• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori

2.1.1 Store Layout

Tata letak toko merupakan tampilan awal yang menjadi perhatian utama pada setiap usaha retail. “Lewison (1994) states selling floor layouts are extremely important because they strongly influence shopping atmosphere, shopping behavior, and operational efficiency”. Dari pengertian di atas mengatakan bahwa tata letak toko sangat penting karena mereka memberikan pengaruh yang kuat pada suasana belanja, perilaku belanja, dan efesiensi operasional. Grewal dan Baker (1994) mencatat bahwa tata letak berpengaruh pada penerimaan harga konsumen, yang secara positif berhubungan dengan niat pembelian. Perencanaan yang teliti dalam menyusun tata letak toko oleh pengusaha ritel, dapat mendorong pelanggan untuk masuk lebih dalam pada area belanja dan mengajak pelanggan melihat lebih luas variasi dari barang dagangan (Levy & Weitz, 2001). Tata letak tidak hanya berkaitan dengan peningkatan lahan dan bangunan, tetapi kecenderungan lebih banyak berkaitan dengan peningkatan penjualan. Store layout/tata letak toko merupakan faktor yang berkontribusi memberikan keunikan pada sebuah toko, karena itu dapat menarik perhatian dari para pelanggan. Jadi kesimpulannya, efek dari tata letak pada toko ritel terlalu besar jika diabaikan.

Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Punjaisri dan Wilson (2007), yang terdapat dalam jurnal (Ibrahim Cil, 2012), membuktikan bahwa tata letak memberikan pengaruh yang besar pada pelanggan dan pelanggan ingin toko membuat tata letak yang dapat meminimalisir gerakan dan langkah selama proses belanja. Dalam lingkungan retail, tata letak harus berfokus pada konsumen dan memiliki tampilan yang menarik bagi calon konsumen. Beberapa pengusaha ritel mencoba berpindah dari cara/pakem lama yang biasa digunakan menuju

(2)

sesuatu yang baru dan berusaha menjadi konsumen mereka yang berorientasi pada pendekatan tata letak (Borges, 2003).

2.1.2 Store layout pada retail

Tata letak merupakan bagian dari kunci kesuksesan pada toko. Tata letak toko penting untuk dilibatkan dalam keputusan ritel, karena itu dapat membantu atau menghancurkan penjualan dan pemasukan pada toko.

Sebagian besar pengusaha ritel tahu bahwa tata letak toko pada ritel memberikan dampak yang besar pada bisnis mereka. Borges (2003) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa store layout menjadi tugas besar bagi manajer retail, kompleksitas dari tugas ini terletak pada hubungan antara kategori pada penjualan serta dampak yang dihasilkannya pada perilaku konsumen spasial dan akses jalan di dalam toko. Dalam dunia bisnis ritel terdapat 2 pendekatan pada tata letak toko, antara lain the traditional retail store layout approach dan the consumption universes retail store layout approach.

a. The traditional retail store layout approach

Toko ritel awalnya disusun sebagai departemen, yang berarti menempatkan produk yang berbagi beberapa karakteristik fungsional di wilayah yang sama. Contoh bisnis ritel yang menggunakan pendekatan ini adalah supermarket, yang mana konsumen dapat menemukan berbagai produk yang sudah dikategorikan, seperti bakery area/area roti yang didalamnya hanya menjual produk berupa roti saja (biskuit, cake, roti tawar, roti gandum, dll) kemudian vegetable area/area sayur-sayuran yang didalamnya hanya menjual produk berupa sayur-sayuran saja (wortel, kacang, bayam, kangkung, paprica, dll).

b. The consumption universes retail store layout approach Pendekatan ini mengelompokan berbagai produk yang disatukan dalam wilayah yang sama. Contoh, Area Breakfast yang di dalamnya

(3)

dapat menemukan kopi dibagian minuman, ham dibagian daging, dan cornflakes dibagian sereal. Di dalam bagian lain, seperti bagian peralatan bayi atau bagian perlengkapan meja, mempunyai gambaran yang sama untuk mengelompokkan kategori produk yang berbeda (Borges, 2003) 2.1.3 Jenis – jenis store layout

Menurut Levy & Weitz (2012) di dalam jurnal penelitian Susobhan Goswami and Nimit Gupta (2014), ada 3 tipe utama dari layout, antara lain grid, racetrack, dan freeform.

