• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro dan In Vivo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro dan In Vivo"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PROFIL FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIKALKULI

EKSTRAK AIR DAUN TAPAK DARA (

Catharanthus roseus

)

SECARA

IN VITRO

DAN

IN VIVO

SALMI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara

In Vitro dan In Vivo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Penelitian ini didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian 2014. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Salmi

(4)

ABSTRAK

SALMI. Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro dan In Vivo. Dibimbing oleh POPI ASRI KURNIATIN dan SYAMSUL FALAH.

Daun tapak dara putih (Catharanthus roseus) telah digunakan masyarakat secara tradisional dalam pengobatan batu ginjal, tetapi penelitian ilmiah terkait hal ini belum pernah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komponen fitokimia dan menguji aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara secara in vitro dan in vivo. Analisis fitokimia dilakukan secara kualitatif. Pengujian aktivitas antikalkuli secara in vitro dilakukan dengan cara mengamati peluruhan kalsium oksalat dalam berbagai konsentrasi ekstrak. Pengujian secara

in vivo dilakukan terhadap tikus Sprague dawley yang diinduksi etilen glikol 0.75% dan ammonium klorida 1% secara ad libitum selama 10 hari menggunakan ekstrak dengan dosis 100 mg/kg BB dan 300 mg/kgBB. Komponen fitokimia pada ekstrak air tapak dara meliputi alkaloid, fenolik, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid. Ekstrak air dengan konsentrasi 5% memiliki kemampuan peluruhan kalsium oksalat tertinggi yaitu sebesar 262.13±12.36 ppm. Pengujian secara in vivo menunjukkan ekstrak air mampu menaikkan bobot badan dan menurunkan kreatinin serum serta kalsium ginjal tikus, namun tidak mampu menurunkan jumlah deposit kristal ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air daun tapak dara tidak memiliki aktivitas antikalkuli.

Kata kunci: Catharanthus roseus, ekstrak air, batu ginjal, antikalkuli

ABSTRACT

SALMI. Phytochemical Profile and Anticalculi Activity of Aqueous Extract of

Catharanthus roseus (L.) G. Don leaves In Vitro and In Vivo. Supervised by POPI ASRI KURNIATIN and SYAMSUL FALAH.

Catharanthus roseus leaves have been traditionally used for kidney stone’s treatment, but scientifically study about it hasnot been done. This study aims to analyze the phytochemical component and examine the anticalculi activity aqueous extract of Catharanthus roseus in vitro and in vivo. Phytochemical analysis is conducted qualitatively. In vitro anticalculi activity carried out to observe the decay of calcium oxalate in various concentration of extract. In vivo testing using aqueous extract with dose 100 mg/kg and 300 mg/kg in induced

Sprague dawley rats by ethylene glycol 0.75% and ammonium chloride 1% ad libitum for 10 days. Phytochemical components contained in aqueous extract of

Catharanthus roseus include of alkaloids, phenolic, flavonoids, tannins, saponins and triterpenoids. Aqueous extract with 5% concentration has the highest ability to decay calcium oxalate that is equal to 262.13 ± 12.36 ppm. Aqueous extract could increase body weight and decrease serum creatinine along with the rat kidney’s calcium, but it couldn’t reduce the number of renal crystal deposition. This indicates that aqueous extract of Catharanthus roseu leaves don’t have anticalculi activity.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

PROFIL FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIKALKULI

EKSTRAK AIR DAUN TAPAK DARA (

Catharanthus roseus

)

SECARA

IN VITRO

DAN

IN VIVO

SALMI

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro dan In Vivo

Nama : Salmi NIM : G84100084

Disetujui oleh

Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi Pembimbing I

Dr Syamsul Falah, SHut MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, ungkapan puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul Profil Fitokimia dan Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara (Catharanthus roseus) secara In Vitro

dan In Vivo terlaksana atas Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKMP) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai September 2014.

Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Popi Asri Kurniatin, SSiApt MSi selaku dosen pembimbing utama dan Dr Ir Syamsul Falah, SHut MSi sebagai dosen pembimbing kedua. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada orang tua penulis yang telah memberikan doa dan motivasi untuk menyelesaikan usulan penelitian ini. Terima kasih juga kepada Riswan Dwi Cahyana, Esatri Rosetaati, Hasbi Narantika, Natasha Arviana, Maftuchin S, Rahmah Dara A, beserta teman-teman Biokimia 47 yang ikut memberi semangat untuk menyelesaikan karya tulis ini.

Penulis juga menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman dalam penulisan karya ilmiah ini, untuk itu penulis sangat terbuka terhadap kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan isi tulisan ini. Semoga keterbatasan tersebut mendorong penulis untuk terus belajar dan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan dan Alat 2

Prosedur Penelitian 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Hasil 6

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Air Daun Tapak Dara 6

Komponen Fitokimia Ekstrak Air Daun Tapak Dara 6

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vitro 6 Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo 7

Pembahasan 10

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Air Daun Tapak Dara 10

Komponen Fitokimia Ekstrak Air Daun Tapak Dara 11

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vitro 11 Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo 12

SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 21

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Konsentrasi kalsium terluruhkan pada ekstrak air daun tapak dara 6

2 Rata-rata bobot badan tikus 7

3 Konsentrasi kalsium ginjal 9

4 Deposit kristal kalsium oksalat pada ginjal tikus 9

5 Histopatologi ginjal kanan 10

6 Metabolisme Etilen Glikol 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tahapan penelitian 21

2 Hasil determinasi tumbuhan oleh LIPI Cibinong 22

3 Kadar air serbuk daun tapak dara 23

4 Rendemen ekstrak air daun tapak dara 23

5 Uji fitokimia ekstrak air daun tapak dara 24

6 Kurva standar kalsium 25

7 Hasil pengukuran kalsium terlarut secara in vitro 25 8 Uji statistik rata-rata bobot badan hewan coba selama perlakuan 26

9 Kurva standar kreatinin 27

(11)

PENDAHULUAN

Penyakit batu ginjal merupakan suatu keadaan ditemukaannya batu (kalkuli) di dalam ginjal, terutama di daerah tubulus ginjal atau pelvis ginjal (Brooker 2008). Penyakit ini menimbulkan masalah kesehatan yang cukup signifikan di Indonesia maupun dunia. Kemenkes RI (2013) mencatat prevalensi penderita batu ginjal mencapai 0.6% penduduk dengan penderita laki-laki lebih banyak dibandingkan wanita. Pembentukan batu berawal dari ketidakseimbangan beberapa faktor seperti volume urin; komponen mineral seperti kalsium, oksalat, fosfat, natrium, asam urat; konsentrasi inhibitor batu ginjal seperti; sitrat, magnesium, mukoprotein Tamm-Horsfall; dan pH urin (Menon et al. 2000).

Batu di dalam ginjal dapat menyebabkan obstruksi ginjal yang menimbulkan nyeri hebat, penurunan fungsi ginjal dan dapat berakhir pada gagal ginjal (Baradero et al. 2009). Penggunaan obat sintetik dan teknologi terkini berupa tindakan pembedahan atau pemanfaatan glombang kejut (Extracorporeal lithotrips-ESWL) telah dilakukan dalam penanganan batu ginjal. Namun, prosedur ini terkendala biaya yang mahal dan resiko pembentukan batu kembali (Prasad et al. 2007). Butiran batu sisa penghancuran juga dapat menimbulkan luka pada ginjal, penurunan fungsi ginjal, perdarahan, dan hipertensi (Bounani et al.

2010). Adanya alternatif pengobatan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kendala ini, salah satunya dengan pemanfaatan tanaman obat.

Tanaman obat memiliki komponen fitokimia yang dapat bekerja pada berbagai tahap patofisiologi batu ginjal. Hal ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan penggunaan obat sintetik yang mempengaruhi salah satu tahap saja (Patera et al. 2011). Komponen fitokimia bekerja melalui beberapa mekanisme seperti aktivitas diuretik; menyeimbangkan promotor dan inhibitor kristalisasi di urin (aktivitas antikristalisasi); melepaskan mucin pengikat batu (aktivitas litotripsi); meningkatkan fungsi ginjal, mengatur metabolisme oksalat, mencegah pembentukan batu ginjal kembali; meningkatkan status antioksidan jaringan dan integritas membran sel; aktivitas antimikroba; analgesik dan anti inflamasi (Yadav et al. 2011).

Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa komponen flavonoid dan tanin pada ekstrak Aerva lanata memiliki aktivitas anti kristalisasi dengan mencegah penempelan batu pada sel tubulus (Soundarajan et al. 2006). Flavonoid pada Citrus medica L. terbukti memiliki aktivitas antidiuretik untuk menurunkan promotor pembentuk batu ginjal (Kalpeshsinh et al. 2012). Atmani et al. (2004) melaporkan fraksi saponin tanaman Herniaria hirsuta memiliki aktivitas antikristalisasi dengan menghambat agregasi kristal ke sel tubulus.

(12)

2

Penelitian yang dilakukan meliputi analisis kadar air, analisis fitokimia, dan uji aktivitas antikalkuli secara in vitro dan in vivo. Penelitian ini bertujuan menguji komponen fitokimia dan aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara bunga putih secara in vitro terhadap peluruhan kalsium oksalat dan in vivo pada tikus Sprague dawley yang diinduksi etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1%. Keluaran yang diharapkan adalah adanya pembuktian secara ilmiah mengenai aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara bunga putih. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait manfaat daun tapak dara bunga putih untuk mengobati penyakit batu ginjal dan mendorong penggunaan tanaman obat dalam berbagai pengobatan penyakit dikalangan masyarakat.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun tapak dara putih (Catharanthus roseus) yang diperoleh dari kebun warga Nagari Pandai Sikek, Tanah Datar, Sumatera Barat. Daun tapak dara dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor (terlampir). Bahan diekstraksi dengan pelarut akuades. Bahan-bahan untuk analisis fitokimia berupa akuades, kloroform, amoniak, H2SO4, pereaksi Dragendorf, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, metanol, FeCl3 1%, etanol 30%, eter dan asam asetat anhidrat. Pengujian secara in vitro digunakan bahan berupa kalsium oksalat, ekstrak air, air bebas ion, dan obat herbal komersial Batugin eliksir (PT Kimia Farma) yang berisi 3 gr daun tempuyung dan 0.3 daun kejibeling tiap 30 mL eliksir. Pengujian secara in vivo

digunakan tikus putih jantan Sprague Dawley yang diperoleh dari Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Penginduksi batu ginjal berupa etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1%. Bahan analisis kreatinin serum darah berupa H2SO4, Na-wolframat, akuades, asam pikrat, dan NaOH. Kandungan kalsium ginjal dianalisis dengan bahan berupa H2NO3 dan air bebas ion, sedangkan preparasi histopatologi ginjal dilakukan dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Peralatan utama pada penelitian ini antara lain Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu), Atomic Absorption Spectrophotometric (AAS) (Shimadzu AA7000), mikroskop polarisasi (Olympus) dan mikrosentrifuge (Hettich universal). Alat-alat lain yang digunakan di antaranya kandang tikus, syringe 3cc, tabung ependorf 2 mL, neraca analitik, rotary evaporator (Eyela), oven, freezer, vortex, pipet mikro, kuvet kaca 1 mL dan peralatan gelas seperti pipet volumetrik, tabung reaksi, labu takar, gelas piala, dan labu Erlenmeyer.

Prosedur Penelitian

Preparasi Sampel

(13)

3 airnya ≤ 10%. Daun tapak dara yang telah kering selanjutnya dihaluskan sampai diperoleh serbuk berukuran 100 mesh.

Analisis Kadar Air (modifikasi metode SNI 01-2891-1992)

Cawan porselen bersih ditimbang bobot awalnya. Cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105ºC selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang bobot keringnya. Sebanyak dua garam sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105ºC selama 3 jam. Cawan beserta isinya diangkat dan didinginkan dalam deksikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan dilakukan hingga diperoleh bobot yang tetap.

Ekstraksi Daun Tapak Dara (Farhan et al. 2012)

Ekstrak air daun tapak dara diperoleh dengan metode perebusan serbuk kering menggunakan pelarut akuades dengan perbandingan 1:10 v/v. Sebanyak 50 gram serbuk daun tapak dara ditimbang, lalu dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer yang berisi 500 mL akuades. Perebusan dilakukan pada suhu 60 ºC selama 3x4 jam. Filtrat dipisahkan dari residunya dan diuapkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak berbentuk serbuk.

Analisis Fitokimia (modifikasi Harborne 2007)

Uji Alkaloid. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambakan dengan 5 mL kloroform dan 5 tetes amoniak. Fraksi kloroform dipisahkan dan diasamkan dengan 1.5 mL H2SO4 2M. Fraksi asam dibagi ke dalam 3 tabung, kemudian masing-masing tabung ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer dan Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan terbentuknya endapan putih pada perekasi Meyer, endapan merah pada pereaksi Dragendorf dan endapan coklat pada pereaksi Wagner. Simplisia daun tapak dara digunakan sebagai kontrol positif.

Uji Flavonoid dan Fenolik. Sebanyak 0.1 g ekstrak ditambah 5 mL metanol lalu dipanaskan pada suhu 50oC. Filtratnya dibagi ke dalam dua tabung. Filtrat pertama ditambah H2SO4 pekat. Warna merah yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Filtrat kedua ditambah NaOH 10%. Warna merah yang terbentuk menunjukkan adanya senyawa fenolik hidrokuinon. Simplisia sirih merah digunakan sebagai kontrol positif flavonoid dan teh hijau sebagai kontrol positif fenolik.

Uji Tanin. Sebanyak 0.05 gram ekstrak ditambah dengan air 2.5 mL kemudian dididihkan pada suhu 100oC selama 5 menit. Setelah itu, larutan ditambahkan 1 tetes FeCl3. Terdapatnya tanin ditunjukkan dengan terbentuknya warna biru atau hijau kehitaman. Teh hijau digunakan sebagai kontrol positif.

Uji Saponin. Sebanyak 0.05 g ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 2.5 mL akuades. Setelah itu dididihkan pada 100oC selama 5 menit lalu dikocok hingga berbusa. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil selama 15 menit. Buah klerak digunakan sebagai kontrol positif.

(14)

4

Uji Aktivitas Antikalkuli secara In Vitro (modifikasi Mimih 2008)

Pembuatan Kurva Standar Kalsium. Larutan standar kalsium dibuat dari larutan stok kalsium 1000 ppm yang diencerkan dengan air bebas ion sehingga diperoleh larutan standar kalsium berkonsenstrasi 0, 2, 4, 8, 12 dan 16 ppm. Absorbansi larutan diukur dengan spektrofotometer serapan atom (AAS) pada panjang gelombang 422.7 nm. Kurva kalibrasi dibuat berdasarkan hubungan linear antara konsentrasi larutan standar kalsium dan absorbansinya.

Pengukuran Konsentrasi Kalsium. Sebanyak ±100 mg kristal kalsium oksalat direndam dalam 5 tabung yang berisi 10 mL air bebas ion, Batugin eliksir 1% (kontrol positif), ekstrak air 1%, 3% 5% dan 7%. Perendaman dilakukan selama 5 jam pada suhu 37ºC dengan pengocokan setiap 15 menit menggunakan vorteks, kemudian diendapkan setelah inkubasi berakhir. Sebanyak 7 mL filtrat hasil rendaman didestruksi dengan H2SO4 pekat : HNO3 pekat (v/v 2:1), kemudian dikocok hingga homogen dan dicukupkan volumenya hingga 50 mL dengan air bebas ion. Pengukuran dilakukan dengan alat spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422.7 nm. Konsentrasi kalsium ditentukan dengan memasukkan nilai absorbansi kepersamaan kurva standar kalsium.

Uji Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo

Rancangan Percobaan dan Pemeliharaan Hewan Model. Sebanyak 25 ekor tikus jantan Sprague dawley (rata-rata bobot badan awal 166.72±14.84 g) dipelihara dalam kandang individual Departemen Biokimia FMIPA IPB. Bobot badan tikus ditimbang setiap hari. Pengambilan darah tikus dilakukan pada hari ke-14, 24, 31 dan 38. Tikus dibagi menjadi 5 kelompok (n=5); normal (N), batu ginjal (BG), Batugin (BN), perlakuan I (PI) dan perlakuan II (PII).

Percobaan dilakukan dalam 3 tahap; adaptasi, induksi batu ginjal dan pengobatan. Selama percobaan tikus diberi pakan standar sebanyak 20 g/hari/ekor dan air minum secara ad libitum. Tahap adaptasi dilakukan selama 14 hari. Tahap induksi batu ginjal dilakukan selama 10 hari. Selama masa ini, kelompok normal (N) diberi air minum biasa, sedangkan kelompok lainnya diberi air minum yang mengandung etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% pada secara ad libitum

(Fan et al. 1999).

