• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Uji Ekstrak Metanol Bakteri Endofit Tapak Dara (Catharanthus roseus) dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Mikroba Patogen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Isolasi dan Uji Ekstrak Metanol Bakteri Endofit Tapak Dara (Catharanthus roseus) dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Mikroba Patogen"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN UJI EKSTRAK METANOL BAKTERI

ENDOFIT TAPAK DARA (Catharanthus roseus) DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BEBERAPA MIKROBA

PATOGEN

SKRIPSI

FEBRIN SETIANI PANDIANGAN 090805054

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

ISOLASI DAN UJI EKSTRAK METANOL BAKTERI

ENDOFIT TAPAK DARA (Catharanthus roseus) DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BEBERAPA MIKROBA

PATOGEN

SKRIPSI

FEBRIN SETIANI PANDIANGAN 090805054

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan

Gelar Sarjana Sains Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara Medan

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Isolasi dan Uji Ekstrak Metanol Bakteri Endofit Tapak Dara (Catharanthus roseus) dalam Menghambat Pertumbuhan Beberapa Mikroba Patogen

Kategori : Skripsi

Nama : Febrin Setiani Pandiangan Nomor Induk Mahasiswa : 090805054

Program Studi : Sarjana (S1) Biologi Departemen : Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, April 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. It Jamilah M.Sc Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc NIP. 196310121991032003 NIP. 196404091994031003

Disetujui Oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

ISOLASI BAKTERI ENDOFIT DARI TANAMAN TAPAK

DARA (Catharanthus roseus) DAN UJI KEMAMPUAN

EKSTRAK METANOLNYA DALAM MENGHAMBAT

PERTUMBUHAN BEBERAPA MIKROBA PATOGEN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2014

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah

memberikan rahmat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini dengan judul Isolasi dan Uji Ekstrak Metanol Bakteri

Endofit Tanaman Tapak Dara (Catharanthus roseus) dalam Menghambat

Pertumbuhan Mikroba Patogen.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada

Bapak Prof. Dr. Dwi Suryanto M.Sc selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Dr. It

Jamilah M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberikan

nasehat dan bimbingan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih

kepada Bapak selaku Dosen Penguji I dan Bapak Riyanto Sinaga S.Si selaku

Dosen Penguji II yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun dalam

penyusunan skripsi ini. Terimakasih kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc

selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU Medan, Bapak Dr. Sutarman,

M.Sc selaku Dekan FMIPA USU, Ibu Dr. Marpongahtun, M.Sc selaku Pembantu

Dekan I, Bapak Drs. Nursal M.Si selaku Pembantu Dekan II dan Bapak Drs.

Krista Sebayang, M.Si selaku Pembantu Dekan III, bapak dan ibu Dosen Biologi

FMIPA USU serta seluruh staf pegawai FMIPA USU.

Terimakasih kepada Ibuku tercinta R. Simarmata yang senantiasa selalu

berkorban untukku juga kepada abang, kakak dan adikku, Bang Ruspan, Kak

Novita dan Dolli yang telah memberikan dukungan penuh dalam menyelesaikan

skripsi ini. Akhirnya tidak terlupakan kepada Agustina, Silvia, Jesica, Bertua,

Yenni, Beatrix, Febry, Sukma, Frans Simatupang, Lamhot, Ledi, Anderson,

Raymond, Adrian, teman-teman seperjuangan angkatan 2009 yang tidak dapat

disebutkan semuanya, abang asuh Jupentus, kakak abang angkatan 2008,

adik-adik angkatan 2010, 2011 dan 2012 serta teman-teman Persekutuan Keluarga

Besar Kristen Biologi (PKBKB) yang selama ini memberikan bantuan dan

dorongan yang diperlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa selalu

(6)

ISOLASI DAN UJI EKSTRAK METANOL BAKTERI

ENDOFIT TAPAK DARA (Catharanthus roseus) DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BEBERAPA MIKROBA

PATOGEN

ABSTRAK

Penelitian tentang isolasi bakteri endofit dari tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) dan uji kemampuan dari ekstrak metanolnya dalam menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen yaitu Aspergillus flavus, Streptococcus mutans, Salmonella typhii dan Escherichia coli telah dilakukan. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dan sentrifugasi. Ekstrak metanol bakteri endofit dibuat dengan masing-masing konsentrasi 40, 60, 80, dan 100%. Pengujian aktivitas antimikroba dari isolat bakteri dan ekstrak metanol bakteri endofit dilakukan dengan metode difusi cakram. BF1, BF2, AF2, AF3, AF4, AFN7, AFN8 dan AFN9 delapan dari 12 isolat menunjukkan penghambatan pada semua mikroba patogen. Ekstrak metanol bakteri endofit BF1 dan AFN9 mampu menghambat semua mikroba patogen. Kedua ekstrak metanol BF1 dan AFN9 menunjukkan daya hambat yang paling besar terhadap bakteri patogen E. coli

pada konsentrasi 100% .

(7)

ISOLATION AND EXAMINATION METHANOL EXTRACTS

OF ENDOPHYTIC BACTERIA TAPAK DARA (Catharanthus

roseus) IN INHIBIT THE GROWTH OF SEVERAL

PATHOGENIC MICROBE

ABSTRACT

A study of isolation of endophytic bacteria from tapak dara (Catharanthus roseus) and examination of methanol extracts in inhibited the growth of several pathogenic microbes such as Aspergillus flavus, Streptococcus mutans, Salmonella typhii and Escherichia coli has been conducted. Examination of methanol extract of endophytic bacteria was done with concentrations of 40, 60, 80, and 100%. Methanol extract was prepared by maceration method and centrifugated at 5000 rpm. Examination of isolates and antimicrobial activity of methanol extract of endophytic bacteria was carried out by the disc diffusion method. Eight out of twelve endophytic bacteria isolates were able to inhibit all tested pathogenic microbes wich were BF1, BF2, AFN7, AFN8, AFN9, AF2, AF3, and AF4. Based on diameter of inhibition zone BF1 and AFN9 isolates were found as the most potential isolates in control tested pathogenic microbes. Methanol extract of BF1 and AFN9 isolates was able to inhibit all tested pathogenic microbes. Both of this isolates more inhibit E. coli compare to other pathogens at concentration of 100% .

(8)

DAFTAR ISI

2.2 Manfaat Mikroba Endofit 6

2.3 Tanaman Tapak Dara 7

2.4 Metabolit Sekunder 9

2.5 Mikroba Patogen 10

2.5.1 Aspergillus flavus 10

2.5.2 Streptococcus mutans 12

2.5.3 Salmonella typhii 13

2.5.4 Escherichia coli 14

BAB 3 BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat 16

3.2 Alat dan Bahan 16

3.3 Isolat Beberapa Mikroba Patogen 16

3.4 Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Tapak Dara

17

3.5 Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Endofit 17 3.6 Uji Daya Hambat Bakteri Endofit terhadap Mikroba

Patogen

17

3.7 Uji Daya Hambat Bakteri Endofit terhadap A. flavus 18 3.8 Ekstraksi Bahan Antimikroba dari Bakteri Endofit dengan

Pelarut Metanol

19

3.9 Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Bakteri Endofit terhadap Beberapa Mikroba Patogen

(9)

3.10 Pengamatan Hifa Abnormal 20

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit dari Akar dan Batang Tanaman Tapak Dara (Chataranthus roseus)

22

4.2 Uji Daya Hambat Isolat Bakteri Endofit Terhadap Mikroba Patogen

24

4.3 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Bakteri Endofit

27

4.4 Abnormalitas Hifa Akibat Uji Antagonis Ekstrak Terhadap Mikroba Patogen

33

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 35

5.2 Saran 35

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Halaman

4.1. Karakteristik Morfologi Bakteri Endofit dari Akar dan Batang Tanaman Tapak Dara

23

4.2. Hasil Uji Antagonis Isolat Bakteri Endofit Terhadap Mikroba Uji dalam Bentuk Zona Hambat Pertumbuhan

24

4.3. Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol terhadap Mikroba Uji

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Halaman

2.1. Tanaman Tapak Dara (Catharanthus roseus) 8 2.2. a. Penampakan Makroskopis Aspergillus flavus,

b. Penampakan Mikroskopis Aspergillus flavus

11

2.3. Streptococcus mutans 13

3.1. Metode pengukuran zona hambat bakteri endofit terhadap koloni jamur

19

4.1. Uji Antagonis Isolat Bakteri Endofit Terhadap Mikroba Patogen A. flavus (a) Isolat BF2 selama 48 jam (b) Isolat BF1 selama 48 jam (c) Isolat AFN7 selama 24 jam (d) Isolat AF6 selama 48 jam

