• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerimaan Peserta Didik Baru Berdasarkan ZONASI PENDIDIKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerimaan Peserta Didik Baru Berdasarkan ZONASI PENDIDIKAN"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

Peserta Didik Baru Berdasarkan

Z O N A S I

PENDIDIKAN

(2)
(3)

DIDIK BARU BERDASARKAN ZONASI PENDIDIKAN

PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAN PERBUKUAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

2020

(4)

Penulis:

Dr. Sabar Budi Raharjo, M.Pd. (Kontributor Utama) Dra. Yufridawati, M.Si. (Kontributor Anggota) Ais Rahmawati, M.Si. (Kontributor Anggota) Joko Purnama, M.Sc. (Kontributor Anggota)

ISBN: 978-602-0792-83-5 Penyunting:

Dr. Aos Santosa H., M.Pd.

Nur Berlian Venus Ali, M.SE.

Tata Letak:

Joko Purnama, M.Sc.

Desain Cover:

Genardi Atmadiredja, S.Sn., M.Sn.

Penerbit:

Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Redaksi:

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Gedung E Lantai 19 Jalan Jenderal Sudirman-Senayan, Jakarta 10270

Telp. +6221-5736365 Faks. +6221-5741664

Website: https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id Email: puslitjakbud@kemdikbud.go.id

Cetakan pertama, 2020 PERNYATAAN HAK CIPTA

© Puslitjakdikbud/Copyright@2020

Hak cipta dilindungi undang-undang.

Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.

(5)

P

ada dasarnya, pengelolaan pendidikan berbasis zonasi dimaksudkan untuk mencapai pemerataan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan. Dengan semangat tersebut, terdapat dua tujuan utama zonasi pendidikan, yaitu: (1) meningkatkan pemerataan dan keadilan dalam mengakses pendidikan; dan (2) meningkatkan pemerataan kualitas layanan pendidikan. Intervensi terhadap input peserta didik baru di sekolah melalui penerapan sistem zonasi pada PPDB hanya merupakan salah satu sasaran dalam usaha pemerataan pendidikan pada kebijakan zonasi pendidikan.

Oleh karena itu kebijakan ini merupakan kebijakan yang strategi diperlukan kebijakan lainnya yang mengiringi sehingga kebijakan PPDB berbasis zonasi dapat tercapai sasaran.

Zonasi pendidikan pada dasarnya untuk, 1) keberpihakan kepada anak tidak mampu; 2) menghapus diskriminasi dan ketidak adilan; 3) pintu masuk bagi terwujudnya pemerataan kuantitas dan kualitas sekolah termasuk guru; 4) sekolah menjadi tempat belajar menyenangkan dan penguatan pendidikan karakter; dan 5) membantu Pemda dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM).

Kajian evaluasi implementasi kebijakan zonasi pendidikan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan zonasi pendidikan terkait dengan pelaksanaan PPDB berbasis zonasi pada Tahun

K ATA SAMBUTAN

(6)

2019. Oleh karena itu, hasil kajian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pelaksanaan PPDB berbasis zonasi tahun berikutnya. Hasil penelitian sangat terbuka untuk mendapatkan masukan dan saran dari berbagai pihak. Semoga Buku Laporan Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan.

Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya penerbitan Buku Laporan Hasil Penelitian ini.

Jakarta, Agustus 2020 Plt. Kepala Pusat, Irsyad Zamjani, Ph.D.

(7)

K ATA PENGANTAR

K

ementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada tahun 2018 mengeluarkan salah satu peraturan yang mengatur tentang penerimaan peserta didik baru pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat melalui Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018. Tujuan pengaturan tersebut yaitu menjamin penerimaan peserta didik baru secara objektif, transparan, akuntabel, non- diskriminatif, dan berkeadilan dalam mendorong peningkatan akses layanan pendidikan.

Pada peraturan tersebut secara tegas menyebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (sekolah negeri) mengemban kewajiban menerima calon peserta didik melalui jalur zonasi, jalur prestasi dan jalur perpindahan orang tua. Berangkat dari kebijakan pelaksanaan PPDB berbasis zonasi tersebut dilakukan penelitian tentang Implementasi Kebijakan Zonasi Pendidikan.

Kajian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan zonasi pendidikan terkait dengan pelaksanaan PPDB berbasis zonasi. Kajian ini diharapkan dapat memberikan masukkan penyempurnaan pelaksanaan PPDB berbasis zonasi. Kebijakan PPDB berbasis zonasi memberikan peluang

(8)

pada calon peserta didik yang berdomisili dekat dengan sekolah dapat masuk pada sekolah yang dituju tanpa mempertimbangkan capaian hasil UN. PPDB berbasis zonasi memberikan akses pendidikan kepada semua warga negara tanpa membedakan prestasi akademik yang diperoleh.

Hasil penelitian sangat terbuka untuk mendapatkan masukan dan saran dari berbagai pihak. Semoga Buku Laporan Hasil Penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan referensi bagi pemangku kepentingan lainnya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan dan kebudayaan.

Akhirnya, kami menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada semua pihak yang telah membantu terwujudnya penerbitan Buku Laporan Hasil Penelitian ini.

Jakarta, Agustus 2020 Penulis

(9)

Daftar Isi

KATA SAMBUTAN III KATA PENGANTAR V DAFTAR ISI VII DAFTAR TABEL IX DAFTAR GAMBAR X DAFTAR GRAFIK XI BAB I

KEBIJAKAN PENERIMAAN SISWA BARU BERBASIS ZONASI PENDIDIKAN 1

A. Latar Belakang Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru

(PPDB) Berbasis Zonasi 1

B. Zonasi Sekolah dan Memilih Sekolah (School Choice) 5 C. Kebijakan Penerimaan Siswa Baru dan Zonasi Sekolah

di Negara Lain 9

D. Konsep PPDB Berbasis Zonasi di Indonesia 13

(10)

BAB II

TINDAK LANJUT PEMERINTAH DAERAH

DALAM PPDB ZONASI 15 A. Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait PPDB Zonasi 15 B. Penerapan PPDB Berbasis Zonasi oleh Pemerintah Daerah 20 C. Peserta Didik Baru Hasil PPDB Tahun 2019 27 D. Perbandingan Daya Tampung SMP dan SMA Dengan

Lulusan SD dan SMP 34

E. Persepsi Perta Didik Terhadap PPDB Berbasis Zonasi 38 BAB III

TANTANGAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN

PENERIMAAN PESERTA DIDIK BARU BERBASIS ZONASI 43 A. Dampak Pelaksanaan PPDB Berbasis Zonasi 43 B. Pemanfaatan Zonasi Pendidikan 46 C. Evaluasi Implementasi Zonasi Pendidikan 48 BAB IV PENUTUP

A. Simpulan 51

B. Rekomendasi Kebijakan 56

DAFTAR PUSTAKA 63

(11)

Tabel 2. 1. Matriks Juknis PPDB Tahun 2019 pada Pemerintah

Daerah 16

Tabel 3. 1 Matrik Usulan Perubahan Permendikbud Nomor

51 tahun 2018 49

DAFTAR TABEL

(12)

Gambar 1. Daya Tampung Siswa Baru SMP dan SMA Negeri

di Kota Surabaya 34

Gambar 2. Daya Tampung Siswa Baru SMP dan SMA Negeri

di Kota Bandung 35

Gambar 3. Daya Tampung Siswa Baru SMP dan SMA Negeri

di Kota Surakarta 36

Gambar 4. Daya Tampung Siswa Baru SMP dan SMA Negeri

di Kota Serang 37

Gambar 5. Daya Tampung Siswa Baru SMP dan SMA Negeri

di Kota Pontianak 38

Gambar 6. Pola Penempatan Siswa Baru pada PPDB

Berbasis Zonasi 58

Gambar 7. Pola Zonasi Pendidikan 59

DAFTAR GAMBAR

(13)

Grafik 1. Jarak Tempat Tinggal Peserta Didik Baru SMP

Jalur Zonasi TP 2019/2020 ke Sekolah 28 Grafik 2. Jalur Masuk Peserta Didik Baru SMP TP 2019/2020 29 Grafik 3. Nilai rata-rata USBN Peserta didik baru

SMP TP 2019/2020 30

Grafik 4. Jarak Tempat Tinggal Peserta Didik Baru SMA

Jalur Zonasi TP 2019/2020 dengan Sekolah 31 Grafik 5. Jalur Masuk Peserta Didik Baru SMA TP 2019/2020 32 Grafik 6. Nilai Rata-Rata UN Peserta Didik Baru SMA

TP 2019/2020 33

Grafik 7. Persepsi Peserta Didik Jenjang SMP Kelas VII,

(N = 1.375) 39

Grafik 8. Persepsi Peserta Didik Jenjang SMA Kelas X,

(N = 1.525) 40

DAFTAR GRAFIK

(14)
(15)

B A B I

KEBIJAK AN PENERIMAAN SISWA BARU BERBASIS ZONASI PENDIDIK AN

B

ab ini akan mengulas permasalahan kebijakan penerimaan peserta didik baru berbasis zonasi pendidikan. Penyelenggaraan penerimaan peserta didik baru dengan tujuan supaya pelaksanaannya dilakukan secara objektif, transparan, akuntabel, non-diskriminatif, dan berkeadilan dalam mendorong peningkatan akses layanan pendidikan. Kebijakan penerimaan peserta didik baru dimulai sejak Tahun 2017 dengan jumlah sekolah yang terbatas namun pada Tahun 2019 kebijakan penerimaan peserta didik baru dilaksanakan secara keseluruhan. Pada bab ini akan di uraikan tentang latar belakang kebijakan penerimaan peserta didik baru berbasis zonasi, konsep zonasi sekolah, memilih sekolah (School Choice), kebijakan penerimaan siswa baru dan zonasi sekolah di negara lain A. LATAR BELAKANG KEBIJAKAN PENERIMAAN PESERTA

DIDIK BARU (PPDB) BERBASIS ZONASI

Pemerintah mempunyai kewajiban dalam memberikan layanan pendidikan yang bermutu kepada semua warga negara. Hal ini seperti yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5, bahwa “Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Telah banyak kebijakan yang dibuat oleh

(16)

pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, namun usaha tersebut masih belum sepenuhnya tercapai seperti yang diharapkan.

