• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018"

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TINDAK PIDANA KORUPSI

DI PT. BANK SUMUT

(Studi : Putusan Tipikor Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus- TPK/2016/PN.Mdn. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus-

TPK/2017/PN.Mdn.)

TESIS

OLEH

MUHAMMAD FIRDAUS NIM. 157005198/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)

PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM PENGAWASAN PERBANKAN UNTUK MENCEGAH TINDAK PIDANA KORUPSI

DI PT. BANK SUMUT

(Studi : Putusan Tipikor Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus- TPK/2016/PN.Mdn. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus-

TPK/2017/PN.Mdn.)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Hukum Dalam Program Studi

Magister Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

MUHAMMAD FIRDAUS NIM. 157005198/HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(3)
(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 24Januari 2018

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., MH.

Anggota : 1. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum 2. Dr. M. Ekaputra, S.H., M.Hum 3. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum 4. Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum

(5)
(6)

ABSTRAK

Kasus tindak pidana korupsi merupakan permasalahan besar di Indonesia yang menimbulkan kerugian negara yang sangat besar dan berpengaruh kepada turunnya kualitas kehidupan masyarakat mengganggu stabilitas ekonomi. Dalam kasus tindak pidana korupsi (selanjutnya disebut “Tipikor”), adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, antara lain : Kepolisian RI, Kejaksaan RI dan KPK. Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang tersebut di atas, kepada setiap penyelidik dan penyidik untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tipikor, maka Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan KPK sama-sama mempunyai kewenangan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tipikor. Berbeda dengan kasus tindak pidana perbankan, adapun lembaga yang ditunjuk khusus oleh undang-undang untuk menjadi penyelidik dan penyidik dalam kasus tindak pidana perbankan, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK).OJK sebagai lembaga pengawas baru yang mempunyai tugas dan beban strategis kelembagaan yang berat, jelas memiliki sifat independensi yang tinggi dalam menjalankan kewenangannya.Salah satu tugas OJK adalah “Penyidikan” yang merupakan salah satu tugas pengawasan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Kasus tindak pidana perbankan, bukan hanya tindak pidana yang terjadi di sektor perbankan, ternyata terhadap bank-bank pemerintah termasuk PT. Bank Sumut sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota yang berada di bawahnya, berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) juga dapat dilakukan penyelidikan dan penyidikan terjadinya dugaan tipikor. Akan tetapi, siapa pihak yang berhak untuk melakukan penyidikan dugaan tipikor tersebut di PT. Bank Sumut, apakah Kepolisian RI, Kejaksaan RI, KPK, atau OJK sendiri?

Seandainya pun benar (“quad non”), OJK berhak dan berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan tipikor di BUMN maupun di BUMD, maka terdapat tumpang tindih aturan, dimana OJK juga mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terjadinya “fraud”, tetapi di sisi lain OJK berhak dan berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan tipikor pada bank. Namun, seyogyanya OJK hanya mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana perbankan pada sektor jasa keuangan.

Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Sifat penelitian adalah deskriptif analisis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Data sekunder dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan. Selanjutnya, data-data tersebut dianalisa dengan menggunakan metode analisa kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Sebaiknya Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumuttidak terburu-buru mengambil langkah penyidikan tindak pidana korupsi terhadap bank-bank pemerintah yang berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah berbadan hukum Perseroan Terbatas. Sebab, dalam hukum Perseroan Terbatas terdapat asas pemisahan harta kekayaan (“separate legal entity”); Sebaiknya OJK Kantor Regional 5 Sumatera Bagian Utaramengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaannya yang digunakan oleh pihak Penyidik Kejaksaan Tinggi Sumut untuk

(7)

melakukan penyelidikan dan penyidikan “Pengadaan Sewa Kendaraan Dinas dan Operasional PT. Bank Sumut Tahun 2013” tanpa meminta persetujuan dari OJK; dan Sebaiknya PT. Bank Sumutterus melakukan upaya-upaya perbaikan dalam hal membuat pedoman pengadaan barang dan jasa di lingkungan PT. Bank Sumut.

Kata Kunci : Peran Otoritas Jasa Keuangan; Pengawasan Perbankan;

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi di PT. Bank Sumut.

(8)

ABSTRACT

The case of corruption is a major problem in Indonesia that causes a huge loss of state and affects the decline in the quality of people's lives to disrupt economic stability. In the case of corruption (hereinafter called "Corruption"), as for the authorities to conduct an investigation under the applicable law, among others: the Indonesian Police, the Attorney General's Office and the Corruption Eradication Commission. Based on the authority given by the law mentioned above, to every investigator and investigator to conduct a corruption investigation and investigation, the Police of the Republic of Indonesia, the Attorney General and the Corruption Eradication Commission have the authority to conduct investigation of Corruption.

In contrast to banking crime cases, as for institutions specifically appointed by law to become investigators and investigators in the case of banking crime, namely the Financial Services Authority (OJK). OJK as a new supervisory institution that has heavy duty and heavy institutional burden, clearly has a high independence in carrying out its authority. One of OJK's duties is "Investigation" which is one of the OJK supervisory tasks as referred to in Article 9 letter c of Law no. 21 Year 2011 on the Financial Services Authority.

Cases of banking crime, not just criminal acts that occurred in the banking sector, apparently against the government banks including PT. Bank Sumut as a Regional Owned Enterprise (BUMD) of North Sumatera Province and Sub-Province / Municipality under it, incorporated as Limited Liability Company (PT) can also be investigated and investigation of alleged corruption. However, who is entitled to conduct such alleged corruption investigation in PT. Bank of North Sumatra, whether the Indonesian Police, the Attorney General, Corruption Eradication Commission, or OJK itself? Even if it is true ("quad non"), OJK has the right and authority to investigate and investigate alleged corruption in BUMN and BUMD, there is overlapping of rules, where OJK also has the authority to supervise and prevent fraud, the other hand the OJK shall be entitled and authorized to conduct investigations and investigation of alleged corruption in the bank. However, OJK should only have the authority to conduct an investigation of banking crime in the financial services sector.

This research is normative juridical research. The nature of the research is descriptive analysis. The type of data used is secondary data derived from primary, secondary, and tertiary legal materials. Secondary data were collected by literature study technique. Furthermore, the data are analyzed by using qualitative analysis method.

The result of the research shows that: The Highest Attorney Investigator of North Sumatra should not rush to take the step of investigation of corruption crime against state banks in the form of State-Owned Enterprises / Regions of Limited Liability Company. Because, under Limited Liability law, there is a principle of separation of property ("separate legal entity"); Should OJK Regional Office 5 North Sumatera filed an objection regarding the results of the examination used by the High Prosecutor Investigator of North Sumatra to conduct investigations and investigations "Procurement of Lease Vehicle Service and Operations PT. Bank

(9)

Sumut Year 2013 "without requesting approval from OJK; and PT. Bank Sumut continues to make improvements in terms of making guidelines for procurement of goods and services within the PT. Bank of North Sumatra.

Keywords : The Role of the Financial Services Authority; Banking Supervision;

and Prevention of Corruption at PT. Bank of North Sumatra.