1. The grid layout, tampilan dari tata letak ini berbentuk persegi panjang dan panjang lorong berjalan sejajar antara satu dengan yang lain. Susunan dari tata letak grid ini mempermudah konsumen untuk mengidentifikasi dan membeli produk yang mereka tentukan dengan cepat, kemudian juga memberikan keuntungan bagi konsumen yang membeli berbagai jenis produk dalam jumlah banyak dengan sekali kunjungan belanja.

2. The freeform layout, tampilan dari tata letak ini bebas menggunakan ukuran, gaya, dan tampilan yang berbeda. Susunan dari tata letak freeform ini biasanya digunakan oleh departemen store besar, karena bertujuan untuk meningkatkan kesediaan waktu dari konsumen untuk berkunjung dan berbelanja di toko.

3. The racetrack layout, tampilan dari tata letak ini seperti jalur lintasan, karena pengunjung/konsumen akan mengikuti track yang ada dan dapat melihat berbagai macam barang dari departemen store yang berbeda dalam satu jalur.

2.2 Merchandise Assortment

Menurut Ernest H. Risch (1991) definisi merchandising didalam retail adalah perencanaan keuntungan, akuisisi, dan unit distribusi dari persediaan pengecer kepada konsumen. Di dalam buku Retail Merchandising menjelaskan bahwa merchandise memiliki beberapa hak yang tertulis sebagai berikut,

(4)

Five Right of Retail Merchandising ; 1. Pedagang wajib memiliki barang yang tepat

2. Pedagang wajib memiliki barang yang tepat pada tempat/lokasi yang tepat

3. Pedagang wajib memiliki barang yang tepat pada waktu yang tepat 4. Pedagang wajib memiliki barang yang tepat dalam jumlah kuantitas yang tepat

5. Pedagang wajib memiliki barang yang tepat dengan harga yang tepat

Tujuan utama dari setiap sistem retail merchandising adalah memberikan pengaruh kepada konsumen potensial untuk membeli beraneka barang dari toko ritel tertentu. Retail Merchandising mempunyai tujuan, dalam memberikan pengaruh tidak hanya berfokus terhadap barang apa saja yang akan konsumen beli, melainkan juga di mana transaksi itu akan berlangsung.

Menurut Ernest H. Risch (1991) assortment adalah variasi pilihan yang ditawarkan kepada pelanggan dalam klasifikasi barang dagangan tertentu yang dirancang untuk memenuhi permintaan konsumen. Secara umum merchandise assortment diklasifikasikan dalam 2 tipe, fashion merchandise dan staple merchandise.

1.1 Fashion merchandise

Mengacu pada barang yang memiliki permintaan yang tinggi dalam satu periode waktu yang relatif singkat. Ada beberapa faktor yang menyebabkan fashion merchandise tidak berjalan seperti, peningkatan saham yang berlebihan karena permintaan pelanggan, minimnya pedagang kaki lima, atau perputaran dari siklus fashion yang mengalami penurunan.

(5)

1.2 Staple merchandise

Staple merchandise ini sebagian besar merupakan barang – barang yang menjadi kebutuhan pokok, sehingga konsisten dengan permintaan jangka panjang, baik dalam beberapa musim atau beberapa tahun.

Menurut hendri ma’ruf (2006, p.135) merchandising adalah pengadaan barang – barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani took (produk berbasis makanan, pakaian, barang kebutuhan rumah, produk umum, dan lain-lain, atau kombinasi) untuk disediakan dalam toko pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran toko atau perusahaan ritel. Dalam merencanakan merchandise, ada hal-hal yang harus dipertimbangkan yang menyangkut aspek peramalan, inovasi, ragam produk, timing, serta lokasi (2006, p.141-p.153)

1. Peramalan

Jumlah barang yang hendak disediakan peritel dalam gerainya terkait dengan rencana penjualan dalam jangka setahun.

2. Inovasi

Produk ritel harus diciptakan secara inovatif. Pengertian inovatif adalah hal-hal baru dalam cara pakai (contohnya ponsel yang pas dalam genggaman), fitur baru (contohnya alas bagasi perusahaan yang bias dicuci),model baru (contohnya pakaian dan alat elektronik model baru), ataupun produk yang sama sekali baru.

3. Assortment (keragaman) produk

Kata assortment menunjuk pada keaneka-ragaman kategori produk.

