1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di pendidikan formal mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah, dan merupakan salah satu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir kritis, logis dan sistimatis . Sebagaimana yang di kemukakan oleh Priatna (dalam Arcana, 2005) bahwa matematika adalah salah satu ilmu dasar yang tidak perlu diragukan lagi dan merupakan tiang penopang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), yang dapat berkembang mandiri atau berkembang atas tuntutan keperluan bidang lain.
Mengingat kedudukan matematika yang sangat penting, tidaklah berlebihan jika pemerintah telah melakukan upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan matematika di Indonesia baik secara kualitas maupun kuantitas, tetapi hal tersebut tidak sepadan dengan hasil yang dicapai pada saat ini. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mullis (dalam Ansari, 2003) yang menyebutkan bahwa mutu pendidikan matematika belum menggembirakan. Fenomena ini dapat dilihat dari hasil Ujian Akhir Nasional (UAN), sejumlah penelitian serta kontes internasional matematika seperti yang dilaporkan oleh TIMSS (Trends in International Mathematic Sains Study) dan hasil tes TIMSS 2003 menempatkan siswa Indonesia di peringkat 34 dalam penguasaan matematika dan peringkat ke 36 di bidang sains dari 50 negara peserta. Indikasi rendahnya prestasi matematika tersebut, didukung juga dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti pada bidang fisika. Mereka menyatakan bahwa kemampuan matematis siswa sangat kurang, hal ini menghambat proses pembelajaran fisika dan menyebabkan rendahnya pemahaman fisika. Selanjutnya kesulitan siswa dalam mengerjakan soal-soal ulangan fisika bukan karena fisikanya tetapi karena matematisnya (Arcana, 2005).
Berdasarkan dengan hasil prestasi matematika yang masih rendah tersebut, jika diamati lebih mendalam akan diperoleh banyak faktor penyebab kesulitan belajar. Beberapa faktor yang mempengaruhi presatasi belajar matematika siswa berasal dari dalam diri siswa sendiri (intern) dan dari luar (ekstern). Menurut Syah (2005:144) mengatakan bahwa factor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa yaitu keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa, kondisi lingkungan di sekitar siswa dan pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi pelajaran.
Menurut Lawson strategi adalah seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu (dalam Syah, 2005:155). Oleh sebab itu dengan menggunakan salah satu strategi pembelajaran yang tepat pada pelajaran matematika, dimungkinkan mampu memberi peluang siswa untuk meraih prestasi belajar yang bermutu.
melalui: mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui siswa, membicarakan tentang berpikir, membiasakan siswa membuat jurnal belajar, perencanaan dan pengaturan diri sendiri, penguraian kembali proses berpikir dan evaluasi mandiri (SelfEvaluation). Apabila enam strategi tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran, maka secara tidak langsung dapat berdampak pada perubahan perilaku belajar.Salah satu perwujudan perilaku belajar yang tampak adalah berpikir rasionaldan kritis, sebab hal ini sesuai dengan pendapat Dean Kuhn (dalam Santrock, 2001: 309) yang menyatakan bahwa dengan metakognitif akan lebih membantu anak menjadi pemikir kritis.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji serta mencoba melakukan penelitian dengan judul Strategi Pembelajaran Matematika Menggunakan Metakognitif dan Pengaruhnya pada Prestasi dan Perubahan Perilaku Belajar Siswa.
1.2 Rumusan Masalah
Dengan berorientasi pada latar belakang masalah, maka dengan dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran matematika yang menggunakan strategi metakognitif?
2. Bagaimana perilaku belajar siswa dalam matematika sebelum dan setelah pembelajaran menggunakan strategi metakognitif?
3. Bagaimana prestasi siswa setelah pembelajaran menggunakan strategi metakognitif?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penerapan strategi metakognitif dalam proses pembelajaran matematika.
2. Untuk mengetahui perubahan perilaku belajar siswa dalam matematika sebelum dan setelah pembelajaran menggunakan metakognitif.
3. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa setelah pembelajaran menggunakan strategi metakognitif.
5
1.4 Batasan Masalah
Untuk menghindari salah penafsiran dari istilah penelitian ini, maka perlu adanya batasan masalah yang harus dijelaskan:
1. Prestasi adalah hasil yang didapat siswa mengikuti pembelajaran yang dapat diukur dengan tes.
2. Perubahan perilaku belajar adalah perubahan tingkah laku siswa yang timbul karena proses belajar yang memiliki ciriciri:
terjadi secara sadar,
bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan atau terarah, dan mencakup seluruh aspek perilaku individu (dalam Ahmadi dan Supriyono, 2004: 129130).
3. Obyek peneliti terbatas pada materi pelajaran matematika kelas VIII SMP, dengan materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
2. Strategi pembelajaran matematika menggunakan metakognitif dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan guru dalam membangkitkan dan mengembangkan strategistrategi
metakognitif siswa 6
1.6 Asumsi Dasar
Setelah peneliti menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah yang kemudian dilanjutkan dengan penelitian di lapangan, maka peneliti
menentukan bebarapa asumsi dasar atau anggapan dasar yang nantinya dijadikan dasar teori di dalam laporan hasil penelitian agar kesimpulan yang diambil pada penelitian ini dapat diakui kebenarannya dan juga dipertanggungjawabkan. Adapun asumsi dasarnya adalah faktorfaktor
lain yang tidak dapat dikontrol
dalam penelitian ini, pengaruhnya sama terhadap prestasi belajar siswa dan perubahan perilaku belajar siswa.
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Pembelajaran Matematika 2.1.1 Belajar
Pada dasarnya belajar merupakan masalah bagi setiap orang. Di dalam belajar: pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, nilai, sikap, tingkah laku dan semua perbuatan manusia terbentuk, disesuaikan dan dikembangkan. Oleh karena itu Slameto mendefinisikan belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dan hasil
interaksinya dengan lingkungan (dalam A Siroj : 2001). Definisi yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Winkel (2004: 59) belajar merupakan suatu aktifitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang mengahasilkan sejumlah perubahan dalam pengetahuanpemahaman,
keterampilan dan nilai sikap.
Kemudian menurut Syah (2003: 68) secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sedangkan Bandono (2002) menyebutkan lebih sederhana lagi bahwa belajar merupakan perubahan perilaku, dalam hal ini perubahan sebagai hasil dari proses belajar yang dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan perilaku keterampilan, kecakapan, 8
kebiasaan serta perubahan aspekaspek lain yang ada pada individu yang sedang belajar.
Dari berbagai pandangan para ahli yang mencoba memberikan definisi
Pada prinsipnya proses belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Syah (2002: 132) secara global, faktorfaktor
yang mempengaruhi siswa
dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar. Adapun faktorfaktor
tersebut adalah: A. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa sendiri yang meliputi dua aspek, yaitu:
1. Aspek Fisiologis ( yang bersifat jasmaniah)
Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organorgan
tubuh dan sendisendinya dapat
mempengaruhi semangat, intensitas dan kemampuan dalam menyerap informasi dan pengetahuan siswa dalam mengikuti pelajaran yang disajikan di kelas.
9
2. Aspek Psikologis ( yang bersifat rohaniah ) Faktorfaktor
rohaniah siswa yang dipandang lebih esensial adalah sebagai berikut:
a. Tingkat kecerdasan / inteligensi
Menurut Reber (dalam Syah, 2002:133) inteligensi adalah
kemampuan psiko fisik untuk mereaksi rangsangan dengan cara yang tepat. Tingkat kecerdasan siswa sangat menentukan tingkat
keberhasilan belajar siswa. Artinya, semakin tinggi kemampuan inteligensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan inteligensi siswa maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses. b. Sikap (attitude)
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa
kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek: orang, barang dan sebagainya; baik secara positif maupun negatif. Sikap siswa yang positif, terutama pada guru dan pelajaran yang disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa. Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap guru dan mata pelajarannya, apalagi diiringi kebencian pada guru dan mata pelajarannya dapat menimbulkan kesulitan belajar atau prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan.