Oleh karena itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada tahun 2018 mengeluarkan salah satu peraturan yang mengatur tentang penerimaan peserta didik baru pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat melalui Permendikbud No 14 Tahun 2018. Tujuan pengaturan tersebut yaitu menjamin penerimaan peserta didik baru secara objektif, transparan, akuntabel, non-diskriminatif, dan berkeadilan dalam mendorong peningkatan akses layanan pendidikan.

Pada peraturan tersebut secara tegas menyebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (sekolah negeri) mengemban kewajiban menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit 90 persen dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima. Pemberlakuan sistem zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2018 bukan tahun pertama, karena pertama kali diatur pada tahun 2017.

Pelaksanaan sistem zonasi dalam PPDB tahun 2017 dan 2018 belum sepenuhnya diberlakukan di seluruh sekolah yang ada, berbagai kendala dan penolakan masih terjadi. Seperti yang terjadi di Kota Tangerang, secara tegas Walikota Tangerang menyatakan bahwa faktor zonasi tidak menjadi prioritas utama, tetap mengedepankan faktor usia dan nilai atau prestasi (http://new-indonesia.org/2017/10/31/kaji-ulang-sistem-zonasi-ppdb).

Hasil kajian Andina (2017) menyebutkan berbagai kendala dalam pelaksanaan zonasi ini disebabkan oleh empat hal: (1) belum cukup sosialisasi, sosialisasi yang dilakukan kepada camat, lurah, kepala sekolah serta tokoh masyarakat, namun ternyata belum cukup menjangkau orang tua; (2) masih adanya permasalahan teknis terutama pada tahap seleksi daring disebabkan banyaknya yang mengakses server PPDB sehingga terjadi gangguan; dan (3) masih tingginya disparitas kualitas antarsekolah.

Pada dasarnya, pengelolaan pendidikan berbasis zonasi dimaksudkan

(17)

untuk mencapai pemerataan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan.

Dengan semangat tersebut, secara spesifik terdapat dua tujuan utama zonasi, yaitu: (1) meningkatkan pemerataan dan keadilan dalam mengakses pendidikan; dan (2) meningkatkan pemerataan kualitas layanan pendidikan.

Oleh karena itu, intervensi terhadap input peserta didik baru di sekolah melalui penerapan sistem zonasi pada PPDB hanya merupakan salah satu dari tiga sasaran pelaksanaan kebijakan zonasi pendidikan di Indonesia. Dua sasaran lainnya yaitu intervensi terhadap guru dan tenaga kependidikan serta intervensi terhadap sarana dan prasarana sekolah.

Pemerintah untuk pelaksanaan PPDB tahun 2019 telah melakukan penyempurnaan pelaksanaan PPDB melalui Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak- Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan. Dalam peraturan baru ini sesuai Pasal 20 pada point (1) Penetapan zonasi dilakukan pada setiap jenjang oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya, dengan prinsip mendekatkan domisili peserta didik dengan Sekolah. Artinya Pemerintah Daerah dapat memiliki kewenangan untuk membuat zonasi sekolah yang dapat mempertimbangkan radius atau jarak antar sekolah dan tingkat kepadatan penduduk yang ada di daerah nya masing-masing. Hal ini karena setiap wilayah memiliki karakteristik berbeda yang tidak meratanya kualitas dan akses pendidikan sehingga yang dapat melakukan identifikasi tersebut yaitu Pemerintah daerah sendiri. Permasalahan akan ditemukan dengan melihat profil zonasi tersebut seperti ketersediaan guru, ketersediaan sarana-prasarana, ketersediaan ruang kelas dan rombel dan jumlah siswa.

Kondisi tersebut akan mempermudah pemerintah daerah untuk melakukan intervensi terhadap pemerataan mutu pendidikan.

Dengan diberlakukan zonasi pendidikan dapat menghilangkan label sekolah favorit dalam satu zonasi karena zonasi pendidikan menurut Caterina, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada acara sosialisasi Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, di Medan, tanggal 29 Maret

(18)

2019 dikemukakan bahwa kebijakan pendidikan terkait penentuan zonasi pada dasarnya untuk, 1) berpihakan kepada anak tidak mampu, 2) menghapus diskriminasi dan ketidakadilan, 3) pintu masuk bagi terwujudnya pemerataan kuantitas dan kualitas sekolah termasuk guru, 4) sekolah menjadi tempat belajar menyenangkan dan penguatan pendidikan karakter, dan 5) membantu Pemda dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Oleh karena itu, penetapan zonasi pendidikan sangat penting untuk memberikan layanan pendidikan yang berkeadilan bagi warga negara. Hal senada juga disampaikan oleh Mendikbud pada acara Rapat Koordinasi (Rakor) Penataan Guru dan Tenaga Kependidikan di Jakarta, Kamis (15/11/2018), dikemukakan bahwa semua penanganan pendidikan akan berbasis zona,” ujar Mendikbud (Kompas, 2018). Termasuk dalam penanganan kebijakan, analisis jabatan guru, analisis beban guru, penghitungan kebutuhan guru, serta distribusi guru berbasis zona.

Demikian juga dalam pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan akan focus pada zonasi yang masih rendah mutu penyelenggaraan pendidikan. Zonasi pendidikan akan memberikan tantangan bagi pemerintah dalam memberikan layanan pendidikan yang merata dan bermutu.

Penyelenggaraan PPDB dilaksanakan berdasarkan prinsip, 1) nondiskriminatif, 2) objektif, 3) transparan, 4) akuntabel, dan 5) berkeadilan.

(Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018). Artinya penyelenggaraan PPDB dilaksanakan secara terbuka masyarakat memiliki kesempatan yang sama dalam memasukkan putra/putrinya pada sekolah yang terdekat dengan domisilinya. Zonasi pendidikan dapat memberikan solusi pemerintah dalam melakukan kebijakan pemerataan mutu pendidikan sesuai zonasi.

Sejalan dengan hal tersebut, menurut Catharina, Staf Ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam paparan sosialisasi PPDB tahun 2019 bahwa ke depan pendidikan Indonesia perlu menyiapkan mutu lulusan yang memiliki keterampilan sesuai kebutuhan abad 21 yaitu seperti, 1) kemampuan berkomunikasi (Communication Skills), 2) kreativitas (Creativity),

(19)

3) kemampuan bekerja sama (Collaboration), 4) Berpikir kritis dan menyelesaikan masalah (Critical Thinking and Problem Solving). Kemampuan tersebut akan didapatkan melalui proses belajar didalam kelas yang dilakukan oleh guru yang professional. Dengan implementasi zonasi pendidikan maka akan dihasilkan pemerataan mutu pendidikan bagi semua warga negara Indonesia. Buku ini merupakan hasil penelitian tentang evaluasi implementasi kebijakan zonasi pendidikan. Tujuan penelitian untuk melihat persiapan dan pelaksanaan implementasi kebijakan penerimaan peserta didik baru berbasis zonasi di daerah. Metode penelitian yang digunakan dengan mix methode antara metode kualitatif dan kuantitatif.

B. ZONASI SEKOLAH DAN MEMILIH SEKOLAH (SCHOOL CHOICE)

Terjadi konflik kepentingan antara sistem zonasi (pemerataan mutu sekolah) dengan hak masyarakat dalam memilih sekolah terjadi karena selama ini proses pemerataan akses lebih prioritas dibandingkan dengan pemerataan mutu sekolah. Bagian ini akan membahas bagaimana mencari solusi antara dua kepentingan agar berjalan beriringan (win-win solution).

Sebelum zonasi popular, di Indonesia telah lama dikenal Sistem School Catchment Area. Sistem ini mengadaptasi dari sistem irigasi, secara alami air akan mengalir mengikuti kontur tanah yang lebih rendah. Namun sesuai dengan kebutuhan, agar air banyak mengaliri lahan pertanian, maka diperlukan sub-irigasi agar air dapat mengalir ke lahan pertanian yang lebih luas, tidak hanya sekedar yang dilewati saluran air secara alami. Demikian juga dengan system persekolahan, secara alami masyarakat akan memilih sekolah yang bermutu, sesuai dengan kemampuan untuk memilih, baik secara akademik maupun financial, sehingga banyak sekolah yang memiliki kelas gemuk (jumlah siswa melebihi kapasitas ruang kelas), sementara banyak sekolah lain yang kekurangan peserta didik.