25

4.2 Hasil Uji Antagonis Ekstrak Bakteri Endofit selama 48 jam (a) Ekstrak BF1 terhadap S. mutans

(b) Ekstrak AFN9 terhadap E. coli (c) Ekstrak AFN9 60% terhadap A. flavus (d) Ekstrak AFN9 80% terhadap A. flavus

30

4.3 Hifa jamur Aspergillus flavus pada perbesaran 40x10 (a) Hifa normal (b) Hifa membengkok (c) Hifa menggulung

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran Judul Halaman

1 Alur Kerja Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara metode Radu & Kqueen (2002) yang dimodifikasi

42

2 Alur Kerja Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Endofit

43

3 Alur Kerja Uji Daya Hambat Bakteri Endofit terhadap Mikroba Patogen

44

4 Alur Kerja Uji Daya Hambat Bakteri Endofi terhadap Jamur Patogen

45

5 Alur Kerja Ekstraksi Bahan Antimikroba dari Bakteri Endofit dengan Pelarut Metanol

46

6 Alur Kerja Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Bakteri Endofit terhadap Beberapa Mikroba Patogen

47

7 Alur Kerja Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Bakteri Endofit terhadap Jamur Patogen

48

8 Alur Kerja Pengamatan Hifa Abnormal 49

(13)

ISOLASI DAN UJI EKSTRAK METANOL BAKTERI

ENDOFIT TAPAK DARA (Catharanthus roseus) DALAM

MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BEBERAPA MIKROBA

PATOGEN

ABSTRAK

Penelitian tentang isolasi bakteri endofit dari tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) dan uji kemampuan dari ekstrak metanolnya dalam menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen yaitu Aspergillus flavus, Streptococcus mutans, Salmonella typhii dan Escherichia coli telah dilakukan. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dan sentrifugasi. Ekstrak metanol bakteri endofit dibuat dengan masing-masing konsentrasi 40, 60, 80, dan 100%. Pengujian aktivitas antimikroba dari isolat bakteri dan ekstrak metanol bakteri endofit dilakukan dengan metode difusi cakram. BF1, BF2, AF2, AF3, AF4, AFN7, AFN8 dan AFN9 delapan dari 12 isolat menunjukkan penghambatan pada semua mikroba patogen. Ekstrak metanol bakteri endofit BF1 dan AFN9 mampu menghambat semua mikroba patogen. Kedua ekstrak metanol BF1 dan AFN9 menunjukkan daya hambat yang paling besar terhadap bakteri patogen E. coli

pada konsentrasi 100% .

(14)

ISOLATION AND EXAMINATION METHANOL EXTRACTS

OF ENDOPHYTIC BACTERIA TAPAK DARA (Catharanthus

roseus) IN INHIBIT THE GROWTH OF SEVERAL

PATHOGENIC MICROBE

ABSTRACT

A study of isolation of endophytic bacteria from tapak dara (Catharanthus roseus) and examination of methanol extracts in inhibited the growth of several pathogenic microbes such as Aspergillus flavus, Streptococcus mutans, Salmonella typhii and Escherichia coli has been conducted. Examination of methanol extract of endophytic bacteria was done with concentrations of 40, 60, 80, and 100%. Methanol extract was prepared by maceration method and centrifugated at 5000 rpm. Examination of isolates and antimicrobial activity of methanol extract of endophytic bacteria was carried out by the disc diffusion method. Eight out of twelve endophytic bacteria isolates were able to inhibit all tested pathogenic microbes wich were BF1, BF2, AFN7, AFN8, AFN9, AF2, AF3, and AF4. Based on diameter of inhibition zone BF1 and AFN9 isolates were found as the most potential isolates in control tested pathogenic microbes. Methanol extract of BF1 and AFN9 isolates was able to inhibit all tested pathogenic microbes. Both of this isolates more inhibit E. coli compare to other pathogens at concentration of 100% .

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mikroba patogen berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup, baik hewan, tanaman

dan terutama manusia, yang dapat menyebabkan penyakit infeksi. Mengingat

peningkatan prevalensi patogen manusia dan tanaman resisten antibiotik,

menyebabkan meningkatnya permintaan untuk antimikroba baru dari sumber

alami (Pal’ & Paul, 2013). Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki

biodiversitas sangat besar, menyediakan banyak sumber daya alam hayati yang

tak ternilai harganya, dari bakteri hingga jamur, tumbuhan dan hewan. Salah satu

sumber senyawa bioaktif adalah mikroba endofit. Mikroba endofit dapat

menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang sangat potensial untuk

dikembangkan menjadi obat. Mikroba endofit memiliki potensi yang besar dalam

pencarian sumber-sumber obat baru. Hal ini karena mikroba merupakan

organisme yang mudah ditumbuhkan, memiliki siklus hidup yang pendek dan

dapat menghasilkan jumlah senyawa bioaktif dalam jumlah besar

(Prihatinginggrum & Wahyuningsi, 2005).

Penelitian tentang bakteri endofit cukup banyak yang sudah dilakukan

sebelumnya, diantaranya Simarmata et al. (2007) dari Pusat Penelitian

Bioteknologi LIPI tentang isolasi mikroba endofit dari tanaman obat sambung

nyawa (Gynura procumbens) dan analisis potensinya sebagai antimikroba dalam

menghambat pertumbuhan beberapa mikroba. Isolat mikroba endofit dari tanaman

sambung nyawa paling banyak menghambat pertumbuhan bakteri Bacillus

substilis dengan luas zona hambat tertinggi pada Candida albicans sebesar 3.01

cm2.

Selain itu, ada juga penelitian tentang aktivitas antibakteri dari endofit

tanaman mangrove (Bruguiera gymnorrhiza) terhadap Staphylococcus aureus dan

Escherichia coli yang dilakukan oleh Utami et al. (2008) yang memperoleh zona

(16)

dapat diketahui bahwa mikroba endofit dari suatu tanaman mempunyai

kemampuan yang baik dalam menghambat pertumbuhan mikroba.

Tanaman tapak dara (Catharanthus roseus) merupakan tanaman yang

sering digunakan masyarakat luas sebagai obat tradisional dalam mengobati

berbagai macam penyakit. Menurut Tikhomiroff & Jolicoeur (2002), tanaman ini

memproduksi senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid vinblastin dan

vincristin sebagai antikanker dan ajmalicin serta serpentin sebagai senyawa

antihipertensi. Dalam penelitian Widyastuti dan Nursana (2001), ekstrak air tapak

dara dapat menurunkan kadar gula dan meningkatkan jumlah sel beta pankreas

pada kelinci hiperglikemia. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa ekstrak

tanaman tapak dara memiliki manfaat yang cukup banyak, namun potensi mikroba

endofit khususnya bakteri endofit dari tanaman tersebut yang bermanfaat dalam

menghasilkan antimikroba belum diketahui. Sehingga dalam penelitian ini

dilakukan isolasi bakteri endofit dari tanaman tapak dara dan ekstrak metanolnya

dalam menghambat beberapa mikroba patogen. Senyawa aktif yang dihasilkan

mikroba endofit tersebut diharapkan dapat bersifat antimikroba.

Kebutuhan antibiotik baru masih sangat diperlukan, terutama yang efektif

melawan bakteri resisten, protozoa, atau fungi. Untuk mendapatkan antibiotik

baru, para peneliti telah banyak melakukan berbagai cara dengan bantuan mikroba

penghasil antibiotik yang ada di alam (Rahmiati, 2011). Berdasarkan latar

belakang di atas, maka akan dilakukan penelitian tentang isolasi bakteri endofit

dari tanaman obat tapak dara (C. roseus) dan uji kemampuan ekstrak metanolnya

dalam menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen. Dalam penelitian ini

diharapkan bakteri yang diisolasi dari tanaman tapak dara dan ekstrak metanolnya

yang menghasilkan metabolit sekunder berupa senyawa bioaktif yang dapat

menghambat beberapa mikroba patogen.

1.2 Permasalahan

Mikroba patogen berbahaya bagi hewan, tanaman dan manusia. Mikroba patogen

tersebut dapat menginfeksi manusia dan menyebabkan manusia terserang

(17)

bahan kimia sintetik seperti penggunaan antibiotik yang tidak terkontrol dapat

mengakibatkan resistensi pada mikroba patogen tersebut terhadap obat-obatan.

Salah satu alternatif yang aman dalam menghambat mikroba patogen

adalah dengan menggunakan bakteri endofit sebagai antimikroba yang baru dari

sumber alami dalam menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Dalam

penelitian ini diharapkan bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman tapak dara

(C. roseus) dapat menghasilkan senyawa aktif yang bersifat sebagai antimikroba

atau antibiotik dalam menghambat beberapa pertumbuhan mikroba patogen pada

manusia yaitu Aspergillus flavus, Streptococcus mutans, Salmonella typhii dan

Escherichia coli.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini ialah:

1. Menguji kemampuan bakteri endofit dari tanaman tapak dara dalam

menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen yaitu A. flavus, S.

mutans, S. typhii dan E. coli.