10
c. Bakat (aptitude)
Sehingga bakat sangat berpengaruh pada tinggi rendahnya prestasi belajar siswa di bidangbidang
studi tertentu. d. Minat
Secara sederhana, minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidangbidang studi tertentu.
e. Motivasi
Pengertian motivasi menurut Glitman dan Reber (dalam Syah, 2002: 136) ialah keadaan internal organismebaik
manusia ataupun hewanyang
mendorongnya untuk berbuat sesuatu, dalam hal ini
motivasi berarti pemasok daya untuk bertingkah laku secara terarah. Pada proses belajar perlu diperhatikan hal yang dapat mendorong siswa dapat belajar dengan baik.
B. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor ini terdiri dari faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan non sosial. 11
1. Lingkungan sosial
Lingkungan sekolah seperti guru, para staf administrasi dan temanteman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga temanteman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Sedangkan
lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga, diantaranya: sifatsifat
orang tua, praktik
pengolahan keluarga, ketegangan keluarga dan demografi keluarga, semuanya dapat memberi dampak baik buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
2. Lingkungan non sosial
Faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal siswa dan letaknya, alatalat
belajar,
keadaan cuaca dan waktu yang digunakan siswa. Faktorfaktor ini
dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. C. Faktor Pendekatan belajar
Di samping faktorfaktor
internal dan eksternal siswa sebagaimana yang telah 12
dipaparkan di muka, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh tehadap taraf keberhasilan proses pembelajaran.
2.1.2 Mengajar
Mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan sebaikbaiknya
dengan menghubungkannya dengan anak, sehingga
terjadi proses belajar (Nasution dalam Syah, 2002: 182). Sedangkan menurut pendapat Joice, Weil dan Showers bahwa mengajar pada hakikatnya adalah membantu siswa memperoleh informasi, ide, keterampilan, nilai, cara berpikir, sarana untuk mengekspresikan dirinya dan caracara
belajar bagaimana belajar (Depdiknas, 2003: 6).
Dari dua definisi yang telah di uraikan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar itu pada intinya mengarahkan pada timbulnya perilaku belajar siswa. Sehingga hasil akhir atau hasil jangka panjang dari proses mengajar adalah kemampuan siswa untuk dapat belajar dengan mudah dan efektif di masa
mendatang.
2.1.3 Proses Pembelajaran Matematika
Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengertian belajar dan
mengajar. Agar proses belajar mengarah pada tujuan yang dikehendaki maka guru harus merencanakan secara seksama dan sistimatis semua pengalaman belajar siswa. Aktivitas guru untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan proses belajar mengajar siswa berlangsung optimal itulah yang biasa disebut sebagai pembelajaran, dengan kata lain pembelajaran adalah proses membuat orang belajar atau bisa juga dikatakan sebagai usaha yang sengaja melibatkan dan 13
menggunakan pengetahuan professional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum (www.ut.ac.id dalam Yuliana, 2006: 78).
Sedangkan menurut
Mappa dan Basleman ( dalam Angelia, 2006: 7) pembelajaran merupakan upaya sistematis untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar agar mereka mengubah, mengembangkan atau mengendalikan sikap dan perilakunya sampai batas kemampuan yang maksimal.
Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah. Menurut Soejadi (2000: 37) matematika sekolah adalah unsurunsur atau bagian
dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi pada kepentingan kependidikan dan perkembangan IPTEK. Lebih lanjut dijelaskan bahwa matematika sekolah mempunyai fungsi khusus yaitu sebagai salah satu unsur masukan instrumen yang memiliki obyek dasar abstrak dan berdasarkan konsisten dalam sistim proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di sekolah, seperti yang
siswa untuk memiliki:
1. Kemampuan yang berkaitan dengan matematika yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah matematika, pelajaran lain ataupun
masalah yang berkaitan dengan kehidupan nyata.
2. Kemampuan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi. 3. Kemampuan menggunakan matematika sebagai cara bernalar yang dapat dialihgunakan pada setiap keadaan seperti berpikir kritis, berpikir logis, berpikir sistimatis, bersifat obyektif, bersifat jujur, 14
bersifat disiplin dalam memandang dan menyelesaikan masalah (Depdiknas dalam Ingelia, 2006:8).
2.1.4 Strategi Metakognitif dalam Pembelajaran Matematika Pengertian strategi menurut Lawson (dalam Syah, 2005:155) adalah seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk
memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. Menurut Oxford dan Crookall yang dikutip oleh Sighal (dalam Muisman, 2003: 21), strategi
merupakan teknikteknik
perilaku, keterampilanketerampilan belajar atau
memecahkan masalah yang dapat membuat pembelajaran lebih efektif dan efisien. Menurut Flavell dan Schoenfield yang dikutip oleh Simon (dalam
Abdurrahman, 2003: 176) metakognitif merupakan pengetahuan tentang penggunaan dan keterbatasan informasi dan strategi khusus, kemampuan mengontrol dan mengevaluasi penggunaannya. Kemudian Garofalo dan Lester (dalam Shadiq, 2005) berpendapat bahwa metakognitif adalah pengetahuan dan keyakinan mengenai fenomena kognitif diri sendiri atau pengetahuan dan kontrol terhadap tindakan kognitif diri sendiri. Sedangkan pengertian lainnya metakognitif ialah kesadaran tentang tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui ( http://myschoolnet.ppk.kpm.my, 07052006).
Pendapat Flavell yang dikutip Hacker dan Brown dalam Livingstone menyatakan pengalaman metakognitif mencakup strategistrategi metakognitif
atau pengaturan metakognitif. Menurut Muisman (2003: 25) Strategi metakognitif merupakan prosesproses
yang berurutan yang digunakan untuk mengontrol aktivitasaktivitas
kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah tercapai. 15
Prosesproses
ini terdiri dari perencanaan dan pemantauan aktifitasaktifitas kognitif serta evaluasi terhadap hasil aktivitasaktivitas ini.
Proses merancang atau merencanakan merupakan apa yang hendak dipelajari siswa. Aktivitasaktivitas
perencanaan seperti menentukan tujuan dan
mempermudah pemahaman materi pelajaran, memprediksikan permasalahan materi yang harus dikuasai siswa, menyiapkan diri secara fisik dan mental,
membuat perancangan dari waktu ke waktu secara baik untuk mendapatkan materi sesuai dengan tujuan. Proses memantau, dalam proses pembelajaran murid
bertanya pada diri sendiri atau pengujian diri tentang permasalahan materi yang meliputi: apakah masalah ini boleh dipelajarinya?; adakah manfaat yang akan didapat dari mempelajari ini?; bagaimana masalah ini dapat diselesaikan? dan mengapa saya mengalami kesulitan/kemudahan dalam menguasainya dan tindakan apa yang harus diambil sebagai tindak lanjutnya?,. Sedangkan proses
menilai tau evaluasi, proses ini meliputi penyesuaian dan perbaikan aktivitasaktivitas, yaitu membantu siswa dalam refleksi untuk mengetahui: bagaimana
sesuatu kemampuan, nilai dan pengetahuan harus dikuasai, mengapa saya mengalami kesulitan/kemudahan dalam menguasainya dan tindakan apa yang harus diambil sebagai kelanjutannya. Sehingga menurut Pintrich et al (dalam Muisman, 2003: 25) bahwa aktivitasaktivitas
ini membantu peningkatan prestasi
dengan cara mengawasi dan mengoreksi perilakunya pada saat ia menyelesaikan tugas.
16
Berdasarkan pengertianpengertian diatas dapat diketahui strategi dasar metakognitif adalah:
1. Menghubungkan informasi yang baru didapat dengan pengetahuan yang telah dimilikinya (pengetahuan awal).
2. Memilih strategi berpikir dengan tepat.
3. Merencanakan, memonitor dan mengevaluasi proses berpikir siswa (Blakey & Spence dalam Ahliana, 2005: 18).
Lebih lanjut, Blakey & Spence yang dikutip oleh Ahliana (2005:1820) menjabarkan beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengembangkan perilaku metakognitif, yaitu:
1. Mengidentifikasi apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui siswa. Pada awal pembelajaran siswa diminta menyatakan apa yang telah
diketahuinya tentang bentuk aljabar dan apa yang ingin diketahui lebih lanjut dari topik yang akan dipelajari tersebut.