Tahap pengobatan dilakukan selama 14 hari. Selama masa ini kelompok N dan BG dicekok dengan akuades 2 mL/200 gram BB. Kelompok BN, PI dan PII masing-masing dicekok Batugin eliksir 1%, ekstrak air dengan dosis 100mg/kg BB dan 300 mg/kg BB. Setelah tahap pengobatan selesai, tikus dinekropsi dengan menggunakan eter, organ ginjal diambil untuk pengukuran kadar kalsium dan pengujian histopatologi ginjal.

(15)

5 Analisis kreatinin serum darah (Toora & Rajagopal 2002). Pengukuran konsentrasi kreatinin serum dilakukan dengan metode Jaffe. Serum bebas protein (filtrat Folin Wu) dibuat dengan menambahkan 1.5 mL air bebas ion, 1 mL H2SO4 0.67 N, 1 mL Na-Wolframat 10% dan 0.5 mL serum dalam tabung reaksi. Campuran divortex hingga homogen, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 1500 RPM selama 5 menit. Filtrat yang didapatkan kemudian diukur kreatininnya. Larutan sampel dibuat dengan penambahan 1 mL filtrat, 2 mL air, 1mL NaOH 4% dan 1 mL asam pikrat 1%. Masing-masing dicampur secara merata lalu diinkubasi selama 15 menit kemudian dibaca absorbannya pada panjang gelombang 520 nm. Konsentrasi kreatinin serum diketahui dengan memasukkan nilai absorbansi ke persamaan kurva standar kreatinin.

Analisis Kalsium Ginjal (Touhami 2007). Ginjal kiri dari masing-masing tikus dikeringkan dalam oven 100°C selama 24 jam. Sebanyak 50 mg ginjal kering diiris tipis kemudian dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 3.5 mL asam nitrat 0.5 N untuk melarutkan kalsium. Tabung berisi ginjal dan asam nitrat selanjutnya dipanaskan selama 30 menit dengan suhu 100°C sampai cairan berubah menjadi kuning transparan. Konsentrasi kalsium diukur dengan AAS pada panjang gelombang 422.7 nm. Konsentrasi kalsium pada ginjal dinyatakan dalam mg/g ginjal kering.

Pengujian Histopatologi Ginjal (modifikasi Andrew K 2009). Ginjal kanan tikus diambil setelah tikus dinekropsi. Ginjal disimpan dalam larutan formalin 10%, kemudian dibuat perparat histopatologi. Pembuatan preparat histopatologi ginjal terdiri atas 4 tahap, yaitu fiksasi, dehidrasi, pencetakan, dan pewarnaan. Ginjal dipotong dengan ukuran 2x1x1 cm. Fiksasi dengan dengan buffer neutral formalin (BNF 10%), dehidrasi dilakukan dengan perendaman menggunakan etanol bertingkat, pencetakan, dan pewarnaan dengan HE (Haematoxylin-Eosin). Preparat selanjutnya diamati menggunakan mikroskop polarisasi untuk menghitung jumlah deposit kristal dengan perbesaran 200 kali. Analisis Data

Percobaan dirancang menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) satu faktor. Model rancangan tersebut menurut Mattjik & Sumertajaya (2000):

Yij = µ + τi + εij Keterangan:

Yij = pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j µ = pengaruh rataan umum

τi = pengaruh rataan ke-i,

εij = pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, i = pengaruh perlakuan (i=1, 2, 3, 4, 5)

j = pengaruh ulangan (j = 1, 2, 3, 4, 5)

(16)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Air Daun Tapak Dara

Simplisia daun tapak dara bunga putih ditentukan kadar airnya, lalu diekstraksi. Persentase kadar air simplisia daun tapak dara bunga putih sebesar 3.83 ±0.28%. Nilai kadar air simplisia ini lebih kecil dari standar yang ditetapkan Materia Medika Indonesia (MMI) yaitu tidak lebih dari 10%. Proses ekstraksi simplisia dilakukan dengan pelarut air menggunakan metode ekstraksi cara panas. Rendemen ekstrak dihitung berdasarkan perbandingan berat akhir (berat ekstrak yang dihasilkan) dengan berat awal (berat biomassa sel yang digunakan) dikalikan 100%. Rendemen ekstrak daun tapak dara dengan pelarut air diperoleh nilai sebesar 41.77±12.10%.

Komponen Fitokimia Ekstrak Air Daun Tapak Dara

Uji fitokimia dilakukan terhadap beberapa metabolit sekunder seperti alkaloid, fenol, flavonoid, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Ekstrak air daun tapak dara menunjukkan hasil positif terhadap uji alkaloid, fenolik, flavonoid, saponin, dan triterpenoid. Komponen steroid pada ekstrak ini tidak terdeteksi. Proses ekstraksi dilakukan dengan pelarut polar yaitu air sehingga diperkirakan komponen fitokimia yang terekstrak bersifat polar.

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In vitro

Aktivitas antikalkuli ekstrak air daun tapak dara dihitung sebagai banyaknya kalsium oksalat yang tidak beragregasi pada penambahan ekstrak dan dinyatakan dalam konsentrasi kalsium. Hasil pengukuran konsentrasi kalsium yang dapat dilihat pada Gambar 1. Penambahan ekstrak air dengan konsentrasi 1% telah mampu meluruhkan kalsium sebanyak 47.78±4.90 ppm. Konsentrasi kalsium tertinggi terdapat pada penambahan ekstrak air berkonsentrasi 5% yaitu sebanyak 262.13±12.36 ppm. Konsentrasi kalsium meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi ekstrak air daun tapak dara dari 1% hingga 5%, namun menurun pada ekstrak air dengan konsentrasi 7%. Ekstrak air daun tapak dara dengan konsentrasi 3% mampu meluruhkan kalsium oksalat yang relatif sama dengan Batugin eliksir 1% yaitu sebanyak 93.36 ± 2.92 ppm.

(17)

7 Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo

Bobot Badan Tikus Sprague Dawley

Penimbangan bobot badan tikus dilakukan setiap hari. Rata-rata bobot badan tikus pada masing-masing tahap penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Rata-rata bobot badan tikus sebelum memasuki tahap induksi adalah 198.41±16.96 g. Rata-rata bobot badan tikus setelah diinduksi batu ginjal menggunakan etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% menunjukkan pengaruh yang beragam. Rata-rata bobot badan kelompok BG, BN dan PI mengalami penurunan dibandingkan dengan bobot badan awalnya, namun tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal yang berbeda pada kelompok PII yang mengalami peningkatan rata-rata bobot badan dibandingkan dengan bobot badan awalnya, namun tidak sebesar peningkatan bobot badan kelompok yang tidak diinduksi batu ginjal (kelompok N). Hal ini menunjukkan pemberian etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% berpengaruh terhadap bobot badan tikus percobaan.

Rata-rata bobot badan tikus kelompok yang diinduksi batu ginjal mengalami peningkatan setelah induksi dihentikan dan dilanjutkan dengan tahap pengobatan selama 14 hari. Peningkatan bobot badan diminggu kedua pengobatan lebih tinggi dibandingkan dengan minggu pertama. Hanya kelompok PI yang tidak mengalami peningkatan rata-rata bobot badan pada minggu pertama pengobatan. Rata-rata bobot badan kelompok ini mengalami peningkatan setelah 14 hari pengobatan. Data pada akhir penelitian menujukkan bahwa kelompok PI memiliki bobot badan terendah yaitu 216.43±42.25 g, namun tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok BN dan BG. Kelompok PII memiliki rata-rata bobot badan tertinggi yaitu 258.09±31.52 g dan berbeda nyata (p<0.05) dibandingkan dengan kelompok yang diinduksi batu ginjal lainnya. Rata-rata bobot badan kelompok PII meningkat hingga tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok N. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air daun tapak dara dengan dosis tinggi mampu meningkatkan lebih banyak rata-rata bobot badan dibandingkan dosis rendah.

(18)

8

Konsentrasi Kreatinin Serum Darah Tikus

Kreatinin serum merupakan penanda laju filtrasi glomerolus (Sato et al.

