• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.3 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol Bakteri Endofit

Dari 12 isolat bakteri endofit dipilih 2 isolat yang cukup berpotensi dalam menghambat semua mikroba patogen uji untuk dilakukan ekstraksi bakteri yaitu isolat BF1 dan AFN9, selain mampu mampu menghambat semua mikroba uji juga karena memiliki diameter zona hambat terbesar dibanding dengan 10 isolat lainnya. Mikroba patogen uji yang digunakan sama seperti mikroba patogen uji pada uji antagonis sel bakteri. Ekstraksi bakteri dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol.

Hasil uji ektstrak bakteri endofit BF1 dan AFN9 memiliki kemampuan dalam menghambat mikroba patogen dengan hasil yang berbeda-beda dapat diliat pada Tabel 4.3.1. Dari tabel tersebut terdapat beberapa persen dari ekstrak isolat bakteri yang tidak dapat menghambat. Hal ini karena kurangnya difusi ekstrak ke

media, karena media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi mikroba atau bakteri dalam menghasilkan metabolit sekunder (Kumala et al., 2006; Nofiani et al., 2009).

Tabel 4.3.1 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Metanol terhadap Mikroba Uji

Patogen

Konsentrasi Ekstrak

(%)

Diameter Zona Hambat terhadap Patogen (mm)

BF1 AFN9

Hari 1 Hari 2 Hari 1 Hari 2

Salmonella typhii K(+) 25,08 23,23 24,69 22,06 K(-) 0 0 0 0 40 0 0 7,13 6,45 60 6.71 6,29 6,16 6,15 80 0 0 6,18 0 100 7,38 7,24 9,70 9,58 Escherichia coli K(+) 27,05 26,74 26,09 24,71 K(-) 0 0 0 0 40 0 0 8,04 8,03 60 6,16 6,15 6,41 6,34 80 0 0 6,23 0 100 13,09 8,19 16,04 14,63 Streptococcus mutans K(+) 21,06 20,14 23,26 20,06 K(-) 0 0 0 0 40 7,00 6,43 6,08 6,15 60 6,14 6,16 6,80 6,35 80 0 0 10,85 6,27 100 8,21 6,18 10,15 10,11 Aspergillus flavus K(+) 0,67 0,50 0,67 0,5 K(-) 0,03 0,65 0,03 0,65 40 2,00 3,50 5,50 6,83 60 3,00 5,00 5,25 6,80 80 4,50 9,50 8,50 10,85 100 5,00 7,70 7,00 9,00 Keterangan:

K+ = Kontrol dengan menggunakan kloramfenikol pada bakteri dan nistatin pada jamur

Dari data yang diperoleh dapat dilihat bahwa ekstrak bakteri AFN9 memiliki kemampuan menghambat tertinggi pada konsentrasi 100% dengan mikroba uji E. coli pada hari pertama sebesar 16,04 mm, sedangkan pada hari keduanya mengalami penurunan zona hambat. Pada ekstrak bakteri BF1 memiliki zona hambat terbesar dengan konsentrasi 100% sebesar 13,09 mm di hari pertama, dan pada hari kedua juga mengalami penurunan zona hambat. Hal ini disebabkan mudah menguapnya ekstrak bakteri pada konsentrasi 100% dibandingkan dengan 40%, 60% dan 80% karena ditambahkan dengan pelarut DMSO yang merupakan senyawa yang memiliki toksisitas yang rendah dan mampu melarutkan lebih dari 100 jenis senyawa, baik senyawa yang bersifat polar maupun non-polar. Kemampuan pelarut DMSO sebagai pelarut universal dan tidak bersifat toksik yang membuat banyak penelitian menggunakan pelarut ini (Engriyani, 2012).

Pada mikroba uji S. typhii zona hambat terbesar pada ekstrak BF1 sebesar 7,34 mm pada hari pertama dengan konsentrasi 100%, sedangkan pada ekstrak AFN9 sebesar 9,70 mm. Zona hambat terbesar pada mikroba uji E. coli yaitu 13,09 mm pada ekstrak BF1, dan 16,04 mm pada ekstrak AFN9 dengan konsentrasi 100% di hari pertama. Ekstrak BF1 pada hari pertama mampu menghambat S. mutans dengan zona hambat terbesar 8,21 mm dengan konsentrasi 100%, sedangkan pada ekstrak AFN9 memiliki zona hambat 10,85 mm pada hari pertama dengan konsentrasi 80%. Namun pada mikroba uji A. flavus, ekstrak BF1 dan AFN9 yang memiliki zona hambat terbesar pada konsentrasi 80% di hari kedua yaitu sebesar 9,50 mm dan 10,85 mm. Hal ini dapat diduga karena pada hari pertama jamur A. flavus belum sepenuhnya tumbuh, sehingga ekstrak bakteri belum dapat menghambat dengan maksimal.