2. Membicarakan tentang berpikir.
Membicarakan tentang berpikir penting, karena siswa perlu memilki perbendaharaan tentang berpikir. Dalam hal ini guru mengungkapkan jalan pikirannya pada saat merencanakan dan memecahkan masalah, sehingga siswa dapat mengikuti proses berpikirnya untuk kemudian menggunakan menggunakannya sebagai model tentang bagaimana seharusnya dia melakukan proses berpikir dan agar siswa lebih berlatih mengekspresikan pikirannya. Misalkan: Memfaktorkan bentuk aljabar misalkan x2 + 6 x + 9 17
dan 9 x 2 - 24 x + 16 . Di sini guru memberikan jalan pikirannya dalam menyelesaikan permasalahan ini, langkahlangkahnya
a. Sebelum melakukan pemfaktoran, dia perlu mengingat tentang pengkuadratan suku dua yang memiliki ciri:
(i) Suku pertama dan suku ketiga merupakan bentuk kuadrat. (ii) Suku tengah merupakan hasil kali 2 terhadap akar kuadrat suku pertama dan akar kuadrat suku ketiga.
b. Kemudian menuliskan faktor dari masingmasing suku:
x 2 + 6 x + 9 dan 9 x 2 - 24 x + 16
(x ) 2 2 ( x )(3 ) ( 3) 2 (3x) 2 2(3x)(4) (4)2 c. Dari bentukbentuk
yang diselesaikan itu maka didapat faktorfaktornya, sehingga dapat diambil kesimpulan dengan berdasarkan ciriciri
pengkuadratan suku dua hasilnya adalah: x 2 + 6 x + 9 = (x ) 2 + 2 ( x )(3 ) + ( 3) 2 = (x + 3) 2
dan
9 x 2 - 24 x + 16 = (3x) 2 2( 3x)(4) + (4)2
= ( 3 x - 4) 2 .
3. Membiasakan siswa membuat jurnal belajar.
Salah satu cara mengembangkan metakognisi siswa adalah melalui
penggunaan jurnal belajar. Jurnal belajar merupakan sebuah catatan harian 18
(diary) dimana siswa merefleksikan pemikiran mereka, mencatat pengetahuan mereka secara sadar akan adanya kerancuan, ketidak konsistenan, dan kesulitan yang mereka hadapi. Jurnal ini merupakan catatan harian proses belajar. Misalkan siswa untuk menuliskan dan menceritakan:
a. Persiapan apa saja yang dilakukan siswa sebelum belajar matematika terutama pada pokok bahasan faktorisasi suku aljabar.
b. Tentang perasaanya selama mempelajari konsep faktorisasi suku aljabar di kelas secara bebas.
c. Dan menuliskan kesulitan (baik itu cara maupun soalsoal yang
dianggap sulit) yang selalu dihadapinya sebagai persiapan pertanyaan pertemuan selanjutnya.
4. Perencanaan dan pengaturan diri sendiri.
Siswa harus secara sadar meningkatkan tanggungjawabnya terhadap perencanaan dan pengaturan belajarnya, yaitu merencanakan pengaturan proses belajarnya oleh dirinya sendiri. Sangat sulit bagi siswa untuk mandiri dalam belajar jika belajarnya dimonitor oleh orang lain. Siswa dapat diajari untuk membuat rencana aktivitas belajarnya termasuk
tersebut.
Kriteria untuk evaluasi harus dikembangkan bersama siswa sehingga dia 19
belajar untuk berpikir dan mengajukan pertanyaan sendiri selama mereka menjalani suatu aktivitas belajar.
5. Penguraian kembali proses berpikir.
Kegiatan penutup berfokus pada diskusi siswa tentang proses berpikir untuk mengembangkan pengetahuan tentang strategi yang dapat diterapkan pada situasi belajar lain.
Ada tiga tahapan metode yang dapat digunakan. Pertama, guru membimbing siswa untuk meninjau kembali kegiatan yang telah
dilakukan, mengumpulkan data proses berpikir dan merasa. Selanjutnya, kelompok mengklasifikasikan ideide
yang berhubungan, mengidentifikasi
strategi berpikir yang digunakan. Terakhir, mereka mengevaluasi keberhasilannya dengan mengabaikan strategi yang tidak sesuai, mengidentifikasi yang berguna untuk masa yang akan datang. 6. Evaluasi mandiri (SelfEvaluation).
Kegiatan evaluasi mandiri terbimbing dapat diperkenalkan melalui
pertemuan dan Cheklist individu yang memfokuskan pada proses berpikir. Evaluasi mandiri secara bertahap akan dapat diterapkan dengan lebih independent pada situasi lain.
2.2 Prestasi Belajar
2.2.1 Pengertian Prestasi dan Faktorfaktor yang Mempengaruhinya
Prestasi belajar menurut Altbach, Arnove dan Kelly adalah hasil dari proses pendidikan, yakni: penyesuaian diri, perubahan emosional ataupun 20
perubahan tingkah laku dan menurut Woodworth dalam Suryabrata prestasi adalah kemampuan langsung yang dapat diukur langsung dengan alat atau tes tertentu, sedangkan Berner berpendapat bahwa prestasi adalah pengetahuan yang diperoleh siswa sebagai hasil pembelajaran (dalam Usul, 2002: 4445).
Sehingga
prestasi di sini dapat diartikan sebagai hasil sesuatu kegiatan yang dapat menghasilakan kemampuan emosional dan dapat diukur dengan alat tertentu. Prestasi belajar siswa banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik
berasal dari diri siswa sendiri (internal) maupun dari luar diri siswa (eksternal). Menurut Usman dan Setiawati (1993: 10) dapat di jabarkan faktorfaktor
tersebut, yaitu:
1. Faktor internal
Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yang berasal dari diri siswa
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, misalnya: faktor sosial, terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan sekolah yang diantaranya dapat berupa: strategi pembelajaran dan pengelolaan kegiatan belajar, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok serta faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, kesenian. Selain ini faktor 21
lingkungan fisik dan faktor lingkungan spiritual atau keagamaan juga mempengaruhi faktor eksternal dari prestasi belajar.
2.2.2 Dampak Pembelajaran Metakognitif terhadap Prestasi Belajar Matematika
Faktor yang mempengaruhi prestasi telah dijelaskan di atas, yaitu salah
satunya adalah strategi pembelajaran. Sehingga menurut Abdurrahman (2003:13) penggunaan strategi pembelajaran yang keliru dapat menyebabkan kesulitan belajar. Sedangkan Lucia dalam Wresti (2006) mengatakan bahwa rendahnya hasil prestasi belajar siswa di sekolah juga dapat disebabkan oleh kesulitan belajar, dan kesulitan belajar bisa terjadi karena siswa belum mempunyai strategi metakognitif.
Strategi Metakognitif merupakan kesadaran tentang proses berpikir seseorang. Dikatakan kesadaran karena siswa secara sadar memberikan pertanyaanpertanyaan
pada dirinya sendiri dan sekaligus menjawabnya. Berpikir
metakognitif adalah perilaku mental yang disengaja dan dapat dikembangkan, diarahkan pada tujuan untuk menyelesaikan tugastugas
kognitif. Oleh karena itu
strategi metakognitif dapat mengarahkan proses berpikir dan perencanaan belajar. Dengan cara ini, siswa dapat membuat keputusan sendiri tentang tujuan belajar. Umumnya, siswa yang menggunakan strategi metakognitif dengan baik
akan memiliki kepercayaan bahwa mereka bisa belajar dengan baik, dapat membuat penilaian yang akurat tentang mengapa mereka berhasil dalam pembelajaran, bisa memperkirakan faktorfaktor
yang menyebabkan kegagalan
dalam pembelajaran, dan memilih strategi belajar yang baik dan secara sadar 22
meminta bimbingan dari teman atau guru. Sehingga dapat disimpulkan bahwa makin baik siswa menggunakan strategi metakognitifnya, maka makin baik pula hasil belajarnya termasuk prestasi belajarnya.
