• Tidak ada hasil yang ditemukan

Enkapsulasi Nanokitosan pada Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) sebagai Antihiperglikemia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Enkapsulasi Nanokitosan pada Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) sebagai Antihiperglikemia"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ENKAPSULASI NANOKITOSAN PADA EKSTRAK DAUN

TAPAK DARA (Catharanthus roseus) SEBAGAI

ANTIHIPERGLIKEMIA

NIA KURNIAWATI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Enkapsulasi Nanokitosan pada Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) sebagai Antihiperglikemia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

(4)

ABSTRAK

NIA KURNIAWATI, Enkapsulasi Nanokitosan pada Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) sebagai Antihiperglikemia. Dibimbing oleh PIPIH SUPTIJAH dan KUSTIARIYAH TARMAN.

Diabetes Mellitus merupakan suatu kelainan metabolik kronis yang ditandai dengan kondisi dimana konsentrasi glukosa dalam darah lebih tinggi dari normal (hiperglikemia). Optimalisasi pengobatan herbal dapat dilakukan dengan proses enkapsulasi menggunakan nanokitosan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan dosis terbaik ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) terenkapsulasi nanokitosan pada tikus hiperglikemia sesaat. Penelitian ini dilakukan beberapa tahap, yaitu ekstraksi daun tapak dara, enkapsulasi nanokitosan, uji fitokimia, analisis PSA, SEM, dan FTIR, serta uji toksisitas dengan metode BSLT. Uji fitokimia menunjukkan esktrak daun tapak dara mengandung flavonoid dan saponin. Ukuran partikel ekstrak, nanokitosan dan ekstrak-nanokitosan berturut-turut yaitu 278,54; 273,36; 381,98 nm. Hasil analisis SEM dan FTIR menunjukkan terjadinya penggabungan antara ekstrak dengan nanokitosan. Perlakuan terbaik pada aktivitas antihiperglikemia yaitu dengan dosis pemberian ekstrak-nanokitosan 20 mg/g BB yang menurunkan kadar glukosa darah sebesar 68,9 mg/dL dari 140 mg/dL (tikus hiperglikemia) hingga jam ke-3.

Kata kunci: antihiperglikemia, enkapsulasi, fitokimia, tapak dara, ukuran partikel.

ABSTRACT

NIA KURNIAWATI, Nanochitosan Encapsulation on Perwinkle (Catharanthus roseus) Leaf Extract as Antihyperglycemic. Supervised by PIPIH SUPTIJAH and KUSTIARIYAH TARMAN.

Diabetes Mellitus is a chronic metabolic disorder characterized by the condition in which the concentration of glucose in the blood is higher than normal (hyperglycemia). Optimization of herbal treatments can be done with nanochitosan encapsulation. The purpose of this study was to determine the best dose of leaf extract of perwinkle (Catharanthus roseus) encapsulated with nanochitosan in hyperglycemic mice shortly. This research was conducted in several stages, including extraction of perwinkle leaves, nanochitosan encapsulation, phytochemical test, PSA, SEM, and FTIR analysis, as well as toxicity test with BSLT method. Phytochemical test showed that perwinkle leaves extracts contain flavonoids and saponins. Particle size of extract, nanochitosan and extract-nanochitosan was 278.54;273.36;381.98 nm, respectively. SEM and FTIR analyses indicated that the extracts were encapsulated by the nanochitosan. The best treatment of antihyperglycemic activity was at a dose of 20 mg/g of extract- nanochitosan which lowers blood glucose levels by 68.9 mg/dL from 140 mg dL in hyperglycemic mice up to 3 hours.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)
(7)

ENKAPSULASI NANOKITOSAN PADA EKSTRAK DAUN

TAPAK DARA (Catharanthus roseus) SEBAGAI

ANTIHIPERGLIKEMIA

NIA KURNIAWATI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Enkapsulasi Nanokitosan pada Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) sebagai Antihiperglikemia

Nama : Nia Kurniawati

NIM : C34100064

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Dra Pipih Suptijah, MBA Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi Ketua Departemen

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Enkapsulasi Nanokitosan pada Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus)

sebagai Antihiperglikemia”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada:

1 Dr Dra Pipih Suptijah, MBA dan Dr Kustiariyah Tarman, SPi MSi selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

3 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku dosen penguji dan Ketua Program Studi Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala masukan yang diberikan kepada penulis.

4 Dosen dan staff Tata Usaha Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala bantuan kepada penulis selama mengenyam pendidikan S1.

5 Kedua orang tua, Bapak Odah Suryadi dan Ibu Elis Sulastri serta Winda Wahyuni beserta keluarga tersayang yang telah memberikan dukungan materil mau pun nonmateril.

6 Fanji Sanjaya, SHut yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa. 7 Fatmasari Nuarisma, Wahyu Mutia Rizki, Feky Pundi Utami, dan Annisa

Wulandari selaku teman seperjuangan dalam penelitian ini, atas suka duka serta dukungannya selama ini.

8 Keluarga besar THP 47, THP 46, THP 48 dan THP 49 atas kebersamaan dan dukungannya kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

Preparasi Sampel dan Ekstrak Daun Tapak Dara (C. roseus) ... 4

Pembuatan Nanopartikel Kitosan ... 5

Karakterisasi Nanokitosan ... 5

Uji Fitokimia ... 6

Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ... 6

Uji Aktivitas Antihiperglikemia pada Hewan Coba Tikus secara In Vivo ... 7

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 7

Karakteristik Nanokitosan dan Ekstrak Terenkapsulasi ... 7

Ukuran Partikel ... 8

Morfologi Ekstrak Terenkapsulasi Nanokitosan ... 9

Kelompok Gugus Fungsi ... 10

Toksisitas Nanokitosan dan Ekstrak Terenkapsulasi ... 11

Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Daun Tapak Dara Terenkapsulasi Nanokitosan pada Hewan Coba Tikus ... 12

Komponen Bioaktif Ekstrak Daun Tapak Dara (C. roseus) ... 16

(12)

DAFTAR TABEL

1 Hasil uji toksisitas nanokitosan, ekstrak daun tapak dara dan ekstrak

terenkapsulasi nanokitosan ... 12

2 Hasil pengujian aktivitas antihiperglikemia ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan ... 13

3 Hasil uji fitokimia ekstrak daun tapak dara ... 16

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian ... 4

2 Hasil SEM ekstrak terenkapsulasi nanokitosan ... 9

3 Penyalutan obat di dalam nanopartikel kitosan... 9

4 Spektrum hasil uji FTIR pada ekstrak daun tapak dara ... 10

5 Spektrum hasil uji FTIR pada ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan ... 11

6 Kadar glukosa darah tikus dipuasakan dan setelah penambahan sukrosa. ... 14

7 Aktivitas antihiperglikemia pada ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan ... 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil uji fitokimia ekstrak daun tapak dara ... 22