(10)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Alhamdulilah, Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis serta Nabi Muhammad SAW atas doa serta syafaatnya, penulis masih diberikan kesehatan dan kesempatan serta kemudahan dalam mengerjakan penelitian ini sebagai tugas akhir untuk menyelesaikan studi Magister Hukum di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Pada penulisan penelitian ini, penulis dengan ketulusan hati, mengucapkan terima kasih sebesaar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Program Magister (S2) dan Doktor (S3) Ilmu Hukum Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara dan sekaligus sebagai Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta debat-debat panjang yang membuat mahasiswa lain mengantri, namun masukannya telah membuat penelitian penulis menjadi layak.

3. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., MH., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan dorongan, arahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis untuk secepatnya menyelesaikan studi di kampus sehingga dapat

(11)

segera melanjutkan pendaftaran kepada Program Studi Doktor Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. M. Ekaputra, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Doktor (S3) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatear Utara dan juga sebagai Dosen Pembimbing III yang telah memberikan motivasi kepada penulis untuk melanjutkan kuliah mengambil Program Studi Magister Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan akhirnya memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian ini, sehingga penelitian ini menjadi sangat bermanfaat kepada penulis.

5. Bapak Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., sebagai Sekretaris Program Magister (S2) Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan sebagai Dosen Penguji I yang telah memberikan arahan-arahan dan petunjuk- petunjuk serta motivasi dan dorongan kepada penulis untuk penyempurnaan penelitian yang penulis lakukan.

6. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum., sebagai Dosen Penguji II yang dengan tekun memberikan masukan dan kritikan yang membangun dan juga sebagai panutan penulis untuk segera memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi agar dapat menjadi ahli hukum.

7. Para Dosen dan Tata Usaha Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah membantu selama penulis menjalani studi di Sekolah Pasca Sarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara.

8. Terima kasih penulis kepada istri saya Laras Putri Dita, anak-anakku Farasha Siti Kirana, Faranya Siti Sara, dan Farhana Siti Kamila yang memberikan

(12)

kesempatan kepada penulis dengan mengorbankan waktu liburan yang digunakan agar penulis dapat belajar menyelesaikan studi.

9. Tidak ketinggalan terima kasih kepada sahabat-sahabatku : Kasuh Kompol Hendra Eko Triyulianto, S.H., S.Ik., yang sudah membantu selama penyelesaian penelitian ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu- persatu.

10. Terakhir ucapan terima kasih kepada Para Pegawai Sekretariat Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Fitri Idayanti Lintang, Isniar Handayani, Suganti, Yani, Juli, Hendra, Herman, dan Hilman, yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis selama menyelesaikan studi.

Akhir kata kiranya tulisan ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan, terutama dalam penerapan serta pengembangan ilmu hukum di Indonesia.-

Wassalamualaikum wr. wb.

Medan, 24 Januari 2018 Hormat Saya,

Penulis,

MUHAMMAD FIRDAUS Nim. 157005198

(13)

STAF SUMBER DAYA MANUSIA POLRI BIRO PEMBINAAN KARIER

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI

.DA .

N A M A : MUHAMMAD FIRDAUS, SIK

AKP TEMPAT LAHIR : SABANG

PANGKAT : TGL.LAHIR : 26 Jun 1985

NRP : 85062075 SUKU BANGSA : ACEH

JABATAN : KASAT RESKRIM POLRES LANGKAT POLDA SUMUT LARAS PUTRI DITA

- FARASHA SITI KIRANA - FARANYA SITI SARA - FARHANA SITI KAMILA

AGAMA : ISLAM : :

KELUARGA

1. ISTRI 2. ANAK

STATUS : KAWIN

. .

II. PENDIDIKAN

1. UMUM 2.KEPOLISIAN 3.KEJURUAN

SD (1997) SMP (2000) SMA (2003)

AKPOL (2006)

PTIK (Angk 65) 1. IDIK TP.KORUPSI (INSPEKTUR) 2010 2. BAHASA MANDARIN 2011

3. ASSESSMENT JABATAN KASAT RESKRIM 2015

III.TMT KEPANGKATAN

1. IPDA : 14 Desember 2006 2. IPTU : 01 Januari 2010 3. AKP : 01 Januari 2013

. .

IV.RIWAYAT JABATAN:

1. 05-01-2007

NO.TMTMACAM JABATAN

PAMA POLRES ACEH BESAR

2 . 16-01-2007 KAUR BIN OPS SAT RESKRIM POLRES ACEH BESAR 3. 24-05-2007 KASUBBAG BIN OPS BAG OPS POLRES ACEH BESAR 4. 13-07-2007 KANIT OPSNAL SAT RESKRIM POLRES ACEH BESAR 5. 01-12-2007 KAPOLSEK LHOKNGA RESOR ACEH BESAR.

6. 27-08-2009 KASAT RESKRIM POLRES SABANG POLDA NAD 7. 17-12-2010 PANIT SUBDIT I DITRESKRIMUM POLDA ACEH (IVB21) 8. 17-02-2011 PANIT SUBDIT I DITRESKRIMUM POLDA ACEH

9. 05-08-2011 KASATRESKRIM POLRES ACEH TENGGARA POLDA ACEH 10. 09-05-2012 KASATRESKRIM POLRES LANGSA POLDA ACEH

11. 08-05-2014 PAMA RO SDM POLDA ACEH DLM RANGKA DIK STIK 12. 10-10-2014 KAURMIN SUBBAGRENMIN BID TI POLDA ACEH

13. 15-04-2015 BHAYANGKARA PENYELIA ADMINISTRASI BID TI POLDA ACEH 14. 18-08-2015 PAMA POLDA SUMUT(LULUSAN S1 STIK PTIK ANGKATAN 65) 15. 14-10-2015 PAMA POLRESTA MEDAN POLDA SUMUT

16. 31-10-2015 KANIT IDIK 5 SAT RESKRIM POLRESTA MEDAN

17. 10-06-2016 KASATRESKRIM POLRES LABUHAN BATU POLDA SUMUT 18. 02-06-2017 KASATRESKRIM POLRES LANGKAT

(14)

. .

. .

V.TANDA JASA YANG DIMILIKI

1. SL. DHARMA NUSA 2. SL. JANA UTAMA

3. SL. KESETIAAN VIII TAHUN

(15)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... xiii

DAFTAR ISI ... xv

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 11

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Manfaat Penelitian ... 12

E. Keaslian Penelitian ... 13

F. Kerangka Teori dan Konsep ... 15

1. Kerangka Teori ... 15

a. TeoriKewenangan (“Theorie van Bevoegheid”) ... 15

b. Teori Pengawasan ... 19

2. Kerangka Konsep ... 22

G. Metode Penelitian ... 25

1. Jenis Penelitian ... 25

2. Sifat Penelitian ... 26

3. Sumber Data ... 26

4. Teknik Pengumpulan Data ... 29

5. Analisis Data ... 29

(16)

BAB II : PROSEDUR OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PADA SEKTOR PERBANKAN TERHADAP BANK-BANK PEMERINTAH