Berdasarkan hal tersebut, apabila enam langkah atau strategi yang
digunakan untuk mengembangkan perilaku metakognitif siswa diterapkan dalam pembelajaran di kelas, maka secara tidak langsung akan berdampak pada hasil
belajar khususnya pada prestasi belajar siswa. Hal ini disebabkan pada langkahlangkah itu siswa dilatih untuk lebih siap dalam mengikuti pelajaran. Mereka
dikuasainya. Sehingga dengan siswa dapat menguasai materi yang dipelajarinya, maka tujuannya untuk menyelesaikan tugastugas
kognitifnya dapat dicapai.
Dengan tercapainya tujuan tersebut diharapkan pula siswa dapat menyelesaikan segala persoalan matematika yang dihadapinya dengan mudah sehingga kesulitan belajar dapat diatasi dan prestasi belajarnya dapat ditingkatkan.
2.3 Perubahan Perilaku Belajar 2.3.1 Ciriciri
Perubahan Tingkah Laku Belajar
Meskipun secara teoritis bahwa belajar dapat diartikan proses perubahan
perilaku atau perubahan tingkah laku, namun tidak semua perubahan yang terjadi dalam diri individu yang banyak sekali sifat maupun jenisnya dianggap belajar. 23
Perubahan yang timbul karena proses belajar sudah tentu memilki ciriciri perwujudan yang khas.
Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004: 129130) ciriciri
khas yang
menjadi karakteristik perubahan tingkah laku dalam belajar adalah: 1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Ini berarti individu yang belajar, akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurangkurangnya
individu merasakan telah terjadi adanya suatu
perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah dan sebagainya.
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan bersifat fungsional dalam rti bahwa ia relatif menetap dan setiap saat apabila dibutuhkan, perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan. Perubahan fungsional dapat diharapkan memberikan manfaat yang luas, misalnya ketika siswa menempuh ujian dan menyesuaikan diri dengan lingkungan kehidupan seharihari.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan bersifat positif artinya, perubahanperubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang
lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh
Sedangkan perubahan yang bersifat aktif adalah perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Contoh misalnya, 24
ketika seorang anak belajar menghafal perkalian bilangan 6 sampai 10 yang mana dia telah hafal perkalian bilangan 1 sampai 5, di sini anak akan mengalami perubahan penambahan pemahaman tentang perkalian dan perubahan tersebut tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi karena usahanya untuk bisa menghafal lebih banyak lagi.
Perubahan yang bersifat sementara atau tempore yang terjadi untuk
beberapa saat saja, tetapi perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap. Misalkan kecakapan seorang anak dalam menghitung bilangan operasi perkalian setelah belajar, tidak akan hilang begitu saja melainkan akan terus dimiliki bahkan akan makin berkembang kalau terus dipergunakan atau berlatih soalsoal
matematika.
5. Perubahan dalam belajar, bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku ini terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah perubahan tingkah laku yang benarbenar disadari.Misalkan seorang yang belajar matematika, sebelumnya ia
sudah menetapkan apa yan mungkin dapat dicapai dengan belajar matematika atau tingkat kecakapan mana yang hendak dicapainya.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses belajar, meliputi meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara 25
menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Sebagai contoh, jika seorang anak belajar matematika, maka perubahan yang paling tampak ialah dalam keterampilan menghitung. Selain itu ia juga akan mengalami perubahanperubahan
seperti dapat memiliki
keterampilan dalam pemecahan masalah, dapat menerapkan pemahaman tentang operasi hitung dalam kehidupan seharihari.
2.3.2 Perwujudan Perilaku Belajar Menurut Syah (2002:118121)
perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahanperubahan sebagai berikut:
1. Kebiasaan
Setiap siswa yang telah mengalami proses belajar, kebiasaankebiasaanya akan tampak berubah. Menurut Burghardt (dalam Syah, 2002:118) kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan
menggunakan stimulasi yang berulangulang. Contoh siswa belajar bahasa
secara berkalikali
menghindari kecenderungan pengguanaan kata atau
struktur yang keliru, akhirnya akan terbiasa dengan penggunaan bahasa secara baik dan benar.
2. Keterampilan
Keterampilan ialah kegiatan yang behubungan dengan uraturat syaraf atau
otototot
motorik. Misalnya menulis, mengetik, olah raga dan sebagainya. Sehingga siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Namun keterampilan 26
bukan hanya meliputi gerakan motorik melainkan juga pengejawatahan fungsi mentalyang bersifat kognitif, misalkan mampu mendayagunakan orang lain secara tepat juga dianggap sebagai orang yang terampil.
3. Pengamatan
Pengamatan artinya proses menerima, menafsirkan dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui inderaindera
seperti mata dan telinga.
Pengalaman belajar siswa akan mampu mencapai pengamatan yang benar obyektif sebelum mencapai pengertian. Pengamatan yang salah akan
mengakibatkan timbulnya pengertian yang salah pula. Misalnya seorang anak yang baru pertama kali mendengar radio akan mengira bahwa penyiar benarbnar berada dalam kotak yang bersuara tersebut. Namun melalui proses
belajar, lambat laun akan diketahui bahawa penyaiarnya jauh di studio pemancar.
4. Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Berpikir asosiatif adalah berpikir secara mengasosiasikan sesuatu dengan lainnnya. Dalam hal ini kemampuan siswa untuk melakukan hubungan asosiatif yang benar amat dipengaruhi oleh tingkat pengertian atau
pengetahuan yang diperoleh dari hasil belajar. Sebagai contoh, siswa mampu menjelaskan sifat perkalian, yang mana ia akan dapat hasil yang sama dengan cara menjumlah berulang bilangan, dan hal itu bisa didapat apabila ia sudah mempelajari operasi penjumlahan. Di samping itu daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif. 27
Jadi siswa yang telah mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi dalam memori.
5. Berpikir rasional dan kritis
Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. Pada umumnya siswa yang berpikir rasional akan menggunakan prinsipprinsip
dan dasardasar
pengertian dalam menjawab pertanyaan. Dalam berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika untuk menentukan sebab akibat, menganalisis dan menarik kesimpulan dan dalam berpikir kritis, siswa dituntut
menggunakan strategi kognitif tertentu yang tepat untuk menguji keandalan gagasan pemecahan masalah dan mengatasi kesalahan atau kekurangan. Misalkan siswa menanyakan materi pelajaran yang dianggapnya masih belum ia kuasai ataupun tidak sesuai dengan apa yang diketahuinya.
6. Sikap
kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. 7. Inhibisi
Inhibisi adalah upaya pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu
respons tertentu karena adanya proses respons lain yang sedang beralngsung.. Dalam hal belajar, ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau
menghentikan tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan 28
tindakan lainnya yang lebih baik. Sebagai contoh, sorang siswa yang telah sukses mempelajari bahaya alcohol akan menghindari membeli minuman keras,. Sebagai gantinya membeli minuman yang sehat.
8. Apresiasi
Apresiasi merupakan pertimbangan mengenai arti penting atau nilai
sesuatu. Dalam penerapannya apresiasi sering diartikan sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda. Contohnya, jika seoarang siswa telah
mengalami proses belajar agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya terhadap seni baca Alquran
dan kaligrafi akan mendalam pula. 9. Tingkah laku afektif
Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut
keanekaragaman perasaan seperti: takut, marah, sedih, gembira kecewa, senang,dan sebagainya.
