• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS TABIR SURYA DARI NANOEMULGEL YANG MENGANDUNG MINYAK BIJI ANGGUR (Vitis vinifera) DAN ANISOTRIAZINE SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS TABIR SURYA DARI NANOEMULGEL YANG MENGANDUNG MINYAK BIJI ANGGUR (Vitis vinifera) DAN ANISOTRIAZINE SKRIPSI"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS TABIR SURYA DARI NANOEMULGEL YANG MENGANDUNG MINYAK BIJI

ANGGUR (Vitis vinifera) DAN ANISOTRIAZINE

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DESI YET LIE NIM 151501146

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS TABIR SURYA DARI NANOEMULGEL YANG MENGANDUNG MINYAK BIJI

ANGGUR (Vitis vinifera) DAN ANISOTRIAZINE

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DESI YET LIE NIM 151501146

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Formulasi dan Uji Aktivitas Tabir Surya dari Nanoemulgel yang Mengandung Minyak Biji Anggur (Vitis vinifera) dan Anisotriazine”. Skirpsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Minyak biji anggur mengandung antioksidan vitamin E yang dapat menyerap sinar UVB, dikombinasikan dengan Anisotriazine yang merupakan bahan tabir surya yang dapat menyerap sinar UVA dan UVB yang diformulasikan menjadi sediaan nanoemulgel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi minyak biji anggur dan Anisotriazine dalam sediaan nanoemulgel terhadap efektivitas tabir surya. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan konsentrasi minyak biji anggur dan Anisotriazine memberikan pengaruh terhadap efektivitas tabir surya, dimana konsentrasi minyak biji anggur 4% dan Anisotriazine 3,2% memberikan hasil paling baik. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi yang berguna dalam bidang farmasi khususnya pada bidang formulasi.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Anayanti Arianto, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu dan tenaga dalam membimbing penulis dengan kesabaran dan tanggung jawab hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun, Apt., dan Ibu Dr.

Sumaiyah, S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen tim penguji yang telah meluangkan

(5)

v

(6)

vi

(7)

vii

FORMULASI DAN UJI AKTIVITAS TABIR SURYA DARI NANOEMULGEL YANG MENGANDUNG MINYAK BIJI ANGGUR

(Vitis vinifera) DAN ANISOTRIAZINE ABSTRAK

Latar Belakang: Minyak biji anggur mengandung antioksidan vitamin E yang dapat menyerap sinar UVB, merupakan bahan tabir surya alami tetapi mempunyai nilai SPF yang rendah, sehingga dikombinasikan dengan tabir surya lain, seperti Anisotriazine yang merupakan bahan kimia yang dapat menyerap sinar UVA dan UVB, serta menghasilkan perlindungan spektrum UV luas untuk kulit.

Nanoemulgel dibuat sebagai produk kosmetik karena sediaannya jernih dan lebih stabil, mudah menyebar pada kulit, memiliki waktu kontak yang lebih lama serta ukuran partikel yang kecil sehingga efektif untuk penetrasi bahan aktif.

Tujuan: Untuk memformulasikan nanoemulgel yang stabil secara fisik dari kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine, dan mengevaluasi efektivitas tabir surya dari nanoemulgel dibandingkan dengan sediaan emulgelnya.

Metode: Penelitian diawali dengan memformulasikan sediaan nanoemulsi dari minyak biji anggur 5% menggunakan Tween 80 sebagai surfaktan, sorbitol sebagai kosurfaktan divariasikan menjadi tiga formula yaitu F1 (25:35), F2 (26:34), F3 (27:33). Kemudian dipilih nanoemulsi yang stabil dan dibuat nanoemulsi dengan penambahan variasi Anisotriazine 2% (F4), 4% (F5), dan 6%

(F6). Selanjutnya dibuat sediaan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur 4%

dan variasi Anisotriazine 0% (F7), 1,6% (F8) dan 3,2% (F9) menggunakan Karbopol 940 sebagai basis gel dengan perbandingan nanoemulsi dan basis gel (4:1). Pengujian sediaan nanoemulgel meliputi uji stabilitas, tipe emulsi, homogenitas, bobot jenis, tegangan antar muka, ukuran partikel, pH, viskositas, sentrifugasi, cycling test, uji iritasi dan uji nilai SPF menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanoemulsi yang mengandung minyak biji anggur 5% (F1, F2, F3) berwarna kuning transparan dan berbau khas, tetapi hanya nanoemulsi F3 yang stabil selama penyimpanan 12 minggu dengan ukuran partikel rata-rata 9,2 nm. Hasil nanoemulsi kombinasi minyak biji anggur 5% dengan penambahan Anisotriazine 2% (F4) dan 4% (F5) menunjukkan sediaan yang berwarna kuning transparan dan stabil selama 12 minggu, sedangkan pada nanoemulsi dengan Anisotriazine 6% (F6) diperoleh nanoemulsi yang keruh.

Sediaan nanoemulgel yang hanya mengandung minyak biji anggur 4% (F7) dan nanoemulgel dengan Anisotriazine 1,6% (F8) dan 3,2% (F9) berwarna kuning transparan dan stabil selama 12 minggu sedangkan pada sediaan emulgel mengalami pemisahan fase pada minggu ke-7. Ukuran partikel rata-rata pada sediaan nanoemulgel F7, F8, F9 adalah 173,9 nm, 181,3 nm, dan 187,5 nm, sedangkan pada sediaan emulgel adalah 3919,5 nm. Uji nilai SPF menunjukkan nilai SPF tertinggi pada F9 sebesar 19,32 dan pada emulgelnya sebesar 11,91.

Kesimpulan: Sediaan nanoemulgel yang mengandung kombinasi minyak biji anggur 4% dan Anisotriazine 3,2% mempunyai nilai SPF yang lebih tinggi (19,32) dibandingkan dengan emulgelnya (11,91) dan sediaan nanoemulgel yang hanya mengandung minyak biji anggur 4% (11,16).

(8)

viii

FORMULATION AND SUNSCREEN ACTIVITY TEST OF

NANOEMULGEL CONTAINING GRAPESEED OIL (Vitis vinifera) AND ANISOTRIAZINE

ABSTRACT

Background : Grapeseed oil compose of vitamin E as antioxidant that potentially can absorb UVB of sunlight, a natural potent sunscreen but has low Sun Protector Factor (SPF) value, need to be combine with other sunscreen agent, such as Anisotriazine which function as chemical agent to absorb UVA and UVB, and also protect the skin from broad UV spectrum. Nanoemulgel form designed into cosmetic care product due to having a clear visual and better stability, easily spreadable, and having a smaller particle size will prolong the contact on skin which improve active agent to penetrate activity.

Purpose : To formulate nanoemulgel that physically stable from combination of grapeseed oil and Anisotriazine, and to evaluate it’s sunscreen effectiveness in nanoemulgel compared to emulgel.

Method : The initial stage of this studies was the nanoemulsion formulation of 5% grapeseed oil using Tween 80 as surfactant, sorbitol as co-surfactant varied into three formula which were F1 (25:35); F2 (26:34); F3 (27:33). The most stable nanoemulsion was used to formulate nanoemulsions with added Anisotriazine in variation of concentration 2% (F4), 4% (F5), and 6% (F6). Furthermore, nanoemulgel containing 4% grapeseed oil and variation of Anisotriazine 0% (F7), 1.6% (F8) and 3.2% (F9) were prepare by using Carbopol 940 as gel base with ratio of nanoemulsion and gel base (4:1). Evaluation of the preparation included stability of the formula, emulsion type, homogeneity, density, surface tension, particle size, pH, viscosity, centrifugation, cycling test, skin irritation, and SPF value using UV-Vis Spectrophotometer.

Results : The results showed that nanoemulsions containing 5% grapeseed oil (F1, F2, F3) was transparent yellow and had a specific smell, but only F3 nanoemulsion was stable for 12 weeks with an average particle size of 9.2 nm.

The results of nanoemulsion combination 5% grape seed oil with Anisotriazine 2% (F4) and 4% (F5) showed transparent yellow and stable for 12 weeks, while those in nanoemulsion with 6% Anisotriazine (F6) didn’t show transparent.

Nanoemulgel which contained only 4% grapeseed oil (F7) and nanoemulgel combination with Anisotriazine 1.6% (F8) and 3.2% (F9) were transparent yellow and stable for 12 weeks while in emulgel preparations showed phase separation after 7 weeks. The average particle size of nanoemulgel preparations F7, F8, F9 were 173.9 nm, 181.3 nm, and 187.5 nm, while the emulgel preparation was 3919.5 nm. The highest SPF value showed in F9 (19.32) and at the emulgel (11.91).

Conclusion : Nanoemulgel containing combination of 4% grapeseed oil and 3.2%

Anisotriazine has the higher SPF value (19.32) compared to emulgel (11.91) and nanoemulgel that contain only 4% grapeseed oil (11.16).

