ABSTRAK
Pada era krisis moneter ini, banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan, sehingga mengharuskan perusahaan tersebut melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pada pekerjanya. Akibatnya penganguran pun semakin bertambah banyak, kemiskinan terjadi hampir di seluruh Indonesia. Anak-anak yang orang tuanya tidak memiliki pekerjaan tetap atau pengangguran, sering dipekerjakan untuk menafkahi keluarganya, dengan cara mengemis/mengamen di jalanan.
Karena keadaan yang demikian maka penulis ingin membuat sebuah fasilitas dan sarana untuk menampung semua kreatifitas dan bakat dari anak-anak jalanan yang sebagian besar bekerja sebagai pengamen di kota Bandung khususnya. Tujuan penulis membuat sarana ini adalah untuk membimbing dan mengarahkan anak-anak jalanan, yang memiliki bakat bermusik agar talenta mereka dapat tersalurkan dengan baik. Dalam perjalanannya production house tidak hanya ditujukan untuk kalangan anak jalanan, tetapi juga untuk seluruh kalangan remaja di Indonesia.
Production house adalah kantor yang merangkap studio tempat dibuatnya tayangan televisi dan periklanan. Production house bergerak di bidang audio visual dan bertindak sebagai sarana kerja sama bagi stasiun televisi untuk memperkenalkan semua tayangan televisi (video klip, iklan, film, sinetron, bahkan sampai Event Organizer) tersebut. Salah satu Production house yang terkenal di Indonesia adalah CERAHATI. Cerahati adalah sebuah komunitas kreatif yang terdiri dari orang-orang dengan minat yang sama dalam dunia audio visual. Sejak tahun 2000, Cerahati mulai memproduksi video musik band indie dan utama serta visual output audio lainnya. Hingga saat ini, rumah produksi Cerahati yang berbasis di Bandung telah merilis lebih dari 150 musik video.
ABSTRACT
Nowadays of monetary crisis, many companies went bankrupt, thus requiring the company to layoff (Termination of Employment) on workers. As a result, unemployment was growing at the poverty occurred in almost all of Indonesia. Children whose parents do not have a steady job or unemployment, are often employed to provide for his family, by begging / ngamen on the streets.
Because of such circumstances that the writer wanted to create a facility and means to accommodate all the creativity and talents of street children, mostly working as a busker in the city of Bandung in particular. Authors aim to make this tool is to guide and direct the street children, who have a talent for music so that their talents can be channeled properly. In the course of production house is not only targeted to street children, but also for all the youth in Indonesia.
Production house is an office that is also the studio where the show made television and advertising. Production house engaged in audio-visual and act as a means of cooperation for television stations to introduce all the television (video clips, advertisements, movies, soap operas, even to the Event Organizer). One of the famous house Production in Indonesia is Cerahati. Cerahati is a creative community that consists of people with similar interests in audio-visual world. Since 2000, Cerahati began producing music videos of indie bands and major other audio and visual output. Until now, the production house based in Bandung, Cerahati has released more than 150 music videos.