2 Ekstrak daun tapak dara dan nanokitosan ... 22

3 Pengukuran kadar glukosa darah tikus percobaan ... 22

4 Hasil analisis PSA esktrak, nanokitosan dan ekstrak-nanokitosan ... 23

5 Hasil analisis probit LC50 dengan selang kepercayaan 95 SPSS v 22 ... 24

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang disebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat, lingkungan dan usia (Mistra 2004). Diabetes Mellitus merupakan suatu kelainan metabolik kronis serius yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan. Penyakit diabetes mellitus ditandai dengan kondisi dimana konsentrasi glukosa dalam darah lebih tinggi daripada normal (hiperglikemia). Diabetes mellitus terjadi karena kelenjar pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau produksinya sangat sedikit sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuh (Mistra 2004). Penyakit DM sampai saat ini masih belum ditemukan pengobatannya, akan tetapi dilakukan pencegahan dengan mengatur pola makan dan gaya hidup sehat. Pengobatan terjangkau dan berkualitas sebagai pencegah timbulnya penyakit diabetes mellitus atau antihiperglikemia merupakan suatu upaya yang banyak dilakukan oleh peneliti. Upaya untuk mengoptimalkan kerja senyawa aktif obat pada saat proses pengobatan dapat dilakukan metode enkapsulasi. Enkapsulasi merupakan salah satu cara penyalutan dalam mengendalikan laju pelepasan senyawa yang disalutnya (Gufron 2013). Bahan yang dapat digunakan sebagai penyalut obat salah satunya adalah kitosan. Kitosan memiliki struktur yang mirip selulosa dan mampu membentuk gel yang berfungsi sebagai matriks dalam pengantar obat (Gufron 2013). Modifikasi kitosan secara fisik mencakup perubahan ukuran partikel atau butir kitosan menjadi lebih kecil untuk pemanfaatan yang lebih luas. Pemanfaatan modifikasi fisik menghasilkan ukuran nanopartikel (Wahyono 2010)

Nanopartikel memiliki sifat sangat spesifik dan luas permukaan yang berlipat ganda, biasanya dapat meningkatkan peluang terjadinya reaksi kimia yang lebih banyak. Suatu zat dapat diserap langsung pada aliran darah tempat zat tersebut dibutuhkan sehingga lebih efektif dibandingkan dipecah selama sistem pencernaan berlangsung (Winarno dan Fernandez 2010). Faktor-faktor yang mempengaruhi kerja zat diantaranya adalah dosis dan pemasukan yang berulang (Dewi dan Tyas 2009). Penerapan nanoteknologi pada kitosan yaitu dalam pembentukan nanopartikel memungkinkan kitosan untuk menjadi penghantar senyawa fungsional atau obat menjadi lebih efektif.

(14)

2

Pemanfaatan daun tapak dara (C. roseus) dan modifikasinya dengan metode penyalutan enkapsulasi menggunakan nanokitosan perlu dilakukan untuk mengetahui efektifitas metode enkapsulasi nanokitosan dalam aplikasinya sebagai antihiperglikemia pada ekstrak daun tapak dara (C. roseus). Hipotesis penelitian ini adalah penggunaan nanokitosan sebagai bahan penyalut pada ekstrak daun tapak dara (C. roseus) dapat mengefisienkan pencapaian target pengobatan sebagai antihiperglikemia terhadap tikus hiperglikemia sesaat.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang sering terjadi dalam pengobatan penyakit degeneratif adalah penggunaan obat yang dapat menimbulkan efek samping pada kesehatan. Metode pengobatan tradisional menggunakan tanaman herbal merupakan salah satu cara untuk mengurangi efek samping penggunaan obat modern. Penelitian menggunakan metode penyalutan obat secara enkapsulasi oleh nanokitosan pada ekstrak daun tapak dara yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efektifitas pengobatan menggunakan tanaman herbal tersalut nanokitosan sebagai antihiperglikemia.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah menganalisis kitosan sebagai bahan penyalut obat dalam bentuk nanopartikel dan aplikasinya dalam metode enkapsulasi dengan nanokitosan pada model pengobatan antihiperglikemia dari tanaman tradisional. Tujuan khusus penelitian ini adalah menentukan efektifitas metode enkapsulasi nanokitosan sebagai bahan penyalut ekstrak daun tapak dara (C. roseus) untuk antihiperglikemia dan menentukan dosis terbaik ekstrak daun tapak dara (C. roseus) terenkapsulasi nanokitosan pada tikus hiperglikemia sesaat.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini meliputi:

1 Menerapkan teknologi enkapsulasi nanokitosan sebagai penyalut obat dalam upaya meningkatkan efektivitas pada pengobatan

2 Sebagai alternatif pengobatan secara herbal pada penderita diabetes mellitus 3 Sebagai sediaan obat baru tanaman herbal tapak dara (C. roseus)

terenkapsulasi nanokitosan dalam bentuk puyer

4 Memperkaya khasanah informasi bagi dunia farmasi akan efektivitas nanokitosan menyalut senyawa aktif tanaman herbal tapak dara (C. roseus) sebagai model antihiperglikemia.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3

karakteristik nanokitosan dan ekstrak yang terenkapsulasi nanokitosan, serta analisisaktivitas antihiperglikemik ekstrak terenkapsulasi secara in vivo.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanan dari bulan November 2013 hingga Maret 2014. Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis PSA dan FTIR dilakukan di Laboratorium Analisis Bahan, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pengujian aktivitas antihiperglikemia dilakukan di Laboratorium Unit Pengelola Hewan Lab, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Uji toksisitas dan fitokimia dilakukan di Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, LPPM, Institut Pertanian Bogor. Analisis SEM dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan (P3GL), Bandung dan di Laboratorium Pengujian Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan (P3HH), Bogor.

Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun segar tapak dara (C. roseus) dengan ukuran panjang daun 5-7 cm dan lebar 2-3 cm, didapatkan dari kebun Biofarmaka, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan pembuatan nanokitosan yang digunakan yaitu kitosan serbuk, asam asetat 1%, tween 80, TPP 0,1%, akuades, serta bahan untuk pengujian in vivo yaitu sukrosa 80% dan tikus jantan galur Sprague Dawley.

Peralatan Penelitian

Alat yang digunakan meliputi beaker glass, gelas ukur, botol jar, botol film, botol pial, kaca arloji, batang pengaduk, sudip, pipet tetes, saringan, magnetic stirrer dan spray dryer. Alat untuk analisis atau pengujian yang digunakan antara lain Mikroskop Elektron Payaran (JSM-5310 LV, JEOL Ltd), Particle Size Analyzer (Delsa TM Nano, Cordouan), Fourier Transform Infrared (Tipe MB3000, ABB Group), glukosa meter (Easy Touch ®GCU meter), dan kamera (GT-8000, Samsung).

Prosedur Penelitian

(16)

4

fitokimia ekstrak daun tapak dara (C. roseus), pengujian ukuran partikel dengan analisis Particle Size Analyzer (PSA), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan analisis Fourier Transform InfraRed (FTIR), serta pengujian toksisitas dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Tahap kedua yaitu penelitian utama yaitu uji aktivitas antihiperglikemia dengan analisis in vivo menggunakan hewan coba tikus jantan putih galur Sprague Dawley. Diagram alir prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Cikabayan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Daun tapak dara segar dibersihkan dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Daun yang telah dibersihkan kemudian

(17)

5

ditiriskan. Daun tapak dara sebanyak 16 gram diekstraksi dengan pelarut air. Pelarut air yang digunakan sebanyak 3 L. Ekstrak air yang diperoleh dilakukan penyaringan dan didapatkan hasil ekstrak sebanyak 1 L, selanjutnya dilakukan enkapsulasi dengan nanokitosan. Analisis karakteristik yang akan dilakukan meliputi uji fitokimia, PSA, dan BSLT.

