• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, dan Stres Akademik Terhadap School Well-being pada Siswa Sekolah Menengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Hubungan Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, dan Stres Akademik Terhadap School Well-being pada Siswa Sekolah Menengah"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Psikologi Talenta Mahasiswa Volume 1, No 2, Oktober 2021

e-ISSN 2807-789X

Hubungan Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, dan Stres Akademik Terhadap School Well-being

pada Siswa Sekolah Menengah

Dean Permata Sari1*, Fadhilah Febrianti Widyasari2, Ivani Zulvia Jelita3, Syahnur Rahman4

1,2,3,4Program Studi Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia

* E-mail:deanpermatasr@upi.edu

Abstract

The implementation of school well-being is important in every school. School well- being crisis could impact students’ laziness to attend school and even juvenile delinquency. The purpose of this study was to identify the relationship between the variables of learning motivation, peer relations, and academic stress on school well- being. The method used for this research is a literature study. Article searches were performed using Harzing's Publish or Perish software and Google Scholar and ScienceDirect sites. The result of this study showed that there is a relationship between the independent variables and the dependent variable. Learning motivation and peer relation have a linear relationship with school well-being, whereas academic stress has an inversely proportional relationship with school well-being. Therefore, school is expected to create a comfortable and safe environment to increase learning motivation, establish a good peer relation, and minimize academic stress

Keyword: School Well-being, Learning Motivation, Peer Relationship, Academic Stress.

Abstrak

School well-being atau kesejahteraan sekolah merupakan hal yang penting untuk diterapkan di setiap sekolah. Krisis kesejahteraan sekolah bisa berdampak pada kemalasan siswa untuk datang ke sekolah sampai terjadinya kenakalan remaja.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel motivasi belajar, relasi antar teman sebaya, dan stres akademik terhadap school well-being.

Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Pencarian artikel dilakukan dengan menggunakan software Harzing’s Publish or Perish, laman Google Scholar dan Science Direct. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antar variabel independen dan variabel dependen. Motivasi belajar dan relasi teman sebaya memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan school well-being, sedangkan stres akademik memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan school well-being.

Maka dari itu, sekolah diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan sejahtera agar siswa dapat meningkatkan motivasi belajar, membangun hubungan relasi teman sebaya yang baik, dan meminimalisir stres akademik.

(2)

129 Kata kunci: School Well-being, Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, Stres

Akademik.

PENDAHULUAN

Beberapa dekade ke belakang, marak kasus siswa yang seringkali memilih mogok sekolah.

Fenomena tersebut dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah rendahnya motivasi belajar, hubungan dengan teman sebaya dan guru yang buruk, stres akademik, dan masalah keluarga. Namun, semua itu bisa dihindari jika sekolah menerapkan program kesejahteraan sekolah yang merupakan keadaan di mana sekolah memberikan kenyamanan dan keamanan pada siswa (Ampuni & Andayani, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ampuni & Andayani (2015), terdapat dua siswa yang memiliki masalah di sekolah dan mendapat penanganan yang berbeda dari sekolah mereka masing-masing. Siswa A mengalami kecemasan akibat dimarahi oleh guru sehingga ia memutuskan untuk mogok sekolah. Namun sekolah siswa A tidak tinggal diam. Mereka memberikan dukungan kepada siswa A sehingga masalah terselesaikan. Kasus yang kedua adalah siswa B. Ia memilih mogok sekolah karena memiliki hubungan yang kurang baik dengan teman sebayanya. Namun, penanganan sekolah siswa B kurang mendukung. Permasalahan tersebut tidak terselesaikan sehingga mengharuskan siswa B pindah sekolah. Oleh karena itu penerapan school well-being merupakan hal yang penting.

Terdapat beberapa variabel yang memiliki hubungan positif dengan school well-being siswa.

Dari sekian banyaknya variabel yang ada, kami memilih tiga variabel untuk diteliti. Variabel pertama adalah motivasi belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Maria & Astuti (2020) menunjukkan hasil bahwasannya motivasi belajar memiliki hubungan yang positif, signifikan, dan saling berpengaruh antara satu sama lain terhadap school well-being. Meningkatnya school well-being, akan diiringi oleh meningkatnya motivasi belajar pada diri siswa yang bersangkutan (Hasanah & Sutopo, 2020). Variabel yang kedua adalah hubungan teman sebaya (peer relationship). Penelitian yang dilakukan oleh Faizah, dkk. (2020) menyatakan bahwa hubungan antar teman sebaya memiliki peran paling besar dalam membentuk kesejahteraan siswa di sekolah. Selain meningkatkan well-being, penelitian yang dilakukan oleh Moore, dkk (2018) keterhubungan antar teman sebaya di sekolah juga dapat meningkatkan kesehatan mental siswa.

Variabel yang ketiga adalah stres akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Evans, dkk. (2018) menyatakan bahwa cara remaja mengatasi stres di sekolah secara signifikan terkait dengan kepribadian. Adanya kesadaran dalam memprediksi kepuasan sekolah, dan ekstraversi (positif)

(3)

130 dan neurotisisme (negatif) memprediksi kebahagiaan subjektif.

Penelitian terdahulu banyak meneliti hubungan dari masing-masing variabel motivasi belajar, teman sebaya, dan stres akademik dengan school well-being. Namun, berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan, belum terdapat penelitian yang membahas hubungan antara ketiga variabel tersebut dengan school well-being. Sehingga, kami tertarik untuk melakukan penelitian terkait hubungan antara motivasi belajar, hubungan teman sebaya, dan stres akademik dengan school well-being.

