• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upacara Sulang-Sulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba : Kajian Semiotika Sosial Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upacara Sulang-Sulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba : Kajian Semiotika Sosial Chapter III V"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani “metodhos” dan

“logos”.Metodhos artinya cara atau jalan; logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi, metode atau metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang dikehendaki atau tujuan dalam pemecahan suatu masalah.

Sudaryanto (1982:2), menyatakan metode adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.

Metodologi artinya adalah sesuatu yang menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan (Narbuko, 1997:1). Sedangkan meneliti dimaksud sebagai melakukan kerja penyelidikan secara cermat terhadap suatu sasaran untuk memeperoleh hasil tertentu.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

▸ Baca selengkapnya: pasahat batu ni sulang

(2)

Sedangkan arti kata penelitian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005 adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan. Jadi dapat disimpulkan bahwa metodologi penelitian ialah upaya untuk menghimpun data yang diperlukan dalam penelitian untuk memperoleh kebenaran terhadap suatu objek permasalahan. Dalam metodologi penelitian akan dibicarakan tentang metode dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki denganmenggambarkan/melukiskan keadaan objek/subyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya(Nawawi 1991:63). Masyarakat Batak Toba pada saat ini banyak tidak menjaga dan melestarikan kebudayaan yang langka, seperti Upacara Sulang-sulang pahompu. Dalam metode deskriptif, penulis akan berusaha mengungkapkan dan memaparkan hasil yang sebenarnya sesuai dengan keadaannya sekarang.

(3)

termasuk dalam usaha mengemukakan satu dengan yang lainnya di dalam aspek – aspek yang diselidiki.

Penulisan skripsi ini secara apa adanya dan seobjektif mungkin. Metode deskriptif membahas pola bahasa beberapa masyarakat pada masa tertentu ataupun perseorangan dan antar kelompok masyarakat. Metode ini akan mendasari upaya pengumpulan data dan penganalisan data.

3.2 Lokasi Penelitian

Dimaksud dengan lokasi penelitian yang baik adalah lokasi/obyek penelitian yang sesuai dengan obyek permasalahannya dan merupakan daerah informasi secara kualitatif maupun kuantitatif (Subagyo 1991:35).

(4)

3.3Sumber Data Penelitian

Arikunto dalam (Naharoh, 2008:52) mengemukakan bahwa sumber datadalam suatu penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Secara umum sumber data dapat diklarifikasi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Person (orang) adalah tempat peneliti bertanya mengenai variabel yang diteliti.

2. Paper (kertas) adalah berupa dokumen, warkat, keterangan arsip, pedoman, surat keputusan(SK), dan sebagainya.

3. Place (tempat) adalah sumber data keadaan di tempat berlangsungnya suatu kegiatan yang berhubungandengan penelitian.

3.4 Instrument Penelitian

Moleong, (1989:19) mengatakan bahwa untuk mengumpulkan data, paradigma ilmiah memamfaatkan tes tertulis atau kuesioner atau menggunakan alat fisik lainnya seperti poligraf, dan sebagainya.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar wawancara/pedoman wawancara.

2. Alat perekam ( tape recorder ) yang digunakan untuk mewawancarai informan sehubungan dengan objek penelitian.

(5)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Subagyo, (1991:39) mengatakan bahwa secara umum metode pengumpulan data dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu :

1. Metode wawancara atau metode pengajuan pertanyaan langsung.

2. Metode angket (kuesioner) atau metode pertanyaan secara tidak langsung.

3. Metode observasi atau metode pengamatan.

Maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data lapangan antara lain :

1. Metode observasi yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan pengamatan terhadap objek penelitian. Metode observasi digunakan oleh peneliti untuk mengamati berlangsungnya Upacara Sulang-sulang pahompu tersebut. wawancara yang dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Alasan peneliti melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai Upacara

Sulang-sulang pahompu tersebut.

(6)

3. Metode kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data melalui buku – buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut. Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis mencari buku-buku pendukung yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.6 Metode Analisis Data

Subagyo, (1991:104-105) analisis data dalam penelitian merupakan bagian dalam proses penelitian yang sangat penting, karena dengan analisa inilah data yang ada akan nampak mamfaatnya terutama dalam memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.

(7)

Adapun langkah-langkah metode analisis data ini adalah sebagai berikut :

1. Data diklarifikasikan sesuai dengan objek pengkajian.

2. Setelah data diklarifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang ditetapkan yaitu bagaimana tata cara dan makna dan fungsi yang terkandung pada Upacara Sulang-sulang pahompu.

(8)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Pelaksanaan Upacara Sulang-sulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba

Dalam etnik Batak Toba Upacara Sulang-sulang Pahompu hanya dilaksanakan oleh suatu keluarga/orangtua yang belum melaksanakan Upacara Pernikahan secara Adat-istiadat etnikBatak Toba, atau keluarga yang mengalami pernikahan yang tertunda. Setiap keluarga/orangtua yang mengalami pernikahan yang tertunda harus diwajibkan melaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu. Jika upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut tidak dilaksanakan akan berdampak kepada anak dari keluarga tersebut. Karena sebelum keluarga/orangtua melaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu maka anak dari keluarga tersebut belum diperbolehkan untuk menikah. Tujuan dari pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu adalah sebagai pengukuhan pernikahan suatu keluarga yang mengalami pernikahan tertunda dan juga membayar utang-utang adat yang belum dibayar ketika pernikahan.

Jika suatu keluarga ingin melaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu

maka akan terlebih dahulu pihak Hasuhuton Paranak memberitahukan informasi bahwasanya akan dilaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu kepada pihak

(9)

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ditemukan 4 tahapan dalam upacara Sulang-sulang Pahompu.Adapun tahap-tahap pelaksanaan Upacara

Sulang-sulang Pahompu adalah sebagai berikut :

4.1.1. Manuruk-nuruk

Manuruk-nuruk adalah tahap yang pertama sekali yang harus dilaksanakan. Pada tahapan manuruk-nuruk hanya diikuti oleh keluarga dekat oleh kedua belah pihak karena pertemuan tersebut hanya di khususkan untuk keluarga dan juga kerabat dekat. Pada tahapan ini acara tersebut akan dilaksanakan di kediaman pihak hasuhuton parboru. Pihak hasuhuton paranak akan mengujungi rumah pihak hasuhuton parboru dengan tujuan meminta maaf, karena sebelumnya

Hasuhuton paranak dulunya tidak mampu melaksanakan adat nagok.Pada tahapan ini juga bertujuan untuk pemberitahuan sekaligus meminta ijin akan diadakannya upacara Sulang-sulang Pahompu dari keluarga menantunya/hela

yang sebelumnya belum melaksanakan pesta adat pernikahan. Dalam tahapan ini pihak hasuhuton paranak dan pihak hasuhuton parboru akan membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan pesta nantinya.

Adapun yang akan dibicarakan pada tahap marhori-hori ding-ding adalah sebagai berikut:

1. Partoding ni ulaon/konsep pesta yang akan diadakan.

2.Besarnya batu sulang yang akan diberikan hasuhuton paranak kepada

hasuhuton parboru.

3.Berapa jumlah ulos yang dibutuhkan pada pesta nantinya.

(10)

4.1.2. Marpudun Saut/Marsungkun Utang

Marpudun saut/marsungkun utang merupakan salah satu tahapan persiapan dalam pelaksanaan Upaca Sulang-sulang Pahompu yang akan dilaksanakan. Pada tahap ini pihak hasuhuton paranak datang kerumah hasuhuton parboru untuk menidaklanjuti pembicaraan pada tahap marhori-hori ding-ding.

Artinya tujuan dari pertemuan ini adalah memastikan semua yang telah dibicarakan pada tahap marhori-hori ding-ding, mulai dari besarnya batu sulang

yang akan diberikan kepada hasuhuton parboru, ulos yang diberikan hasuhuton parboru nantinya pada saat pesta, dan juga tempat dan kapan pesta akan dilaksanakan.