DAN SWASTA ... 31

A. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ... 31

1. Visi dan Misi OJK ... 35

2. Tujuan OJK ... 36

3. Nilai-Nilai Strategis OJK ... 37

4. Fungsi dan Tugas OJK ... 38

5. Organisasi dan Kepegawaian OJK ... 39

6. Mekanisme Koordinasi Bank Indonesia & OJK ... 41

B. Pengaturan dan Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Terhadap Bank Pemerintah dan Swasta ... 44

1. Tujuan Pengaturan dan Pengawasan Bank ... 45

2. Kewenangan Pengaturan dan Pengawasan Bank ... 45

3. Sistem Pengawasan Bank ... 49

4. Sistem Informasi Perbankan (SIP) Dalam Rangka Mendukung Tugas Pengawasan Bank ... 51

5. Investigasi Perbankan ... 55

C. Tindak Pidana Perbankan Berdasarkan UU Perbankan dan UU Perbankan Syariah ... 58

1. Tindak Pidana Perbankan Berkaitan Dengan Perizinan .. 61

2. Tindak Pidana Perbankan Berkaitan Dengan Rahasia Bank ... 66

3. Tindak Pidana Perbankan Berkaitan Dengan Pengawasan Bank ... 74

4. Tindak Pidana Perbankan Berkaitan Dengan Kegiatan Usaha Bank ... 77

5. Tindak Pidana Perbankan Berkaitan Dengan Pihak Terafiliasi ... 89

(17)

6. Tindak Pidana Perbankan Berkaitan Dengan Pemegang Saham ... 91 7. Tindak Pidana Perbankan Berkaitan Dengan Ketaatan

Terhadap Ketentuan ... 92 D. Prosedur Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Pada

Sektor Perbankan Terhadap Bank-Bank Pemerintah dan Swasta ... 98

BAB III : FUNGSI PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM INDUSTRI PERBANKAN ... 108 A. Penyelidikan dan Penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Sebagai Fungsi Pengawasan Terhadap Bank-Bank Pemerintah ... 108 B. Masalah Penyidik Dalam Tindak Pidana Jasa Keuangan di

Indonesia ... 110 C. Tindak Pidana Korupsi Dalam Industri PerbankanYang

Berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) .. 115 D. Penyelidikan dan Penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Dalam Mencegah Tindak Pidana Korupsi Terhadap Bank- Bank Pemerintah ... 125

BAB IV : PERAN DAN FUNGSI OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM MELAKUKAN PENGAWASAN PERBANKAN PADA PT. BANK SUMUT UNTUK MENCEGAH TERJADINYA TINDAK PIDANA KORUPSI ... 131

(18)

A. PT. Bank Sumut Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sumatera Utara Berbadan Hukum Perseroan Terbatas ... 131 B. Pembahasan OJK Dalam Putusan Tipikor Pengadilan

Negeri Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn. Jo.

Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus- TPK/2017/PN.Mdn. ... 145 C. Analisis Putusan Tipikor Pengadilan Negeri Medan No.

93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus- TPK/2017/PN.Mdn.Berdasarkan Perspektif Peran dan Fungsi OJK Dalam Melakukan Pengawasan PT. Bank Sumut ... 154

1. Peraturan Direksi PT. Bank Sumut No. 003/Dir/Dum- LG/PBS/2011 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT. Bank Sumut Hanya Merupakan Peraturan Internal Bank Yang Tidak Termasuk Ke Dalam Jenis Peraturan Perundang-Undangan Sesuai Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ... 155 2. Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa di Instansi

Pemerintahan Tidak Dapat Dijadikan Acuan Dalam Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT. Bank Sumut Sebab Sumber Dananya Bukan Beban APBN dan APBD ... 161 3. PT. Bank Sumut Telah Menerima Hak Kenikmatan

(“Genot van Leaserechten”) Terhadap Perjanjian Sewa Menyewa Kendaraan Dinas dan Operasional Yang Merupakan Hubungan Keperdataan Yang Tidak Boleh Dimasuki Hukum Publik ... 179

(19)

4. Laporan Pertanggungjawaban Direksi Bank Sumut di Dalam RUPS Telah Diterima Oleh Pemegang Saham (ic. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota Bawahannya) dan Dinyatakan Acquit et de Charge (Pelepasan Pertanggungjawaban dan

Tuntutan Hukum) ... 182

BAB V : KESIMPULAN & SARAN... 191

A. Kesimpulan ... 191

B. Saran ... 193

DAFTAR PUSTAKA ... 195

(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kasus tindak pidana korupsi merupakan permasalahan besar di Indonesia yang menimbulkan kerugian negara yang sangat besar dan berpengaruh kepada turunnya kualitas kehidupan masyarakat mengganggu stabilitas ekonomi. Kasus tindak pidana korupsi di Indonesia sudah banyak terjadi, dan kasus yang muncul tidaklah sedikit.1

1. Kepolisian RI, kewenangan diberikan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut “KUHAP”);

Dalam kasus tindak pidana korupsi (selanjutnya disebut “Tipikor”), adapun pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, antara lain :

2

2. Kejaksaan RI, kewenangan diberikan berdasarkan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (selanjutnya disebut “UU Kejaksaan”);3

1 Chandra Ayu Astuti dan Anis Chariri, “Penentuan Kerugian Keuangan Negara Yang Dilakukan Oleh BPK Dalam Tindak Pidana Korupsi”, Diponegoro Journal of Accounting, Vol. 4, No.

3, 2015, hlm. 1.

2 Mengacu kepada Pasal 4 Jo. Pasal 6 KUHAP, bahwa “Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia bertindak sebagai penyelidik dan penyidik perkara pidana”. Jadi, Kepolisian RI berhak dan berwenang untuk menjadi penyelidik dan penyidik untuk setiap tindak pidana, termasuk namun tidak terbatas pada kasus tipikor.

3Kewenangan Kejaksaan RI untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan disebutkan dalam Pasal 30 UU Kejaksaan, bahwa “Kejaksaan berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang”. Kewenangan Kejaksaan RI ini contohnya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, UU Tipikor, dan UU KPK. Penjelasan Umum UU Kejaksaan, selanjutnya menjelaskan bahwa kewenangan Kejaksaan RI untuk melakukan penyidikan tindak pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa ketentuan undang-undang yang memberikan kewenangan kepada Kejaksaan RI untuk

(21)

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kewenangan diberikan berdasarkan Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut “UU KPK”);4

Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh undang-undang tersebut di atas, kepada setiap penyelidik dan penyidik untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tipikor, maka Kepolisian RI, Kejaksaan RI, dan KPK sama-sama mempunyai kewenangan dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan tipikor. Berbeda dengan kasus tindak pidana perbankan, adapun lembaga yang ditunjuk khusus oleh undang- undang untuk menjadi penyelidik dan penyidik dalam kasus tindak pidana perbankan, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (selanjutnya disebut “UU OJK”), bahwa : “OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”.

melakukan penyidikan. Dengan demikian, kewenangan Kejaksaan RI untuk melakukan penyidikan dibatasai pada tindak pidana tertentu yaitu yang secara spesifik diatur dalam undang-undang. Namun, terhadap kasus tipikor Kejaksaan RI mempunyai kewenangan untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.

4Kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan tipikor diberikan berdasarkan Pasal 6 UU KPK, bahwa KPK bertugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tipikor. Pasal 11 UU KPK selanjutnya membatasi bahwa kewenangan KPK untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dibatasi pada tipikor, yang : 1) Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tipikor yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara; 2) Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau 3) Menyangkut kerugian keuangan negara paling sedikit Rp. 1 miliar.

Kategori perkara tersebut di atas, juga dipertegas dalam Penjelasan Umum UU KPK. Dengan demikian, tidak semua perkara tipikor menjadi kewenangan KPK, tetapi terbatas pada perkara-perkara yang memenuhi persyaratan yang digariskan dalam Pasal 11 UU KPK.