2. Untuk mengetahui kemampuan ekstrak metanol bakteri endofit dari tanaman

tapak dara dalam menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen yaitu

A. flavus, S. mutans, S. typhii dan E. coli.

1.4 Hipotesis

1. Bakteri endofit yang diisolasi dari batang dan akar dari tanaman tapak dara

menghasilkan antimikroba yang menghambat pertumbuhan beberapa mikroba

patogen seperti A. flavus, S. mutans S. typhii dan E. coli.

2. Ekstrak metanol dari bakteri endofit tanaman tapak dara dapat menghambat

pertumbuhan beberapa mikroba patogen seperti A. flavus, S. mutans S. typhii

(18)

1.5 Manfaat

1. Memberikan informasi mengenai isolat bakteri endofit dari tanaman tapak dara

dalam menghasilkan antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan

beberapa mikroba patogen A. flavus, S. mutans S. typhii dan E. coli.

2. Dalam penelitian lebih lanjut, ekstrak bakteri endofit yang berpotensi

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mikroba Endofit

Mikroba endofit dapat ditemukan hampir di semua tumbuhan di muka bumi ini

dan merupakan organisme hidup berukuran mikroskopis yang hidup di dalam

jaringan tanaman selama periode tertentu dari siklus hidupnya (Tarigan &

Kuswandi, 2010), yang dapat dijumpai pada bagian akar, daun serta batang

tumbuhan. Mikroba endofit memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, yang

telah ditemukan di berbagai jenis tumbuhan yang telah diperiksa sampai saat ini.

Perlu diketahui bahwa dari hampir 300.000 spesies tumbuhan yang ada di bumi,

masing-masing individu tanaman memiliki satu atau lebih jenis mikroba endofit

(Strobel & Daisy, 2003). Mikroba endofit hidup bersimbiosis dengan tanaman di

dalam jaringan tanaman, apabila mikroba tersebut mampu menghasilkan suatu

agen biologis yang dapat memerangi penyakit tanaman maka secara langsung

tanaman tersebut akan terhindar dari serangan penyakit yang juga disebabkan oleh

mikroba (Melliawati et al., 2006).

Mikroba endofit dapat melindungi tumbuhan inang dari serangan patogen

dengan senyawa yang dikeluarkan oleh mikroba endofit. Senyawa yang

dikeluarkan mikroba endofit berupa senyawa metabolit sekunder yang merupakan

senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen. Tumbuhan inang

menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh mikroba endofit untuk melengkapi

siklus hidupnya (Prihatiningtias & Wahyuningsih, 2006). Oleh sebab itu, tanaman

yang sehat secara langsung dapat bertahan terhadap adanya berbagai serangan

penyakit dengan adanya mikroba endofit.

Mikroba endofit spesifik yang diperoleh dari bagian dalam tanaman

diharapkan mampu menghasilkan sejumlah senyawa bioaktif yang dibutuhkan

tanpa harus mengekstrak dari tanamannya. Mikroba endofit tersebut dapat

diisolasi dari permukaan benih, dalam jaringan akar, batang, daun, biji, dan buah

yang sudah steril permukaannya. Kemampuan mikroba endofit memproduksi

(20)

yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit dari

mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut (Utami et al.,

2008). Menurut Diniyah (2010), pemanfaatan bakteri endofit sebagai antibakteri

dan antijamur pada tanaman merupakan pengendalian yang tidak menimbulkan

efek negatif terhadap kehidupan manusia dan lingkungan. Dengan demikian, jika

mikroba endofit dapat menghasilkan senyawa bioaktif yang sama dari tanaman

inangnya, hal ini tidak hanya akan mengurangi kebutuhan untuk memanen

tanaman langka tetapi juga kemungkinan melestarikan dunia dalam

mempertahankan keanekaragaman hayati (Strobel & Daisy, 2003).

2.2 Manfaat Mikroba Endofit

Mikroba endofit memiliki banyak manfaat dalam lingkungan hidup. Seperti dalam

penelitian Melliawati et al. (2006), bakteri endofit pada beberapa tanaman hutan

Indonesia mempunyai prospek dalam menghasilkan senyawa aktif yang berguna

untuk memproteksi serangan mikroba patogen tanaman. Isolat bakteri endofit

yang diperoleh dari penelitian tersebut memiliki kemampuan dalam menghambat

mikroba patogen khususnya kapang patogen dengan menghasilkan senyawa aktif

antikapang patogen.

Selain itu mikroba endofit juga berperan sebagai pengendali hayati.

Pengendalian biologi dengan menggunakan bakteri endofit merupakan salah satu

alternatif pengendalian yang diharapkan dapat mengatasi masalah dalam

pertumbuhan tanaman dan mengendalikan hama tanaman. Keunggulan bakteri

endofit sebagai agens pengendali hayati, selain sebagai agens biokontrol juga

dapat menginduksi ketahanan tanaman yang dikenal sebagai induced systemic

resistance (ISR). Mekanisme bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan adalah

dengan mengkolonisasi jaringan dalam tanaman sehingga menstimulasi tanaman

untuk meningkatkan produksi senyawa metabolit yang berupa enzim peroksidase

dalam berperan untuk ketahanan tanaman (Harni & Ibrahim, 2011).

Dalam penelitian Khairani (2009), dapat diketahui salah satu peran

mikroba endofit dari tanaman jagung dapat menghasilkan hormon IAA dalam

membantu proses perkecambahan tanaman tersebut. Selain dapat menghasilkan

(21)

pertumbuhan tanaman yang dikenal dengan Plant Growth Promoting

Rhizobacteria (PGPR) (Harni & Ibrahim, 2011) dan menghasilkan senyawa

bioaktif atau metabolit sekunder. Seperti penelitian Munif & Hipi (2011), bakteri

endofit berpotensi dalam meningkatkan panjang tanaman jagung yang dapat

menstimulisasi pertumbuhan tanaman dengan menghasilkan hormon pemacu

pertumbuhan yang dipengaruhi oleh media tanam. Menurut Harni dan Ibrahim

(2011), terjadinya peningkatan pertumbuhan, seperti berat tajuk dan akar,

disebabkan oleh karena bakteri endofit dapat merangsang pembentukan akar

lateral dan jumlah akar sehingga dapat memperluas penyerapan unsur hara.

Menurut Prihatiningtias & Wahyuningsih (2006), mikroba endofit dapat

menghasilkan senyawa-senyawa bioaktif yang dapat berperan sebagai

antimikroba, antimalaria, antikanker, dan juga dapat digunakan dalam dunia

pertanian dan industri. Mikroba endofit memiliki prospek yang baik dalam

penemuan sumber-sumber senyawa bioaktif yang dalam perkembanagan lebih

lanjut dapat dijadikan sebagai sumber penemuan obat untuk berbagai macam

penyakit. Peran mikroba endofit yang dapat memproduksi metabolit sekunder

yang sama kualitasnya dengan tanaman aslinya sangat potensial untuk terus

dikembangkan guna memperoleh metabolit sekunder yang dapat digunakan untuk

mengobati berbagai jenis penyakit (Radji, 2005).

2.3 Tanaman Tapak Dara

Tanaman telah lama kita ketahui merupakan salah satu sumber daya yang sangat

penting dalam upaya pengobatan dan upaya mempertahankan kesehatan

masyarakat. Bahkan sampai saat inipun menurut perkiraan badan kesehatan dunia

(WHO), 80% penduduk dunia masih menggantungkan dirinya pada pengobatan

tradisional termasuk penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini

seperempat dari obat-obat modern yang beredar dunia berasal dari bahan aktif

yang diisolasi dan dikembangkan dari tanaman (Radji, 2005).

Indonesia sebagai negara beriklim tropis, mempunyai tanaman obat yang

sangat beragam, sehingga tradisi penggunaan tanaman obat sudah ada dari nenek

moyang yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai jenis penyakit, baik

(22)

tumbuhan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat. Tumbuhan tersebut

menghasilkan metabolit sekunder dengan struktur molekul dan aktivitas biologik

yang beraneka ragam, memiliki potensi yang sangat baik untuk dikembangkan

menjadi obat berbagai penyakit (Radji, 2005).