4.1.3. Martonggo Raja

Martonggo Raja merupakan kegiatan persiapan yang bersifat umum karena pada tahap Martonggo Raja ini pihak hasuhuton paranak sebagai tuan rumah/Bolahan Amak akan melaksanakan martonggo raja, dengan mengundang seluruh keluarga/kerabat dekat, para penutur adat, tulang, bona tulang, parbonaan, dan juga warga setempat. Tujuan kegiatan ini adalah untuk memastikan tanggal pesta Sulang-sulang Pahompu sekaligus mengumumkan kepada khalayak ramai kapan akan dilaksanakan pesta Upacara Sulang-sulang Pahompu. Pada tahap ini juga bertujuan membicarakan persiapan untuk pesta

(11)

Sama hal nya dengan pihak Hasuhuton Parboru, Hasuhuton Parboru juga akan melaksankan acara Martonggo raja dengan seluruh keluarga dan juga seluruh undangan mereka. Hasuhuton parboru akan menbicarakan seperti apa konsep acara yang akan dilaksankan, berapa ulos yang mereka berikan, sesuai yang telah dibicarakan dengan hasuhuton paranak sebelumnya.

Dalam acara martonggo raja biasanya dimulai pada pukul 10:30 sampai dengan selesai. Pada tahapan ini karena mengudang banyak orang maka dalam acara ini memotong hewan untuk dimakan bersama.

4.1.4. Pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu

Pada tahap ini merupakan puncak dari seluruh tahapan Upacara Sulang-sulang pahompu. Semua yang di undang akan hadir pada pesta Upacara Sulang-sulang Pahompu. Pada tahap ini lah seluruh kewajiban adat-istiadat batak akan di laksanakan, seluruh kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan akan dilengkapi untuk memenuhi adat-istiadat batak. Semua prosesi-prosesi adat yang harus dilaksanakan akan dilakukan pada tahapan ini. Adapun tahapan yang terjadi pada pesta Sulang-sulang Pahompu antara lain :

1.Panomu-nomuon

Panomu-nomuon adalah prosesi penyambutan seluruh undangan yang datang oleh pihak hasuhuton paranak dan hasuhuton parboru. Pada tahapan

panomu-nomuon akan di iringi musik yang bernuansa musik tradisional Batak Toba sebagaimana mestinya pada acara-acara adat Batak Toba. Adapun psosesi

(12)

- Pihak hasuhuton paranak manomu-nomu/menjamu pihak parboru.

- Pihak hasuhuton paranak akan menjamu Bona ni ari, parbonaan, bona tulang, tulang rorobot, dan juga tulang dari hasuhuton paranak sendiri.

- Pihak hasuhuton parboru akan manomu-nomu/menjamu bona nin ari,

parbonaan, bona tulang, tulang rorobot, tulang dari pihak hasuhuton parboru itu sendiri.

2. Pemberian Tudu-tudu sipanganon dan Dengke saur.

Pemberian tudu-tudu sipanganon dilakukan oleh hasuhuton paranak, yang diberikan kepada hasuhuton parboru. Setelah pemberian Sudu-tudu sipanganon, hasuhuton parboru juga akan memberikan Dengke saur kepada pihak hasuhuton paranak. Setelah pemberian Tudu-tudu sipanganon dan juga Dengke saur selesai, maka seluruh yang menghadiri pesta tersebut akan makan bersama.

3. Manghatai Adat

Manghatai Adat merupakan prosesi pembicaraan adat-istiadat antara pihak

hasuhuton paranak dan pihak hasuhuton parboru. Sebagai simbol untuk mengawali prosesi manghatai adat hasuhuton paranak terlebih dahulu menyampaikan sepata-dua kata tentang hidangan makanan kepada hasuhuton parboru dan juga kepada rombongan Hula-hula lainnya. Setelah hal tersebut maka

hasuhuton paranak akan menyampaikan Pinggan Panungkunan yang bertujuan untuk mengawali pembicaraan dan setelah itu hasuhuton parboru akan membalas dengan memberikan kembali Pinggan Pamalosikemudian hasuhuton paranak dan

(13)

tahapan ini adalah membicarakan tentang pembagian parjambaronbatu sulang.

Parjambaron batu sulang ialah upah untuk kerabat-kerabat terdekat dari pihak

Hasuhuton Parboru seperti untuk amangtua, amanguda, haha anggi, namboru, tulang, pariban,dan lain-lain.

4. Penyerahan Batu Sulang

Setelah Hasuhuton Paranak dan Hasuhuton Parboru sudah selesai pada tahap Manghatai Adat, maka setelah itu Hasuhuton Paranak akan memberikan

Batu Sulang atau mahar. Pemberian Batu Sulang kepada Hasuhuton Parboru pada umumnya diwakili oleh Pahompu/cucu. Batu Sulang biasanya sudah dalam bentuk uang yang diletak dalam sebuah piring yang sidah diisi dengan beras dan uang tersebut di dijepit oleh satu buah daun sirih.

Pada tahapan ini pihak Hasuhuton Paranak akan terlebih dahuli meminta maaf karena atas kekurangan mereka yang dahulunya belum bisa melaksanakan upacara adat pernikahan. Setelah Hasuhuton Paranak meminta maaf maka prosesi pemberian Batu Sulang yang diwakili anak akan dilaksanakan, secara simbolik

Batu Sulang tersebut akan diberikan kepada orang tua si istri.

5. Pemberian ulosoleh Hasuhuton Parboru.

Dalam tahap ini Hasuhuton Parboru akan memberikan Uloskepada seluruh keluarga Hasuhuton Paranak, sesuai yang sudah dibicarakan pada tahap

(14)

A. Ulos Passamot.

B. Ulos Hela/Mardar Hela

C. Ulos Parangmangtuaan.

D. Ulos Paramangudaan.

E. Ulos Haha ni Hela.

H. Ulos pahompu

6. Olop-olop

Olop-olop merupakan acara penutup yaitu penyampaian berkat kepada keluarga pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu, supaya keluarga tersebut menjadi keluarga yang bahagia dan sejahterah nantinya.

Akhirnya acara pesta tersebut akan ditutup oleh pihak Hasuhuton Paranak

dan Parboru serta memberkati acara tersebut dan mengakhiri acara tersebut dengan mengucapkan Olop-olop sebanyak tiga kali. Dan ketika pada saat itu juga maka hubungan keluarga antara Hasuhuton Paranak dan Parboru sudah dianggap sah secara adat, karena sudah melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahompu.

(15)

ingin melaksanakan upacara pernikahan. Namun dalam kenyataan-nya tidak semua masyarakat dapat melaksanakan hal tersebut karena berbagai faktor. Berdasarkan hasil penelitian penulis menemukan 3 faktor yang melatar belakangi terjadinya upacara Sulang-sulang Pahompu. Adapun faktor-faktor yang melatar belakangi hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor ekonomi

Untuk melaksanakan upacara adat pernikahan tentu membutuhkan biaya yang cukup besar. Biaya tersebut digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan untuk pesta tersebut seperti biaya untuk makanan, keperluan untuk pesta (baju, ulos, dekorasi, dll), dan juga sinamot atau mahar. Jika suatu keluarga tidak mampu untuk melaksanakan adat pernikahan, maka keluarga tersebut hanya melaksanakan pernikahan dengan bentuk acara yang kecil. Bentuk acara yang kecil artinya pernikahan dengan bentuk pesta syukuran atau Pasu-pasu Raja. Pernikahan tersebut disahkan dengan persetujuan raja adat, akan tetapi pernikahan tersebut secara adat belum sah karena belum melaksanakan upacara adat pernikahan (adat na gok) dan juga segala bentuk kewajiban yang harus dibayar belum terpenuhi karena faktor ekonomi yang tidak memungkinkan.