(22)

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU OJK sebagaimana dikutip di atas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang mempunyai tugas regulasi (pengaturan) dan supervisi (pengawasan) terhadap seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Sektor jasa keuangan tersebut, meliputi : jasa keuangan di sektor perbankan; kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan; dan lembaga jasa keuangan lainnya.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, agar kegiatan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, haruslah juga diikuti dengan suatu sistem pengaturan dan pengawasan yang baik dan taat hukum.5 Di Indonesia, setelah disahkan dan diundangkannya UU OJK pada tanggal 22 November 2011, telah terjadi transformasi yang menyeluruh dan sistematis di dalam sistem pengaturan dan pengawasan di dalam sektor jasa keuangan, yaitu pengalihan fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut kepada OJK yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang untuk melakukan pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan terhadap industri jasa keuangan di Indonesia. Dengan demikian, seluruh kegiatan jasa keuangan sektor perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya ada di dalam kewenangan OJK.6

5Secara teoritis, sasaran pokok dari pengaturan dan pengawasan sektor finansial adalah untuk mendorong keamanan dan kesehatan lembaga-lembaga keuangan melalui evaluasi dan pemantau yang berkesinambungan, termasuk penilaian terhadap manajemen resiko, kondisi keuangan, dan kepatuhan terhadap undang-undang dan regulasi. Lihat : Sukarela Batunagar, “Jaring Pengaman Keuangan : Kajian Literatur dan Prakteknya di Indonesia”, Buletin Hukum Perbankan dan Kesentralan, Vol. 4, No.

3, Jakarta, Desember 2006, hlm. 2.

6Lihat : Pasal 1 angka 1 UU OJK.

(23)

Banyak yang menilai secara kelembagaan bahwa institusi OJK merupakan suatu lembaga “superbody”. Selain karena tugas kewenangannya yang sangat luas, sifat “superbody” OJK tercermin pada jumlah lembaga jasa keuangan yang diawasinya yaitu sekitar 2.608 lembaga jasa keuangan dan 642 mutual funds (reksadana).7 Selain itu, OJK telah mengelola dana yang terbilang besar, yaitu sekitar Rp. 7.500 trilyun atau setara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.8 Hal tersebut bukanlah hal yang mudah dilakukan, apalagi untuk setiap lembaga yang masih tergolong baru dan secara empiris bahwa konsep lembaga seperti OJK masih belum terbukti keberhasilannya di negara-negara maju sekalipun.9

Sejalan dengan fungsi dan kewenangannya yang bersifat “superbody” tersebut dapat dinilai bahwa OJK sebagai lembaga pengawas baru yang mempunyai tugas dan beban strategis kelembagaan yang berat, jelas memiliki sifat independensi yang tinggi dalam menjalankan kewenangannya. Hal tersebut dimaksudkan agar setiap regulasi dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK benar-benar objektif, tanpa dipengaruhi oleh intervensi dari pihak manapun dan untuk mencegah benturan kewenangan dan kepentingan antara berbagai faktor yang berinteraksi dalam menjalankan kewenangannya tersebut. Terhadap hal ini haruslah diwujudkan karena “concern”

7Mutual Funds atau Reksadana adalah sarana investasi yang sederhana dimana setiap orang dengan tujuan investasi jangka panjang yang sama mengumpulkan dana mereka.

8Harian Kompas, “Rahmat Waluyanto : OJK Bahas Struktur Organisasi”, diterbitkan pada hari Selasa, tanggal 07 Agustus 2012.

9Bank Indonesia, Era Baru Transformasi Bank Sentral, (Jakarta : Media Indonesia Publishing, 2010), hlm. 199.

(24)

dan tujuan utama pembentukan OJK sebagai lembaga atau otoritas pengatur dan pengawas adalah menyangkut kepercayaan masyarakat bagi sektor finansial.10

Adapun aspek independensi dari kewenangan dalam peraturan perundang- undangan yang diatur di dalam UU OJK tercantum dengan tegas dan jelas, yaitu OJK dibentuk dan dilandasi oleh prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, dan pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran (“fairness”).11 Kemudian, secara kelembagaan OJK berada di luar pemerintah atau dapat dimaknai bahwa OJK tidak menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan.12

“Untuk melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, OJK mempunyai wewenang melakukan pengawasan, pemeriksaan, Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) UU OJK juga menegaskan bahwa OJK merupakan lembaga yang independen dalam menjalankan tugas dan wewenangnya dan bebas dari campur tangan pihak atau lembaga negara lainnya, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas diatur di dalam UU OJK.

Dalam menjalankan tugas dan kewenangannya berdasarkan independensi dan bebas dari intervensi pihak manapun, salah satu tugas OJK adalah “Penyidikan” yang merupakan salah satu tugas pengawasan OJK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c UU OJK, yang berbunyi :

penyidikan

10Peran pengaturan dan pengawasan yang dilakukan oleh OJK harus diarahkan untuk menciptakan efisiensi, persaingan yang sehat, perlindungan konsumen, serta mekanisme pasar yang sehat. Untuk itu, pengaturan dan pengawasan harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan transparansi yang harus diterapkan sedemikian rupa untuk menciptakan suatu aktifitas dan transaksi ekonomi yang teratur, efisien, dan produktif dan menjamin adanya perlindungan nasabah dan masyarakat. Lihat : Tim Panitia Antar Departemen Rancangan Undang-Undang Tentang Otoritas Jasa Keuangan, “Naskah Akademik Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)”, 2010, hlm. 5.

11Penjelasan Umum Paragraf 9 UU OJK.

12Penjelasan Umum Paragraf 10 UU OJK.

, perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan

(25)

sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan”.

Wewenang OJK dalam melakukan penyidikan ini juga dipertegas dalam Pasal 49 ayat (1) UU OJK, yang berbunyi :

“Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia,Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagaipenyidik

a. “Menerima laporan, pemberitahuan, atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di sektor jasa keuangan;

sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”.

Adapun wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dimaksud pada tindak pidana perbankan berdasarkan Pasal 49 ayat (3) UU OJK, antara lain :

b. Melakukan penelitian atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;

c. Melakukan penelitian terhadap setiap orang yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

d. Memanggil, memeriksa, serta meminta keterangan dan barang bukti dari setiap orang yang disangka melakukan, atau sebagai saksi dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

e. Melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan;

f. Melakukan penggeledahan di setiap tempat tertentu yang diduga terdapat setiap barang bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang yang dapat dijadikan bahan bukti dalam perkara tindak pidana di sektor jasa keuangan;

g. Meminta data, dokumen, atau alat bukti lain, baik cetak maupun elektronik kepada penyelenggara jasa telekomunikasi;

h. Dalam keadaan tertentu meminta kepada pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan terhadap orang yang diduga telah melakukan tindak pidana di sektor jasa keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

i. Meminta bantuan aparat penegak hukum lain;

j. Meminta keterangan dari bank tentang keadaan keuangan pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

(26)

k. Memblokir rekening pada bank atau lembaga keuangan lain dari pihak yang diduga melakukan atau terlibat dalam tindak pidana di sektor jasa keuangan;

l. Meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di sektor jasa keuangan; dan

m. Menyatakan saat dimulai dan dihentikannya penyidikan”.