Tapak dara (Catharanthus roseus) (Gambar 2.1) merupakan salah satu

taman obat yang termasuk ke dalam famili Apocynaceae. Tanaman ini juga

dikenal dengan nama lain seperti rutu-rutu, rumput jalang, kembang sari cina,

kembang serdadu, kembang tembaga, tapak lima (Bali) (Agoes, 2010). Tapak dara

merupakan jenis tanaman yang digunakan oleh masyarakat sebagai obat

tradisional. Tanaman tapak dara ini mengandung alkaloid vinblastine, vincristine,

leurosine, catharanthine, dan lochnerine yang berkhasiat sebagai antikanker

(Dinata, 2009).

Gambar 2.1Tanaman Tapak Dara (Cataranthus roseus) (Dinata, 2009)

Tapak dara mengandung komponen antikanker, yaitu senyawa alkaloid

seperti vinca leukoblastine, leurokristine, leurosin, vinkadiolin, leurosidin, dan

katarantin. Selain itu tanaman ini juga mengandung alkaloid yang berkhasiat

hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah) seperti katarantin, locherin,

tetrahidroalstonin, vindolin, dan vindolinin, sedangkan akarnya mengandung

alkaloid, saponin, flavonoid, dan tannin. Kandungan alkaloid total di dalam daun

tapak dara berkisar antara 0,70-0,82%. Seluruh bagian tanaman mengandung zat

aktif antara 0,2-1% (Agoes, 2010). Menurut Dewi & Saraswati (2009), rebusan

daun tapak dara yang mengandung alkaloid vincristin sering dipakai sebagai obat

anti kanker sebagai zat antimitosis. Dari hal ini dapat kita ketahui bahwa tanaman

(23)

terkendali penyebab kanker. Beberapa senyawa utama bisa dimanfaatkan untuk

pengobatan penyakit lain, misalnya leurisin dan vindolin yang dipakai sebagai

bahan pengganti insulin karena berpengaruh pada kadar gula darah (hipoglikemia)

penderita diabetes (Agoes, 2010).

Menurut Agoes (2010), tapak dara berkhasiat mengobati beberapa jenis

penyakit, bahkan di luar negeri, tapak dara ini sudah diolah menjadi obat suntik.

Tapak dara digunakan untuk mengobati penyakit darah tinggi, kencing manis,

leukemia limfositik akut, luka tersiram air panas, kanker payudara, hipertensi,

diabetes dan batu ginjal.

2.4Metabolit Sekunder

Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang terbentuk dalam tanaman

maupun mikroba yang bersifat antimikroba. Senyawa antimikroba merupakan

salah satu produk metabolit sekunder yang dihasilkan oleh mikroba yang mampu

membunuh atau menghambat bakteri atau organisme lain (Dalimunthe, 2009).

Pembentukan senyawa metabolit sekunder dikode oleh sejumlah gen yang

terdapat pada DNA plasmid (Demain, 1998). Komponen bioaktif dapat

menggangu pembentukan asam nukleat (RNA dan DNA), menyebabkan

terganggunya transfer informasi genetik yang selanjutnya akan menginaktivasi

atau merusak materi genetik sehingga tergangunya proses pembelahan sel untuk

pembiakan. Oleh karena itu pertumbuhan mikroba menjadi terhambat akibat

senyawa antimikroba (Widiana, 2012).

Ada beberapa kondisi yang mempengaruhi metabolit sekunder yaitu

keterbatasan nutrisi yang tersedia di lingkungan tumbuh suatu bakteri,

penambahan senyawa penginduksi dan penurunan kecepatan pertumbuhan

(Demain, 1998).

Menurut Dalimunthe (2009), antimikroba dapat bersifat bakteriostatik dan

bakterisid. Bakteriostatik yaitu menghambat atau menghentikan laju pertumbuhan

bakteri, seperti kloramfenikol, sedangkan bakterisid yaitu membunuh bakteri,

(24)

2.5 Mikroba Patogen

Mikroba patogen merupakan mikroba berbahaya bagi kehidupan, hal ini terlihat

dari kemampuannya menginfeksi manusia, hewan, serta tanaman, yang dapat

menimbulkan penyakit yang berkisar dari infeksi ringan sampai kepada kematian.

Selain itu, mikroba pun dapat mencemari makanan, dengan menimbulkan

perubahan-perubahan bahan kimia di dalamnya, membuat makanan tersebut tidak

dapat dimakan atau bahkan beracun (Pelczar & Chan, 2005).

Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh mikroba patogen seperti bakteri,

jamur maupun virus yang menyerang tubuh manusia. Banyak mikroba patogen

tersebut hidup di daerah tropis. Daerah yang beriklim tropis merupakan daerah

yang sangat cocok bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba, baik yang

bersifat patogen maupun yang memberi manfaat bagi manusia (Eddy, 2009).

Beberapa mikroba yang menginfeksi manusia yaitu A. flavus, S. mutans, S. typhii

dan E. coli. Salah satunya dapat menyebabkan diare akut akibat infeksi bakteri

patogen dengan gejala muntah-muntah, demam, nyeri perut atau kejang perut

(Zein et al., 2004).

2.5.1 Aspergilus flavus

A spergillus flavus merupakan jamur patogen yang sering ditemukan sebagai

kontaminan pada komiditi kacang-kacangan dan sereal. Makanan olahan berbahan

baku kacang-kacangan, daging, jagung, ikan, gandum, biji-bijian, buah, dan sereal

juga sangat rentan terhadap kontaminasi jamur ini. Kontaminasi dapat terjadi

mulai dari penyiapan bahan baku, pengolahan, penyimpanan, pemasaran sampai

kepada konsumen (Safika, 2008). Banyak kasus kontaminasi aflatosin pada

produk pangan dan pakan telah dilaporkan terjadi di Indonesia, khususnya produk

berbasis kacang (Aryantha & Lunggani, 2007).

A. flavus merupakan jamur yang mampu memproduksi aflatoksin

(Handajani & Purwoko, 2008) dan merupakan jamur patogen potensial yang dapat

mengakibatkan aspergillosis (Malau, 2012). Aflatoksin yang dihasilkan oleh

beberapa jenis cendawan didefinisikan sebagai senyawa organik beracun yang

berasal dari sumber hayati berupa hasil metabolisme sekunder dari cendawan.

(25)

beras) mengakibatkan berbagai kerusakan meliputi kerusakan fisik, kimia, bau,

warna, tekstur, dan nilai nutrisi, serta berakibat pada kesehatan manusia dan

hewan (Talanca & Mas’ud, 2009).

Menurut Talanca & Mas’ud (2009), berbagai hasil penelitian mengenai efek biologik aflatoksin menunjukkan bahwa aflatoksin mempunyai kemampuan

untuk menginduksi kanker pada hati ikan, burung, dan mamalia dibandingkan

dengan bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan kanker hati. Penyakit kanker

hati yang terjadi pada sebagian penduduk Indonesia diduga berhubungan erat

dengan konsumsi pangan mengandung aflatoksin. Di negara tropis seperti

Indonesia, kontaminasi mikotoksin sangat sulit untuk dihindari karena kondisi

iklim dengan tingkat kelembaban, curah hujan dan suhu yang tinggi sangat

mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan kapang penghasil mikotoksin

(Maryam, 2006).

Gambar 2.2 a. Penampakan makroskopis Aspergillus flavus (Hedayati et al., 2007), b. Penampakan konidia mikroskopis Aspergillus flavus

perbesaran 100x (Safika, 2008)

Gambar 2.2 a. secara umum, penampakan makroskopis A. flavus berwarna

kuning kehijauan atau coklat cetakan dengan warna emas menjadi merah-coklat

terbalik (Hedayati et al., 2007), yang tumbuh terlihat warna koloni hijau

kekuningan (Safika, 2008). Pertumbuhan Aspergillus sp. optimal jika aktivitas air

minimal 80%. Jika aktivitas air dibawah 80%, pertumbuhan A. flavus terhambat

(Tandiabang, 2010).

Pada Gambar 2.2 b. konidiofor A. flavus bervariabel panjang, kasar, seperti

berduri, berupa uniseriate atau biseriate yang menutupi seluruh vesikel (Hedayati

et al., 2007). Kepala konidia khas berbentuk bulat, kemudian merekah menjadi

(26)

beberapa kolom dan berwarna hijau kekuningan (Gandjar et al, 1999). Konidiofor

hialin, kasar dan dapat mencapai panjang 1,0 mm (ada yang mencapai 2,5 mm).

Vesikula berbentuk bulat hingga semibulat dan berdiameter 25-45 μm. Fialed terbentuk langsung pada vesikula atau pada metula dan berukuran (6-10) x (4-5,5) μm. Konidia berbentuk bulat hingga semibulat, berdiameter 3,6 μm, hijau pucat dan berduri (Gandjar et al, 1999).