DAFTAR ISI
ABSTRAK
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR BAGAN ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan Production House 1
1.2 Rumusan Masalah 5
1.3 Tujuan Perancangan 5
1.4 Manfaat Perancangan 5
1.5 Sistematika Penulisan 6
1.6 Metode Pengumpulan Data 6
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Production House 8
2.2 Pengertian Akustik 8
2.4 Ergonomi Kantor 17
2.5 Pengertian Pop Art 27
2.6 Karakter Remaja dan Pemuda 28
2.7 Studi Banding 31
BAB III DESKRIPSI DAN ANALISIS PRODUCTION HOUSE 3.1 Deskripsi Production House 35
3.2 Analisa Site 38
3.3 Analisis Fungsional Dan Programming 42
3.3.1 Analisa Progamming 42
3.3.2 Analisa Fungsional 43
3.4 Bubble Diagram 59
3.5 Zoning dan Blocking 60
3.5.1 Zoning 60
3.5.2 Blocking 61
BAB IV PERANCANGAN PRODUCTION HOUSE 4.1 Analisa Konsep Production House 63
4.1.1 Konsep Umum 63
4.1.4 Konsep Bentuk 67
4.1.5 Konsep Sirkulasi 68
4.1.6 Konsep Warna 69
4.1.7 Konsep Material 73
4.1.8 Konsep Furniture 75
4.1.9 Konsep Pencahayaan 79
4.1.10 Konsep Penghawaan 82
4.1.11 Konsep Keamanan 83
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 84
5.2 Saran 85
Daftar Pustaka 86
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tingkat Bising Yang Dapat Diterima Manusia 9 Tabel 2.2 Ukuran Pos Kerja Dasar Tempat Duduk Tamu 18 Tabel 2.3 Ukuran Alas Mesin Ketik Dan Meja Tulis Pemakai Pria/Wanita 20 Tabel 2.4 Ukuran Pos Kerja Dengan Tempat Penyimpanan Arsip Lateral
Yang Terletak Di Belakang 22
Tabel 2.5 Ukuran Pos Kerja Dasar Yang Saling Membelakangi
Dengan Tempat Penyimpanan Vertikal 25
Tabel 2.6 Ukuran Partisi Landscape Atau Pertimbangan
Antropometrik Pria/Wania 26
Tabel 3.1 Site Analysis 38 Tabel 3.2 Programming Production House 42
Tabel 3.3 Programming Ground Floor Production House 49
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Studio Musik 12
Gambar 2.2 Recording Studio 12
Gambar 2.3 Pos Kerja Dasar Tempat Duduk Tamu 17
Gambar 2.4 Pos Kerja Dasar Tempat Duduk Tamu 18
Gambar 2.5 Alas Mesin Ketik Dan Meja Tulis Pemakai Wanita 19 Gambar 2.6 Alas Mesin Ketik Dan Meja Tulis Pemakai Pria 19
Gambar 2.7 Pos Kerja Dengan Tempat Penyimpanan Arsip Lateral Yang Terletak Di Belakang 21
Gambar 2.8 Pos Kerja Yang Berdekatan/Tata Letak Berbentuk Baris 24
Gambar 2.9 Pos Kerja Dasar Yang Saling Membelakangi Dengan Tempat Penyimpanan Vertikal 24
Gambar 2.10 Partisi Landscape Atau Pertimbangan Antropometrik Pria 25
Gambar 2.11 Partisi Landscape/Pertimbangan Antropometrik Wanita 26
Gambar 2.12 Furniture Bergaya Pop Art 27
Gambar 2.13 Logo CERAHATI 31
Gambar 3.1 Bandung Trade Mall 35
Gambar 3.2 Denah Lantai Dasar BTM 36
Gambar 3.3 Denah Lantai 1 BTM 37 Gambar 3.4 Sound Card KB-37 Line6 Ukuran 50x27 cm 45
Gambar 3.5 Monitor Behringer Active 6 inchi 46
Gambar 3.6 Mixer 8 Channel Ukuran 30x25 cm 46
Gambar 3.7 Mic+Stand+Jack 47
Gambar 3.9 First Floor Production House 61
Gambar 3.10 Blocking Ground Floor Production House 61
Gambar 3.11 Blocking First Floor Production House 62
Gambar 4.1 Denah Lantai Dasar Production House 63
Gambar 4.2 Denah Lantai Satu Production House 64
Gambar 4.3 Konsep Bentuk Denah Khusus Production House 67
Gambar 4.4 Penerapan Warna Komplementer Pada Area Stage Production House 69
Gambar 4.5 Konsep Warna dalam Studio Musik 71
Gambar 4.6 Konsep Warna Ruang Operator 72
Gambar 4.7 Konsep Warna Seating Area 72
Gambar 4.8 Konsep Material Studio Musik 73
Gambar 4.9 Konsep Material Seating Area 74
Gambar 4.10 Sofa+Partisi 76
Gambar 4.11 Sofa Multifungsi 77
Gambar 4.12 Meja Resepsionis 78
Gambar 4.13 Konsep Pencahayaan Denah Khusus 80
Gambar 4.14 Konsep Pencahayaan Seating Area 81
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Zoning Production House 48
Diagram 3.2 Bubble Diagram Ground Floor Production House 59
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perancangan Production house
Pada era krisis moneter ini, banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan, sehingga mengharuskan perusahaan tersebut melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) pada pekerjanya. Akibatnya penganguran pun semakin bertambah banyak, kemiskinan terjadi dimana-mana hampir di seluruh Indonesia, banyak keluarga yang tidak memiliki tempat tinggal yang layak, rata-rata dari mereka tinggal ditempat yang seadanya saja, seperti di bawah jembatan atau di tempat-tempat kumuh yang jauh dari kebersihan dan kesehatan. Anak-anak yang orang tuanya tidak memiliki pekerjaan tetap atau pengangguran, sering dipekerjakan untuk menafkahi keluarganya. Begitu juga anak-anak yang tidak memiliki orang tua atau pun keluarga, sering dijadikan objek oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, sebagai alat untuk mencari uang dengan cara mengemis atau mengamen, hal ini biasa disebut dengan ekploitasi anak.