Pembuatan Nanopartikel Kitosan (Xu dan Du 2003)

Kitosan dibuat dengan konsentrasi 3% menggunakan metode gelasi ionik. Sebanyak 3 gram kitosan dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 1% dengan pengadukan magnetik pada suhu kamar. Pemotongan ikatan gel lunak dilakukan dengan menggunakan magnetic stirrer selama 2 jam dengan kecepatan 2000 rpm. Kemudian penambahan larutan Tween 80 0,1% sebanyak 20 uL yang bertujuan dapat memisahkan antara gel satu dengan gel lainnya, selanjutnya di stirrer selama 30 menit. Setelah itu, dilakukan penambahan 200 mL tripoliphospat 0,1% dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit, bertujuan agar ukuran partikel yang dihasilkan tetap stabil. Proses enkapsulasi diawali dengan larutan nanokitosan ditambahkan 1000 mL ekstrak daun tapak dara dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer selama 45 menit, selanjutnya larutan campuran tersebut dikeringkan dengan pengeringan semprot (spray drying).

Karakterisasi Nanokitosan dan Ekstrak Terenkapsulasi

Pengujian yang dillakukan untuk ektrak terenkapsulasi nanokitosan pada penelitian ini yaitu menentukan morfologi sampel dengan pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM), analisis pengukuran partikel sampel dengan pengujian Particle Size Analyzer (PSA), dan analisis gugus fungsi sampel yang dihasilkan dengan pengujian Fourier Transform Infrared (FTIR).

Pengujian PSA (Particle Size Analyzer) (Burgess et al. 2004)

Uji ukuran partikel dilakukan menggunakan pengujian PSA (Particle Size Analyzer). Sampel larutan diambil dengan pipet kemudian dimasukkan ke dalam tabung dengan tinggi maksimum 15 mm. Hasil pengujian akan muncul pada layar komputer.

Pengujian SEM (Scanning Electron Microscopy) (Fujita et al. 1971)

Serbuk ekstrak terenkapsulasi nanokitosan diletakkan pada potongan kuningan (stub) berdiameter 1 cm dengan menggunakan selotip dua sisi. Kemudian serbuk tersebut dibuat menjadi konduktif dengan cara elektrik menggunakan sinar dari platina lapis tipis (coating) selama 30 detik pada tekanan dibawah 2 Pa dan tegangan elektron 10 kV dengan perbesaran 500x, 2500x, dan 5000x.

Pengujian FTIR (Fourier Transform Infrared) (Holme dan Peck 1993)

(18)

6

Uji Fitokimia (Harbone 1987)

Pengujian komponen aktif terkandung dalam ekstrak ini dilakukan secara kualitatif dengan metode uji fitokimia yang meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, steroid, fenol hidrokuinon, dan tanin.

1 Alkaloid

Sebanyak 1 mL ekstrak ditambahkan 4 tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner, dan endapan merah dengan pereaksi Dragendorff.

2 Flavonoid

Sebanyak 1 mL ekstrak ditambahkan serbuk magnesium 0,10 mg dan 0,40 mL amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama), serta 4 mL alkohol kemudian campuran dikocok. Warna merah, kuning atau jingga yang terbentuk pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

3 Saponin

Saponin dideteksi dengan uji busa pada 1 mL ekstrak dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang setelah penambahan satu tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

4 Steroid

Sebanyak 1 mL ekstrak dilarutkan dalam 2 mL kloroform, 10 tetes anhidra asetat, dan 3 tetes asam sulfat pekat. Larutan berwarna merah yang terbentuk untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru atau hijau menunjukkan reaksi positif.

5 Fenol hidrokuinon

Sebanyak 1 mL ekstrak ditambahkan dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil satu mL kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%.

Warna hijau atau hijau biru yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa fenol dalam bahan.

6 Tanin

Sebanyak 1 mL ekstrak ditambahkan ke dalam 100 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 5 mL filtrat ditambahkan FeCl3 1%. Hasil positif ditandai munculnya warna hijau kehitaman.

Uji Toksisitas Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) (Meyer et al. 1982)

Persiapan larva Artemia salina dilakukan dengan menetaskan telur larva selama 48 jam sebelum dilakukan uji. Penetasan dilakukan dengan cara merendam telur tersebut dalam air laut di dalam wadah yang diberi suplai oksigen dari aerator dan diberi penerangan dengan lampu TL 20 Watt.

Pelaksanaan uji dilakukan dengan memasukkan larva ke dalam sumur uji dengan tujuh kelompok perlakuan yang berisi larutan 50; 100; 500; dan 1000 ppm dari ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan dengan pelarut air laut. Masing-masing sumur uji berisi 10 ekor larva dan volume akhir setiap sumur sebesar 2 mL. Setiap perlakuan dilakukan tiga kali ulangan. Inkubasi dilakukan selama 24 jam, selanjutnya dihitung jumlah larva yang mati. Nilai LC50 diperoleh

(19)

7

dengan perhitungan menggunakan rumus regresi linier berdasarkan data dari titik konsentrasi yang digunakan. Nilai x yang diperoleh merupakan konsentrasi larutan yang menyebabkan kematian terhadap 50% larva.

Uji Aktivitas Antihiperglikemia pada Hewan Coba Tikus secara In Vivo

(modifikasi Nugroho 2006)

Uji in vivo dilakukan dengan menggunakan tikus putih jantan sehat galur Sprague Dawley, berumur 5 minggu dengan bobot 130-150 gram. Tikus dibagi menjadi 2 kelompok utama yaitu pemberian larutan gula dan tidak diberikan larutan gula (kontrol negatif/normal). Kelompok yang diberikan larutan gula dibagi lagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu pemberian larutan gula dan obat komersil dan pemberian larutan gula dan ekstrak daun tapak dara terankapsulasi nanokitosan. Pelakuan pemberian ekstrak tapak dara terenkapsulasi nanokitosan dibedakan kembali berdasarkan dosis pemberian yaitu 5;10:15: dan 20 mg/g BB tikus. Tikus diadaptasikan terlebih dahulu selama 8 hari untuk menyeragamkan cara hidup dan makanannya.

Tikus pada masing-masing kelompok dipuasakan selama 18 jam, setelah dipuasakan diambil darah pada masing-masing kelompok dan diukur kadar glukosa darah puasanya. Tikus perlakukan selanjutnya dicekok sukrosa 80% sebanyak 2 mL, kadar glukosa darah kembali diukur setelah satu jam pemberian larutan sukrosa, sedangkan untuk kelompok kontrol negatif tikus diberikan pakan untuk selanjutnya diperiksa kadar glukosa darah 2 jam setelah makan. Pelakuan perlakuan dengan obat komersil selanjutnya diberikan obat komersil dan perlakuan lainnya diberikan dosis ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan sesuai dengan dosis yaitu 5:10:15: dan 20 mg/ g bb tikus masing sebanyak 2 mL pada setiap perlakuan. Kadar glukosa darah pada masing-masing kelompok perlakuan pemberian sukrosa selanjutnya diukur setelah 1, 2, 3, 4, dan 5 jam perlakuan pemberian dosis obat.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Nanokitosan dan Ekstrak Terenkapsulasi

(20)

8

Nanopartikel memiliki sifat yang sangat spesifik, dengan luas permukaan yang berlipat ganda dapat meningkatkan terjadinya reaksi kimia lebih banyak. Suatu zat dapat diserap langsung pada aliran darah tempat zat tersebut dibutuhkan, proses ini lebih efektif dibandingkan dipecah selama sistem pencernaan berlangsung. Nanopartikel bersifat bioavailability yaitu ukurannya yang sangat kecil lebih leluasa memasuki bagian-bagian tubuh sehingga nanopartikel akan lebih mudah diserap oleh sel-sel secara individu (Winarno dan Fernandez 2010).