Keragaman produk terdiri atas dua hal :

a) Wide/lebar, yaitu banyaknya variasi kategori produk yang dijual

 Lebar : banyak ragam kategori produk

 Sempit : sedikit ragam kategori produk

b) Deep/dalam, yaitu banyaknya item pilihan dalam masing-masing kategori produk

 Dalam : banyak pilihan (warna, ukuran, bahan, dll) dalam setiap kategori produk

(6)

 Dangkal : sedikit pilihan dalam setiap kategori produk.

4. Timing dan lokasi

Persediaan barang agar dapat disajikan dengan cepat setiap harinya di gerai harus disiapkan secara terencana. Rencana yang didasarkan atas perkiraan penjualan mencakup kapan pesanan dilakukan, kepada pemasok mana dipesan, kategori produk apa saja yang dipesan, kapan barang-barang dari masing-masing pemasok, dan disimpan di mana.

Semua pengecer dalam menjalankan bisnis retail wajib untuk membuat gambaran mengenai the assortment planning yang didalamnya berisi mengenai barang/produk yang dijual, variasi produk, ketersediaan produk agar dapat memenuhi kebutuhan pelanggan dan menarik pelanggan potensial serta memaksimalkan pemasukan bagi toko ritel tersebut.

2.3 Pricing

Penetapan harga pada suatu barang memainkan peran penting dari strategi toko retail, hal itu juga memperkuat citra toko secara keseluruhan.

Contohnya buah pisang ini merupakan satu dari sebagian besar item yang populer di Supermarket, ketika harga buah pisang sedang naik, pelanggan akan menyadari bahwa ada produk lainnya di toko seperti wafer vanila dan mesin blender. Menawarkan produk dengan harga rendah memberikan keuntungan tersendiri bagi pengecer dan pelanggan.

Menurut Levy & Weitz (2004, p.478, p.479) terdapat 2 strategi yang umum digunakan dalam menerapkan harga, everyday low pricing dan high/low pricing.

a) Everyday low pricing

Banyak pengecer yang menggunakan strategi everyday low pricing (EDLP), strategi ini menekankan keberlangsungan pada tingkat harga eceran yang biasanya terletak di antara harga biasa dan harga diskon penjualan dari harga pesaing. Maksud low price tidak berarti murahan, meskipun banyak pengecer menggunakan EDLP untuk

(7)

strategi harga murah, tetapi mereka tidak selalu menggunakan harga murah di pasar.

b) High/Low pricing

Dalam strategi high/low pricing, pengecer menawarkan harga yang terkadang berada diatas harga kompetisi EDLP, yang menjadi pembeda mereka menggunakan media iklan untuk mempromosikan penjualannya. Sehingga penjualan yang dilakukan oleh pengecer yang menggunakan strategi high/low akan menjadi lebih sengit.

Di setiap aktivitas bisnis retail, pengecer harus bisa mengambil keputusan terbaik untuk menetapkan strategi yang tepat bagi usahanya.

Masing – masing dari strategi harga, EDLP dan High/Low mempunyai keuntungan tersendiri.

 EDLP mempunyai 3 manfaat relatif yang dibandingkan dengan High/Low :

a. Reduced price wars, karena kebanyakan konsumen skeptis atau cenderung tidak peduli dengan harga awal toko. Mereka sudah dikondisikan untuk membeli pada saat aktivitas penjualan, itulah karakter utama dari strategi High/Low. Kesuksesan dari strategi EDLP memungkinkan pengecer untuk menarik diri dari persaingan harga yang tinggi dengan kompetitor.

b. Reduced advertising,implementasi strategi EDLP menyebabkan kecenderungan harga stabil di pasaran. Dengan kondisi ini maka retail dapat mengurangi frekuensi aktivitas iklan, karena tidak perlu menginformasikan perubahan harga dalam waktu yang terlalu pendek c. Reduced stockouts and improve inventory management, berkurangnya

jumlah variasi persediaan yang besar pada permintaan, sehingga menyebabkan penurunan yang besar pada penjualan. Sebagai hasilnya pengecer dapat memperbaikimanajemen persediaan.

(8)

 Strategi High/Low juga mempunyai keunggulan :

The same merchandise appeals to multiple markets, strategi high/low memungkinkan pengecer menarik biaya pada harga tinggi bagi konsumen yang tidak sensitif dengan harga dan biaya rendah bagi konsumen yang sensitif dengan harga.