2.5.2 Streptococcus mutans

Streptococcus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat, nonmotil (tidak

bergerak), yang mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai

selama pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar di alam yang beberapa diantaranya

merupakan anggota flora normal pada manusia. Karies adalah suatu penyakit yang

disebabkan oleh adanya interaksi antara bakteri Streptococcus, plak dan gigi

(Brooks et al., 2001).

Streptococcus mutans merupakan kuman yang mampu membentuk karies

pada gigi karena segera membentuk asam dari karbohidrat yang dapat diragikan.

S. mutans bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik, yang mampu

tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang lengket

disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, S. mutans bisa menyebabkan

lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi, lengket mendukung

bakteri- bakteri lain, pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya, dan asam

melarutkan email gigi (Nugraha, 2008). Kuman tersebut memiliki kemampuan

membuat polisakarida ekstraseluler. Polisakarida ekstraseluler ini terutama terdiri

dari polimer glukosa (Pratiwi, 2005), yang kemudian dipecah kembali oleh

mikroba tersebut. Bila karbohidrat oksigen berkurang sehingga dengan demikian

menghasilkan asam terus menerus yang menyebabkan matriks plak mempunyai

konsistensi seperti gelatin (Enayati, 2009), akibatnya bakteri terbantu untuk

melekat pada gigi serta saling melekat satu sama lain. Plak makin lama makin

tebal, sehingga akan menghambat fungsi saliva untuk melakukan aktivitas

(27)

Gambar 2.3 Streptococcus mutans (Hidayaningtias, 2008; Nugraha, 2008)

Di Indonesia penderita gigi berlubang jumlahnya tidak sedikit. Hasil

Survei Kesehatan Nasional 2002 menunjukkan prevalensi gigi berlubang di

Indonesia berkisar 60%, yang berarti dari sepuluh orang enam diantaranya

menderita gigi berlubang. Suatu pencegahan dapat meliputi penyikatan gigi yang

sering dan dengan serat halus seperti sutra. Dilakukan suatu diet yang kaya akan

zat kapur dan fluoride yang di dalam air minum membuat email gigi menjadi lebih

kuat dan mencegah karies gigi. Suatu diet karbohidrat yang lebih kompleks yaitu

diet rendah untuk gula dan tidak terdapat sukrosa dalam makanan merupakan cara

pencegahan yang efektif juga. Kemungkinan dalam penggunaan suatu vaksin

yang melawan terhadap bakteri S. mutans tidak dapat dilakukan karena ditolak

(Nugraha, 2008).

2.5.3 Salmonella typhii

Salmonella adalah bakteri batang bersifat motil, mempunyai karakteristik

memfermentasikan glukosa dan manosa (Brooks et al., 2001). Ciri-ciri Salmonella

ialah batang anaerob fakultatif yang kecil, dianggap sebagai patogen potensial,

bahkan pada orang yang kelihatannya sehat dan tersebarkan dari binatang dan

produk dari binatang ke manusia (Volk & Wheeler, 1989).

Istilah Salmonelosis digunakan untuk infeksi yang disebabkan oleh

anggota Salmonella. Manusia menjadi terinfeksi melalui penelanan makanan dan

minuman yang terkontaminasi, seperti air tercemar karena masuknya kotoran dari

hewan yang mengekskresikan Salmonella. S. typhii menyebabkan demam tifus,

(28)

abdomen, lemah, lemah saraf dan demam yang terus menerus (Volk & Wheeler,

1989). Ketika Salmonella mencapai usus kecil, kemudian masuk ke getah bening

dan ke aliran darah, mereka dibawa oleh darah ke beberapa organ, termasuk usus.

Organisme tersebut meningkat di dalam jaringan getah bening intestinal dan

dikeluarkan dalam tinja (Brooks et al., 2001).

Bentuk klasik demam tiphoid selama 4 minggu. Masa inkubasi 7-14 hari.

Minggu pertama terjadi demam tinggi, sakit kepala, nyeri abdomen, dan

perbedaan peningkatan temperatur dengan denyut nadi. 50 % pasien dengan

defekasi normal. Pada minggu kedua terjadi splenomegali dan timbul rash. Pada

minggu ketiga timbul penurunan kesadaran dan peningkatan toksemia,

keterlibatan usus halus terjadi pada minggu ini dengan diare kebiru-biruan dan

berpotensi untuk terjadinya ferforasi. Pada minggu ke empat terjadi perbaikan

klinis (Zein et al., 2004).

2.5.4 Escherichia coli

Escherichia coli merupakan basil pendek tanpa kapsul atau spora tetapi memiliki

flagel sehingga dapat bergerak. bakteri Gram negatif, berbentuk basil anerobik

(Pelczar & Chan, 2006) juga merupakan bakteri fecal dari genus Escherichia,

famili Enterobacteriaceae. E. coli merupakan flora normal yang terdapat dalam

usus pencernaan manusia yang umumnya menyebabkan diare di seluruh dunia

bila jumlahnya melebihi normal atau terlalu banyak di dalam saluran pencernaan

(Brooks et al., 2001). E. coli dalam jumlah yang banyak pada saluran pencernaan

dapat membahayakan kesehatan (Sinaga, 2008). Enterophatogenic E. coli

merupakan penyebab penting diare pada bayi khususnya di negara berkembang,

yang awalnya dihubungkan dengan terjangkitnya diare di ruang perawatan. Akibat

dari infeksi ini adalah diare yang cair, yang biasanya susah diatasi namun tidak

kronis (Brooks et al., 2001).

Pada tahun 1995, di Amerika dilaporkan bahwa dalam tiga tahun terakhir

banyak kejadian diare berdarah yaitu hemolytic uremic syndrome (HUS) pada

masyarakat yang mengkonsumsi daging sapi/burger dan susu yang tidak

dipasteurisasi. Makanan tersebut telah terkontaminasi oleh E. coli O157:H7.

(29)

O157:H7 baik secara langsung maupun tidak langsung. Utamanya bersumber dari

hewan sapi melalui teknologi industri yang mengolah makanan serta sumber lain

yang telah tercemar oleh kuman ini, misalnya di Rumah Pemotongan Hewan,

pada waktu proses pengolahan, distribusi dan penyimpanan daging karkas, pada

saat persiapan di dapur dan saat penyajian makanan. Kontaminasi dapat berasal

dari hewan produksi (peternakan) atau juga dari tenaga penjamah itu sendiri.

Sedangkan kontaminasi silang dapat terjadi bila makanan jadi yang diproduksi

berhubungan langsung dengan permukaan meja atau alat pengolah makanan

selama proses persiapan yang sebelumnya telah terkontaminasi kuman patogen

(Sartika et al., 2005).

Penularan diare menyebar melalui jalur fekal-oral, penularannya dapat

dicegah dengan menjaga higienis pribadi yang baik. Ini termasuk sering mencuci

tangan setelah keluar dari toilet dan khususnya selama mengolah makanan.

Kotoran manusia harus diasingkan dari daerah pemukiman, dan hewan ternak

harus terjaga dari kotoran manusia. Makanan dan air merupakan penularan yang

utama, sehingga harus diberikan perhatian khusus (Zein et al., 2004).

Diare yang disebabkan oleh bakteri biasanya diobati dengan memberi

bahan yang mampu dijadikan sebagai antimikroba. Zat antimikroba yang ideal

memiliki toksisitas selektif lebiih bersifat relatif dan bukan absolut, artinya

penggunaan dengan konsentrasi tertentu berbahaya bagi parasit tetapi tidak

(30)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2013 di

Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2Alat dan Bahan

Alat yang digunakan ialah autoklaf, oven, timbangan analitik, cawan petri, labu

Erlenmeyer, inkubator, mikroskop, kaca objek, cover glass, gelas ukur, gelas

beaker, spatula, tabung reaksi, handspray, propipet, bunsen, jarum ose, cork

borer, rak tabung reaksi, pipet serologi, karet penghisap, spektrofotometer, rotary

evaporator, sentrifus, tabung sentrifuse, jangka sorong dan mikropipet.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah isolat bakteri endofit dari

batang dan akar tanaman obat tapak dara (Catharanthus roseus), isolat A. flavus,

S. mutans, E. coli, S. thypii, akuades, alkohol 70%, alkohol 75%, natrium

hipoklorit 5,3%, zat pewarna Gram, media-media uji biokimia triple sugar iron

agar (TSIA), simon sitrat agar (SCA), sulfid indol motility (SIM), starch agar

(SA), gelatin, H2O2 3%, media nutrient agar (NA), media potato dextrose agar

(PDA), agar, cakram kertas kosong, ketokonazol, kloramfenikol, cotton bud,

nystatin, media mueller hinton agar (MHA), metanol, kertas saring, aluminium

foil, dimetilsulfoksida (DMSO), larutan kekeruhan 0,5 standar McFarland.