School well-being merupakan hak setiap siswa. Menurut Rasyid (2021) menciptakan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman merupakan hal yang penting untuk diperhatikan oleh seluruh warga sekolah demi kelancaran belajar peserta didik. School well-being dibentuk oleh empat dimensi, yaitu having, loving, being, dan health. Dimensi having merupakan kondisi sekolah berupa lingkungan fisik sekolah. Dimensi ini dapat dinilai dari tingkat kenyamanan, keamanan, sampai kebersihan. Dimensi loving adalah hubungan sosial. Hubungan sosial pada dimensi ini meliputi hubungan antara siswa dan guru, pertemanan antar siswa, dinamika kelompok, kasus perundungan, sampai suasana organisasi di sekolah.

Dimensi yang ketiga adalah dimensi being atau pemenuhan diri. Dimensi ini dapat diukur dari bagaimana sekolah menawarkan pemenuhan diri untuk siswanya, seperti bagaimana siswa berprestasi di sekolah, partisipasi siswa dalam kegiatan sekolah, dan pengambilan keputusan terkait sekolah. Lalu yang keempat adalah dimensi health atau kesehatan. Dimensi ini dilihat dari aspek fisik dan mental. Aspek fisik dilihat dari kondisi tubuh seseorang dari perspektif kedokteran sedangkan aspek mental dilihat dari perasaan yang dialami seseorang. Implementasi dari keempat dimensi tersebut dapat dilakukan di setiap institusi pendidikan guna memberikan kenyamanan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi para siswa.

Beberapa penelitian terdahulu yang telah mengkaji hubungan antara masing masing variabel motivasi belajar, hubungan teman sebaya, dan stres akademik dengan school well- being. Untuk mengetahui hubungan antara keempat variabel tersebut tentunya perlu dilakukan kajian yang mendalam terkait masing-masing variabel.

Motivasi belajar

Kajian yang pertama terkait variabel motivasi belajar. Dalam Hasanah & Sutopo (2020) terdapat gagasan yang diungkapkan oleh David McClelland terkait definisi motivasi belajar.

Menurut David McClelland, motivasi belajar merupakan pelajaran dalam hidup yang membuat

(4)

131 individu merasa terdorong untuk menjadi lebih unggul atau berprestasi. Adapun definisi motivasi belajar menurut Wlodkowski (Hasanah & Sutopo, 2020) adalah proses internal dalam diri individu yang menyebabkan individu merasa bergairah atau semangat dalam belajar.

Motivasi merupakan proses yang melibatkan energi. Oleh karena itu, Maria & Astuti (2020) mengungkapkan bahwa motivasi belajar terbagi atas dua jenis, yaitu motivasi intrinsik, yaitu dorongan berasal dari dalam diri dan motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan berasal dari luar diri.

Selain itu, Worell dan Stiwell (Hasanah & Sutopo, 2020) mengungkapkan bahwa terdapat enam aspek yang membentuk motivasi belajar individu, yaitu: (a) Tanggung jawab. Merupakan bentuk kesadaran individu atas kewajiban yang harus dilakukan. Tingkat motivasi belajar berbanding lurus dengan rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh individu atau siswa. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, akan merasa bertanggung jawab atas tugas yang dikerjakan dan tidak akan mengabaikan tugas tersebut; (b) Tekun. Merupakan kemampuan individu untuk bertahan walaupun merasa tertekan dan kesulitan saat melaksanakan kewajiban.

Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi cenderung akan terus berjuang dan tidak mudah menyerah saat menjalankan kewajibannya; (c) Usaha. Merupakan kegiatan mengeluarkan semua kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mencapai tujuan tertentu. Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi tentunya akan melakukan usaha yang lebih banyak daripada siswa dengan motivasi belajar yang rendah; (d) Umpan balik. Merupakan tanggapan atau respon yang diberikan oleh orang lain terhadap hasil pekerjaan individu yang bersangkutan. Siswa dengan motivasi yang tinggi cenderung menyukai umpan balik yang diterima atas hasil pekerjaannya;

(e) Waktu. Merupakan kemampuan individu untuk mengelola waktu yang dimiliki dalam melaksanakan kewajiban. Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi cenderung akan mengerjakan tugas dengan cepat, sehingga tidak membuang banyak waktu; (f) Tujuan.

Merupakan target yang dimiliki oleh individu. Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi cenderung dapat menetapkan tujuan yang realistis, memiliki keselarasan antara kemampuan dan keinginan.

Berikut adalah beberapa contoh penelitian terdahulu telah mengungkapkan hubungan antara motivasi belajar dengan school well-being:

Penelitian terkait hubungan motivasi belajar dengan school well-being dilakukan oleh Maria

& Astuti (2020) dengan judul artikel School Well-being with Student Learning Motivation in Active Students in Extracurricular Activities at X Senior High Schools in North Jakarta Region dan Hasanah & Sutopo (2020) dengan judul artikel Pengaruh School Well- Being terhadap

(5)

132 Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah. Kedua artikel ini berisi tentang motivasi belajar dan school well-being yang menunjukkan bahwa motivasi belajar dengan school well-being memiliki hubungan yang positif, signifikan, dan saling memengaruhi satu sama lain. Sehingga, semakin tinggi kesejahteraan sekolah siswa, maka semakin tinggi pula motivasi belajarnya.

