• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upacara Adat Sulang-Sulang Pahompu Etnik Simalungun: Kajian Semiotik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upacara Adat Sulang-Sulang Pahompu Etnik Simalungun: Kajian Semiotik"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kepustakaan Yang Relevan

Kajian pustaka adalah paparan atau konsep-konsep yang mendukung

pemecahan masalah dalam suatu penelitian, paparan atau konsep-konsep tersebut

bersumber dari pendapat para ahli-ahli, emperisme (pengalaman penelitian),

dokumentasi, dan nalar penelitian yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

(M. Nazir 1988:112) Study kepustakaan merupakan langkah penting setelah

seorang peneliti menerapkan topik penelitian, yaitu melakukan kajian yang

berkaitan dengan teori yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam pencarian

teori peneliti akan mencari sebanyak-banyaknya dari kepustakaan yang

berhubungan. Sumber-sumber kepustakaan dapat diperoleh dari buku, jurnal,

majalah, hasil-hasil penelitian (skripsi, tesis atau disertasi), dan sumber-sumber

lainnya.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan

dengan judul proposal skripsi ini. Buku-buku yang digunakan dalam pengkajian

ini adalah buku-buku tentang semiotik, salah satunya pendapat Pierce. Selain itu

digunakan sumber bacaan lainnya. Adapun buku-buku sumber bacaan lain yang

digunakan dalam memahami dan mendukung penelitian penulis.

1. Girson Tarigan (2007) dalam skripsinya yang berjudul Upacara Kematian

▸ Baca selengkapnya: sulang sulang pahompu adat batak

(2)

gunakan pada upacara adat kematian cawir metua pada masyarakat batak Karo di Kabupaten Langkat.

2. Marintan (2011) dalam skripsinya yang berjudul Makna dan Fungsi Simbolis

dalam Tradisi Mangure Lawik pada masyarakat Melayu dikawasan Sibustak-bustak Jalan Mojopahit Aek Habil Kota Sibolga Tapanuli Tengah, skripsi ini

membahas tentang makna.

3. Ardi siahaan (2009) dalam laporan penelitian yang berjudul Bentuk, Jenis, dan

Fungsi dalam Ornamen Simalungun, yaitu mengenai pendeskripsian

ornamen-ornamen yang ada di Simalungun. Dalam penelitian ini juga membahas mengenai

makna-makna yang terkandung dalam setiap ornamen yang diteliti. Meski dengan

objek penelitan yang berbeda namun penelitian ini bisa dijadikan sebagai

landasan berpijak karena merupakan objek yang memiliki kelas yang sama

menurut Peirce yaitu simbol.

2.2 Teori Yang Digunakan

Teori merupakan suatu prinsip dasar yang terwujud di dalam bentuk yang

berlaku secara umum dan akan mempermudah seorang penulis dalam

memecahkan suatu masalah yang dihadapinya. Berdasarkan judul penelitian ini

maka teori yang digunakan untuk mendeskripsikan makna simbol pada upacara

adat sulang-sulang pahompu Simalungun adalah teori semiotik. Semiotik atau (semiotika) adalah ilmu tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomenal sosial atau

masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari

(3)

tersebut mempunyai arti dalam lapangan kritik sastra (Preminger dalam

Pradopo:1995)

Menurut Peirce (dalam Hoed, 2011:46) tanda adalah “sesuatu yang mewakili

sesuatu yang lain” (something that represents something else). Sesuatu itu dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain. Yang dapat menjadi

tanda bukan hanya bahasa, melainkan berbagai hal yang dapat melingkupi

kehidupan di sekitar kita. Berdasarkan objeknya, Peirce (Dalam Sobur: 2006)

membagi tanda atas ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol).

1.Ikon (Icon) adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara

tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta.

2. Indeks (Index) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau

tanda yang langsung mengacu kepada kenyataan.Contoh yang paling jelas adalah

asap sebagai tanda adanya api.

