• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Indeks Syok Sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Pasien dengan Infark Miokard Akut Non Elevasi Segmen ST

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Indeks Syok Sebagai Prediktor Kejadian Kardiovaskular Mayor Pada Pasien dengan Infark Miokard Akut Non Elevasi Segmen ST"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular menempati urutan pertama penyebab kematian di

seluruh dunia. Sebanyak 17.3 juta orang diperkirakan meninggal oleh karena

penyakit kardiovaskular pada tahun 2008. Dari seluruh kematian ini, sebanyak 80%

disebabkan karena serangan jantung dan stroke, dan tiga perempat kejadian terjadi

di negara dengan ekonomi menengah ke bawah (WHO, 2014). Komplikasi akibat

penyakit kardiovaskular ini juga mempunyai dampak ekonomi dan sosial yang

buruk khususnya pada populasi ekonomi menengah ke bawah (WHO, 2016). Hal

ini tentu memerlukan strategi pencegahan dan penatalaksanaan dengan optimal.

Penyakit jantung koroner (PJK) di Indonesia menempati peringkat ketiga

penyebab kematian setelah stroke dan diabetes melitus (DM) pada kelompok

penyakit tidak menular di rentang umur 45-54 tahun pada populasi perkotaan,

peringkat keempat setelah tuberkulosis, stroke, dan hipertensi pada populasi

pedesaan di Indonesia menurut hasil riset kesehatan dasar tahun 2007 (Depkes RI,

2008).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram

(EKG), dan pemeriksaan enzim jantung, sindrom koroner akut (SKA) dibagi

menjadi infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST), infark miokard akut

non elevasi segmen ST (IMANEST), dan angina pektoris tidak stabil (APTS).

IMANEST dan APTS dikelompokkan menjadi sindrom koroner akut non elevasi

segmen ST (SKANEST) (Irmalita, 2015).

Prevalensi SKANEST mencakup sekitar 70 persen dari kejadian SKA

dengan karakteristik pasien yang biasanya berusia lebih lanjut dan memiliki lebih

banyak penyakit penyerta. Mortalitas awal SKANEST lebih rendah dibandingkan

IMAEST namun setelah 6 bulan mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka

(2)

gagal jantung, dan aritmia lebih jarang dijumpai, namun pasien dengan SKANEST

memiliki kejadian berulang yang lebih sering dan prognosis jangka panjang lebih

buruk. Tidak seperti pasien dengan IMAEST yang mendapat panduan terapi lebih

seragam yakni revaskularisasi dini, pasien dengan SKANEST menjalani metode

terapi yang lebih beragam disertai keparahan stenosis arteri koroner yang sangat

bervariasi. Walaupun telah tersedia pedoman tatalaksana untuk penatalaksanaan

SKANEST namun masih terdapat perilaku terapi yang tidak konsisten dalam

penggunaan strategi invasif dan konservatif yang menggambarkan suatu

ketidakpastian dalam evaluasi dan manajemen awal pasien. IMANEST sendiri

memiliki komplikasi penyakit dan keparahan arteri koroner lebih buruk

dibandingkan dengan APTS (Chang, 2012; Irmalita, 2015)

Salah satu komplikasi paling berbahaya dari IMA adalah kejadian syok

kardiogenik. Syok kardiogenik ini terjadi sekitar 5-15% pada pasien IMAEST, dan

berkisar 2-3% pada pasien IMANEST. Pada pasien yang sudah didiagnosa dengan

syok kardiogenik maka rekomendasi terapi adalah melakukan revaskularisasi. Pada

penelitian terdahulu terlihat pasien IMANEST yang mengalami syok kardiogenik

lebih sedikit mendapatkan terapi revaskularisasi dibandingkan pada pasien

IMAEST (35% berbanding 84%) (Anderson, 2013). Pada pasien SKA dengan

risiko tinggi mengalami syok kardiogenik, seperti contoh pasien dengan hipotensi

namun tanpa gejala hipoperfusi ke jaringan masih belum terdapat rekomendasi

yang jelas (Hochman, 1999; Gouda, 2016)

Oleh karena itu identifikasi awal komplikasi dari IMANEST merupakan hal

yang penting dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya komplikasi khususnya

syok kardiogenik. Hal ini kemudian dapat membantu dalam memberikan

rekomendasi strategi tatalaksana dan memperbaiki luaran paska perawatan

(Amsterdam, 2014).

Beberapa model stratifikasi risiko dalam bentuk skor telah dikembangkan

dan divalidasi. Contoh populer adalah skor Thrombolysis In Myocardial Infarction

(TIMI) (Antman, 2000) dan skor Global Registry of Acute Coronary Events

(GRACE) (Granger, 2003). Kedua skor ini telah lazim digunakan dalam praktik

(3)

fungsi ginjal, dan pemeriksaan troponin, dimana hal ini menyebabkan kesulitan

dalam menilai pasien secara cepat ketika pasien pertama kali tiba di rumah sakit.

Oleh sebab itu, suatu pemeriksaan yang sederhana, cepat, dan bermakna diperlukan

dalam menilai secara langsung pasien IMANEST ketika tiba di rumah sakit

(Kobayashi, 2016). Hal ini juga dapat bermanfaat bila diterapkan di negara

berkembang dimana akses pelayanan kesehatan belum merata.