2011). Konsentrasi kreatinin selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Konsentrasi kreatinin kelompok N relatif stabil dan tidak berbeda nyata (p>0.05) selama tahap perlakuan dengan konsentrasi rata-rata 0.65±0.15 mg/dL. Induksi etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% pada kelompok BG, BN, PI dan PII menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi kreatinin dari rentang awal 0.76-1.00 mg/dL menjadi 1.07-1.31 mg/dL. Uji statistik menunjukkan peningkatan kreatinin serum darah tikus kelompok yang diinduksi batu ginjal berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok N. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% dapat menimbulkan gangguan fungsi ginjal sehingga konsentrasi kreatinin serum darah meningkat.

Konsentasi kreatinin serum darah mengalami penurunan yang signifikan setelah memasuki masa pengobatan. Pengobatan selama 7 hari mampu menurunkan konsentrasi kreatinin serum hingga tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok N. Konsentrasi kreatinin serum kelompok yang diobati berkisar antara 0.48-0.60 mg/dL. Setelah 14 hari pengobatan, kelompok PII memiliki konsentrasi kreatinin terendah sebesar 0.37 mg/dL. Kelompok PI memiliki konsentrasi kreatinin yang lebih tinggi yaitu 0.44 mg/dL. Peningkatan dosis ekstrak mampu menurunkan konsentrasi kreatinin darah lebih banyak. Uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi kreatinin kelompok PI dan PII berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok BG dan tidak berbeda nyata (P>0.05) dengan kelompok BN dan N. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air mampu memperbaiki kondisi ginjal hingga menurunkan konsentrasi kreatinin serum darah.

Konsentrasi Kalsium Ginjal Tikus

Pengukuran kadar kalsium ginjal dilakukan pada ginjal sebelah kiri setelah tikus dinekropsi. Hasil pengukuran konsentrasi kalsium dapat dilihat pada Gambar 3. Konsentrasi kalsium tertinggi terdapat pada kelompok BG yaitu sebesar 0.82±0.06mg/g ginjal kering. Konsentrasi kalsium ginjal pada kelompok yang diberi pengobatan lebih rendah dibandingkan dengan kelompok BG. Kelompok PI memiliki konsentrasi kalsium ginjal yang lebih tinggi yaitu 0.70±0.19 mg/g ginjal kering jika dibandingkan dengan kelompok PII yang memiliki konsentrasi kalsium ginjal sebesar 0.68±0.07 mg/g ginjal kering. Hal ini menunjukkan peningkatan dosis ekstrak lebih mampu menurunkan konsentrasi kalsium ginjal. Kelompok PII memiliki konsentrasi kalsium yang sama dengan kelompok kontrol positif (BN). Namun, uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi kalisum ginjal tidak berbeda secara signifikan pada selang kepercayaan 95% antar kelompok perlakuan.

Tabel 1 Konsentrasi kreatinin serum darah tikus

(19)

9

Gambar 3 Konsentrasi kalsium ginjal kelompok Normal(N), Batu ginjal (BG), Batugin (BN), Perlakuan I (PI) dan Perlakuan II (PII)

Histopatologi Ginjal Tikus

Deposit kristal kalsium oksalat diamati pada seluruh daerah ginjal sebelah kanan menggunakan mikroskop polarisasi. Jumlah deposit kristal dapat dilihat pada Gambar 4 dan kebedaannya dalam ginjal ditunjukkan oleh tanda panah ( )pada Gambar 5. Kristal kalsium oksalat sebagian besarnya ditemukan pada daerah tubulus ginjal dengan bentuk yang tidak beraturan. Deposit kristal terbanyak ditemukan pada kelompok PII yaitu sebanyak 28 deposit kristal. Jumlah deposit kristal kelompok ini lebih banyak dibandingkan dengan kelompok BG yang hanya memiliki 24 deposit kristal. Kelompok PI memiliki jumlah deposit yang kurang lebih sama dengan kelompok BG yaitu sebanyak 23 deposit kristal. Pengamatan terhadap deposit kristal kalsium oksalat ini menunjukkan bahwa ekstrak air daun tapak dara belum mampu meluruhkan batu ginjal.

(20)

10

Pembahasan

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Air Daun Tapak Dara

Penentuan kadar air diperlukan untuk menjaga mutu simplisia selama proses penyimpanan. Kadar air yang tinggi dapat mendorong enzim tertentu melakukan aktifitasnya, mengubah kandungan kimia yang ada sehingga tidak lagi memiliki efek farmakologi seperti senyawa aslinya (Pramono 2006). Tingginya kadar air juga beresiko pada kerusakan akibat pertumbuhan mikroorganisme atau jamur (Katno 2008). Hasil pengukuran persentase kadar air simplisia daun tapak dara adalah 3.83±0.28%. Nilai ini telah memenuhi persyaratan kadar air yang ditetapkan oleh standar MMI yaitu kurang dari 10% sehingga simplisia dapat disimpan dalam waktu lama dan tetap terjaga kandungan kimianya.

Ekstrak merupakan kumpulan senyawa dari berbagai golongan yang terlarut dalam pelarut yang sesuai, baik senyawa aktif maupun yang tidak aktif (Sidik dan Mudahar 2000). Ekstraksi dilakukan dengan metode ekstraksi panas dengan pelarut air. Pemilihan metode ekstraksi dan jenis pelarut didasarkan pada kebiasaan masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi herbal dengan cara merebusnya dengan air (Dalimartha 2006). Air dikenal sebagai pelarut universal yang mampu melarutkan lebih banyak komponen dibandingkan pelarut lainnya. Proses kelarutan berlangsung berdasarkan prinsip like dissolves like, dimana senyawa polar akan larut dalam pelarut polar dan senyawa non polar akan larut Gambar 5 Histopatologi ginjal kanan kelompok (a) Normal (N), (b) Batu ginjal (BG), (c) Batugin (BN), (d) Perlakuan I (PI) dan (e) Perlakuan II (PII) di bawah mikroskop polarisasi (perbesaran 200x) dengan pewarnaan

(21)

11 dalam pelarut non polar (Siedel 2008). Air merupakan pelarut polar dengan indeks kepolaran tertinggi sebesar 10.2, sehingga akan melarutkan komponen-komponen polar (Houghton dan Raman 2012). Adanya proses pemanasan sangat bermanfaat dalam meningkatkan difusivitas dan menurunkan visikositas sehingga diperoleh rendemen yang tinggi (Buchori 2007). Ekstraksi daun tapak dara dengan pelarut air diperoleh rendemen 41.77%.

Komponen Fitokimia Ekstrak Air Daun Tapak Dara

Komponen fitokimia merupakan senyawa bioaktif alami yang ditemukan di dalam tanaman. Serangkaian analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui komponen fitokimia yang terdapat pada ekstrak air daun tapak dara. Komponen yang diuji di antaranya alkaloid, flavonoid, fenolik, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Hasil pengujian ditemukan senyawa alkaloid, fenol, flavonoid, tanin, saponin dan triterpenoid pada ekstrak air daun tapak dara. Bhumi dan Savithrama (2014) juga menemukan komponen fitokimia yang sama pada ekstrak air daun tapak dara. Namun, Kumari et al. (2013) menemukan adanya senyawa steroid pada ekstrak air daun tapak dara, sedangkan Shalini dan Sampathkumar (2012) tidak menemukan komponen saponin dan steroid pada ekstrak air daun tapak dara. Hal ini dapat disebabkan adanya perbedaan asal tanaman, letak geografis, umur tanaman dan proses ekstraksi sehingga komponen metabolit sekunder yang terkandung dalam sampel juga berbeda (Kusumaningtyas et al. 2008).

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vitro

Kristal kalsium oksalat merupakan komponen terbesar dari sebagian besar batu ginjal pada manusia. Persentase kalsium oksalat pada batu ginjal mencapai 70% dari total batu ginjal. Pembentukan batu kalsium oksalat selalu diawali dengan peningkatan kejenuhan urin oleh komponen pembentukan batu yang memicu proses nukleasi, agregasi kristal, pertumbuhan kristal dan retensi kristal (Anggarwai et al. 2013). Penelitian batu ginjal secara in vitro dilakukan untuk melihat efek penambahan ekstrak tanaman terhadap proses peluruhan batu ginjal. Kalsium oksalat yang digunakan yaitu 10 mg/mL. Konsentrasi ini telah digunakan pada beberapa penelitian sebelumnya (Mimih 2008; Effendi &Wardatun 2012). Kelarutan kalsium oksalat dalam air hanya 6.7 mg/L sehingga pada kondisi penelitian ini kalsium oksalat berada dalam kondisi jenuh. Pengujian dilakukan dengan menginkubasi kalsium oksalat dalam ekstrak air pada suhu 37ºC selama 5 jam dan pengocokan setiap 15 menit. Pemilihan suhu inkubasi 37ºC dilakukan untuk menyamakan dengan suhu tubuh manusia normal. Pengocokan yang dilakukan setiap 15 menit diasumsikan dengan adanya pergerakan tubuh (Effendi dan Wardatun 2012).