3. Simbol (Symbol) adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antar penanda dan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau

semena, hubungan bedasarkan konvensi atau (perjanjian) masyarakat. Simbol

yang terdapat pada upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun, diantaranya tercipta dan diciptakan atas dorongan pengaruh lingkungan seperti alam, manusia,

binatang dan tumbuh-tumbuhan.

Peirce (dalam Hoed, 2011:46) mengemukakan bahwa pemaknaan suatu

tanda bertahap-tahap. Tahap pertama, yakni saat tanda dipahami secara prinsip

(4)

ke tiga saat tanda dimaknai secara tetap sebagai suatu konvensi. Konsep tiga

tahap ini penting untuk memahami bahwa dalam suatu kebudayaan kadar

pemahaman tanda tidak sepenuhnya sama pada semua anggota kebudayaan

tersebut.

Peirce (dalam Hoed, 2011:153) pemaknaan tanda terjadi dalam sebuah

proses semiosis. Model peirce adalah model triadik yang memiliki tiga tahapan

dalam memahami sebuah proses pemaknaan, yaitu:

1. Representamen (R), yaitu “wujud luar” tanda yang berkaitan dengan indra manusia secara langsung.

Contoh: asap yang mengepul terlihat dari kejauhan (R) dirujuk pada (atau

mewakili) kebakaran.

2. Objek (O), yakni konsep yang dikenal oleh pemakai tanda dalam kognisinya dan berkaitan dengan (diwakili oleh) representamen tersebut.

Contoh: lukisan yang kita lihat (R) dirujuk pada suatu (atau mewakili)

hewan atau benda yang dikenal dalam pikiran (kognisi) manusia (O).

3. Interpretan (I), penafsiran lanjut oleh pemaknaan tanda, setelah representamen dikaitkan dengan objek.

Contoh : lampu merah pada rambu lalu lintas (R) kita rujuk pada (atau

mewakili) makna /konsep ‘berhenti’ (O).

Ketiga contoh merupakan proses semiosis “separuh jalan”, karena menurut

peirce semiosis tidak terjadi satu kali tetapi berlanjut secara tak terhingga dan

secara teoritis tidak ada akhirnya, karena manusia akan terus berfikir.

(5)

baru yang tampak berbeda dengan makna sebenarnya dari hal yang dirujuk

tersebut, makna baru tersebut bisa disebut sebagai pemaknaan konotasi. Bartes

(dalam Hoed, 2011:171) mengetengahkan konsep konotasi sebagai “pemaknaan

kedua” yang didasari oleh “pandangan budaya”, “pandangan politik” atau

“ideologi” pemberi makna.

Pemaknaan kedua adalah perluasan segi petanda (makna), sedangkan segi

penandanya tidak berubah. Gejala konotasi tersebut dapat digambarkan seperti

gambar 1. Proses konotasi terjadi apabila hubungan atau relasi (R) antara

exspression‘ungkapan’ (E) dengan contenu ‘isi’ (C) ditafsirkan dengan mengembangkan segi C-nya sehingga timbul R baru yang sering kali tidak sesuai

lagi dengan sistem primernya.

sama halnya denga model triadik Peirce, yang berkembang sejalan dengan

(6)

Simbol menurut pengertian Peirce akan digunakan sebagai objek penelitian

untuk mendeskripsikan makna tanda pada upacara adat sulang-sulang pahompuSimalungun dan teori Konotasi Bartes akan digunakan sebagai alat untuk mendeskripsika simbol yang terdapat pada upacara adat sulang-sulang pahompu

Simalungun.

Teori Fungsi menurut Bascom (dalam Danandjaja, 1984:19) ada empat yaitu: 1. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif. 2. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan. 3. Sebagai alat pendidikan anak. 4. Sebagai alat pemaksa dan pengawasan agar selalu dipatuhi oleh anggota kolektifnya.

