• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIDIK BARU BERBASIS ZONASI

B. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan simpulan dan saran yang dihasilkan maka kajian ini dapat merekomendasikan beberapa hal terkait dengan implementasi kebijakan zonasi pendidikan. Rekomendasi ini ditujukan kepada pemangku kepentingan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai berikut:

1. Sekretaris Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya Biro Hukum dan Organisasi

Penyempurnaan Permendikbud Nomor 51 tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Dan Sekolah Menengah Kejuruan. Evaluasi Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2018 perlu dilakukan dalam penyempurnaan Permendikbud. Berdasarkan pengamatan dan

diskusi dengan peserta FGD maka beberapa hal dari Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 yang perlu direkomendasikan untuk ditinjau kembali karena kurang sesuai dengan situasi di lapangan.

Beberapa pasal yang diusulkan untuk dilakukan peninjauan kembali diantaranya adalah:

a. Pasal 26 ayat (2). Menambahkan nilai UN/prestasi calon siswa baru dalam sistem seleksi PPDB jalur zonasi pada jenjang SMP, sehingga redaksinya diganti menjadi “Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka yang menjadi prioritas adalah peserta didik yang memiliki nilai UN/prestasi yang tertinggi”. Karena dengan prioritas peserta didik yang mendaftar lebih awal yang mengakibatkan orang tua/calon siswa melakukan antrian pendaftaran.

b. Pasal 29 ayat (2). Menambahkan nilai UN/prestasi calon siswa baru dalam sistem seleksi PPDB jalur zonasi pada jenjang SMA, sehingga redaksinya diganti menjadi “Jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan Sekolah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sama, maka yang menjadi prioritas adalah peserta didik yang memiliki nilai UN/ prestasi yang tertinggi”. Karena dengan prioritas peserta didik yang mendaftar lebih awal yang mengakibatkan orang tua/calon siswa melakukan antrian pendaftaran.

c. Pasal 32 ayat (1). Menambahkan satu ayat, yang berbunyi “Jika ada peserta didik baru yang tidak melakukan daftar ulang maka sekolah dapat melakukan pemanggilan peserta didik pada urutan terakhir yang tidak diterima, dipanggil kembali sebagai pengganti”. Karena ada daerah yang tidak berani menerima peserta didik baru untuk mengisi peserta didik yang tidak daftar ulang.

2. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)

a. Implementasi PPDB berbasis zonasi

Dalam implementasi PPDB berbasis zonasi maka beberapa komponen utama yang diperlukan yaitu. 1) Permendikbud tentang PPDB dan juknis PPDB, 2) peta zonasi pendidikan, 2) system penentuan jarak dari domisili ke sekolah, 3) jaringan internet dipastikan tidak bermasalah. Komponen tersebut menjadi komponen yang utama untuk menjadi dasar penentuan peserta didik melakukan pendaftaran pada sekolah yang dituju. Kondisi lain yang perlu dipertimbangkan yaitu kondisi wilayah. Kondisi wilayah ini dapat di bedakan menjadi dua kategori yaitu: pertama wilayah yang padat sekolah dan kedua, wilayah yang jarang ada sekolah atau tidak ada sekolah.

Gambar 6. Pola Penempatan Siswa Baru pada PPDB Berbasis Zonasi

Dalam pengaturan pada wilayah yang jarang sekolah, maka pengaturan di daerah bagi wilayah yang jarang sekolah dapat ditunjuk sekolah yang wilayah yang padat sekolahnya sebagai tempat rujukan atau tujuan sekolah pada wilayah yang jarang sekolahnya. Misalnya zonasi II sebagai wilayah yang jarang sekolah maka warga di zonasi II diperbolehkan mendaftar pada

zonasi I sebagai wilayah yang padat sekolah. Demikian juga pada zonasi III yang tergolong jarang sekolah mempunyai peluang untuk daftar pada zonasi II atau zonasi I.

b. Model zonasi pendidikan

Zonasi pendidikan dapat dibentuk berdasarkan wilayah pada tingkat Kabupaten/Kota. Penyusunan zonasi pendidikan dibagi sesuai dengan kesepakatan pada pemerintah daerah. Zonasi pendidikan pada tingkat Kabupaten/Kota ditentukan sekurang-kurangnya menjadi 3 zonasi atau lebih. Wilayah zonasi bisa terdiri satu kecamatan dengan kategori padat sekolahnya atau penggabungan dari beberapa kecamatan yang jarang sekolahnya. Zonasi pendidikan dapat dikategorikan terdiri 3 kriteria yaitu 1) Zonasi pendidikan kategori sangat baik, 2) Zonasi pendidikan kategori baik dan 3) Zonasi pendidikan kategori kurang.

Gambar 7. Pola Zonasi Pendidikan

Zonasi I, terdiri dari 4 wilayah kecamatan. Hal ini karena pada empat kecamatan tersebut pada wilayah yang sangat jarang sekolah, dan kecamatan yang berdekatan Zonasi II, terdiri dari 3 wilayah kecamatan. Hal ini karena pada tiga kecamatan tersebut pada wilayah yang tidak terlalu padat sekolah, dan kecamatan yang berdekatan Zonasi III, terdiri dari 2 wilayah kecamatan.

Hal ini karena pada satu kecamatan tersebut pada wilayah yang padat sekolah, sehingga cukup dua wilayah kecamatan, dan kecamatan yang berdekatan.

3. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Propinsi

Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dalam pelaksanaan PPDB berbasis zonasi pada tingkat daerah maka peran dinas pendidikan sangat strategis dalam keberhasilan pelaksanaan PPDB berbasis zonasi. Oleh karena itu, ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan kepada dinas pendidikan yang terkait sebagai berikut:

a. Dinas Pendidikan (bagian perencanaan dan program) perlu mengembangkan zonasi pendidikan berdasarkan peta zonasi PPDB yang telah ditetapkan dan diperkaya dengan komponen pendidikan lainnya seperti komponen guru, sarana prasarana, anggaran pendidikan.

b. Dinas Pendidikan perlu menyusun secara komprehensif zonasi pendidikan secara akurat berdasarkan data persekolahan (data pendidikan) terbaru dan data kependudukan, kondisi infrastruktur (jalan), akses transportasi. Dalam penerapannya, peta zonasi pendidikan dapat berubah berdasarkan perkembangan data persekolahan, data pendukung lainnya.

c. Penerapan zonasi pendidikan perlu melibatkan beberapa SKPD yang terkait dengan pendidikan seperti Bappeda, BKD, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan lainnya. Dalam hal ini diperlukan koordinasi antar SKPD tersebut, di mana selanjutnya hasil penerapan zonasi ini perlu dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala.

d. Zonasi pendidikan perlu menjadi rujukan bagi setiap zona (daerah) dalam mengelola dan menyelenggarakan pendidikan untuk jangka waktu tertentu (misal lima tahun ke depan) yang dilakukan secara terintegrasi.

e. Jumlah rombel yang melebihi standar sebaiknya dilarang/dibatasi

oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun Dinas Pendidikan Provinsi, agar sekolah dapat dikelola dan diawasi dengan lebih baik oleh kepala sekolah. Sementara itu, di daerah yang sama masih terdapat sekolah yang memiliki rombel yang sedikit, dengan demikian seluruh anak usia SMA dapat ditampung di sekolah lain.

Jumlah siswa dalam satu rombel yang melebihi standar sebaiknya juga dilarang/dibatasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota maupun Dinas Pendidikan Provinsi, karena pada dasarnya pembatasan jumlah siswa per rombel dimaksudkan agar dalam proses pembelajaran, interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antarsiswa dapat berlangsung dengan baik.

f. Pemerintah daerah perlu merencanakan untuk membangun unit sekolah baru jenjang SMP atau SMA pada suatu wilayah kecamatan yang masih belum ada SMP dan SMA Negeri. Dengan keberadaan SMP/SMA Negeri pada suatu wilayah kecamatan maka calon peserta didik baru tidak perlu mencari sekolah yang jauh dengan domisili tempat tinggal.

4. PPDB Berbasis Zonasi sebagai Entry Point Peningkatan Pemerataan Mutu Pendidikan Secara Komprehensif

Data menunjukkan bahwa kesenjangan mutu pendidikan antarsekolah dalam kabupaten/kota lebih besar dibandingkan dengan antarkabupaten/

kota, demikian juga mutu pendidikan antarkabupaten/kota dalam provinsi lebih besar dibandingkan dengan kesenjangan antarprovinsi. Sistem zonasi (dalam dan antar zona) akan mempermudah menata sekolah, terutama dalam memperkecil kesenjangan mutu pendidikan.

a. Pemenuhan kecukupan dan peningkatan kompetensi guru Pemerataan guru dapat dilakukan dalam dan antar zona, khusus untuk optimalisasi/pemenuhan beban jam mengajar guru diprioritaskan dalam satu zona. Untuk peningkatan kompetensi guru, system zonasi dapat dijadikan sebagai basis dalam aktivitas dalam peningkatan

kompetensi guru melalui kelompok kerja guru (KKG) untuk jenjang SD dan musyawarah kerja guru mata pelajaran MGMP untuk jenjang SMP dan SMA, serta komunitas kepala sekolah, seperti musyawarah kerja kepala sekolah (MKKS) dan musyawarah kerja pengawas sekolah (MKPS).

b. Peningkatan kualitas dan kecukupan sarana dan prasarana Untuk zona tertentu, dapat dibentuk pusat sumber belajar (PSB) seperti Laboratorium Bahasa, IPA, dan Komputer, serta Perpustakaan yang dapat dimanfaatkan secara bersama antar sekolah dalam satu zona.

Selain digunakan untuk siswa secara bergilir antar sekolah, PSB dapat dimanfaatkan juga oleh guru dalam kegiatan KKG/MGMP/MKKS/

MKPS.

c. Perbaikan rasio siswa terhadap rombongan belajar

Pelabelan sekolah favorit dan non favorit berdampak pada kesenjangan rasio siswa terhadap rombongan belajar, memunculkan sekolah-sekolah kecil. Sekolah kecil tidak hanya terjadi pada kabupaten berkategori terluar, terdepan, dan terpencil (3T), tetapi juga di kabupaten Non 3T.

Sekolah-sekolah kecil di kabupaten Non 3T perlu dipertimbangkan untuk dilakukan penggabungan sekolah (schools regrouping) agar sekolah lebih berdaya, sedangkan di sekolah-sekolah kecil di daerah 3T dapat dipertimbangkan menggunakan sistem pembelajaran kelas rangkap (multi-grade teaching).

d. Perbaikan kemampuan financial sekolah

Kemampuan keuangan sekolah sangat tergantung dari jumlah siswa yang dikelola, karena sumber pendanaan sekolah didasarkan atas seberapa besar siswa dikalikan dengan unit kos BOS pada masing-masing jenjang. Dengan demikian sekolah yang memiliki siswa yang sedikit akan menerima anggaran yang sedikit, demikian sebaliknya.

Kebijakan BOS yang menerapkan sekolah kecil kurang dari 60 siswa persekolah tidak hanya diberlakukan di daerah 3T, tetapi juga di sekolah-sekolah pada daerah Non-3T. Melalui PPDB berbasis zonasi,

Dokumen terkait