2. Faktor tidak direstui orang tua

(16)

masyarakat yang mengalami hal tersebut mereka lebih memilih untuk kawin lari tanpa sepengetahuan keluarga. Akan tetapi suatu saat mereka bisa mengukuhkan pernikahan mereka jika sudah mendapat restu dari orang tua mereka dan melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahompu. 3. Faktor situasi dan kondisi keluarga

Jika ditinjau dari situasi dan juga kondisi keluarga rencana penikahan dalam etnik Batak Toba bisa saja dilakukan dalam waktu yang singkat dengan status pernikahan belum dianggap sah secara adat karena pernikahan tersebut dilaksanakan tanpa melaksanakan tahapan adat dan juga segala bentuk kewajiban adat belum dipenuhi.

Jika dilihat dari situasi dan juga kondisi suatu keluarga,pasu-pasu raja dapat terjadi karena dua faktor:

A. Karena faktor permintaan orang tua yang sedang sakit.

Dalam kehidupan etnik Batak Toba jika orang tua yang sedang sakit dan juga sudah memiliki umur yang tua dan juga belum memiliki anak yang menikah. Sewaktu-waktu bisa saja orang tua tersebut meminta anak sulungnya untuk menikah dengan waktu yang cukup singkat, sehingga pernikahan tersebut dilaksanakan dengan ala kadarnya ( pasu-pasu raja) dan hal tersebut sudah sering terjadi pada etnik Batak Toba. B. Karena faktor keinginan memestakan orang tua yang meninggal.

(17)

maka mereka terlebih dahulu menikahkan salah satu anaknya. Karena waktu yang tidak memadai maka pernikahan juga akan dilaksanakan

pasu-pasu raja. Hal tersebut juga sudah sangat sering terjadi didalam kehidupan etnikBatak Toba.

(18)

4.2 Bentuk, Fungsi, dan Makna Yang Terkandung Pada Tanda Upacara Sulang-sulang Pahompu

Berdasarkan hasil penelitian, ada 10 simbol yang ditemukan dalam upacara Sulang-sulang Pahompu. Adapun simbol yang yang terdapat dalam upacara Sulang-sulang Pahompu adalah sebagai berikut:

4.2.1 Tudu-tudu Sipanganon

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Tudu-tudu Sipanganon

Tudu-tudu sipanganon adalah bagian-bagian

Tudu-tudu sipanganon memiliki fungsi nilai sosial yang sangat tinggi yaitu simbol

penghormatan tertinggi kepada hula-hula, disamping untuk menghormati pihak Hula-hula, Tudu-tudu sipanganon berfungsi untuk menjaga hubungan ikatan

Dalam etnik Batak Toba sudah menjadi keharusan hasuhuton paranak memberikan tudu-tudu sipanganon kepada hasuhuton parboru/Hula-hula, karena melalui penyampain tudu-tudu sipanganon

(19)

tubuh tertentu hewan sembelihan yang diletakkan dalam suatu pinggan panganan sebagai simbol penghormatan HasuhutonParanak kepada undangannya khususnya Hula-hula.Pada simbol

Tudu-tudu sipanganon terdapat beberapa bagaian potongan daging yang akan dibagi-bagikan sebagai jambar untuk beberapa pihak yang berhak menerimanya dan yang menerima jambar tersebut sudah ditentukan.

Jenis hewan yang disembelih untuk Tudu-tudu Sipanganon ada 3 jenis yaitu Namarmiak-miak (jenis hewan babi), Sigagat duhut (kambing dan lembu), dan Gajah batak/sitingko tanduk(kerbau). Jenis hewan yang dijadikan

keluarga dengan Hasuhuton parboru/hula-hula. Pada etnik

Batak Toba tudu-sipanganon

tidak hanya dipergunakan pada upacara Sulang-sulang

Pahompu, akan tetapi pada setiap upacara adat batak yang membutuhkan Tudu-tudu sipanganon, misalnya upacara

Tardidi, Marmasuk Jabu, Kelahiran, Pernikahan, dll.

permohonan doa atau berkat kepada

hula-hulanya. Tudu-tudu sipanganon juga bermakna sebagai simbol penghormatan atau untuk merhargai hula-hula, karena dalam etnik Batak Toba tudu-tudu sipanganon

(20)
(21)

Secara simbolik tudu-tudu sipanganon secara khusus terlebih dahulu disajikan dihadapan rombongan hasuhuton parboru, karena dalam upacara

Sulang-sulang Pahompu, Hula-hula yang memiliki peran yang sangat penting adalah hasuhuton parboru.

Adapun bagaian-bagian potongan dari Tudu-tudu Sipanganon yang akan dibagikan sebagai jambar adalah sebagai berikut:

1. Namarngingi parsiamun

Namarngingi parsiamun adalah bagian wajah sebelah kanan hewan sembelihan tersebut.Namarngingi parsiamun diberikan kepada Bona tulang, bona tulang ialah kelompok Hula-hula dari hasuhuton paranak.

bona tulang merupakan Hula-hula 2 generasi diatas Hasuhuton Paranak, atau tulang dari ompung/kakek oleh hasuhuton paranak. Pemberian

namarngingi parsiamun mengandung makna tertentu. Pemberian Jambar

tersebut menandakan hubungan kedekatan antara bona tulang dengan

tulang, tulang adalah rombongan Hula-huladari hasuhuton paranak atau keluarga saudara laki-laki dari orang tua (ibu) pelaksana upacara adat tersebut. Hubungan kedekatan antara bona tulang dengan tulang

berkaitan juga dengan jambar yang diberikan, dimana bona tulang akan diberikan namarngingi parsiamun sedangkan untuk tulang akan diberikan

Osang. Jika dilihat dari postur tubuh hewan sembelihan tersebut

namarngingi dengan Osang/dagu sangat berdekatan, dimana namarngingi

(22)

2. Namarngingi parhambirang

Namarngingi parhambirang atau wajah sebelah kiri dari hewan sembelihan juga akan dijadikan sebagai tudu-tudu sipanganon.

Namarngingi parhambirang akan diberikan kepada pihak boru. Dalam etnik Batak Toba boru adalah keluarga saudara perempuan pelaksana upacara adat tersebut. Pemberian namarngingi parhambirang sangat mengandung makna yang sangat identik dengan budaya etnik Batak Toba. Dalam upacara adat tersebut boru memiliki tugas yang sangat penting, karena secara tidak langsung borulah yang membantu pihak

hasuhuton paranak untuk menjalankan upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut. Jadi dalam upacara adat tersebut diberikanlah namarngingi parhambirang kepada boru sebagai simbol penghargaan atas segala kerja keras mereka untuk membantu pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut. Pemberian namarngingiparhambirang kepada boru

juga didasari atas posisi tempat duduk boru ketika upacara adat tersebut. Dimana dalam etnik Batak Toba posisi tempat duduk boru ketika dalam upacara adat Boru selalu duduk disebelah kiri dari hasuhuton paranak. 3. Tulan/Paha

Tulan/Paha bagian tubuh jenis hewan tertentu yang dijadikan sebagai

tudu-tudu sipanganon. Pada dasarnya tidak semua jenis hewan memiliki

(23)

Jika jenis hewan yang memiliki tulan/Paha disembelih, maka ada 3 tiga macam jenis tulan/Paha yang akan dibagikan sebagai jambar.

Adapun pembagian Tulan/Paha adalah sebagai berikut: A. Tulan ganjang pertama

Tulan ganjang merupakan bagai paha yang pajang, tulan ganjang

pertama pada umumnya diberikan kepada bona ni ari. Pemeberian tersebut menandakan struktur keluarga yang jelas, dimana bona ni ari

adalah salah satu rombonga Hula-hula paling tinggi. Posisi bona ni ari bisa ditentukan jika keluarga pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu sudah memiliki 4-5 generasi ke atas terhitung mulai dari pelaksana upacara adat tersebut. Karena sudah dianggap jauhnya hubungan keluarga dahulunya dengan bona ni ari, hal tersebutlah yang mendasari pemberian Tulan ganjang pertama kepada bona ni ari.