Key words : grapeseed oil, anisotriazine, sunscreen, nanoemulgel, emulgel

(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Hipotesis ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 6

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kulit ... 8

2.1.1 Struktur Kulit ... 8

2.1.2 Fungsi Kulit ... 11

2.1.3 Jenis-Jenis Kulit ... 12

2.1.4 Mekanisme Pigmentasi pada Kulit ... 13

2.2 Sinar Matahari dan Efeknya Terhadap Kulit ... 14

2.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit ... 16

2.4 Tabir Surya ... 16

2.5 Sun Protection Factor (SPF) ... 18

2.6 Bahan Tabir Surya ... 20

2.6.1 Minyak Biji Anggur ... 20

2.6.2 Anisotriazine ... 24

2.7 Nanoemulsi ... 25

2.8 Nanoemulgel ... 29

2.9 Metode Pembuatan Nanoemulgel ... 31

2.9.1 Metode Emulsifikasi Energi Tinggi ... 32

2.9.2 Metode Emulsifikasi Energi Rendah ... 33

BAB III METODE PENELITIAN... 35

3.1 Alat ... 35

3.2 Bahan ... 35

3.3 Sukarelawan ... 36

3.4 Prosedur Penelitian ... 36

3.4.1 Formulasi Sediaan Nanoemulgel ... 36

3.4.1.1 Pembuatan Sediaan Nanoemulsi ... 36

3.4.1.2 Pembuatan Basis Gel ... 39

3.4.1.3 Pembuatan Sediaan Nanoemulgel... 40

3.4.2 Formulasi Sediaan Emulgel ... 41

3.5 Evaluasi Sediaan ... 44

(10)

x

3.5.1 Pengamatan Stabilitas Sediaan ... 44

3.5.2 Pemeriksaan pH Sediaan ... 44

3.5.3 Pengukuran Homogenitas ... 44

3.5.4 Penentuan Tipe Emulsi Sediaan ... 45

3.5.5 Uji Sentrifuse ... 45

3.5.6 Penentuan Bobot Jenis ... 45

3.5.7 Pengukuran Tegangan Antar Muka ... 45

3.5.8 Pengukuran Viskositas ... 46

3.5.9 Cycling Test ... 46

3.5.10 Stabilitas Selama Penyimpanan Suhu Tinggi ... 46

3.5.11 Stabilitas Selama Penyimpanan Suhu Rendah ... 46

3.5.12 Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulgel ... 47

3.6 Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ... 47

3.7 Pengujian Nilai SPF ... 47

3.7.1 Penyiapan Sampel ... 48

3.7.2 Penentuan Nilai SPF ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 50

4.1 Hasil Formulasi Sediaan ... 50

4.1.1 Hasil Formulasi Nanoemulgel ... 50

4.1.2 Hasil Formulasi Emulgel ... 53

4.2 Hasil Evaluasi Sediaan ... 54

4.2.1 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan ... 54

4.2.1.1 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan Nanoemulsi ... 54

4.2.1.2 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan Nanoemulgel ... 56

4.2.1.3 Hasil Pengamatan Stabilitas Sediaan Emulgel ... 57

4.2.2 Hasil Pengukuran pH Sediaan ... 59

4.2.3 Hasil Pemeriksaan Homogenitas ... 61

4.2.4 Hasil Penentuan Tipe Emulsi Sediaan... 61

4.2.5 Hasil Uji Sentrifuse ... 62

4.2.6 Hasil Penentuan Bobot Jenis ... 63

4.2.7 Hasil Pengukuran Tegangan Antar Muka ... 64

4.2.8 Hasil Penentuan Viskositas ... 65

4.2.9 Hasil Cycling Test ... 67

4.2.10 Hasil Stabilitas Selama Penyimpanan Suhu Tinggi ... 68

4.2.11 Hasil Stabilitas Selama Penyimpanan Suhu Rendah ... 70

4.2.12 Hasil Penentuan Ukuran Partikel Nanoemulgel ... 72

4.3 Hasil Uji Iritasi Terhadap Sukarelawan ... 78

4.4 Hasil Penentuan Nilai SPF ... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

5.1 Kesimpulan ... 81

5.2 Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

LAMPIRAN ... 86

(11)

xi

DAFTAR TABEL

3.1 Presentase komposisi bahan nanoemulsi pada penelitian sebelumnya... 36 3.2 Presentase komposisi bahan nanoemulsi yang mengandung minyak biji

anggur dengan variasi konsentrasi Tween 80 dan sorbitol ... 37 3.3 Presentase komposisi bahan dalam nanoemulsi yang mengandung

minyak biji anggur dengan variasi konsentrasi Anisotriazine ... 38 3.4 Presentase komposisi bahan dalam basis gel ... 40 3.5 Presentase komposisi bahan dalam nanoemulgel yang mengandung

minyak biji anggur dengan variasi konsentrasi Anisotriazine ... 40 3.6 Nilai EE x I (Spektrum efek erytemal x spektrum intensitas dari

matahari) ... 49 4.1 Data pengamatan stabilitas nanoemulsi pada penyimpanan 12 minggu

pada suhu kamar ... 54 4.2 Data pengamatan stabilitas nanoemulgel pada penyimpanan 12 minggu

pada suhu kamar ... 56 4.3 Data pengamatan stabilitas emulgel pada penyimpanan 12 minggu pada

suhu kamar ... 58 4.4 Data pengukuran pH nanoemulgel dan emulgel pada penyimpanan

selama 12 minggu pada suhu kamar ... 59 4.5 Data uji sentrifuse nanoemulgel dan emulgel kombinasi minyak biji

anggur dan Anisotriazine ... 62 4.6 Data penentuan bobot jenis nanoemulgel dan emulgel ... 63 4.7 Data pengukuran tegangan antar muka nanoemulgel dan emulgel

kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine ... 64 4.8 Data uji viskositas nanoemulgel dan emulgel kombinasi minyak biji

anggur dan Anisotriazine ... 65 4.9 Data hasil cycling test nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur

dan Anisotriazine ... 67 4.10 Data hasil evaluasi sediaan nanoemulgel penyimpanan 12 minggu pada

suhu tinggi ... 69 4.11 Data hasil evaluasi sediaan nanoemulgel penyimpanan 12 minggu pada

suhu rendah ... 71 4.12 Data penentuan distribusi ukuran partikel nanoemulgel kombinasi

minyak biji anggur dan Anisotriazine... 73 4.13 Data pengaruh lama penyimpanan terhadap rata-rata ukuran partikel

nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine pada

suhu kamar ... 76 4.14 Data uji iritasi sediaan nanoemulgel terhadap sukarelawan ... 78 4.15 Data uji iritasi sediaan emulgel terhadap sukarelawan ... 78 4.16 Data penentuan SPF sediaan nanoemulgel dan emulgel kombinasi

minyak biji anggur dan Anisotriazine... 79 4.17 Data kategori efektivitas nanoemulgel dan emulgel ... 80

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 7

2.1 Lapisan epidermis kulit ... 9

2.2 Struktur kulit ... 10

2.3 Pembagian panjang gelombang sinar UV... 14

2.4 Mekanisme kerja dari tabir surya ... 18

2.5 Rumus bangun asam linoleat ... 22

2.6 Rumus bangun asam oleat ... 22

2.7 Rumus bangun asam palmitat ... 22

2.8 Rumus bangun asam stearat ... 22

2.9 Rumus bangun vitamin E ... 23

2.10 Rumus bangun Anisotriazine ... 24

2.11 Rumus bangun Tween 80 ... 27

2.12 Rumus bangun sorbitol ... 27

2.13 Rumus bangun metil paraben ... 28

2.14 Rumus bangun propil paraben ... 28

2.15 Rumus bangun aquadest ... 29

2.16 Rumus bangun Karbopol 940 ... 31

2.17 Rumus bangun TEA ... 31

4.1 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat sebelum penyimpanan pada suhu kamar ... 50

4.2 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat penyimpanan setelah 12 minggu pada suhu kamar ... 51

4.3 Sediaan nanoemulsi kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine F3, F4, dan F5 ... 51

4.4 Sediaan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine F7, F8, dan F9 ... 52

4.5 Sediaan emulgel kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine ... 54

4.6 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat sebelum penyimpanan pada suhu kamar ... 55