Metode paling umum dalam pembuatan nanopartikel yaitu dengan metode gelasi ionik salah satunya menggunakan magnetic stirrer. Metode gelasi ionik yaitu mencampurkan polimer kitosan dengan polianion sodium tripolifosfat yang menghasilkan interaksi antara muatan positif pada gugus amino kitosan dengan muatan tripolifosfat. Tripolifosfat dianggap sebagai zat pengikat silang yang paling baik (Mohanraj dan Chen 2006).

Ukuran Partikel

Penggunaan nanopartikel dalam proses penyalutan dapat meningkatkan absorsi zat-zat aktif. Proses nanoenkapsulasi berarti bahwa berbagai zat nutrisi dapat diserap langsung pada aliran darah dimana nutrisi tersebut dibutuhkan, hal ini akan jauh lebih efektif dibandingkan dipecah selama pemrosesan atau pun pemecahan dengan enzim dalam sistem pencernaan. Mekanisme baru dapat dikembangakan dengan nanoteknologi dalam masalah penyampaian obat. Landasan yang digunakan pada drug delivery system adalah merangsang efektivitas dari obat, melalui penentuan target dan sel-sel khusus yang spesifik, percepatan waktu delivery, dan pencegahan enzim pencernaan dalam memecah obat yang sedang dikonsumsi (Winarno dan Fernandez 2010).

Perhitungan partikel secara modern umumnya menggunakan analisis gambar atau beberapa jenis perhitungan partikel seperti analisis Particle Size Analyzer (PSA). Hasil rata-rata distribusi ukuran partikel dengan metode gelasi ionik diperoleh ukuran nanokitosan yaitu 273,36 nm. Ekstrak daun tapak dara memiliki ukuran partikel 278,54 nm sedangkan ekstrak-nanokitosan memiliki ukuran 381,98 nm. Menurut Mohanraj dan Chen (2006) nanopartikel didefinisikan sebagai partikel yang berbentuk padat dengan ukuran 10-1000 nm. Partikel dengan ukuran lebih kecil dari 300 nm dapat menembus dengan sangat mudah dan masuk kedalam sel-sel individu. Nanoteknologi dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang meliputi design, produksi, dan pemanfaatan struktur, peralatan sistem dan material dengan cara pengendalian ukuran dan bentuk material pada skala atom dan molekul dengan ukuran material kurang dari 300 nm (Winarno dan Fernandez 2010).

(21)

9

stabilizer dapat mempengaruhi variasi ukuran partikel hingga ukuran partikel yang dihasilkan tidak homogen tetapi ukurannya cukup memenuhi standar nanopartikel.

Morfologi Ekstrak Terenkapsulasi Nanokitosan

Morfologi ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan dapat dibedakan secara visual dengan menggunakan analisis SEM (Scanning Electron Microscopy). Analisis SEM memiliki fungsi untuk mengidentifikasi morfologi permukaan, bentuk dan ukuran sampel yang ditampilkan dalam sebuah gambar. Foto SEM didapatkan dengan cara menghitung perbandingan jumlah partikel berukuran nano terhadap seluruh partikel baik berukuran nano maupun mikro dalam satu foto SEM tersebut (Wahyono 2010). Hasil analisis SEM dapat dilihat pada Gambar 2.

a b c

Gambar 2 Hasil SEM ekstrak terenkapsulasi nanokitosan (a) pembesaran 2500x, (b) pembesaran 5000,dan (c) nanokitosan (Rachmania 2011)

Hasil karakterisasi SEM pada pembesaran 2500-5000x memperlihatkan morfologi permukaan dan bentuk ekstrak terenkapsulasi nanokitosan (Gambar 2a dan 2b). Enkapsulasi merupakan salah satu cara penyalutan dalam mengendalikan laju pelepasan senyawa yang disalutnya (Gufron 2013). Ukuran partikel nanokitosan yang bervariasi tetapi masih dalam ukuran nanopartikel. Ekstrak tersalut nanokitosan melalui kondisi enkapsulasi yaitu menempel dipermukaan kitosan (teradsopsi) (Gambar 2a dan 2b). Menurut Tiyaboonchai (2003) Ekstrak dapat tersalut nanokitosan melalui 2 kondisi enkapsulasi yaitu masuk kedalam matriks nanokitosan (terjebak) dan menempel dipermukaan kitosan (teradsopsi).

Gambar 3 Penyalutan obat di dalam nanopartikel kitosan (Tiyaboonchai 2003)

Ukuran partikel yang tidak seragam karena bahan yang tersalutnya juga tidak seragam tetapi masih dalam ukuran nanopartikel, pensalut menempel di permukaan nanokitosan sehingga dikatakan bahwa proses enkapsulasi berjalan dengan baik. Ekstrak mempunyai variasi ukuran partikel kurang homogen, sesuai dengan hasil PSA rata-rata yaitu ukuran ekstrak lebih besar daripada rata-rata ukuran nanokitosan hingga menyebabkan ekstrak tersalut pada permukaan

c

(22)

10

nanokitosan. Rachmania (2011) menyatakan bahwa nanopartikel kitosan yang diperoleh dengan menggunakan magnetic stirrer menghasilkanpenyebaran energi cenderung merata sehingga dalam waktu tertentu distribusi ukuran partikel dapat lebih homogen serta memiliki morfologi berbentuk bulat (Gambar 2c). Wahyono (2010) menyatakan bahwa nanopartikel kitosan kosong memiliki bentuk yang keriput dan kempes, sedangkan nanokitosan terisi ketoprofen memiliki bentuk bulat utuh.

Kelompok Gugus Fungsi

Analisis Fourier Transform Infrared (FTIR) adalah salah satu analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi suatu senyawa. Analisis FTIR pada ekstrak kasar dari tanaman dapat memberikan informasi tentang distribusi kelompok-kelompok fungsional dan memberikan dasar untuk membandingkan perbedaan komposisi antara isolat. FTIR merupakan analisis yang paling baik untuk mengidentifikasi jenis ikatan kimia. Panjang gelombang tertentu merupakan karakteristik dari ikatan kimia molekul yang dapat dilihat pada energi yang diserap spektrum inframerah. Bilangan gelombang yang digunakan untuk senyawa organik maupun senyawa polimer yaitu 400-4000 cm-1 (Shalini dan Prema 2012). Analisis data FTIR dilakukan menggunakan software IR Pal V2.0. A Tabledriven Infrared Application. Hasil analisis Fourier Transform Infrared (FTIR) pada ekstrak daun tapak dara dan ektrak tapak dara terenkapsulasi nanokitosan disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5.