(22)

12

terbanyak yaitu sebesar 262.13±12.36 ppm (Gambar 1). Kemampuan ekstrak masih lebih rendah jika dibandingkan dengan kontrol positif. Kemampuan ekstrak air menyamai efek kontrol positif berkonsentrasi 1% terjadi pada konsentrasi ekstrak air 3%. Meskipun demikian, hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak air berpotensi dalam meluruhkan batu ginjal.

Penghambatan agregasi oleh suatu ekstrak sangat berguna dalam penanganan batu ginjal. Agregasi kristal merupakan tahap yang paling kritis karena terjadi dengan sangat cepat dan sangat berpengaruh pada ukuran batu yang terbentuk (Masao 2008). Terhambatnya agregasi akan menjaga kristal tetap terdispersi dalam urin dan menurunkan resiko perkembangan menjadi batu ginjal (Fouada et al. 2006). Penelitian terdahulu pada beberapa ekstrak tanaman yang mengandung komponen fitokimia yang sama seperti Phyllanthus ninuri, Bergenia lingulata, dan Pedalium murex terbukti secara in vitro mengambat agregasi kristal kalsium oksalat (Barros et al. 2003; Singh et al. 2009; Patel et al. 2010). Fraksi saponin dari tanaman Herniaria hirsute dan Solanum xanthocarpum

memiliki efek penghambatan yang kuat terhadap kristalisasi, agregasi dan pertumbuhan batu kalsium oksalat (Fouada et al. 2006; Patel et al. 2012). Saha (2011) juga melaporkan bahwa fraksi fenolik dari Bergenia ciliata efektif dalam melarutkan kalsium oksalat secara in vitro. Senyawa fenolik melarutkan kristal diduga karena kemampuannya mengkelat logam (Sailaja et al. 2011).

Aktivitas Antikalkuli Ekstrak Air Daun Tapak Dara secara In Vivo

Bobot Badan Tikus Sprague dawley

Tikus jantan merupakan hewan model yang digunakan dalam berbagai penelitian berkaitan dengan batu ginjal. Hewan model ini memiliki saluran urinaria yang menyerupai saluran urinaria manusia. Selain itu, kemungkinan pembentukan batu ginjal pada tikus jantan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tikus betina (Karadi et al. 2006). Penggunaan tikus dengan galur Sprague dawley

sebagai hewan model telah dilakuan pada penelitian sebelumnya ( Fan et al. 1999; Bayir et al. 2011; Ahmed et al. 2013). Kesehatan tikus selama penelitian diamati melalui parameter bobot badan yang diukur setiap hari. Lu (2006) menyatakan bahwa bobot badan merupakan salah satu parameter yang harus diamati untuk menggambarkan kondisi kesehatan hewan coba.

Kondisi bobot badan tikus mengalami penurunan pada kelompok yang diinduksi etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% (Gambar 2). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian etilen glikol berpengaruh terhadap bobot badan hewan coba. Saha (2013) menyatakan bahwa perlakuan etilen glikol berpengaruh secara signifikan pada bobot badan tikus dan berkolerasi dengan peningkatan bobot organ relatif. Penurunan bobot badan berkaitan dengan kondisi anoreksia akibat gangguan metabolisme karbohidrat, protein ataupun lemak yang disebabkan oleh toksisitas asam oksalat (Hodgkinsons dalam Bouanani et al.

(23)

13 Semua kelompok mengalami peningkatan bobot badan setelah induksi batu ginjal dihentikan. Peningkatan bobot tertinggi terjadi pada kelompok PII yaitu sebesar 52.09 g yang berbeda nyata (p<0.05) dengan kelompok PI yang mengalami peningkatan terendah yaitu sebesar 29.33 g. Namun, peningkatan bobot badan kelompok PI tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kelompok lainnya yaitu N, BG, dan BN. Peningkatan bobot badan diduga karena pemulihan kondisi tubuh yang berkaitan dengan penurunan konsentrasi komponen kristal di dalam urin dan aktivitas antioksidan (Bouanani 2010).

Konsentrasi Kreatinin Serum Darah Tikus

Kreatinin merupakan produk sampingan metabolisme otot yang dihasilkan dengan kecepatan yang relatif konstan dan dikeluarkan melalui filtrasi glomerolus (Dalton 2010). Hanya sedikit atau tidak ada sama sekali kreatinin yang diserap kambali oleh tubulus ginjal (Ghalehkandi et al. 2012). Kreatinin serum tidak dipengaruhi oleh jenis makanan yang dikonsumsi sehingga dijadikan sebagai penanda laju filtrasi glomerolus (Marcotte et al. 2006; Sato et al. 2011). Pemberian etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% melalui air minum menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi kreatinin dari kisaran 0.76-1.00 mg/dL menjadi 1.07-1.31 mg/dL (Tabel 1). Meskipun peningkatannya tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan kondisi awalnya, kondisi ini mengindikasikan telah terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus. Oksalat dan kalsium oksalat yang terbentuk setelah induksi etilen glikol, dapat menimbulkan luka pada sel-sel ginjal melalui peroksidasi membran lipid oleh oksigen radikal bebas. Sel yang luka akan memfasilitasi kristal untuk membentuk inti, agregasi dan retensi kristal kalsium oksalat pada tubulus ginjal (Moro et al. 2005). Hal inilah yang menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerolus sehingga terjadi akumulasi produk sisa metabolisme dalam darah terutama komponen nitrogen seperti kreatinin, urea dan asam urat (Tatiya et al. 2007).

(24)

14

Konsentrasi Kalsium Ginjal Tikus

Etilen glikol dan amonium klorida merupakan senyawa yang sering digunakan sebagai penginduksi batu ginjal pada hewan coba. Penelitian terdahulu mengenai batu ginjal menggunakan etilen glikol dan amonium klorida dalam berbagai konsentrasi (0.4-2.5%) dan perbedaan waktu penggunaan (7 hari-1 bulan) (Yamaguchi et al. 2005; Grases et al. 2009). Induksi batu ginjal dalam penelitian ini menggunakan etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1%. Induksi dilakukan selama 10 hari melalui air minum yang dapat dikonsumsi secara tidak terbatas (ad libitum). Fan et al. (1999) melaporkan setidaknya tujuh hari induksi etilen glikol 0.75% dan amonium korida 1% mampu menyebabkan deposit kristal pada ginjal.

Etilen glikol diserap cepat oleh saluran pencernaan. Sebanyak 80% etilen glikol akan dimetabolisme oleh hati dan sisanya dibuang ke ginjal. Oksalat yang merupakan produk akhirnya juga akan ekskresikan ke ginjal. Proses metabolisme etilen glikol dapat dilihat pada Gambar 6. Asam glikolat yang dihasilkan pada proses metabolisme dapat menyebabkan kondisi asidosis metabolik berat (Dasgupta 2012). Adanya penambahan amonium klorida akan menurunkan pH darah sehingga memperparah asidosis metabolik ini. Kondisi asidosis dan peningkatan produksi asam oksalat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kompleks kalsium oksalat yang bersifat sitotoksik (Cheville 2006). Kompleks tersebut dapat menyebabkan obstruksi pada sel epitel ginjal yang memicu proses pembentukan inti kristal (nukleasi), agregasi, penempelan pada sel epitel tubulus ginjal dan berkembang menjadi batu ginjal (Anggarwai et al. 2013).