4.7 Sediaan nanoemulsi F1, F2, dan F3 pada saat penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar ... 55

4.8 Sediaan nanoemulgel F7, F8, dan F9 pada saat sebelum penyimpanan pada suhu kamar ... 57

4.9 Sediaan nanoemulgel F7, F8, dan F9 pada saat penyimpanan 6 minggu pada suhu kamar ... 57

4.10 Sediaan nanoemulgel F7, F8, dan F9 pada saat penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar ... 57

4.11 Sediaan emulgel pada saat sebelum, 6 minggu, 7 minggu dan 12 minggu penyimpanan pada suhu kamar ... 59

4.12 Pengaruh lama penyimpanan terhadap pH nanoemulgel dan emulgel selama 12 minggu pada suhu kamar ... 60

4.13 Hasil uji homogenitas nanoemulgel dan emulgel kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine... 61

4.14 Tipe emulsi sediaan nanoemulgel dan emulgel kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine ... 62

(13)

xiii

4.15 Hasil sentrifugasi nanoemulgel dan emulgel kombinasi minyak biji

anggur dan Anisotriazine ... 63 4.16 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas nanoemulgel

kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine ... 66 4.17 Pengaruh lama penyimpanan terhadap viskositas emulgel kombinasi

minyak biji anggur dan Anisotriazine... 67 4.18 Hasil cycling test sediaan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur

dan Anisotriazine ... 68 4.19 Sediaan nanoemulgel F7, F8, dan F9 pada saat sebelum penyimpanan

pada suhu tinggi ... 70 4.20 Sediaan nanoemulgel F7, F8, dan F9 setelah penyimpanan 6 minggu

pada suhu tinggi ... 70 4.21 Sediaan nanoemulgel F7, F8 dan F9 setelah penyimpanan 12 minggu

pada suhu tinggi ... 70 4.22 Sediaan nanoemulgel F7, F8, dan F9 pada saat sebelum penyimpanan

pada suhu rendah ... 72 4.23 Sediaan nanoemulgel F7, F8, dan F9 setelah penyimpanan 6 minggu

pada suhu rendah ... 72 4.24 Sediaan nanoemulgel F7, F8 dan F9 setelah penyimpanan 12 minggu

pada suhu rendah ... 72 4.25 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F7 pada 0 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 73 4.26 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F7 pada 6 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 73 4.27 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F7 pada 12 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 74 4.28 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F8 pada 0 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 74 4.29 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F8 pada 6 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 74 4.30 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F8 pada 12 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 75 4.31 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F9 pada 0 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 75 4.32 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F9 pada 6 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 75 4.33 Rata-rata ukuran partikel nanoemulsi F9 pada 12 minggu penyimpanan

suhu kamar ... 76 4.34 Rata-rata ukuran partikel emulgel pada 0 minggu penyimpanan suhu

kamar ...76 4.35 Pengaruh lama penyimpanan terhadap ukuran partikel nanoemulgel

kombinasi minyak biji anggur dan Anisotriazine pada suhu kamar ... 77

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambar alat dan bahan ... 86

2 Bagan alir pembuatan nanoemulsi kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine ... 89

3 Bagan alir pembuatan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine ... 90

4 Bagan alir pembuatan emulsi kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine ... 91

5 Bagan alir pembuatan emulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine ... 93

6 Sertifikat analisis minyak biji anggur ... 94

7 Sertifikat analisis Anisotriazine ... 95

8 Distribusi ukuran partikel nanoemulsi minyak biji anggur F3 pada suhu kamar ... 96

9 Distribusi ukuran partikel nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine ... 97

10 Distribusi ukuran partikel emulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine ... 106

11 Gambar uji iritasi sediaan nanoemulgel dan emulgel pada sukarelawan .. 107

12 Perhitungan nilai SPF ... 109

13 Cara perhitungan konsentrasi ... 116

14 Cara perhitungan nilai SPF ... 117

15 Data serapan tabir surya... 118

16 Data perhitungan ... 125

17 Surat pernyataan persetujuan pengujian iritasi ... 132

18 Uji statistik nilai SPF ... 138

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Paparan sinar matahari yang kuat dapat menyebabkan eritema dan sunburn (kulit terbakar), sedangkan paparan yang berlebihan dan berlangsung lama terhadap sinar matahari dapat menimbulkan perubahan degenerasi pada kulit (penuaan dini) dan kanker kulit. Efek-efek ini bergantung pada kekuatan intensitas matahari, frekuensi penyinaran, lamanya penyinaran, luas permukaan kulit yang terpapar sinar matahari, dan kepekaan masing-masing individu terhadap paparan sinar matahari (Oroh dan Harun, 2001).

Umumnya kulit memiliki mekanisme pertahanan terhadap efek toksik dari paparan sinar matahari, seperti pengeluaran keringat, pembentukan melanin, dan penebalan sel tanduk. Akan tetapi, pada penyinaran yang berlebihan sistem perlindungan tersebut tidak mencukupi lagi karena banyak pengaruh lingkungan yang dapat merusak jaringan kulit. Oleh karena itu, diperlukan perlindungan kulit tambahan dengan dibuat sediaan kosmetika pelindung kulit, yaitu sunscreen yang mengandung senyawa tabir surya yang bekerja melindungi kulit dari radiasi UV secara langsung (Wilkinson dan Moore, 1982).

Tabir surya membantu mencegah kerusakan pada berbagai macam kondisi kulit, termasuk di antaranya kulit terbakar, penuaan kulit, dan kanker kulit.

Efektivitas sediaan sunscreen dinyatakan dengan nilai SPF (Sun Protection Factor). Evaluasi efektivitas sediaan sunscreen dapat dilakukan menggunakan dua metode, yaitu secara in vivo dan secara in vitro. Metode in vivo dilakukan

(16)

2

menggunakan manusia sebagai volunteer. Metode ini dapat memberikan hasil yang sangat efektif dan tepat, namun membutuhkan waktu lebih lama, lebih sulit dan kompleks, serta lebih mahal. Untuk itu, sekarang telah dikembangkan metode in vitro untuk menilai efektivitas suatu sediaan sunscreen. Metode in vitro didasarkan pada nilai absorpsi sediaan sunscreen yang ditetapkan secara analisis spektrofotometri (Kawira, 2005).

Nanoemulsi atau biasa disebut miniemulsi merupakan dispersi halus minyak dalam air atau air dalam minyak yang memiliki ukuran droplet 50-1000 nm dan biasanya berada dalam kisaran 100-500 nm (Shah et al., 2010). Nanoemulsi sangat berguna dalam produk kosmetik dengan bentuk fisiknya yang transparan atau translucent menawarkan produk yang menarik. Terlebih lagi, nanoemulsi tidak mengalami creaming atau pengendapan karena gaya Brown dari tetesan dispersi berukuran submikron dapat mengimbangi efek gravitasi, dan menghasilkan produk kosmetik yang lebih tahan lama. Nanoemulsi juga secara luas dipakai dalam industri farmasi dan sistem penyampaian obat (Rhein et al., 2007).

Nanoemulgel yang dikenal sebagai nanoemulsi berbasis hidrogel merupakan suatu penemuan lebih lanjut dari sediaan topikal nanoemulsi. Dengan adanya agen pengental maka dapat meningkatkan stabilitas nanoemulsi yang lebih baik dengan mengurangi tegangan permukaan dan tegangan antarmuka dan juga meningkatkan sifat melekat pada pemberian obat secara topikal (Basera et al., 2015).

Penghantaran obat melalui sediaan nanoemulgel memiliki daya adhesi yang lebih baik pada permukaan kulit dan memiliki kapasitas kelarutan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan penetrasi ke dalam kulit. Selain itu, dengan adanya

(17)

3

basis gel dalam formulasi sediaan nanoemulgel, menunjukkan keuntungan berupa tidak berminyak, mudah menyebar, mudah dibersihkan dan memiliki waktu kontak yang lebih lama (Basera et al., 2015).

Penggunaan bahan kimia dalam tabir surya sebagai agen photoprotective dalam formulasi mempunyai efek samping yang berbahaya bagi kulit, sehingga penggunaan bahan kimia menjadi kurang populer pada zaman sekarang ini.

Penggunaan tabir surya dari bahan alam telah mendapatkan perhatian yang signifikan dari para peneliti karena keamanan dari bahan, efek biologis pada kulit dan efektivitas dari biaya. Sifat-sifat yang diberikan oleh beberapa tanaman menjadikannya sebagai bahan yang paling cocok untuk formulasi sunscreen (Goswami et al., 2013).

Faktor perlindungan matahari (SPF) biasanya diukur untuk mengevaluasi efektivitas suatu produk tabir surya. Kombinasi bahan tabir surya digunakan untuk meningkatkan nilai SPF (Limsuwan dan Amnuikit, 2017). Oleh karena itu, kombinasi antara minyak biji anggur dan anisotriazine dapat meningkatkan nilai SPF dari sediaan nanoemulgel.

Minyak biji anggur adalah minyak berwarna kekuningan dan tidak berbau dan kaya akan antioksidan sehingga sangat baik digunakan dalam formulasi kosmetik (Martinez, 2006). Minyak biji anggur memiliki konsentrasi tokoferol sebesar 121 mg/kg. Alpha tokoferol mendominasi dalam minyak zaitun, biji anggur dan bunga matahari (Swiglo et al, 2007).

Vitamin E dalam kosmetik sebagai antioksidan dan stabilisasi membran pelindung terhadap radiasi UV. Alpha-tocopherol (Vitamin E) sangat efektif

(18)

4

terhadap kerusakan radikal bebas UVB. Vitamin E menyerap kual di wilayah UVB pada panjang gelombang 280-320 nm (Idson, 1990).