kota besar yang penuh dengan inflik dan konflik, serta banyak kekerasan dapat kita temui di kota besar, yang menyebabkan mereka terpaksa harus bekerja sebagai pengamen, untuk tetap bisa mencari sesuap nasi. Dimana pekerjaan sebagai pengamen, sebenarnya bukanlah pekerjaan yang bisa dijadikan profesi seumur hidup. Salah satu faktor yang menyebabkan mereka terpaksa bekerja sebagai pengamen adalah kemampuan mereka dalam hal pendidikan, yang membatasi mereka untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Rata-rata dari mereka hanya bersekolah hingga tingkatan SMP atau SD, bahkan ada yang lebih bernasib buruk, mereka tidak dapat bersekolah sama sekali. Karena orang tuanya tidak sanggup membiayai sekolah anaknya, sehingga orang tuanya menyuruh anaknya untuk mengemis atau pun mengamen. Hal tersebut yang mengakibatkan peningkatan jumlah anak-anak yang mengemis dan mengamen di kota Jakarta bertambah dengan drastis. Setiap tahunnya mengalami peningkatan yang luar biasa dibanding tahun-tahun sebelumnya. Dengan adanya peningkatan jumlah anak-anak yang mengamen, maka pemerintah daerah pun membuat sebuah peraturan yang berlaku untuk para pengamen dan pengemis, yang tertulis pekerjaan seperti itu termasuk pelanggaran dalam undang-undang, dan haram hukumnya bagi masyarakat umum, memberi sedekah kepada mereka. Masyarakat yang memberi, dapat dikenakan pasal undang-undang dan dikenakan denda sebesar Rp.150.000 rupiah hingga Rp.300.000 rupiah, atau hukuman penjara. Dengan diberlakukannya perundangan tersebut, maka anak-anak pengamen dan pengemis tidak dapat lagi mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peraturan ini belum diberlakukan secara paten untuk kota Bandung, sehingga para pengamen dan pengemis masih bertambah banyak dan tetap dapat mencari sesuap nasi dengan meminta-minta belas kasihan orang.
bertanggung jawab. Di Bandung, sarana tersebut sudah tersedia, dapat kita ambil contohnya yaitu sanggar RMHR (Rumah Musik Harry Roesli). RMHR ini digagas oleh almarhum seniman dan seorang pemusik kondang yaitu Harry Roesli. RMHR didirikan pada tahun 1998, setelah Harry Roesli meninggal RMHR dilanjutkan oleh putra keduanya yaitu Layala Roesli. RMHR mempunyai sifat tersendiri yaitu satu komando dari almarhum Harry Roesli tanpa ada pemisahan antaran seni, tari dan musik, tetapi setelah Harry Roesli meninggal, setiap kegiatannya berbentuk sistem-sistem yang disekat dalam ruang lingkup masing-masing. RMHR sendiri mempunyai visi dan misi yang serupa dengan penulis, yaitu memberikan fasilitas untuk anak-anak jalanan yang ingin dan berbakat dalam musik. Hanya penulis ingin mengkhususkan pada perancangan sebuah Production house, dimana bukan hanya penulis menyediakan sarana dan fasilitas saja tempat mereka berlatih, tetapi penulis pula ingin memberikan suatu hasil positif bagi para anak jalanan, yakni pekerjaan dan pendapatan yang layak, agar mereka dapat memenuhi kebutuhannya dan keluarganya sehari-hari. Target utama user adalah anak jalanan, tetapi anak-anak selain anak-anak jalanan, yang orang tuanya ingin agar anak-anaknya memiliki kemampuan bermusik atau yang sudah memiliki dasar bermusik pun dapat bergabung dengan production house yang penulis rancang. Karena pada dasarnya penulis ingin meningkatkan kualitas bermusik seluruh anak Indonesia tak terkecuali.