Gambar 4 Spektrum hasil uji FTIR pada ekstrak daun tapak dara

Kurva transmitan hasil FTIR menunjukkan profil kimiawi berupa pola spektrum. Pada ekstrak daun tapak dara, spektrum inframerah menunjukkan puncak serapan kuat pada bilangan-bilangan gelombang berikut adalah gugus fungsi hidroksil (-OH) pada 3425 cm-1, gugus metil (C-H) pada 2939 cm-1, asam karboksilat (C-O) pada 1404 cm-1, gugus metil lainnya (CH3) pada bilangan

(23)

11

gugus fungsi alkohol (-OH), asam karboksilat (C-O), alkana (C-H), alkena, amina, aromatik, amina alifatik, ester dan alkil halida (C-Br).

Gambar 5 Spektrum hasil uji FTIR pada ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan

Pada kurva transmitan hasil ekstrak terenkapsulasi nanokitosan menunjukkan puncak serapan kuat pada bilangan gelombang 3418 cm-1 gugus fungsi hidroksil (-OH), 2932 cm-1 gugus metil(C-H), 1643 cm-1 (NH), 1566 cm-1 (C=C), 1412 cm-1 (C-C), 1257 cm-1 (C-O), 617 cm-1 metil (C-H) dan 586 cm-1 alkil halida (C-Br). Spektum inframerah pada ekstrak terenkapsulasi nanokitosan menunjukkan gabungan gugus fungsi spesifik pada nanokitosan yaitu (NH) dan gugus fungsi ekstrak yang lebih dominan menunjukan gugus fungsi yang sama pada ekstrak daun tapak dara (Gambar 4). Penelitian Gufron (2013) menyatakan bahwa nanokitosan memiliki gugus fungsi spesifik yaitu gugus fungsi amina (NH) pada bilangan gelombang 1643 cm-1 dan gugus fungsi hidroksil (-OH) pada bilangan gelombang 3410 cm-1. Perubahan frekuensi serapan untuk gugus fungsi tertentu dipengaruhi oleh substituen tertentu yang berubah yang disebabkan oleh adanya reaksi tertentu sehingga kekuatan ikatan akan berubah. Serapan gugus fungsi yang mengalami perubahan menunjukan bahwa terdapat air atau (-OH) yang mungkin terserap sehingga mempengaruhi ikatan antara molekul yang menyebabkan perbedaan daerah serapan gugus fungsi spesifik pada sampel uji (Pebrian et al. 2012).

Toksisitas Nanokitosan dan Ekstrak Terenkapsulasi

(24)

12

atau konsentrasi ekstrak uji yang dapat menyebabkan kematian larva udang sejumlah 50% setelah masa inkubasi selama 24 jam (Lisdawati et al. 2006). Hasil uji toksisitas menunjukkan beban konsentrasi dalam media dapat membunuh larva udang ditunjukan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil uji toksisitas nanokitosan, ekstrak daun tapak dara dan ekstrak

Ekstrak-nanokitosan 10 23,33 63,33 83,33 464,13 Toksik rendah

Pengujian dilakukan pada ekstrak, nanokitosan, dan ekstrak terenkapsulasi nanokitosan dengan konsentrasi yaitu 50, 100, 500, dan 1000 ppm. Hasil uji toksisitas pada Tabel 3 menunjukkan LC50 pada ekstrak daun tapak dara yaitu

842,50 ppm dan pada nanokitosan diperoleh LC50 sebesar 683,64. Ekstrak yang

telah melalui proses enkapsulasi dengan nanokitosan memiliki nilai LC50 yaitu

464,13 ppm. Berdasarkan McLaughlin et al. (1998), senyawa dengan nilai toksisitas LC50 ≤ 30 ppm dinyatakan sangat toksik, LC50 antara 31-200 ppm

dinyatakan toksik, LC50 antara 201-1000 ppm dinyatakan toksik rendah, dan nilai

LC50 >1000 ppm dinyatakan tidak toksik. Hal ini menunjukkan bahwa toksisitas

ekstrak terenkapsulasi nanokitosan termasuk rendah yaitu dengan nilai LC50 yaitu

464,13 ppm. Winarno dan Fernandez (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi daya reaktivitas dan bioavailability yang bersifat positif dari nanomaterial kemungkinan juga dapat berakibat meningkatnya daya toksisitas yang lebih besar dari nanomaterial dibandingkan dengan materi yang sama tetapi dengan ukuran besar.

Tamat et al. (2007) memaparkan bahwa apabila ekstrak tersebut termasuk golongan tidak toksik maka kemungkinan dapat dikembangkan penggunaannya untuk tujuan yang luas, diantaranya sebagai makanan suplemen atau bahan baku kosmetik, sedangkan apabila ekstrak tersebut termasuk golongan toksik maka kemungkinan penggunaannya dapat dikembangkan untuk bahan baku obat. Suatu ekstrak menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam pengujian toksisitas, apabila ekstrak tersebut memiliki nilai LC50<1000 ppm (Meyer et al. 1982). Menurut

Muaja et al. (2013) menyatakan bahwa potensi toksisitas ini berkaitan dengan senyawa yang terdapat dalam ekstrak, seperti senyawa fenolik, flavonoid, dan tanin yang pada kadar tertentu memiliki potensi toksisitas yang dapat menyebabkan kematian larva. Mekanisme kematian larva berhubungan dengan fungsi senyawa fenolik, flavonoid, dan tanin yang dapat menghambat daya makan pada larva (antifedant).

Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Daun Tapak Dara Terenkapsulasi Nanokitosan pada Hewan Coba Tikus

(25)

13

dianggap normal tanpa defisiensi insulin. Hewan percobaan ini dibuat berdasarkan karakteristik diabetes mellitus tipe 2 yang merupakan kelompok penyakit dengan karakteristik terjadinya resistensi insulin dan gangguan sel β Langerhans pankreas dalam mensekresi insulin. Hewan uji DM tipe 2 dibuat dengan beberapa cara yaitu pemberian nutrisi yang dapat menstimulasi resistensi insulin, pankreatektomi parsial, pemberian senyawa diabetogenik ataupun secara genetik. Perlakuan tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan respon jaringan perifer terhadap aksi insulin atau malfungsi dari reseptor insulin, penurunan kemampuan

sel β Langerhans pankreas dalam menstimulasi insulin. Kedua hal tersebut

mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah seperti pada kondisi DM tipe 2 (Nugroho 2006).

Metode yang digunakan untuk melihat aktivitas antihiperglikemia dari ekstrak yang digunakan yaitu dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO). Tes Toleransi Glukosa Oral yaitu mengukur kemampuan tubuh untuk menggunakan glukosa. Kadar glukosa darah ditingkatkan dengan pemberian sukrosa secara oral. Setelah pemberian sukrosa, kadar glukosa darah akan meningkat tajam dan mencapai puncaknya dalam waktu 60 menit (Ravel 1969 dalam Sugiwati 2005).