B. Tulan ganjang kedua

Pada umumnya tulan ganjang kedua akan diberikan kepada

parbonaan.Parbonaan adalah salah satu rombongan Hula-hula yang paling tertinggi setelah bona ni ari. Berdasarkan struktur keluarga, jika dihitung mulai dari pelaksana upacara adat tersebut, maka posisi

parbonaan berada pada 3 generasi diatas pelaksana upacara tersebut. Dalam etnik Batak Toba pemberian tulan ganjang kedua kepada

(24)

tersebut dinilai sudah sangat jauh diatas pelaksana upacara adat tersebut maka diberikanlah tulan ganjang tersebut.

C. Tulan pendek pertama

Tulan pendek atau paha dengan ukuran pendek, bagian paha yang berukuran pendek adalah paha kaki depan hewan yang disembelih. Tulan pendek biasanya diberikan kepada bona tulang. Bona tulang

merupakan kelompok Hula-hula dari hasuhuton paranak, jika dilihat dari struktur keluarga kelompok bona tulang cenderung lebih dekat dengan kakek/nenek dari pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut. Dimana bona tulang ialah keluarga saudara laki-laki dari nenek pelaksana upacara adat tersebut.

Makna yang terkandung pada pemberian tulan pendek kepada bona tulang adalah sebagai tanda untuk menghormati kelompok bona tulang tersebut karena bona tulang merupakan bagian dari rombongan

Hula-hula. Pemberian tulan pendek tersebut juga menandakan bahwa dari segi posisi struktur keluarga jika dibandingkan dengan bona ni ari dan juga parbonaan, bona tulang dianggap lebih dekat dengan denganhasuhuton paranak.

4. Somba

Somba atau tulang rusuk dari hewan yang disembelih yang dijadikan sebagai bagian dari tudu-tudu sipanganon. Pada umumnya somba diberikan kepada

(25)

upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut. Sedangkan tulang rorobot ialah

tulang si istri pelaksana upacara adat tersebut.

Somba atau rusuk dalam etnik Batak Toba menandakan bahwa rusuk merupakan termasuk bagian dalam tubuh hewan sembelihan tersebut. Jika di ibaratkan dengan struktur suatu keluarga, somba/rusuk artinya penerima

Somba tersebut (bona ni ari, hula-hula naposo, tulang rorobot) merupakan golongan rombongan Hula-hula yang jaraknya sudah dianggap jauh secara struktur keluarga kepada pihak pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut.

5. Osang/dagu

Osang/dagu merupakan salah satu bagian dari tudu-tudu sipanganon. Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu penerima Osang/dagu adalah pihak hasuhuton parboru atau pihak keluarga istri pelaksana upacara adat tersebut. Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu, pihak Hula-hula yang sangat berperan penting adalah pihak hasuhuton parboru, karena tujuan pelaksanaan upacara adat tersebut adalah untuk pengukuhan pernikahan putri dari hasuhuton parboru sendiri. Jadi segala bentuk kewajiban adat yang harus dilunasi hasuhuton paranak seperti batu sulang, pemberian

(26)

pada etnikBatak Toba juga beranggapan bahwa pada saat

manortor/menari hasuhuton paranak selalu maniuk/membelai dagu semua rombongan Hula-hula sebagai tanda menghormati mereka.

6. Ihur/ekor

Dalam suatu upacara adat jika jenis hewan sembelihan yang dijadikan sebagai tudu-tudu sipanganon adalah jenis hewan namarmiak-miak/babi, maka bagian tubuh Ihur/ekor akan diberikan kepada tulang. Tulang

adalah keluarga laki-laki orangtua/ibu dari pelaksana upacara adat tersebut. Makna pemberian Ihur/ekor kepada Tulang adalah sebagai simbol bahwasanya peran tulang pada saat upacara adat tersebut adalah sebagai pelengkap, atau tulang hanya mengikuti hasuhuton parboru. Dalam upacara Sulang-sulang Pamompu, hasuhuton parboru lah yang memiliki peran yang sang penting, namun tidak lepas juga dari peran

tulang sebagai Hula-hula pada upacara adat tersebut. 7. Tanggo-tanggo Najagar

(27)

4.2.2 Dengke Saur

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar :Dengke Saur

Dengke Saur merupakan ikan mas yang disajikan dalam Pinggan panganan yang diberikan pihak

Fungsi Dengke Saur adalah restu atau pasu-pasu dari Hula-hula, supaya yang menerima Dengke Saur

tersebut diberkati oleh Tuhan yang Maha Esa, yaitu dengan pemberian secara simbolik dari Hula-hula

kepada hasuhuton paranak. Disamping itu Dengke Saur

berfungsi untuk Mangelek boru, karena etnik Batak Toba memiliki filosofi Somba marhula-hula, Elek

Pada upacara Sulang-sulang Pahompu

pihak Hasuhuton Parboru akan memberikan Dengke Saur kepada pihak

Hasuhutun Paranak, makna pemberian

dengke saur tersebut adalah sebagai bentuk rasa kepedulian dan rasa kasih sayang,, bahwasanya hasuhuton parboru

merestui keluarga yang melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahomputersebut. Dengan pemberian

(28)

Hasuhuton Parboru kepada pihak

Hasuhuton Paranak, ikan tersebut dimasak dengan utuh tanpa memotong bagian tubuh ikan tersebut. Ketika pemberian Dengke Saurposisi ikan mas tersebut diletakkan dalam Pinggan panganan yang sudah berisi nasi putih, ikan mas tersebut diletakkan diatas nasi putih tersebut.

marboru dan Manat mardongan

tubu. Dalam etnik Batak Tobaperan

boru memang sebagai

parhobas/pelayan, bukan berarti

boru itu diperlakukan semena-mena akan tetapi boru harus diperhatikan, dibujuk dengan baik atau elek marboru. Maka dari itu dalam etnik Batak Toba selalu ditekankan supaya

elek marboru, sebagai simbol elek marboru diberikanlah Dengke Saur.

(29)

Pada etnik Batak Toba selain dengke saur ada 2 macam penamaan yang digunakan untuk Dengke Saur tersebut. Pemberian nama tersebut disesuaikan dengan simbol kehidupan ikan mas, dan masyarakat Batak Toba menerapkan simbol kehidupan ikan mas tersebut kedalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak Toba. Adapun penamaan yang diberikan pada ikan mas seabagai berikut:

1.Simudur-udur

Makna yang terkadung pada penamaan dengke simudur-udur ialah karena kebiasaan ikan khususnya ikan mas selalu berjalan dengan beramai-ramai. Kemanapun ikan tersebut berjalan akan selalu beramai-ramai. Hal tersebutlah yang diterapkan masyarakat Batak Toba kedalam setiap kehidupan keluarga, seperti apapun kondisi keluarga tersebut akan dipertahan semua anggota keluarga secara bersama-sama. Dalam etnik Batak Toba kebersamaan atau kekompakan di dalam keluarga merupakan harapan seluruh keluarga, jika suatu keluarga memiliki kebersamaan aatau kekompakan yang tinggi maka keluarga tersebut akan lebih terpandang ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

2.Dengke Sitio-tio

Hal yang mendasari etnik Batak Tobadalam penamaan dengke sitio-tio

(30)

depan yang cerah untuk keluarga pelaksana upacar Sulang-sulang Pahompu

tersebut.

Jadi secara umum makna dengke saur adalah melambangkan harapan kehidupan yang harmonis dalam keluarga dan juga masa depan yang cerah bagi penerima

dengke saur tersebut.

4.2.3 Pinggan Panungkunan dan Pinggan Pamalosi

Pinggan panungkunan adalah pertanda untuk mengawali pembicaraan adat pada acara Sulang-sulang Pahompu yang dilakukan oleh tokoh adat sebagai mediator/pembicara oleh kedua belah pihak pada upacara adat tersebut. Untuk mengawali pembicaraan pihak hasuhuton paranak terlebih dahulu menyampaikan

pinggan panungkunan dan langsung memulai pembicaraan. Makna dari pinggan panungkunan adalah sebagai simbol untuk memulai sebuah pembicaran adat dalam suatu pesta. Karena dalam suatu upacara adat Batak Toba jika memulai suatu pembicaraan terlebih dahulu hasuhuton paranak menyampaikan pinggan panungkunan kepada hasuhuton parboru.

