5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 1.1 2.1 Kulit
Kulit merupakan organ tubuh terluas, berat total berkisar 2,7 – 3,6 kg dan menerima sepertiga dari volume darah tubuh, ketebalan kulit bervariasi antara 0,5 – 6,0 mm, terdiri dari sel – sel dan matriks ekstraselular. Struktur kulit terdiri dari 3 lapisan, epidermis merupakan lapisan terluar kulit dan tipis, dermis merupakan lapisan tebal dan terletak di dalam, lapisan di bawah dermis terdapat jaringan lemak subkutan (hipodermis). Jaringan hipodermis merupakan jaringan ikat longgar yang melekat di bawah dermis (Sayogo et al., 2017).
2.1.1 Anatomi Kulit
Gambar 2. 1 Struktur Kulit
Fungsi Epidermis sebagai pertahanan tubuh terluar terhadap lingkungan luar tubuh. Suasana asam pada kulit melindungi kulit dari mikroorganisme.
Lapisan keratin yang keras melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme dan infeksi juga menjaga kelembaban. Sel Langerhans membentuk reseptor pengenalan baik terhadap mikroorganisme, virus bahkan senyawa asing yang selanjutnya mengaktifkan sistem imunitas. Kemampuan tubuh mempertahankan kadar air penting untuk menjaga kesehatan kulit. Jumlah dan distribusi pigmen melanin yang memberikan keragaman warna pada kulit manusia. Vitamin D disintesis di epidermis dengan bantuan sinar ultraviolet, sintesis ini dilakukan oleh keratinosit yang terletak pada stratum basale dan stratum spinosum dari epidermis.
Jaringan hipodermis atau subkutan merupakan lapisan yang terdiri dari lemak dan
jaringan ikat yang kaya akan pembuluh darah dan saraf. Lapisan ini penting dalam pengaturan suhu kulit dan tubuh (Sayogo et al., 2017).
2.1.2 Epidermis
Gambar 2. 2 Struktur Kulit Bagian Epidermis a. Stratum basal (lapis basal, lapis benih)
Lapisan ini terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di bawahnya. Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik. Pada lapisan ini biasanya terlihat gambaran mitotik sel, proliferasi selnya berfungsi untuk regenerasi epitel. Sel-sel pada lapisan ini bermigrasi ke arah permukaan untuk memasok sel-sel pada lapisan yang lebihsuperfisial. Pergerakan ini dipercepat oleh adalah luka, dan regenerasinya dalam keadaan normal cepat.
b. Stratum spinosum (lapis taju)
Lapisan ini terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan. Bila dilakukan pengamatan dengan pembesaran obyektif 45x, maka pada dinding sel yang berbatasan dengan sel di sebelahnya akan terlihat taju- taju yang seolah-olah menghubungkan sel yang satu dengan yang lainnya.
Pada taju inilah terletak desmosom yang melekatkan sel-sel satu sama lain pada lapisan ini. Semakin ke atas bentuk sel semakin gepeng.
c. Stratum granulosum (lapis berbutir)
Lapisan ini terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung banyak granula basofilik yang disebut granula keratohialin, yang dengan
mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.
d. Stratum lusidum (lapis bening)
Lapisan ini dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel lapisan ini. Walaupun ada sedikit desmosom, tetapi pada lapisan ini adhesi kurang sehingga pada sajian seringkali tampak garis celah yang memisahkan stratum korneum dari lapisan lain di bawahnya.
e. Stratum korneum (lapis tanduk)
Lapisan ini terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Selsel yang paling permukaan merupa-kan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas (Kalangi, 2014).
2.1.3 Dermis
Dermis merupakan “rumah” dari komponen tambahan dari epidermis. Di dermis terdapat sel – sel imun yang berfungsi melawan infeksi yang masuk ke dalam kulit. Dermis menyediakan suplai darah, nutrisi dan oksigen pada dirinya sendiri dan juga epidermis. Dermis juga mempunyai fungsi pengaturan suhu kulit melalui pembuluh darah superfisial dan reseptor saraf berfungsi untuk sensasi rasa raba (Sayogo et al., 2017).
2.1.4 Fungsi Kulit
Kulit manusia mempunyai banyak fungsi yang penting terutama sebagai pertahanan garis depan, melindungi tubuh dari berbagai elemen yang berasal dari lingkungan luar tubuh. Jika terjadi luka pada kulit, integritas pertahanan kulit menjadi terganggu dan menjadi tempat masuk berbagai mikroorganisme seperti bakteri dan virus. Kulit juga dapat menjadi faktor penting dalam kesehatan mental dan kondisi sosial manusia (Sayogo et al., 2017).