Sampel yang digunakan yaitu hasil air rebusan daun yang terenkapsulasi nanokitosan dengan dosisi konversi berdasarkan pemakaian tradisional yang dibandingkan terhadap pemakaian obat komersil sebagai perlakuan dengan obat komersil serta digunakan kontrol negatif yaitu tikus normal. Penyalutan merupakan salah satu proses farmasetika sebagai cara mengendalikan laju pelepasan senyawa yang disalutnya. Penyalutan bertujuan antara lain, untuk menutupi rasa tidak enak obat, memudahkan penelanan obat, melindungi zat berkhasiat dari pengaruh lingkungan, mengontrol lokasi pelepasan obat di saluran cerna,mencegah antaraksi obat-eksipien, meningkatkan estetika produk, dan sebagai sarana untuk identifikasi sediaan obat (Agoes 2010).

Perlakuan pendahuluan pada tikus yaitu dipuasakan selama 18 jam untuk mendapatkan kadar glukosa darah puasa. Selanjutnya pemberian larutan sukrosa 80%, hal ini dikarenakan sukrosa 80% dapat meningkatkan kadar glukosa darah tertinggi. Pengukuran glukosa darah tikus dilakukan dengan metode glukosa oksidase peroksidase menggunakan glucose test strip dengan alat glukosa meter (Sugiwati 2005). Hasil pengujian aktivitas antihiperglikemia pada ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 7.

Tabel 2 Hasil pengujian aktivitas antihiperglikemia ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan

Perlakuan Puasa Sukrosa Waktu (menit)

60 120 180 240 360

(26)

14

Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa tikus pada saat kondisi puasa memiliki kadar glukosa darah berkisar antara 106-80 mg/dL. Kontrol negatif merupakan perlakuan tanpa pemberian sukrosa yang merupakan kondisi kadar glukosa darah tikus normal, sehingga kadar glukosa darah pada kelompok ini relatif stabil, kisaran yang terjadi tidak terlalu jauh, yaitu 111-118,5 mg/dL. Kelompok lainnya dilakukan pemberian larutan sukrosa 80% dan menunjukkan kenaikan kadar glukosa darah setelah satu jam pemberian sukrosa. Kadar glukosa darah setelah pemberian sukrosa 80% yaitu berkisar antara 104,5-147 mg/dL. Grafik kadar glukosa darah setelah pemberian sukrosa disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Kadar glukosa darah tikus dipuasakan dan setelah penambahan sukrosa. ( ) tikus puasa ( ) tikus setelah pemberian sukrosa

Tikus dikelompokkan berdasarkan kelompok perlakuan dan diamati selama 5 jam setelah diberikan perlakuan. Data pada Tabel 2 menunjukkan bahwa respon kadar gula darah yang diamati setelah perlakuan hiperglikemia dengan pemberian ekstrak-nanokitosan mengalami rata-rata penurunan maksimal pada jam ke-2, 3, dan ke-4 (menit ke-120, 180, dan 240), namun pada perlakuan dengan obat komersil yang diberikan acarbose mengalami penurunan kadar glukosa darah pada jam ke-2 (menit ke-120) dan kembali naik pada menit selanjutnya. Kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak-nanokitosan rata-rata mengalami penurunan bertahap dan naik kembali pada kondisi kadar glukosa darah normal secara bertahap.

Tabel 2 menunjukkan semua kelompok perlakuan dengan penambahan sukrosa 80% mengalami penurunan pada jam pertama (menit ke-60) setelah pemberian ekstrak-nanokitosan dan mencapai puncak penurunan pada jam ketiga (menit ke-180). Kelompok perlakuan dengan dosis 20 mg/g BB mengalami penurunan maksimal hingga jam ke-3 selanjutnya kembali normal pada jam ke-4. Perbedaan metabolisme pada hewan coba dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kadar glukosa darah setiap individu, selain itu metode yang digunakan yaitu TTGO merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan tubuh dalam menggunakan glukosa sehingga keadaan hewan coba dalam kondisi ssehat atau normal tidak dirusak.

Kadar glukosa dalam darah pada tikus normal (kontrol negatif) berkisar antara 111-118,5 mg/dL. Kelompok perlakuan dengan dosis 20 mg/g BB pemberian ekstrak-nanokitosan merupakan perlakuan terbaik dilihat dari hasil

(27)

15

yang paling efektif menurunkan kadar glukosa darah sebesar 71,5 mg/dL dari kondisi hiperglikemia awal 140 mg/dL. Hasil terbaik ini disusul dengan pemberian ekstrak-nanokitosan dosis 10;5 dan 15 mg/g BB tikus yang dapat menurunkan kadar glukosa darah berturut-turut sebesar 46;35; dan 12,5 mg/dL. Penelitian Iwela dan Okeke (2005) menunjukkan bahwa ekstrak air tapak dara dapat mengurangi konsentrasi glukosa darah sebesar 10,98±1,6 mM/L. Pada penelitian Widyastuti dan Suarsana (2011) berdasarkan jumlah sel beta pankreas dan profil hormon insulin secara imunohistokimia, ekstrak daun tapak diduga mampu merangsang sel beta untuk menghasilkan dan melepaskan hormon insulin sehingga dapat digunakan sebagai antihiperglikemia. Grafik penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian dosis disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Aktivitas antihiperglikemia pada ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan ( ) 5 mg/bb ( ) 10 mg/bb ( ) 15 mg/b ( ) 20 mg/bb

Hasil pengujian aktivitas antihiperglikemia pada Gambar 7 ekstrak-nanokitosan dengan dosis 20 mg/g BB merupakan perlakuan terbaik dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 68,5 mg/dL dari 140 mg/dL (51,07%). Penelitian ini melakukan perbandingan dengan hewan percobaan yang diberikan obat komersil yang mengandung 50 mg acarbose yang menunjukkan penurunan kadar glukosa darah sebesar 46,26%. Ekstrak air daun tapak dara hanya dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 18,36% setelah 3-7 hari penelitian (Iwela dan Okeke 2005). Efektivitas penurunan kadar glukosa darah mengalami peningkatan dengan penggunaan bahan penyalut nanokitosan. Nanopartikel memiliki sifat sangat spesifik dan luas permukaan yang berlipat ganda, biasanya dapat meningkatkan peluang terjadinya reaksi kimia yang lebih banyak. Suatu zat dapat diserap langsung pada aliran darah tempat zat tersebut dibutuhkan sehingga lebih efektif dibandingkan dipecah selama sistem pencernaan berlangsung (Winarno dan Fernandez 2010). Sistem nanopartikulat yaitu perkembangan nanoteknologi pada sediaan obat dalam bentuk nanopartikel bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengobatan dan menurunkan efek samping (Agoes 2010). Sistem pengiriman dengan ukuran nanopartikel merupakan pendekatan yang menjanjikan untuk meningkatkan antineoplastik dan menurunkan efek samping dari pemberian obat-obatan spesifik melalui mekanisme penargetan aktif atau

(28)

16

pasif (Qi et al. 2010). Kitosan diduga memiliki efek antidiabetes karena memiliki sifat kationik alami, fleksibel dan biopolimer. Kitosan dapat meningkatkan produksi insulin yang mengaktifkan glukosinase sehingga meningkatkan pemanfaatan glukosa dan menyebabkan penurunan kadar glukosa dalam darah (Prabu dan Natarajan 2013).