3.3 Isolat Beberapa Mikroba Patogen

Isolat beberapa mikroba A. flavus, S. mutans, S. thypii dan E. coli

diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Universitas

(31)

3.4 Isolasi Bakteri Endofit dari Batang dan Akar Tanaman Dara

Bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman tapak dara terlebih dahulu

disterilkan permukaan batang dan akarnya dengan menggunakan metode Radu &

Kqueen (2002) yang dimodifikasi (dapat dilihat pada Lampiran A hlm. 39).

Bagian akar dan batang tanaman (3-5 cm) dicuci dengan air mengalir selama 20

menit, kemudian akar dan batang tersebut disterilkan bagian permukaannya

dengan merendamnya secara berturut-turut dalam larutan etanol 75% selama 2

menit, larutan natrium hipoklorit 5,3% selama 5 menit, dan etanol 75% selama 30

detik. Selanjutnya akar dan batang tersebut dibilas dengan akuades steril sebanyak

2 kali, dan dikeringkan dengan kertas saring steril. Setelah kering, bagian ujung

kiri dan kanan dari akar dan batang tanaman dibuang lebih kurang 1 cm, lalu

masing-masing dipotong manjadi 2 bagian dan diletakkan pada permukaan media

NA yang telah dicampurkan dengan antibiotik ketokonazol (0,3 gram/100 ml)

dengan posisi bekas potongan ke arah media yang kemudian diinkubasi pada suhu

ruang (25-30 oC) selama lebih kurang 1-3 hari. Koloni yang muncul dari bagian

akar dan batang tanaman sebelah dalam disubkulturkan ke media NA yang baru

sampai diperoleh biakan murni.

3.5 Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Endofit

Identifikasi isolat murni bakteri endofit dilakukan berdasarkan ciri-ciri dan

karakter morfologis, secara makroskopis maupun mikroskopis (dapat dilihat pada

Lampiran B hlm. 40). Karakterisasi dan identifikasi secara visual berdasarkan

struktur dan warna koloni. Identifikasi secara mikroskopis dilakukan dengan

mengamati morfologinya dengan pewarnaan Gram serta uji biokimia metabolisme

bakteri seperti uji sitrat, uji gelatin, uji mortilitas, uji sulfida, uji katalase dan uji

hidrolisis pati (Lay, 1994).

3.6 Uji Daya Hambat Bakteri Endofit terhadap Bakteri Patogen

Kemampuan bakteri endofit menghambat pertumbuhan bakteri patogen

diuji dengan uji antagonis secara in vitro (dapat dilihat pada Lampiran C hlm. 41).

(32)

suspensi bakteri endofit yang telah dibuat dengan kekeruhan yang sama

diinokulasikan pada kertas cakram kosong dengan diameter 0,6 cm di bagian tepi

media dengan menggunakan mikropipet sebanyak 10 µl, dibuat 2 kali

pengulangan dan biakan diinkubasi pada suhu 28-30 oC selama 1-3 hari. Aktivitas

penghambatan ditentukan berdasarkan luas zona hambat yang terbentuk di sekitar

koloni bakteri endofit. Diameter zona hambat tersebut diukur dengan

menggunakan jangka sorong. Pengamatan dimulai dari hari pertama sampai hari

kedua (Suryanto et al., 2006).

3.7 Uji Daya Hambat Bakteri Endofit terhadap A. flavus

Kemampuan bakteri endofit menghambat pertumbuhan jamur A. flavus diuji

dengan uji antagonis secarain vitro (dapat dilihat pada Lampiran D hlm. 42). Pada

jamur patogen, tepi bagian yang aktif tumbuh diambil dengan menggunakan cork

borer, diinokulasikan pada media agar MHA tepat di tengah media dan diinkubasi

selama 2-3 hari. Selanjutnya suspensi bakteri endofit yang telah dibuat dengan

dengan OD600≈ 0,5 setara 108 CFU/ml yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer diinokulasikan pada kertas cakram kosong berdiameter 0,6 cm

sebanyak 10 µl di bagian tepi media, dan dibuat sebanyak 2 kali pengulangan.

Biakan diinkubasi pada suhu 28-30 oC selama 1-3 hari. Akitivitas penghambatan

ditentukan berdasarkan zona hambat yang terbentuk di sekitar koloni. Diameter

zona hambat dihitung dengan mengukur selisih radial pertumbuhan miselium

jamur yang terhambat oleh isolat bakteri. Pengamatan dimulai dari hari ke-4

(33)

Gambar 3.1 Metode pengukuran zona hambat bakteri endofit terhadap koloni jamur; A. Koloni jamur; B. Zona hambat bakteri endofit terhadap koloni jamur; C. Titik tengah jamur diletakkan; D. Koloni bakteri endofit; X. Diameter koloni jamur yang terhambat pertumbuhannya; Y. Diameter koloni jamur normal. hambat yang terbentuk di sekitar koloni (Suryanto et al., 2006).

Pengukuran jari-jari zona hambat bakteri dilakukan dengan menggunakan

jangka sorong. Jari-jari zona hambat bakteri endofit =

Keterangan: Y= Diameter jamur yang tidak terhambat.

X= Dimeter jamur yang terhambat.

3.8 Ekstraksi Bahan Antimikroba dari Bakteri Endofit dengan Pelarut Metanol

Ekstraksi bahan metabolit sekunder bakteri yang memiliki aktivitas

antimikroba dilakukan berdasarkan metode yang pernah dilakukan oleh Nofiani et

al. (2009) yang dimodifikasi (dapat dilihat pada Lampiran E hlm. 43). Dua bakteri

endofit yang memiliki aktivitas penghambatan yang berpotensi dibuat suspensi

dengan dengan OD600≈ 0,5 setara 108 CFU/ml yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Suspensi bakteri endofit tersebut disebarkan dengan cotton bud

pada permukaan media padat NA sebanyak 5 petri dan diinkubasi selama 5-6 hari.

Media padat tersebut selanjutnya dipotong kecil-kecil dan direndam dengan

metanol sebanyak 150 ml dalam Erlenmeyer selama 72 jam dan dibungkus

dengan alumunium foil untuk menghindari kerusakan karena cahaya. Maserat

diambil dengan cara disaring dengan kertas saring. Perendaman dilakukan

sebanyak 3 kali. Semua maserat yang terkumpul disentrifugasi pada kecepatan

(34)

evaporator putar dengan suhu tidak lebih dari 50 ± 2 ºC untuk memisahkan pelarut

metanol dengan ekstraknya sampai diperoleh ekstrak yang siap untuk digunakan

(Suryanto, 2006).

3.9 Uji Aktivitas Ekstrak Metanol Bakteri Endofit terhadap Beberapa Mikroba Patogen

Pada uji aktivitas ekstrak metanol bakteri endofit terhadap bakteri dan

jamur patogen digunakan media MHA (dapat dilihat pada Lampiran F dan G hlm.

44-45). Pada media ditumbuhkan beberapa mikroba patogen dengan cara hapusan

suspensi yang sudah disesuaikan dengan dengan OD600≈ 0,5 setara 108 CFU/ml yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer, khusus untuk jamur patogen

A. flavus terlebih dahulu diinokulasikan pada media selama 2-3 hari dengan suhu

ruang 25–30 ºC dengan menggunakan cork borer. Masing-masing ekstrak metanol bakteri endofit dilarutkan dengan DMSO dengan konsentrasi

masing-masing 40, 60, 80 dan 100%. Larutan DMSO digunakan untuk kontrol (-),

sedangkan kontrol (+) pada bakteri digunakan kertas cakram kloramfenikol 10 μg dan untuk jamur digunakan kertas cakram nystatin. Selanjutnya sebanyak 10 μl ekstrak bakteri endofit yang sudah diencerkan degan DMSO diteteskan pada

kertas cakram kosong dengan menggunakan mikropipet kemudian diletakkan

pada media yang sudah diinokulasikan mikroba patogen. Pengujian kemampuan

ekstrak metanol bakteri endofit dilakukan dengan uji cakram metode

Kirby-Bauer. Cawan uji kemudian diinkubasi pada suhu ruang 25-30 oC selama 1-3 hari.

Aktivitas antibiotik bakteri endofit ditunjukkan dengan adanya zona hambat pada

pertumbuhan mikroba patogen di sekitar koloni, kemudian diamati dan diukur

diamer zona hambat yang terbentuk.