(20)

1. Zonasi Sekolah (School Catchment Area)

Zonasi sekolah sudah sejak lama dijadikan sebagai mekanisme dalam mengelola pendidikan di suatu negara, atau di suatu wilayah/daerah. Zonasi sekolah di beberapa negara yang sudah menerapkannya, utamanya pada sekolah-sekolah umum yang diselenggarakan oleh pemerintah. Sekolah umum tersebut tidak hanya pada sekolah yang seluruh biaya sekolahnya ditanggung oleh pemerintah, namun juga pada sekolah yang masih ada partisipasi pembayaran/sumbangan dari orangtua/keluarga siswa. Hal ini, bergantung pada kebijakan penyelenggaraan pendidikan yang diberlakukan di negara tersebut.

McCulloch dan Crook (2013), menyatakan bahwa zonasi sekolah merupakan proses mengidentifikasi wilayah geografis untuk tujuan penempatan anak usia sekolah yang tinggal di daerah itu (daerah sekitar lokasi sekolah) ke sekolah umum untuk beberapa tujuan sosial yang didukung kekuatan elit dan politik. Dari pernyataan ini, zonasi sekolah dimaknai sebagai salah satu bentuk upaya untuk mengatasi kondisi sosial tertentu supaya menjadi yang diharapkan oleh elit yang sedang berkuasa.

Sehingga dapat diartikan bahwa, penerapan zonasi sekolah merupakan pilihan politik untuk mengatur anak usia sekolah yang tinggal di suatu wilayah harus dan dapat bersekolah di sekolah-sekolah yang berdekatan dengan tempat tinggalnya.

Pendekatan administratif kewila- yahan dikemukakan Stroub dan Richards (2013) dalam menjelaskan zonasi sekolah. Zonasi sekolah dikatakan dapat juga disebut sebagai zona penangkapan sekolah (school catchment area), yang mengacu pada batas-batas administratif dengan ditetapkan melalui pembagian wilayah-

(21)

wilayah sekolah umum sebagai cara untuk menempatkan siswa ke sekolah sesuai dengan lokasi tempat tinggal mereka. Pandangan ini lebih mengedepankan keaktifan dan peran pemegang kekuasaan secara politis di suatu wilayah administratif untuk menyusun penempatan siswa pada sekolah-sekolah yang tersedia di wilayah tersebut. Keefektifan pengelolaan pendidikan dipengaruhi oleh multi-faktor, selain wilayah administratif, juga perlu dipertimbangkan arus murid, akses transportasi, demografi, social politik, dan karakteristik local (budaya).

M. Zainal Abidin dan Asrori (2018) mengungkapkan dari hasil penelitiannya di SMPN 15 Kedung Cowek, Surabaya, bahwa penerapan sistem zonasi telah memberikan kemudahan bagi siswa/siswa dalam memilih sekolah berdasarkan pada tempat tinggal mereka. Dengan begitu juga memberikan dampak positif bagi orangtua/wali murid yang ingin menyekolahkan anaknya di sekolah favorit tetapi dengan biaya yang terjangkau. Selain itu, penerapan sistem zonasi di sekolah yang menjadi objek penelitian juga berdampak baik bagi sekolah yang berada dalam satu wilayah, karena dapat dijadikan sekolah percontohan.

Dengan demikian zonasi sekolah bukan hanya merupakan pilihan politik untuk mengatur anak usia sekolah yang tinggal di suatu wilayah harus dapat bersekolah di sekolah-sekolah yang berdekatan dengan tempat tinggalnya. Tetapi juga harus menjadi dasar perencanaan pendidikan, baik dalam meningkatkan akses, terutama di daerah pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pemukiman baru, serta daerah terpencil. Selain itu, dapat digunakan untuk meningkatkan pemerataan mutu pendidikan dengan cara memperkecil kesenjangan mutu sekolah, baik dalam ataupun antar sekolah dalam satu zona berdasarkan raport mutu hasil penjaminan mutu internal (PMI) sekolah, dalam hal ini perlu penguatan peran penjaminan mutu internal sekolah tingkat kabupaten/kota, selain yang diperankan oleh LPMP saat ini.

(22)

2. Memilih Sekolah (School Choice)

School choice pada dasarnya memposisikan orang tua sebagai konsumen yang diberdayakan untuk memilih dari beberapa pilihan, dengan memberlakukan tingkat persaingan sesuai dengan permintaan pasar yang didorong oleh pilihan konsumen (orangtua) dalam sistem penawaran sehingga sekolah berusaha menarik keluarga-keluarga tersebut. Kebijakan ini lebih menekankan mekanisme pasar dalam pendidikan. Mekanisme pasar tidak hanya terjadi ketika masyarakat/orang tua memilih sekolah untuk anaknya, tetapi juga dalam hal persaingan antar sekolah. Sekolah bersaing dengan sekolah lainnya guna menarik minat orangtua untuk mensekolahkan anaknya di sekolahnya.

Penerapan mekanisme school choice membutuhkan perubahan untuk menghadapi kendala yang dihadapi sekolah dan siswa. Penyesuaian yang diperlukan terkait dengan perubahan dalam mobilitas siswa, diversifikasi input siswa, perubahan dalam kemampuan pendanaan serta perilaku orangtua, dan pengaruhnya terhadap perubahan struktur pendidikan (Feinberg and Lubienski, 2008).

Laporan OECD (2006) menyebutkan bahwa terjadi perubahan di mana standar dan harapan dalam hal keberhasilan pencapaian pendidikan telah meningkat. Untuk itu perlu ada penyesuaian kebijakan guna menyamakan antara peluang yang ada dengan tuntutan baru orang tua. Orang tua berusaha memastikan bahwa anak-anak mereka memiliki akses ke sekolah yang mempunyai program paling baik.

Gorard, Fitz dan Taylor (2002) mengakui bahwa school choice memiliki tiga keunggulan utama dibandingkan sistem pembatasan berdasarkan wilayah dalam memilih sekolah. Pertama, menghargai pilihan keluarga sebagai konsumen. Kedua, memberikan kesempatan kepada semua orang untuk memilih sekolah terbaik, yang sebelumnya hanya untuk orangtua yang mampu membayar. Ketiga, memaksa mendorong pemenuhan terstandar pendidikan. Sekolah yang sukses akan menjadi populer, dan sekolah yang lemah akan tidak populer yang mempengaruhi kehilangan

(23)

dana dari perhitungan tiap siswa sampai mereka meningkatkan kualitasnya atau malah akan tutup.

Sri Maryati (2009), dari hasil penelitian Tesis-nya di SMK Negeri di Kota Semarang menyimpulkan bahwa faktor paling signifikan mempengaruhi preferensi orangtua memilih sekolah untuk anaknya adalah kondisi sekolah. Dalam mengukur kondisi sekolah, Maryati menjabarkannya dalam beberapa sub-faktor, yaitu fasilitas sekolah, prestasi yang telah dicapai sekolah, keleluasaan pilihan jurusan dan harapan masa depan lebih baik, nilai signifikansinya mencapai 59,79 persen. Sub-faktor yang memiliki pengaruh paling tinggi yaitu harapan masa depan lebih baik, karena dengan bersekolah di SMK maka akan mendapatkan keahlian dan keterampilan yang bisa langsung digunakan dalam dunia kerja. Sedangkan sub-faktor keleluasaan dalam memilih jurusan mempunyai pengaruh sebesar 25,41 persen. Sub-faktor fasilitas sekolah justru memperoleh nilai signifikansi pengaruh terkecil, hanya sebesar 4,72 persen. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa kebebasan memilih dan ketersediaan pilihan yang cukup merupakan harapan dari konsumen/masyarakat dalam memilih sekolah di Indonesia.

Memilih sekolah untuk anaknya sebagai upaya orang tua untuk memilihkan anaknya mendapatkan sekolah yang dapat menghantarkan anak memperoleh pendidikan sesuai dengan perkembangan pribadinya serta mendapatkan fasilitas pendidikan di sekolah dengan harapan masa depan lebih baik.

C. KEBIJAKAN PENERIMAAN SISWA BARU DAN ZONASI SEKOLAH DI NEGARA LAIN

Setiap negara memiliki filosofi kebijakan yang berbeda dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan untuk masyarakatnya. Perbedaan tersebut dilatarbelakangi oleh perbedaan kondisi budaya setempat, tujuan penyelenggaraan pendidikan, kondisi demografi, serta kondisi sosial ekonomi masyarakatnya. Dalam kajian ini, konsep kebijakan penerimaan

(24)

siswa baru (school choice) dan zonasi sekolah yang sudah terlebih dahulu diterapkan di negara lain, seperti di Amerika Serikat, Jepang, dan Inggris dijadikan landasan untuk mengkaji dampak kebijakan PPDB berbasis zonasi sekolah di Indonesia.

1. Kebijakan di Amerika Serikat

Kansas merupakan wilayah pertama di Amerika Serikat yang menerapkan kebijakan zonasi sekolah. Kebijakan zonasi sekolah di Kansas merupakan perintah “Supreme Court” setempat melalui “Brown v. Board of Education of Topeka, Kansas” pada tahun 1954. Tujuan dari kebijakan ini untuk mengurangi segregasi rasial di Kansas dan secara umum juga di Amerika Serikat. Segregasi terjadi antara ras kulit putih dengan ras kulit hitam. Dalam keputusan itu disebutkan bahwa memisahkan pendidikan di sekolah umum antara orang kulit hitam dengan orang kulit putih adalah tindakan inkonstitusional, karena fasilitas sekolah yang terpisah berhubungan erat dengan tidak setaranya kualitas fasilitas yang tersedia.