Penelitian ini menggunakan pelarut metanol dalam mengekstrak isolat bakteri endofit, hal ini karena dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Nasution (2011), mendapatkan hasil ekstrak bakteri dengan menggunakan metanol merupakan ekstrak bakteri yang paling unggul dan memiliki kemampuan menghambat yang lebih besar dibandingkan dengan ekstrak bakteri etil asetat dan n-heksan. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pelarut metanol memiliki kemampuan yang baik dalam mengekstraksi suatu bahan dan memperbesar kemungkinan memperoleh ekstrak yang lebih banyak karena

peningkatan proton dari dalam sel yang menyebabkan lisisnya sel sehingga senyawa metabolit yang ada berdifusi ke dalam pelarut dan memperoleh hasil ekstraksi dengan jumlah yang lebih banyak dibanding dengan pelarut lainnya.

Gambar 4.2 Hasil Uji Antagonis Ekstrak Bakteri Endofit selama 48 jam (a) Ekstrak BF1 terhadap S. mutans (b) Ekstrak AFN9 terhadap E. coli

(c) Ekstrak AFN9 60% terhadap A. flavus (d) Ekstrak AFN9 80% terhadap A. flavus

Kontrol negatif dari penelitian ini menggunakan DMSO yang ditetesi pada kertas cakram dan kontrol positif menggunakan kloramfenikol sebagai antibakteri dan nistatin sebagai antijamur komersial. Nilai zona hambat dari kontrol positif memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menghambat mikroba patogen uji. Kloramfenikol sebagai kontrol positif merupakan antimikroba yang memiliki sifat bakteriostatik, yaitu menghambat atau menghentikan laju pertumbuhan bakteri. Nistatin merupakan antifungal dari golongan poliena yang aman terhadap sel mamalia, yang bekerja mengikat sterol (terutama ergosterol) pada membran sel fungi (Ridawati et al., 2011).

Dari data yang dihasilkan, banyak diameter zona hambat yang berbeda, hal ini dikarenakan kemampuan daya hambat ekstrak bakteri endofit berbeda- beda, bahkan terdapat beberapa konsentrasi ekstrak bakteri yang tidak mampu menghambat mikroba patogen uji. Seperti pada ekstrak BF1 konsentrasi 40% dan

60% 40% a b K+ K+ K- K- 60% 80% 40% 100% 40% 60% 80% 100% c d 60% 80%

80% terhadap mikroba patogen uji S. typhii tidak mampu menghambat, sedangkan pada ekstrak AFN9 tidak mampu menghambat dengan konsentrasi 80% pada hari kedua. Menurut Alfath et al. (2013), beberapa faktor yang mempengaruhi adanya zona hambat bergantung kepada kemampuan difusi bahan antimikroba ke dalam media dan interaksinya dengan mikroba diuji, jumlah atau konsentrasi mikroba yang digunakan, kecepatan tumbuh mikroba yang diuji, dan sensitivitas mikroba uji terhadap senyawa antimikroba yang diuji. Zona hambat berkaitan dengan kecepatan berdifusi antibiotik atau antimikroba maupun metabolit ke dalam media. Kecepatan berdifusi ini diperhitungkan dalam penentuan keampuhan metabolit tersebut dalam menghambat mikroba patogen uji. Selain itu konsentrasi zat antimikroba dapat mempengaruhi diameter zona hambat, semakin tinggi konsentrasi bakteri atau senyawa antimikroba maka akan semakin cepat bakteri terbunuh karena kandungan senyawa bioaktif yang tinggi sehingga menghasilkan zona hambat yang lebih besar seperti pada penelitian Karlina et al. (2013). Oleh karena itu, pada konsentrasi 100% ekstrak bakteri endofit memiliki zona hambat terbesar kecuali terhadap A. flavus dan S. mutans

pada ekstrak AFN9 dengan konsentrasi 80%.