NAD

Gambar 6 Metabolisme Etilen Glikol (Dasgupta 2012)

(25)

15 Hasil pengukuran konsentrasi kalsium pada ginjal tikus sebelah kiri menunjukkan konsentrasi kalsium tertinggi pada ginjal kelompok BG yaitu sebesar 0.82±0.06mg/g ginjal kering (Gambar 3). Hal ini menandakan bahwa proses induksi batu ginjal berhasil. Karadi et al. (2006) mengemukakan bahwa induksi batu ginjal dengan etilen glikol akan meningkatkan kalsium jaringan ginjal. Kelompok yang diobati dengan ekstrak air daun tapak dara memiliki konsentrasi kalsium ginjal yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok BG. Kelompok dengan dosis ekstrak air daun tapak 100 mg/kg BB memiliki konsentrasi kalsium ginjal 0.70±0.19 mg/g ginjal kering. Kelompok yang diberi dosis 300 mg/kg BB memiliki konsentrasi kalsium ginjal sebesar 0.68±0.07mg/g ginjal kering. Konsentrasi ini lebih rendah daripada kelompok positif (BN) yang memiliki konsentrasi kalsium ginjal 0.69±0.10 mg/g ginjal kering. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air dengan dosis tinggi lebih baik dalam menurunkan kalsium ginjal.

Penurunan kalsium ginjal pada penelitian ini diduga diawali dengan perubahan bentuk kristal ginjal dari bentuk kalsium oksalat monohidrat (COM) menjadi kalsium oksalat dihidrat (COD). COM merupakan bentuk stabil dari kalsium oksalat dan melekat kuat pada tubulus ginjal. Perubahannya menjadi COD akan mempermudah pelapasan dari tubulus ginjal. Hal ini dikarenakan kristal COD bersifat kurang stabil dan memiliki ikatan yang lebih lemah dibandingkan dengan COM, sehingga mudah terlepas (Ferkoelen 1995 dalam Saha et al. 2013). Kristal yang telah terlepas ini dicegah untuk membentuk komponen batu kembali melalui efek antiagregasi ekstrak air daun tapak dara. Efek hambatan agregasi ini didukung oleh pengujian sebelumnya secara in vitro. Komponen saponin pada ekstrak air tapak dara diduga menghambat penempelan kristal pada sel epitel. Fraksi saponin dari tanaman Herniaria hirsuta terbukti menghambat agregasi dengan cara menyelubungi permukaan kristal sehingga proses penempelan pada tubulus terhambat (Atmani et al. 2004). Penelitian lainnya melaporkan bahwa ekstrak kasar Origanum vulgae mampu menghambat agregasi kristal yang menyebabkan penurunan jumlah agregat dan perubahan bentuk kristal kalsium dari bentuk COM menjadi COD (Khan et al. 2011)

Keberadaan kalsium jaringan ginjal juga dapat dipengaruhi oleh kemampuan ekstrak air daun tapak dara terhadap ketersedian nitrogen oksida dalam ginjal. Nitrogen oksida berperan dalam mengaktifkan cGMP (3,5 cyclic guanosine monophosphate) yang berkerja mengontrol konsentrasi kalsium kalsium intraselular. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa donor nitrogen oksida mampu meningkatkan kemampuan sel dalam mengontrol peningkatan kalsium intraselular (Pragasam et al. 2005). Senyawa fenolik seperti curcumin dan rutin telah terbukti mampu menekan peningkatan kalsium intraselular dengan meningkatkan ketersediaan nitrogen oksida (Ghodasara et al. 2010). Aktivitas ekstrak air dalam menekan konsentrasi kalsium sel ini didukung oleh temuan Rao dan Ahmad (2010) yang menyatakan adanya senyawa rutin pada tanaman tapak dara.

Histopatologi Ginjal Tikus

(26)

16

ini terjadi pada reseptor anion yang terletak pada permukaan sel (Grove et al.

2007). Penempelan ini berlangsung dengan sangat cepat, sehingga batu jenis kalsium oksalat paling sering ditemukan pada kasus batu ginjal. Hasil penghitungan deposit kristal menunjukkan bahwa air daun tapak dara belum mampu mengurangi jumlah deposit kristal ginjal. Kelompok dengan dosis tinggi (PII) memiliki jumlah kristal tertinggi, sedangkan kelompok dosis rendah (PI) memiliki jumlah kristal yang relatif sama dengan kristal kelompok kontrol negatif (BG). Jumlah deposit kristal ginjal kanan ini menunjukkan hasil yang bertolak belakang jika dibandingkan dengan konsentrasi kalsium pada ginjal kiri. Hal ini perlu pengujian lebih lanjut karena deposit kristal yang diamati hanya pada satu ginjal tikus dari setiap kelompok perlakuan, selain itu kalsium oksalat bukanlah penyusun tunggal batu ginjal.

Peningkatan jumlah deposit kristal pada pemberian ekstrak dengan dosis yang lebih tinggi juga terjadi pada ekstrak air Allium Jesdianum. Hal ini diduga karena pada kelompok yang diobati dengan ekstrak ini memiliki eksresi oksalat pada urin yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok negatif. Oksalat yang tertahan di dalam ginjal sebagian besarnya diubah menjadi batu ginjal dan hanya sedikit yang dikeluarkan (Vahdani et al. 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Komponen fitokimia yang terdapat pada ekstrak air daun tapak dara (Catharanthus roseus) meliputi komponen alkaloid, flavonoid, fenolik, tanin, saponin, steroid dan triterpenoid. Ekstrak air daun tapak dara memiliki aktivitas antikalkuli secara in vitro dengan peluruhan kalsium tertinggi pada penambahan ekstrak air dengan konsentrasi 5% sebesar 262.13±12.35 ppm. Pengujian secara in vivo menunjukkan bahwa ekstrak air daun tapak dara mampu memperbaiki laju filtrasi glomerolus dengan menurunkan konsentrasi kreatinin darah, namun belum mampu menurunkan jumlah deposit kristal ginjal. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak air daun tapak dara tidak memiliki aktivitas antikalkuli.

Saran

(27)

17

DAFTAR PUSTAKA

[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (ID). 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992.SNI 01-2891-1992. Cara uji makanan dan minuman. Jakarta (ID): Dewan Standardisasi Nasional

Andrew K. 2009. Immunohistochemistry using polyester wax in: Paul TS, Ivor M, editor. Molecular Embriology Method and Protocols 2nd Ed. London (UK): Humana Pr: 717-723

Anggarwai KP, Narula S, Kakkar M, Chanderdeep. 2013. Nephrolithiasis: molecular mechanism of renal stone formation and the critical role played by modulator. Biomed Res Int. : 1-29.

Atmani F, Gerald F, John L. 2004. Extract from Herniaria hirsuta coats calcium oxalate monohydrate crystals and blocks their adhesion to renal epithelial cells. J Urol. 172(4 Pt 1):1510-4.

Baradero M, Dayrit MW, Siswandi Y. 2009. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC

Bayir Y, Halici Z, Keles MS, Colak S, Cakir A. 2011. Helichysumplicatum DC. Subsp. Plicatum extract as a preventve agent in experimentally induced urolithiasis model. J Ethnopharm. 138: 408-414.

Bensatal A, Ouahrani MR. 2008. Inhibition of crystallization of calcium oxalate by the extraction of Tamarix galicca. Urol Res. 36: 283-287.

Bhumi G, Savithramma N. 2014. Screening of pivotal medical plasnts for qualitative and quantitative phytchemical constituents. Int J Pharm PharmSci. 6(3): 63-65.

Buchori, L. 2007. Pembuatan gula non karsinogenik dan non kalori dari daun stevia. Jurnal Reaktor. 11( 2): 57-60

Buonani S, Henchiri C, Migianu-Griffoni E, Aouf N, Lecouvey M. 2010. Pharmachological and toxicological effect of Parocychia argentea in experimental calcium oxalate nephrolithiasis in rats. J Ethopharm. 129: 38-45.

Brooker C. 2008. Ensiklopedi Keperawatan. Andry H, Brahm U, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Churchill Livingstone’s Mini

Encyclopedia of Nursing.

Cheville NF. 2006. Introduction of Veterinary Pathology Ed ke-3. Lowa state: University Press Lowa

Dalimartha S. 2006. Resep Tumbuhan Obat untuk Asam Urat. Bogor (ID): Penebar Swadaya.

Dalton RN. 2010. Serum creatinine and glomerular filtration rate: perception and reality. Clin Chem. 56(5): 687-689.

Dasgupta A. 2012. Resolving Erroneous Reports in Toxicology and Therapeutic Drug Monitoring. Hoboken (US): John Wiley & Sons Inc.

Dewi IALP, Damriyasa IM, Dada IKA. 2013. Bioaktivitas Ekstrak daun tapak dara (Catharanthus roseus) terhadap periode epitelisasi dalam proses penyembuhan luka pada tikus wistar. Ind Med Vet. 2(1): 58-75.