Pinggan pamalosi adalah balasan dari pinggang panungkunan dari pihak

hasuhuton paranak. Setelah hasuhuton paranak mengawali pembicaraan, maka pihak Hasuhuton parborun pun akan membalas Pinggan panungkunan tersebut dengan memberikan kembali pinggan pamalos dan menjawap pertanyaan dari

hasuhuton paranak sebelumnya. Adapun yang terdapat pada pinggan

(31)
(32)

No BENTUK FUNGSI MAKNA

1 Boras sipir ni tondi/beras

Boras sipir ni tondi artinya boras(beras)

sipir( keras) dan tondi(jiwa). Boras sipir ni tondi merupakan beras yang disajikan pada

Pinggan panungkunan. Dalam upacara

Sulang-sulang Pahompu, Boras sipir ni

tondi tidak hanya dipergunakan pada

Pinggan panganan, Boras sipir ni tondi

juga dipergunakan pada saat prosesi

Mangulosi, prosesi penyerahan mahar/batu sulang, dan prosesi penyerahan Tin-tin marangkup.

Dalam etnik Batak Toba Boras sipir ni tondi berfungsi sebagai penyemangat, berkat bagi yang menerima beras tersebut. Namun pada upacara Sulang-sulang PahompuBoras sipir ni tondi

tersebut melambangkan kepercayaan diri dari pihak

Hasuhuton Paranak untuk melaksanakan upacara adat tersebut.Boras sipir ni tondi

melambangkan.

Boras sipir ni tondi yang terdapat pada Pinggan panungkunan adalah melambangkan keparcayaan diri dari

Hasuhuton Paranak, kepercayaan diri atau kesiapan Hasuhuton paranak dalam melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahompu

(33)

2 Napuran tiar(daun sirih) dan Ringgit sitio suara

Napuran tiar diletak diatas Boras sipir ni tondi, Napuran tiar yang

dipergunakan pada Pinggan

panungkunan akan diletakkan secara bersamaan dengan Ringgit sitio suara(uang), posisi Napuran tiar di dalam Pinggan panungkunan akan dibawah Ringgit sitio(uang) suara atau posisi Ringgit sitio(uang) suara akan dijepit oleh Napuran tiar(daun sirih) tersebut. Dalam Pinggan

Dalam penyampaian Pinggan panungkunan/pinggan

pamalosi,Napuran tiar(daun sirih) dan Ringgit sitio suara berfungsi sebagai simbol rasa hormat Hasuhuton Paranak terhadap

Hasuhuton parboru. Dimana

Napuran tiar(daun sirih) melambangkan media

permohonan/parsantabian kepada

Hasuhuton parboru. Sedangkan pemberian Ringgit sitio

suara(uang) bertujuan sebagai ucapan terimakasih kepada

Dalam konteks upacara Sulang-sulang Pahompu, makna Napuran tiar adalah sebagai media permohonan/parsantabian kepada Hula-hula. Ketika prosesi

penyampaian Pinggan

panungkunan/pinggan pamalosi,

Hasuhuton paranak akan

memohon/meminta supaya tahap

Manghati adat/pembicaraan tentang adat dengan Hasuhuton parbori dapat segera dimulai.

(34)

panungkunan tersebut Napuran tiar

diletakkan hanya 1 buah saja, sedangkan jumlah Ringgit sitio

suara(uang) akan diberikan mulai dari Rp 10.000 (sepuluh ribu ripiah) sampai Rp 100.000(seratus ribu rupiah).

Hasuhoton parboru. kemampuan dari Hasuhuton Paranak dalam bentuk materi, secara tidak langsung Ringgit sition suara

memberitahukan kemampuan materi Hasuhuton paranak dalam melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahompu.

3 Jagal(daging)

Jagal atau sepotong daging adalah salah satu bagian dari Pinggan panungkunan/pinggan pamalosi.

Jagal(daging) diletakkan disamping

Napuran tiar(daun sirih), ukuran

Dalam konteks upacara Sulang-sulang Pahompu fungsi

jagal(daging) tersebut untuk diberikan kepada Hasuhuton paranak. Sama hal nya dengan Ringgit sitio suara(uang), yaitu

Pemberian jagal(daging) pada Pinggang Panungkunan merupakan simbol status sosial dari Hasuhuton paranak. Makna Jagal(daging) adalah

(35)

daging tersebut bersekala kecil dengan berat daging tersebut kurang lebih 2,5 ons sampai 5 ons.

sebagai simbol rasa hormat kepada

Hasuhuton paranak.

(36)

4.2.4Batu sulang/mahar

BETUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Batu sulang

Batu sulang merupakan mahar yang diberikan kepada pihak Hasuhuton Parboru

sebagai tanda ucapan terimakasih karena telah di ijinkan jadi istri dari pihak

Hasuhuton Paranak. Jumlah besarnya Batu

Fungsi dari Batu Sulang/mahar yang diberikan kepada Hasuhuton Parboru adalah sebagai ganti rugi karena anak perempuan mereka sudah menjadi istri dari yang melaksanakan upacara adat tersebut, dan berkat anak perempuan dari Hasuhuton Parboru tersebut mereka sudah memiliki keturunan/anak. Dalam kehiupan etnik Batak Toba untuk

Makna pemberian Batu Sulang adalah sebagai ucapan terimakasih karena anak perempuan pihak hasuhuton parboru

(37)

Sulangbiasanya tergantung kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu antara

Hasuhuton Parboru dan juga Hasuhuton Paranak, namun pada upacara Sulang-sulang Pahompu jumlah Batu Sulang

tersebut disesuaikan dengan kemampuan dari Hasuhuton Paranak. Pada saat sekarang ini Batu Sulang/mahar yang digunakan sudah dalam bentuk uang, akan tetapi pada zaman dahulu batu sulang/mahar yang digukan adalah dalam bentuk hewan(kerbau,lembu), tanah, perhiasan dll.

mempersunting seorang istri haruslah memberikan sesuatu sebagai ganti rugi dalam bentuk materi seperti tanah, hewan, perhiasan dan juga dalam bentuk uang. Fungsi pemberian tersebut adalah karena istri tersebut sudah menjadi bagian dari keluarga pihak Hasuhuton Paranak dan juga nantinya istri tersebut mampu membina rumah tangga mereka.

Batu Sulang/mahar tersebut kepada

oppung borunya. Adapun makna dari pemberian tersebut adalah karena

kehadiran anak dalam keluarga tersebut, karena anak merupakan simbol

Hagabeon dalam kehidupan etnik Batak Toba. Makna hagabeon adalah

(38)

4.2.5 Tintin Marangkup

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Tintin Marangkup

Tintin marangkup adalah pemberian dari Hasuhuton Parboru kepada Tulang dari

Hasuhuton paranak. Tintin

Dalam etnik Batak Toba pemberian

Tintin marangkup berfungsi untuk

Parsituak Natonggi dari pada tulang

dari Hasuhuton Paranak.Secara harafiah pengertian Parsituak Natonggi yaitu Parsituak artinya untuk membeli Tuak (minuman khas tradisional Batak) dan Natonggi

artinya yang bagus, jadi pengertian

Parsituak Natonggi ialah untuk membeli Tuak Tulang dari

Makna pemberian Tintin Marangkup adalah sebagai simbol wujud terima kasih kepada tulang dari pihak

Hasuhuton Paranak, dan juga sebagai bentuk jalinan hubungan tali persaudaraan antara pihak Hasuhuton parboru dengan tulang pihak hasuhuton paranak. Karena dengan dengan adanya penyelenggaraan upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut status tulang Hasuhuton Paranak dengan Hasuhuton Parboru sudah tergolong pada kelompok Hula-hula dari Hasuhuton Paranak.