Fungsi adalah suatu kegunaan yang dapat diambil dalam melakukan

sesuatu. Demikian juga dengan simbol yang terdapat pada upacara adat sulang-sulang pahompu, setiap simbol memiliki fungsi tertentu yang sifatnya menguntungkan dan berusaha memenuhi keinginan dan kebutuhan manusia yang

tidak terbatas. Simbol adat yang terdapat dalam upacara adat sulang-sulang

pahompu memiliki fungsi yang sesuai dari teori fungsi Bascom.

2.2.1 Semiotik

Secara Etimologi Semiotika (Semiotics) berasal dari Bahasa Yunani

“semeion” yang memiliki arti yakni tanda, tanda merupakan alat komunikasi untuk menginformasikan suatu maksud, arti maupun makna yang terkandung

dalam suatu objek. Dilihat dari kata asalnya maka semiotik adalah ilmu yang

mempelajari tentang tanda. Ilmu ini menganggap bahwa masyarakat dan

kebudayaan adalah tanda yang mempunyai arti. Pokok perhatian semioik adalah

(7)

penting. Pertama tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu harus dapat

ditangkap. Kedua, tanda harus menunjuk pada sesuatu yang lain. Artinya bisa

menggantikan, mewakili, dan menyajikan.

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda yang ada dalam

kehidupan masyarakat. (Saussure: 1916) Semiotik memiliki dua aspek, yaitu

penanda (signfier) dan petanda (signified). Penanda adalah bentuk formalnya yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda adalah sesuatu yang

ditandai oleh penanda itu sendiri yaitu maknanya.

Peirce (dalam Zoest, 1978:1) mengatakan semiotik adalah setiap gagasan

yang berupa tanda. Peirce juga mengatakan bahwa semiotik adalah studi tentang

tanda. Semiotik baginya adalah doktrin dari sifat esensial dan variasi fundamental

Semiosis.

Preminger dalam (Pradopo:1995) Semiotik atau (semiotika) adalah ilmu

tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomenal sosial atau masyarakat dan

kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiotik itu mempelajari sistem-sistem,

aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut

mempunyai arti dalam lapangan kritik sastra .

Morris (dalam Sally 1996:3) mengatakan semiotik adalah ilmu mengenai

tanda, baik itu bersifat manusiawi maupun hewani, berhubungan dengan suatu

bahasa tertentu atau tidak , mengandung unsur kebenaran atau kekeliruan, bersifat

sesuai atau tidak sesuai, bersifat wajar atau mengandung unsur yang dibuat-buat.

Dari beberapa pendapat di atas yang menjelaskan tentang pengertian

semiotik penulis mengambil kesimpulan bahwa semiotik adalah ilmu yang

(8)

dalam sebuah tanda di mana tanda-tanda ini dianggap sebagai fenomena sosial dan

hubungan antara masyarakat dan kebudayaan. Semiotik juga memepelajari tentang

sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda

tersebut memiliki arti.

Tanda sangat berperan dalam kehidupan manusia di mana setiap manusia

menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang untuk beriteraksi dalam

kehidupan bermasyarakat dan merepresentasikan kehidupannya dengan

kebudayaannya dalam kehidupan sehari-hari.Pada masyarakat Simalungun juga

menggunakan tanda-tanda dalam mempresetasikan kehidupannya dengan

kebudayaannya di mana masyarakat Simalungun memberi makna secara arbiter

seperti yang dikemukakan oleh Pradopo (2001:71). Mereka menentukan

maknanya sesuai dengan apa yang mereka utarakan, baik dengan cara

berangan-angan ataupun sebagai aturan-aturan adat. Mereka menyesuaikan dengan bentuk

dan kebiasaan yang mereka alami sehari-hari.

2.2.2 Upacara Adat

Secara etimologi ‘adat’ berasal dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan. adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari generasi

ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat integrasinya dengan pola-pola

perilaku masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia ,1988:5,6)

(9)

Girsang (1995:1) mengatakan bahwa “horja adat aima tradisi nadob ihasomalhon gabei sada hatontuon (gabe pedoman bersama) itongah-tongahni sada humpulan etnis mangihuthon tradisi masyarakat bani sada daerah”

(“Upacara Adat adalah tradisi yang sudah sering dilakukan sebagai suatu

ketentuan (pedoman hidup) di tengah-tengah suatu rumpun etnis mengikuti tradisi

masyarakat pada suatu daerah”).