Dalam hal terjadinya dugaan tindak pidana di bidang perbankan yang dilakukan oleh orang dalam, terdapat beberapa undang-undang yang biasanya diterapkan, yaitu :

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, berdasarkan ketentuan KUHP yang biasa dipakai, misalnya Pasal 263 (Pemalsuan), Pasal 372 (Penggelapan), Pasal 374 (Penggelapan Dalam Jabatan), Pasal 378 (Penipuan), dan Pasal 362 (Pencurian), dan sebagainya;

2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut “UU Tipikor”), ketentuan ini biasanya diterapkan terhadap kasus yang menimpa bank pemerintah. UU Tipikor dipergunakan untuk memudahkan menjerat pelaku, mengenakan hukuman yang berat dan memperoleh uang pengganti atas kerugian negara;

3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (selanjutnya disebut “UU Perbankan”), ketentuan dalam UU Perbankan biasanya diterapkan apabila

(27)

Komisaris, Direksi, Pegawai, dan pihak terafiliasi dengan bank (“orang dalam”) atau orang yang mengaku menjalankan usaha bank sendiri sebagai pelakunya.

Kasus tindak pidana perbankan, bukan hanya tindak pidana yang terjadi di sektor perbankan, berdasarkan uraian tersebut di atas, ternyata terhadap bank-bank pemerintah termasuk PT. Bank Sumut sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota yang berada di bawahnya, berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) juga dapat dilakukan penyelidikan dan penyidikan terjadinya dugaan tipikor. Akan tetapi, siapa pihak yang berhak untuk melakukan penyidikan dugaan tipikor tersebut di PT. Bank Sumut, apakah Kepolisian RI, Kejaksaan RI, KPK, atau OJK sendiri? Seandainya pun benar (“quad non”), OJK berhak dan berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan tipikor di BUMN maupun di BUMD, maka terdapat tumpang tindih aturan, dimana OJK juga mempunyai kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pencegahan terjadinya “fraud”,tetapi disisi lain OJK berhak dan berwenang untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan tipikor pada bank. Namun, seyogyanya OJK hanya mempunyai kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana perbankan pada sektor jasa keuangan.

Dalam penelitian ini akan mengangkat contoh kasus yang dimulai dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa OJK Kantor Regional 5 terhadap PT. Bank Sumut pada tanggal 21 Ferbuari 2014 s.d. 21 Maret 2014 di Kantor Pusat PT. Bank Sumut, Jalan Imam Bonjol No. 18, Kota Medan. Pemeriksaan tersebut merupakan bentuk pengawasan terhadap PT. Bank Sumut tahun 2013. Adapun hasil

(28)

pemeriksaan ditemukan beberapa proses pengadaan yang tidak sesuai dengan SOP PT. Bank Sumut terhadap pekerjaan “Pengadaan Sewa Kendaraan Roda-4 (Mobil) Dinas dan Operasional PT. Bank Sumut Tahun 2013”, yaitu13

1. “HPS menggunakan harga penawaran dari salah satu peserta lelang;

:

2. Surat Perintah kerja (SPK) ditandatangani oleh Pelaksana Kepala Divisi Umum, sebelum kontrak ditandatangani;

3. Pekerjaan sewa kendaraan dilaksanakan sebelum kontrak ditandatangani;

4. Pengadaan sewa kendaraan tidak disertai analisis;

5. Salah satu peserta lelang kualifikasinya tidak sesuai;

6. Telah dilakukan pembayaran sebelum kontrak ditandatangani oleh Direksi;

7. Laporan Keuangan salah satu peserta lelang dinilai tidak akuntabel;

8. Penyediaan mobil tidak sesuai dengan jangka waktu”.

Terhadap temuan-temuan tersebut, PT. Bank Sumut memberikan tanggapan, sebagai berikut14

1. “Penyusunan HPS telah membandingkan harga dari 2 vendor dan yang diambil adalah harga yang menguntungkan Bank;

:

2. Pejabat PPK merupakan ex-officio dengan jabatan Divisi Umum;

3. Bank menerbitkan SPK berdasarkan persetujuan Direksi atas usulan pemenang lelang dari Panitia Lelang dan sesuai ketentuan SPK harus segera diterbitkan setelah habis masa sanggahan;

4. Analisis kajian sewa kendaraan mobil tidak dilakukan karena sudah menjadi kebijakan manajemen Bank sejak tahun 2007, tidak melakukan pengadaan kendaraan namun hanya sewa kendaraan saja;

5. CV. Surya Pratama terdaftar dan memiliki sertifikasi kompetensi dan kualifikasi dari Asosiasi Profesi ARDIN dengan Kualifikasi B;

6. Bank hanya menilai Laporan Keuangan CV. Surya Pratama sebelum pengadaan 294 unit mobil sehingga tidak mengetahui perubahan aset setelah pengadaan mobil;

7. Bank telah memperbaiki Kontrak yang dikembalikan menjadi 1 (satu) tahun sesuai dengan usulan pengadaan”.

13Keterangan Saksi Anton Purba, S.H., LL.M., dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn., tertanggal 16 Februari 2017 An. Terdakwa Drs. M. Yahya, hlm. 161.

14Keterangan Saksi Anton Purba, S.H., LL.M., dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn., tertanggal 16 Februari 2017 An. Terdakwa Drs. M. Yahya, hlm. 162.

(29)

Walaupun seluruh temuan-temuan Tim Pemeriksa OJK Kantor Regional 5 tersebut telah ditindaklanjuti oleh PT. Bank Sumut, namun ternyata terhadap pekerjaan “Pengadaan Sewa Kendaraan Roda-4 (Mobil) Dinas dan Operasional PT.

Bank Sumut Tahun 2013” yang dilaksanakan oleh beberapa pejabat-pejabat terkait pada PT. Bank Sumut telah dinyatakan bersalah melakukan “Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-Sama” berdasarkan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn., tertanggal 16 Februari 2017 Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 6/Pid.Sus- TPK/2017/PT.Mdn., tertanggal 02 Juni 2017 An. Terdakwa/Terbanding Drs. M.

Yahya yang telah berkekuatan hukum tetap (“inkracht”). Di dalam putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut, amarnya berbunyi :

1. “Menyatakan Terdakwa Drs. M. Yahya, tersebut di atas terbukti secara sah dan meyakinkan bersalam melakukan Tindak Pidana Korupsi Secara Bersama-Sama sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Primer;

2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda sejumlah Rp. 200.000.000,- (Dua Ratus Juta Rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan;

3. Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;

5. Menyatakan barang bukti, berupa : A sampai dengan M dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk digunakan dalam perkara Irwan Pulungan, S.Sos;

6. Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara untuk tingkat pertama sejumlah Rp. 5.000,- (Lima Ribu Rupiah) dan tingkat banding sejumlah Rp. 2.500,- (Dua Ribu Lima Ratus Rupiah)”.

Jika hasil temuan OJK sebagai lembaga pengawas perbankan yang telah ditindaklanjuti tersebut tidaklah dapat menghindari PT. Bank Sumut dari penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan oleh Penyidik, maka untuk apa OJK melakukan

(30)

pengawasan. Pengawasan yang sudah dilakukan dan terhadap temuannya telah diakui kebenarannya serta dinyatakan tidak lagi menjadi suatu masalah hukum, maka pengawasan tersebut sungguh tidak ada kegunaannya. Penelitian ini mencoba mengkaji dan menganalisis sejauh mana peran OJK dalam melakukan pengawasan perbankan terhadap PT. Bank Sumut untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Dengan demikian, berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, maka penelitian berjudul : “Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perbankan Untuk Mencegah Tindak Pidana Korupsi di PT. Bank Sumut (Studi : Putusan Tipikor Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mdn)”, layak untuk dikaji lebih lanjut.