Disamping keterangan di atas makna pemberian

(39)

marangkup tersebut dalam bentuk uang yang diambil dari

Batu Sulang.

Hasuhuton Paranak setelah pulang dari acara pesta tersebut. Disamping untuk Parsituak Natonggi, pemberian Tintin Marangkup juga berfungsi untuk menyenangkan hati rombongan Tulang dari Hasuhuton Paranak, karena jika pihak Tulang

dari Hasuhuton Paranak menerima

Tintin Marangkup, berarti hal tersebut menandakan Batu sulang

sudah sampai kepada tulang

Hasuhuton Paranak, karena sudah menjadi hak Tulang untuk menerima tintin marangkup.

Paranakadalah simbol permohonan Hasuhuton Parboru

supaya istri dari pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu dianggap sebagai putri kandungnya walaupun si istri tersebut bukan putri kandung oleh Tulang dari

(40)

4.2.6Ulos pansamot

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Ulos Pansamot

Ulos passamot merupakan ulos yang diberikan pihak hasuhuton parboru kepada orang tua dari yang melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahompu, jika orang tua dari piak hasuhuton

Fungsi pemberian Ulos Pansamot tersebut adalah supaya kelak nanti penerima ulos Pansamot tersebut menjadi orang tua yang baik bagi istri yang melaksanakan apacara Sulang-sulang Pahompu, segala kekurangan istri supaya mohon dimaklumi, dan penerima Ulos Pansamotmampu membing-bing menantunya dengan baik. Dengan demikian penerima Ulos Pansamot tersebut akan ikut serta

(41)

paranak tidak ada lagi maka yang menerima ulos pansamot adalah amangtua dan juga inangtuanya

sendiri.

Jenis Ulos yang digunakan untuk Ulos Passamot adalah Ulos Ragidup. Pada kalangan masyarakat etnik Batak Toba Ulos Ragidup

merupakan ulos yang memiliki nilai yang sangat tinggi dibandingkan dengan jenis Ulos lainnya. Karena Ulos Ragidup melambangkan kehidupan yang makmur. Ulos Ragidup memiliki 3 gorga yang menjadi ciri khas dari ulos tersebut, dan 3 gorga tersebut mengandung makna kehidupan etnik Batak Toba yaitu :

dalam membina hubungan rumah

tangga anaknya dan mempertanggungjawapkan rumah tangga tersebut.

Pemberian Ulos Pansamot juga merupakan sebagai simbol harapan

(42)

1. Anting-anting yaitu simbol

Hamoraon/kekayaan.

2. Sigumang yaitu simbol kemakmuran. 3. Batu ni ansimun ( biji timun ) yaitu

(43)

4.2.7 Ulos Hela/mandar Hela

BENTUK SIMBOL FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Hela/manda hela.

Ulos Hela merupakan Ulos

yang diberikan Hasuhuton Paranak

kepada pasangan keluarga(suami dan istri) yang melaksanakan

Fungsi pemberian Ulos Hela adalah untuk memberkati hubungan suami dan istri, sedangkan fungsi pemberian

Mandar Hela adalah supaya sisuami rajin datang Marhobas/melayani jika pihak

Hasuhuton Parboru mengadakan pesta dikemudian hari. Karena setelah hubungan keluarga telah sah secara adat maka keluar suami telah menjadi keluarga Hasuhuton Parboru nantinya yaitu sebagai Boru karena sudah

Makna dari Ulos Hela dan mandar Hela

adalah Ulos untuk Hela yang diberikan

(44)

Upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut. Jenis Ulos yang digunakan untuk Ulos Hela adalah Ulos Ragi Hotang, dan pemberian Ulos Hela

biasanya selalu bersamaan dengan

Mandar Hela(sarung). Pada umumnya yang memberikan Ulos Hela tersebut adalah orang tua dari istri atau pihak Hasuhuton Parboru.

memperistrikan anak perempuan dari

Hasuhuton Parboru. Jika suatu saat sisuami menjadi Parhobas/boru pada pesta Hasuhuton Parboru, maka Marda

Hela tersebut harus dipakai dengan diikatkan pada pinggang. Makna Mandar

tersebut ialah bahwasanya mandar tersebut menandakan bahwa dia adalah sebagai Boru dan juga Mandar/sarung tersebut sebagai simbol kesopan santunan pada suatu acara.

Sulang-sulang Pahompu tersebut. Dalam adat-istiadat etnik Batak Toba jika seseorang telah menerima Ulos Hela dan Mandar Hela, maka hal tersebut menandakan bahwa

penerima Ulos Hela dan Mandar Hela

tersebut sudah sah menjadi menantu dari

(45)

4.2.8 Ulos Pahompu

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Pahompu

Ulos Pahompu adalah ulos yang diberikan oleh Hasuhuton Parboru kepada cucunya yaitu anak dari yang

Fungsi pemberian Ulos Pahompu

adalah supaya semua hula-hula (Hasuhuton Parboru, Tulang, Bona tulang, dll) mendoakan atau memberkati cucu-cucunya. Karena dalam etnik Batak Tobakehadiran anak/keturunan dalam suatu keluarga yang belum melaksanakan upacara

Sulang-sulang Pahompuadalah suatu kebahagian yang di inginkan, karena dengan kehadiran anak tersebutlah

Pemberian Ulos Pahompu adalah bentuk rasa syukur atau rasa

(46)

melaksanakan upacara adat tersebut. Pada umumnya Ulos yang yang sering digunakan untuk Ulos Pahompu adalah

Ulos Bintangmaratur, pada acara pesta

Sulang-sulang Pahompu semua cucunya akan di Ulosi oleh hula-hula. Makna Ulos Bintang Maratur adalah simbol sifat manusia yang baik, sifat manusia yang bisa diatur dan juga sifat manusia yang mampu mengatur adik-adiknya.

mereka bisa bisa melaksanakan upacara

Sulang-sulang Pahompu nantinya. Disamping hal tersebut pemberian Ulos Pahompu juga berfungsi untuk supaya

Hula-hula mengenali cucu-cucunya yang telah disematkan Ulos tersebut.

(47)

4.2.9 Ulos Paramangtuan

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Paramangtuaan

Pada upacara Sulang-sulang Pahompu

biasanya dilaksanakan pemberian Ulos Parangmangtuaan, pihak Hasuhuton

Fungsi pemberian Ulos Paramangtuaan

adalah untuk memberkati amangtua dari pihak Hasuhuton Paranak, dan juga secara tidak langsung Hasuhuton Parboru memberikan tanggungjawap untuk ikut serta nantinya dalam menjaga hubungan rumah tangga dari keluarga yang melaksanakan upacara adat tersebut. Karena kelak nantinya jika keluarga tersebut mengalami pertengkaran dalam rumah tangga tersebut maka yang menerima Ulos Parangmangtuan

Pemberian ulos parangmangtuan

adalah sebagai simbol untuk menandakan bahwasanya pihak

Hasuhuton Paranak memiliki

amangtua/inangtua, disamping itu juga pemberian Ulos Parangmangtuan simbol Pasu-pasu

(48)

Parboru memberika Ulos kepada

Amangtua dan Inangtua dari keluarga yang melaksanakan pesta Sulang-sulangPahompu atau abang/kakak dari orang tua yang melaksanakan upacara adat tersebut.

tersebut bertanggungjawap untuk mendamaikan keluarga tersebut. Dalam

adat-istiadat Batak Toba peran amangtua adalah sebagai Pamarai atau sebagai penengah dalam suatu keluarga jika mengalami pertengkaran.