2.3.3 Dampak Pembelajaran Metakognitif terhadap Perubahan Tingkah laku Belajar Matematika
Telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa matematika merupakan salah
satu pelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswanya untuk berpikir kritis, logis dan sistimatis. Sehingga tidaklah mengherankan apabila di dalam pembelajaran metakognitif perwujudan perilaku belajar siswa, yaitu perubahan dalam berpikir rasional dan kritis dapat dibentuk. Dalam hal ini perubahan dalam berpikir rasional dan kritis memiliki ciriciri
diantaranya: dapat membedakan
informasi yang relevan dan tidak relevan; dapat mendeteksi permasalahan; dapat membuat prediksi dari informasi yang tersedia; mampu membuat kesimpulan dari 29
data yang telah ada, mampu membedakan argument logis dan tidak logis, mampu mendaftar segala akibat yang mungkin terjadi atau alternatif pemecahan masalah, dan sebagainya. Menurut ciriciri
tersebut di dalam pembelajaran metakognitif ini
siswa akan dilatih untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan logis dengan mengajarkan dan mengembangkan strategi metakognitif yang terdapat dalam dirinya sendiri, sebab di dalam strategi metakognitif ini juga memiliki ciriciri
yang dapat mengarahkan pada pembentukan perubahan perilaku
belajar tersebut, yaitu: melakukan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi diri. Proses perencanaan diri merupakan apa yang hendak dipelajari siswa,
waktu secara baik untuk mendapatkan materi sesuai dengan tujuan, dan lainnya. Proses pemantauan diri, dalam proses pembelajaran murid bertanya pada diri sendiri tentang permasalahan materi yang meliputi: apakah masalah ini boleh dipelajarinya?; adakah manfaat yang akan didapat dari mempelajari ini?; bagaimana masalah ini dapat diselesaikan? dan mengapa saya mengalami
kesulitan/kemudahan dalam menguasainya serta tindakan apa yang harus diambil sebagai tindak lanjutnya?. Sedangkan proses menilai atau evaluasi, melalui proses ini murid membuat refleksi untuk mengetahui: bagaimana sesuatu kemampuan, nilai dan pengetahuan harus dikuasai; mengapa saya mengalami
kesulitan/kemudahan dalam menguasainya dan tindakan apa yang harus diambil sebagai kelanjutannya.
30
Pemantauan secara metakognitif dan regulasi diri sangat membantu siswa dalam aktifitasnya pada proses pembelajaran matematika. Sehingga perubahan perilaku belajar siswa, yang umumnya kebiasaan mereka kurang begitu
melakukan perencanaan serta pengaturan diri sendiri, dapat dikembangkan
melalui enam strategi yang sudah dijelaskan sebelumnya. Contohnya pada strategi pertama, seorang siswa dapat menyatakan sesuatu yang telah ketahuinya. Hal ini disebabkan karena sebelum mengikuti pelajaran di kelas mereka sudah
mempersiapkan diri dengan cara: mempelajari materi terlebih dahulu, membuat ringkasan, menuliskan kesulitankesulitannya,
mengungkapkan jalan pikiran
mereka dalam memecahkan masalah dengan jalan membiasakan siswa untuk membuat jurnal belajar. Hal ini dimaksudkan agar dengan adanya catatancatatan itu siswa sudah memiliki bekal untuk melatih dirinya dapat berpikir kritis.
Artinya, dengan menulis siswa dapat menghindari kelupaan tentang kesulitan atau pendapatnya waktu belajar, sehingga ketika siswa menerima penjelasan dari guru mereka dapat berperan serta dalam pembelajaran melalui pengajuan pertanyaan serta dapat membicarakan tentang jalan pikirannya meskipun harus membaca dan melihat lagi jurnal belajar yang telah mereka buat.
2.4 Hipotesis
Dengan berdasar pada kajian pustaka yang mendalam, maka hipotesis penelitian adalah:
1. Terdapat perubahan perilaku belajar siswa kelas VIII SMP N 1 Gratitunon
31
2. Ada pengaruh pembelajaran matematika menggunakan metakognitif pada prestasi dan perubahan perilaku belajar siswa
32
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
2000:4). Sedangkan pendekatan kuantitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data yang berbentuk angka-angka (Sugiyono, 2005: 15).
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang menurut Ari (dalam Sukardi, 2004: 180181) penelitian ini mempunyai tiga karakteristik penting, yaitu: (1) Variabel bebas yang dimanipulasi, (2) Variabel lain yang mungkin berpengaruh dikontrol agar tetap konstan, (3) Efek atau pengaruh manipulasi variabel bebas dan variabel terikat diamati secara langsung oleh peneliti. Desain eksperimen yang digunakan berbentuk praeksperimen tanpa ada kelas kontrol. Sehingga melihat dari pendekatan dan jenis penelitiannya maka yang menjadi subyek penelitian adalah strategi pembelajaran dengan menggunakan metakognitif dalam pembelajaran matematika. Sedangkan yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMPN 1 Gratitunon.
3.2 Peran Peneliti dan Lokasi Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti berperan sebagai perencana, penyusun perangkat pembelajaran dan instrument penelitian, pengumpul data, penganalisis data, penafsir data dan sekaligus pelapor hasil. Lokasi penelitian dalam penelitian ini ditetapkan di SMP N 1 Gratitunon dengan pertimbangan :
1. Karena kondisi SMP N 1 Gratitunon yang terdiri atas beberapa kelas, sehingga memungkinkan untuk dijadikan sebagai obyek penelitian.
2. Kedekatan lokasi peneliti dengan sekolah.
3.3 Variabel dan Indikator Penelitian
Untuk menghindari kekeliruan dalam mengartikan apa yang menjadi sasaran penelitian dan sekaligus memudahkan pengumpulan data di lapangan, maka jabaran variabelvariabel
yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi:
Tabel 3.1
Variabel, indikator, deskriptor Pembelajaran Metakognitif Variabel Indikator Deskriptor
1.1 Perencanaan dan pengaturan diri sendiri
1.1.1 Guru mengajari untuk membuat rencana aktivitas belajar
1.1.2 Guru menyiapkan materi pokok yang akan dipelajari
1.1.3 Siswa menyiapkan sumber belajar yang dapat memudahkan untuk
belajarnya 1. Pembelajaran Metakognitif 1.2 Membiasakan membuat jurnal
1.2.1 Siswa menyimak apa yang dijelaskan guru
34
Variabel Indikator Deskriptor 1.3 Mengidentifikasi
apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui
1.3.1 Guru menggali pengetahuan siswa dengan pertanyaan yang
berhubungan dengan materi
1.3.2 Siswa menyatakan pengetahuannya tentang materi
1.3.3 Guru menuliskan garis besar (outlining) materi
1.3.4 Siswa menanyakan tentang materi pelajaran yang ingin diketahui
1.4 Membicarakan tentang berpikir
1.4.1 Guru memberikan permasalahan yang berhubungan dengan materi
1.4.2 Siswa mencari pemecahan masalahnya dan berdiskusi. 1.4.3 Siswa
mengungkapkan jalan piirannya dalam merencanakan dan memecahkan masalah
1.4.4 Guru membimbing jalannya diskusi dan menyadarkan siswa dengan
pertanyaanpertanyaan apabila
menghadapi kesulitan 1.5 Penguraian kembali proses berpikir
1.5.1 Guru membimbing siswa untuk meninjau kembali kegiatan yang telah dilakukan
1.5.2 Siswa merespon dengan menyatakan kegiatannya selama pembelajaran
1.6 Evaluasi Mandiri 1.6.1 Guru membimbing siswa untuk melakukan evaluasi mandiri
Tabel 3.2
Variabel, indikator, deskriptor Perubahan Tingkah Laku Belajar dan Hasil Belajar
No.item
Negatif
2.1 Terjadi secara sadar
2.1.1 Siswa menyadari keterampilannya bertambah 2.Perubahan 5
tingkah laku belajar 2.2 Bersifat Fungsional
2.2.1 Siswa dapat menghubungkan materi yang satu dengan
materi yang lain 20 2
35
2.3 Bersifat positif dan aktif
2.3.1 Siswa aktif dalam diskusi kelas
10 No.item
Variabel Indikator Deskriptor Positif Negatif
2.3.2 Siswa giat mengerjakan tugas.
2.3.3 Siswa giat belajar di dalam maupun di luar sekolah
6 18 12 16
2.4 Bukan bersifat sementara
2.4.1 Siswa dapat mengingat materi yang di ajarkan sebelumnya
1, 9
2.5 Bertujuan atau terarah
2.5.1 Siswa dapat menentukan tujuan belajar yang akan dicapai
11
2.6 Mencakup seluruh aspek perilaku individu
matematika secara mandiri. 2.6.2 Siswa dapat
mengembangkan cara belajar matematika
2.6.3 Siswa dapat melakukan kebiasaan belajar yang bersifat positif
4, 7 15, 19 8, 13, 14, 17
3. Hasil Belajar 3.1 Prestasi 3.1.1 Hasil Tes
3.4 Jenis dan Sumber Data
Sumber data dalam penelitian merupakan subyek darimana data diperoleh (Arikunto, 2002:107). Sumber dala dalam penelitian ini terdiri dari data primer.