2.1.4.1 Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik (tarikan, gesekan, dan tekanan), gangguan kimia (zat-zat kimia yang iritan), dan gangguan bersifat panas (radiasi,sinar ultraviolet), dan gangguan infeksi luar.
2.1.4.2 Absorbsi
Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis daripada yang melalui muara kelenjar.
2.2 Tinjauan Tentang Jerawat
Salah satu penyakit kulit yang selalu mendapat perhatian bagi para remaja dan dewasa muda adalah jerawat atau dalam bahasa medisnya acne vulgaris.
Penyakit ini tidak fatal, tetapi cukup merisaukan karena berhubungan dengan menurunnya kepercayaan diri. Acne vulgaris adalah suatu keadaan dimana pori- pori kulit tersumbat sehingga timbul bruntusan (bintik merah) dan abses (kantong nanah) yang meradang dan terinfeksi pada kulit. Jerawat sering terjadi pada kulit wajah, leher dan punggung. Baik laki-laki maupun perempuan (Sampelan et al., 2017).
2.2.1 Penyebab Terjadinya Jerawat
Penyebab terjadinya jerawat antara lain faktor genetik, endokrin, psikis, musim, stres, makanan, keaktifan kelenjar sebasea, infeksi bakteri, kosmetika, dan bahan kimia lain. Jerawat dapat disebabkan oleh aktivitas kelenjar minyak yang berlebihan dan diperburuk oleh infeksi bakteri. Bakteri penyebab jerawat terdiri dari Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis (Meilina & Hasanah, 2018).
2.3 Gel
Gel adalah sistem semi-padat yang terdiri dari dispersi molekul kecil atau besar dalam suatu kendaraan cair berair yang dibuat seperti agar-agar dengan penambahan zat pembentuk gel (Ansel, 2011).
2.3.1 Dasar Gel
Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik.
2.3.1.1 Dasar Gel Hidrofobik
Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 2011)
2.3.1.2 Dasar Gel Hidrofilik
Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi.
Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut (Ansel, 2011).
2.3.2 Keuntungan Sediaan Gel
Dalam industri obat dan kosmeika gel merupakan sediaan secara topical yang diminati dan dapat meningkatkan efektivitas dan kenyamanan dalam penggunaannya, antara lain mampu menghantarkan bahan obat dengan baik, mudah dibersihkan dengan air, dan menyebabkan jerawat cepat kering karena sifat gel yang mudah menguap. Keuntungan lain sediaan gel antara lain mudah merata apabila dioleskan pada kulit, memberikan sensasi dingin, dan tidak menimbulkan bekas di kulit (Afianti & Murrukmihadi, 2015).
2.4 Masker Gel Peel Off
Masker wajah peel off merupakan salah satu jenis masker wajah yang mempunyai keunggulan dalam penggunaan yaitu dapat dengan mudah dilepas atau diangkat seperti membran elastis. Masker wajah peel off mampu meningkatkan hidrasi pada kulit, memperbaiki serta merawat kulit wajah dari masalah keriput, penuaan, jerawat dan dapat juga digunakan untuk mengecilkan pori, membersihkan serta melembabkan kulit serta bermanfaat dalam merelaksasi otot-otot wajah, sebagai pembersih, penyegar, pelembab dan pelembut bagi kulit wajah (Laut, Luthfiyana, & Hidayat, 2019).
2.5 Pegagan (Centella asiatica) 2.5.1 Taksonomi Centella asiatica
Tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban.) dengan sinonim Hydrocotyle asiatica L. Pes, berasal dari daerah tropis di Asia.
Tabel II. 1 Klasifikasi Tanaman Centella asiatica
Kingdom Plantae
Divisi Spermatophyta
Kelas Dicotyledonae
Ordo Umbillales
Family Apiaceae
Genus Centella
Spesies Centella asiatica (L.)