Ritonga (1997:5) mengatakan bahwa pada prinsipnya adat merupakan

kaidah atau norma-norma yang digunakan untuk menata dan memolakan prilaku

manusia dalam hidup bermasyarakat. Namun demikian ada kecenderungan dalam

masyarakat untuk memandang apa yang disebut adat itu adalah upacara yang harus

diselenggarakan untuk keperluan-keperluan tertentu, misalnya upacara perkawinan

dan upacara kematian. Timbulnya kecenderungan tersebut diakibatkan karena

anggota masyarakat merasa hanya dapat melihat adat sebagai suatu yang konkrit

dalam bentuk upacara-upacara tertentu yang harus diselenggarakan sebagai tradisi

yang wajib dipatuhi.

Dari beberapa pengertian upacara adat diatas penulis menarik kesimpulan

bahwa upacara adat adalah perbuatan atau perayaan yang dilakukan sehubungan

adat kebiasaan suatu masyarakat yang masih mengandung nilai kesakralan dan

mistisme.

2.2.3 Sulang-Sulang Pahompu

Secara Etimologi Sulang-sulang pahompu dari kata sulang (suapi) dan

(10)

cucu/cicit kepada kakek atau neneknya. Hal ini dijelaskan dengan pendapat

(Sumbayak, 2001:46) menggatakan bahwa sulang-sulang pahompu adalah upacara adat yang dilakukan apabila semua anak dan boru dari si alamat sulang-sulang

(ompung/tutua) sudah kawin dan punya cucu. Upacara adat ini merupakan sebuah penghormatan tertinggi kepada orang tua yang sudah sayur matua dan sayur matuah yang dilakukan oleh anak-anak dan cucu/cicitnya.Upacara adat sulang-sulangni pahompu ini satu paket dengan adat untuk menyampaikan tungkot sayur matua pada Ompung(Kakek) dan alat penumbuk sirih (duda-duda) pada Tutua (Nenek). Hal ini sejalan dengan pendapat (Girsang, 1995:88) adat ini dilakukan bila orang tua sudah mengawinkan anaknya secara keseluruhan, dan orang tua

telah sayur matua, dan sehubungan dengan hal tersebut maka anak-anak dan

pahompu, menurut adat mempunyai kewajiban untuk memberi adatnya kepada

orangtuanya. Kewajiban tersebut adalah : memberi penganan adat simalum-malum

dan selain itu untuk orang tua laki-laki diberikan tungkot (tongkat) kemudian

kepada orangtua perempuan diberikan duda-duda (bajut) serta yang berkaitan

dengan acara sayur matua.

Adat ini dilakukan bertujuan untuk meminta doa restu dari orangtua,

meminta maaf, agar kelak disaat orangtua telah dipanggil Sang Maha Kuasa maka

Gambar

Gambar 1 : Konotasi

Referensi

Dokumen terkait

Faktor-faktor apakah yang menyebabkan terjadinya proses perubahan upacara perkawinan adat (ibagas dear) etnik Simalungun di Kecamatan Panombeian Panei?.. Metode yang

ini berkaitan dengan pembagian sulang ‘ pembagian daging-daging tertentu dari seekor hewan’ seperti kerbau, lembu, atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat

judul ni skripsi on ima upacara sulang-sulang pahompu pada etnik Batak Toba:. kajian

Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu, pihak Hula-hula yang sangat berperan penting adalah pihak hasuhuton parboru , karena tujuan pelaksanaan upacara adat tersebut adalah

dan makna simbol yang terdapat dalam upacara mengket rumah

Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada para dosen di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah

Apakah yang dimaksud dengan upacara adat kematian saurmatua?. Apa makna dan fungsi pada simbol dan tanda dalam parjambaran

Dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu jika suatu keluarga ingin melaksanakan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu maka terlebih dahulu pihak