Hasuhuton Parboru

(49)

4.2.10Ulos Paramangudaan

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Paramangudaan

Ulos paramangudaan adalah Ulos

yang diberikan oleh pihak

Fungsi Ulos Paramangudaan adalah sebagai simbol berkat atau kasih sayang dari pihak Hasuhuton Parboru

kepada penerima ulos

paramangudaan tersebut. Fungsi pemberian Ulos Parangmangudaan

juga adalah pemberian amanah secara tidak langsung dari Hasuhuton Parboru, supaya yang menerima Ulos

tersebut ikut serta nantinya untuk

Secara umum makna Ulos Paramangudaan sama halnya dengan Ulos Paramangtuan yaitu sebagai simbol berkat atau Pasu-pasu dari pihak

Hasuhuton Parboru. PemberianUlos Paramangudaan juga merupakan sebagai bentuk rasa kepedulian dan kasih sayang dari keluar pihak Hula-hula. Dimana dalam kehidupan rumahtangga dari keluarga pelaksana upacara

(50)

Hasuhuton Parboru kepada adik atau bisa juga kepada uda/abang dari yang melaksanakan upacara adat tersebut. Penyampaian Ulos Parangmangudaanjuga biasanya dilakukan oleh amanguda dari pihak keluarga istri.

mempertahankan keluarga yang telah dijalani oleh pihak yang

melaksanakan pesta Sulang-sulang Pahompu tersebut.

paramangudaan tersebut.

Amangudaadalah termasuk dalam bagian kekerabatan etnik Batak Toba, posisi

Paramangudaan sudah termasuk kerabat dekat dalam suatu keluarga. Maka peran amanguda

dalam suatu keluarga sangat penting karena

(51)

4.3 Bentuk, fungsi dan makna simbol penanda status sosial pada upacara Sulang-sulang Pahompu etnik Batak Toba

Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu akan dihadiri oleh beberapa kelompok keluarga tertentu yang dianggap memiliki peranan penting. Pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut tidak lepas dari peran dari tiap-tiap kelompok keluarga tersebut. Maka pada saat upacara adat tersebut dilaksanakan kehadiran seluruh kelompok keluarga tersebut sangat diharapkan demi kelangsungan upacara adat tersebut, karena jika salah satu kelompok keluarga tersebut tidak dapat hadir, maka hal tersebut akan dianggap image

negatif bagi keluar pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu. Bahkan jika salah satu kelompok keluarga yang dianggap sangat memiliki peranan penting tidak bisa hadir seperti Tulang dan Hasuhuton Parboru, kemungkinan besar upacara adat tersebut akan ditunda atau tidak bisa dilanjutkan.

Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini, ada 5 kelompok keluarga sebagai penanda status sosial dalam upacara Sulang-sulang Pahompu. Adapun ke 5 penanda status sosial tersebut seperti Hula-hula( bona ni ari/parbonaan, bona tulang, tulang pangolian/hasuhuton parboru), Hasuhuton paranak, Pahompu,

(52)

4.3.1 Hasuhuton Paranak

BENTUK FUNGSI MAKNA

Hasuhuton paranak atau dongan merupakan seluruh keluarga pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut mulai dari kakek, amangtua, amanguda, dan juga saudara semarga dengan

Hasuhuton paranak.

Hasuhuton paranak atau keluarga dekat atau saudara semarga memiliki fungsi sebagai pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu. Pelaksanaan upacara tersebut akan ditanggungjawapi oleh Hasuhuton Paranak

mulai dari awal sampai selesainya acara tersebut. Seluruh anggota keluarga akan saling mendukung dan dongan tubu tersebutlah menjadi tempat untuk bermusyawarah sebelum upacara Sulang-sulang Pahompu dilaksanakan.

Hasuhuton paranak atau dongan tubu

(53)

4.3.2 Hula-hula dari Hasuhuton Paranak

BENTUK SIMBOL FUNGSI MAKNA

Hula-hula adalah seluruh rombongan keluarga istri dari setiap generasi keluar pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut, mulai dari keluarga istri pelaksana upacara

Sulang-sulang Pahompu, keluarga istri ayah, kakek/ompung pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut.

Dalam adat-istiadat etnik Batak Toba,

Hula-hula memiliki peranan yang sangat penting, karena Hula-hula adalah status sosial yang paling tinggi dalam sistem kekerabatan etnik Batak Toba. Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu peran Hula-hula adalah sebagai pemberi berkat, dan juga sebagai penasehat. Seluruh proses pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu atas persetujuan dari Hula-hula, dan pelaksanaan upacara tersebut juga secara tidak langsung dibawah pengawasan dari

Dalam konteks upacara Sulang-sulang Pahompu, Hula-hula merupakan kelompok yang sangat dihormati. Karena etnik Batak Toba Hula-hula

merupakan Debata nadi ida(Tuhan yang dapat dilihat). Etnik Batak Toba beranggapan bahwa jika Hula-hula

tidak ada maka Hasuhuton paranak

tidak ada, karena Hasuhuton paranak

(54)

Hula-hula. Jika Hula-hula melihat yang kurang baik dalam pelaksanaan upacara tersebut, Hula-hula memiliki wewenang untuk memberikan saran demi kebaikan jalannya prosesi upacara

Sulang-sulang Pahompu tersebut. Jika

Hasuhuton Paranak kurang memahami tentang pelaksanaan upacara adat tersebut, maka

Hasuhuton Paranak akan meminta saran kepada

Hula-hula.

(55)

Dalam etnik Batak Toba Hula-hula terdiri dari beberapa kelompok, pembagian kelompok tersebut dibatasi berdasarkan stuktur keluarga. Setiap kelompok Hula-hula tersebut secara umum memiliki peran yang sama, akan tetapi setiap kelompok Hula-hula tersebut memiliki hak dan kedudukan yang berbeda.

Adapun pembagian kelompok Hula-huladari Hasuhuton paranakadalah sebagai berikut:

1. Bona ni ari/parbonaan

Bona ni ari/parbonaan merupakan kelompok Hula-hula yang paling tertinggi. Jika dilihat berdasarkan struktur keluarga posisi Bona ni ari

berada pada 4-5 generasi diatas pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu. Walaupun secara struktur keluarga sudah sangat jauh, namun keberadaan Bona ni ari/parbonaan tetap dianggap penting dalam upacara

Sulang-sulang Pahompu.

2. Bona tulang

Kelompok Hula-hula Bona tulang merupakan keluarga istri kakek/ompung pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu. Berdasarkan struktur keluarga posisi Bona tulang berada pada 3 generasi diatas

Hasuhuton paranak.

3. Tulang

(56)

peran yang istimewa dibandingkan dengan Bona ni ari dan Bona tulang. Hal tersebut didasari karena Tulang secara struktur keluarga sudah lebih dekat dengan Hasuhuton paranak. Pada upacaraSulang-sulang Pahompu

mempunyai hak sebagai penerima Tin-tin marangkup, Tin-tin marangkup

(57)
(58)

4.3.3 Hasuhuton Parboru

BENTUK FUNGSI MAKNA

Hasuhuton parboru merupakan keluar istri pelaksana upacara

Sulang-sulang Pahompu tersebut. Dalam upacara tersebut Hasuhuton parboru lebih cenderung aktif atau memiliki peran yang sangat penting, karena diantara semua kelompok Hula-hula, Hasuhuton parboru lebih dekat dengan pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut.

Fungsi dari Hasuhuton Parboru adalah sebagai kelompok Hula-hula yang dianggap sangat berperan penting. Dalam pelaksanaan upacara

Sulang-sulang Pahompu yang menjadi tujuan utama adalah untuk membayar utang adat yang belum dibayar sebelumnya kepada Hasuhuton Parboru. Secara umum fungsi dari Hula-hula(Hasuhuton parboru) adalah sebagai pemberi berkat(pasu-pasu), karena kelompok Hula-hula

merupakan Tuhan yang dapat dilihat. Sebagai bentuk berkat(pasu-pasu) yang dapat diberikan

Hasuhuton parboru adalah seluruh keluarga dari istri pelaksana upacara

Sulang-sulang Pahompu. Hasuhuton

(59)

Hasuhuton Parboru adalah dalam bentuk Ulos, seperti Ulos pansamot, Ulos Hela, Ulos pahompu,

Ulos paramangtuaan dan Ulos paramangudaan.