Setelah menyeleksi strategi harga secara keseluruhan, pengecer masih perlu menetapkan harga untuk beberapa item, jika pengecer ingin memaksimalkan profit dalam jangka panjang, maka mereka perlu mempertimbangkan beberapa hal berikut :

a. Cost, karena mereka ingin menghasilkan keuntungan

b. Demand, merupakan apa yang akan dibayar oleh konsumen terhadap suatu barang

c. Competition, karena konsumen selalu membandingkan harga Sedangkan menurut whidya utama (2006, p.201) strategi high/low pricing sering digunakan oleh pengecer karena memiliki manfaat sebagai berikut:

a. Obral menciptakan kegairahan berbelanja

suasana yang diciptakan dalam obral barang seringkali menimbulkan perasaan puas bagi pelanggan karena merasa memperoleh barang yang diinginkan dengan harga yang relative murah (meskipun barang tersebut tidak baru lagi).

b. Obral menggerakkan barang dagangan

Melalui implementasi dari strategi high/low pricing dengan melakukan obral, barang yang termasuk dalam kelompok tidak laku terjual kemungkinan besar dapat terjual.

c. Penekanan terhadap kualitas barang dagangan

Penetapan harga yang tinggi seringkali menjadi tanda bagi pelanggan bahwa barang yang dijual dalam ritel memiliki kualitas yang baik.

(9)

Kemudian di dalam konsep pricing, terdapat beberapa jenis atau istilah harga yang biasa dijumpai dalam bisnis retail.

 Price Bundling

Menerapkan penawaran dua atau lebih produk/jasa yang berbeda yang dijual dalam 1 harga.

 Multiple-Unit Pricing

Mirip dengan price bundling hanya pada saat kenaikan penjualan, seluruh barang – barang dagangan mengalami penurunan harga.

 Variable pricing (or zone pricing)

Dapat diartikan perbedaan biaya harga yang terdapat pada toko, pasar, dan wilayah yang berbeda.

 Leader pricing

Di dalam leader pricing beberapa barang harganya ditetapkan lebih rendah dari biasanya untuk meningkatkan arus kunjungan konsumen atau menaikkan penjualan dari produk pelengkap.

 Price lining

Di dalam price lining, pengecer menawarkan nomer yang terbatas pada poin harga yang telah ditetapkan dalam klasifikasi. Misalnya toko ban menawarkan ban dengan harga

$27.99, $49.99, $79.99.

 Odd pricing

Mengacu pada penggunaan harga yang berakhir dengan angka ganjil, seperti angka sembilan. Misalnya sebuah toko peralatan dapur menjual teflon dengan harga Rp.299,000.

(10)

 Price discrimination

Terjadi ketika pedagang menjual produk identik kepada dua atau banyak pelanggan dengan harga yang berbeda. Price discrimination dapat terjadi antara pedagang dan pengecer, atau antara pengecer dan pelanggan mereka, pada dua situasi ini masing – masing memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.

 Predatory pricing

Wujud khusus dari diskriminasi harga pasar di mana sebuah perusahaan mendominasi pasar di bawah biaya harga untuk beberapa barang atau beberapa wilayah untuk menyingkirkan atau mendisiplinkan satu/lebih pesaing perusahaan.

 Vertical price-fixing

Melibatkan kesepakatan yang dibuat untuk menetapkan harga antara pihak pada tingkat yang berbeda dari saluran pemasaran yang sama.

 Horizontal price-fixing

Perjanjian antara pengecer dengan satu sama lain yang berada dalam kompetisi langsung untuk menetapkan harga yang sama.

2.4 Purchase intention

Purchase intention dapat terjadi setelah konsumen mengkonsumsi suatu barang/jasa dengan didahului proses evaluasi barang/jasa tersebut.

Jadi setelah mengkonsumsi barang/jasa, konsumen akan dihadapkan oleh suatu pemikiran apakah mereka akan memiliki minat (intention) untuk melakukan pembelian ulang (purchase). Intention adalah penilaian subjektif tentang bagaimana seseorang akan berperilaku di masa yang akan datang (Boulding, 1993).