Data primer merupakan data statistik yang diperoleh atau bersumber dari tangan pertama, hal ini dapat diartikan bahwa data yang diperoleh adalah data yang langsung berkaitan dengan obyek penelitian (Sudijono, 2004:19). Data primer dalam penelitian ini meliputi data dari observasi, hasil tes prestasi siswa dan hasil angket. Data hasil observasi diperoleh dari hasil pengamatan aktifitas siswa dan guru dalam pembelajaran dengan menggunakan pedoman
pengamatan. Hasil dari tes siswa ini nanti akan digunakan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum dan sesudah siswa diberikan perlakuan dan data dari hasil angket yang diperoleh dari pendapat siswa tentang perubahan perilaku belajarnya yang diambil melalui kuesioner tertutup.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi atau pengamatan
Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistimatik terhadap gejala tampak pada obyek penelitian (Zuriah dalam Septiarini, 2006:24). Peneliti menggunakan teknik observasi atau pengamatan dalam rangka pengumpulan data penerapan strategi pembelajaran menggunakan metakognitif di kelas dengan bentuk pedoman berupa daftar cek dan catatan anekdot. Observasi atau pengamatan pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti dan seorang teman sejawat. Pedoman pengamatan aktivitas belajar siswa dapat dilihat pada lampiran 1.
2. Angket atau Kuesioner
Angket atau kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau halhal
yang ia ketahui (Arikunto, 2002:128). Dalam hal ini jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup dengan menggunakan Rating Scale. Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala likert. Untuk menskor skala kategori likert, penelitian ini menyediaan 4 alternatif jawaban, diantaranya: Sangat Benar (SB), Benar (B), Tidak Benar (TB), Sangat Tidak Benar (STB). Setiap jawaban dari responden mendapat skor atau nilai sesuai dengan arah pernyataan bersangkutan yaitu sebagai berikut:
Arah Pernyataan SB B TB STB Positif 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4
Angket pada penelitian ini akan diberikan pada siswa pada awal penelitian dan akan diberikan angket yang sama pada akhir penelitian. Angket perubahan perilaku belajar siswa dapat di lihat pada lampiran 2.
3. Tes
Tes adalah serentetan pertanyaan/latihan alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, inteligensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Arikunto, 2002:127). Dalam penelitian ini akan menggunakan tes prestasi yaitu tes yang digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa. Tes prestasi ini akan diberikan kepada siswa sebelum dan setelah siswa mempelajari materi dengan strategi pembelajaran yang menggunakan metakognitif.
38
3.7 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data dapat dilakukan dalam suatu proses. Proses dalam hal ini berarti pelaksanaannya sudah dilakukan sejak pengumpulan data dilakukan dan dikerjakan secara intensif. Data yang terkumpul di analisis berdasarkan hasil tes, angket atau kuesioner, dan observasi atau pengamatan.
1. Untuk mengetahui penerapan pembelajaran yang menggunakan metakognitif ini maka teknik yang digunakan dalam menganalisis data yang diperoleh adalah teknik deskriptif kualitatif, melalui menelaah seluruh data yang dikumpulkan dengan cara menganalisa, memakai, menerangkan dan menyimpulkan kegiatan penelitian dan pada prinsipnya hal yang dilakukan sejak awal.
2. Untuk menganalisis data hasil perubahan perilaku belajar siswa, teknik yang dipakai yaitu melalui uji statistik. Hal ini dilakukan untuk menguji kesamaan dua ratarata
hasil angket dengan menggunakan Paired Sampel Ttest.
Dalam penelitian ini digunakan uji dua pihak dengan: Hipotesis :
Ho : 1 2 m - m = 0 : Kedua ratarata identik (ratarata
awal dan akhir sama)
H1 : 1 2 m - m < 0 : Kedua ratarata tidak identik (ratarata
akhir > awal)
Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak 39
hasil
tes dengan menggunakan Paired Sampel Ttest. Dalam penelitian ini
digunakan uji dua pihak dengan: Hipotesis :
Ho : 1 2 m - m = 0 : Kedua ratarata identik (ratarata
pretest dan postest sama)
H1 : 1 2 m - m < 0 : Kedua ratarata tidak identik (ratarata
postest > pretest)
Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut: Jika probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak 40
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Penerapan Strategi Pembelajaran Matematika Menggunakan Metakognitif
4.1.1 TahapTahap Penelitian
A. Persiapan
Sebagai langakah awal sebelum melakukan pelaksanaan terlebih dahulu
dilakukan tindakan pendahuluan agar dapat penelitian mendapatkan hasil sesuai dengan yang kita harapkan. Langkah pertama dalam penelitian ini adalah peneliti mengadakan observasi di sekolah dan pada pertemuan ini juga peneliti melakukan wawancara dengan kepala sekolah dan guru matematika kelas dua. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi mengenai
pengalamannya dalam melaksanakan pembelajaran matematika di kelas II. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika sekolah tersebut, diperoleh informasi bahwa selama ini guru menyajikan materi matematika menggunakan strategi metakognitif dalam pembelajaran. Sehingga setelah mendapatkan izin dari kepala aekolah dan guru matematika, maka peneliti diberi kesempatan mengadakan penelitian sebanyak empat kali pertemuan dengan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
41
B. Pelaksanaan Adapun tahaptahap
pelaksanaan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Perencanaan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan oleh peneliti adalah:
a. Menyusun rencana pembelajaran (RP) sebagai langkah awal dalam mengajar.
b. Menyiapkam materi yang disajikan
pembelajaran matematika menggunakan metakognitif d. Menyiapkan angket perilaku belajar siswa
2. Pelaksanaan Tindakan
Pelaksanaan tindakan dilakukan sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah disusun pada perencanaan. Pertemuan dengan waktu setian pertemuan 2 x 40 menit. Pada pertemuan pertama peneliti mengadakan apersepsi atau mengajar materi prasarat konsep SPLDV dan
mempersiapkan siswa dalam pembelajaran menggunakan metakognitif. 3. Observasi
Selama pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan dengan
menggunakan lembar observasi untuk mengumpulkan data. Pengamatan dilakukan oleh dua teman sejawat.
42
4.1.2 Tahap Pembelajaran Pertemuan 1
Pada pertemuan ini peneliti melakukan persiapan dengan mengadakan apersepsi pada materi prasarat dalam materi yang akan dipelajari dengan
pembelajaran metakognitif dengan sedikit memperkenalkan strategi metakognitif dan aturanaturan
yang akan diberlakukan untuk beberapa peretemuan. Dalam
pertemuan ini peneliti juga mengajarkan dan memperkenalkan jurnal belajar yang akan diberlakukan dalam pembelajaran yang selanjutnya serta memberitahukan materi yang akan dipelajari selama penelitian.