(Sutardi, 2017) 2.5.2 Morfologi Tanaman Centella asiatica
Gambar 2. 3 Pegagan (Centella asiatica)
Pegagan merupakan tanaman kosmoplit ditemukan di Asia Tropis sampai daerah sub-tropis, mulai dari dataran rendah sampai tinggi 100-2500 m di atas permukaan laut, pada tanah lembab sampai berpasir ternaungi maupun di lahan terbuka
2.5.3 Kandungan Tanaman Centella asiatica
Pegagan mengandung sejumlah nutrisi dan komponen kimia yang memiliki efek terapeutik. Terdapat 34 kalori, 8,3 g air, 1,6 g protein, 0,6 g lemak, 6,9 g karbohidrat, 1,6 g abu, 170 mg kalsium, 30 mg fosfor, 3,1 mg zat besi, 414 mg kalium, 6580 ug betakaroten, 0,15 mg tiamin, 0,14 mg riboflavin, 1,2 mg niasin, 4 mg askorbat, dan 2,0 g serat dalam 100 g pegagan. Komponen kimia yang terkandung dalam pegagan adalah saponin, alkaloid, flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid dan glikosida. Zat kimia yang terdapat dalam pegagan antara lain asiaticosida, asiatic asid, madekasid dan madekasosid, sitosterol dan stigmasterol dari golongan steroid, vallerin, brahmosida, brahminosida dari golongan saponin (Bermawie et al., 2015)
2.5.4 Khasiat Tanaman Centella asiatica
Khasiat pegagan antara lain untuk meningkatkan vitalitas dan daya ingat, mengatasi pikun, mengatasi tulang keropos pada lansia, meningkatkan kecerdasan pada anak anak, obat awet muda, obat penyakit kulit, antistres, antiradang, antikanker, untuk kosmetika, epilepsi, sakit gila dan hepatitis akut. Pegagan juga mempunyai efek antibakteri. Salah satu manfaat yang bisa didapatkan dari pegagan (Centella asiatica) adalah anti bakterinya. Manfaat antibakterinya didapatkan karena pegagan (Centella asiatica) mengandung zat antibakteri, diantaranya adalah saponin, tannin, alkaloid, dan flavonoid (Ramadhan et al., 2015).
2.6 Niasinamida
2.6.1 Struktur Kimia Niasinamid
2.6.2 Sifat-sifat Niasinamida
Niasinamid berbentuk serbuk hablur; putih; tidak berbau atau praktis tidak berbau; rasa pahit. Nama lainya adalah Nikotinamida, Niasinamida, Niacinamide, Vitamin B3, Nicobion, Vitamin PP. Dengan nama kimia C6H6N2O. Larutan ini
Gambar 2. 4 Struktur Kimia Niasinamid
bersifat netral terhadap kertas lakmus. Kelarutannya mudah larut dalam air dan dalam etanol; larut dalam gliserin. Memiliki jarak lebur antara 128° dan 131°, Ph 6.0-7.5, dan stabilitasnya stabil dalam penyimpanan pada suhu 20°, 30° dan 37°C selama 12 bulan (Albala-Hurtado et al., 2000)
Niasinamida tahan dengan pemanasan, udara dan oksidan tetapi terhidrolisis oleh asam kuat dan larutan alkalis. Niasinamida diasumsikan menjadi vitamin larut air yang paling stabil (Leskova, et al., 2006).
2.6.3 Manfaat Niasinamida
Penggunaan niasinamida secara sistemik dan topikal dalam kasus medis dan kosmetik telah terbukti efektif. Pengaplikasian niasinamida secara topikal dapat menghambat imunosupresi dan fotokarsinogenesis. Niasinamida (Vitamin B3) berfungsi sebagai prekursor dari co-factor enzim endogen. Niasinamida mampu mencerahkan, karena menghambat ditransfernya melanosom dari melanosit ke keratinosit. Niasinamida dapat digunakan untuk penggobatan gangguan pigmen (Gehring et al, 2004). Niasinamida konsentrasi 4% efektif dalam mengurangi gejala jerawat ringan sampai sedang dengan perbaikan pustula karena memiliki efek anti inflamasi yang kuat (Yesim Kaymak, 2008).
2.6.4 Penetrasi Niasinamida ke Dalam Kulit
Niasinamida merupakan senyawa hidrofilik sehingga sulit menembus kulit karena struktur lipid bilayer dari stratum korneum. Niasinamida dapat menembus lapisan epidermal, tetapi sulit untuk menembusnya, sehingga dibutuhkan penetration enhancer untuk membantu Niasinamida menembus stratum korneum (Surjana, Halliday, & Damian, 2010).