Production house adalah kantor yang merangkap studio tempat dibuatnya
tayangan televisi dan periklanan. Production house bergerak di bidang audio visual dan bertindak sebagai sarana kerja sama bagi stasiun televisi untuk memperkenalkan semua tayangan televisi (video klip, iklan, film, sinetron, bahkan sampai Event Organizer) tersebut. Perkembangan Production house sendiri di Indonesia sudah
sangat besar dan pesat sehingga menimbulkan persaingan yang ketat. Masing-masing Production house memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, yang
produksi Cerahati yang berbasis di Bandung telah merilis lebih dari 150 musik video. Tim inti Cerahati terdiri dari: Moro, Pumpung, Xonad, dan Edy khemod, yang merupakan lulusan dari Fine Arts & Design, Institut Teknologi Bandung, Indonesia. Anggota tim bekerja dalam struktur kolaboratif untuk menghasilkan berbagai output kreatif. Berikut adalah contoh-contoh karya CERAHATI : Peterpan (Hari Yang Cerah), Padi (Jangan Datang malam Ini), Samsons (Naluri Lelaki), Gigi (Perdamaian, Pintu Surga), Slank (Saat Kau Benci), Cokelat (Demi Masa), Jamrud (Shut-Up & Listen, Telepon), /rif (Joni Esmond, Soonya, Manis Getir), Mocca (Me & My Boyfriend), Seurieus (Baca Tulis), Five Minutes, Caffeine, Tompi, Utopia, Ten2Five, T-Five, Edane, dan banyak lagi.
Latar belakang penulis memilih lokasi production house di kota Bandung tepatnya di wilayah Cicadas, dikarenakan wilayah Cicadas merupakan wilayah terpadat keempat di dunia, sehingga memungkinkan production house yang penulis rancang, dikenal dan diketahui masyarakat sekitar dengan mudah. Selain itu, wilayah tersebut merupakan daerah yang banyak dikunjungi dan dilalui oleh banyak orang, baik dari masyarakat yang berdomisili di kota Bandung maupun dari luar Bandung. Faktor lainnya adalah karena penulis ingin mencari tanah yang tidak terlalu mahal, sehingga budget untuk mendirikan bangunan dapat difokuskan untuk penyediaan fasilitas-fasilitas production house nantinya.
Zona Service : dapur, gudang, WC, ruang istirahat, ruang AHU, ruang panel.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah menerapkan konsep “BERSINAR” dalam perancangan interior Production House RAINBOW bagi remaja?
2. Bagaimanakah merancang organisasi ruang yang sesuai untuk Production House RAINBOW?
3. Bagaimanakah merancang konsep warna dan konsep material yang sesuai untuk Production House RAINBOW?
4. Bagaimanakah merancang konsep furniture yang terinspirasi dari semangat pop art?
1.3 Tujuan Perancangan
1. Memvisualisasikan interior yang mencerminkan identitas dan ciri khas Production house yang mayoritas anak-anak.
2. Merancang organisasi ruang Production house RAINBOW agar dapat memenuhi kebutuhan dan segala keperluan bagi pengguna bangunan. 3. Merancang konsep warna yang sesuai dengan Production house
RAINBOW.
4. Merancang furniture yang terinspirasi dari semangat pop art.
1.4 Manfaat Perancangan
Adapun manfaat dari perancangan ini :
1. Memberikan informasi desain secara detail tentang organisasi ruang production house RAINBOW kepada masyarakat umum, terutama
2. Memberikan informasi tentang penerapan konsep “BERSINAR” dalam interior kepada desainer interior.
3. Menjadi referensi bagi penulis lain yang ingin meneliti lebih dalam lagi mengenai tema yang telah diangkat penulis sebelumnya.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I, penulis membahas tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II, penulis memaparkan teori-teori yang berhubungan dengan production house, konsep akustik, aplikasi warna pada interior, ergonomi kantor dan
pengertian pop art, karakter remaja dan pemuda, serta studi banding mengenai production house yang terdapat di Indonesia, dimana didalamnya terdapat
hal-hal yang menjadi dasar dari proses perancangan.
