• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL ENSAMBEL MUSIK TIUP YANG DISAJIKAN PADA UPACARA SAUR MATUA DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL ENSAMBEL MUSIK TIUP YANG DISAJIKAN PADA UPACARA SAUR MATUA DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL ENSAMBEL MUSIK TIUP YANG DISAJIKAN PADA UPACARA SAUR MATUA DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN

BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

TESIS

OLEH

NIELSON D. R. SIHOMBING NIM: 157037006

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

▸ Baca selengkapnya: hata paampuhon sian hula-hula

(2)

ii

ANALISIS STRUKTUR MUSIKAL ENSAMBEL MUSIK TIUP YANG DISAJIKAN PADA UPACARA SAUR MATUA DALAM KONTEKS KEBUDAYAAN BATAK

TOBA DI KOTA MEDAN

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn)

dalam Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

OLEH

NIELSON D R SIHOMBING 157037006

PROGRAM STUDI

MAGISTER PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

iv

(5)

v ABSTRAK

Tesis ini berjudul Analisis Struktur Musikal Ensambel Musik Tiup yang Disajikan pada Upacara Saur Matua dalam Konteks Kebudayaan Batak Toba di Kota Medan adalah tulisan yang bersifat analisis terhadap struktur musikal yang terdapat dalam musik tiup yang disajikan pada upacara saur matua. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji struktur musikal musik tiup yang disajikan pada upacara saur matua pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Tulisan ini akan menganalisis unsur-unsur struktur musik tiup yang mencakup: (a) melodi, (b) harmoni, dan (c) ritme dalam konteks upacara mate saur matua. Untuk mengkaji konteks digunakan teori fungsional dan struktural yang dikemukakan oleh Alan P.

Merriam yang mengemukakan untuk menganalisis suatu peristiwa musikal perlu memperhatikan aspek (a) bunyi musikal, (b) konsep-konsep mengenai musik, (c) tingkah laku manusia yang berhubungan dengan bunyi musikal yang mempengaruhi konsep musik. Metode yang dilakukan ada beberapa cara, yaitu dengan cara kerja lapangan yang terdiri dari wawancara dan observasi, kerja laboratorium, serta studi kepustakaan. Hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap musik yang digunakan dalam upacara saur matua di Kota Medan mengalami pergeseran dari yang dulunya menggunakan gondang dalam setiap upacaranya, sekarang sudah menggunakan musik tiup. Struktur musikal musik tiup dari tiga lagu yang diambil memiliki struktur musik: tangga nada yang digunakan adalah pentatonik menggunakan lima nada, wilayah nada rata-rata terdiri dari empat dan lima laras, nada dasar yang dipakai adalah nada F, jumlah nada yang paling banyak adalah nada ketiga, interval yang paling banyak adalah 1P dan 2M, formula melodi dari ketiga lagunya ada lima, enam dan dua bentuk. Pola kadens di ujung adalah memakai nada-nada naik sementara konturnya ada yang statis, pendulous dan descending. Semua lagu menggunakan meter empat yang diisi oleh ritem duple dan quadruple. Harmoni menggunakan akord I, IV dan V dengan pola kadens akord I dan V.

Kata kunci: saur matua, musik tiup, harmoni, ritmis, melodi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(6)

vi ABSTRACT

In the thesis entitled Analysis of Musical Structures of Inflatable Music Ensembles Presented at Saur Matua Ceremony in the Context of Toba Batak Culture in Medan City are analytical writings on musical structures contained in the wind music presented at the saur matua ceremony. The purpose of this study was to examine the musical structure of inflatable music presented at the saur matua ceremony in the Toba Batak community in Medan City. This paper will analyze the elements of the structure of wind music both melody, harmony and rhythm in the context of the ceremony of mate saur matua by using the theory function and structure and also put forward by Alan P. Merriam which suggests that to analyze a musical event, it must pay attention to aspects of (a) musical sound, (b ) concepts about music, (c) human behavior related to musical sounds that influence the concept of music. The method used is several ways, namely by way of fieldwork consisting of interviews and observations, laboratory work, and literature studies.

The results of the research conducted by the researchers on the music used in the saur matua ceremony in Medan City experienced a shift from what used to use gondang in each ceremony, now using wind music. The musical structure of the inflatable music from the three songs taken has a musical structure: the scales used are pentatonic using five tones, the tone area on average consists of four and five tunings, the basic tone used is the tone F, the number of tones is the most third, the most intervals are 1P and 2M, the melody formula of the three songs is five, six and two forms. The pattern of kadens at the end is to use rising tones while the contours are static, pendulous and descending. All songs use meter four which is filled with rhythm duplex and quadruple. Harmony uses chords I, IV and V with the kadens I and V chord patterns

Keywords: saur matua, wind music, harmony, rhythmic, melody

(7)

vii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak pernah terdapat karya yang diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau yang pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2019

Nielson D. R. Sihombing NIM 157037006

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(8)

viii PRAKATA

Puji dan Syukur atas Kasih Karunia Yesus Kristus penolong terbesar dalam hidup, atas rencana-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan tesis ini. Peneliti berterima kasih atas segala berkat, kekuatan, penghiburan, pertolongan dan perlindungan Tuhan yang tidak pernah berhenti dalam penyelesaian tesis ini.

Tesis ini berjudul “Analisis Struktur Musikal Ensambel Musik Tiup yang Disajikan pada Upacara Saur Matua dalam Konteks Kebudayaan Batak Toba di Kota Medan.” Tesis ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat Bapak Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. selaku Rektor Universitas Sumatera Utara dan juga kepada Bapak Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. Budi Agustono, M.S. dan segenap jajarannnya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D., sebagai dosen Pembimbing I dan juga sekaligus Ketua Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni dan yang terhormat Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A., Ph.D.

sebagai dosen Pembimbing II. Terima kasih untuk nasehat-nasehat, arahan, dan bimbingan yang telah bapak berikan sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan tulisan ini. Kiranya Tuhan selalu membalaskan semua kebaikan yang bapak berikan.

Peneliti juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Sekretaris Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Bapak Drs.

(9)

ix

Torang Naiborhu, M.Hum. atas bimbingan akademis dan arahan yang selalu diberikan kepada peneliti. Kepada seluruh dosen di Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni, Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D., Bapak Prof. Dr.

Ikhwanuddin Nasution, M.Si., Bapak Dr. Muhizar Muchtar, M.Si., Bapak Dr.

Ridwan Hanafiah, M.A., Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si., Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si., dan lain-lainnya.

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak dan ibu sekalian yang telah membagikan ilmu dan pengalaman hidup bapak ibu sekalian. Biarlah kiranya ilmu yang saya dapatkan dari bapak dan ibu sekalian bisa saya aplikasikan dalam kehidupan dan pendidikan selanjutnya.

Peneliti juga mengucapkan banyak terima kasih ibu Dr. Nurlela, M.Hum., Dr. Dardanila, M.Hum., Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si., sebagai dosen penguji peneliti yang telah banyak memberi masukan dan arahan sehingga tesis ini selesai dengan baik. Terima kasih juga peneliti ucapkan kepada Bapak Drs. Ponisan selaku pegawai di Program Studi Penciptaan dan Pengkajian Seni yang telah banyak membantu peneliti di dalam mengurus segala keperluan administrasi selama masa perkuliahan hingga menyelesaikan tesis ini.

Dalam kata pengantar ini peneliti ingin mempersembahkan tesis ini dan mengucapkan terima kasih kepada orang tua yang sangat saya cintai, Ayahanda Nasib Sihombing dan Ibunda Rosliani Simatupang yang telah banyak memberikan perhatian dan dorongan yang tiada hentinya kepada peneliti selama pengerjaan tesis ini. Terima kasih buat motivasi-motivasi yang kalian berikan sehingga saya tetap

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(10)

x

semangat dalam menyelesaikan tesis ini, terima kasih buat doa-doa yang kalian panjatkan sehingga saya mendapatkan kekuatan dan penghiburan dari Tuhan.