2.7 Komponen Penyusun Masker Gel Peel off 2.7.1 Polivinil Alkohol (PVA)
Gambar 2. 5 Struktur Kimia PVA
Polivinil Alkohol berbentuk bubuk granular berwarna putih sampai krem, tidak berbau. Sinonimnya yaitu Airvol; Alcotex; Celvol; Elvanol; Gelvatol;
Gohsenol; Lemol; Mowiol; poly(alcoholvinylicus); Polyvinol; PVA; vinyl alcohol polymer dengan rumus molekul (C2H4O)n dan berat Molekul 20.000 – 200.000, mempunyai titik lebur 228°C hidrolisis sepenuhnya 180 - 190°C dan hidrolisis sebagian. Kelarutannya yaitu larut dalam air, sedikit larut dalam etanol (95%) pelarut organic, penggunaan sebagai pembentuk lapisan film. PVA umumnya dianggap sebagai bahan yang tidak beracun. Bahan ini bersifat noniritan pada kulit dan mata pada konsentrasi sampai dengan 10%, serta digunakan dalam kosmetik pada konsentrasi hingga 7% (Rowe, Sheskey, & Quinn, 2009).
PVA berperan dalam memberikan efek peel off karena memiliki sifat adhesive sehingga dapat membentuk lapisan film yang mudah dikelupas setelah kering. Konsentrasi PVA merupakan faktor terpenting yang berpengaruh terhadap kinerja pembentukan film dalam peel off mask. PVA diatas 11% tidak direkomendasikan karena akan menimbulkan peningkatan kinerja pembentukan film menjadi tidak proporsional (Sulastri, Chaerunisaa, Farmasi, & Padjadjaran, n.d.).
2.7.2 Propilen Glikol
Gambar 2. 6 Struktur Kimia Propilen Glikol
Propilenglikol memiliki sinonim Methyl etylene glycol, Methl glycol, E1520. Dengan rumus molekul (C3H8O2) dan berat molekul 76,09.
Propilenglikol merupakan cairan kental, tidak berwarna, praktis tidak berbau, cair, dengan rasa manis, rasa sedikit pedas sama seperti gliserin. Kelarutan Larut dalam aseton, etanol 95%, kloroform, gliserin dan air, larut dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam minyak mineral tetapi dapat melarutkan beberapa minyak.
Propilenglikol dalam sediaan topikal dalam digunakan sebagai Sebagai humektan 1-15%.
Propilenglikol sebagai humektan dalam sediaan topikal memiliki konsentrasi setara dengan 15% yang akan mempertahankan kandungan air dalam sediaan dan mengabsorbsi lembab sehingga dapat mempertahankan stabilitas dan sifat fisik sediaan selama penyimpanan. Data klinis menunjukkan dermatitis pada pemakaian propilenglikol dibawah 2% dan reaksi iritasi kulit dibawah 10% (Rowe et al., 2009).
2.7.3 Carboxy polymethylene (Carbomer)
Gambar 2. 7 Struktur Kimia Carbomer
Carbomer berwarna putih, halus, asam, bubuk higroskopis dengan bau yang khas. Sinonimnya yaitu Acrypol; Acritamer; acrylic acid polymer; carbomera;
Carbopol; carboxy polymethylene; polyacrylic acid; carboxyvinyl polymer;
Pemulen; Tego Carbomer. Kelarutannya yaitu dapat mengembang dalam air dan gliserin dan, setelah netralisasi, dalam etanol (95%). Karbomer tidak larut tetapi hanya membengkak ke tingkat yang luar biasa, karena mereka adalah microgels tiga dimensi, dan penggunaan sebagai bioadhesive material ; controlled-release agent ; emulsifying agent; emulsionstabilizer; rheologymodifier; stabilizingagent ; suspending agent ; tablet binder (Rowe et al., 2009)
2.7.4 Triethanolamine (TEA)
Gambar 2. 8 Struktur Kimia Triethanolamine
Triethanolamine adalah cairan kental berwarna jernih, tidak berwarna hingga pucat dengan sedikit bau amoniak. Nama lainya adalah TEH; Teal; trietilamin;
trihydroxy triethylamine; tris (hydroxyethyl) amine; trolaminum. Dengan rumus molekul C6H15NO3. Berat Molekul : 149,19. Kelarutan : Mudah larut dalam air
dan dalam etanol (95%); larut dalam kloroform; pada suhu 200°C bercampur dengan aseton, dengan karbon tetraklorida, dengan metanol, dan dengan air; larut dalam 24 bagian benzene dan dalam 63 bagian eter Penggunaan : alkalizing agent (Rowe et al., 2009).