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang timbul dalam penelitian ini dapat dirumuskan, sebagai berikut :

1. Bagaimana prosedur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan pada sektor perbankan terhadap bank-bank pemerintah maupun swasta?

2. Bagaimana fungsi penyelidikan dan penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mencegah tindak pidana korupsi dalam industri perbankan?

3. Bagaimana peran dan fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan perbankan pada PT. Bank Sumut dalam Putusan Tipikor

(31)

Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mdn?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka adapun tujuan penelitian ini dilakukan, sebagai berikut :

1. Untuk mengkaji dan menganalisisprosedur Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan pada sektor perbankan terhadap bank-bank pemerintah maupun swasta;

2. Untuk mengkaji dan menganalisis fungsi penyelidikan dan penyidikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat mencegah tindak pidana korupsi dalam industri perbankan;

3. Untuk mengkaji dan menganalisisperan dan fungsi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam melakukan pengawasan perbankan pada PT. Bank Sumut dalam Putusan Tipikor Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus- TPK/2016/PN.Mdn. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus- TPK/2017/PN.Mdn.

D. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, sebagai berikut :

1. Secara Teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan dalam hal kajian ilmu hukum, khususnya hukum perbankan

(32)

dalam hal peran OJK dalam melakukan pengawasan terhadap bank sebagai upaya untuk mencegah terjadinya tindak pidana.

2. Secara Praktis

a. Sebagai salah satu syarat bagi Penulis untuk menyelesaikan studi di Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

b. Sebagai bahan informasi bagi para akademisi dan masyarakat sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi penelitian lanjutan.

c. Sebagai bahan masukan bagi penegak hukum, khususnya Tim Pemeriksa OJK Kantor Regional 5 dalam melakukan pemeriksaan terhadap PT. Bank Sumut sebagai bentuk pelaksanaan tugas pengawasan yang dilakukan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan informasi dan penelusuran studi kepustakaan, khususnya pada lingkungan Perpustakaan Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian dengan judul “Peran Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perbankan Untuk Mencegah Tindak Pidana Korupsi di PT. Bank Sumut (Studi : Putusan Tipikor Pengadilan Negeri Medan No. 93/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn. Jo. Putusan Pengadilan Tinggi Medan No. 06/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Mdn)” tidak pernah dilakukan.

Namun, dalam rumusan masalah yang berbeda ditemukan beberapa penelitian, sebagai berikut :

(33)

1. Tesis berjudul : “Aspek Hukum Penyertaan Modal Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Pada PT. Bank Sumut”, ditulis oleh Fitri Susanti Nasution (Nim. 097005009/HK), lulus pada 21 Juni 2011. Adapun kajiannya dalam tesis dimaksud, sebagai berikut :

a. Pengaturan mengenai penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada PT. Bank Sumut;

b. Tanggung jawab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sehubungan dengan penyertaan modal pada PT. Bank Sumut; dan

c. Ketentuan atau kebijakan mengenai pembagian deviden pada PT. Bank Sumut dari penyertaan modal yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sebagai pemegang saham setiap tahunnya.

2. Tesis berjudul : “Analisis Hukum Upaya Bank Dalam Mencegah dan Menyelesaikan Kredit Macet (Studi Pada PT. Bank Sumut)”, ditulis oleh Sry Kartika (Nim. 087005133/HK), lulus pada 20 Januari 2012. Adapun kajian dalam tesis dimaksud, sebagai berikut :

a. Faktor-faktor penyebab terjadinya kredit macet;

b. Pengaturan hukum di bidang perbankan terkait upaya bank dalam mencegah dan menyelesaikan kredit macet; dan

c. Pencegahan dan penyelesaian kredit macet pada PT. Bank Sumut.

Penulisan penelitian ini memiliki rumusan masalah dan tujuan penelitian yang berbeda. Begitu juga dengan kajiannya, mengenai peran OJK dalam melakukan pengawasan perbankan guna pencegahan tindak pidana korupsi di PT. Bank Sumut.

(34)

Penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah berupa isi dan contoh- contoh kasus yang dipaparkan.

F. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori

Dalam penelitian ini telah mengangkat 3 (tiga) permasalahan pokok, yaitu apakah fungsi penyelidikan dan penyidikan OJK dapat mencegah tindak pidana korupsi dalam industri perbankan, atau tidak; prosedur OJK dalam melakukan pengawasan sektor perbankan terhadap bank-bank pemerintah maupun swasta; dan peran dan fungsi OJK dalam melakukan pengawasan perbankan pada PT. Bank Sumut untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Oleh karenanya, teori hukum yang akan digunakan sebagai pisau analisis untuk menjawab permasalahan- permasalahan tersebut, antara lain : Teori Kewenangan (“Theorie van Bevoegheid”);

dan Teori Pengawasan.

a. Teori Kewenangan (“Theorie van Bevoegheid”)

Teori kewenangan dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yang menyatakan bahwa : “Dalam hukum tata negara, wewenang (“bevoegheid”) dideskripsikan sebagai kekuasaan hukum (“rechtsmacht”). Jadi, dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan”.15

15Philipus M. Hadjon, “Tentang Wewenang”, Yuridika No. 5 & 6, Tahun XII, September – Desember 1997, hlm. 1.

Menurut F.P.C.L. Tonner dalam Ridwan HR, berpendapat : “Overheidsbevoegheid wordt in dit verband opgevad als het

(35)

vermogen om positief recht vast te srellen en Aldus rechtsbetrekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen”. Terjemahan bebas : “Kewenangan pemerintah dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum positif, dan dengan begitu dapat diciptakan hubungan hukum antara pemerintahan dengan warga negara”.16 Menurut Ferrazi, mendefinisikan kewenangan sebagai hak untuk menjalankan satu atau lebih fungsi manajemen, yang meliputi pengaturan (regulasi dan standarisasi), pengurusan (administrasi) dan pengawasan (supervisi) atau suatu urusan tertentu.17

Adapun unsur-unsur kewenangan, terdiri dari18

1) “Pengaruh adalah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk mengendalikan perilaku subjek hukum;

:

2) Dasar Hukum adalah bahwa wewenang itu selalu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya; dan

3) Konformitas Hukum mengandung makna adanya standar wewenang, yaitu standar umum (semua jenis wewenang) dan standar khusus (untuk jenis wewenang tertentu)”.

Adapun macam-macam kewenangan, terdiri dari19

1) “Atribusi adalah wewenang yang diberikan atau ditetapkan untuk jabatan tertentu. Dengan demikian wewenang atribusi merupakan wewenang yang melekat pada suatu jabatan.

:

2) Pelimpahan, terdiri dari :

a) Delegasi adalah wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ pemerintah kepada organ lain dengan dasar peraturan perundang-undangan;

16Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Rajawali Press, 2006), hlm. 100.

17Ganjong, Pemerintah Daerah Kajian Politik dan Hukum, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2007), hlm. 93.