Peneliti juga mengucapkan rasa terima kasih kepada abang-abang dan kakak yang peneliti sayangi Niko Reinto Sihombing, S.Kom., Nora Inta Sihombing, S.E, dan Nardy Agust Rikardo Sihombing, S.E. Terima kasih buat doa dan semangat yang telah kalian berikan kepada saya.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis yaitu Brian Lasso Saro Harefa, S.Sn., M.Sn.; Daniel Zai, S.Sn.; dan Denata Rajagukguk, S.Sn., M.Sn.; yang telah banyak membantu penulis dalam rangka mengerjakan tesis ini.

Dalam penyelesaian tesis ini, peneliti menyadari masih belum sempurna, oleh karena itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Peneliti berharap agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam bidang Pengkajian Seni.

Akhirnya peneliti mengembalikan segala puji dan syukur kepada Tuhan Yesus atas berkat dan kasihnya yang melimpah bagi peneliti.

Medan, Februari 2019 Penulis,

Nielson D. R. Sihombing 157037006

(11)

xi DAFTAR ISI

ABSTRAK ... iii

PERNYATAAN... vii

PRAKATA ... viii

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 14

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15

1.3.1 Tujuan penelitian... 15

1.3.2 Manfaat penelitian... 15

1.4 Studi Kepustakaan ... 16

1.5 Konsep dan Teori ... 19

1.5.1 Konsep ... 19

1.5.2 Kerangka Teori ... 26

1.6 Metode Penelitan ... 30

1.7 Teknik Pengumpulan Data ... 31

1.7.1 Observasi ... 31

1.7.2 Kerja Lapangan ... 31

1.7.3 Wawancara ... 32

1.7.4 Kerja Laboratorium ... 32

1.8 Lokasi Penelitian ... 33

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA TERMASUK DI KOTA MEDAN ... 34

2.1 Geografis Batak Toba ... 34

2.2 Asal Usul Masyarakat Batak Toba ... 36

2.2.1 Pengertian Batak ... 36

2.2.2 Sejarah Batak ... 37

2.2.3 Mitologi Batak ... 39

2.3 Struktur Kekerabatan Masyarkat Batak Toba ... 41

2.3.1 Kekerabatan Berdasarkan Keturunan ... 43

2.3.2 Kekerabatan Berdasarkan Hubungan Perkawinan ... 43

2.4 Sistem Kepercayaan ... 46

2.5 Kesenian Masyarakat Batak Toba ... 49

2.5.1 Seni Musik ... 49

2.5.2 Seni Tari ... 52

2.5.3 Seni Sastra ... 54

2.5.4 Seni Rupa ... 55

2.6 Masyarakat Batak di Kota Medan ... 56

2.6.1 Gambaran Umum Kota Medan ... 56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(12)

xii

BAB III UPACARA SAUR MATUA MASYARAKAT BATAK DI KOTA

MEDAN, SERTA PENGGUNAAN DAN FUNGSINYA ... 66

3.1 Saur Matua Masyarakat Batak Toba ... 66

3.2 Tahap Pelaksanaan Pesta Adat Saur Matua di Kota Medan ... 69

3.2.1 Tahap ke Arah Pelaksanaa Adat ... 69

3.2.2 Jalannya Upacara Saur Matua ... 70

3.2.3 Pelaksanaa Upacara Adat ... 77

3.2.3.1 Upacara di Jabu ... 77

3.2.3.2 Upacara Maralaman ... 78

3.2.4 Lokasi Upacara Saur Matua ... 83

BAB IV MUSIK TIUP DALAM KEBUDAYAAM MASYARAKAT BATAK TOBA TERMASUK DI KOTA MEDAN ... 84

4.1 Pengertian Musik pada Masyarakat Batak Toba ... 84

4.2 Sejarah Musik Tiup ... 85

4.2.1 Masuknya Musik Tiup di Tanah Batak ... 88

4.2.2 Musik Tiup dalam Ibadah Gereja ... 97

4.2.3 Persebaran Musik Tiup ... 99

4.3 Musisi Musik Tiup Batak Toba ... 101

4.3.1 Kompensasi Pekerjaan Pemain ... 101

4.3.2 Status Musisi ... 104

4.3.3 Musisi dalam Mengiringi Upacara Adat ... 105

4.4 Struktur Penyajian Musik Tiup pada Upacara Adat ... 108

4.5 Deskripsi Instrumentasi Ensambel Musik Tiup ... 111

4.5.1 Instrumen Trumpet ... 111

4.5.2 Instrumen Saxophone ... 113

4.5.3 Instrumen Trombone ... 114

4.5.4 Instrumen Keyboard ... 115

4.5.5 Instrumen Sulim ... 117

4.5.6 Instrumen Drum Set ... 118

4.5.7 Instrumen Gitar String ... 119

4.5.8 Instrumen Gitar Bas ... 120

4.5.9 Instrumen Taganing ... 120

4.6 Peranan Musik Tiup dalam Upacara Adat ... 121

4.7 Proses Upacara Adat Saur Matua ... 126

4.7.1 Tahap Persiapan ... 127

4.7.2 Tahap Pelaksanaan Upacara ... 127

4.7.3 Tahap Sesudah Upacara Adat ... 130

BAB V ANALISA STRUKTUR MUSIK TIUP DALAM UPACARA ADAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN ... 132

5.1 Transkripsi ... 132

5.2 Analisis ... 134

5.3 Pemilihan Sampel Lagu ... 136

5.4 Model Lagu ... 137

5.5 Penggunaan Lagu dalam Musik Tiup ... 139

(13)

xiii

5.5.1 Cara dalam Penentuan Lagu ... 140

5.5.2 Penggunaan Nada Dasar (Key Signature) ... 141

5.5.3 Aspek Estetika Musik ... 143

5.6 Analisis Musikal Musik Tiup... 145

5.6.1 Transkripsi Repertoar Musik Tiup ... 145

5.6.1.1 Repertoar Pertama ... 147

5.6.1.2 Repertoar Kedua ... 149

5.6.1.3 Repertoar Ketiga ... 152

5.6.2 Analisis Repertoar Lagu... 153

5.6.2.1 Analisis Tangga Nada ... 153

5.6.2.2 Wilayah Nada ... 153

5.6.2.3 Nada Dasar ... 155

5.6.2.4 Jumlah Nada ... 155

5.6.2.5 Interval ... 156

5.6.2.6 Formula Melodi... 159

5.6.2.7 Kadens ... 167

5.6.2.8 Kantur... 169

5.7 Pola Meter Musik Tiup ... 171

5.8 Tempo Musik Tiup ... 172

5.9 Durasi ... 172

5.10 Ritme ... 172

BAB VI PENUTUP ... 174

6.1 Kesimpulan ... 174

6.2 Saran ... 175

DAFTAR PUSTAKA ... 176

DAFTAR INFORMAN ... 179

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1: Peta Wilayah Kota Medan ... 62

Gambar 3.1: Proses Pengangkatan Jenazah ... 78

Gambar 3.2: Upacara di Halaman ... 80

Gambar 4.1: Gambar Trumpet ... 112

Gambar 4.2: Gambar Saxophone ... 113

Gambar 4.3: Gambar Trombone ... 115

Gambar 4.4: Gambar Keyboard ... 116

Gambar 4.5: Gambar Sulim... 117

Gambar 4.6: Gambar Drum Set ... 119

Gambar 4.7: Gambar Gitar Melodi ... 119

Gambar 4.8: Gambar Gitar Bass ... 120

Gambar 4.9: Gambar Taganing ... 121

Gambar 5.1: Gambar Tangga Nada C Mayor ... 137

Gambar 5.2: Gambar Tangga Nada Diatonis ... 142

Gambar: Penulis dengan Informan ... 179

Gambar: Pemusik Sedang Bermain ... 179

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel Luas Wilayah Kota Medan ... 61