Penghambatan naiknya kadar gula darah pada pemberian ekstrak tapak dara dapat disebabkan oleh kandungan zat bioaktif pada ekstrak tapak dara. Menurut Kim et al. (2006) bahwa tumbuhan yang mengandung flavonoid, glikosida, alkaloid, terpenoid dan kreatenoid mempunyai efek sebagai antidiabetes. Efek antioksidan dari kehadiran senyawa fenolik dan flavonoid dalam ekstrak dapat mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan diabetes (Rahmatullah et al. 2012). Makalalag (2013) menyatakan bahwa pemberian ekstrak daun binahong memiliki peran dalam menurunkan kadar gula darah hewan uji ini disebabkan adanya kandungan saponin yang dapat menghambat aktivitas enzim α-glukosidase, yaitu enzim dalam pencernaan yang bertanggung jawab terhadap pengubahan karbohidrat menjadi glukosa.

Tapak dara (C. roseus) bertindak menurunkan glukosa darah dikaitkan

dengan kemampuannya untuk menstimulasi sel β pankreas dalam meningkatkan sintesis dan pelepasan insulin serta meningkatkan respon jaringan terhadap glukosa (Iwela dan Okeke 2005). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian Nammi et al. (2003) yang menunjukkan bahwa senyawa aktif dari tapak dara dapat meningkatkan sekresi insulin dari sel β Langerhans pankreas melalui mekanisme extrapancreatic. Mekanisme kerja bioaktif sebagai antihiperglikemia dengan menstimulasi pelepasan hormon insulin pada pankreas atau melalui penghambatan kerja enzim α-glukosidase pemecah karbohidrat di usus (Widyastuti dan Suarsana 2011).

Komponen Bioaktif Ekstrak Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus)

Tanaman tapak dara (C. roseus) yang pada umumnya dikenal dalam pengobatan tradisional untuk menurunkan kadar glukosa darah, dengan bagian dari tanaman seperti akar, batang, daun, dan bunga yang mengandung alkaloid, saponin dan flavonoid (Masitha 2011). Tanaman tersebut mempunyai efek antioksidan yang dapat dikaitkan dengan perannya sebagai zat antihiperglikemia. Hasil uji fitokimia pada ekstrak daun tapak dara segar disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil uji fitokimia ekstrak daun tapak dara

Uji Fitokimia Hasil Parameter

Alkaloid Wagner Negatif Tidak membentuk endapan Mayer Negatif Tidak membentuk endapan Dragendorff Negatif Tidak membentuk endapan

Steroid Negatif Tidak terjadi perubahan warna

Flavonoid Positif Lapisan amil alkohol berwarna

kuning

Tanin Negatif Warna kuning

Saponin Positif Terbentuk busa stabil

Triterpenoid Negatif Tidak terdapat cincin kecoklatan

(29)

17

Hasil uji fitokimia ekstrak daun tapak dara pada Tabel 1 diketahui positif mengandung flavonoid dan saponin. Masitha (2011) menyatakan bahwa ekstrak daun tapak dara positif mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, glikosida, dan terpenoid. Flavonoid terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Flavonoid diklasifikasikan menjadi flavon, flavonol, flavanon, flavanonol, isoflavon, calkon, dihidrokalkon, auron, dan antosianidin (Sirait 2007). Saponin larut dalam air, sedikit atau tidak sama sekali larut dalam etanol dan metanol (Harborne 1987). Saponin mempunyai sifat aktif permukaan dengan sifat seperti sabun dan dapat dideteksi karena kemampuannya membentuk busa dan menghidrolisis sel darah (Sirait 2007).

Kim et al. (2006) menyatakan bahwa sebagian besar tumbuhan mengandung glikosida, alkaloid, terpenoid, flavonoid, cartenoid dan lainnya yang sering terlibat memiliki peran sebagai antidiabetes. Senyawa fenolik dan flavonoid dalam ekstrak daun memiliki efek antioksidan yang potensial dalam mengurangi komplikasi pada penyakit diabetes (Rahmatullah et al. 2012).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Bahan penyalut nanokitosan efektif dapat meningkatkan aktivitas antihiperglikemia dari ekstrak daun tapak dara. Dosis terbaik pemberian ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan adalah 20 mg/g BB tikus. Dosis tersebut paling efektif menurunkan kadar glukosa darah sebesar 68,5 mg/dL dari 140 mg/dL (51,07%) tikus hiperglikemia.

Saran

Perlu dilakukan pengujian komponen bioaktif secara kuantitatif pada ekstrak terenkapsulasi nanokitosan, misalnya dengan metode GC-MS. Selain itu, perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui efek samping dari penggunaan obat herbal terenkapsulasi nanokitosan.

DAFTAR PUSTAKA

Agoes G. 2010. Enkapsulasi farmasetika. Di dalam: Seri Farmasi Industri 5. Bandung (ID): Penerbit ITB.

Burgess DJ, Duffy E, Etzler F, Hickey AJ. 2004. Particle size analysis: AAPS workshop report, cosponsored by the food and drug administration and the united states pharmacopeia. The AAPS Journal Article 20 6(3): 1-12.

Dewi UK, Tyas RS. 2009. Efek rebusan daun tapak dara pada dosis dan frekuensi yang berbeda terhadap kerusakan dan akumulasi glikogen pada hepar mencit (Mus musculuc). BIOMA 11(1): 1-5.

(30)

18

Amsterdam (NL): Elseiver Pb I Co. p 72-84.

Gufron M. 2013. Nanoenkapsulasi metformin dengan nanokitosan sebagai obat antidiabetes tipe ii [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Harborne. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Sudiro I, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Phytochemical Methods.

Haryanto S. 2012. Ensiklopedi Tanaman Obat Indonesia. Yogyakarta (ID): Palmall.

Holme DJ, Peck H. 1993. Analytical Biochemistry 2nd ed. England (GB): Longman Scientific and Technology. p 351-356.

Irianto HE, Muljanah I. 2013. Proses dan aplikasi nanopartikel kitosan sebagai penghantar obat. Review Jurnal Squalen 6(1): 1-8.

Iweala EEJ, Okeke CU. 2005. Comparative study of the hypoglycemic and biochemical effects of Catharanthus roseus (linn) g. Apocynaceae (madagascar perwinkle) and chlorpropamide (diabenese) on alloxan-induced diabetic rats. Biokemistri 17(2): 149-156.

Kim JS, Ju JB, Choi CW, Kim SC. 2006. Hypoglycemic and antihyperlipidemic effect of four korean medicinal plants in alloxan induced diabetic rats. Am J Biochem and Biotech 2(4): 154-160.

Lisdawati V, Sumali W, Broto SL, Kardono. 2006. Brine shrimp lethality test (BSLT) dari berbagai fraksi ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa. Buletin Panel Kesehatan 34(3): 111-118.

Makalalag IW, Adeanne W, Weny W. 2013. Uji ekstrak daun binahong (Anredera cordifolia steen.) Terhadap kadar gula darah pada tikus putih jantan galur wistar (Rattus norvegicus). Jurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT 2(1): 28-34.

Masitha M. 2011. Skrining aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase dan penapisan fitokimia dari beberapa tanaman obat yang digunakan sebagai antidiabetes di indonesia [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.

