Standar dan sasaran

Kebijakan 6

Observasi dan Wawancara

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar

organisasi

4. Karakteristik agen

pelaksana

5. Kondisi sosial, politik dan

ekonomi

6. Sikap Pelaksana

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data di dalam penelitian dapat dilakukan dengan cara:

1. Wawancara

Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara semi terstruktur yang menggunakan pedoman wawancara dan pertanyaannya berkembang sesuai dengan situasi dan informasi yang dibutuhkan sehingga terjadi wawancara interaktif antara peneliti dan informan.

2. Observasi

Pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian kemudian mencatat gejala- gejala yang terjadi dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian dengan menggunakan pedoman observasi ke Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang untuk melihat bagaimana Dinas Komunikasi dan Informatika melakukan implementasi pengembangan dan pemberdayaan kepada Kelompok Informasi Masyarakat yang berada di Kabupaten Deli Serdang, dan apa

(41)

saja yang telah dilakukan dalam memberdayakan Kelompok Informasi Masyarakat.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan atau dokumentasi-dokumentasi yang ada di lokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang terkait dengan objek penelitian, untuk mengumpulkan data mengenai kebijakan pengembangan dan pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang, penulis menggunakan pedoman dokumentasi sebagai acuan dalam penelitian.

4. Studi Kepustakaan

Teknik pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, karya ilmiah dan pendapat para ahli yang berkompetensi serta memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan mengelompokkan, membuat suatu urutan,memanipulasi serta menyingkatkan data sehingga mudah untuk memuat suatu deskripsi dari segala yang diteliti. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa data kualitatif yaitu dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai kemampuan nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moleong,2010:274). Terdapat beberapa langkah dalam melakukan analisa data,yaitu :

(42)

1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan diawali dengan melakukan pengamatan di tempat penelitian. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan informan penelitian. Selanjutnya dilakukan wawancara dengan informan penelitian. Sebagai tambahannya, peneliti mengambil data dokumentasi yang dapat mendukung data-data penelitian.

2. Reduksi Data

Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011 :247), menyatakan bahwa proses reduksi merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil wawancara. Setelah melakukan pengumpulan data, maka peneliti melakukan proses reduksi terhadap data-data yang diperoleh terkait dengan implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data, kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Setelah dilakukan reduksi data, peneliti menyusun dan menyajikan data terkait dengan implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi

(43)

masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

4. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu laporan, Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.

3.6 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Pada proses pemeriksaan keabsahaan data peneliti menggunakan metode triangulasi, metode triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2010: 330). Melalui teknik pemeriksaan keabsahan data ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi teori. Menurut Moleong (2010:330) triangulasi dengan teori adalah berdasarkan anggapan bahwa fakta-fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan salah satu teori. Dalam hal ini penelitian diarahkan untuk mencoba mengungkapkan bagaimana implementasi kebijakan pengembangan dan pemberdayaan kelompok informasi masyarakat di Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Deli Serdang.

Gambar

Tabel 3.3 Matriks Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

indecora (66,6%) lebih banyak ditemukan daripada S. Tingkat parasitisasi larva Epieurybrachys nsp. Larva Epieurybrachys nsp. di pertanaman jambu mete pulau lombok

Contribution of Working Group I to t h e Third Assesment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change IPCC.University Press.. Historical trends and statistics of

Saya mengesahkan bahawa lawatankuasa Pemeriksa bagi Zolman bin Hari telah mengadakan pemeriksaan akhir pada 27 hb lun 2000 untuk menilai tesis Doktor Falsafah

KARTIKA DEWI PRANASARI MURSITO 197804172010012004 Penata Tingkat I, III/d UPTD PUSKESMAS KOTABARU DINAS KESEHATAN 664 YUSI

Lidokain adalah derivat asetanilida yang merupakan obat pilihan utama untuk anestesi permukaan maupun infiltrasi. Lidokain adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara

Sistem penghantaran obat melalui sistem mengapung ini merupakan teknologi penghantaran obat dengan retensi lambung yang lebih lama dan memiliki beberapa keuntungan dalam

Merupakan produk pembiayaan BRI Syariah untuk usaha kecil nominal pembiayaan berkisar 25 – 75 juta, dengan tenggang waktu antara 6 – 36 bulan.Pembiayaan ini menggunakan

Apabila dikaitkan dengan penelitian ini, maka terpenuhinya kontrak psikologis akan menimbulkan emosi atau sikap positif misalnya komitmen afektif yang selanjutnya dapat