Sensitivitas mikroba uji terhadap senyawa antimikroba yang diuji berbeda- beda karena dipengaruhi struktur dinding sel mikroba. Umumnya bakteri Gram positif lebih sensitif terhadap antimikroba, hal ini dikarenakan struktur dinding sel yang lebih sederhana mengandung lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dibanding dengan bakteri Gram negatif (Fardiaz & Jenie, 1988). Senyawa metabolit sekunder atau antimikroba dapat mencegah sintesis peptidoglikan pada sel Gram positif yang sedang tumbuh, dari hal ini dapat diketahui bahwa bakteri Gram negatif merupakan mikroba yang lebih patogen dibanding dengan Gram positif. Namun dari hasil yang diperoleh terdapat perbedaan, ekstrak bakteri endofit dari tanaman tapak dara lebih mampu menghambat bakteri Gram negatif dibanding Gram positif, hal ini ditunjukkan dari hasil diameter zona hambat terbesar pada bakteri uji E. coli. Hal yang sama juga dihasilkan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan Anggraini (2012) tentang isolasi dan uji antimikroba metabolit sekunder ekstrak kultur jamur endofit dari tanaman akar kuning. Hasil metabolit sekunder ekstrak kultur jamur endofit tersebut mampu menghambat E.

coli dengan nilai diameter zona hambat yang tinggi. Oleh karena itu dari penelitian ini memunculkan wawasan baru terhadap perkembangan antibakteri Gram negatif yang berasal dari mikroba endofit.

Ekstrak yang dihasilkan bakteri AFN9 lebih berpotensi menghambat mikroba uji patogen dibandingkan dengan ekstrak bakteri BF1, hal ini dapat dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan. Ekstrak bakteri yang diperoleh merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut Demain (1998), metabolit sekunder mikroba termasuk antibiotik, pigmen, racun, efektor kompetisi ekologi dan simbiosis, inhibitor enzim, antagonis reseptor, pestisida, agen antitumor dan promotor pertumbuhan hewan dan tumbuhan. Pembentukan metabolit sekunder ini diatur oleh nutrisi dan laju pertumbuhan bakteri.

Dalam penelitian Kumala et al. (2006), bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman trengguli (Cassia fistula L.) berpotensi menghasilkan senyawa antimikroba terhadap S. typhii, E. coli, Bacillus subtilis, Candida albicans dan

Staphylococcus aureus. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Pal’ & Paul (2013) memperoleh hasil bahwa uji antimikroba dari isolat bakteri endofit yang diisolasi dari daun, batang dan akar tanaman obat Hygrophila spinosa telah menunjukkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap berbagai spesies bakteri. Dalam hal ini dapat kita ketahui bahwa isolat endofit dari tanaman obat tampaknya dapat menjadi sumber metabolit antimikroba untuk potensi aplikasi bioteknologi di bidang kesehatan.

Menurut Prihatiningtias & Wahyuningsih (2006) metabolit sekunder yang dihasilkan dari bakteri endofit adalah senyawa metabolit sekunder yang merupakan senyawa bioaktif dan dapat berfungsi untuk membunuh patogen, seperti dalam penelitian ini ekstrak bakteri endofit dari tanaman tapak dara (C. roseus) mampu menghambat beberapa mikroba patogen, dari hal ini dapat diketahui bahwa ekstrak bakteri tersebut mengandung senyawa bioaktif dalam metabolit sekundernya.

Dalam penelitian Lestari (2013), hasil skrining fitokimia ekstrak metanol bakteri endofit mengandung senyawa metabolit sekunder berupa alkaloid dan saponin. Senyawa ini biasanya merupakan senyawa kimia hasil metabolit sekunder dari suatu tanaman yang memiliki sifat antimikroba. Dari hasil

penelitian Lestari dapat diketahui bahwa ekstrak dari bakteri endofit memiliki kandungan yang juga dihasilkan oleh tanaman inangnya, begitu juga pada ekstrak bakteri endofit dari tanaman tapak dara. Selain memiliki manfaat dalam mengobati banyak penyakit, ekstrak tanaman tapak dara juga memiliki sifat antimikroba karena akar tanaman tapak dara mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan tannin, selain itu seluruh bagian tanaman mengandung zat aktif antara 0,2-1% (Agoes, 2010). Oleh sebab itu dalam penelitian ini diduga metabolit sekunder dari ekstrak bakteri endofit mengandung senyawa alkaloid dan saponin yang mampu menghambat beberapa mikroba patogen.

4.4 Abnormalitas Hifa Akibat Uji Antagonis Ekstrak terhadap Mikroba

Dokumen terkait