Oleh karena itu, seluruh sekolah untuk warga kulit putih di seluruh negara dipaksa untuk berintegrasi. Pada tahun 1955. (Reardon, S., Grewal, E., &

Kalogrides, D., 2012)

Setelah tercapai upaya mengurangi segregasi rasial melalui kebijakan zonasi sekolah ini, maka pada tahun 1990-an di Amerika Serikat merubah kebijakannya dengan menerapkan kebijakan penerimaan siswa baru di sekolah melalui beberapa pilihan pendaftaran, seperti melalui jalur piagam, program kupon, pendaftaran terbuka di tingkat district atau sekolah, dan pengurangan pajak. (Guthrie, 2002). Guthrie mengklasifikasikan terdapat empat jenis model pemilihan sekolah yang berlaku di Amerika Serikat, yaitu:

a. Charter schools.

Charter schools adalah sekolah umum yang dibentuk oleh masyarakat secara independen/mandiri. Mekanisme kerja sekolah didasarkan atas kerangka kontrak pendirian atau piagam yang disepakati antara sekolah

(25)

dengan orangtua, lembaga usaha, atau komunitas yang dilayani sekolah.

b. Voucher.

Voucher adalah dana publik yang diberikan oleh pemerintah kepada keluarga dan organisasi untuk memberikan uang sekolah di sekolah umum, swasta, atau keagamaan yang dipilih.

c. District/school open enrollment.

Mekanisme ini memberikan pilihan kepada keluarga untuk memilih sekolah di daerah mereka selain dari yang ditunjuk untuk siswa yang bersangkutan, tergantung pada ketersediaan ruang di sekolah yang dipilih.

d. Tax credits/deductions.

Mekanisme ini memungkinkan suatu keluarga menerima kembali (uang ganti) pajak atau biaya yang sudah dibayarkan untuk membayar biaya pendidikan di sekolah swasta, termasuk uang sekolah, buku pelajaran, transportasi, dan biaya sekolah langsung lainnya.

2. Kebijakan di Jepang

Beberapa kajian mengatakan bahwa Jepang membatasi siswa memilih sekolah pada tingkat sekolah dasar karena dinilai sistem memilih sekolah menjadikan siswa kurang memiliki ikatan emosional dengan tempat tinggalnya (Sakurai, R., 2016). Jepang memberikan batasan kepada siswa untuk memilih sekolah yang diinginkan, khusus pada sekolah negeri. Setiap orang tua di jepang akan mendapatkan surat pemberitahuan sekolah untuk anaknya pada saat sudah masuk usia sekolah. Pemberitahuan tersebut tertera nama sekolah negeri yang ditunjuk dan juga waktu masuk sekolah. Orang tua siswa cukup mengisi formulir biodata yang diserahkan kembali ke sekolah yang ditunjuk. Jadi, untuk masuk sekolah dasar negeri tidak mendaftar/memilih, tetapi sudah diatur oleh pemerintah. Di Jepang juga memungkinkan untuk masuk sekolah di tengah-tengah tahun ajaran berjalan.

Guru dan kepala sekolah di jepang juga dilakukan roling secara berkala.

Roling guru minimal dilakukan dua tahun sekali, sedangkan roling kepala

(26)

sekolah dilakukan minimal 3 tahun sekali. Tantangan untuk beradaptasi karena seringnya pindah-pindah sekolah diantisipasi dengan penerapan SOP yang seragam antar sekolah. Guru dan kepala sekolah juga diberikan insentif transportasi untuk mengantisipasi hal ini. Setiap guru kelas akan mendatangi orang tua pada awal tahun pelajaran, guna mengenal siswa, orang tua, lingkungan dan kondisi rumahnya. Siswa akan cenderung memilih pada kelompok yang sesuai dengan minatnya, sejalan dengan fokus pendidikan pada tingkat dasar di Jepang yaitu untuk membentuk karakter dan mental sesuai dengan perkembangan anak, memfokuskan pada belajar berteman baik dan belajar bekerjasama. Selain itu, sistem ujian masuk sekolah juga dinilai menjadi menghambat kesamaan hak dalam masuk sekolah (Nabeshima, et all, 2003).

3. Kebijakan di Inggris

Keluarnya undang-undang reformasi pendidikan di Inggris pada tahun 1988 telah merubah hak semua keluarga dalam memilih sekolah sesuai dengan preferensinya. Kebebasan memilih sekolah ini, tidak hanya pada sekolah yang ada di dalam daerahnya saja, tetapi juga diluar daerahnya. Pada peraturan sebelumnya, pihak berwenang setempat memilihkan anak-anak ke sekolah yang hampir seluruhnya didasarkan pada tempat tinggalnya.

Setelah keluarnya undang-undang tersebut, sekolah diseluruh negara Inggris dilarang untuk menolak siapapun yang mendaftar di sekolahnya sampai pada batas jumlah penerimaan siswa di sekolahnya tercapai. Semua sekolah yang didanai publik merupakan sekolah yang dapat dipilih. Dengan kebijakan tersebut, pendanaan pendidikan ke sekolah-sekolah mengikuti kebutuhan dari setiap siswa. Sehingga skema voucher secara nasional lebih efektif (Taylor, C. dan Gorard, S., 2001).

Kebijakan penerimaan siswa baru di negara lain tentunya sesuai dengan kondisi dan situasi perkembangan pendidikan yang telah dicapai oleh suatu Negara. Dengan demikian banyak pola penerimaan peserta didik baru yang dihasilkan sesuai pengalaman bagi suatu negara dalam meningkatkan

(27)

D. KONSEP PPDB BERBASIS ZONASI DI INDONESIA

Secara konseptual, kebijakan dapat dikatakan suatu rumusan keputusan pemerintah yang menjadi pedoman tingkah laku guna mengatasi masalah atau persoalan yang didalamnya terdapat tujuan rencana dan program yang akan dilaksanakan. Kebijakan pendidikan di sini dimaksudkan adalah seperangkat aturan sebagai bentuk keberpihakan dari pemerintah dalam upaya membangun satu sistem pendidikan sesuai dengan tujuan dan cita- cita yang diinginkan bersama, keberpihakan tersebut menyangkut dalam konteks politik, anggaran, pemberdayaan, tata aturan, dan sebagainya.

Kebijakan pendidikan merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategi pendidikan yang dijabarkan dari visi dan misi pendidikan, dalam rangka mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu. (Hasbullah, H.M., 2015).

Ketentuan mengenai zonasi tercantum pada pasal 16, Permendikbud Nomor 51 tahun 2018, dimana sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili pada radius zona terdekat dari sekolah paling sedikit sebesar 90% (sembilan puluh persen) dari total jumlah keseluruhan peserta didik yang diterima.

Domisili calon peserta didik didasarkan pada alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling lambat 6 (enam) bulan sebelum pelaksanaan PPDB.

Radius zona terdekat ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kondisi daerah dengan mendasarkan pada kesediaan anak sekolah di daerah tersebut dan kesediaan daya tampung dalam rombongan belajar pada masing-masing sekolah.

Sekolah juga masih dapat menerima calon peserta didik yang berasal dari luar zona terdekat melalui jalur prestasi dan karena alasan khusus seperti perpindahan domisili orang tua/wali atau karena terjadi bencana alam/sosial. Prosentase kuota penerimaan calon peserta didik dari jalur prestasi paling banyak 5% (lima persen) dari total jumlah peserta didik yang diterima, dan jalur perpindahan tugas orang tua/wali paling banyak 5%

(28)

(lima persen) dari total jumlah peserta didik yang diterima. Dengan begitu diharapkan calon peserta didik akan melanjutkan pendidikan di sekolah yang lokasinya tidak jauh dari tempat domisili, sehingga siswa dapat memanfaatkan waktu dan energinya lebih efektif pada saat proses belajar mengajar di sekolah.

Dalam dinamika pelaksanaan PPDB berbasis zonasi tahun 2019 melalui tuntutan dari masyarakat untuk merubah Permendikbud No 51 Tahun 2018 terkait dengan kuota jalur zonasi. Sebagian besar masyarakat menuntut untuk menambah kuota jalur prestasi karena sebagian masyarakat menyuarakan untuk peserta didik berprestasi supaya kuota dalam jalur ditambahkan proporsinya. Berdasarkan usulan dari masyarakat tersebut dilakukan perubahan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 junto Permendikbud No 20 Tahun 2019 dengan proporsi kuota jalur zonasi 80%, jalur prestasi 15% dan jalur perpindahan orang tua 5%. Perubahan tersebut memberikan peluang bagi peserta didik yang memiliki prestasi untuk dapat memilih sekolah yang dikehendaki sehingga tuntutan masyarakat dapat diakomodir.

(29)

B

agian ini menjelaskan kebijakan yang ditetapkan pemerintah daerah (Pemda) terkait PPDB zonasi dan pelaksanaan kebijakan PPDB zonasi tersebut. Implementasi kebijakan zonasi pendidikan di daerah mulai dicanangkan sejak tahun 2017 melalui Penerimaan Peserta Didik Baru. Dalam penerapan PPDB zonasi tersebut diperlukan koordinasi antar aparat pemerintah daerah yang menangani urusan pendidikan, yaitu di antaranya Dinas Pendidikan (Disdik), Dewan Pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), pengawas (jenjang SMP dan SMA).

Koordinasi tersebut dilakukan sesuai arah kebijakan yang diundangkan dalam peraturan daerah.

A. KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH TERKAIT PPDB ZONASI

Dalam pelaksanaan PPDB zonasi, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 jo Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019, di mana berdasarkan peraturan ini Pemda telah menindak lanjutinya dalam bentuk Peraturan Gubernur maupun Peraturan Bupati/Walikota. Selanjutnya peraturan daerah ini menjadi acuan Disdik di masing-masing wilayah untuk

B A B I I

TINDAK LANJUT PEMERINTAH DAER AH

DALAM PPDB ZONASI

(30)

menyusun petunjuk teknis/pelaksanaan PPDB di daerah tersebut, agar dapat dioperasionalkan oleh setiap satuan pendidikan.

Pada prinsipnya pemerintah daerah telah mengikuti kebijakan PPDB zonasi sesuai Permendikbud, walaupun peraturan turunan tersebut masih bervariasi. Artinya dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat, terdapat daerah sampel yang menerima sepenuhnya dan ada pula yang belum lihat tabel di bawah. Regulasi pelaksanaan PPDB pada jenjang SMA didasari atas peraturan gubernur, sedangkan peraturan walikota/bupati sebagai acuan pelaksanaan PPDB jenjang SMP dan PAUD. Peraturan daerah ini menjadi pedoman Disdik setempat guna menyusun petunjuk teknis (Juknis) PPDB di wilayah mereka. Pada umumnya semua daerah sampel sudah membuat Juknis PPDB yang didasarkan pada peraturan kepala daerah masing-masing sebagaimana terlihat dalam matrik berikut.

Tabel 2. 1. Matriks Juknis PPDB Tahun 2019 pada Pemerintah Daerah No.

Daerah Propin-

si/Kab/Kota PPDB Berbasis Zonasi Keterangan

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jenjang SMA 1 Provinsi Jawa

Barat Dasar regulasi:

Pergub Nomor 16 Tahun 2019

PPDB SMA

1. Jalur Zonasi, kuota 90% dibagi:

a) Zonasi jarak, kuota 55%

b) KETM, kuota 20%

c) Zonasi kombinasi, kuota 15% (de ngan per tim bangan skor jarak dituju dengan bobot 30% dan nilai UN dengan bobot 70%) 2. Jalur Prestasi, paling banyak 5% terdiri dari:

a) 2,5% prestasi nilai UN, dan/atau b) 2,5% prestasi non UN

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, paling banyak 5%

• Propinsi Jawa Barat masih belum sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018

• Penerimaan peserta didik dalam jalur zonasi masih ada jalur kombinasi antara jarak dan prestasi UN.

• Dalam penetapan zonasi di Propinsi Jawa Barat bervariasi ada Kabupaten/Kota dalam satu zonasi dan ada yang sudah ada pengelompokan sekolah

(31)

No.

Daerah Propin-

si/Kab/Kota PPDB Berbasis Zonasi Keterangan

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jenjang SMA 2. Provinsi Jawa

Timur Dasar regulasi:

Pergub Nomor 23 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 90% dibagi:

a) 50% berdasarkan jarak (termasuk penyan- dang disabilitas, dan 20% kuota untuk keluarga tidak mampu)

b) 20% berdasarkan seleksi hasil nilai UN Jalur Prestasi, paling banyak 5% terdiri dari: a) 3% prestasi lomba akademik/non- akademik, dan b) 2% prestasi nilai UN Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

• Propinsi Jawa Timur masih belum sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018.

• Penerimaan peserta didik dalam jalur zonasi masih ada jalur seleksi berdasarkan nilai UN.

3. Propinsi Jawa Tengah Dasar regulasi:

Pergub Nomor 9 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 90% (seleksi berdasarkan jarak terdekat dan waktu mendaftar) 2. Jalur Prestasi, paling banyak 5% (prestasi nilai UN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

Provinsi Jawa Tengah sudah sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018

4. Propinsi Banten Dasar regulasi:

Pergub Nomor 18 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 90% (seleksi berdasarkan jarak domisili terdekat dan waktu mendaftar) 2. Jalur Prestasi, paling banyak 5% (prestasi nilai UN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

Provinsi Banten sudah sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018

5. Propinsi Kali- mantan Barat Dasar regulasi:

Pergub Nomor 27 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 80% (seleksi berdasarkan jarak domisili terdekat)

2. Jalur Prestasi, paling banyak 15% (prestasi nilai UN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

Provinsi Kalimantan Barat sudah sesuai dengan Permendik- bud No 20 Tahun 2019 tentang perubah- an Permendikbud No 51 Tahun 2018 Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jenjang SMP

6 Kota Bandung Dasar regulasi:

Perwali Nomor 13 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 90% dengan rincian:

a) Zonasi jarak, kuota 50%

b) KETM, kuota 20%

c) Zonasi kombinasi, kuota 20 % (dengan pertimbangan skor jarak dituju dengan bobot 60% dan nilai USBN dengan bobot 40%) 2. Jalur Prestasi, paling banyak 5% (prestasi nilai UN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

• Kota Bandung masih belum sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018.

• Penerimaan peserta didik dalam jalur zonasi masih ada jalur kombinasi antara jarak dan prestasi USBN.

(32)

No.

Daerah Propin-

si/Kab/Kota PPDB Berbasis Zonasi Keterangan

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jenjang SMA 7 Kota Surabaya

Dasar regulasi:

Perwali Nomor 25 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 90% dengan rincian:

a) Dalam kota

b) Rekomendasi dalam kota (warga Surabaya dari sekolah luar Surabaya)

c) Lulusan tahun lalu

d) Mitra Warga (keluarga tidak mampu ditempatkan di SMP N/S terdekat e) Inklusi (ditempatkan di sekolah terdekat) f) Kawasan (Seleksi USBN (40%) dan TPA (60%) g) Kejar Paket A

2. Jalur Prestasi, paling banyak 5% (nilai USBN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

• Kota Surabaya masih belum sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018.

• Penerimaan peserta didik dalam jalur zonasi memasukkan kategori jalur selain berdasarkan jarak.

• Terdapat jalur kawasan dalam jalur zonasi, yang sistem seleksinya menggunakan nilai USBN dan tes TPA.

• Proporsi kuota jalur-jalur yang dimasukkan di dalam jalur zonasi tidak diberi rincian batasan persentase yang jelas 8 Kota Surakarta

Dasar regulasi:

Perwali Nomor 17 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 90% (seleksi berdasarkan jarak domisili terdekat)

2. Jalur Prestasi, paling banyak 5% (prestasi nilai USBN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

Kota Surakarta sudah sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018

9 Kota Serang Dasar regulasi:

Perwali Nomor 17 Tahun 2019

1. Jalur Zonasi, kuota 90% termasuk inklusi minimal 5% dan keluarga tidak mampu (seleksi berdasarkan jarak domisili terdekat)

2. Jalur Prestasi, paling banyak 5% (prestasi nilai USBN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

Kota Serang sudah sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018

10 Kota Pontianak 1. Jalur Zonasi, kuota 80% (seleksi berdasarkan jarak domisili terdekat)

2. Jalur Prestasi, paling banyak 15% (prestasi nilai USBN dan hasil perlombaan)

3. Jalur Perpindahan Tugas Orang Tua, kuota 5%

Kota Pontianak sudah sesuai dengan Permendikbud No 20 Tahun 2019 tentang perubahan Permen- dikbud No 51 Tahun 2018

(33)

Ketentuan jalur dan proporsi kuota masing-masing jalur ditetapkan melalui peraturan kepala daerah yang kemudian dijabarkan dalam Juknis PPDB oleh Disdik setempat. Sebagian besar provinsi dan kota sampel telah melaksanakan PPDB sesuai dengan jalur PPDB dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018, seperti di provinsi Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kota Serang, Kota Surakarta dan Kota Pontianak. Namun dengan terbitnya Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019, tidak semua daerah melakukan penyesuaian proporsi kuota untuk jalur zonasi dan prestasi. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa daerah yang telah melaksanakan PPDB sebelum diterbitkannya Permendikbud No. 20 Tahun 2019. Sebagaimana yang diketahui bersama bahwa substansi Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 menyatakan adanya perubahan proporsi kuota untuk: (i) jalur Zonasi 90 persen (diubah menjadi 80%); (ii) jalur Prestasi maksimal 5 persen (diubah menjadi maksimal 15%).

Disisi lain, ditemui adanya di beberapa daerah sampel yang menambahkan syarat penyeleksian berdasarkan USBN/UN pada jalur zonasi. Tentunya hal ini tidak sesuai dengan Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 maupun perubahannya (Permendikbud No 20 Tahun 2019) yang mengatur sistem seleksi jalur zonasi hanya berdasarkan jarak tempat tinggal/domisili peserta didik dengan sekolah yang dituju. Apabila terdapat calon peserta didik baru yang memiliki jarak (domisili dengan sekolah yang dituju) yang sama, maka penyeleksiannya dilihat dari waktu pendaftarannya (peserta didik yang mendaftar lebih awal).

Ketidaksesuaian sistem seleksi melalui jalur zonasi ini terjadi di provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat yang memasukkan nilai USBN/UN sebagai syarat seleksi calon peserta didik baru. Ketidaksesuaian Juknis PPDB SMP juga terlihat di Kota Surabaya dan Kota Bandung. Di Kota Surabaya, jalur zonasi dibagi ke dalam beberapa kategori jalur, yakni salah satunya jalur kawasan. Jalur tersebut mendasari penerimaan peserta didik baru pada nilai USBN dan hasil TPA. Ketidaksesuaian juga terdapat dalam Juknis PPDB Kota Bandung, yakni terdapat penambahan jalur kombinasi dalam jalur

(34)

zonasi. Sistem seleksi jalur kombinasi didasarkan pada perhitungan jarak tempat tinggal dan nilai USBN peserta didik.