Tabel 2.2 Tabel Perbandingan Etnik di Kota Medan ... 65

Tabel 5.1 Tabel Interval ... 156

Tabel 5.2 Tabel Interval Augmentid ... 157

Tabel 5.3 Tabel Interval pada Lagu Marnini Marnono ... 157

Tabel 5.4 Tabel Interval pada Lagu Horbo Paung ... 158

Tabel 5.5 Tabel Interval pada Lagu Hasahatan ... 159

Tabel 5.6 Tabel Frasa pada Lagu Marnini Marnono ... 166

Tabel 5.7 Tabel Frasa pada Lagu Horbo Paung ... 166

Tabel 5.8 Tabel Frasa pada Lagu Hasahatan ... 167

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(16)

ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nielson Dimpu Romatua Sihombing

Tempat/Tanggal Lahir : Padang Sidempuan, 15 Mei 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen Protestan

Kewarganegaraan : Indonesia Nomor Telepon : 085275058387

Alamat : Jalan Mangaan I gang Satria, Mabar Hilir, Medan

Pekerjaan : Wirausaha

PENDIDIKAN

1. SD Negeri 08542 Sibolga Lulus tahun 2001 2. SMP Fatima Sibolga Lulus tahun 2004 3. SMA Katolik Sibolga Lulus tahun 2007 4. Sarjana Jurusan Etnomusikologi Lulus tahun 2013

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara PENGALAMAN PROFESI

1. Pemain saxophone di Shine Orchestra Medan dari tahun 2016 sampai sekarang.

2. Juara satu tingkat Sumatera Utara dan menjadi wakil Sumut di tingkat nasional dalam acara Banteng Music Festival di Jakarta pada tahun 2016.

3. Juara satu brass section tingkat regional Sumatera dalam acara My Move Indie Home “Show Your Move” pada Tahun 2017.

4. Session Player saxophone untuk beberapa band di Medan untuk berbagai acara seperti gathering, wedding dan lain-lain dari tahun 2013 sampai sekarang.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Batak Toba adalah salah satu etnik1 yang wilayah budayanya terdapat di Sumatera Utara. Pada umumnya oleh para ahli dan masyarakat Batak Toba itu sendiri, wilayah kebudayaan Batak Toba pada masa kini, meliputi empat kabupaten, yakni: (a) Kabupaten Samosir, (b) Kabupaten Toba Samosir, (c) Tapanuli Utara, dan (d) Kabupaten Humbang Hasunduntan. Selain itu, terdapat sebagian kecil masyarakat Batak Toba di wilayah Kabupaten Dairi, Kabupaten Simalungun, dan juga mendiami salah satu kabupaten di pesisir pantai barat pulau Sumatera, yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah dan Sibolga.

Masyarakat2 Batak Toba adalah sekelompok manusia yang sangat menghormati norma-norma adat yang diwariskan oleh nenek moyangnya kepada mereka. Di antara adat yang dilakukan adalah upacara perkawinan dan kematian.

1Definisi etnik, yang lazim disebut suku bangsa dalam tesis ini merujuk kepada pendapat Barth (2000). Menurutnya suku bangsa merupakan golongan sosial yang ada paa masyarakat, yang digunakan sebagai pembeda satu golongan manusia dengan golongan lainnya. Golongan ini umumnya mempunyai ciri khasnya tersendiri yang dapat digunakan untuk membedakan golongannya diantara golongan lainnya yang berdasarkan kepada tempat dan asal usulnya serta kebudayaannya.di masyarakat yang digunakan sebagai pembeda suatu golongan satu dengan golongan yang lainnya.

Suku bangsa juga dapat berarti suatu golongan manusia yang secara sadar telah terikat dengan identitas pada kesatuan kebudayaan. Suku bangsa ialah penggabungan sosial yang terbedakan berdasar golongan-golongan sosial lain di karenakan memiliki ciri mendasar dari hubungan asal usul dan tempat tinggal dan juga budaya yang ada di daerahnya. Pengertian suku ialah berupa himpunan manusia karena adanya kesamaan ras, agama, asal-usul bangsa ataupun merupakan kombinasi dari kategori yang masuk terikat pada sistem nilai budaya.

2Pengertian masyarakat dalam tulisan ini merujuk kepada pendapat sosiolog Indonesia, Soerjono Soekanto (2006:22), masyarakat pada umumnya memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut. (1) Manusia yang hidup bersama; sekurang-kurangny terdiri atas dua orang, (2) bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama, (3) berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru, (4) sebagai akibat dari hidup bersama, timbul sistem komunikasi dan peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia. (5) Sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan, dan (6) merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terkait satu sama lain.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(18)

Kesetiaan terhadap praktik adat tersebut dibuktikan orang Batak Toba dengan pembagian energi yang besar terhadap praktik pesta adat, khususnya andung (nyanyian ratapan saat kematian) pada upacara adat kematian. Dalam hal ini, adat adalah suatu tatanan tingkah laku yang lazim diikuti dan dilakukan yang diatur dalam norma norma, aturan-aturan yang diwariskan nenek moyang kepada generasi berikutnya (Schreiner, 1972:18).

Sebagaimana halnya etnik-etnik lain yang hidup di dunia ini, suku Batak Toba memiliki upacara-upacara yang berkaitan dengan daur hidupnya. Dimulai dari masa janin, kemudian dilanjutkan ke masa kelahiran. Seeterusnya memberikan nama kepada anak. Dilanjutkan dengan upacara pernikahan yang biasanya diselenggarakan dengan semeriah mungkin. Demikian pula selanjutnya, setelah melahirkan anak diupacarai menurut adat dan agama. Bagi etnik Batak Toba, kematian pun apalagi mencapai derajat saur matua, diselenggarakan upacara dengan semeriah mungkin.

Lebih jauh lagi, kehidupan terdiri dari dua kutub pertentangan, antara hidup dan mati, yang menjadi paham dasar manusia sejak masa purba sebagai bentuk dualisme keberadaan hidup hingga masa kini (Sumardjo, 2002:107). Kematian merupakan akhir dari perjalanan hidup manusia. Maka kematian pada dasarnya adalah hal yang biasa, yang semestinya tidak perlu ditakuti, karena cepat atau lambat akan menjemput kehidupan dari masing-masing manusia. Walau demikian, wajar jikalau kematian bukan menjadi keinginan utama manusia. Berbagai usaha selalu ditempuh manusia untuk menghindari kematian, paling tidak memperlambat

(19)

kematian itu datang. Dalam semua budaya manusia, pada dasarnya ideal kematian itu terjadi pada usia yang sudah sangat tua atau lanjut.

Dalam kebudayaan Batak Toba, kematian (hamateon) identik dengan dua kutub peristiwa sekaligus — yakni kesedihan yang kemudian disertai dengan pesta dan suka cita. Ini sangatlah unik dan sangat khas. Dalam tradisi Batak, orang yang mati akan mengalami perlakuan khusus, yang sengaja diekspresikan dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematian tersebut diklasifikasi berdasarkan usia dan status orang yang meninggal dunia. (1) Untuk yang meninggal ketika masih dalam kandungan (mate di bortian) belum mendapatkan perlakuan adat (langsung dikubur tanpa peti mati). (2) Sebaliknya bila mati ketika masih bayi (mate poso- poso), (3) mati saat anak-anak (mate dakdanak), (4) mati saat remaja (mate bulung), dan (5) mati saat sudah dewasa tapi belum menikah (mate ponggol).

Lima jenis kematian tersebut mendapat perlakuan adat: mayatnya ditutupi selembar ulos3 (kain tenunan khas masyarakat Batak) sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tuanya, sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung, ulos dari tulang (saudara laki-laki ibu) si orang yang meninggal.