2.7.5 Metil Paraben
Gambar 2. 9 Struktur Kimia Metil Paraben
Nipagin adalah kristal tidak berwarna atau bubuk kristal putih. Tidak berbau atau hampir tidak berbau dan memiliki rasa sedikit terbakar. Nama lainnya adalah Aseptoform M; CoSept M; E218; 4 ester metil asam hidroksibenzoat; metagin;
Methyl Chemosept; methylis parahydroxybenzoas; metil p hidroksibenzoat; Metil Parasept; Nipagin M; Solbrol M; Tegosept M; Uniphen P-23. Dengan rumus molekul C8H8O3.
Nipagin banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi. Dapat digunakan nipagin saja atau dalam kombinasi dengan agen antimikroba lainnya. Nipagin merupakan pengawet antimikroba yang paling sering digunakan dalam sediaan kosmetik.
Nipagin efektif pada rentang pH yang luas dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas. Aktivitas antimikroba meningkat ketika panjang rantai gugus alkil meningkat, tetapi kelarutan dalam air menurun. Khasiat pengawet juga ditingkatkan dengan penambahan propilen glikol (2-5%), atau dengan menggunakan nipagin dalam kombinasi dengan agen antimikroba lain (Rowe et al., 2009).
2.7.6 BHT (Butil Hidroksi Toluen)
Gambar 2. 10 Struktur Kimia BHT
Butylated hydroxytoluene adalah padatan atau bubuk kristal putih atau kuning pucat dengan bau fenolik yang khas. Nama lainnya adalah Agidol; BHT;
2,6-bis(1,1dimethylethyl)-4-methylphenol; butylhydroxy butylhydroxytoluene;
butylhydroxytoluenum; Dalpac; hidroksitoluena dibutilasi; 2,6-di-tert butyl-p- cresol; 3,5-di-tert-butyl-4- hydroxytoluene; E321; Embanox BHT; Impruvol;
Ionol CP; Nipanox BHT; OHS28890; Sustane; Tenox BHT; Topanol; Vianol.
Dengan rumus molekul C15H24O.
Butylated hydroxytoluene digunakan sebagai antioksidan dalam kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Terutama digunakan untuk menunda atau mencegah ketengikan oksidatif dari lemak dan minyak dan untuk mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak. Butylated hydroxytoluene juga digunakan pada konsentrasi 0,5-1,0% b / b dalam karet alam atau sintetis untuk memberikan peningkatan stabilitas warna. Butylated hydroxytoluene memiliki beberapa aktivitas antivirus dan telah digunakan secara terapeutik untuk mengobati herpes simplex labialis (Rowe et al., 2009).
2.8 Uji Iritasi
Banyak bahan yang digunakan oleh industri kosmetik termasuk senyawa murni, campuran, ekstrak tumbuhan, minyak dan lilin, surfaktan, deterjen, pengawet, dan polimer. Meskipun semua bahan yang digunakan oleh industri kosmetik diuji untuk keamanan, beberapa konsumen mungkin masih mengalami reaksi tersebut. Reaksi yang paling umum adalah reaksi kontak iritan yang cenderung lebih cepat da menyebabkan ketidaknyamanan ringan, kemerahan dan pengelupasan kulit. Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam uji iritasi, salah satunya yaitu Metode Hen’s Egg Test Chorioallantoic Membran.
2.8.1 Metode Hen’s Egg Test Chorioallantoic Membran
Telur ayam leghorn yang telah dibuahi dimasukkan dalam inkubator dengan suhu 37°C. Rongga udara telur dipastikan berada di sebelah atas. Telur dirotasi selama 10 hari. Pada hari kesepuluh telur diteropong, telur yang tidak dibuahi atau tidak mengandung embrio hidup dibuang. Rongga udara telur ditandai. Rongga telur yang telah ditandai, digunting cangkang terluarnya dengan menggunakan gunting steril. Untuk mempermudah proses ini cangkang dilunakkan dengan larutan NaCl 0,9% steril. Setelah cangkang terluar dibuang, membran terluar telur dibasahi dengan larutan NaCl 0,9% hangat dan dimasukkan kembali ke dalam inkubator selama 5-20 menit sehingga membran terluar dapat diambil dengan mudah. Setelah membran terluar diambil, dipilih telur yang tidak mengalami kerusakan CAM akibat proses tersebut. Sebanyak 300 mg sampel diletakkan pada CAM, diamkan 20 detik. Setelah 20 detik CAM segera dibersihkan dengan menggunakan NaCl 0,9% steril. Waktu pengamatan selama 300 detik dimulai segera setelah CAM bersih dari sampel. Sebagai kontrol iritan digunakan sodium lauril sulfat, kontrol negatif adalah air (Yuliani, Rahmadani, &
Istyastono, 2016).