B. PENERAPAN PPDB BERBASIS ZONASI OLEH PEMERINTAH DAERAH

Pelaksanaan PPDB oleh Pemda didasari atas regulasi zonasi di tingkat pusat maupun daerah tersebut. Sebelum diuraikan bagaimana pelaksanaan dan perkembangan PPDB di daerah sampel, maka ada baiknya diketahui terlebih dahulu bagaimana pemahaman aparat Pemda terhadap peraturan PPDB dan ketersediaan perangkat kebijakan di daerah tersebut dalam mendukung pelaksanaan PPDB.

1. Pemahaman Mengenai Peraturan PPDB Berbasis Zonasi.

Pemahaman terhadap peraturan PPDB zonasi ini didasarkan pada pandangan aparat Pemda yang menjadi informan penelitian ini terhadap peraturan PPDB. Selain didasarkan pada pelaksanaan sosialisasi dari peraturan tersebut.

a) Pandangan terhadap Peraturan PPDB

Pihak Disdik menyatakan telah memahami Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 jo Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019. Pemahaman mereka sebagian besar terkait dengan jalur dalam PPDB (90%) dan persentase kuota pada setiap jalur. Berdasarkan pemahaman tersebut, pelaksanaan PPDB di daerah telah dilaksanakan sesuai dengan Permendikbud yang berlaku (90%).

Kesesuaian ini dapat dilihat pada penerapan jalur dan ketentuan kuota persentase setiap jalur dalam PPDB (70%). Dalam hal ini, sebagian besar pemerintah daerah sudah melaksanakan PPDB zonasi, walaupun masih belum sempurna dalam pelaksanaannya. Namun demikian, dapat dikemukakan bahwa pelaksanaan PPDB nampak berjalan seperti yang diharapkan.

Sementara pandangan Dewan Pendidikan terhadap ketentuan persentase setiap jalur PPDB zonasi masih beragam. Ada yang setuju dengan ketentuan jalur zonasi sebesar 80 persen, prestasi sebesar 15 persen, dan

(35)

jalur perpindahan sebesar 5 persen. Namun ada pula yang menyarankan persentase kuota jalur zonasi berbanding prestasi menjadi 50 : 50, agar tidak terkesan asal calon peserta didik bertempat tinggal dekat sekolah, maka peserta didik tersebut pasti dapat diterima. Ada pula yang menyatakan seharusnya jalur zonasi sebesar 45 persen, prestasi akademik sebesar 45 persen, prestasi non akademik sebesar 5 persen, dan perpindahan orangtua sebesar 5 persen.

Berikutnya adalah pandangan LPMP mengenai persentase PPDB zonasi dalam Permendikbud PPDB nampak sudah memenuhi harapan masyarakat dan peserta didik, karena sudah berkeadilan dan cukup mengakomodasi tujuan PPDB zonasi. Dalam pelaksanaan sosialisasi harus dipastikan terlaksana bagi seluruh pemangku kepentingan. Yang paling utama adalah konsistensi pelaksanaan regulasi dan persamaan kesepahaman serta mindset masyarakat mengenai sekolah bermutu. Informan LPMP menyarankan untuk menambahkan persentase dalam jalur prestasi yakni sebesar 20 persen, sehingga jumlah kuota prestasi menjadi 35 persen (15%+20%).

Lain halnya dengan pengawas SMP dan SMA yang memberi pandangannya mengenai persentase PPDB zonasi dalam Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 jo Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019. Secara umum dikatakan bahwa peraturan PPDB zonasi sudah memenuhi harapan masyarakat yang ingin menyekolahkan anak-anaknya di sekolah favorit.

Sebab semua potensi yang dimiliki peserta didik serta yang diharapkan orang tua telah dapat diakomodasi. Namun, sebaiknya persentase untuk jalur zonasi dikurangi, misalnya jalur prestasi baik dari luar maupun dalam zonasi ditambah dari 15 persen menjadi 50 persen. Hal ini didasari pertimbangan karena calon peserta didik masih ingin bersaing dalam prestasi (nilai UN). Apabila masyarakat sudah siap, jalur zonasi dapat ditingkatkan menjadi 80 persen, karena jalur perpindahan yang sebesar 5 persen tampaknya masih terlalu besar.

b) Sosialisasi Peraturan PPDB

Pelaksanaan sosialisasi Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 jo

(36)

Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 telah dilakukan oleh Disdik yang menjadi sampel kajian ini. Pada umumnya sosialisasi dilaksanakan antara bulan April sampai Mei 2019, mengingat PPDB dimulai pada bulan Juni.

Pelaksanaan sosialisasi tersebut mengundang kepala sekolah. Selain itu, juga mengundang komite sekolah dan tokoh masyarakat (50%), seperti di Kota Surabaya dan Kota Surakarta. Adapun sosialisasi tersebut diadakan dalam pertemuan kepala sekolah (90%) maupun surat edaran (60%). Target sosialisasi PPDB zonasi ini lebih diarahkan pada pihak sekolah (dalam hal ini kepala sekolah) dan masyarakat. Terkait sosialisasi sebagian kecil daerah menyatakan masih kurang sosialisasi terutama kepada masyarakat atau orang tua dari calon peserta didik baru. Oleh karena sebagian orang tua ada yang masih belum paham dengan sistem PPDB zonasi. Oleh karena itu, sebagian orangtua mengusulkan sosialisasi sebaiknya dilakukan jauh sebelum pelaksanaan PPDB.

c) Perangkat Kebijakan Daerah Terkait PPDB

Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota (peraturan daerah) ataupun peraturan Kepala Dinas Pendidikan terkait PPDB (juknis/juklak tentang PPDB) sebagai turunan dari Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 51 Tahun 2018 jo Permendikbud Nomor 20 Tahun 2019 telah disusun menurut Disdik. Berdasarkan peraturan daerah tersebut, semua daerah sampel menyatakan telah menetapkan zonasi PPDB. Dalam penetapan zonasi PPDB di provinsi Jawa Barat nampak bervariasi, di mana terdapat Pemda yang menetapkan satu wilayah kabupaten/kota sebagai satu zonasi dan ada pula yang mengelompokkan beberapa sekolah sebagai satu zonasi.

Dalam penetapan zonasi PPDB ini, Disdik melibatkan pihak MKKS (70%), di mana zonasi PPDB ditetapkan dengan metode (parameter) jarak tempat tinggal peserta didik dengan sekolah yang dituju (80%). Sebelum zonasi PPDB ditetapkan, Disdik melakukan perhitungan terhadap jumlah lulusan dan daya tampung sekolah (60%). Hanya sebagian kecil daerah yang belum menetapkan zonasi berdasarkan perhitungan jumlah lulusan dan

(37)

daya tampung. Selain itu, masih terdapat daerah yang menetapkan PPDB zonasi, namun belum memiliki peta zonasi PPDB.

2. Pelaksanaan PPDB Tahun 2019

Pihak Disdik menyatakan bahwa mereka telah memberi pengumuman pelaksanaan PPDB untuk diterapkan di sekolah. Informasi yang paling banyak dimuat dalam pengumuman PPDB adalah mengenai persyaratan, waktu pendaftaran, daya tampung, pengumuman hasil PPDB, dan pendaftaran ulang. Sementara media yang paling banyak digunakan sebagai sarana pengumuman PPDB adalah website (90%).

Disdik menyatakan sebagian besar calon peserta didik baru tidak dapat tertampung di sekolah yang dituju (80%), karena sampai saat ini animo masyarakat cukup tinggi untuk memasukkan anaknya ke sekolah negeri.

Dari informasi tersebut terlihat bahwa sekolah negeri masih banyak diserbu para orang tua calon peserta didik baru. Apalagi dengan adanya program wajib belajar, terdapat kebijakan menggratiskan iuran pendidikan pada sekolah-sekolah negeri. Apalagi bila sekolah negeri yang dituju merupakan sekolah yang dianggap favorit oleh masyarakat.

Apabila terdapat calon peserta didik baru yang tidak tertampung di sekolah yang dituju, maka tindakan yang akan dilakukan sekolah adalah mengarahkan calon peserta didik baru tersebut ke sekolah swasta (60%) dan melapor ke pihak Disdik (40%). Dalam menerima laporan adanya peserta didik baru yang tidak tertampung, Disdik akan mengarahkan calon peserta didik baru tersebut bersekolah di sekolah swasta (70%) yang terdekat dari tempat tinggalnya. Konsekuensinya, pemerintah daerah (Pemda) akan menyiapkan pemberian bantuan biaya pendidikan (80%) bagi peserta didik yang berasal dari keluarga kurang mampu.

Nampak ada Pemda yang membiayai seluruhnya dan ada pula yang hanya membiayai sebagian saja, seperti pemerintah Kota Surakarta sesuai Surat Keputusan Walikota Surakarta. Mereka mendapatkan bantuan BPMKS (Bantuan Pendidikan Masyarakat Kota Surakarta) selama satu tahun sebesar 450.000 rupiah untuk peserta didik SD, 600.000 rupiah untuk SMP

(38)

dan 1.200.000 rupiah untuk SMA. Pemda memberikan dana bantuan pendidikan ini dalam bentuk kartu debet sebagai alat pembayaran non tunai yang dapat dibelanjakan peserta didik sesuai kebutuhan sekolahnya di toko- toko yang menjadi mitra.

Di sisi lain, dalam pelaksanaan PPDB, Disdik menyatakan adanya hambatan (60%), contohnya pemahaman masyarakat terhadap sistem PPDB zonasi, aplikasi google map yang belum tentu sesuai dengan jarak sebenarnya.