Upacara adat kematian semakin sarat mendapat perlakuan adat apabila orang yang mati: 1. Telah berumah tangga namun belum mempunyai anak (mate di paralang-alangan/mate punu), 2. Telah berumah tangga dengan meninggalkan

3Di Sumatera Utara, terdapat berbagai jenis kain tenunan yang memiliki makna-makna simbolis budaya dan berkait erat dengan kegiatan adat. Pada etnik Batak Toba disebut dengan ulos, pada etnik Simalungun disebut dengan hiou, pada etnik Karo disebut uis, dan pada etnik Angkola- Mandailing disebut dengan abit. Di sisi lain etnik Melayu dan Pesisir memiliki kain tenunan untuk kegiatan adat yang disebut dengan songket (yang memiliki hubungan budaya dengan Dunia Melayu secara umum).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(20)

anak-anaknya yang masih kecil (mate mangkar), 3. Telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kawin, namun belum bercucu (mate hatungganeon), 4. Telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah (mate sari matua), dan 5. Telah bercucu tapi tidak harus dari semua anak- anaknya (mate saur matua).

Berdasarkan sejarah, diperkirakan pada masa megalitik, kematian seseorang pada usia tua yang telah memiliki keturunan, akan mengalami ritual penguburan dengan tidak sembarangan karena kedudukannya kelak adalah sebagai leluhur yang disembah. Hal itu terindikasi dari banyaknya temuan kubur-kubur megalitik dengan patung-patung leluhur sebagai objek pemujaan (Soejono, 1984:24).

Mate saur matua merupakan klasifikasi upacara kematian tingkat tertinggi bagi masyarakat Batak (terkhusus Batak Toba), karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung, yaitu mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan (Sinaga,1999:37–42). Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal (meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi).

Dalam kondisi seperti inilah, masyarakat Batak mengadakan pesta untuk orang yang meninggal dunia tersebut. Ini menjadi sebuah tanda bahwa orang yang meninggal tersebut memang sudah waktunya (sudah tua) untuk menghadap Tuhan dan ini disambut dengan rasa bahagia dan suka cita. Sedih pasti ada, tapi mengingat meninggalnya memang dikarenakan proses alami (sudah tua) maka kesedihan tidak

(21)

akan berlarut-larut. Ibaratnya, orang yang meninggal dalam status saur matua, hutangnya di dunia ini sudah tidak ada lagi (lunas). Dalam masyarakat Batak, hutang orang tua itu adalah menikahkan anaknya. Jadi, ketika hutang seseorang itu lunas, maka sangatlah wajar jika dia merasa tenang dan lega.

Umumnya di dalam setiap pelaksanaan upacara adat, masyarakat Batak Toba selalu menggunakan musik tradisional sebagai media di setiap pelaksanaan upacara adat. Salah satu upacara/kegiatan adat yang menjadi tradisi turun temurun dan juga merupakan kegiatan yang dianggap sakral bagi masyarakat Batak Toba ialah upacara adat untuk orang meninggal, baik itu untuk acara saur matua maupun sari matua.

Upacara kematian dalam adat Batak Toba tidak terlepas dari musik-musik yang mengiringi proses upacara tersebut berlangsung. Alat musik yang digunakan memiliki peran dalam setiap rangkaian kegiatan upacara adat maka dalam setiap upacara adat dan ritual keagamaan pada masyarakat Batak Toba tentu tidak terlepas dari adanya aktivitas musikal. Aktivitas musikal tersebut memiliki peran dan fungsi dalam setiap bagian tahapan-tahapan upacara yang dilaksanakan.

Pelaksanaan upacara kematian pada masyarakat Batak Toba dapat dikatakan sebagai kegiatan yang dianggap sakral karena ada hubungannya dengan kepercayaan masyarakat kepada Tuhan. Terdapat dua jenis ensambel musik yang sangat penting pada masyarakat Batak Toba, yakni gondang hasapi dan gondang sabangunan.

Kedua ensambel musik ini selalu menjadi bagian dari aktivitas upacara ritual dan adat bagi masyarakat Batak Toba dalam mengiringi musik gondang, seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(22)

Gondang Mula-mula, Gondang Somba-somba, Gondang Elek-elek, Gondang Liat- liat, dan Gondang Hasahatan.

Dahulu, musik yang digunakan untuk upacara kematian ialah gondang sabangunan. Gondang sabangunan lazimnya dimainkan di halaman rumah, baik menggunakan ataupun tanpa panggung. Selain itu gondang sabangunan juga diletakan di sopo-sopo rumah adat yang ada di bagian luar. Namun di Kota Medan khususnya pada upacara adat kematian, musik yang digunakan pada umumnya disebut dengan berbeda-beda, ada yang menyebutnya sebagai gondang, musik tiup, ataupun uning-uningan.

Dalam bahasa Batak Toba, perkataan gondang mempunyai arti sebagai berikut: (1) ansambel musik, misalnya ansambel gondang sabangunan dan ansambel gondang hasapi; (2) satu set alat-alat musik gendang yaitu taganing dan gordang;

(3) satu komposisi musik atau judul lagu, misalnya Gondang Sampur Marmeme Sampur Marorot (gondang memohon diberi anak); (4) kelompok repertoar (‘keluarga gondang’), misalnya Gondang Somba (gondang untuk menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa); (5) nama upacara, misalnya Gondang Saem (upacara penyembuhan), Gondang Mandudu (upacara memanggil hujan), Gondang Saur Matua (upacara adat kematian), Gondang Na Poso (pesta muda-mudi); (6) tempo lagu, misalnya Gondang na Jae-jae (gondang bertempo sedang); (7) “doa‟

(misalnya ketika dimainkan Gondang Sampur Marmeme Sampur Marorot, ia merupakan “doa‟ memohon supaya diberi anak); (8) nama bagian acara dalam upacara pesta adat yang berkaitan dengan adat dalihan na tolu yaitu gondang ni

(23)

suhut, gondang ni dongan tubu, gondang ni boru, dan gondang ni hula-hula (Simangunsong, 2002:51).

Alat musik yang digunakan pada saat upacara saur matua telah mengalami perkembangan yang pesat tanpa menghilangkan nilai tradisinya. Dalam hal ini masuknya alat musik modern ke dalam musik adat saur matua menjadi kesatuan yang kompleks dengan alat musik tradisi pada musik adat Batak Toba di kota Medan.

Pada dasarnya masyarakat Batak Toba memiliki keinginan untuk marserak4. Kemajuan jaman yang telah berkembang dengan cepat sehingga menyebabkan kebutuhan hidup yang semakin banyak dan pola hidup penduduk harus disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Mereka berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang beraneka ragam itu, yang mungkin sangat sulit dipenuhi jika tetap tinggal dan menetap dikampungnya. Tidak jarang anggota atau satu keluarga meninggalkan desanya pindah ke daerah lain usaha untuk mencari sumber penghidupan yang lebih baik dibanding dengan di daerah sendiri. Mereka pindah tidak hanya pada sektor pertanian tetapi juga berbagai aktivitas yang dapat memberikan pendapatan dan meninggalkan status sosialnya. Gerakan ini pada umumya dilakukan oleh kaum

4Marserak dalam budaya Batak Toba dapat dimaknai sebagai menyebar ke seluruh wilayah marga sendiri dan apabila tidak memungkinkan lagi perluasan wilayah berlangsung ke daerah-daerah yang tanahnya belum dimiliki oleh marga lain, daerah-daerah mana kemudian dapat dijadikan areal pertanian dan perkampungan. Dalam perkembangan selanjutnya, orang Batak Toba menyebar ke berbagai daerah diluar wilayah budaya sendiri. Perkampungan yang dibuka sendiri (atau dengan anggota keluarga atau teman sekampung) dan tinggal di daerah lain biasanya dianggap sebagai perluasan kampung induk memiliki pengertian selain mengandung arti menyebar (pindah dari kampung halaman keluar wilayah budaya sendiri). Dalam percakapan sehari-hari ada beberapa istilah yang digunakan dalam menggambarkan marserak yaitu: manombang, mangaratto, marjalang, marlompong, mangombo, mangalului jampalan na lomok atau masiampapaga na lomak. Istilah- istilah ini pada umumya mempunyai tujuan yang sama, yaitu pergi ke daerah lain, di luar kabupaten atau propinsi. Perbedaan istilah yang satu dengan yang lain didasarkan pada siapa, kapan dan bagaimana sifat dari masing-masing perpindahan tersebut (E.F. Purba, 1997:23).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(24)

muda maupun yang sudah bekeluarga. Mereka yang menyadari bahwa kemungkinan berhasil di desanya sangat kecil mendorong mereka pindah ke daerah lain sebagai salah satu cara untuk mengatasi kemiskinan yang sudah lama dideritanya.