(28)

18

substance and removal of blood including routes and volumes. J Appl Toxicol. (21):15-23.

Effendi EM, Wardatun S. 2012. Potensi sari buah semangka merah (Citrullus vulgaris rubrum) dan sari buah semangka kuning (Citrullus vulgaris flavum) sebagai peluruh batu ginjal kalsium oksalat secara in vitro. Ekologia. 12(1): 6-11.

Fan J, A Michael, Glass, Chandhoke PS. 1999. Impact of ammonium chloride administration on rat ethylene glycol urothiasis model. Scan Microscopy. 13(2-3): 299-306.

Farhan H, Rammal H, Hijazi A, Hamad H, Daher A, Reda M, Badran B. 2012. In vitro antioxidant activity of ethanolic and aqueous extract from crude Malva perviflora L. grown in Lebanon. Asian J Pharm Clin Res. 5(3): 234-238. Ferreres F, PereiraDM, Valentao. 2013. New Phenolic compounds and

antioxidant potential of Catharanthus roseus. J Agri Food Chem. 56(21): 9967-9974.

Fouada A, Yamina S, Nait MA, Mohammed B, Abdlekrim R. 2008. In vitro and

in vivo antilithiasic affect saponin rich fraction isolated from Herniaria hirsute. J Bras Nefrol. 28: 199-203.

Gallucci N, Olivia M, Carezzano E, Zygadlo J, Demo M. 2010. Terpene antimicrobial activity against slime producing and non-producing staphylococci. Mol Med Chem. 21: 132-136

Ghalehkandi JG, Ebrahimnezhad Y, Nobar RS. 2012. Effect of garlic (Allium sativun) aqueus extract on serum value of urea uric-acid and creatinin compare with chromium chloride in male rats. Annals Biol Res. 3(9): 4485-4490.

Ghodasara J, Pawar A, Deshmukh C, Kuchekar B. 2010. Inhibitory effect of rutin and curcumin on experimentally-induced calcium oxalate urolithiasis in rats.

Pharmacognosy Res 2(6): 388-392.

Grases F, Proeto RM, Gomila I, Sanchis P, Costa-Bauza A. 2009. Phytotherapy and renal stone: the role of antioxidant, a pilotstudy in wistar rats. Urol Res.

37(1): 35-40

Grover PK, Thurgood LA, Fleming DE, Bronswijk W, Wang T, Ryall RL. 2007. Intracrystalline urinary proteins faacilitate degradation and dissolution of calcium oxalate crystals in cultured renal cells. AJP-Renal Physiology,

294:355-361.

Harborne JB. 2007. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Techniques of Plant Analysis. London (EN): Chapman and Hall.

Houghton PJ, Raman A. 2012. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. US: Spriger US

Kalpeshsinh CS, Kumar FN, Kirti PV, Kalpana PG, Tejal GR. 2012. Effect of flavonoid rich fraction of Citrus medica Linn. On ethylene glycol induced urolithiasis in rats. JDDT. 2(4): 109-116

Karadi RV, Gadge NB, Alagawardi KR, Savadi RV. 2006. Effect of Moringa oleifera Lam root-wood on ethylene glycol induced urolithiasis in rats. J Ethnopharm. 105: 306-311.

(29)

19 Khan SR, 2005. Hyperoxaluria-induced oxidative stress and antioxidants for renal

protection. Urol. Res. 33: 349-357.

Koul M, Lakra NS, Chandra R, Chandra S. 2013. Catharanthus roseus and prospects of its endopytes: a new avenue for production of bioactive metabolites. IJPRS,4(7): 2705-2716.

Kumari K, Gupta S. 2013. Pthytopotential of Catharanthus roseus L. (G.) Don

var “rosea” and “alba” against various pathogenic microbes in vitro. Intr Journal of Research in Pure and Applied Microbiology. 3(3): 77-82.

Kusumaningtyas E, Widiati RR, Gholib D. 2008. Uji daya hambat ekstrak dan krim ekstrak daun sirih (Piper betle) terhadap Candida albicans dan

Trichophyton mentagrophytes. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 805-812.

Lautrette A, Phan TN, Ouchchane L, Aithssain A, Tixier V, Heng AE. 2012. High creatinine clearance in critically ill patients with community-acquired acute infectious meningitis. BMC Nephrol. 13(1):124.

Lu F. 2006. Toksikologi Dasar: Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko.

Nugroho, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Toxicology, Fundamentals, Target Organs and Risk Assesment.

Marcotte L, Godwin M. 2006. Natural history of elevated creatinine levels. Can Fam Physician. 52(10):1264-1265.

Masao T. 2008. Mechanism of oxalate renal stone formation and renal tubular cell injury. Int J Urol. 15: 115-120.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2000. Perancangan Percobaan Jilid 1Edisi ke-2 dengan Aplikasi SAS dan MINITAB. Bogor(ID): IPB Pr

Menon M, Resnick MI. 2002. Urinary Lithiasis: Etiology, Diagnosis, and Medical Management In; Campbell MF, Walsh PC, Retik AB, editors. Campbell’s urology, 8th ed. Philadelphia: Saunders:3230-3437.

Mimih K R. 2008. Kelarutan batu ginjal (kalsium oksalat) dalam fraksi etil asetat dan fraksi air ekstrak etanol 70% daun sambung nyawa secara in vitro. [Skripsi].UniversitasPakuan, Bogor.

Moro FD, Mancini M, Tavolini IM, Marco VD, Bassi P. 2005. Cellular and molecular gateway to urolthiasis: a new insight. Urologia Interatinalis. 74: 193-197.

Nayak BS, Anderson M, Pereira LMP. 2007. Evaluation of wound-healing potential of Catharanthus roseus leaf extract in rats. Fitoterpia. 78(7-8): 540-544.

Patel PK, Patel MA, Vyas BA, Shah DR, Gandhi TR. 2012. Antiurolihiatic activity of saponin rich fraction from the fruits of Solanum xanthocarpum

Schrad. & Wendl. (Solanaceae) against ethylene glycol induced urolithiasis in rats. J Ethnopharm. 144: 160-170.

Pragasam V, Periandavan K, Kamalanathan S, Shunmugarajan S, Palaninathan V. 2005. Conteraction of oxalate induced nitrosative stress by suplementation of l-arginin, a potent antilithic agent. Clin Chem Acta 354:159-166.

Pramono S. 2006. Penanganan Pasca Panen dan Pengaruhnya terhadap Efek Terapi Obat Alami. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXVIII, Bogor 15-18 Sept 2005: 1-6

(30)

20

Rao AS, Ahmed MF. 2014. Simultaneous determination of phenolic compound in

Catharanthus roseus leaves by HPLC method. IJPSR,5(3): 977-981. Ringold S, Tiffany JG, Richard M. 2005. Kidney stones. JAMA. 293(9):1158 Saha S, Verma RJ. 2011. Bergenia ciliata extract prevent ethylene glycol induced

histopathological and change in kidney. Acta Pol Pharm-Drug Res. 68: 711-715.

______________ .2013. Ethylene glycol induced renal toxicity in female Wistar rats. Toxicology and environmentaly Health Science. 5(4): 207-214.

Saroja M, Santhi R, Annapoorani. 2012. Wound healing activity of flavonoid fraction of Cynodon dactylon in Swiss albino mice. IRJP.3(2): 230-231 Sato KK, Hayashi T, Harita N, Koh H, Maeda I, Endo G, Nakamura Y, Kambe H,

Fukuda K. 2011. Elevated white blood cell count worsens proteinuria but not estimated glomerular filtration rate: the Kansai Healthcare Study. Am J Nephrol. 34(4):324-329.

Seidel V. 2008. Initial and Bulk Extraction. In: Sarker SD, Latif Z, Gray AI, editors. Natural Products Isolation 2ndEd. New Jersey (US): Humana Press. P.33-34

Shalini S, Sampathkumar P. 2012. Phytochemical screening and antimicrobial activity of plants extracts for disease management. Int J Curr Sci. ISSN 2250-1770: 209-218.

Sidik, H Mudahar. 2000. Ekstraksi Tumbuhan Obat, Metode dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mutunya. Makalah Seminar Sehari Perhipba Komasariat Jakarta. Jakarta

Singh N, Juyal V, Gupta AK, Gahlot M, Hariratan. 2009. Preliminary phytochemical investigation of extract of root of Bergenia ligulata. J Pharm Res. 2: 1444-1447.