Rehman, dkk (2020) pun melakukan penelitian yang diberi judul Linking Burnout to Psychological Well-being: The Mediating Role of Social Support and Learning Motivation.

Artikel ini berisi tentang hubungan motivasi belajar dengan burnout, salah satu item dalam dimensi school well-being. Selain itu, artikel ini menunjukkan bahwa burnout memiliki hubungan yang erat dengan kesejahteraan psikologis melalui perantara dukungan sosial dan motivasi belajar. Peningkatan motivasi belajar dan adanya dukungan sosial cenderung menunjukkan tingkat burnout yang rendah, sehingga kesejahteraan psikologis mahasiswa meningkat.

Penelitian lainnya terkait motivasi belajar dilakukan oleh Ilyas & Liu (2018) dengan judul artikel Hubungan Motivasi Berprestasi dan Motivasi Belajar dengan Hasil Belajar Fisika Mahasiswa di Universitas Flores. Artikel ini berisi tentang hubungan motivasi berprestasi dan hasil belajar, bagian dari dimensi school well-being dengan motivasi belajar. Selain itu, artikel ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi belajar dengan hasil belajar. Sehingga, meningkatnya motivasi belajar dalam diri siswa akan diiringi dengan meningkatnya hasil belajar siswa.

Hubungan Teman Sebaya

Kajian yang kedua terkait variabel hubungan teman sebaya atau peer relationship. Dalam bukunya yang berjudul Life Span Development, Santrock (2012) mengungkapkan definisi teman sebaya sebagai anak-anak yang memiliki usia atau level kematangan yang kurang lebih sama. Castrogiovanni (Filade, dkk, 2019) mendefinisikan kelompok teman sebaya sebagai sebuah grup kecil berisi teman dekat dengan usia serupa yang saling melakukan aktivitas yang sama. Sementara itu, menurut Moon & Ke (2020) interaksi teman sebaya mengacu pada sosial interaksi verbal maupun nonverbal diantara siswa dengan kelompok usia yang sama.

Berikut adalah beberapa contoh penelitian terdahulu telah mengungkapkan hubungan antara hubungan teman sebaya dengan school well-being:

Faizah, dkk (2020) membuat artikel penelitian dengan judul School Well-being Siswa Sekolah Dasar dan Siswa Sekolah Menengah Pertama Pengguna Sistem Full-Day School di

(6)

133 Indonesia. Faizah, dkk melakukan penelitian untuk mengetahui school well-being siswa Sekolah Dasar (SD) dan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menerapkan sistem full-day school. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa peer relation dan peer acceptance merupakan faktor penting dalam keberhasilan school well-being pada siswa sekolah menengah.

Penelitian lainnya mengenai hubungan teman sebaya dengan school well-being dilakukan oleh Moore, dkk (2018) dalam artikel yang berjudul School, Peer and Family Relationships and Adolescent Substance Use, Subjective Wellbeing and Mental Health Symptoms in Wales: a Cross Sectional Study. Para peneliti melakukan penelitian untuk mengidentifikasi peran keluarga, teman sebaya, dan hubungan di sekolah dalam memprediksi penggunaan zat, subjective well-being, dan gejala kesehatan mental pada remaja usia 11-16 tahun di Wales.

Penelitian ini menunjukkan bahwa keterhubungan antar teman sebaya (peers) di sekolah menghasilkan kesejahteraan (well-being) dan kesehatan mental yang baik.

Penelitian lain dilakukan oleh Rimpela, dkk (2020) dalam artikel yang berjudul Academic Well-being and Structural Characteristics of Peer Networks in School. Rimpela, dkk (2020) meneliti tentang hubungan well-being akademik siswa dengan posisi mereka di sebuah jaringan pertemanan dan mengidentifikasi hubungan well-being akademik siswa dengan struktur jaringan pertemanan mereka di sekolah. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa keadaan siswa dalam sebuah jaringan pertemanan dan jenis jaringan pertemanan mereka di sekolah berpengaruh pada kesejahteraan akademiknya.

Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, dkk (2019) dalam artikel yang berjudul Peningkatan Subjective Well-being in School pada Siswa melalui “Peer Support and Teaching Method Program”. Para peneliti melakukan penelitian mengenai efektivitas program intervensi peer support dan teaching method program kepada guru dan siswa dalam peningkatan subjective well-being siswa di sekolah. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa peer acceptance atau penerimaan teman sebaya sangat berpengaruh pada subjective well-being siswa di sekolah.

Stres Akademik

Kajian yang terakhir terkait variabel stres akademik. Definisi stres akademik menurut Olejnik & Holschuh (Prasetyo, Bakar, & Bustamam, 2018) mengatakan stres akademik adalah respon yang dikeluarkan karena banyaknya tuntutan dan tugas yang harus segera dikerjakan oleh siswa. Ada juga definisi stres akademik menurut Weidner, Kohlmann, Dotzauer dan Bruns (Priskila & Savira, 2019) yaitu stres yang terjadi karena kegiatan pendidikan yang terjadi pada

(7)

134 saat melaksanakan pendidikan dan yang diakibatkan oleh tuntutan yang timbul saat siswa dalam masa pendidikan. Selain itu, ada juga definisi stres akademik menurut Misra & Castillo (Putra

& Ahmad, 2020) yaitu stres yang dipengaruhi oleh anggapan siswa karena banyak pengetahuan yang harus dikuasai.