Pada awalnya, perpindahan orang Batak Toba ke kota Medan adalah dengan mengikuti ajakan keluarga ataupun kerabat dekat yang sudah terlebih dahulu tinggal dan menetap. Kerabat tersebut bisanya sudah berhasil meningkatkan taraf hidup seperti memiliki tanah. Pada masyarakat tradisional Batak Toba tanah berperan ganda, semakin banyak tanah yang di miliki maka akan semakin tinggi wibawa sosialnya dalam masyarakat. Tanah juga merupakan harta benda yang akan diwariskan kepada keturunannya. Namun demikian tidak semua orang Batak yang pindah atau merantau ke Kota Medan karena ajakan keluarga. Mereka datang atau merantau ke Kota Medan karena memang dari dorongan diri sendiri yang ingin merubah nasibnya.

Inilah yang menyebabkan masyarakat Batak Toba banyak yang meninggalkan desanya dan merantau ke daerah lain termasuk Kota Medan. Tetapi sekalipun mereka telah meninggalkan desanya, kebudayaan yang mereka punya tetap melekat dalam hatinya dan membawanya juga ke perantauan, termasuk adat dalam upacara kematian maupun pernikahan.

Berhubungan dengan hal tersebut, khususnya pada masyarakat Batak Toba di kota Medan, pelaksanaan upacara adat seperti upacara kematian menurut hasil penelitian penulis pada peristiwa budaya, musik sebagai kelengkapan adat saur matua penyajiannya telah menggabungkan alat-alat musik Barat dengan alat musik tradisional. Alat-alat musik Barat yang digunakan dalam upacara adat perkawinan

(25)

tersebut pada umumnya adalah alat musik keyboard, saxophone, ataupun terompet yang secara ensambel dikenal dengan istilah musik tiup.

Musik yang dipakai dalam kegiatan upacara adat masyarakat Batak Toba memperlihatkan adanya aktivitas musik yang sudah dipengaruhi oleh kekristenan.

Adanya perubahan mendasar yang terjadi dalam kehidupan tradisi margondang diawali dengan masuknya pengaruh agama Kristen. Beberapa aturan yang diterbitkan oleh badan zending, membatasi bahkan melarang kegiatan pertunjukan tradisi gondang dalam beberapa konteks upacara adat Batak Toba yang memeluk agama Kristen. Selain itu gereja sebagai perpanjangan tangan badan misi ini membuat aturan kebijakan yang dilegalisasi melalui hukum yang harus dipatuhi masyarakat Batak Toba pemeluk agama Kristen (Purba, 2000:32-35).

Penggunaan musik tiup dalam upacara adat kematian dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah pada saat mengiringi tortor. Fungsi musik tiup dalam upacara adat kematian adalah sebagai salah satu bagian dari kelengkapan dari upacara adat pada upacara adat kematian dan salah satu kelengkapan juga untuk mengiringi upacara kebaktian dalam upacara adat kematian. Selain itu, musik tiup dalam upacara adat kematian digunakan pada saat mengiringi acara kebaktian.

Selain upacara kebaktian, musik tiup juga digunakan untuk mengiringi jenazah ke pemakaman, dan juga mengiringi acara kebaktian di tempat pemakaman.

Fungsi musik yang ada pada masyarakat Batak Toba secara umum dengan masyarakat Batak Toba yang ada di Kota Medan adalah sama yaitu sama-sama digunakan untuk mengiringi tortor dalam upacara adat. Tidak ada perbedaan fungsi musik yang ada di Kota Medan dengan yang ada di daerah Batak Toba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(26)

Adapun alat musik tiup yang berasal dari budaya Barat yang dikelompokkan dalam ensambel musik tiup adalah terompet sopran dan alto, trombone baritone dan tenor, tuba, dan contra bass. Seiring berkembangnya ajaran agama Kristen di Tanah Batak, maka musik tiup (brass band) itu pun sudah mulai digunakan dalam upacara adat acara yang bersifat perayaan dalam tradisi Batak Toba. Artinya, musik tiup tidak hanya digunakan dalam acara kebaktian di gereja saja. Sejak saat itulah istilah

“musik tiup” untuk kelompok ataupun ensambel musik mulai populer disebut dalam budaya masyarakat Batak Toba. Walaupun digunakan dalam upacara adat, namun repertoar yang dimainkan tetap repertoar dari ensambel gondang.

Seiring dengan perkembangan istilah musik tiup, alat yang digunakan juga mengalami penambahan seperti saxophone. Perkembangan penggunaan ensambel musik tiup ini bukan hanya berkembang di daerah awalnya musik tiup muncul (daerah Toba Samosir khususnya di Desa Tambunan), namun setelah adanya perpindahan penduduk atau migrasi masyarakat Batak Toba khususnya ke Kota Medan, penggunaan alat musik tiup ini juga cukup populer digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, khususnya upacara adat kematian. Jika kita lihat saat ini di wilayah kota Medan, istilah musik tiup itu sendiri bukan lagi hanya berpatokan pada alat musik tiup saja, namun sudah menggunakan alat musik gitar, bass, drum set, keyboard, dan saxophone. Namun, walaupun penggunaan alat musiknya sudah beda istilah musik tiup tetap masih populer digunakan dalam ensambel alat musik yang berasal dari budaya Barat tersebut.

Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan.

Idealnya diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mati saur matua dan

(27)

pihak hula-hula (saudara laki-laki dari pihak isteri)telah hadir. Namun karena telah banyak masyarakat Batak merantau, sering terpaksa berhari-hari menunda pelaksanaan upacara (sebelum dikuburkan), demi menunggu kedatangan anak- anaknya yang telah berdomisili jauh. Hal seperti itu dalam martonggo raja dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan kapan pelaksanaan puncak upacara saur matua sebelum dikuburkan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota keluarga, dapat dibarengi dengan acara non-adat yaitu menerima kedatangan para pelayat (seperti masyarakat non-Batak). Pada hari yang sudah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari, di ruangan terbuka yang cukup luas (idealnya di halaman rumah duka).

Sepulang dari pekuburan, dilakukan ritual adat ungkap hombung.

Adat ungkap hombung adalah ritus memberikan sebagian harta yang ditinggalkan si mendiang (berbagi harta warisan) untuk diberikan kepada pihak hula-hula. Namun mengenai adat ungkap hombung ini, telah memiliki variasi pengertian pada masa kini. Idealnya tanpa diingatkan oleh pihak hula-hula, ungkap hombung dapat dibicarakan atau beberapa hari sesudahnya. Apapun yang akan diberikan untuk ungkap hombung, keluarga yang kematian orang tua yang tergolong saur matua hendaklah membawa rasa senang pada pihak hula-hula.

Ini adalah bagian dari ritual kematian adat Batak, khususnya Batak Toba.