Minyak biji anggur mengandung antioksidan bermanfaat untuk perawatan kulit. Antioksidan yang terkandung di dalamnya adalah vitamin E dan oanthomeric proanthocianidins (OPC). Antioksidan dapat memberikan efek perlindungan kulit terhadap paparan sinar matahari karena penghambatan reaksi oksidatif dapat mengurangi penyerapan UV pada kulit (Limsuwan dan Amnuikit, 2017).

Anisotriazine (juga disebut Bemotrizinol, Escalol S, Tinosorb S) adalah bahan larut minyak yang dapat menyerap UVA dan UVB, serta menghasilkan perlindungan spektrum UV luas untuk kulit dan merupakan senyawa photostable (Limsuwan dan Amnuikit, 2017).

Dalam penelitian ini, diformulasikan kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine dalam bentuk sediaan nanoemulgel dengan penambahan dari Tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan. Penelitian ini menggunakan bahan tabir surya alami, yaitu minyak biji anggur sebagai penyerap UVB dan bahan tabir surya kimia, yaitu anisotriazine sebagai penyerap UVA dan UVB. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap sediaan kombinasi kedua bahan tersebut sebagai tabir surya. Dipilih sediaan dalam bentuk nanoemulgel karena diharapkan diperoleh sediaan yang lebih stabil karena dengan ukuran globul yang sangat kecil dapat mencegah terjadinya creaming, sedimentasi, dan koalesens; dan lebih menarik dalam hal penampilan fisik karena penampilannya yang jernih dan transparan tidak seperti emulgel biasa. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji kestabilan sediaan, pengukuran ukuran partikel, pengukuran

(19)

5

efektivitas tabir surya dengan menentukan nilai SPF dan dibandingkan dengan bentuk sediaan emulgelnya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine yang diformulasikan dalam sediaan nanoemulgel menggunakan Tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan lebih stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar dibandingkan dengan emulgelnya?

2. Apakah efektivitas tabir surya sediaan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine berdasarkan pengukuran nilai SPF lebih tinggi dibandingkan dengan sediaan emulgelnya?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine dapat diformulasikan dalam sediaan nanoemulgel menggunakan Tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan lebih stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar dibandingkan dengan emulgelnya

2. Sediaan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine memberikan nilai SPF yang lebih tinggi dibandingkan dengan emulgelnya

(20)

6 1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk menformulasikan kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine dalam sediaan nanoemulgel menggunakan Tween 80 sebagai surfaktan dan sorbitol sebagai kosurfaktan lebih stabil secara fisik selama penyimpanan 12 minggu pada suhu kamar dibandingkan dengan emulgelnya

2. Untuk mengevaluasi efektivitas tabir surya sediaan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine sebagai tabir surya jika dibandingkan dengan emulgelnya

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat untuk pengembangan bentuk sediaan farmasi nanoemulgel yang lebih stabil dan dapat memberikan informasi tentang sediaan nanoemulgel kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazin sebagai tabir surya.

(21)

7 1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Secara skematis, kerangka pikir penelitian ditunjukkan pada Gambar 1.1 dibawah ini:

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian Formulasi

(nanoemulgel dan emulgel

kombinasi minyak biji anggur dan anisotriazine)

- Organoleptis - pH

- Homogenitas - Tipe emulsi - Sentrifugasi - Bobot jenis

- Tegangan antar muka

- Viskositas - Cycling test - Ukuran partikel - Iritasi

Efektivitas tabir surya terhadap spektrofotometer

UV-Vis

Nilai SPF Mutu dan

stabilitas sediaan

Parameter

Variabel terikat

Variabel bebas

(22)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti pembentukan lapisan tanduk secara terus menerus (keratinisasi dan pelepasan selsel yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, produksi sebum dan keringat, dan pembentukan pigmen melanin untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.1.1 Struktur Kulit

Menurut Anief (1997), lapisan kulit terbagi menjadi tiga, yaitu : 1. Epidermis

Epidermis merupakan lapisan kulit paling luar dan berfungsi sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air, elektrolit, dan nutrisi dari badan dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan substansi asing dari luar badan, yang dapat dibagi menjadi 5 lapisan yaitu :

a. Stratum corneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan paling luar yang tersusun dari sel mati berkeratin dan merupakan sawar kulit terhadap kehilangan air. Bila air yang dikandung stratum korneum hilang, kulit akan menjadi kering dan bersisik dan juga apabila terjadi dehidrasi stratum korneum sampai kira-kira di bawah 10% air akan membuka jalan bagi substansi iritan dan mikroorganisme masuk ke dalam kulit (Anief, 1997).

(23)

9

b. Stratum lucidium merupakan sel-sel permukaan bertanduk setelah mengalami proses diferensiasi. Stratum lucidium terdapat di bawah lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, dapat dilihat jelas pada telapak kaki dan tangan (Wasitaatmadja, 1997).

c. Stratum granulosum (lapisan butir) merupakan dua atau tiga lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti sel di dalamnya (Wasitaatmadja, 1997).

d. Stratum spinosum (lapisan sel duri) merupakan sel yang berbentuk poligonal (banyak sudut) dan mempunyai banyak tanduk atau spina (Tranggono dan Latifah, 2007).

e. Stratum germinativum (lapisan sel basal) merupakan lapisan terbawah epidermis. Di dalamnya terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel yang fungsinya hanya membentuk pigmen melanin (Tranggono dan Latifah, 2007).

Gambar 2.1 Lapisan epidermis kulit (wikipedia.org) 2. Dermis

Dermis merupakan lapisan di bawah epidermis yang merupakan struktur dari kulit dan dasar dari organ tubuh (Tabor dan Robert, 2009). Lapisan dermis

(24)

10

termasuk bagian terpenting pada tubuh, bukan hanya menyediakan gizi, memberi kekebalan dan menyangga epidermis, tetapi juga berperan dalam mengatur suhu, tekanan dan rasa sakit. Sel utama dalam lapisan dermis adalah fibroblast, yang menghasilkan kolagen, sel mast yang terlibat dalam reaksi imun dan inflamasi, dan melanosit yang terlibat dalam produksi pigmen melanin (Walters, 2007).

Lapisan dermis merupakan lapisan dengan ketebalan 4 kali lipat dari lapisan epidermis (sekitar 0,25-2,55 mm). Lapisan ini bertanggung jawab terhadap elastisitas dan kehalusan kulit serta berperan menyuplai nutrisi bagi epidermis (Mulyawan dan Suriana, 2013).

3. Hipodermis

Hipodermis merupakan lambang “bantalan” dari lemak antara kulit dan organ yang berada di bawahnya (Tabor dan Robert, 2009). Hipodermis bertindak sebagai isolator panas dan daerah penyimpanan energi (Walters, 2007).

Lapisan subkutis merupakan lapisan di bawah dermis yang tersusun dari sel kolagen dan lemak tebal untuk menyekat panas. Selain itu, lapisan subkutis juga dapat menyimpan cadangan nutrisi bagi kulit (Widyastuti,2013).

Gambar 2.2 Struktur kulit (Walters, 2007).

(25)

11 2.1.2 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut : 1. Fungsi Proteksi

Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi, seperti zat-zat iritan, gangguan panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau ultraviolet, jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997).

2. Fungsi Absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit.

Kemampuan absorpsi kulit ini tergantung pada tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban udara (Wasitaatmadja, 1997).

3. Fungsi Pengindera (Sensori)

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.

Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan rangsangan panas diperankan oleh badan krause. Badan taktil meissner yang terletak di papil dermis menerima rangsang rabaan (Wasitaatmadja, 1997).

4. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Thermoregulasi)

Kulit melakukan peran ini dengan cara mengeluarkan keringat. Pada keadaan suhu tubuh meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit (Wasitaatmadja, 1997).

5. Pengeluaran (Ekskresi)

Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, dan sedikit lemak (Wasitaatmadja, 1997).

(26)

12 6. Fungsi Pembentukan Pigmen

Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam melanosom (Wasitaatmadja, 1997).

7. Fungsi Keratinasi

Keratinisasi dimulai dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat ke atas menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng dan granula serta intinya hilang menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai di permukaan kulit menjadi sel yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti yang disebut sel tanduk (Wasitaatmadja, 1997).

8. Sintesis Vitamin D

Kulit dapat membentuk Vitamin D dari bahan baku 7-dehidroksi kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari luar melalui makanan (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.3 Jenis - Jenis Kulit

Jenis kulit dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, antara lain : 1. Kulit normal

Kulit normal merupakan jenis kulit yang tidak kering, tidak terlalu berminyak, dan bukan merupakan kulit kombinasi. Berdasarkan struktur dan

(27)

13

fungsinya, kulit normal merupakan kulit yang halus dan lembut, kelastis dan kenyal karena adanya jaringan elastis padat yang mendukung kulit tersebut.

2. Kulit Kering

Jenis kulit yang ditandai dengan tampilan yang kering, kasar dan hilangnya elastisitas dan kekenyalan kulit. Hal ini disebabkan pada perubahan dari enzim dan pH kulit.