Pertemuan 2
Sesuai dengan rencana yang telah disusun pelaksanaan pembelajaran ini
dimulai peneliti dengan memberikan pertanyaan ”adakah yang ditanyakan tentang materi yang sudah dipelajari sebelum pelajaran matematika, mungkin ada yang masih belum jelas dan kurang dimengerti?”. Untuk beberapa saat siswa masih belum memberikan respon, namun setelah mendapatkan stimulus atau dipancing akhirnya ada siswa yang dapat mengungkapkan tentang hal yang ingin diketahui mereka, yaitu tentang ”apa yang dimaksud dengan akar dan bukan akar
persamaan?’. Sebelum peneliti menjawab pertanyaan tersebut, sebelumnya peneliti menggali terlabih dahulu apa yang diketahui siswa dan memberikan pertanyaan yang mengarah pada apa yang ingin mereka ketahui. Seperti ” berapa hasil dari x pada persamaan x + 6 = 4?”, ”apakah 1 merupakan hasil dari
persamaan x + 6 = 4?”. 43
Pertemuan 3
Pada pertemuan ini juga dilakukan dengan sesuai dengan rencana
pembelajaran, namun awal pembelajaran peneliti memberikan kesempatan untuk menanyakan tentang materi serta tugastugas
yang sudah dikerjakan. Setelah
dilakukan oleh siswa. Untuk kegiatan yang selanjutnya peneliti melakukannya sesuai dengan rencana. Peneliti melakukan pembimbingan dalam pembelajaran dengan pertanyaanpertanyaan
yang dapat siswa untuk berpikir. Pertemuan 4
Pada pertemuan terakhir ini siswa sudah mulai terbiasa dengan
pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti. Mereka sudah mulai berani mengungkapkan apa yang ingin mereka ketahui dan apa yang sudah mereka ketahui. Sehingga pada pembelajaran terakhir ini peneliti sudah mulai lancar melakukan kegiatan pembelajaran. Sehingga untuk pertemuan berikutnya peneliti melakukan pengambilan data yaitu berupa tes akhir dan pengisian angket.
4.1.3 Hasil Observasi
Proses pembelajaran matematika menggunakan metakognitif merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan metakognitif dapat membantu pendidik untuk 44
menyediakan cara yang lebih baik bagi siswa untuk mempelajari materi pelajaran dan siswa juga dapat dilatih untuk menghasilkan strategi bagi dirinya sendiri untuk memecahkan suatu permasalahan yang dihadapi.
Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas guru dalam pembelajaran untuk empat kali pertemuan ratarata
keseluruhannya adalah 66,6%. Artinya aktivitas
guru yang dilakukan oleh peneliti sudah cukup baik, sebab hampir semua aktivitas dapat dilakukan oleh peneliti disetiap pertemuan. Meskipun pada pertemuan pertama peneliti hanya dapat melakukan setengah dari jumlah aktifitas guru. Pada pertemuan kedua terdapat dua aktivitas terakhir tidak dapat dilakukan, yaitu membimbing siswa untuk meninjau kembali kegiatan yang dilakukan dan membimbing siswa untuk melakukan evaluasi mandiri.
Menurut hasil pengamatan aktivitas siswa selama tiga kali pertemuan
adalah 31,29 %. Hal ini artinya aktivitas guru masih tinggi dibandingkan aktivitas siswanya. Melihat rendahnya aktivitas siswa dalam pembelajaran metakognitif ini menggambarkan bahwa terdapat kendala yang dihadapi oleh siswa. Kendala yang dapat dilihat oleh peneliti saat pembelajaran diantaranya adalah masih belum terbiasaanya siswa dengan pembelajaran yang diterapkan, mereka belum terbiasa dengan pembelajaran yang menggunakan metode diskusi, khususnya dalam pelajaran matematika. Selama ini mereka terbiasa dengan pola pengajran tradisonal (ceramah). Kemudian kendala lainnya, yaitu banyaknya siswa (36 orang) dalam satu kelas, sebab hal ini dapat mempengaruhi dalam penggunaan waktu khususnya dalam membimbing siswa memecahkan masalah dan berdiskusi. Hal tersebut dapat dilihat pada pertemuan pertama, aktivitas bertanya tentang 45
materi, mencari pemecahan masalah, mengungkapkan jalan pikiran dan merespon dengan menyatakan kegiatan tidak dilakukan oleh siswa. Sedangkan pada
peneliti menyimpulkan bahwa hal tersebut yang menyebabkan tidak terlaksananya aktivitas guru yang dilakukan peneliti.
4.2 Perilaku Belajar Siswa Sebelum dan Setelah Pembelajaran Menggunakan Metakognitif
Pada hakekatnya belajar merupakan proses perubahan perilaku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan yang terjadi karena adanya interkasi tersebut dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku baru, kemampuan baru, kebiasaan baru dan keterampilan baru. Namun tidak semua perubahan tingkah laku individu dapat dianggap belajar dan perubahan juga tidak hanya terjadi di dalam kelas. Oleh karena itu perubahan yang timbul karena proses belajar di dalam maupun di luar lingkungan sekolah sudah tentu memiliki ciriciri,
diantaranya yaitu: terjadi secara sadar, bersifat
funsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat sementara, bertujuan atau terarah dan mencakup seluruh aspek perilaku.
Berdasarkan hasil analisis SPSS pada lampiran 6 menunjukkan nilai ratarata (mean) dari indikator perubahan tingkah laku yang bertujuan atau terarah pada awalnya sebesar 3,22 dan ratarata
akhir 3,25 dengan simpangan baku untuk 46
perilaku awal dan akhir secara berturutturut sebesar 0,48 dan 0,44 pada sampel
n=36.
Nilai t diperoleh sebesar 0,373
dengan derajat kebebasan (df) = 35 dan
probabilitas (p) pada pengujian dua pihak sebesar 0.711. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 5 % , hasil tersebut menyebutkan bahwa p=0,711> a = 0, 05 . Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, yang berarti ratarata perilaku yang memiliki tujuan pada awal dan akhir dalah sama. Sedangkan menurut tabel 4.1 menunjukkan bahwa pada indikator ini terjadi perubahan aktivitas siswa , meskipun dalam skala kecil, yaitu 0.7.
Tabel 4.1
Bertujuan atau terarah Prosentase
Deskriptor
Awal (%) Akhir (%)
Siswa dapat menentukan tujuan belajar yang akan dicapai
80,55 81,25
Hasil analisis data pada lampiran 7 menerangkan nilai ratarata (mean)
dari indikator perubahan tingkah laku yang bersifat positif dan aktif, pada awalnya sebesar12,50 dan ratarata
akhir 12,81 dengan simpangan baku untuk awal dan akhir secara berturutturut
Nilai t diperoleh sebesar 1,087
dengan derajat kebebasan (df) = 35 dan
probabilitas (p) pada pengujian dua pihak sebesar 0,285. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 5 % , hasil tersebut menyebutkan bahwa p= 0,285 > a = 0, 05 . Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa H0 diterima, yang artinya ratarata perilaku yang bersifat fungsional pada awal dan akhir adalah sama. Namun tabel 47
4.2 menjelaskan aktivitas siswa menurut indikator ini terjadi peningkatan prosentase sebesar 3,93.