Kematian yang seharusnya dengan air mata akan penuh dengan canda tawa dan riuhnya pesta pakai musik, layaknya pesta pernikahan, hanya jika mendiang meninggal dalam status saur matua tadi. Dalam pelaksanaan sebuah upacara adat, penggunaan musik untuk mengiringi aktivitas adat menjadi sebuah bagian yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(28)

melekat dengan kegiatan adat itu. Musik sudah menjadi bagian penting dalam konteks iringan tarian dan masyarakat menyetujui musik dalam adat menjadi bagian yang tidak terpisahkan.

Secara keilmuan, fenomena kematian dan penggunaan ensambel musik tiup, sangat menarik untuk dikaji melalui berbagai bidang ilmu pengetahuan. Dalam tesis ini, ilmu utama yang penulis gunakan adalah etnomusikologi, ditambah ilmu lainnya, terutama antropologi dan sosiologi. Oleh karena itu perlu dijelaskan pengertian etnomusikologi.

Adapun pengertian etnomusikologi yang penulis gunakan dalam tesis ini, adalah seperti yang dikemukakan oleh Society for Ethnomusicology dalam laman webnya, sebagai berikut.

Ethnomusicology is the study of music in its social and cultural contexts. Ethnomusicologists examine music as a social process in order to understand not only what music is but what it means to its practitioners and audiences.

Ethnomusicology is highly interdisciplinary. Individuals working in the field may have training in music, cultural anthropology, folklore, performance studies, dance, area studies, cultural studies, gender studies, race or ethnic studies, or other fields in the humanities and social sciences. Yet all ethnomusicologists share a coherent foundation in the following approaches and methods:

1) Employing a global perspective on music (encompassing all places of origin and genres).

2) Understanding music as social practice (viewing music as a human activity that is interrelated with its social and cultural contexts).

3) Engaging in ethnographic fieldwork (observing and participating in music-making, frequently gaining facility as a performer or theorist), and historical research.

Ethnomusicologists work in a variety of spheres. As researchers, they study music from any part of the world and investigate its connections to diverse elements of social life and culture. As educators, they teach courses in musics of the world, popular music, the cultural study of music, and a range of more

(29)

specialized classes (e.g., sacred music traditions, music and politics, theory and methods).

Ethnomusicologists are also active in public and applied work.

Partnering with the music communities that they study, ethnomusicologists may document and promote music traditions or participate in projects that involve cultural policy, education, conflict resolution, health, environmental sustainability, arts programming, or advocacy on behalf of musicians. Ethnomusicologists often work with museums, archives, arts-presenting organizations, media companies, and other institutions that promote the appreciation and understanding of the world’s musics.

For a partial international list of ethnomusicology programs in higher education, see our Guide to Programs in Ethnomusicology.

(https://www.ethnomusicology.org/page/AboutEthnomusicology)

Dari kutipan langsung di atas, didefenisikan dengan jelas oleh Society for Ethnomusicology, bahwa etnomusikologi adalah studi tentang musik dalam konteks sosial dan budaya. Etnomusikolog menyelidiki musik sebagai proses sosial untuk memahami tidak hanya apa itu musik tetapi apa artinya bagi para praktisi dan penontonnya.

Etnomusikologi sangat interdisipliner. Individu yang bekerja di lapangan mungkin memiliki pelatihan dalam musik, antropologi budaya, cerita rakyat, kajian pertunjukan, tari, kajian wilayah, studi budaya, studi gender, ras atau studi etnik, maupun bidang lain dalam lingkup ilmu humaniora dan sosial. Namun umumnya, semua etnomusikolog berbagi landasan yang koheren dalam pendekatan dan metode berikut: (1) melibatkan perspektif global pada musik (mencakup semua tempat asal dan genre); (2) memahami musik sebagai praktik sosial (melihat musik sebagai aktivitas manusia yang terkait dengan konteks sosial dan budaya); dan (3) terlibat dalam kerja lapangan etnografi (mengamati dan berpartisipasi dalam pembuatan musik, sering mendapatkan fasilitas sebagai pemain atau ahli teori), dan penelitian sejarah.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(30)

Etnomusikolog bekerja dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai peneliti, mereka mempelajari musik dari setiap bagian dunia dan menyelidiki hubungannya dengan berbagai elemen kehidupan sosial dan budaya. Sebagai pendidik, mereka mengajar kursus di musik dunia, musik populer, studi budaya musik, dan berbagai kelas yang lebih khusus (misalnya, tradisi musik sakral, musik dan politik, teori dan metode, dan lain-lain).

Etnomusikolog juga aktif dalam pekerjaan publik dan terapan. Bermitra dengan komunitas musik yang mereka pelajari, etnomusikolog dapat mendokumentasikan dan mempromosikan tradisi musik atau berpartisipasi dalam proyek-proyek yang melibatkan kebijakan budaya, pendidikan, resolusi konflik, kesehatan, kelestarian lingkungan, program seni, atau advokasi atas nama pemusik.

Etnomusikolog sering bekerja pada bidang-bidang museum, arsip, organisasi yang mempresentasikan seni, perusahaan media, dan institusi lain yang mempromosikan apresiasi dan pemahaman terhadap musik dunia.

Dengan berdasar pada latar belakang tersebut dan juga pilihan keilmuan untuk memecahkan permasalaan, maka peneliti melakukan sebauh kerja untuk proyek tesis, dengan judulAnalisis Struktur Musikal Ensambel Musik Tiup yang Disajikan pada Upacara Saur Matua dalam Konteks Kebudayaan Batak Toba di Kota Medan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan permasalahan dan menjadi topik bahasan dalam tesis ini adalah:

(31)

1. Bagaimana proses upacara saur matua pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan?

2. Bagaimana struktur musik tiup baik melodi, harmoni, maupun ritme yang disajikan dalam konteks upacara mate saur matua masyarakat Batak Toba di Kota Medan?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian

1. Untuk menganalisis proses upacara saur matua pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan.

2. Untuk menganalisis struktur musik tiup baik melodi, harmoni, maupun ritme dalam konteks upacara mate saur matua masyarakat Batak Toba di Kota Medan.

1.3.2 Manfaat penelitian

1. Dapat menjadi bahan referensi bagi masyarakat untuk dipelajari.

2. Agar dapat menjadi bahan dokumentasi dasar bagi para peneliti untuk dikembangkan berikutnya.

3. Sebagai bahan acuan dalam melaksanakan kehidupan dan pelajaran tentang kehidupan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(32)

1.4 Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan salah satu landasan dalam melakukan sebuah penelitian, yaitu dengan mengumpulkan literatur atau sumber bacaan untuk mendapatkan pengetahuan dasar tentang objek penelitian. Sumber-sumber bacaan ini dapat berupa buku, ensiklopedi, jurnal, buletin, artikel, laporan penelitian, dan lain-lain. Dengan melakukan studi kepustakaan penulis akan mendapat cara yang efektif dalam melakukan penelitian lapangan dan penyusunan tesis ini.

Hal pertama yang dilakukan penulis adalah melakukan studi kepustakaan dengan cara mempelajari tulisan-tulisan yang berhubungan dengan objek pembahasan. Studi pustaka ini diperlukan untuk mendapatakan konsep-konsep dan teori juga informasi yang dapat digunakan sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan tesis ini.

Untuk mendukung pengetahuan dan pemahaman penulis dalam membahas permasalahan yang ada, maka penulis mempergunakan beberapa buku acuan, antara lain sebagai berikut.

(1) Tulisan J. P. Vergouwen dalam Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba pada tahun 2004 yang berisi tentang silsilah lengkap bangsa Batak, di dalamnya juga diperinci dengan lengkap mengenai hukum yang berlaku terhadap orang Batak, mulai dari lahirnya seseorang, perkawinan, hukum benda, masalah utang piutang dan kewajiban para pihak dan masalah perselisihan dan penyelesaiannya.

(2) Monang Asi Sianturi, 2012, menulis sebuah tesis yang diajukan untuk menyelesaikan studi magister seni di Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang bertajuk

(33)

Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Batak Toba, mendeskripsikan dan mengkaji struktur repertoar musik yang difungsikan pada upacara adat dalam masyarakat Batak Toba.