Salah satu prediktor sederhana yang terbaru dalam memprediksi prognosis

baik mortalitas maupun kejadian kardiovaskular mayor (KKvM) pada pasien

dengan SKA adalah dengan menghitung indeks syok. Indeks syok dihitung dari

pembagian laju denyut jantung terhadap tekanan darah sistolik pada saat awal

pasien tiba di rumah sakit. Indeks syok normal berkisar 0.5-0.7 (Allgower, 1967).

Semakin tinggi angka indeks syok, maka kondisi hemodinamik pasien dinilai

semakin buruk. Pemeriksaan indeks syok ini sepertinya dapat memiliki aplikasi

klinis yang luas pada kondisi dimana informasi klinis masih sedikit. Indeks syok

juga tidak menggunakan parameter yang subjektif (Bilkova, 2011).

Beberapa studi telah menunjukkan signifikansi pemeriksaan indeks syok ini

baik untuk prediksi jangka pendek, menegah dan jangka panjang. Penelitian

Kashour dkk pada Second Gulf Registry of Acute Coronary Events

(GULF-RACE-2) menunjukkan peran indeks syok sebagai prediktor independen terkuat dalam

memprediksi mortalitas pasien SKA baik mortalitas selama perawatan maupun untuk 30 hari. Mortalitas tertinggi terlihat pada pasien dengan indeks syok ≥0.79. Hal ini terlihat sama baik pada grup IMAEST maupun IMANEST (Kashour, 2014).

Penelitian lain dari Spyridopoulos dkk menunjukkan bahwa pemeriksaan

indeks syok secara invasif sebelum tindakan intervensi perkutan koroner primer

(IKPP) merupakan prediktor independen terkuat dalam memprediksi prognosis

jangka panjang pasien lanjut usia (Spyridopoulos, 2015)

Kegunaan indeks syok khusus pada populasi pasien IMANEST masih

belum diketahui dengan jelas. Hanya ada satu penelitian yang meneliti hal ini.

(4)

ejeksi ventrikel kiri (FEVK) yang lebih rendah, dan kejadian syok kardiogenik yang

lebih sering (Kobayashi, 2016).

Berbagai penelitian tentang indeks syok juga memperlihatkan nilai ambang

batas yang berbeda-beda, mulai dari 0.69, 0.7, 0.8, hingga 1. Belum terdapat

pedoman yang seragam tentang ambang batas untuk digunakan pada pasien SKA

(Bilkova, 2011; Gouda, 2016; Kobayashi, 2016; Spyridopoulos, 2015). Belum

terdapat pula penelitian yang menilai klasifikasi nilai indeks syok dan hubungannya

dengan komplikasi IMA.

Indeks syok merupakan pemeriksaan yang sederhana, berguna, dan dapat

dilakukan di rumah sakit tersier maupun di daerah pedesaan di Indonesia yang

diharapkan dapat membantu prediksi prognosis pasien IMANEST. Indeks syok

telah jelas memiliki nilai yang signifikan dalam prediksi KKvM pada pasien SKA,

namun belum ada penelitian yang memperlihatkan klasifikasi nilai indeks syok

dalam prediksi tersebut.

1.2.Pertanyaan Penelitian

Adakah hubungan antara peningkatan indeks syok dengan KKvM pada

pasien IMANEST?

1.3. Hipotesis Penelitian

Indeks syok yang semakin tinggi akan meningkatkan probabilitas KKvM

pada pasien IMANEST.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui peran indeks syok yang merupakan pengukuran

sederhana dan objektif sebagai prediktor KKvM selama perawatan pada pasien

IMANEST.

1.4.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

(5)

2. Untuk mengetahui klasifikasi nilai indeks syok yang dapat menjadi

acuan pembagian profil risiko pasien IMANEST.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Kepada tenaga kesehatan: memberikan bukti ilmiah tentang nilai

prognostik indeks syok yang dapat digunakan dalam proses stratifikasi

risiko yang lebih akurat pada pasien IMANEST, khususnya bagi tenaga

kesehatan yang bekerja di daerah pedalaman dan pedesaan.

2. Kepada masyarakat: memberikan manfaat ilmiah tentang kegunaan

pemeriksaan indeks syok yang merupakan rumus sederhana dari

pembagian denyut jantung terhadap tekanan darah yang dapat

meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko terjadinya KKvM pada

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Kegiatan di atas dapat mengurangi risiko yang dihadapi remaja dalam situasi bencana, dengan tetap memprioritaskan kepada beberapa kelompok yang rentan dalam situasi krisis

tersebutlah keterlibatan anak dalam berbakti kepada orangtua akan diperlihatkan. Upacara adat sulang-sulang pahompu etnik Simalungun merupakan salah satu dari..

Dengan demikian berdasarkan pembahasan hasil penelitian, maka dapat direkomendasikan bahwa bagi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi, gaya mengajar resiprokal

PPAM merupakan serangkaian kegiatan prioritas kesehatan reproduksi yang harus segera dilaksanakan pada tanggap darurat krisis kesehatan dalam rangka menyelamatkan jiwa pada

untuk mendeskripsikan makna tanda pada upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun dan teori Konotasi Bartes akan digunakan sebagai alat untuk mendeskripsika simbol yang

menggunakan kriteria skor rata-rata ideal (skor terendah ditambah skor tertinggi yang mungkin diperoleh siswa dibagi dua), yaitu skor rata-rata ideal untuk hasil

Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru Ilmu.. Komunikasi dan Ilmu