Akibat ketidakakuratan sistem aplikasi tersebut menimbulkan ketidaknyamanan calon orang tua peserta didik baru, sehingga mereka melakukan protes pada Disdik setempat. Hanya sebagian kecil pihak Disdik (30%) yang menyatakan tidak ada hambatan dalam pelaksanaan PPDB.

Pihak pengawas sekolah menambahkan adanya masalah dalam pelaksanaan PPDB berupa kurangnya sosialisasi ke publik; belum jelasnya kriteria peserta didik berprestasi; perlu mengakomodasi siswa yang tidak diterima atau masuk dalam zona; belum meratanya sarana/fasilitas dan guru; sistem aplikasi yang masih bermasalah; infrastruktur yang belum merata; pemerataan kompetensi guru dan penyebarannya belum merata, dan adanya perubahan persentase zona yang masyarakat belum tahu.

Pelaksanaan PPDB berbasis zonasi belum berkeadilan bagi masyarakat, karena adanya masyarakat yang tempat tinggalnya jauh dari sekolah dan prestasinya yang masih kurang memadai. Hal ini terjadi karena calon siswa baru yang memiliki nilai UN tinggi tidak diterima di sekolah. Dalam hal ini, peta zonasi PPDB masih perlu dikembangkan dan dilanjutkan guna pemerataan akses pendidikan.

Permasalahan senada juga dinyatakan pihak LPMP dalam penetapan peta zonasi PPDB. Masih kurangnya daya tampung sekolah (khususnya sekolah negeri), akibatnya ditemui area “blank spot”, yang menunjukkan tempat tinggal peserta didik terletak jauh dari sekolah manapun, sehingga menimbulkan permasalahan dalam menyusun peta zonasi PPDB. Dengan kondisi ini, kemungkinan dapat terjadi peserta didik yang tidak dapat bersekolah. Kekurangan daya tampung sekolah juga ditemui pada zona

(39)

yang padat jumlah anak usia sekolahnya.

Adapun hambatan dalam penerapan peta zonasi PPDB adalah masyarakat belum siap menerima sistem itu, karena pemahaman masyarakat tentang zonasi masih rendah akibat sistem PPDB zonasi belum tersosialisasi ke masyarakat secara utuh. Jumlah sekolah dan masyarakat tidak berbanding lurus, sebaran letak sekolah belum merata di setiap wilayah, menyebabkan peserta didik yang mempunyai UN tinggi tidak mendapat sekolah, sekolah masih UNBK minded.

Permasalahan lainnya menurut Dewan Pendidikan adalah dalam penyusunan peta zonasi PPDB, jumlah sekolah dan kualitas sekolah di daerah tersebut belum merata, sehingga bagi calon peserta didik yang bertempat tinggal jauh dari sekolah dan akan sulit mengenyam pendidikan yang berkualitas. Selain itu, sekolah swasta yang bermutu baik menuntut biaya mahal. Oleh karena itu, tak heran adanya para orang tua yang menginginkan anaknya mengecap pendidikan di sekolah favorit dengan cara memindahkan kartu keluarga mereka ke dalam zona yang sama dengan sekolah favorit. Selama ini masyarakat terbiasa memburu sekolah favorit karena mereka ingin mendapat pelayanan yang optimal demi pendidikan anak-anak mereka.

Menurut pengawas sekolah, terdapat masalah dalam menetapkan peta zonasi PPDB karena jumlah sekolah negeri yang belum merata di suatu zona jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada setiap kecamatan.

Ditambah keinginan masyarakat untuk memasukkan anaknya ke sekolah yang dianggap favorit (sekolah dilihat dari output lulusan pada tahun sebelumnya dan memiliki nilai UN tinggi).

Persoalan ini bertambah serius dengan keberadaan mutu sekolah yang tidak sama di suatu zona, sehingga masyarakat yang tinggalnya jauh dari lokasi sekolah akan sulit mendapatkan sekolah yang berkualitas dan terjangkau dengan kemampuan ekonomi mereka. Hal ini menjadi salah satu penyebab sistem PPDB zonasi tidak dapat diterapkan sepenuhnya.

Disamping itu, pihak LPMP juga menyatakan permasalahan lain dalam

(40)

pelaksanaan PPDB yakni: (i) kurangnya sosialisasi PPDB, sehingga menimbulkan pemahaman yang berbeda di masyarakat terkait regulasi, teknis dan mekanisme seleksi penerimaan peserta didik baru, (ii) adanya perubahan (revisi) regulasi (Permendikbud) pada saat PPDB sudah/sedang berlangsung, sehingga menyulitkan Pemda.

Beberapa pihak menyampaikan saran terkait PPDB zonasi yaitu antara lainnya: (i) memberikan pembobotan pada aspek prestasi dan jarak tempat tinggal dalam PPDB SMP; (ii) PPDB dilaksanakan serempak untuk SMA dan SMK; (iii) perlu pelaksanaan yang konsisten dalam jalur zonasi dan jalur prestasi; (iv) perlu difasilitasi alat yang dapat mendukung transparansi pelaksanaan PPDB oleh masyarakat ; (v) intervensi akan pemenuhan 8 SNP (mutu pendidikan) perlu ditingkatkan sesuai kebutuhan; (vi) PPDB zonasi perlu lebih disosialisasikan pada masyarakat.

Dewan Pendidikan terkait dengan PPDB zonasi menyarankan sebaiknya zonasi diterapkan secara bertahap karena selagi mutu pendidikan belum sama dan penyebaran sekolah belum merata, maka PPDB zonasi sulit untuk diterapkan; sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah maka sebaiknya teknis pelaksanaan PPDB diserahkan kepada Pemda (tidak diatur melalui Permendikbud); melakukan pemerataan, penataan, dan pembinaan sekolah berdasarkan penataan/

pembinaan 8 standar nasional pendidikan (SNP), dengan cara paling tidak memenuhi sarana dan prasarana maupun tenaga pendidik sesuai dengan standar pelayanan minimal (SPM).

Semua informan menyatakan ada manfaat dari kebijakan sistem zonasi dalam dunia pendidikan. Adapun manfaatnya bagi sekolah: (i) input peserta didik menjadi beragam; (ii) tingkat pengaduan rendah;

(iii) mensejajarkan kualitas sekolah (tidak ada sekolah favorit); (iv) calon peserta didik bernilai UN rendah bisa bersekolah di sekolah yang dekat dan bagus; (v) pemerataan dan peningkatan mutu; (vi) siswa yang tinggal dekat dengan sekolah dapat menempuh pendidikan di sekolah tersebut.

Manfaat kebijakan zonasi pendidikan menurut Dewan Pendidikan

(41)

antara sekolah favorit dan sekolah non favorit, di mana semua anak dapat bersekolah dan setiap sekolah adalah sekolah bermutu, jarak sekolah dan biaya pendidikan dapat terjangkau, serta terdapatnya pemerataan mutu pendidikan.

Saat pelaksanaan PPDB di sekolah tidak ditemui adanya penyimpangan (80%), di mana penyimpangan terjadi dalam hal penetapan jumlah peserta didik baru yang diterima. Hanya di Kota Bandung yang menyatakan adanya penyimpangan, yakni dalam hal pemalsuan sertifikat lomba. Dalam hal terjadinya penyimpangan, Disdik juga memberikan sanksi berupa teguran secara lisan. Untuk mengantisipasi adanya penyimpangan, Disdik melakukan pengawasan. Pengawasan tersebut dilakukan secara internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh pengawas sekolah dan pihak Pemda yang berwenang, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh ombudsman dan satuan tugas sapu bersih pungutan liar. Selain itu, bila terjadi penyimpangan maka dapat pula ditindaklanjuti dalam bentuk pengaduan. Sebagian besar Disdik menyebutkan sudah adanya kanal pengaduan masyarakat untuk urusan PPDB (90%).

C. PESERTA DIDIK BARU HASIL PPDB TAHUN 2019 1. Peserta Didik Baru Jenjang SMP

a) Jarak Tempat Tinggal Peserta Didik Baru

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh bahwa hasil pelaksanaan PPDB berbasis Zonasi tahun 2019, kondisi jarak tempat tinggal dengan sekolah sudah menunjukkan sebagian besar peserta didik pada posisi dekat dengan sekolah. Seperti ditunjukkan Grafik di bawah ini bawa peserta didik jarak dari tempat domisili dengan sekolah sebagian besar dengan jarak kurang 2 km. Hal ini menunjukkan bahwa dengan PPDB berbasis zonasi lebih menjamin peserta didik dekat sekolah untuk mendapatkan sekolah yang dituju.

Peserta didik baru SMP berdasarkan tempat tinggal terbanyak adalah Kota Surabaya sebesar 1.852 siswa, diikuti Kota Surakarta sebesar 1.267

(42)

siswa, Kota Pontianak sebesar 544 siswa, dan terkecil Kota Bandung sebesar 260 siswa. Jarak tempat tinggal dirinci menjadi lima, yaitu 0-1 km, 1-2 km, 2-3 km, 3-4 km, 4-5 km dan 5 km lebih. Berdasarkan jarak tempat tinggal maka jarak 0-1 km di 3 kota, yaitu Surabaya (30%), Bandung (66%) dan Pontianak (48%) yang terbesar jika dibandingkan dengan jarak lainnya kecuali Kota Surakarta yang terbesar pada jarak 1-2 km. Sebaliknya, jarak tempat tinggal yang terkecil untuk Kota Surabaya (2%) dan Surakarta (3%) dengan jarak 4-5 km, Kota Bandung (3%) dengan jarak 3-4 km, dan Kota Pontianak (3%) dengan jarak 5 km lebih. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa di 4 kota ini sudah mengikuti aturan zonasi sehingga yang lebih banyak pada jarak yang kecil, yaitu 0-1 km dan 1-2 km.