Berikut adalah beberapa contoh penelitian terdahulu telah mengungkapkan hubungan antara stres akademik dengan school well-being:

Ferdiyanto, dkk. (2020). Stres akademik pada siswa: menguji peranan iklim kelas dan school well-being, berisi tentang stres akademik dan school well-being. Para peneliti melakukan penelitian mengenai peran iklim kelas dan adanya school well-being terhadap stres akademik pada siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang dapat beradaptasi dengan tuntutan akademik dan merasa nyaman belajar di sekolah cenderung dapat mendeteksi adanya school well-being. Siswa yang merasa school well-being tinggi cenderung rendah stres akademiknya, sebaliknya siswa yang rendah school well-being cenderung berpeluang besar mengalami stres akademik. Menurut Stecker (Ferdiyanto, dkk 2020), siswa yang merasa well-being di lingkungan akademiknya maka terhindar dari depresi dan stres.

Evans, dkk. (2018). Personality, coping, and school well-being: an investigation of high school students, berisi tentang mengatasi stres akademik dan school well-being. Para peneliti melakukan penelitian yaitu adanya peran potensial yang dimiliki kepribadian dalam melakukan koping stres akademik dalam school well-being. Penelitian ini menemukan cara remaja untuk mengendalikan stres akademik secara signifikan terkait dengan school well-being dan kepribadian.

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur dengan kriteria artikel: 1) artikel yang memaparkan tentang school well-being; 2) artikel yang memaparkan tentang peer relationship;

3) artikel yang memaparkan tentang stres akademik; 4) artikel minimal diterbitkan tahun 2018;

5) artikel diutamakan berbahasa Inggris. Kajian literatur merupakan metode penelitian kepustakaan dengan cara membaca berbagai buku, artikel jurnal, dan terbitan lain yang berkaitan dengan topik penelitian agar dapat menghasilkan tulisan dengan topik yang bersangkutan (Marzali, 2016).

Pencarian artikel dilakukan dengan menggunakan software Harzing’s Publish or Perish melalui Google Scholar dan Science Direct menggunakan kata kunci: “school well- being,

(8)

135 motivasi belajar, peer relationship, dan stres akademik”. Artikel yang muncul, kemudian dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sehingga mempermudah peneliti untuk menyusun systematic review mengenai Pengaruh Motivasi Belajar, Hubungan Teman Sebaya, dan Stres Akademik terhadap School Well-being pada Siswa Sekolah Menengah.

HASIL

Hasil pencarian dengan kata kunci “school well-being, motivasi belajar, peer relationship, dan stres akademik” menggunakan software Harzing’s Publish or Perish, Google Scholar, dan Science Direct menghasilkan ratusan artikel. Selanjutnya, peneliti memilih 40 artikel yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian didapat 10 artikel yang menunjukkan kaitan antar variabel independen sekaligus antara variabel independen pada variabel dependen dari hasil penelitian terdahulu. Hasil penelitian sejumlah artikel tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Artikel

Penulis Tahun Jumlah Subjek Penelitian Hasil Angelina Melania

Maria dan Niken Widi Astuti

2020 148 siswa yang terdiri atas siswa kelas X, XI, dan XII yang aktif

dalam kegiatan

ekstrakurikuler.

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kesejahteraan sekolah dengan motivasi belajar pada siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai r = 0,291 dan p = <0,01. Hasil tersebut membuktikan b ahwa semakin tinggi kesejahteraan sekolah yang dirasakan oleh siswa, maka akan semakin tinggi pula motivasi belajarnya.

Muhimmatul Hasanah dan Sutopo

2020 150 siswa kelas XI di Madrasah Aliyah Ma’arif 7 Sunan Drajat Lamongan.

Penelitian ini menunjukkan bahwa kesejahteraan sekolah dapat memengaruhi belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan uji koefisien regresi dan uji R square. Uji koefisien regresi menunjukkan persamaan Y= 30,222 + 0,934 X. Sedangkan uji R square menunjukkan nilai sebesar 0,543 yang berarti bahwa kesejahteraan sekolah memiliki pengaruh sebesar 56,5%

(9)

136 terhadap motivasi belajar siswa.

Jui-Che Tu dan Ku- Hsi Chu

2020 126 mahasiswa, yang terdiri atas 64 mahasiswa senior dan 62 mahasiswa tahun kedua.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan teman sebaya yang baik dapat meningkatkan motivasi belajar dan efektifitas belajar.

Feiran Lu 2020 761 siswa yang terdiri atas siswa sekolah dasar dan menengah.

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan teman sebaya yang baik dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa dan dapat mengurangi tekanan belajar

Junfeng Zhang, Elina Kuusisto, Petri Nokelainen, dan Kirsi Tirri.

2020 Jumlah partisipan adalah 1862. Dengan keterangan:

992 murid kelas 4-9 dari China dan 870 murid kelas 4-9 dari Finlandia.

Hasil penelitian menunjukkan cara seorang siswa memuji teman sebayanya dapat berpengaruh pada motivasi akademik mereka. Cara murid China dan Finlandia memberi pujian merefleksikan nilai budaya mereka pada pendidikan. Filosofi China menekankan pada usaha dan keberuntungan (dengan cara murid China memberi pujian berorientasi pada proses dan orang). Sedangkan di Finlandia

orang cenderung

berkomunikasi secara singkat, padat, dan jelas (didukung dengan cara murid Finlandia memberi pujian adalah netral).