(11)

Menurut (Zeithaml, 1996). Dengan banyaknya konsumen yang membeli produk atau jasa perusahaan, maka perusahaan dapat mencapai keuntungan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan pendapat Zeithaml, bahwa dengan meningkatkan minat konsumen untuk datang kembali adalah sebuah kunci dari suatu perusahaan untuk mendatangkan keuntungan. Sedangkan menurut Fornell (1996), konsumen atau pelanggan yang puas akan melakukan kunjungan ulang pada waktu yang akan datang dan memberitahukan kepada orang lain atas produk barang atau jasa yang dirasakannya.

Intentions adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan terhadap obyek. Beberapa pengertian dari Intentions adalah sebagai berikut (Assael, 1998):

Intentions dianggap sebagai sebuah perantara antara faktor – faktor motivasional yang mempengaruhi perilaku.

Intentions mengindikasikan seberapa jauh seseorang mempunyai kemauan untuk mencoba.

Intentions menunjukkan pengukuran kehendak seseorang.

Intentions berhubungan dengan perilaku yang terus menerus

Menurut Blackwell, Miniard, dan Engel (2001) purchase intention adalah “a specific type of purchase intentions is repurchase intention, which reflect whether we anticipate buying the same product or brand again”. Dari penjelasan tersebut mengatakan bahwa bentuk spesifik dari minat pembelian adalah niat pembelian ulang, yang mencerminkan produk atau merek yang sama.

(12)

2.5 Hubungan Antar Konsep

Menurut Levy & Barton (2009, p.6), “Retailing is the set of business activities that adds value to the products and service sold to consumers for their personal or family use”. Dari penjelasan diatas mengatakanretailing merupakan serangkaian kegiatan usaha yang memberikan nilai tambah terhadap produk dan jasa yang dijual kepada konsumen untuk penggunaan pribadi atau keluarga. Dalam menjalankan bisnis retail, pemilik harus memperhatikan komponen – komponen yang mendukung retail tersebut. Contoh alokasi ruangan yang luas, tata letak/penempatan produk yang rapi dan baik sehingga membuat pelanggan nyaman untuk berkeliling dan melihat item produk yang dijual. Kemudian kelengkapan atribut dan item produk yang ada di store akan memberikan pengaruh yang besar terhadap niat beli, karena dapat memenuhi kebutuhan konsumen, dengan memberikan kenyaman dan kelengkapan produk maka konsumen akan menceritakan kepada orang lain tentang toko retail yang memberikan pelayanan yang memuaskan.

2.5.1 Hubungan Antara Store Layout dengan Purchase Intention Layout didefinisikan sebagai “pengaturan bagian selling dan non- selling, lorong, rak pajangan, serta pemajangan barang dan alat-alat yang saling berhubungan dan menjadi elemen yang menyatu dalam struktur bangunan” (Triyono, 2006).Layout merupakan bagian dari Retail Mix yang termasuk dalam konsep place, dimana layout atau penyajian/pemajangan barang (merchandise) di dalam toko. Penyajian atau pemajangan ini mengacu setidaknya pada arus traffic atau lalu lintas pelanggan, lokasi dan banyaknya departemen barang yang akan dijual, luas dan lokasi counter pelayanan pelanggan, area penyimpanan produk, dan Suasana di sekeliling toko. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penataan item produk, arus traffic, dan lain-lainnya itu sangat penting dan saling berhubungan, karena pada saat masuk toko musik konsumen akan langsung melihat dan mencari produk yang dibutuhkan.

Ketika penataan produk dalam ruangan itu baik, rapi dan mudah

(13)

ditemukan maka itu akan memberikan citra positif di mata konsumen dan itu dapat menjadi keuntungan bagi toko musik tersebut.

2.5.2 Hubungan Antara Merchandise Assortment dengan Purchase Intention

Menurut Kotler (2002) “ A product mix (also called product assortment) is the set of all product lines that a particular seller offers for sale to buyers”. Bauran produk (disebut juga produk pilihan) adalah kumpulan dari semua produk dan unit produk yang ditawarkan penjual tertentu kepada pembeli. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa keragaman produk adalah macam-macam produk dalam artian kelengkapan produk mulai dari model, ukuran, dan kualitas serta ketersediaan produk tersebut setiap saat. Semakin beragamnya jumlah dan jenis produk yang dijual di suatu tempat maka konsumen pun akan merasa puas jika ia melakukan pembelian di tempat tersebut dan ia tidak perlu melakukan pembelian di tempat yang lain, dan hal serupa akan ia ulangi untuk pembelian.