Tabel 4.2
Bersifat positif dan aktif Prosentase
Deskriptor
Awal (%) Akhir (%)
Siswa aktif dalam diskusi kelas 51,39 54,86 Siswa giat mengerjakan tugas 66,32 66,32 Siswa giat belajar di dalam maupun diluar rumah
60,77 66,32
Prosentase Keseluruhan 59,49 62,5
Indikator perubahan perilaku selanjutnya yang diperoleh dari belajar ialah tidak bersifat sementara. Dari analisis data pada lampiran 8 menunjukkan nilai ratarata
(mean) dari indikator ini awalnya diperoleh sebesar 4,94 kemudian ratarata akhirnya memperoleh 5,06 dengan simpangan baku untuk awal dan akhir secara berturutturut
sebesar 0,58 dan 0,75 pada jumlah sampel n=36. Selanjutnya nilai t diperoleh sebesar 1,160 dengan derajat kebebasan
(df)=35 dan probabilitas (p) pada pengujian dua pihak sebesar 0,254. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 5 % , hal tersebut menyebutkan bahwa
p=0,254>a = 0, 05 . Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima, artinya ratarata
indikator perubahan perilaku yang sifatnya tidak sementara pada awal dan akhir adalah sama. Namun melalui tabel 4.3 dapat diketahui prosentase
jawaban siswa tentang indikator ini terjadi peningkatan prosentase sebanyak 2,16l. 48
Tabel 4.3
Bukan bersifat sementara Prosentase
Deskriptor
Awal (%) Akhir (%)
Siswa dapat mengingat materi yang diajarkan sebelumnya
61,72 63,88
pengetahuan yang sudah dimilikinya sewaktuwaktu dapat dimanfaatkan kembali
untuk dapat memahami pengetahuan baru. Oleh sebab itu perubahan perilaku belajar juga memiliki sifat fungsional, yang artinya dapat dimanfaatkan dan berlangsung secara terus menerus. Berdasarkan lampiran 9 nilai ratarata (mean)
dari indikator ini awalnya diperoleh sebesar 4,28 ratarata akhirnya diperoleh 4,50
dengan simpangan baku untuk awal dan akhir secara berturutturut sebesar 0,74
dan 1 pada jumlah sampel n=36. Kemudian nilai tnya
diperoleh sebesar 1,136 dengan derajat kebebasan
(df)=35 dan probabilitas (p) pada pengujian dua pihak sebesar 0,264. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 5 % , hasil itu menyebutkan bahwa
p=0,264>a = 0, 05 . Sehingga dapat diambil keputusan bahwa H0 diterima, artinya ratarata
perilaku yang bersifat fungsional pada awal dan akhir adalah sama.
Namun berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui prosentase jawaban siswa tentang indikator ini menjelaskan terjadi peningkatan prosentase sebanyak 2,47. 49
Tabel 4.4
Bersifat Fungsional Prosentase
Deskriptor
Awal (%) Akhir (%)
Siswa dapat menghubungkan materi yang satu dengan materi yang lain
53,82 56,25
Pembelajaran yang menggunakan strategi metakognitif diharapkan dapat menyadarkan siswa tentang kemampuan yang dimiliki. Sehingga dengan mengetahui kemampuannya , siswa dapat mengubah seluruh aspek perilakunya agar dapat memaksimalkan dirinya untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan, tetapi berdasarkan analisis yang diperoleh pada lampiran 10 tentang indikator perubahan mencakup seluruh aspek perilaku individu menunjukkan nilai ratarata (mean) dari indikator ini awalnya diperoleh sebesar 20,64 kemudian ratarata akhirnya 21,14dengan simpangan baku untuk awal dan akhir secara berturutturut sebesar 2,22 dan 3,03 pada jumlah sampel n=36.
Nilai tnya
diperoleh sebesar 1,044
dengan derajat kebebasan (df)=35 dan
probabilitas (p) pada pengujian dua pihak sebesar 0,304. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 5 % . Hal tersebut menyebutkan bahwa p=0,304>a = 0, 05 . Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa H0 diterima, artinya ratarata
yang bersifat fungsional pada awal dan akhir adalah sama, tetapi melalui tabel 4.5 dapat diketahui prosentase jawaban siswa terjadi peningkatan prosentase sebanyak 2,92. Berikut ini dipaparkan prosentase jawaban siswa tentang perubahan perilaku dapat mencakup seluruh aspek perilaku individu:
50 Tabel 4.5
Mencakup seluruh aspek perilaku individu Prosentase
Deskriptor
Awal (%) Akhir (%)
Siswa dapat belajar secara mandiri 52,09 55,91 Siswa dapat mengembangkan cara belajar matematika
57,64 62,16
Siswa dapat melakukan kebiasaan belajar yang bersifat positif
57,92 58,33
Prosentase Keseluruhan 55,88 58,8
Dari seluruh indikator yang ada, pada dasarnya perilakuperilaku itu
dilakukan dengan sadar oleh siswa. Sehingga siswa secara sadar akan merasakan suatu perubahan. Sehingga indikator berikutnya ini adalah perubahan terjadi
secara sadar. Berdasarkan pada analisis data pada lampiran 11 diperoleh nilai ratarata (mean) awalnya sebesar 2,72 dan ratarata
akhirnya 2,81 dengan simpangan
baku untuk awal dan akhir secara berturutturut sebesar 0,57 dan 0,58 pada jumlah
sampel n=36.
Selanjutnya nilai t sebesar 0,770 dengan derajat kebebasan (df)=35 dan
probabilitas (p) pada pengujian dua pihak sebesar 0,446. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 5 % . Hal tersebut menyebutkan bahwa p=0,446 >a = 0, 05 . Sehingga dapat diditarik kesimpulan bahwa H0 diterima, artinya ratarata
perubahan perilaku yang mencakup seluruh aspek yang terjadi pada awal dan akhir adalah sama. Melalui tabel 4.6 dapat diketahui prosentase jawaban siswa tentang indikator ini menjelaskan terjadi peningkatan prosentase sebesar 1,38. 51
Tabel 4.6
Terjadi secara sadar Prosentase
Deskriptor
Awal (%) Akhir (%)
Siswa menyadari keterampilannya bertambah 68,06 69,44
disebabkan: terlalu singkatnya waktu pelaksanaan penelitian dan startegi
pembelajaran ini merupakan strategi pembelajaran yang masih baru untuk siswa, sehingga masih memerlukan penyesuaian dalam penerapannya. Namun pada hasil perolehan pada tabeltabel
diatas menunjukan adanya peningkatan nilai prosentase
meskipun peningkatannya kecil. Artinya, ada beberapa siswa yang melakukan perubahan terhadap perilaku belajarnya.
4.3 Prestasi Siswa Setelah Melakukan Pembelajaran Menggunakan Strategi Metakognitif
Hasil analisis SPSS pada lampiran 12 menunjukkan nilai ratarata (mean)
dari pretest sebesar 47 dan ratarata
postes 51,78 dengan simpangan baku untuk pretest dan postes secara berturutturut ssebesar 15,510 dan 15,318 diukuran sampel n=36.
Nilai t diperoleh thitung sebesar 2,511 dengan derajat kebebasan (df) = 35
dan probabilitas (p) pada pengujian dua pihak sebesar 0.017. Dengan menggunakan taraf signifikan a = 5 % , hasil tersebut menyebutkan bahwa 52
p=0,017 < a = 0, 05 . Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa strategi
pembelajaran matematika menggunkan metakognitif mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa, tingkat kepercayaan diperoleh sebesar r 2 = (0,726) 2 = 52,71 %.
53 BAB V PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarakan hasil analisis data penelitian mengenai strategi pembelajaran matematika menggunakan metakognitif, dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan pembelajaran metakognitif dari hasil pengamatan aktivitas guru masih tinggi dibandingkan aktivitas siswanya. Namun pada tiap pertemuannya terjadi peningkatan aktivitas siswa, ini terlihat dari peningkatan prosentase pada setiap pertemuannya.
2. Pembelajaran yang menggunakan metakognitif dari hasil penelitian ini ternyata tidak berpengaruh terhadap perubahan perilaku belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Gratitunon. Hal ini disebabkan terlalu singkatnya waktu pelaksanaan penelitian, tetapi pada hasil yang diperoleh terdapat peningkatan perilaku yang dilakukan oleh siswa, ini terlihat dari meningkatnya nilai prosentase meskipun perubahannya dalam jumlah kecil
3. Strategi pembelajaran matematika menggunakan metakognitif berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa kelas VIII SMPN 1 Grati tunon.
5.2 SARAN
masih tergolong rendah. Rendahnya aktivitas ini salah satunya dikarenakan 54
masih belum terbiasanya siswa untuk melakukan kegiatan diskusi dalam pelajaran matematika. Untuk dapat memunculkan aktivitas ini perlu adanya kesempatan, rangsangan dan wahana agar siswa memunculkan keberanian mengeluar pendapatnya secara bebas.
2. Jurnal belajar sebaiknya dapat diterapkan lebih baik sebagai bahan refleksi diri siswa.