Arja Rimpela,

Jaana M.

Kinnunen, Pirjo Lindfors, Victoria Eugenia Soto, Katariina Salmela- Aro, Julian Perelman, Bruno Federico, dan Vincent Lorant

2020 Sebanyak11.015 siswa berusia 12-19 tahun dari enam kota berbeda di Eropa.

Penelitian ini menunjukkan asosiasi yang kuat pada keterhubungan sekolah yang tinggi dan indicator well- being.

Penelitian ini menunjukkan bahwa keadaan siswa dalam sebuah jaringan pertemanan dan jenis jaringan pertemanan yang mereka miliki/lakukan di sekolah berpengaruh pada kesejahteraan akademiknya.

Hal ini membuktikan bahwa hubungan antar teman sebaya memiliki pengaruh pada school well- being seorang siswa.

(10)

137 Puspita Adhi

Kusuma W., Lucia Voni Pebriani, Whisnu Yudiana

2019 32 siswa kelas XI Akuntansi dan wali kelasnya di SMK X Jatinangor.

Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa

pendekatan dalam mengajar berkontribusi menciptakan well-being pada siswa. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa peer acceptance sangat berpengaruh pada subjective well-being remaja di sekolah.

Faizah Faizah, Ulifa Rahma, Yuliezar Perwira Dara, Candra Laksmana Gunawan

2020 Partisipan penelitian ini adalah 285 siswa dari lima SD dan 275 siswa dari tiga SMP di Kota Malang.

Hasil penelitian menunjukkan peer relation atau hubungan antar teman sebaya dalam dimensi loving (salah satu dimensi well-being) memiliki peran paling besar pada aspek perasaan siswa. Siswa dengan kesejahteraan tinggi salah satu

penyebabnya adalah

keterbukaan dalam menjalin persahabatan.

Joanna Giota &

Jan- Eric Gustafson

2020 Jumlah peserta dalam survei 6 kelas adalah 8.603 (4.387 laki-laki dan 4.216 perempuan).

Untuk tindak lanjut kelas 9, tingkat responnya adalah 48%.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa siswa kelas 6 yang mengalami tantangan dalam hal tuntutan akademik yang tinggi juga memberitahukan tingkat stres yang tinggi, sejalan dengan tuntutan nilai akademik yang tinggi. Adapun siswa yang stres akibat dikucilkan oleh lingkungan.

Hasil dari penelitian ini juga menunjukkan siswa yang merasa dikucilkan oleh teman- temannya di kelas 6 menjadi lebih stres dan khawatir, yang mempengaruhi kesehatan mental di kelas 9 secara negatif.

Hyunkyung Noh, Hyunmo Seong &

Sang Min Lee

2019 Semua siswa kelas sembilan laki-laki (N=

170, 16 tahun) diminta untuk mengisi Maslach Burnout Inventory- Student Survey

Hasil penelitian ini siswa yang terlibat dalam kegiatan seperti mengakui status keterlibatan akademik atau stress mereka saat ini, mengetahui kepribadian mereka, memikirkan cara untuk mengatasi stres akademik mereka, dan mencita citakan karir masa depan mereka, dengan fokus pada kualitas dan

(11)

138 potensi positif, akan meningkatkan motivasi dan keterampilan mengatasi dan pada akhirnya mengurangi pengalaman stres.

DISKUSI

School well-being bukan merupakan istilah yang asing di dunia pendidikan karena kesejahteraan sekolah dapat menjadi cerminan keadaan siswa di sekolah tersebut. Pada hakikatnya, kesejahteraan sekolah bukanlah suatu hal yang dapat dipandang sebelah mata karena kesejahteraan sekolah berkaitan erat dengan kenyamanan siswa dalam proses pembelajaran. Kenyamanan yang dirasakan oleh siswa dapat memengaruhi keberhasilan belajar mereka. Tingkat school well-being yang baik, akan membawa banyak dampak positif, seperti timbulnya semangat belajar pada diri siswa, siswa tidak akan terbebani dengan segala tugas yang ada, siswa akan selalu ceria dan senang saat berada di lingkungan sekolah, dan lain-lain (Jalal, dkk, 2020).

School well-being atau kesejahteraan sekolah ini merupakan salah satu konstruk psikologi yang dikembangkan oleh Konu dan Rimpela yang membahas terkait penilaian subjektif terhadap sekolah tempatnya melakukan proses pembelajaran (Hasanah & Sutopo, 2020).

Terdapat beberapa dampak buruk apabila siswa tidak merasakan adanya kenyamanan dan kesejahteraan di sekolah, yaitu siswa dapat melakukan banyak hal negatif, seperti membolos, tidur saat jam pelajaran, merokok di lingkungan sekolah, dan lain-lain (Hasanah & Sutopo, 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Rimpela, dkk (2020) juga menunjukkan bahwa risiko school burnout minim dialami oleh siswa dengan keterhubungan sekolah yang tinggi.

Keterhubungan sekolah tersebut berupa relasi antarwarga yang baik di sekolahnya. Relasi antarwarga ini erat kaitannya dengan kesejahteraan sekolah atau school well-being. Pada nyatanya, school well-being dipengaruhi oleh banyak variabel namun peneliti tertarik untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel motivasi belajar, relasi teman sebaya, dan stres akademik terhadap kesejahteraan sekolah atau school well-being.