18Henc van Maarseveen, Bevoegheid, dimuat dalam P.W.C. Akkermans, et.al., Algemene Bigrippen van Staatsrecht, Tjeenk Willink, 1985, hlm. 49, diuraikan pula dalam makalah Philipus M.

Hadjon, Op.cit., hlm. 2.

19Ridwan HR, Op.cit., hlm. 101-102.

(36)

b) Mandat adalah wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah (atasan bawahan)”.

Perbedaan pelimpahan kewenangan delegasi dan mandat, dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1

Perbedaan Pelimpahan Kewenangan Antara Delegasi dan Mandat

Mandat Delegasi

Prosedur Pelimpahan Dalam hubungan rutin atasan bawahan: hal biasa kecuali dilarang tegas

Dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain: dengan peraturan perundang-undangan

Tanggungjawab Jabatan dan Tanggung Gugat

Tetap pada pemberi mandat Tanggungjawab jabatan dan tanggung gugat beralih kepada delegataris

Kemungkinan si pemberi

menggunakan wewenang itu lagi

Setiap saat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu

Tidak dapat mengguakan wewenang itu lagi kecuali setelah ada

pencabutan dengan berpegang pada asas “contraries actus”

Tata Naskah Dinas a.n., u.b., a.p. Tanpa a.n. dll (langsung)

Sumber : Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Rajawali Press, 2006), hlm. 107.

Sifat kewenangan terdiri dari20

1) “Kewenangan Terikat, apabila peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan bagaimana kewenangan tersebut dapat digunakan.

:

2) Kewenangan Fakultatif, terjadi dalam hal badan tata usaha negara tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan.

3) Kewenangan Bebas, apabila peraturan dasarnya memberikan kebebasan kepada badan tata usaha negara untuk menentukan mengenai isi dari keputusan yang akan dikeluarkan. Kewenangan tersebut oleh Philipus M.

Hadjon dibagi menjadi 2 (dua), yakni : kewenangan untuk memutus secara mandiri dan kewenangan kebebasan penilaian terhadap tersamar”.

20Ibid., hlm. 78-79.

(37)

Dikaitkan dengan penelitian ini, maka Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, mempunyai fungsi, tugas atau wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan di sektor jasa keuangan seperti perbankan, terkhususnya bank-bank pemerintah dan swasta, bank syariah dan konvensional, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan jasa keuangan lainnya. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) pengawasannya dilakukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal – Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan dialihkan kepada OJK pada akhir tahun 2012, sedangkan pengawasan bank yang dahulunya menjadi tugas atau wewenang BI dialihkan kepada OJK pada akhir tahun 2013.21

Wewenang OJK dalam pengaturan berdasarkan ketentuan Pasal 8 UU OJK, ketentuanini berlaku secara umum di sektor jasa keuangan salah satunya di sektor perbankan, baik bank konvesional maupun bank syariah mengenai hal-hal dalam menetapkanperaturan pelaksanaan UU OJK di sektor jasa keuangan khususnya perbankan, menetapkan peraturan mengenai pengawasan dan keputusan OJK,menetapkan kebijakan pelaksanaan tugas OJK mengenai tata cara penetapan perintahtertulis, pengelola statuter, struktur organisasi dan infrastruktur, mengelola,memelihara, menatausahakan kekayaan dan kewajiban serta menetapkan peraturanmengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

21Ichsan Ferdinan S., “Kewenangan Bank Indonesia Setelah Disahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan”, Privat Law, Edisi 02 Juli – Oktober 2013, hlm. 5-12.

(38)

b. Teori Pengawasan

Menurut Kusnadi, definisi pengawasan, adalah sebagai berikut22

Menurut Abdurrahmat Fathoni mendefinisikan pengawasan bahwa :

“Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan aparat atauunit bertindak atas nama pimpinan organisasi dan bertugasmengumpulkan segala data dan informasi yang diperlukan olehpimpinan organisasi untuk menilai kemajuan dan kemunduran dalampelaksanaan pekerjaan”.

:

“Pengawasan adalah memantau atau memonitor pelaksanaan rencana apakah telah dikerjakan dengan benar atau tidak atau suatuproses yang menjamin bahwa tindakan telah sesuai denganrencana. Pengawasan tidak akan dapat dilakukan jika tidak adarencana dan rencana akan menjadi kenyataan jika ditindaklanjuti oleh pengawasan”.

23 Sedangkan, menurut Hendry Fayol yang dikutip oleh Sofyan menyatakan definisi pengawasan, sebagai berikut : “Pengawasan mencakup upaya memeriksa apakah semua terjadi sesuatu dengan rencana yang ditetapkan, perintah yang dikeluarkan dan prinsip dianut. Juga dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan dan kesalahan agar dapat dihindari kejadiannya di kemudian hari”.24

Lebih lanjut, menurut Kadarman menyatakan definisi pengawasan adalah sebagai berikut25

“Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untukmenetapkan kinerja standar pada perencanaan untukmerancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkankinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untukmenetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut,serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untukmenjamin bahwa

:

22Kusnadi, Pengantar Manajemen Konseptual dan Perilaku, (Malang : Universitas Brawijaya,1999), hlm. 265.

23Abdurrahmat Fathoni, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Bandung : Rineka Cipta, 2006), hlm. 30.

24Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Aktiva Tetap, Ed. Ke-3, (Jakarta : Raja Grafindo,2004), hlm. 12.

25Kadarman, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta : Prenhallindo,2001), hlm. 159.

(39)

semua sumber daya perusahaan telahdigunakan seefektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuanperusahaan”.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan hal penting dalammenjalankan suatu perencanaan.

Dengan adanya pengawasanmaka perencanaan yang diharapkan dapat terpenuhi dan berjalandengan baik. Tanpa adanya pengawasan dari pihak pimpinan/atasanmaka perencanaan yang telah ditetapkan akan sulit diterapkan olehbawahan dengan baik.

Sehingga tujuan yang diharapkan akan sulitterwujud.

Disarikan dari pendapat Koontz, et.al., tentang teknik pengawasan, terdapat dua cara untuk memastikan pegawai merubah tindakan/sikapnya yang telah mereka lakukan dalam bekerja, yaitu dengan dilakukannya pengawasan langsung (direct control) dan pengawasan tidak langsung (indirect control). Pengawasan langsung diartikan sebagai teknik pengawasan yang dirancang bangun untukmengidentifikasi dan memperbaiki penyimpangan rencana. Dengandemikian pada pengawasan langsung ini, pimpinan organisasi mengadakanpengawasan secara langsung terhadap kegiatan yang sedang dijalankan,yaitu dengan cara mengamati, meneliti, memeriksa dan mengecek sendirisemua kegiatan yang sedang dijalankan tadi. Tujuannya adalah agarpenyimpangan-penyimpangan terhadap rencana yang terjadi dapatdiidentifikasi dan diperbaiki. Menurut Koontz, et.al, pengawasan langsungsangat mungkin dilakukan apabila tingkat kualitas para pimpinan danbawahannya rendah.26

26O’Donnel Koontz dan Weihrich, Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta : Rajawali, 2001).