3. Kulit Berminyak

Kulit berminyak merupakan hasil kegiatan yang berlebihan dari kelenjar sebaceous, yang menyebabkan kelebihan sebum pada kulit, jenis kulit ini memberikan karakteristik tampilan yang berminyak dan mengkilap.

4. Kulit Kombinasi

Jenis kulit ini mempunyai karakteristik dimana tampilan kulit padat, sedikit kering dan sedikit berminyak dengan pori-pori melebar dengan butiran halus di pipi (Bhavesh et al., 2013).

2.1.4 Mekanisme Pigmentasi pada Kulit

Secara alami kulit manusia mempunyai sistem perlindungan terhadap paparan sinar matahari. Mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan penebalan stratum korneum dan pigmentasi kulit. Perlindungan kulit terhadap sinar UV disebabkan oleh peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir melanin yang terbentuk dalam sel basal kulit setelah penyinaran UVB akan berpindah ke stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar UVA. Jika kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari (Ditjen POM RI, 1985).

(28)

14

2.2 Sinar Matahari dan Efeknya Terhadap Kulit

Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultraviolet (UV) dimana sinar ini berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologik dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) UVA (320-400 nm) yang memiliki efek penyinaran, menimbulkan pigmentasi sehingga menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan tanpa menimbulkan inflamasi sebelumnya; (2) UVB (290-320 nm) yang memiliki efek penyinaran, mengakibatkan sunburn maupun reaksi iritasi, serta kanker kulit apabila terlalu lama terpapar; dan (3) UVC (200-290 nm) yang tertahan pada lapisan atmosfer sehingga tidak dapat masuk ke bumi karena adanya lapisan ozon, efek penyinaran paling kuat karena memiliki energi radiasi paling tinggi di antara ketiganya, yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Taufikkurohmah, 2005).

Gambar 2.3 Pembagian panjang gelombang sinar UV (wikipedia.org) Sinar matahari diperlukan oleh makhluk hidup sebagai sumber energi dan penyehat kulit dan tulang, misalnya dalam pembentukan vitamin dari pro-vitamin D yang mencegah penyakit polio atau riketsia, tetapi di lain pihak sinar matahari dapat membahayakan kulit. Sinar ultraviolet ini dapat menimbulkan berbagai

(29)

15

kelainan pada kulit mulai dari kemerahan, noda hitam, penuaan dini, kekeringan, keriput, sampai kanker kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Beberapa efek paparan sinar ultraviolet yang dapat memberikan pengaruh terhadap tubuh diantaranya:

1. Tanning

Tanning atau peningkatan pigmentasi pada kulit adalah reaksi biologis yang umum terjadi ketika kulit terpapar oleh radiasi UV. Terdapat dua macam reaksi tanning yaitu Immediate tanning mencapai kondisi maksimumnya setelah paparan selama 1 jam dan dapat hilang setelah 3 jam akibat reaksi oksidasi fotokemikal dari granul melanin. Delayed tanning muncul 2 hari setelah paparan. Taning jenis ini akan hilang setelah 10-12 bulan. Hal ini dapat terjadi karena pembentukan pigmen melanin baru dalam kulit yang kemudian bermigrasi ke lapisan kulit yang lebih luar. Melanin yang terbentuk berfungsi untuk menyerap radiasi UV, sehingga dapat melindungi kulit (Kreps dan Goldenberg, 1972).

2. Eritema

Paparan sinar ultraviolet pada panjang gelombang 290-320 nm memicu reaksi inflamasi dan menyebabkan warna kulit menjadi merah atau eritema.

Eritema muncul 2-3 jam setelah terpapar sinar matahari dan mencapai intensitas maksimum 10-12 jam kemudian dan tetap merah 24 jam kemudian. Tahapan eritema dibagi dalam tiga fase, yaitu memerahnya kulit, pengerutan kulit, dan pelepasan sel epidermis (Zubaidah, 1998; Ekowati, 1995).

3. Kanker Kulit

Radiasi sinar UV-B pada tingkat seluler (membran, protein, DNA) secara terus-menerus dapat merusak DNA dan berkembang menjadi kanker kulit. Jenis

(30)

16

kanker kulit dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu Basal Cell Carcinoma (BCC), Squamos Cell Carcinoma (SCC), dan Cutaneous Malignant Melanoma (CMM).

Gejala BCC ditandai dengan timbulnya benjolan transparan yang terletak di tepi seperti mutiara. Bagian tengah benjolan tersebut mencekung dan halus. Kanker BCC paling sering ditemukan di daerah wajah. Kanker SCC terjadi pada sel-sel skuamosa bagian epidermis kulit dan dapat bertumbuh dan berkembang lebih cepat dibandingkan sel basal dan bermetastase sekitar 2%. Baik BCC maupun SCC dapat disembuhkan hingga 98%, sedangkan CMM merupakan jenis tumor ganas yang berkembang dalam sel melanosit di lapisan epidermis (Bunawas, 1999).

2.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit

Secara alami, kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ-organ di bawahnya dari bahaya sinar UV matahari, antara lain dengan membentuk butir- butir pigmen kulit (melanin) yang sedikit banyak memantulkan balik sinar matahari. Jika sinar matahari banyak mengenai kulit, misalnya pada orang yang berjemur, maka ada dua tipe reaksi dengan melanin ini, yaitu penambahan melanin dengan cepat ke permukaan kulit dan pembentukan tambahan melanin baru. Jika pembentukan tambahan melanin itu berlebih-lebihan dan terus-menerus, dapat terjadi noda-noda hitam pada kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Semakin gelap warna kulit (tipe kulit seperti yang dimiliki ras Asia dan Afrika), maka semakin banyak pigmen melanin yang dimiliki, sehingga semakin besar perlindungan alami dalam kulit. Namun, mekanisme perlindungan alami ini dapat ditembus oleh tingkat radiasi sinar UV yang tinggi, sehingga kulit tetap membutuhkan perlindungan tambahan (Theresia, 2010).

(31)

17 2.4 Tabir Surya

Penggunaan tabir surya hendaknya dianjurkan di negara-negara yang penuh sinar matahari. Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetik yang digunakan pada permukaan kulit yang bekerja antara lain dengan menyerap, menghamburkan, dan memantulkan sinar ultraviolet sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya mahatari (Ditjen POM, 1985).

Ada dua macam jenis tabir surya, yaitu : 1. Tabir surya fisik

Tabir surya yang bekerja dengan cara memantulkan atau menghamburkan radiasi UV. Tabir surya jenis ini mampu berfungsi sebagai pelindung fisik terhadap paparan UV dan cahaya tampak. Ada dua jenis tabir surya fisik yaitu titanium dioksida dan zink oksida. Namun keuntungan penggunaan tabir surya fisik adalah memiliki fotostabilitas yang tinggi dan tingkat toksisitas yang rendah selain itu tabir surya fisik memiliki perlindungan terhadap UVA dan UVB tidak seperti tabir surya kimia yang pada umumnya hanya efektif di daerah UVA atau UVB saja (Barel et al., 2009).

2. Tabir surya kimia

Tabir surya kimia menyerap radiasi UV melalui struktur cincin aromatik terkonjugasi. Reaksi yang diserap senyawa ini menyebabkan molekulnya tereksitasi ke bentuk yang memiliki energi yang lebih besar daripada energi pada keadaan dasar (ground state). Dan ketika molekul tereksitasi kembali ke keadaan dasar, energi diemisikan dalam bentuk energi yang lebih rendah daripada energi yang diserap. Beberapa bahan aktif penyerap UVA yaitu avobenzon dan antranilat.

Beberapa bahan aktif penyerap UVB adalah PABA, ester-ester PABA seperti

(32)

18

padimate-o dan gliseril PABA, golongan sinamat, dan golongan salisilat.

Benzofenon dapat menyerap UVA maupun UVB (Helms et al., 2008).

Gambar 2.4 Mekanisme kerja dari tabir surya (Wasitaatmadja, 1997).

Tabir surya yang baik adalah tabir surya dengan spektrum luas, memiliki perlindungan terhadap UVA dan UVB untuk mencegah kerusakan kulit termasuk eritema, kulit terbakar,dan penuaan dini hingga kanker kulit (Mitsui,1997). Untuk mengoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dikombinasikan antara bahan tabir surya kimia dan tabir surya fisik (Wasitaatmadja, 1997).

Beberapa syarat bahan aktif untuk preparat tabir surya antara lain :

1. Efektif menyerap sinar eritemogenik pada rentang panjang gelombang 290- 320 nm tanpa mengalami gangguan yang akan mengurangi efisiensinya 2. Tidak menyebabkan toksik, tidak iritan, dan tidak menimbulkan sensitisasi 3. Bahan kimia tidak terdegradasi dan tidak mudah menguap

4. Tidak memberikan noda pada pakaian (Ditjen POM, 1985).

2.5 Sun Protection Factor (SPF)

Sediaan tabir surya didasarkan pada penentuan harga SPF (Sun Protected Factor) yang menggambarkan kemampuan produk tabir surya dalam melindungi kulit dari eritema (Stanfield, 2003). Sun Protection Factor (SPF) merupakan indikator

(33)

19

universal yang menjelaskan tentang keefektifan dari suatu produk atau zat yang bersifat UV protektor (Dutra et al., 2004).

Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in vitro dan in vivo. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro terbagi atas dua tipe. Tipe pertama adalah dengan cara mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui lapisan produk tabir surya pada plat kuarsa atau biomembran (Gordon, 1993). Dan tipe yang kedua adalah dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari tabir surya yang diuji dengan menggunakan suatu persamaan matematis. Persamaannya adalah sebagai berikut :

dimana :

CF = Faktor Koreksi (10) EE = Spektrum Efek Erytemal

I = Spektrum Intensitas dari Matahari Abs = Absorban dari sampel

dengan nilai EE x I adalah suatu konstanta. Nilainya dari panjang gelombang 290-320 nm dan setiap selisih 5 nm telah ditentukan oleh Sayre (1979) dan dapat dilihat pada lampiran 11 (Mansur et al., 1986).

Sedangkan secara in vivo, metode untuk mendapatkan nilai SPF adalah dimana SPF artinya perbandingan antara jumlah energi ultraviolet yang diperlukan untuk menghasilkan eritema (Minimal Erythemal Dose) pada kulit yang dilindungi tabir surya dan dengan kulit yang tidak dilindungi tabir surya.

Minimal Erythemal Dose (MED) adalah dosis yang diperlukan untuk menghasilkan eritema pada kulit (Mansur et al., 1986).

(34)

20

FDA merekomendasikan menggunakan sunscreen dengan nilai SPF minimal 15 atau lebih untuk mendapatkan efek perlindungan terhadap sinar UV yang lebih baik. SPF terbagi menjadi beberapa tingkat, yaitu rendah (SPF 6-15), menengah (15-30), tinggi (30-50) dan sangat tinggi (50+). SPF yang lebih tinggi dapat memungkinkan kulit untuk berjemur lebih lama (FDA, 2009).

Penilaian SPF mengacu pada ketentuan FDA yang mengelompokkan keefektifan sediaan tabir surya berdasarkan SPF (Wilkinson dan Moore, 1982) : 1. Tabir surya dengan nilai SPF 2-4, memberikan proteksi minimal

2. Tabir surya dengan nilai SPF 4-6, memberikan proteksi sedang 3. Tabir surya dengan nilai SPF 6-8, memberikan proteksi ekstra 4. Tabir surya dengan nilai SPF 8-15, memberikan proteksi maksimal 5. Tabir surya dengan nilai SPF ≥ 15, memberikan proteksi ultra

Nilai SPF mengacu kepada kemampuan suatu produk tabir surya untuk menyaring atau memblokir sinar matahari yang berbahaya. Misalnya, untuk tabir surya dengan SPF 15 memiliki kemampuan menyerap 93% dari sinar matahari (Wasitaatmadja, 1997).

Penggunaan tabir surya secara teratur dapat mencegah perkembangan keratosis, karsinoma sel skuamosa melanoma dan fotoaging karena paparan UV.

Manfaat ini hanya dapat terwujud dengan penggunaan tabir surya secara memadai, selain menghindari paparan sinar matahari langsung (Reiche dan Sinclair, 2015).

2.6 Bahan Tabir Surya 2.6.1 Minyak Biji Anggur

Buah anggur dan sifat turunannya, seperti kulit dan ekstrak biji, misalnya, ekstrak biji anggur (berair atau alkoholik) memiliki potensi antioksidan yang

(35)

21

tinggi, hal itu bermanfaat pada efek perlindungan terhadap kerusakan oksidatif dalam sel, dan perlindungan terhadap beberapa jenis kanker (Garavaglia et al., 2016).

Biji anggur adalah produk sampingan dari proses pembuatan anggur dan kandungan minyaknya secara tradisional diekstraksi menggunakan pelarut organik secara tradisional atau mekanis. Biji anggur mengandung 8% - 20%

minyak. Minyak hasil tergantung pada teknik ekstraksi, jenis pelarut dan kondisi operasi yang digunakan, varietas kultivar, dan faktor lingkungan selama tahun panen (Garavaglia et al., 2016).

Adapun klasifikasi ilmiah dari anggur, antara lain (Garavaglia et al., 2016) : Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Vitales

Famili : Vitaceae Genus : Vitis

Spesies : Vitis vinifera L

Minyak biji anggur adalah minyak alami yang berasal dari jenis Vitis vinifera. Biji anggur banyak tumbuh di Spanyol, Italia, dan Prancis. Jenis anggur ini biasanya digunakan untuk pembuatan anggur (minuman beralkohol dari anggur yang difermentasi). Minyak biji anggur adalah minyak berwarna kekuningan dan tidak berbau dan kaya akan antioksidan sehingga sangat baik digunakan dalam formulasi kosmetik, aplikasi farmasi dan makanan (Martinez, 2006).

(36)

22

Biji anggur mengandung sekitar 8-20% minyak. Minyak biji anggur kaya akan asam linoleat (65-72%), asam oleat (12-23%), asam palmitat (4-11%), asam stearat (8,5-15%). Asam linoleat dalam minyak biji anggur memainkan peran penting karena memiliki nilai gizi yang signifikan. Asam oleat juga berkontribusi terhadap nilai gizi minyak karena mempengaruhi stabilitas oksidatif minyak (Garavaglia et al., 2016).

Gambar 2.5 Rumus bangun asam linoleat (wikipedia.org)

Gambar 2.6 Rumus bangun asam oleat (wikipedia.org)

Gambar 2.7 Rumus bangun asam palmitat (wikipedia.org)

Gambar 2.8 Rumus bangun asam stearat (wikipedia.org)

Sifat antioksidan yang terkandung dalam minyak biji anggur sangat baik untuk meminimalkan penuaan kulit dan meremajakan kulit. Garis-garis halus dan kerutan adalah tanda-tanda umum penuaan, tetapi minyak dapat membantu

(37)

23

mengurangi penampilan titik-titik ini, memberikan kelembaban yang cukup dan melindungi terhadap radikal bebas (Garavaglia et al., 2016).

Minyak biji anggur mengandung antioksidan bermanfaat untuk perawatan kulit. Antioksidan yang terkandung di dalamnya adalah vitamin E dan oanthomeric proanthocianidins (OPC). OPC memiliki fungsi untuk mencegah radikal bebas yang merusak kulit. Antioksidan dapat memberikan perlindungan kulit terhadap paparan sinar matahari karena penghambatan reaksi oksidatif dapat mengurangi penyerapan UV pada kulit (Limsuwan dan Amnuikit, 2017).

Minyak biji anggur memiliki konsentrasi tokoferol sebesar 121 mg/kg.

Alpha tokoferol mendominasi dalam minyak zaitun, minyak biji anggur dan minyak bunga matahari (Swiglo et al, 2007). Vitamin E dalam kosmetik sebagai antioksidan dan stabilisasi membran pelindung terhadap radiasi UV. Alpha- tocopherol (Vitamin E) sangat efektif terhadap kerusakan radikal bebas UVB.

Vitamin E menyerap kuat di wilayah UVB pada panjang gelombang 280-320 nm (Idson, 1990).

Zat-zat yang terkandung di dalam Vitis vinifera memiliki banyak manfaat di dalam formulasi kosmetik. Seperti yang tertera dalam International Cosmetics Ingredients Dictionary and Handbook (2012), Vitis vinifera memiliki fungsi sebagai anti-karies, anti ketombe, anti fungi, anti mikroba, antioksidan, agen flavor, light stabilizer, dan sunscreen.

Gambar 2.9 Rumus bangun vitamin E (wikipedia.org)

(38)

24

Nama kimia : (2R)-2,5,7,8-Tetramethyl-2-[(4R,8R)-(4,8,12-trimethyl tridecyl)]

chroman-6-ol

Nama lain : Vitamin E, α - tokoferol Berat molekul : 430,71 g/mol

Rumus bangun : C29H50O2

2.6.2 Anisotriazine

Anisotriazine (juga disebut Bemotrizinol, Escalol S, Tinosorb S) adalah bahan larut minyak yang dapat menyerap sinar UVA dan UVB, menghasilkan perlindungan spektrum UV luas untuk kulit (Limsuwan dan Amnuikit, 2017).

Selain itu, Anisotriazine dapat membantu mencegah fotodegradasi zat aktif tabir surya lainnya seperti avobenzone (Couteau et al., 2007).

Anisotriazine adalah penyerap UV spektrum luas, menyerap UVB serta sinar UVA yang memiliki dua puncak penyerapan, 310 dan 340 nm. Anisotriazine memiliki efek sinergis yang kuat pada SPF ketika diformulasikan dengan bisoctrizole, ethylhexyl triazone atau iscotrizinol (Couteau et al., 2007).