BAB III, penulis mendeskripsikan secara singkat mengenai objek studi yang akan dirancang, yaitu mengenai organisasi ruang dan peletakan furniture dalam production house.
BAB IV, penulis menjelaskan secara detail mengenai konsep dan aplikasi dalam interior obyek studi yang akan dirancang.
BAB V, penulis menyimpulkan tentang jawaban dari permasalahan yang muncul dari obyek studi yang dirancang.
1.6 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk menyusun perancangan ini adalah:
2. Studi lapangan, yaitu mengadakan survei. Sejauh ini survei dan studi lapangan yang dilakukan dengan memakai metode sebagai berikut:
Wawancara, dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang bersangkutan yaitu anak jalanan dengan mendatanya sedetail mungkin untuk mendapatkan keterangan yang diperlukan dalam perancangan.
Observasi, dengan melakukan pengamatan terhadap bangunan mall yang akan direnovasi menjadi sebuah production house untuk memperoleh data yang lebih detail yang nantinya akan menjadi patokan dalam merancang interior ruangan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Secara umum, sinar adalah suatu titik cahaya yang berpendar secara terus menerus hingga menyebar ke seluruh sisi. Sinar tersebut diterapkan menjadi konsep dalam production house yang penulis rancang, dimana dalam hal ini „sinar‟ digambarkan sebagai setiap anak yang bergabung dalam production house. Nantinya diharapkan, melalui pengajaran dalam production house ini mereka dapat menjadi seorang yang bertalenta dan berguna untuk keluarga, lingkungan dan dirinya sendiri. Konsep bersinar, penulis asumsikan ke dalam bentuk memusat dengan suasana yang hangat. Penerapan memusat dapat dilihat dari tata letak ruang utama yang dirancang di bagian tengah ruangan, dan ruang yang mendukung ruang utama dirancang disekelilingnya. Sedangkan penerapan suasana hangat dimaksudkan agar menciptakan saling interaksi satu anak dengan anak yang lainnya. Salah satu contoh aplikasi suasana hangat dalam production house antara lain, kursi diletakkan saling berhadapan 1 dengan lainnya, meminimalisir penggunaan penyekat ruangan/partisi, furniture dirancang dapat digunakan secara bersama-sama.
homy). Ruangan yang akan ditonjolkan terletak di bagian tengah bangunan. Ruang yang
menjadi vokal point didasarkan pada ruang yang paling penting dan mencitrakan production house. Ruangan ruangan lain yang dapat mendukung kegiatan utama
production house, dirancang di sekeliling bangunan utama.
Interior Production house menggunakan warna-warna komplementer seperti merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila dan ungu. Alasan pemilihan warna-warna tersebut karena warna-warna yang ada dapat menggambarkan citra perusahaan, selain itu memberikan efek psikologis yang baik untuk perkembangan remaja kedepannya. Material dirancang sesuai dengan identitas dan ciri khas Production house. Contoh material yang akan dipakai, seperti keramik, hasil pengolahan kayu (MDF, veneer, triplek, dan multiplek), gipsum, kaca, dll.
Desain furniture yang diterapkan lebih menggunakan bentuk-bentuk yang melingkar dan cenderung lengkungan. Sehingga nantinya antara bentuk furniture dan denah layout memiliki kesinambungan. Furniture akan dirancang sesuai dengan semangat pop art dan dwifungsi. Penulis menggambarkan semangat pop art ke dalam bentuk furniture yang simple, namun tetap menarik dengan warna-warna yang colourfull.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, Imelda. 2007. Tren Warna Warni Penuh Pesona. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Diktat Fisika Bangunan
Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada Bangunan. Panero, Julius, AIA, ASID dan Zelnik, Martin, AIA, ASID. Dimensi Manusia dan Ruang Interior. Jakarta : Erlangga. 1979.