McLaughlin JL, Rogers LL, Anderson JE. 1998. The use of biological assays to evaluate botanicals. Drug Information Journal 32:513-524.

Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, Mclaughlin JL. 1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant constituents. Journal ofMedicinal Plant Research 45: 31-34.

Mistra. 2004. 3 Jurus Melawan Diabetes Mellitus. Jakarta (ID): Puspa Swara

Mohanraj UJ, Chen Y. 2006. Nanoparticle – a review. Tropical Journal of harmaceutical Research 5(1): 561-573.

(31)

19

Nammi S, Murthy KB, Srinivas DL, Ravindra. 2003. The juice of fresh leaves of Catharanthus roseus Linn. reduces blood glucose in normal and alloxan diabetic rabbits. Research Article BMC Complementary and Alternative Medicine 3(4): 1-4.

Nugroho AE. 2006. Review hewan percobaan diabetes mellitus: patologi dan mekanisme aksi diabetogenik. Biodiversitas 7(4): 378-382.

Pebriani RH, Rilda Y, Zulhadjir. 2012. Modifikasi komposisi kitosan pada proses sintesis komposit TiO2-kitosan. Jurnal Kimia Unand 1(1): 40-47.

Prabu K, Natarajan E. 2012. Antihyperglycemic effect of chitosan of Podophthalmus vigil in streptozotocin induced diabetic rats. Journal Pharmaceutical Sciences and Research 4(1): 352-359.

Qi J, Yao P, He F, Yu C, Huang C. 2010. Nanoparticles with dextran/chitosan shell and BSA/chitosan core-doxorubicin loading and delivery. International Journal of Pharmaceutics 393: 176-184.

Rachmania D. 2011. Karakteristik nano kitosan cangkang udang vanamei (Litopenaeus vannamei) dengan metode gelasi ionik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rahmatullah M, Nur KA, Zubaida K, Syeda S, Farhana I, Atiqur R, Sharmin J, Shah A. 2012. Medicinal plants used for treatment of diabetes by the marakh sect of the garo tribe living in mymensingh district, bangladesh. Afr J Tradit Complement Altern Med 9(3): 380-385.

Sari LORK. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian 3(1): 01-07.

Shalini S, Prema S. 2012. Phytochemical screening and antimicrobial activity of plant extracts for disease management. Int J CURR SCI Research Article 209-218.

Sirait M. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung (ID): Penerbit ITB.

Sugiwati S. 2005. Aktivitas antihiperglikemik dari ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.) sebagai inhibitor alfa-glukosidase in vitro dan in vivo pada tikus putih [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Tamat S, Thamrin W, Lina SM. 2007. Aktivitas antioksidan dan toksisitas senyawa bioaktif dari ekstrak rumput laut hijau Ulva reticulata Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 5(1): 31-36.

Tiyaboonchai W. 2003. Chitosan nanoparticles: a promising system for drug delivery. Naresuan University Journal 11(3): 51-62.

Wahyono D. 2010. Ciri nanopartikel kitosan dan pengaruhnya pada ukuran partikel dan efisiensi penyalutan ketoprofen [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(32)

20

Winarno FG, Fernandez IE. 2010. Nanoteknologi bagi Industri Pangan dan Kemasan. Bogor (ID): M-Brio Press.

(33)
(34)

22

Lampiran 1 Hasil uji fitokimia ekstrak daun tapak dara

Lampiran 2 Ekstrak daun tapak dara dan nanokitosan

a. Ekstrak daun tapak dara b. Nanokitosan

Lampiran 3 Pengukuran kadar glukosa darah tikus percobaan

(35)

23

Lampiran 4 Hasil analisis PSA esktrak, nanokitosan dan ekstrak-nanokitosan

a. Ekstrak daun tapak dara

b. Nanokitosan

(36)

24

Lampiran 5 Hasil analisis probit LC50 dengan selang kepercayaan 95 SPSS v 22

1 Nilai LC ekstrak daun tapak dara

(37)

25

3 Nilai LC ekstrak terenkapsulasi nanokitosan

Lampiran 6 Hasil aktivitas antihiperglikemia pada tikus dengan pemberian obat komersil

Keterangan: 1 = Kondisi puasa

2 = Setelah penambahan Sukrosa 3 = Pemberian Dosis setelah 60 menit 4 = Pemberian Dosis setelah 120 menit 5 = Pemberian Dosis setelah 180 menit 6 = Pemberian Dosis setelah 240 menit 7 = Pemberian Dosis setelah 360 menit

20 60 100 140 180

0 1 2 3 4 5 6 7 8

K

ad

ar

gl

u

k

o

sa

d

ar

ah

(m

g/

d

L)

(38)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang, 23 Agustus 1992, merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Odah Suryadi dan Ibu Elis Sulastri. Pendidikan formal penulis dimulai pada taman kanak-kanak PGRI Kartini pada tahun 1997, kemudian melanjutkan ke SD Negeri Darmaraja II (1998), SMP Negeri 1 Darmaraja (2004), dan melanjutkan ke SMA Negeri Situraja (2007). Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 2010.

Penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan selama masa perkuliahan, diantaranya Organisasi Mahasiswa Daerah Warga Pelajar dan Mahasiswa Lingga (WAPEMALA) (2010-2014), Unit Kegiatan Mahasiswa seni budaya Gentra Kaheman sebagai anggota divisi Tari (2010-2013), dan Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perairan sebagai anggota (2012-2013). Penulis juga berperan aktif sebagai asisten praktikum pada matakuliah Pengembangan Teknologi Kitin dan Kitosan (2013/2014) dan matakuliah Dasar-dasar Farmaseutika (2013/2014).

Penulis melakukan praktek lapang di PT Makmur Jaya dan menyelesaikan

laporan praktek lapangan dengan judul “Aplikasi Penerapan Mutu Good

Gambar

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Gambar 2 Hasil SEM ekstrak terenkapsulasi nanokitosan (a) pembesaran 2500x,
Gambar 4 Spektrum hasil uji FTIR pada ekstrak daun tapak dara
Gambar 5 Spektrum hasil uji FTIR pada ekstrak daun tapak dara terenkapsulasi nanokitosan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari - Agustus 2013 ini ialah larvasida biotik, dengan judul Efektivitas Ekstrak Daun Tapak

Dari hasil penelitian tersebut, didapatkan data bahwa kombinasi ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.) dan daun tapak dara (Catharanthus roseus G.) dengan dosis 40:40

Penelitian ini bertujuan menguji komponen fitokimia dan aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara bunga putih secara in vitro terhadap peluruhan kalsium oksalat

Bahan yang diuji dalam penelitian ini adalah daun tapak dara (Catharanthus roseus L.) yang dibuat dalam bentuk infusa. Daun tapak dara diperoleh dalam keadaan segar

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak daun Tapak Dara (Catharantus roseus (L.) G. Don ) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan

Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak etanol daun tapak dara yang optimum dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes

Penelitian tentang isolasi bakteri endofit dari tanaman tapak dara ( Catharanthus roseus ) dan uji kemampuan dari ekstrak metanolnya dalam menghambat pertumbuhan

1) Mengetahui potensi ekstrak etanolik daun tapak dara sebagai alternatif pengganti kolkhisin dalam menginduksi poliploidisasi tanaman ekaliptus. 2) Mengetahui