(3) Selanjutnya tulisan Emerson Tarihoran, 1994, yang menggarap “Analisa Perbandingan Struktur Repertoar Musik Brass Band Dengan Gondang Sabangunan Dalam Sipitu Gondang”. Tulisan ini tertuju pada analisa perbandingan terhadap repertoar yang dimainkan menurut konsep masyarakat Batak akan Sipitu Gondang oleh ensembel gondang sabangunan dan ensembel brass band.

(4) Pada peringkat magister, Amudi Lumbantobing menulis tesis yang berjudul “Andung Ni Namabalu: Nyanyian Ratap Kematian Masyarakat Batak Toba di Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara. Tesis ini ditulis tahun 2014 sebagai salah satu syarat memeroleh gelar magister pada Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Tesis ini memokoska analisis pada musik vokal Andung ni namabalu, yang digunakan dalam rangka meratapi jenazah, yang mengekspresikan kesedihan segenap keluarga yang ditinggalkan. Tesis ini menjadi dasar bagi penulis untuk mengungkap lebih jauh bagaimana upacara kematian dan penggunaan ensambel musik tiup pada masyarakat Batak Toba di Kota Medan.

(5) Malm. William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East, and Asia (terjemahan). Medan. Departemen Etnomusikologi Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara (terjemahan Takari). Buku ini berisi deskripsi budaya-budaya musik di berbagai belahan dunia dengan pendekatan etnomusikologis. Salah satu babnya mengurai tentang bagaimana mengkaji budaya-budaya musik dunia itu dengan perpektif etnomusikologis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(34)

(6) Malinowski yang berjudul “Teori Fungsional dan Struktural”, yang berisikan tentang teori-teori fungsional dan struktural yang membahas fungsi sosial dari adat dan tingkah laku manusia. Buku ini menjadi dasar penulis dalam mengkajia bagaimana fungsi musik yang digunakan dalam upacara saur matua pada masyarakat Batak Toba, khususnya di Kota Medan.

(7) Alan P. Merriam menulis sebuah buku yang berjudul The Anthropology of Music, diterbitkan oleh Nothwetern University Press di Chicago, Amerika Serikat. Buku ini banyak dikutip oleh para antropolog dan etnomusikolog di seluruh dunia, karena isinya yang banyak mendiskusikan mengenai musik dalam kebudayaan, yang mengimbangi buku-buku etnomusikologi sebelumnya yang menumpukan perhatian pada struktur dan masalah-masalah internal bunyi pendukung musik. Peneliti mengambil teori uses and functions dari buku ini dalam mengkaji penggunaan dan fungsi musik tiup dalam upacara kematian saur matua pada budaya Batak Toba di Kota Medan.

(8) Curt Sach dan Von Hornbostel pada tahun 1961 yang berjudul Classification of Musical Instrument. Berisikan tentang pengklasifikasian alat-alat musik. Buku ini menjadi cuan penulis untuk mengklasifikasikan alat-alat musik yang digunakan dalam ensambel musik tiup Batak Toba, baikyang berasal dari alat- alat musik tradisional Batak Toba sendiri, maupun yang diadopsi dari kebudayaan Barat.

(9) Berikutnya Theory and Method in Ethnomusicolgy, tulisan Bruno Nettl pada tahun 1964. Buku ini berisi tentang berbagai teori dan metode yang digunakan dalam disiplin etnomusikologi. Dalam rangka penelitian ini, buku tersebut

(35)

digunakan untuk mengkaji melodi, harmoni, dan ritme, yang terdapat dalam pertunjukan ensambel musik tiup Batak Toba, terutama yang terjadi di Kota Medan.

(10) Lexy J. Moleong pada tahun 2002 menulis buku yang berjudul Metode Penelitian Kualitatif. Berisikan tentang metode penelitian dan mengemukakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa data tambahan seperti dokumen dan lain-lain

(11) Koenjaraningrat, 1990 dalam buku Pengantar Ilmu Antropologi. Buku ini berisikan tentang konsep upacara dan komponen yang dibutuhan untuk menganalisis sebuah upacara ritual. Buku ini peneliti jadikan panduan dalam menganalisis jalannya upacara.

1.5. Konsep dan Teori 1.5.1 Konsep

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:43), analisa adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.. Kata analisis mempunyai arti penelitian suatu masalah, atau penelitian terhadap suatu peristiwa sehingga dapat diketahui latar belakang dan duduk permasalahannya atau proses kejadiannya.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan analisis adalah uraian terhadap suatu objek, karangan atau karya cipta (seperti karya musik, sastra, dan sebagainya) atas beberapa bagian, dan penelaahan setiap bagian untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(36)

mencari hubungan di antara bagian-bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang tepat dalam memahami arti dari keseluruhannya.

Analisis yang penulis maksud di sini adalah menelaah dan menguraikan struktur musikal dalam upacara mate mangkar dan saur matua. Struktur musikal tersebut mencakup unsur-unsur melodi, pola ritme, meter, intensitas suara (keras lembutnya suara) serta struktur jalannya upacara adat mate mangkar dan saur matua.

Dalam kaitan ini, dalam dimensi dunia musik, konsep tentang analisis itu menurut Siegmeister (1985:368) adalah sebagai berikut.

Together with perceptive listening, musical analysis provides insight intro the structure of music. By focusing on subtleties of construction, on the fine details of composer’s craftsmanship, and above all on interrelationships of the constituent elements, analysis reveals aspects of a composition not apparent to the casual listener. Distinguishing the individual roles of melody, harmony, and rhythm, it reveals their organic interplay in the creation of musical structure. Analysis of short pieces can proceed in four stages: (1) an over-all view of the form, (2) a study of melodic and rhythmic patterns, (3) a study of harmonic structures, and (4) a synthesis of all elements forming the whole.

Menurut Seigmeister seperti dikutip di atas, cara yang mudah untuk difahami dalam analisis musik adalah menyediakan wawasan mengenai struktur musik dengan berfokus pada konstruksi yang paling kecil, pada penyelesaian yang dikuasai oleh seorang komponis.

Kata struktur merupakan rangkaian suatu susunan unsur yang membentuk sebuah karya musik. Secara garis besar unsur-unsur musik terdiri atas melodi, ritme, harmoni, dan dinamik. Melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan

(37)

rangkaian teratur) yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapkan suatu gagasan pikiran dan perasaan (Jamalus, 1998:16). Melodi adalah naik turunnya harga nada yang seyogyanya dilihat sebagai gagasan inti musikal, yang sah menjadi musik bila ditunjang dengan gagasan yang memadukanya dalam suatu kerja sama dengan irama, tempo, bentuk dan lain-lain (Ensiklopedi musik, 1992:28). Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa melodi adalah suatu rangkaian nada yang terbentuk dari perubahan-perubahan harga nada dalam kaitannya dengan irama, tempo, bentuk dan sebagainya.

Ritme adalah rangkaian gerak yang beraturan dan menjadi unsur dasar dari musik. Irama terbentuk dari sekelompok bunyi dan diam panjang pendeknya dalam waktu yang bermaca-macam, membentuk pola irama dan bergerak menurut pulsa dalam setiap ayunan birama (Jamalus, 1998:7). Pulsa adalah rangkaian denyutan yang terjadi berulang-ulang dan berlangsung secara teratur, dapat bergerak cepat maupun lambat ( Jamalus, 1998: 9). Untuk lebih memudahkannya, maka ritme dianggap sebagai elemen waktu dalam musik yang dihasilkan oleh 2 faktor yaitu:

aksen dan panjang pendeknya nada atau durasi. Dari pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa ritme terjalin dalam rangkaian melodi.