3.10 Pengamatan Hifa Abnormal

Pengamatan dilakukan dengan 2 cara yaitu secara visual dan mikroskopis

(dapat dilihat pada Lampiran H hlm. 46). Pengamatan secara visual dilakukan

dengan cara melihat luas pertumbuhan miselium jamur. Pengamatan hifa

abnormal secara mikroskopis dilakukan dengan cara mengamati ujung miselium

(35)

permukaan media agar MHA dipotong berbentuk block square, yang kemudian

diletakkan pada objek gelas, selanjutnya diamati di atas mikroskop adanya

abnormalitas pertumbuhan hifa jamur. Pengamatan abnormalitas miselium jamur

diperoleh dari perubahan struktur hifa seperti hifa menggulung, membengkok dan

(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Endofit dari Akar dan Batang Tanaman Tapak Dara (Chataranthus roseus)

Dari hasil isolasi yang dilakukan terhadap akar dan batang tanaman tapak dara

(Chataranthus roseus) diperoleh 12 isolat bakteri yang memiliki karakterisasi

yang berbeda. Dari bagian akar tanaman diperoleh 10 isolat sedangkan pada

bagian batang tanaman diperoleh 2 isolat. Karakterisasi yang dilakukan terhadap

isolat bakteri yang diperoleh meliputi bentuk morfologi sel, morfologi koloni,

pewarnaan Gram, penataan dan uji biokimia yang dapat dilihat pada Tabel 4.1.1.

Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa isolat bakteri yang diperoleh

sebagian besar merupakan Gram-positif dan Gram-negatif yang masing-masing

diperoleh 6 isolat. Hasil Gram positif dan Gram negatif yang diperoleh

disebabkan oleh perbedaan kandungan dinding sel bakteri, pada dinding sel Gram

positif kandungan senyawa peptidoglikan lebih tebal dibandingkan dengan

dinding sel Gram negatif.

Dari hasil uji biokimia tersebut dapat diketahui bahwa kedua belas isolat

tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, walaupun terdapat beberapa hasil uji

biokimia yang sama pada beberapa isolat bakteri endofit tersebut, seperti pada

isolat BF1, AF1, AF2, AF3, AF6, dan AFN9 yang mampu menghidrolisis pati dan

gelatin, uji positif pada sitrat yang berarti menggunakan sitrat sebagai sumber

nitrogen. Pada uji hidrogen sulfida dan fermentasi gula hanya mampu

memfermentasikan glukosa saja, tidak ditemukan endapan hitam dan retakan pada

media, serta memiliki pergerakan dan terdapat gelembung udara pada uji katalase.

Isolat BF2 pada uji hidrogen sulfida dan fermentasi gula mampu

memfermentasikan glukosa dan sukrosa, sedangkan pada isolat AF5 tidak mampu

memfermentasikan glukosa, sukrosa maupun laktosa, pada isolat AF7, AF8 dan

(37)

Keterangan:

(38)

4.2 Daya Hambat Isolat Bakteri Endofit terhadap Mikroba Patogen

Isolat bakteri endofit yang diperoleh selanjutnya dilakukan uji antagonis untuk

melihat kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan mikroba patogen.

Mikroba patogen yang digunakan yaitu Salmonella typhii, Escherichia coli,

Steptococcus mutans, dan Aspergillus flavus. Dasar pemilihan mikroba patogen

tersebut adalah mewakili mikroba patogen penyebab penyakit serta

masing-masing organisme mewakili bakteri Gram positif, Gram negatif, dan kapang dari

kelompok jamur. Hasil uji antagonis isolat bakteri endofit dapat dilihat pada Tabel

4.2.1.

Tabel 4.2.1 Uji Antagonis Isolat Bakteri Endofit terhadap Mikroba Uji

Kode

tersebut dapat menghambat mikroba patogen dengan hasil yang bervariasi karena

memiliki karakteristik yang berbeda juga, yang terlihat pada Tabel 4.1.1 sehingga

menghasilkan metabolit yang berbeda juga. Mikroba atau bakteri yang

menghasilkan suatu bahan antibiotik atau antimikroba mampu membunuh atau

menghambat pertumbuhan mikroba lainnya. Menurut Radji (2005), mikroba

endofit memiliki kemampuan menghasilkan senyawa metabolit yang sama seperti

inangnya berupa antimikroba dalam menghambat pertumbuhan mikroba lainnya.

Dalam penelitian ini terdapat 8 isolat mampu menghambat semua mikroba uji

(39)

isolat lainnya tidak mampu menghambat beberapa mikroba uji, yaitu isolat

AFN10, AF1, AF5 dan AF6. Pada isolat BF1 memiliki luas zona hambat terbesar

pada A. flavus sebesar 10,00 mm di hari kedua, selain itu juga pada isolat bakteri

AFN9 sebesar 9,59 mm terhadap E. coli pada hari pertama dan mengalami

penurunan pada hari kedua sedangkan pada isolat AFN10 memiliki luas zona

hambat sebesar 8,09 mm pada hari pertama dan pada hari kedua juga mengalami

penurunan zona hambat.

Berdasarkan klasifikasi respon hambat pertumbuhan bakteri menurut

Greenwood (2000) dalam Alfath et all. (2013), diameter zona hambat >20 mm

memiliki respon hambat yang kuat; 16-20 mm memiliki respon hambat yang

sedang; 10-15 mm memiliki respon hambat yang lemah; dan <10 mm tidak

memiliki respon zona hambat. Dari klasifikasi di atas dapat dibandingkan dengan

hasil yang diperoleh bahwa diameter zona hambat isolat bakteri endofit memiliki

respon yang lemah terhadap mikroba uji namun, tetap memiliki kemampuan

dalam menghambat mikroba uji walaupun tidak terlalu besar.

Gambar 4.1 Uji Antagonis Isolat Bakteri Endofit Terhadap Mikroba Patogen A. flavus (a) Isolat BF2 selama 48 jam (b) Isolat BF1 selama 48 jam (c) Isolat AFN7 selama 24 jam (d) Isolat AF6 selama 48 jam

Beberapa isolat bakteri memiliki potensi yang cukup baik dalam

menghambat mikroba patogen uji. Pada isolat BF1 memiliki zona hambat terbesar

a b

(40)

pada A. flavus 10,00 mm, AF2 memiliki hambatan terbesar terhadap E. coli

sebesar 8,02 mm pada hari pertama, sedangkan pada isolat AF3 mengalami

peningkatan zona hambat pada hari kedua sebesar 7,10 mm terhadap S. typhii.

Pada isolat AF2 terhadap S. mutans diperoleh data pada hari pertama

memiliki zona hambat 6,17 mm namun, pada hari yang kedua tidak terdapat lagi

zona hambat. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain yaitu

tidak dihasilkan lagi metabolit sekunder dalam menghambat pertumbuhan

mikroba uji, dan daya hambat metabolit isolat yang kurang baik. Selain itu juga

tergantung dari sifat isolat bakteri, baik bersifat bakteriostatik maupun

bakteriosidal. Menurut Dalimunthe (2009), bakteriostatik yaitu bakteri yang

menghambat atau menghentikan laju pertumbuhan mikroba uji sehingga zona

hambat yang terbentuk tidak terlihat jelas atau hanya akan terlihat zona keruh saja,

sedangkan bakteriosidal bersifat membunuh mikroba uji sehingga zona hambat

yang terbentuk terlihat lebih jelas.

Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa isolat bakteri endofit dapat

menghambat mikroba patogen dengan kemampuan yang berbeda-beda dengan

menghasilkan metabolit yang berbeda-beda juga. Salah satu hal yang

menyebabkannya yaitu kandungan media. Menurut Kumala et al. (2006),

kandungan suatu media pada hakekatnya merupakan kondisi dimana mikroba

umumnya akan menghasilkan senyawa metabolit sekunder untuk

mempertahankan hidupnya. Menurut Barry & Wainwright (1997), umumnya

metabolit sekunder tidak terbentuk jika lingkungan tumbuh yang mengandung

cukup nutrien untuk pertumbuhan bakteri karena senyawa tersebut bukan unsur

esensial bagi pertumbuhan dan reproduksi sel.

Ketika isolat bakteri berada pada fase pertumbuhan (fase logaritma),

bakteri melakukan aktivitas pembelahan sel dengan mengkonsumsi nutrien yang

tersedia di media tumbuh. Pada saat nutrien mulai berkurang maka bakteri akan

memasuki fase stasioner dan pada fase ini diduga terjadi pembentukan senyawa

metabolit sekunder yang bersifat antimikroba. Aktivitas antimikroba terbentuk

setelah memasuki fase stasioner mengikuti mekanisme quorum sensing yang

merupakan sistem komunikasi antar sel dalam merespon perubahan lingkungan.

(41)

pertahanan melawan mikroba lain (Whitehead et al., 2001; Tinaz, 2003). Salah

satu faktor yang mempengaruhi pembentukan metabolit yaitu nutrien dan laju

pertumbuhan bakteri. Sintesis metabolisme sekunder sering dikodekan oleh gen

pada DNA yang ada di kromosom (Demain, 1998).