48% 20% 11% 9% 8% 3%

Grafik 1. Jarak Tempat Tinggal Peserta Didik Baru SMP Jalur Zonasi TP 2019/2020 ke Sekolah

b) Jalur Masuk Peserta Didik Baru

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa satuan pendidikan dalam menerima peserta didik baru sudah melalui jalur zonasi. Peserta didik baru SMP berdasarkan jalur masuk terbanyak adalah Kota Surabaya sebesar 2.216 siswa, diikuti Kota Surakarta sebesar 1.194 siswa, Kota Pontianak sebesar

(43)

429 siswa, dan terkecil Kota Bandung sebesar 293 siswa. Jalur masuk peserta didik terdiri dari tiga, yaitu zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua. Berdasarkan jalur masuk maka yang tertinggi adalah melalui zonasi di semua kota, yaitu Surabaya (93,7%) yang terbesar, Bandung (88,7%), Surakarta (91,5%), dan Pontianak (75,1%) yang terkecil. Kecilnya menurut zona akibat yang masuk dengan jalur prestasi cukup besar (23,8%). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jalur zonasi sudah dilaksanakan dengan baik pada 4 kota tersebut. Hal ini seperti ditunjukkan pada Grafik di bawah ini.

Grafik 2. Jalur Masuk Peserta Didik Baru SMP TP 2019/2020

c) Nilai USBN Peserta Didik Baru

Berdasarkan data bahwa nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) pada jenjang SMP menunjukkan kemampuan akademis yang bervariatif. Hal ini ditunjukkan seperti pada Grafik dibawah. Hal ini menggambarkan bahwa kemampuan akademis pada peserta didik baru yang berbeda-beda pada satu kelas ada yang berkemampuan rendah sampai tinggi.

Peserta didik baru SMP terbanyak dari nilai USBN adalah Kota Surabaya

(44)

sebesar 2.914 siswa, diikuti Kota Surakarta sebesar 1.369 siswa, Kota Pontianak sebesar 655 siswa, dan terkecil Kota Bandung sebesar 554 siswa.

Nilai USBN peserta didik baru terdiri dari nilai terendah, nilai rata-rata dan nilai tertinggi. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai tertinggi di 4 kota hampir mirip antara 294 (Kota Surabaya), 278 (Kota Bandung), 298 (Kota Surakarta) dan 286 (Kota Pontianak). Namun, bila dilihat nilai rata-ra maka Kota Surabaya (241) yang terbesar, Kota Bandung (217), Kota Surakarta (194) dan Kota Pontianak (188). Dengan demikian, tidak ada kaitan antara peserta didik baru dilihat dari hasil USBN dengan penentuan jalur zonasi. Jadi, memang dari jalur zonasi ini terlihat peserta didik yang baru memiliki kemampuan yang heterogen.

Grafik 3. Nilai rata-rata USBN Peserta didik baru SMP TP 2019/2020

2. Peserta Didik Baru Jenjang SMA

a) Jarak Tempat Tinggal Peserta Didik Baru

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh bahwa hasil pelaksanaan PPDB berbasis Zonasi tahun 2019, kondisi jarak tempat tinggal dengan sekolah sudah menunjukkan sebagian besar peserta didik pada posisi

(45)

dekat dengan sekolah. Seperti ditunjukkan Grafik di bawah ini bawa peserta didik jarak dari tempat domisili dengan sekolah sebagian besar dengan jarak kurang 2 km. Hal ini menunjukkan bahwa dengan PPDB berbasis zonasi lebih menjamin peserta didik baru jenjang SMA dekat sekolah untuk mendapatkan sekolah yang dituju seperti halnya jenjang SMP.

Peserta didik baru SMA berdasarkan jalur masuk terbanyak adalah Kota

29,8% 29,6% 35,1% 3,1% 1,3% 1,3%

38,8% 59,4% 1,5%

Grafik 4. Jarak Tempat Tinggal Peserta Didik Baru SMA Jalur Zonasi TP 2019/2020 dengan Sekolah

Surakarta sebesar 2.266 siswa, diikuti Kota Pontianak sebesar 1.640 siswa, Kota Surabaya sebesar 1.136 siswa, dan terkecil Kota Bandung sebesar 1.073 siswa. Jalur masuk peserta didik terdiri dari tiga, yaitu zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua. Berdasarkan jalur masuk maka yang tertinggi adalah melalui zonasi di semua kota, yaitu Bandung (89,9%) yang terbesar, Surakarta (80,3%), Pontianak (86,0%), dan Surabaya (73,9%) yang terkecil.

Kecilnya menurut zona akibat yang masuk dengan jalur prestasi cukup besar (25,0%). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jalur zonasi sudah dilaksanakan dengan baik pada 4 kota tersebut.

(46)

b) Jalur Masuk Peserta Didik Baru

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa semua satuan pendidikan dalam menerima peserta didik baru melalui jalur zonasi. Hal ini menunjukkan bahwa pada daerah sampel jenjang SMA sebagai besar daerah peserta didik baru masuk pada jalur zonasi dengan proporsi sesuai dengan Permendikbud No 20 Tahun 2019.

Grafik 5. Jalur Masuk Peserta Didik Baru SMA TP 2019/2020

Peserta didik baru SMA berdasarkan jalur masuk terbanyak adalah Kota Surakarta sebesar 2.266 siswa, diikuti Kota Pontianak sebesar 1.640 siswa, Kota Surabaya sebesar 1.136 siswa, dan terkecil Kota Bandung sebesar 1.073 siswa. Jalur masuk peserta didik terdiri dari tiga, yaitu zonasi, prestasi, dan perpindahan tugas orang tua. Berdasarkan jalur masuk maka yang tertinggi adalah melalui zonasi di semua kota, yaitu Bandung (89,9%) yang terbesar, Surakarta (80,3%), Pontianak (86,0%), dan Surabaya (73,9%) yang terkecil.

Kecilnya menurut zona akibat yang masuk dengan jalur prestasi cukup

(47)

besar (25,0%). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jalur zonasi sudah dilaksanakan dengan baik pada 4 kota tersebut.

c) Nilai Ujian Nasional (UN) Peserta Didik Baru

Berdasarkan data bahwa nilai Ujian Sekolah Berstandar Nasional (UN) pada jenjang SMA menunjukkan kemampuan akademis yang bervariatif.

Hal ini ditunjukkan seperti pada Grafik di bawah. Hal tersebut menggambarkan bahwa kemampuan akademis pada peserta didik baru yang berbeda-beda pada satu kelas ada yang berkemampuan rendah sampai tinggi.

Dengan demikian, tidak ada kaitan antara peserta didik baru dilihat dari hasil UN dengan penentuan jalur zonasi. Jadi, memang dari jalur zonasi ini terlihat peserta didik yang baru memiliki kemampuan yang heterogen.

Nilai Terendah Nilai Rata-Rata Nilai Tertinggi 120

296

392

123

324

394

141

311

412

119

243

391

258 276

293 Kota Surabaya (n=1.551)

Kota Bandung (n=1.073) Kota Surakarta (n=2.266) Kota Pontianak (n=1.905) Kota Serang (n=396)

Grafik 6. Nilai Rata-Rata UN Peserta Didik Baru SMA TP 2019/2020

Gambar

Tabel 2. 1. Matriks Juknis PPDB Tahun 2019 pada Pemerintah Daerah No.
Grafik 1. Jarak Tempat Tinggal Peserta Didik Baru SMP Jalur Zonasi  TP 2019/2020 ke Sekolah
Grafik 2. Jalur Masuk Peserta Didik Baru SMP TP 2019/2020
Grafik 3. Nilai rata-rata USBN Peserta didik baru SMP TP 2019/2020
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan kegiatan penerimaan peserta didik baru di SMP Negeri 1 Sidoharjo sudah berjalan sesuai aturan yang ada yaitu Peraturan Kepala Dinas

Kebijakan sistem zonasi telah membawa suatu perubahan pada pelaksanaan PPDB yaitu ketika sebelum diimplementasikan sistem zonasi peserta didik bebas memilih sekolah

Menimbang    :   1.   bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 10 ayat (1), pasal 20 ayat (1) dan pasal 28 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 5 tahun 2011

Implementasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) online di Dinas Pendidikan Kota Surakarta dilaksanakan dengan menggunakan zonasi. Pelaksanaan PPDB online terdapat

Berkenaan dengan hal tersebut, hal yang terpenting dalam kebijakan ini adalah: (i) sosialisasi dan advokasi terkait dengan agenda kebijakan PPDB zonasi ini di masa saat

Berdasarkan hasil wawancara maka ditemukan beberapa dampak positif secara umum, yang muncul dalam implementasi jalur zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru tingkat

Para informan memandang bahwa sistem zonasi tidak begitu penting, karena sebagian sekolah memiliki jarak yang relatif dekat antara satu dengan yang lain. Demikian

Adapun permasalahan dalam penelitian ini antara lain: (1) Bagaimana kebijakan sistem zonasi terhadap arus masuk peserta didik baru di SMA Muhammadiyah Karanganyar?;