(40)

Dari pendapat Koontz, et.al., di atas, menurut Viktor M. Situmorang dan Jusuf Juhir mengklasifikasikan teknik pengawasan berdasarkan berbagai hal, yaitu27

1) “Pengawasan Langsung dan Pengawasan Tidak Langsung

:

a) Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang dilakukan secara pribadi oleh pimpinan atau pengawas dengan mengamati, meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot” di tempat pekerjaan, dan menerima laporan-laporan secara langsung pula dari pelaksana. Hal ini dilakukan dengan inspeksi.

b) Pengawasan Tidak Langsung, diadakan dengan mempelajari laporan- laporan yang diterima dari pelaksana, baik lisan maupun tertulis, mempelajari pendapat-pendapat masyarakat dan sebagainya tanpa pengawasan “on the spot”.

2) Pengawasan Preventif dan Represif

a) Pengawasan Preventif dilakukan melalui pre-audit sebelum pekerjaan dimulai. Misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan-persiapan, rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lain.

b) Pengawasan Represif, dilakukan melalui post-audit, dengan pemeriksaan terhadap pelaksanaan di tempat (inspeksi), meminta laporan pelaksanaan dan sebagainya.

3) Pengawasan Intern dan pengawasan Ekstern

a) Pengawasan Intern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi itu sendiri. Pada dasarnya pengawasan harus dilakukan oleh pucuk pimpinan sendiri. Setiap pimpinan unit dalam organisasi pada dasarnya berkewajiban membantu pucuk pimpinan mengadakan pengawasan secara fungsional sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

b) Pengawasan Ekstern, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dari luar organisasi sendiri, seperti halnya pengawasan di bidang keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang meliputi seluruh Aparatur Negara dan Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara terhadap departemen dan instansi pemerintah lain”.

Pengawasan yang dilakukan OJK terhadap manajemen operasional bank untuk menetapkan status dan tindak lanjut pengawasan bank, terdiri dari28

27Viktor M. Situmorang dan Jusuf Juhir, Pengawasan, (Jakarta : Gunung Agung, 1994), hlm.

27.

:

(41)

1) Pengawasan Normal, dilakukan terhadap bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya.

2) Pengawasan Intensif, jika memenuhi salah satu kriteria KPMM kurang dari 8%, rasio modal inti (tier 1) kurang dari persentase tertentu yang ditetapkan oleh OJK, rasio GWM dalam rupiah kurang dari 5%, rasio kredit bermasalah (non performing loan) secara neto lebih dari 5% dari total kredit, tingkat kesehatan bank dengan peringkat komposit 4 atau 5, peringkat komposit 3 dan GCG peringkat 4.

3) Pengawasan Khusus, dengan kriteria rasio KPMM kurang dari 8%, rasio GWM dalam rupiah kurang dari 5%.

Mengenai wewenang OJK dalam pengaturan dan pengawasan terhadap bank yangcukup luas sehingga dalam penelitian ini perlu dibatasi bahwa yang akan diteliti olehpenulis adalah pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan bank oleh OJK Kantor Regional 5 terhadap Kantor Pusat PT. Bank Sumut yang merupakan salah satu Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang beroperasi di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

2. Kerangka Konsep

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi sesuatu yang konkrit, yang

28Pasal 2 Jo. Pasal 3 Jo. Pasal 4 Jo. Pasal 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.

15/POJK.03/2017 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Umum.

(42)

disebut dengan definisi operasional.29 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (“dubius”) dari satu istilah yang dipakai.30

a. Peran adalah proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah- pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya.

Adapun konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

31

b. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam UU OJK.32

c. Pengawasan yang dilakukan OJK, merupakan kewenangan untuk33

1) “Menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan;

:

2) Mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;

3) Melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,

29Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hlm. 10.

30Tan Kamello, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fidusia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (PPs-USU), Medan, 2002, hlm. 55.

31Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : Rajawali Press, 2009), hlm. 212- 213.

32Pasal 1 angka 1 UU OJK.

33Pasal 9 UU OJK.

(43)

pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;

4) Memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

5) Melakukan penunjukan pengelola statuter;

6) Menetapkan penggunaan pengelola statuter;

7) Menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan; dan

8) Memberikan dan/atau mencabut : izin usaha, izin orang perseorangan;

efektifnya pernyataan pendaftaran; surat tanda terdaftar; persetujuan melakukan kegiatan usaha; pengesahan; persetujuan atau penetapan pembubaran; dan penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan”.

d. Perbankan adalah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, menyangkut kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.34

e. Pencegahan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), adalah proses, cara, tindakan mencegah atau tindakan menahan agar sesuatu tidak terjadi.

Dengan demikian, pencegahan merupakan tindakan. Pencegahan identik dengan perilaku.35

f. Tindak Pidana Korupsi adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa yang melanggar larangan tersebut, selanjutnya ia menyatakan menurut wujudnya atau sifatnya, tindak pidana itu adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum dan juga merugikan masyarakat dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan

34Pasal 1 angka 1 UU Perbankan.

35 Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

(44)

terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik dan adil.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan akan menjadi suatu tindak pidana, apabila perbuatan itu : melawan hukum, merugikan masyarakat, dilarang oleh aturan pidana, pelakunya diancam dengan pidana.36

g. PT. Bank Sumut adalah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota bawahannya yang berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) didirikan berdasarkan hukum Negara Republik Indonesia, berkedudukan di Jalan Imam Bonjol No. 18, Kota Medan.

Dalam penelitian ini, khususnya membahas mengenai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam sanksi pidana sesuai UU Tipikor.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penggunaan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) dikarenakan penelitian ini dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder.37

36 Mulyatno dalam Faisal Salam, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, (Bandung : Pustaka, 2004), hal. 84.

37 Mengenai istilah penelitian hukum normatif, tidak terdapat keseragaman diantara para ahli hukum. Diantara pendapat beberapa ahli hukum dimaksud, yakni :

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001), hlm. 13-14);

Soetandyo Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum doktrinal (Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya, Editor : Ifdhal Kasim et.al., (Jakarta : Elsam dan Huma, 2002), hlm. 147);

Referensi

Dokumen terkait

Namun teori Dependensi Efek Komunikasi Massa mampu menjelaskan mengenai pengaruh positif yang ada antara terpaan berita kasus pembunuhan pada remaja di media massa

Brand Awareness Pada Generasi Z (Studi Kasus Pada Radio Play99ers 100 FM Bandung)”. Maka dengan itu penulis memberikan saran yang dapat menjadi bahan

Bolabasket adalah permainan olahraga yang dilakukan secara berkelompok, terdiri atas 2 tim yang beranggotakan masing-masing 5 orang yang saling bertanding dengan

Gagasan tersebut lantas menimbulkan sebuah kontroversi di tengah-tengah pengharaman prostitusi yang sudah ditetapkan hukumnya dalam nash (Al-Qur’an dan As-Sunnah).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh nasabah yang sedang melakukan pengambilan kredit dan telah melakukan pengambilan kredit pada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

Walaupun dalam fikih terdapat empat mazhab besar, tetapi dalam penelitian ini penulis membagi mazhab tersebut menjadi dua, dengan alasan adalah ulama Mazhab

Arah Pembangunan Bidang Politik Dalam Negeri RPJPN 2005-2025 PENYEMPURNAAN STRUKTUR POLITIK PENATAAN PERAN NEGARA & MASYARAKAT PENATAAN PROSES POLITIK PENGEMBANGA N BUDAYA

Bukan suatu hal yang baru lagi bahwa tempat ini menjadi salah satu tempat wisata yang wajib dikunjungi bagi para wisatawan yang berkunjung ke Cina.. Tembok besar Cina