Gambar 2.10 Rumus bangun Anisotriazine (Couteau et al., 2007).

Nama kimia : 2,2′-[6-(4-methoxyphenyl)- 1,3,5-triazine-2,4-diyl] bis{5-[(2 ethylhexyl)oxy]phenol}

(39)

25

Nama dagang : Anisotriazine, Tinosorb S, Bemotrizinol, Escalol S, Bis- ethylhexyloxyphenol methoxyphenyl triazine

Berat molekul : 627,81 g/mol Rumus bangun : C38H49N3O5

2.7 Nanoemulsi

Nanoemulsi adalah sediaan yang digunakan dalam kosmetik, farmasetik, makanan dan industri lain dikarenakan stabilitas yang baik, toksisitas yang rendah atau karakteristik mengiritasi dan penampilan yang bagus. Nanoemulsi sangat berguna untuk kosmetik karena memiliki ukuran partikel yang kecil sehingga meningkatkan jumlah bahan aktif yang akan mencapai tempat yang diinginkan.

Selain itu, nanoemulsi dapat membawa zat aktif ke kulit dan meningkatkan penetrasi lapisan kulit, sehingga meningkatkan efikasi (Ribeiro et al., 2015).

Nanoemulsi adalah sistem emulsi yang transparent, tembus cahaya dan merupakan disperse minyak air yang distabilkan oleh lapisan film dari surfaktan yang memiliki ukuran droplet 50-500 nm (Shakeel et al., 2008).

Nanoemulsi dibuat dengan mencampur fase minyak dan fase air dengan bantuan surfaktan dan kosurfaktan untuk menurunkan tegangan permukaan.

Penambahan surfaktan dalam larutan akan menyebabkan turunnya tegangan permukaan larutan. Setelah mencapai konsentrasi tertentu, tegangan permukaan akan konstan walaupun konsentrasi surfaktan ditingkatkan. Bila surfaktan ditambahkan melebihi konsentrasi ini maka surfaktan mengagregasi membentuk misel. Konsentrasi terbentuknya misel ini disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Tegangan permukaan akan menurun hingga CMC tercapai. Setelah CMC tercapai, tegangan permukaan akan konstan yang menunjukkan bahwa antar muka

(40)

26

menjadi jenuh dan terbentuk misel yang berada dalam keseimbangan dinamis dengan monomernya (Gennaro, 1990).

Jenis dan konsentrasi surfaktan dalam fase air dipilih untuk memberikan stabilitas yang baik untuk mencegah koalesen. Umumnya sediaan nanoemulsi memiliki komponen eksipien yang digunakan seperti minyak, surfaktan, dan kosurfaktan. Minyak adalah komponen penting dalam formulasi nanoemulsi karena dapat melarutkan bahan aktif lipofilik. Surfaktan non ionik umumnya digunakan karena memiliki toksisitas yang rendah dibandingkan dengan surfaktan ionik. Penggunaan surfaktan saja tidak cukup untuk mengurangi tegangan antarmuka antara minyak-air, sehingga perlu kosurfaktan untuk membantu menurunkan tegangan antamuka. Kosurfaktan juga dapat meningkatkan mobilitas ekor hidrokarbon sehingga penetrasi minyak pada bagian ekor menjadi lebih besar (Gupta et al., 2010).

Pembentukan nanoemulsi memerlukan pemasukkan energi. Energi tersebut diperoleh dari peralatan mekanik ataupun potensi kimiawi yang terdapat dalam komponen (Solans et al., 2005).

Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi dasar nanoemulsi yang dilakukan oleh peneliti :

• Tween 80

Tween 80 merupakan salah satu surfaktan non ionik yang pemeriannya berupa larutan minyak berwarna kuning, memiliki nilai HLB 15. Tween 80 stabil pada elektrolit, asam lemah, dan basa. Tween 80 larut dalam air dan etanol, tidak larut dalam minyak mineral. Tween 80 biasa digunakan dalam kosmetik, produk

(41)

27

makanan, formulasi oral, parenteral, dan topikal dan umumnya dianggap sebagai material yang tidak toksik dan tidak mengiritasi (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.11 Rumus bangun Tween 80 (Rowe et al., 2009).

• Sorbitol

Sorbitol atau D-Glucitol merupakan isomer dari manitol. Sorbitol tidak berbau, putih atau hampir tidak berwarna, berbentuk krital hablur, serbuk higroskopis. Sorbitol dengan empat bentuk kristal plimorf dan sebuah kristal amorf diketahui terdapat sedikit perbedaan pada karakteristik fisik, misalnya titik leleh. Sorbitol tersedia dalam berbagai macam tingkat dan bentuk polimorf seperti granul, serpihan atau butiran yang lebih dapat mengurangi caking daripada berbentuk serbuk (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.12 Rumus bangun sorbitol (Rowe et al., 2009).

• Metil Paraben

Metil paraben secara luas digunakan sebagai bahan pengawet antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetika. Metil paraben dapat

(42)

28

digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben atau dengan agen antimikroba lainnya. Dalam kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. Paraben efektif pada rentang pH yang luas dan memiliki aktivitas spektrum antimikroba yang luas (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.13 Rumus bangun metil paraben (Rowe et al., 2009).

• Propil Paraben

Propil paraben digunakan secara luas sebagai pengawet antimikroba pada kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetika. Dapat digunakan tunggal, kombinasi dengan ester paraben lain umumnya metil paraben, atau antimikroba lain. Pada kosmetik, propil paraben merupakan pilihan kedua yang sering digunakan sebagai pengawet. Penggunaan topikal propil paraben berkisar antara 0,01-0,6% (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.14 Rumus bangun propil paraben (Rowe et al., 2009).

Aquadest

Aquadest digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam formulasi farmasetika. Pada aplikasi farmasi, air dimurnikan dengan cara destilasi, pertukaran ion, reverse osmosis (RO), atau beberapa proses lain yang sesuai untuk

(43)

29

menghasilkan aquadest. Karakteristik aquadest adalah cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak berasa (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.15 Rumus bangun aquadest (Rowe et al., 2009).

2.8 Nanoemulgel

Nanoemulgel yang dikenal sebagai nanoemulsi berbasis hidrogel merupakan suatu penemuan lebih lanjut dari sediaan topikal nanoemulsi. Dengan adanya agen pengental, maka stabilitas pada sediaan nanoemulgel akan lebih baik dikarenakan terjadinya penurunan tegangan antarmuka dan peningkatan viskositas dan daya lekatnya pada saat pemberian secara topikal (Basera et al., 2015).

Penghantaran obat melalui sediaan nanoemulgel memiliki daya adhesi yang lebih baik pada permukaan kulit dan memiliki kelarutan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan penetrasi obat ke dalam kulit. Selain itu, dengan adanya basis gel dalam formula nanoemulgel memberikan keuntungan lain berupa adanya sifat tiksotropik, tidak lengket, mudah menyebar, mudah dibersihkan, dan memiliki waktu kontak yang lebih lama pada kulit (Basera et al., 2015).

Pada umumnya, pembuatan sediaan nanoemulgel dapat diringkas menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama berupa pembuatan sediaan nanoemulsi, tahap kedua berupa pembuatan basis gel dengan agen pengental dimana akan meningkatkan konsistensi dari sediaan, dan tahap akhir berupa pencampuran nanoemulsi dengan basis gel yang akan menghasilkan nanoemulgel (Basera et al., 2015).

(44)

30

Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi dasar basis gel yang dilakukan oleh peneliti :

• Karbopol 940

Karbopol 940 atau lebih dikenal dengan nama Karbomer 940 memiliki pemerian berupa serbuk halus berwarna putih, dan berbau sedikit khas. Nilai pH yang dihasilkan karbomer jika 0,5% terdispersi di air adalah 2,7-3,5 dan apabila terdispersi 1% di air adalah 2,5-3,0. Karbopol dinetralkan dengan penambahan basa, seperti NaOH, KOH, NaHCO3, atau amin organik seperti TEA. Karbopol dapat digunakan sebagai agen pengemulsi, agen pengental, agen pensuspensi, dan bahan pengikat tablet. Konsentrasi rata-rata Karbopol 940 sebagai gelling agent yaitu sebesar 0,5-2% (Rowe et al., 2009).

Karbopol bersifat stabil, higroskopik, dan penambahan temperatur berlebih dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi stabilitas.

Dikarenakan sifat karbopol yang higroskopis maka serbuk karbopol disimpan pada wadah yang kedap udara, tahan korosi dan terlindungi dari kelembaban.

Penggunaan wadah kaca atau plastik direkomendasikan untuk penyimpanan sediaan atau formulasi yang mengandung karbopol. Karbopol umunya digunakan dalam sediaan topikal, baik cairan dan semisolid karena tidak mengiritasi dan tidak toksik (Rowe et al., 2009).