Dari uji yang dilakukan terdapat beberapa isolat bakteri yang tidak dapat

menghambat salah satu atau beberapa dari mikroba uji yaitu AFN10, AF1, AF5

dan AF6. Beberapa dugaan yang menyebabkan isolat tersebut tidak mampu

menghambat mikroba uji menurut Nofiani et al. (2009), yaitu isolat bakteri

tersebut menghasilkan senyawa antimikroba namun tidak bersifat aktif terhadap

bakteri uji ataupun bakteri menghasilkan senyawa antimikroba secara intraseluler

sehingga senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri tersebut tidak

terekskresi dan terakumulasi dalam media tumbuh. Selain itu juga terdapat

beberapa isolat yang zona hambatnya terlihat pada hari ke dua seperti pada AF1

dan AF5 terhadap E. coli dan AF4 terhadap S. typhii, hal ini disebabkan metabolit

sekunder dari bakteri endofit tersebut dihasilkan lebih banyak pada hari kedua

sehingga besar zona hambat lebih terlihat jelas pada hari kedua dibandingkan

dengan hari pertama. Dari hal ini dapat diketahui bahwa setiap isolat bakteri yang

diperoleh menghasilkan metabolit yang berbeda-beda dalam menghambat

mikroba uji.

4.3 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Bakteri Endofit

Dari 12 isolat bakteri endofit dipilih 2 isolat yang cukup berpotensi dalam

menghambat semua mikroba patogen uji untuk dilakukan ekstraksi bakteri yaitu

isolat BF1 dan AFN9, selain mampu mampu menghambat semua mikroba uji juga

karena memiliki diameter zona hambat terbesar dibanding dengan 10 isolat

lainnya. Mikroba patogen uji yang digunakan sama seperti mikroba patogen uji

pada uji antagonis sel bakteri. Ekstraksi bakteri dilakukan dengan menggunakan

pelarut metanol.

Hasil uji ektstrak bakteri endofit BF1 dan AFN9 memiliki kemampuan

dalam menghambat mikroba patogen dengan hasil yang berbeda-beda dapat diliat

pada Tabel 4.3.1. Dari tabel tersebut terdapat beberapa persen dari ekstrak isolat

(42)

media, karena media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mikroba

atau bakteri dalam menghasilkan metabolit sekunder (Kumala et al., 2006;

Nofiani et al., 2009).

Tabel 4.3.1 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol terhadap Mikroba Uji

Patogen

Konsentrasi Ekstrak

(%)

Diameter Zona Hambat terhadap Patogen (mm)

BF1 AFN9

K+ = Kontrol dengan menggunakan kloramfenikol pada bakteri dan nistatin pada jamur

(43)

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa ekstrak bakteri AFN9

memiliki kemampuan menghambat tertinggi pada konsentrasi 100% dengan

mikroba uji E. coli pada hari pertama sebesar 16,04 mm, sedangkan pada hari

keduanya mengalami penurunan zona hambat. Pada ekstrak bakteri BF1 memiliki

zona hambat terbesar dengan konsentrasi 100% sebesar 13,09 mm di hari pertama,

dan pada hari kedua juga mengalami penurunan zona hambat. Hal ini disebabkan

mudah menguapnya ekstrak bakteri pada konsentrasi 100% dibandingkan dengan

40%, 60% dan 80% karena ditambahkan dengan pelarut DMSO yang merupakan

senyawa yang memiliki toksisitas yang rendah dan mampu melarutkan lebih dari

100 jenis senyawa, baik senyawa yang bersifat polar maupun non-polar.

Kemampuan pelarut DMSO sebagai pelarut universal dan tidak bersifat toksik

yang membuat banyak penelitian menggunakan pelarut ini (Engriyani, 2012).

Pada mikroba uji S. typhii zona hambat terbesar pada ekstrak BF1 sebesar

7,34 mm pada hari pertama dengan konsentrasi 100%, sedangkan pada ekstrak

AFN9 sebesar 9,70 mm. Zona hambat terbesar pada mikroba uji E. coli yaitu

13,09 mm pada ekstrak BF1, dan 16,04 mm pada ekstrak AFN9 dengan

konsentrasi 100% di hari pertama. Ekstrak BF1 pada hari pertama mampu

menghambat S. mutans dengan zona hambat terbesar 8,21 mm dengan konsentrasi

100%, sedangkan pada ekstrak AFN9 memiliki zona hambat 10,85 mm pada hari

pertama dengan konsentrasi 80%. Namun pada mikroba uji A. flavus, ekstrak BF1

dan AFN9 yang memiliki zona hambat terbesar pada konsentrasi 80% di hari

kedua yaitu sebesar 9,50 mm dan 10,85 mm. Hal ini dapat diduga karena pada

hari pertama jamur A. flavus belum sepenuhnya tumbuh, sehingga ekstrak bakteri

belum dapat menghambat dengan maksimal.

Penelitian ini menggunakan pelarut metanol dalam mengekstrak isolat

bakteri endofit, hal ini karena dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Nasution (2011), mendapatkan hasil ekstrak bakteri dengan menggunakan

metanol merupakan ekstrak bakteri yang paling unggul dan memiliki kemampuan

menghambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak bakteri etil asetat dan

n-heksan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pelarut metanol

memiliki kemampuan yang baik dalam mengekstraksi suatu bahan dan

(44)

peningkatan proton dari dalam sel yang menyebabkan lisisnya sel sehingga

senyawa metabolit yang ada berdifusi ke dalam pelarut dan memperoleh hasil

ekstraksi dengan jumlah yang lebih banyak dibanding dengan pelarut lainnya.

Gambar 4.2 Hasil Uji Antagonis Ekstrak Bakteri Endofit selama 48 jam (a) Ekstrak BF1 terhadap S. mutans (b) Ekstrak AFN9 terhadap E. coli

(c) Ekstrak AFN9 60% terhadap A. flavus (d) Ekstrak AFN9 80% terhadap A. flavus

Kontrol negatif dari penelitian ini menggunakan DMSO yang ditetesi pada

kertas cakram dan kontrol positif menggunakan kloramfenikol sebagai antibakteri

dan nistatin sebagai antijamur komersial. Nilai zona hambat dari kontrol positif

memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menghambat mikroba patogen uji.

Kloramfenikol sebagai kontrol positif merupakan antimikroba yang memiliki

sifat bakteriostatik, yaitu menghambat atau menghentikan laju pertumbuhan

bakteri. Nistatin merupakan antifungal dari golongan poliena yang aman terhadap

sel mamalia, yang bekerja mengikat sterol (terutama ergosterol) pada membran sel

fungi (Ridawati et al., 2011).

Dari data yang dihasilkan, banyak diameter zona hambat yang berbeda,

hal ini dikarenakan kemampuan daya hambat ekstrak bakteri endofit

berbeda-beda, bahkan terdapat beberapa konsentrasi ekstrak bakteri yang tidak mampu

menghambat mikroba patogen uji. Seperti pada ekstrak BF1 konsentrasi 40% dan

Gambar

Gambar 2.1 Tanaman Tapak Dara (Cataranthus roseus) (Dinata, 2009)
Gambar 2.2 a. Penampakan makroskopis Aspergillus flavus (Hedayati et al., 2007), b. Penampakan konidia mikroskopis Aspergillus flavus perbesaran 100x (Safika, 2008)
Gambar 2.3 Streptococcus mutans (Hidayaningtias, 2008; Nugraha, 2008)
Gambar 3.1 Metode pengukuran zona hambat bakteri endofit terhadap koloni jamur; A. Koloni jamur; B
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengalaman Pemilihan Kepala Desa pada Bulan Desember Tahun 2015, pelaksanaan pelantikan Kepala Desa terpilih menjadi Kepala Desa yang harus dilaksanakan

Nama Penyedia barang/Jasa Harga Penawaran Harga Terkoreksi Keterangan.

(1) Sekretariat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) mempunyai tugas menjalankan administrasi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa serta

Kegiatan : Pekerjaan Konstruksi Pembangunan 1 Ruang Kelas Belajar (RKB) MTs Negeri KaranganyarLampiran : Berita Acara Pembukaan Penawaran Pekerjaan : Pembangunan 1 Ruang Kelas

Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan, pengelolaan dan inventarisasi potensi hutan lindung, mata air, taman hutan raya dan

[r]

Pengamatan terhadap perkembangan antera selama kultur menunjukkan antera yang semula berwarna kekuningan dengan ukuran sekitar 0,1x0,2 cm (Gambar 4.1A), beberapa hari

Pedoman yang digunakan untuk analisa pada tugas ahir ini mengacu pada metode Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997, yang berupa keadaan geometrik jalan dan Lalu