4.3.4 Hula-hula dari Hasuhuton parboru

Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu tidak lepas dari peran Hula-hula dari Hasuhuton parboru itu sendiri. Dalam etnik Batak Toba Hula-hula dari Hasuhuton parboru disebut sebagai Tulang rorobot.

BENTUK SIMBOL FUNGSI MAKNA

Tulang rorobot

Tulang rorobot adalah keluarga tulang (saudara laki-laki orangtua/ibu dari pihak istri) istri pelaksana upacara Sulang-sulang

Fungsi dari Tulang rorobot sama hal-nya dengan fungsi Hula-hula secara umumnya. Fungsi Hula-hula ialah sebagai pemberi berkat(pasu-pasu),

Makna dari Tulang rorobot

merupakan sebagai bagian dari kelompok Hula-hula. Tulang rorobot

(60)

Pahomputersebut. Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu,tulang rorobot merupakan bagian dari kelompok Hula-hula. Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu,Tulang rorobot berhak menerima Upa tulang sebagai simbol ucapan terima kasih dari Hasuhuton paranak.

karena Hula-hula itu merupakan Tuhan yang dapat dilihat. Dalam upacara

Sulang-sulang Pahompu kelompok

Hula-hula(Tulang rorobot) akan memberikan ulos kepada Hasuhuton

paranak sebagai wujud dari

berkat(pasu-pasu) tersebut.

dari istri pelaksana upacara tersebut. Kelompok Tulang rorobot memiliki hak yang sama dengan kelompok Hula-hula

lainnya, yaitu sebagai bagian dari Hula-hula dari Hasuhuton Paranak.

4.3.5 Pahompu

BENTUK SIMBOL FUNGSI MAKNA

Pahompu

Pahompu(cucu) adalah anak

Pahompu(cucu) atau anak kandung pelanksana upacara

(61)

kandung pelaksana upacara

Sulang-sulang Pahompu. Dalam upacara tersebut pahompu

memiliki peran yang penting, pahompu akan turut hadir pada upacara Sulang-sulang Pahompu.

Sulang-sulang Pahompu

merupakan generasi penerus orangtuanya. Dalam upacara tersebut Pahompu memiliki peran yang sangat penting, karena pada saat prosesi pemberian Batu sulang, secara simbolik akan disampaikan oleh Pahompu kepada Hasuhuton parboru.

konteks upacara Sulang-sulang Pahompu, kehadiran

(62)

4.3.6Boru

Secara umum merupakan kelompok masyrakat yang memperistrikan yang semarga dengan pelaksana upacara adat. Dalam konteks upacara Sulang-sulang Pahompu ada 2 jenis kelompok Boru. Adapun kedua kelompok Boru tersebut ialah kelompok Boru dari Hasuhuton paranak dan kelompok Boru dari

Hasuhuton Parboru.

Yang membedakan kedua kelompok Boru tersebut ialah kelompok Boru dari Hasuhuton paranak bertugas untuk membantu keseluruhan pelaksanaan upacara dat tersebut, namun secara khusus kelompok Boru dari Hasuhuton paranak lebih cenderung untuk membantu Hasuhuton paranak.

Sedangkan kelompok Boru dari Hasuhuton parboru bertugas untuk membantu Hasuhuton parboru dalam pelaksanaan upacara Sulang-sulang pahompu tersebut.

(63)

BENTUK FUNGSI MAKNA

Boru adalah pihak keluarga yang memperistrikan semarga dengan

Hasuhuton paranakataupun

Hasuhuton Parboru. Dalam adat-istiadat Batak Toba, kelompok Boru

tidak hanya keluarga dekat dari pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu, akan tetapi setiap keluarga semarga walaupun tidak memiliki hubungan darah tetapi memperistrikan yang semarga dengan Hasuhuton paranakdan Hasuhuton Parboru.

Boru atau keluarga yang memperistrikan semarga dengan Hasuhuton paranakdan

Hasuhuton Parboru, berkewajiban untuk membantu dalam melaksanakan upacara

Sulang-sulang Pahompu tersebut. Boru dalam etnik Batak Toba identik dengan Parhobas atau pembantu, karena proses pelaksanaan upacara tersebut tidak lebas dari bantuan pihak Boru.

Boru bertugas untuk membantu jalannya acara tersebut seperti membantu untuk melayani tamu, memasak makanan, membereskan perlekapan dan membantu untuk segala

Makna Boru adalah pihak yang mendukung Hasuhuton paranak yaitu membantu dengan cara memberikan materi ataupun membantu dengan memberiakan tenaganya demi kelancaran upacara tersebut.

(64)
(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian dan uraian mengenai upacara Sulang-sulang Pahompu pada etnik Batak Toba ditinjau dari segi semiotik yang dikemukakan dalam skripsi ini, adapun yang menjadi kesimpulan antara lain sebagai berikut:

1. Etnik Batak Toba menganut asas patrilineal yaitu berdasarkan garis keturunan ayah.

2. Dalam etnik Batak Toba sangat menjunjung tinggi adat-istiadat Batak Toba itu sendiri, karena pada dasarnya tatanan kehidupan masyarakat Batak Toba sudah diatur oleh adat-istiadat.

3.Dalihan na Tolu yang terdiri dari Hula-hula,boru, dan Dongan tubu merupakan sistem kekerabatan etnik Batak Toba dan yang selalu berperan dalam suatu upacara adat.

4. Upacara Sulang-sulang Pahompu merupakan salah satu kebudayaan etnik

Batak Toba yang sudah jarang dilaksanakan, sekaligus aset kebudayaan dan juga sebagai identitas atau jati diri masyarakat Batak Toba.

(66)

5.2 Saran

Dalam penelitian mengenai upacara Sulang-sulang Pahompu pada etnik

Batak Toba kajian semiotika sosial ini penulis menyadari bahwa penelitian ini merupakan suatu tahap awal yang tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk penyempurnaan.

Penulis juga menyarankan hal-hal yang paling utama adalah sebagai berikut:

1. Kiranya skripsi ini berguna bagi pembaca dan penulis itu sendiri.

2. Penelitian terhadap budaya dan sastra daerah perlu ditingkatkan sebab sastra daerah merupakan sumber dari kebudayaan Indonesia yang tiada habis-habisnya.

3. Kepada generasi muda diharapkan supaya tetap melestarikan kebudayaan karena kebudayaan merupakan jati diri setiap daerah.

4. Perlunya pelestarian budaya dan sastra daerah dengan cara melakukan setiap upacara adat dari setiap suku yang memiliki budaya sendiri sehingga tercermin kehidupan yangmempunyai kebudayaan yang tinggi.

(67)

Gambar

Gambar : Tudu-tudu Sipanganon
Gambar :Dengke Saur
Gambar : Batu sulang
Gambar : Tintin Marangkup
+2

Referensi

Dokumen terkait

Adat ungkap hombung adalah ritus memberikan sebagian harta yang ditinggalkan si mendiang (berbagi harta warisan) untuk diberikan kepada pihak hula-hula. Namun mengenai

ini berkaitan dengan pembagian sulang ‘ pembagian daging-daging tertentu dari seekor hewan’ seperti kerbau, lembu, atau babi yang disembelih dalam konteks upacara adat

Universitas

Raja Parhata adalah orang yang memimpin keberlangsungan acara pernikahan adat yang di utus dari masing-masing kedua belah pihak mempelai Raja Parhata dari

untuk mendeskripsikan makna tanda pada upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun dan teori Konotasi Bartes akan digunakan sebagai alat untuk mendeskripsika simbol yang

Pada kalimat (16) mengandung imperatif bermakna permohonan. Yaitu permohonan berupa doa dari pihak raja parhata atau pembicara, agar pihak hasuhuton mendapat pertolongan berupa

Dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu jika suatu keluarga ingin melaksanakan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu maka terlebih dahulu pihak

Buat teman-teman semuanya yang telah membantu penulis yang tidak dapat saya tuliskan satu-persatu, saya ucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang membangun sehingga