Variabel pertama yang berpengaruh terhadap school well-being pada sekolah menengah adalah motivasi belajar. Motivasi belajar merupakan salah satu bagian dari dimensi being dalam variabel school well-being karena termasuk dalam aspek pemenuhan diri. Selain itu, motivasi belajar merupakan salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan di lingkungan sekolah

(12)

139 karena motivasi belajar yang rendah akan menimbulkan beragam hal buruk, seperti prestasi belajar yang menurun, meningkatnya perilaku membolos, hingga terjadinya kenakalan remaja (Hasanah & Sutopo, 2020). Hal tersebut berbanding lurus dengan pernyataan Wlodkowski (Hasanah & Sutopo, 2020) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi motivasi belajar. Bahkan, Rehman, dkk (2020) mengungkapkan bahwa motivasi belajar dianggap sebagai salah satu faktor penting untuk melihat keberhasilan siswa.

Selain dengan school well-being, motivasi belajar diyakini memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan relasi teman sebaya atau peer relationship. Hal tersebut dibuktikan oleh Tu & Chu (2020) yang mengatakan bahwa hubungan teman sebaya yang baik dapat meningkatkan motivasi dan efektifitas belajar. Hubungan motivasi belajar dengan relasi teman sebaya pun dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan Zhang, dkk (2020) yang menunjukkan bahwa cara siswa memuji teman sebayanya dapat berpengaruh pada motivasi akademik mereka. Pujian yang berfokus pada proses memiliki kecenderungan peningkatan motivasi daripada pujian yang berfokus pada orang. Seorang siswa yang mengapresiasi proses yang dilakukan temannya lalu memujinya dengan fokus pada proses tersebut (“usahamu sudah bagus”) menunjukkan peningkatan motivasi yang lebih tinggi daripada seorang siswa yang memuji temannya dengan fokus pada orang (“kamu orangnya hebat”). Selain itu, motivasi belajar memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan stres akademik, semakin tinggi motivasi belajar siswa, semakin rendah pula tingkat stres akademik yang dialami oleh siswa (Rehman, dkk, 2020).

Variabel kedua yang berpengaruh terhadap school well-being pada sekolah menengah adalah relasi teman sebaya atau peer relationship. Penelitian Wijayanti & Sulistiobudi (2018) membuktikan bahwa relasi antar teman sebaya merupakan faktor penting dalam pembentukan perasaan positif maupun negatif bagi siswa sekolah dasar. Jika relasi pertemanannya bersifat terbuka, perasaan negatif siswa terhadap sekolah akan terminimalisir. Sebaliknya, jika mereka merasa diabaikan oleh teman sebaya, dapat diprediksi akan muncul perasaan sedih. Hal ini pun ternyata juga berlaku pada siswa yang duduk di sekolah menengah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arslan (2020), diketahui bahwa inklusi sosial atau perasaan dilibatkan oleh lingkungan sosial meningkatkan subjective well-being remaja di sekolah. Jika level inklusi seorang remaja rendah, ia akan merasa kesepian. Perasaan kesepian yang dialami siswa dapat berpengaruh negatif pada subjective well-being-nya, bahkan dapat berdampak pada masalah kesehatan mental. Adapun Moore, dkk (2018) juga mendukung gagasan tersebut. Dari

(13)

140 penelitiannya dapat diketahui bahwa hubungan antar teman sebaya di sekolah berasosiasi dengan kesehatan mental dan kesejahteraan siswa yang lebih baik.

Relasi teman sebaya juga diyakini memiliki pengaruh pada kinerja akademik, yang merupakan salah satu elemen dari dimensi being pada school well-being. Wang, dkk (2020) menyatakan bahwa kinerja akademik siswa dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu teman sebaya dan kualitas sekolah. Siswa yang teman sebayanya memiliki kinerja akademik yang baik cenderung menunjukkan kinerja akademik yang baik pula. Namun, jika interaksi antar teman sebaya dilakukan di tengah pembelajaran, kemungkinan besar dampaknya tidak terlalu bagus.

Penelitian oleh Moon & Ke (2020) menunjukkan bahwa interaksi siswa dengan teman sebaya yang dilakukan di tengah pembelajaran berbasis game berkorelasi secara negatif dengan efisiensi tugas mereka. Hsiao, dkk (Moon & Ke, 2020) menyatakan bahwa interaksi non- pengetahuan yang terjadi dalam pembelajaran dapat berpengaruh secara negatif pada pencapaian siswa di sekolah.

Variabel ketiga atau terakhir yang berpengaruh terhadap school well-being pada sekolah menengah adalah stres akademik. Carveth (Nurmaliyah, 2014) mengemukakan stres akademik yaitu pandangan siswa seharusnya pengetahuan itu harus dikuasai dan siswa merasakan ketidakcukupan untuk bisa mengembangkannya. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian Noh, Seong & Lee (2019) yaitu adanya kesadaran untuk terlibat pada akademik, sadar adanya stres akademik, bisa mengenali potensi atau kelebihan pada diri individu, memikirkan cara untuk mengatasi stres akademik yang ada pada individu dan juga telah memikirkan karir masa depan.

Hal ini dapat meningkatkan motivasi yang akhirnya mengurangi pengalaman stres dan memiliki personal emotional adjustment yang baik.