Mekanisme pembentukan gel terjadi saat struktur polimer dari karbomer terikat dengan pelarut, dan terjadi ikatan silang pada polimer-polimer sehingga molekul pelarut akan terjebak didalamnya, kemudian terjadi immobilisasi molekul pelarut dan terbentuk struktur yang kaku dan tahan terhadap gaya maupun tekanan tertentu (Rowe et al., 2009).

(45)

31

Gambar 2.16 Rumus bangun Karbopol 940 (Rowe et al., 2009).

• TEA

Triethanolamine atau TEA memiliki penampilan yang jernih, berupa cairan kental yang berwarna kuning serta sedikit bau amonia. TEA memiliki pH 10,5 dalam larutan 0,1 N, sangat higroskopis, berwarna coklat apabila terpapar cahaya.

Oleh karena itu TEA disimpan pada wadah kedap udara dan terlindung dari cahaya. TEA dapat digunakan sebagai agen pembasa (Rowe et al., 2009).

Gambar 2.17 Rumus bangun TEA (Rowe et al., 2009).

2.9 Metode Pembuatan Nanoemulgel

Proses pembuatan sediaan nanoemulsi membutuhkan energi eksternal untuk dapat menyatukan semua bahan menjadi suatu sistem dispersi koloid. Metode pembuatan nanoemulsi terdiri dari metode emulsifikasi energi tinggi (the high energy methods) dan metode emulsifikasi energi rendah (the low energy methods).

Metode emulsifikasi energi tinggi meliputi high-shear stirring, emulsifikasi ultrasonik, homogenisasi bertekanan tinggi, mikrofluidisasi, dan emulsifikasi

(46)

32

membran. Sedangkan metode emulsifikasi energi rendah meliputi metode phase inversion temperature (PIT), emulsion inversion point (EIP), dan emulsifikasi spontan (Koroleva dan Yurtov, 2012).

2.9.1 Metode Emulsifikasi Energi Tinggi

Pembuatan nanoemulsi menggunakan metode emulsifikasi energi tinggi memerlukan konsumsi energi yang tinggi untuk pembentukan dispersi, terutama jika nanoemulsi yang dibuat memiliki viskositas yang tinggi. Ukuran droplet yang terbentuk bergantung pada jumlah surfaktan yang digunakan karena surfaktan adalah bahan yang berfungsi untuk menurunkan tegangan antar muka fase dispersi agar terdispersi dalam medium dispersi, kurangnya surfaktan akan membuat ukuran droplet menjadi lebih besar karena terjadi koalesens (Gupta et al., 2010).

a. High-shear stirring

Alat yang digunakan dalam high-shear stirring adalah alat yang memiliki sistem rotor-stator, salah satunya adalah mixer. Penurunan ukuran droplet terjadi seiring dengan peningkatam intensitas pengadukan (mixing). Ketika media emulsi yang akan dibuat sangat kental, efisiensi dari sistem high-shear stirring akan menurun dan ukuran droplet emulsi yang dihasilkan dapat mencapai lebih dari satu mikrometer (Koroleva dan Yurtov, 2012).

b. Emulsifikasi ultrasonik

Pembentukan droplet berukuran nanometer terjadi melalui proses sonikasi.

Pada proses sonikasi terjadi pembentukan gelembung udara dari aliran nanoemulsi (kavitasi) akibat dari pelepasan sejumlah energi secara local (Gupta et al., 2010).

(47)

33 c. Homogenisasi bertekanan tinggi

Sistem ini merupakan sistem yang paling sering digunakan dalam membuat emulsi yang memiliki viskositas rendah hingga sedang. Pembentukan droplet terjadi karena adanya shear forces, turbulensi, dan kavitasi. Hal yang mempengaruhi besar ukuran droplet tergantung dari desain alat, viskositas, dan tekanan yang dihasilkan oleh alat (Koroleva dan Yurtov, 2012).

d. Mikrofluidisasi

Mekanisme emulsifikasi pada sistem ini terjadi karena adanya tumbukan antar cairan yang tidak saling campur di dalam microchannels yang bertekanan tinggi (Gupta et al., 2010).

e. Emulsifikasi membran

Pada sistem ini, pembentukan droplet terjadi dengan cara ekstrusi atau pendorongan keluar fase dispersi melalui pori atau microchannels pada membran.

Ukuran droplet yang terbentuk bergantung pada ukuran pori yang terdapat pada membran (Gupta et al., 2010).

2.9.2 Metode Emulsifikasi Energi Rendah

Teknologi emulsifikasi energi rendah berdasar pada inversi fase pada emulsi yang terjadi karena adanya perubahan komposisi dan suhu (Koroleva dan Yurtov, 2012).

a. Phase inversion temperature (PIT)

Metode emulsifikasi PIT bergantung pada sifat surfaktan yang digunakan.

Surfaktan yang digunakan biasanya adalah surfaktan nonionik ethoxylated yang dapat merubah afinitas air dan minyak berdasarkan suhu. Surfaktan nonionik ethoxylated akan bersifat lipofob (larut dalam air) di suhu rendah karena adanya

(48)

34

hidrasi dari gugus polar, dan akan membentuk lapisan monolayer dan menghasilkan emulsi O/W. Peningkatan suhu akan membuat gugus ethoxylated pada surfaktan berubah menjadi sifat lipofil, dan akam membentuk emuksi dengan jenis W/O (Koroleva dan Yurtov, 2012).

b. Emulsion inversion point (EIP)

Pada metode ini, proses emulsifikasi bergantung pada perubahan substansi yang memicu terjadinya perubahan nilai HLB pada sistem pada suhu yang tetap.

Metode EIP juga seing disebut dengan metode phase inversion composition (PIC) atau terkadang disebut dengan metode titrasi. Nanoemulsi O/W akan terbentuk ketika jumlah air yang ditambahkan telah melebihi batas titik perubahan tipe nanoemulsi (Koroleva dan Yurtov, 2012).

c. Nanoemulsifikasi spontan

Nanoemulsifikasi spontan terjadi dengan melakukan pengadukan berkelanjutan terhadap fase minyak yang telah bercapur dengan surfaktan ke dalam fase air (Gupta et al., 2010).

(49)

35 BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang meliputi formulasi sediaan, evaluasi sediaan meliputi pengamatan stabilitas, tipe emulsi, pemeriksaan homogenitas, penentuan pH, penentuan bobot jenis, penentuan viskositas, sentrifuse, pengukuran tegangan antar muka, penentuan ukuran partikel, penentuan stabilitas fisik, uji iritasi terhadap kulit sukarelawan dan penentuan efektivitas tabir surya dari sediaan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmasi Fisik, Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Laboratorium Pusat Sains dan Teknologi Nuklir Terapan BATAN.

3.1 Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Neraca Analitik (Ohrus), Magnetic Stirrer (Boeco), Hotplate (Fisons), Sonikator (Branson), Viskometer Brookfield DV-E, pH Meter (Hanna Instrument), Alat Sentrifugasi (Hitachi CF 16 R X II), Piknometer (Pyrex), Tensiometer Du Nouy (A Kruss Hamburg), Particle Size Analyzer (Horiba LB-550), Inkubator (Memmert), Spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu UV 1800), dan alat-alat gelas laboratorium.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Minyak Biji Anggur (Aceites Borges Pont, S.A.U., Spanyol), Anisotriazine (PT. Ashland, Jakarta), Tween 80 (PT. Bratachem, Medan), Sorbitol (PT. Bratachem, Medan), Metil Paraben (CV. Rudang Jaya, Medan), Propil Paraben (CV. Rudang Jaya,

Referensi

Dokumen terkait

Sediaan krim minyak biji anggur dengan konsentrasi 20% dapat memberikan efek anti-aging paling baik yang mampu memulihkan kulit setelah 4 minggu.. Semua sedian krim minyak

Hasil reaksi wama yang lain menunjukkan bahwi ekstrak biji anggur varietas Probolinggo Biru mengandung flavonoid dengan inti 1 benzopiron, hal ini ditunjukkan oleh wama

Tabir surya (sunscreen) adalah substansi yang formulanya mengandung senyawa aktif yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan energi cahaya matahari yang

UV filter yang digunakan pada pembuatan krim tabir surya ini adalah zink oksida karena zink oksida merupakan tabir surya fisik yang paling efektif dan tidak bersifat

Tabir surya berfungsi menyerap atau menyebarkan sinar matahari sehingga intensitas sinar yang mampu mencapai kulit jauh lebih sedikit dari yang seharusnya

Setelah menjadi sari buah beralkohol, aktivitas antioksidan pada berbagai proporsi buah:air mengalami penurunan karena dalam buah anggur banyak mengandung senyawa flavonoid

Aktivitas Tabir Surya dengan Nilai Sun Protection Factor (SPF) Sediaan Lotion KOmbinasi Ekstrak Kayu Manis dan Ekstrak Kulit Delima pada Paparan Sinar Matahari

Bedasarkan data pada Gambar 4, didapatkan hasil pemeriksaan antibakteri serum minyak biji anggur pada konsentrasi 2%, 4 %, 6% pada bakteri Propionibacterium acne dan Staphyloccocus