2.5.3 Hubungan Antara Pricing dengan Purchase Intention

“Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatanbagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, tempat, dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya/pengeluaran” (Tjiptono, 2002). Menurut Kotler (2002)

“harga adalah jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk”.Sementara itu, dari sudut pandang konsumen, harga seringkali digunakan sebagai indikator nilai bilamana harga tersebut dihubungkan dengan manfaat yang dirasakan atas suatu barang atau jasa.

Jumlah uang yang dibayar pelanggan untuk produk tertentu atau juga dapat dikatakan merupakan biaya pembeli, harga harus sebanding dengan penawaran nilai kepada pelanggan.

(14)

2.6 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Latar Belakang

1. Perkembangan industri musik Indonesia semakin maju dan kreatif 2. Bisnis penjualan alat musik, salah satu bisnis yang mempunyai

potensi besar

3. Seorang peritel harus tahu faktor apa saja yang dapat mempengaruhi niat beli ulang

Rumusan Masalah

A. Apakah store layout berpengaruh terhadap purchase intention?

B. Apakah merchandise assortment berpengaruh terhadap purchase intention?

C. Apakah pricing berpengaruh terhadap purchase intention?

D. Variabel manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap purchase intention?

Merchandise assortment

Pricing

Purchase intention Store Layout

(15)

2.7 Kerangka Konseptual

Gambar 2.2

Pada gambar 2.2. di atas merupakan replika dalam penelitian ini yang berfungsi untuk menguji dan mengetahui pengaruh Store layout, Merchandise assortment, dan Pricing terhadap Purchase Intention konsumen Toko Yamaha Melodia Musik Ngagel Surabaya.

Variabel independen dalam penelitian ini adalah Store layout, Merchandise assortment, dan Pricing, sedangkan variabel dependennya adalah Purchase Intention.

Pricing Merchandis

e assortment

Purchase intention Store

Layout 1. tipe desain layout 2. fleksibilitas desain toko 3. perencanaan ruang toko 4. display merchandise

1. peramalan 2. inovasi 3. assortment 4. timing 5. lokasi

1. strategi harga (EDLP/HLP) 2. spesifik harga

H1

H2 H3

(16)

Gambar 2.2. menjelaskan bahwa H1 mengindikasikan pengaruh store layout terhadap Purchase Intention, H2 mengindikasikan pengaruh merchandise assortment terhadap Purchase Intention, H3 mengindikasikan pengaruh pricing terhadap Purchase Intention.

2.8 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian oleh karena itu rumusan masalah biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2004).

H1 : Terdapat pengaruh dari store layout, merchandise assortment, dan pricing terhadap purchase intention di Toko Yamaha Melodia Musik Ngagel Surabaya.

H2 : Dimensi apa yang paling dominan berpengaruh dari ketiga variabel terhadap purchase intention di Toko Yamaha Melodia Musik Ngagel Surabaya.

Gambar

Gambar 2.1Latar Belakang

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak Pada kasus-kasus aktual di lapangan, penelitian mengenai kondisi air tanah adalah sulit untuk dilakukan, sehingga untuk mempelajari lebih lanjut mengenai tinggi muka air

Pembiasaan memberikan manfaat bagi anak. Karena pembiasaan berperan sebagai efek latihan yang terus menerus, anak akan lebih terbiasa berperilaku dengan nilai-nilai

Fungsi Seni Rupa Tiga Dimensi Karya seni rupa tiga dimensi pada umumnya diciptakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan karya-karya seni rupa murni patung, relief, monumen

Mencermati beberapa pengaturan organisasi sayap oleh partai politik seperti partai Golkar, Partai PKS, dan partai NasDem dalam anggaran dasarnya dapat ditarik

Peneliti melakukan penelitian di Desa Saba Padang Kecamatan Huta Bargot Kabupaten Mandailing Natal terhadap kandungan merkuri (Hg) pada bak pembuangan air

152.896.507.000.000,00 (seratus lima puluh dua triliun delapan ratus sembilan puluh enam miliar lima ratus tujuh juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih

Dalam persidangan, biasanya dalam berita acara dijelaskan: Menimbang bahwa PNS telah diperintahkan untuk mengurus tapi tidak memperolehnya sehingga dibuat surat

Kenaikan ini dikarenakan sejak tahun 2006 dilakukan intervensi pada anak gizi buruk berupa Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan, sehingga balita yang semula