Personal emotional adjustment yang baik dapat mengatasi stres akademik pada siswa, hal ini menunjukan secara signifikan bahwa personal emotional adjustment yang baik dipengaruhi oleh school well-being dan kepribadian siswa. Adanya school well-being pada pendidikan bisa meminimalisir stres akademik yang dialami oleh siswa, yaitu dengan tidak banyaknya tuntutan akademik, penggolongan siswa, dan terciptanya lingkungan yang supportive. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Giota & Gustafsson (2020) yang menunjukkan bahwa siswa yang mengalami tantangan yaitu tuntutan akademik seperti tuntutan nilai yang tinggi, dikucilkan teman sebaya sehingga membuat para siswa mengalami stres akademik yang tinggi, adanya peran penting dari school well-being dalam mengurangi stres akademik dan meningkatkan kesehatan mental pada siswa.

(14)

141 KESIMPULAN

School well-being memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan motivasi belajar, relasi teman sebaya, dan stres akademik. Motivasi belajar memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan kesejahteraan sekolah atau school well-being. Semakin tinggi kenyamanan dan kesejahteraan di sekolah yang dirasakan oleh siswa, semakin tinggi pula motivasi belajarnya.

Relasi pertemanan yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan dan

kesehatan mental siswa. Siswa yang merasa school well-being tinggi, cenderung memiliki tingkat stres akademik yang rendah, sebaliknya siswa yang merasa school well-being rendah, cenderung berpeluang besar mengalami stres akademik. Maka dari itu, sekolah diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan sejahtera agar siswa dapat meningkatkan motivasi belajar, membangun hubungan relasi teman sebaya yang baik, dan meminimalisir stres akademik.

Penelitian ini telah mengkaji hubungan antara motivasi belajar, relasi teman sebaya, stres akademik, dan school well-being dengan metode kajian literatur. Penelitian selanjutnya dapat melakukan riset menggunakan variabel yang sama dengan metode yang berbeda.

REFERENSI

Ampuni, S., & Andayani, B. (2015). Memahami anak dan remaja dengan kasus mogok sekolah:

Gejala, penyebab, struktur kepribadian, profil keluarga, dan keberhasilan penanganan.

Jurnal Psikologi, 34(1), 55–75.

Arslan, G. (2020). School belongingness, well-being, and mental health among adolescents:

Exploring the role of loneliness. Australian Journal of Psychology, August 2019, 1–10.

https://doi.org/10.1111/ajpy.12274.

Evans, P., Martin, A. J., & Ivcevic, Z. (2018). Personality, coping, and school well-being: an investigation of high school students. Social Psychology of Education, 21(5), 1061- 1080.

https://doi.org/10.1007s11218-018-9456-8.

Faizah, F., Rahma, U., Dara, Y. P., & Gunawan, C. L. (2020). School Well-being Siswa Sekolah Dasar dan Siswa Sekolah Menengah Pertama Pengguna Sistem Full-Day School di Indonesia. Jurnal Kajian Bimbingan Dan Konseling, 5(1), 34–41.

https://doi.org/10.17977/um001v5i12020p034.

Ferdiyanto, F., & Muhid, A. (2020). Stres akademik pada siswa: Menguji peranan iklim kelas dan school well-being. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 9(1), 140-156.

https://doi.org/10.30996/persona.v9i.3523.

Filade, B. A., Bello, A. A., Uwaoma, C. O., Anwanane, B., Bassey, & and Nwangburuka, K.

(2019). Peer group influence on academic performance of undergraduate students in Babcock University, Ogun State. African Educational Research Journal, 7(2), 81–87.

https://doi.org/10.30918/aerj.72.19.010.

(15)

142 Giota, J., & Gustafsson, J. E. (2020). Perceived academic demands, peer and teacher relationships, stress, anxiety and mental health: changes from grade 6 to 9 as a function of gender and cognitive ability. Scandinavian Journal of Educational Research, 1-16.

Hasanah, M., & Sutopo. (2020). Pengaruh School Well-being Terhadap Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah. Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan, 15(02), 34–42.

Ilyas, & Liu, A. N. A. M. (2018). Hubungan Motivasi Berprestasi dan Motivasi Belajar dengan Hasil Belajar Fisika Mahasiswa di Universitas Flores. Physics Education Journal, 1(1), 12–

21. i.yusuf@unipa.ac.id.

Jalal, N. M., Dewi, E. M. P., Basti, B., & Halima, A. (2020). School Well-being Analysis of Online Learning During Covid-19 in Students and Lecturers. International Conference on

Science and Advanced Technology (ICSAT), 958–965.

https://ojs.unm.ac.id/icsat/article/view/17871.

Lu, F. (2020). A Research on the Peer Relationship of Primary and Middle School Students and Its Impact on Self-learning Pressure and Motivation. Atlantis Press, 496, 796–800.

https://doi.org/10.2991/assehr.k.201214.612.

Maria, A. M., & Astuti, N. W. (2020). School Well-being With Student Learning Motivation in Active Students in Extracurricular Activities at X Senior High Schools in North Jakarta Region. Atlantis Press, 478(Ticash), 603–609.

https://doi.org/10.2991/assehr.k.201209.093.

Moon, J., & Ke, F. (2020). Exploring the Relationships Among Middle School Students’ Peer Interactions, Task Efficiency, and Learning Engagement in Game-Based Learning.

Simulation and Gaming, 51(3), 310–335. https://doi.org/10.1177/1046878120907940.