Singh A, Singh PK, Singh RK. 2014. Antidiabetis and wound healing activity of

Catharanthus roseus L. in Streptozotocin induced diabetic mice. AJPCT. 2(4): 686-692

Soundarajan P, Mahesh R, Ramesh T, Begum VH. 2006. Effect of Aeva lanata on calcium oxalate urolithiasis in rats. Indian J Exp Biol. 44: 981-986

Tatiya AU, Desai DG, Surana SJ, Patil PH. 2007. Anti inflammatory and nitric oxide scavenging activity of roots of Eranthemum roseum. Indian Drugs. 44; 815-818.

Toora BD, Rajagopal G. 2002.Measurement of creatinine by Jaffe’s reaction -determination of concentration of sodium hydroxide required for maximum color development in standard, urine and protein free filtrate of serum.

Indian J Exp Bio. 40: 352-354.

Touhami M, Laroubi A, Elhabazi K, Loubna F, Zrara I, Eljahiri Y, Oussama A, Grases F, Chait A. 2007. Lemon juice has protective activity in a rat urolithiasismodel. BMC Urol 7:18.

Vahdani R, Mehrabi S, Malekzadeh J, Sadeghi H, Jannesar R, Mehrabi F. 2013. Effect of hydrophilic of Allium Jesdianum on prevention and treatment of ethylene glycol induced renal stone in male wistar rats. Life Sci J. 10(12s): 17-21.

(31)

21 Yamaguchi S, Wiessner JH, Hasegawa AT, Hung LY, Mandel GS, Mandel NS. 2005. Study of a rat model for calcium oxalate crystal formation without severe renal damage in selected conditions. Int J Urol 12:290–298.

Lampiran 1 Tahapan penelitian

Penapisan fitokimia

Ekstraksi daun tapak dara Preparasi sampel

Uji aktivitas antikalkuli secara in vivo

Uji aktivitas antikalkuli secara in vitro

Kelompok II Negatif Kelompok

I Normal

Kelompok III Positif

Kelompok IV Ekstrak 100mg/kgBB

Kelompok V Ekstrak 300

mg/kgBB

Induksi batu ginjal dengan etilen glikol 0.75% dan amonium klorida 1% ad libitum 10 hari Tidak

diinduksi

Masa pengobatan 14 hari Masa Adaptasi14 hari

Pengukuran bobot badan dilakukan setiap hari, Pengambilan darah dilakuan pada hari ke-14, ke-24, ke-31 dan ke-38 melalui vena lateral

ekor

(32)

22

(33)

23

Lampiran 3 Kadar air serbuk daun tapak dara

Ulangan Bobot

Lampiran 4 Rendemen ekstrak air daun tapak dara

(34)

24

Lampiran 5 Uji fitokimia ekstrak air daun tapak dara

Uji Ekstrak air Kontrol positif Keterangan

Alkaloid Dragendorf

Endapan merah

Wagner

Endapan coklat

Meyer

Endapan putih

Fenolik

Larutan bewarna merah

Flavonoid

Larutan bewarna merah

Saponin

Busa yang stabil setelah 10 menit

Tanin

Larutan bewarna hijau

Steroid dan Triterpenoid

(35)

25

Lampiran 6 Kurva standar kalsium

Lampiran 7 Hasil pengukuran kalsium terlarut secara in vitro

Sampel Ulangan A rata

 Persamaan garis dari kurva standar

Y = 0.062333X + 0.011686 R2= 99.98%

 Contoh perhitungan kalsium terluruhkan pada ekstrak air 1% ulangan 1

(36)

26

Lampiran 8 Uji statistik rata-rata bobot badan hewan coba selama perlakuan

ANOVA Within Groups 15703.668 20 785.183

Total 24941.886 24

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

ANOVA BB 7 hari pemberian ekstrak

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 17188.794 4 4297.198 4.668 .009 Within Groups 16571.257 18 920.625

Total 33760.051 22

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.545.

(37)

27

ANOVA BB 14 hari pemberian ekstrak

Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 12155.880 4 3038.970 3.451 .029 Within Groups 15849.133 18 880.507

Total 28005.013 22

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.545.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

Lampiran 9 Kurva standar kreatinin

(38)

28

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = .090. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.545.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

c. Alpha = .05

Tests of Between-Subjects Effects

(39)

29

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = .041. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.545.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

c. Alpha = .05

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: Kreatinin 14 hari pemberian ekstrak Source Type III Sum

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means.

The error term is Mean Square(Error) = .021. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.545.

b. The group sizes are unequal. The harmonic mean of the group sizes is used. Type I error levels are not guaranteed.

c. Alpha = .05.

Lampiran 11 Uji statistik konsentrasi kalsium ginjal kiri tikus Sprague Dawley

(40)

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Padang Panjang. Sumatera Barat pada tanggal 27 Desember 1989 dari ayah Armis dan ibu Nelfianti. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008, Penulis lulus dari Sekolah Menegah Farmasi Yayasan Imam Bonjol Bukittinggi, kemudian bekerja sebagai asisten apoteker di Apotek Multazam Bukittinggi hingga tahun 2010. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Penulis merupakan penerima beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan periode 2011-2014. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Struktur dan Fungsi Biomolekuler tahun ajaran 2013/2014, Biokimia Umum tahun ajaran 2014/2015, dan Teknologi Asam Nukleat tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga mengikuti sejumlah organisasi kampus di antaranya Staff Badan Pengawas

Community of Research and Education in Biochemistry (CREBs) 2011-2012 dan Bendahara Umum CREBs 2012-2013. Beberapa kepanitian juga pernah diikuti penulis, di antaranya anggota divisi logistik dan transportasi Lomba Karya Ilmiah Populer (LKIP) 2011, anggota divisi medis Sport Competition and Art Festival on

MIPA Faculty (SPIRIT) 2012, kepala divisi Danus dan Sponsorship Seminar Nasional Kesehatan 2012, bendahara LKIP 2012 dan anggota divisi Tim Khusus LKIP 2013. Penulis pernah terlibat sebagai peserta kegiatan IPB Goes to Field

2012 yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat

LPPM IPB dengan tema “Diseminasi Tungku Sekam sebagai Energi Alternatif

untuk Menggantikan Bahan Bakar Minyak di Kabupaten Klaten. Bulan Juli-Agustus 2013, penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika dengan tema “Analisis Konsentrasi Asam Giberelat (GA3) Daun Padi (Oryza sativa L) dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Pada tahun 2014, penulis berhasil dana hibah dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) melalui Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian (PKM-P) dengan tema “Uji Aktivitas Catharanthi Tea (Teh Tapak Dara) Sebagai Peluruh Batu Ginjal”.

Gambar

Gambar 1  Konsentrasi kalsium terluruhkan pada ekstrak air daun tapak dara
Gambar 2  Rata-rata bobot badan tikus selama perlakuan kelompok Normal(N), Batu ginjal (BG), Batugin (BN), Perlakuan I (PI) dan Perlakuan II (PII)
Gambar 5  Histopatologi ginjal kanan kelompok (a) Normal (N), (b) Batu ginjal
Gambar 6  Metabolisme Etilen Glikol (Dasgupta 2012)

Referensi

Dokumen terkait

biaya saluran distribusi tidak langsung yang dilakukan akan lebih efisien. Perusahaan disarankan agar meningkatkan pengawasan

Dikti melakukan proses penetapan PTPS bagi masing-masing DYS dari masing-masing PTU, dengan menggunakan pertimbangan (a) kepatutan jumlah DYS yang dinilai oleh

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa untuk perbandingan komposisi ini juga dapat dihasilkan bahwa semakin besar tekanan yang diberikan maka produk puffed rice yang

Hasil penelitian: (1) Pengelolaan disiplin kerja guru dalam administrasi pembelajaran dilakukan kepala sekolah dengan memperhatikan kesiapan guru dalam menyusun

[r]

pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 Ayat (1), ditetapkan oleh Walikota dengan mempertimbangkan kelancaran dan kemudahan pelayanan administrasi

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 1 Magelang yang menunjukkan bahwa belum pernah dilakukan analisis kualitas soal Pra Ujian

Untuk mengembangkan Organizational Knowledge Management Systems (OKMS), PDII-LIPI memerlukan empat fungsi yaitu : using knowledge, finding knowledge , creating knowledge