Moore, G. F., Cox, R., Evans, R. E., Hallingberg, B., Hawkins, J., Littlecott, H. J., Long, S. J.,

& Murphy, S. (2018). School, Peer and Family Relationships and Adolescent Substance Use, Subjective Wellbeing and Mental Health Symptoms in Wales: a Cross Sectional Study.

Child Indicators Research, 11(6), 1951–1965. https://doi.org/10.1007/s12187- 017-9524-1.

Noh, H., Seong, H., & Lee, S. M. (2020). Effects of Motivation-Based Academic Group Psychotherapy on Psychological and Physiological Academic Stress Responses among Korean Middle School Students. International Journal of Group Psychotherapy, 70(3), 399- 424. https://doi.org/10.1080/00207284.2019.1685884.

Nurmaliyah, F. (2014). Menurunkan Stres Akademik Siswa dengan Menggunakan Teknik.

Self-Intruction. Jurnal Pendidikan Humaniora, 2(3).

Prasetyo, D., Bakar, A., & Bustamam, N. (2018). Terapi Musik untuk Mengurangi Tingkat Stres Akademi pada Siswa SMA Negeri 5 Banda Aceh. JIMBK: Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan & Konseling, 3(3).

Priskila, V., & Savira, S. I. (2019). Hubungan antara Self Regulated Learning dengan Stres Akademik pada Siswa Kelas XI SMA Negeri X Tulungagung dengan Sistem Full Day School. Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 6(3).

Putra, A. H., & Ahmad, R. (2020). Improving Academic Self Efficacy in Reducing First Year Student Academic Stress. Jurnal Neo Konseling, 2(2).

Rasyid, A. (2020). Konsep dan Urgensi Penerapan School Well-being Pada Dunia Pendidikan.

Jurnal Basicedu. 5. 376-382. 10.31004/basicedu.v5i1.705.

Rehman, A. U., Bhuttah, T. M., & You, X. (2020). Linking burnout to psychological well being:

The mediating role of social support and learning motivation. Psychology Research and Behavior Management, 13, 545–554. https://doi.org/10.2147/PRBM.S250961.

Rimpelä, A., Kinnunen, J. M., Lindfors, P., Soto, V. E., Salmela-Aro, K., Perelman, J., Federico, B., & Lorant, V. (2020). Academicwell-being and structural characteristics of peer

(16)

143 networks in school. International Journal of Environmental Research and Public Health, 17(8), 1–14. https://doi.org/10.3390/ijerph17082848.

Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development. Penerbit Erlangga.

Tu, J. C., & Chu, K. H. (2020). Analyzing the relevance of peer relationship, learning motivation, and learning effectiveness-design students as an example. Sustainability (Switzerland), 12(10). https://doi.org/10.3390/SU12104061.

Wang, X., Yuan, Z., Min, S., & Rozelle, S. (2020). School Quality and Peer Effects: Explaining Differences in Academic Performance between China’s Migrant and Rural Students.

Journal of Development Studies, 57(5), 842–858.

https://doi.org/10.1080/00220388.2020.1769074.

Wijayanti, P. A. K., & Sulistiobudi, R. A. (2018). Peer Relation Sebagai Prediktor Utama School Well-being Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Psikologi, 17(1), 56-67.

https://doi.org/10.14710/jp.17.1.56-67

Wijayanti, P. A. K., Pebriani, L. V., & Yudiana, W. (2019). Peningkatan Subjective Well- Being in School Pada Siswa Melalui “Peer Support and Teaching Method Program.” Journal

of Psychological Science and Profession, 3(1), 31.

https://doi.org/10.24198/jpsp.v3i1.19363.

Zhang, J., Kuusisto, E., Nokelainen, P., & Tirri, K. (2020). Peer Feedback Reflects the Mindset and Academic Motivation of Learners. Frontiers in Psychology, 11(July).

https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01701.

Gambar

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Artikel

Referensi

Dokumen terkait

Lomba ini juga bertujuan untuk mempratikkan teori dan ilmu yang telah dipelajari dibangku kuliah untuk diaplikasikan dalam bentuk nyata, sehingga dengan hasil yang telah didapatkan

Berdasarkan penelitian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel profitabilitas (ROA), risiko bisnis (RISK), ukuran perusahaan (SIZE) dan pertumbuhan penjualan

Tanah dapat didefinisikan sebagai sistem tiga fase yg terdiri atas padatan, cairan, dan gas. Tanah merupakan lapisan yang menyelimuti bumi dengan ketebalan yang bervariasi

Konsep “Pleasure” bertujuan untuk menunjukkan bahwa buku city guide wisata Cagar Budaya kota Surabaya dapat memberikan kesan yang menyenangkan bagi para pembacanya dalam

Dengan demikian dapat diartikan bahwa variabel bebas (inovasi produk, kualitas produk, dan ekuitas merek) dapat menjelaskan keputusan pembelian konsumen alat peraga

Keadaan ini dapat dipertahankan apabila biaya-biaya dan harga jual adalah konstan, karena naik turunnya harga jual dan biaya akan mempengaruhi titik break event

Variabel peran guru sekolah merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan perilaku kesehatan gigi pada murid kelas VI MDIM Muhammadiyah Sei Kidaung Kota

Dari ilustrasi diatas dapat diketahui Enkripsi dengan algoritma Blowfish dipengaruhi panjang karakter pesan yang dikirim, waktu yang digunakan dalam dekripsi