Harmoni adalah cabang ilmu pengetahuan musik yang membahas dan membicarakan perihal keindahan komposisi musik (Banoe, 2003: 180). Dinamik adalah keras lembutnya dalam cara memainkan musik, dinyatakan dengan berbagai istilah seperti : p (piano), f (forte), mp (mezzopiano), mf (mezzoforte), cresc (crescendo), dan sebagainya (Banoe, 2003: 116).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(38)

Didalam musik, selain unsur-unsur musik yang terdiri melodi, ritme, harmoni, dan dinamik, terdapat bentuk musik yang terdiri dari beberapa komponen, antara lain: 1) Motif, adalah bagian terkecil dari suatu kalimat lagu, baik berupa kata, suku kata atau anak kalimat yang dapat dikembangkan (Banoe,2003:283). 2) Tema, merupakan ide-ide pokok yang mempunyai unsur-unsur musikal utama pada sebuah komposisi yang masih harus dikembangkan lagi, sehingga terbentuknya sebuah komposisi secara utuh. Dalam sebuah karya bisa mempunyai lebih dari satu tema pokok dimana masing-masing akan mengalami pengembangan. 3) Frase adalah satu kesatuan unit yang secara konvensional terdiri dari 4 birama panjangnya dan ditandai dengan sebuah kadens. (Wicaksono:1998). Frase dibagi menjadi 2 yaitu: a) Frase anteseden adalah frase tanya atau frase depan dalam suatu kalimat lagu yang merupakan suatu pembuka kalimat, dan biasanya diakhiri dalam kaden setengah (pada umumnya jatuh pada akord dominan). b) Frase konsekuen adalah frase jawab atau frase belakang dalam suatu kalimat dalam lagu dan pada umumnya jatuh pada akord tonika. 4) Kadens merupakan sejenis fungtuasi dan untuk mencapai efeknya menggunakan rangkaian akord-akord tertentu pada tempat tertentu dalam struktur musik. Terdapat beberapa macam kadens antara lain:

a) Kadens Autentik: progresi akord V – I b) Kadens Plagal: progresi akord IV – I c) Deceptif Kadens: progresi akord V – VI d) Kadens Setengah: progresi akord I – V – I – IV 5) Periode atau Kalimat

(39)

Periode adalah gabungan dua frase atau lebih dalam sebuah wujud yang bersambung sehingga bersama-sama membentuk sebuah unit seksional (Miller : 166). Kalimat musik merupakan suatu kesatuan yang nampak, antara lain pada akhir kalimat: disitu timbul kesan ‘selesailah sesuatu’, karena disini melodi masuk dalam salah satu nada akor tonika, namun lagunya dapat juga bermodulasi ke akor lain misalnya ke dominan dan berhenti disitu (Prier, 2004:19)

Juga di atas hubungan timbal balik pada elemen-elemennya, menganalisis aspek seni yang terdapat pada komposisi yang tidak kelihatan bagi pendengar awam, yang menitikberatkan pada peranan melodi, harmoni,dan ritem adalah hal yang saling mempengaruhi dalam sebuah struktur musik. Analisis dalam bagian kecil dapat memproses empat bagian yang mencakup: (1) garis besar bentuk lagu, (2) pelajaran pada pola melodi dan ritem, (3) pelajaran tentang struktur harmoni, dan (4) perpaduan dari bentuk keseluruhan elemen. Konsep ini memberi petunjuk bahwa dalam menganalisis sebuah komposisi musik dibutuhkan wawasan yang mendalam tentang struktur musik hingga pada bagian-bagian terkecil dari sebuah komposisi dan mampu mengungkapkan berbagai hal tentang efek tertentu dari perpaduan antara melodi, harmoni, dan ritem secara menyeluruh, setelah menganalisis bagian demi bagian dari sebuah komposisi musik.

Dalam kaitannya dengan pendapat ini, Malm dalam terjemahan Siagian (1998:45) mengatakan sebagai berikut.

Salah satu sumber yang paling jelas untuk tata tingkah laku manusia dalam satu kebudayaan yang berkaitan dengan musik ialah melalui teks nyanyian. Teknis penggunaan bahasa dalam teks nyanyian adalah melalui pendekatan dengan teknik eufonis, yaitu teknik yang bertujuan untuk mencapai efek musikal dan memberikan kesan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(40)

menyenangkan melalui penambahan atau pengurangan sillabel pada sebuah kata.

Berdasarkan pendapat tersebut, dalam konteks analisis musik yang menggunakan teks atau syair lagu, selain menganalisis struktur sebuah komposisi musik hingga pada bagian-bagian terkecil, keberadaan teks atau sair lagu dapat dijadikan sebagai salah satu indikator dalam menganalisis komposisi musik.

Dalam kaitannya dengan penulisan tesis ini, maka kerja analisis akan difokus kan kepada dua hal. (a) Yang pertama adalah analisis lagu yang dipakai dalam upacara adat saur matua yang di dalamnya mencakup unsur-unsur seperti: tangga nada, wilayah nada, nada dasar, distribusi interval, formula melodi, kontur, dan sejenisnya dengan menggunakan teori weighted scale.

Selanjutnya analisis yang (b) kedua mencakup struktur dan jalannya upacara saur matua dalam kebudayaan masyarakat Batak, khususnya di daerah penelitian.

Dalam melakukan analisis yang kedua ini penulis menggunakan teori fungsionalisme. Analisis guna dan fungsi sosiobudaya sebuah lagu ini melibatkan interpretasi sosial dan budaya terhadap fenomena yang terjadi di dalam penelitian.

Konsep penamaan musik tiup oleh pemusik sendiri mengalami perubahan sejak dipakainya istilah ini untuk identitasnya. Nama musik tiup awalnya dipakai untuk kelompok musik dalam mengiringi upacara adat, mereka mengadaptasi nama itu dari musik tiup yang dipergunakan di gereja, juga karena perangkat yang mereka pergunakan seluruh instrumennya memang terdiri dari instrumen tiup. Istilah musik tiup pada awalnya berasal dari istilah barat yaitu brass band.

Sadie dalam The New Grove Dictionary of Music mengatakan bahwa brass band adalah sebuah bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhannya terdiri dari

(41)

alat musik yang terbuat dari logam kuningan, yang berasal dari tahun 1820-an (1980:209). Brass band digunakan oleh resimen kavaleri (pasukan berkuda) dan menjadi sangat terkenal terutama di Inggris dan Amerika Serikat. Di Inggris, brass band menjadi tradisi militer bersama-sama dengan ensambel musik tiup kayu pada tahun 1800-an.

Tradisi musik brass band yang pada awalnya muncul di Eropa dan Amerika, pada masa sekarang ini telah menjadi tradisi kebudayaan musik bangsa lain. Tradisi tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hasil kontak kebudayaan. Masyarakat Batak Toba di Sumatera Utara juga memiliki musik ensambel brass band yang lazim juga disebut dengan ensambel musik tiup. Sampai sekarang ini, brass band pada masyarakat Batak Toba telah berkembang cukup pesat dan menyebar di berbagai tempat seperti Balige, Pematang Siantar, Tarutung, dan Medan. Masyarakat Batak Toba sangat merespon secara positif kehadiran brass band, terbukti pada perkembangan penggunaannya, yang dalam waktu singkat menjadi tradisi bagi beberapa kalangan masyarakat Batak Toba.

Berdasarkan hasil perbicaraan penulis dengan para narasumber, istilah brass band cenderung tidak digunakan dan lebih menggunakan istilah musik tiup.

kelompok musik ini sudah lebih dekat kepada kelompok musik combo band karena perangkat musik yang digunakan lebih dominan kepada full band, hanya dibedakan dengan penambahan instrumen sulim dan beberapa alat musik tiup.

Tetapi dalam beberapa kasus terlebih di Kota Medan, musik tiup ini lebih cenderung ke penggunaan alat musik tiup. Misalnya ketika dalam sebuah upacara saur matua alat musik yang digunakan berupa keyboard, taganing, trumpet, sulim

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(42)

dan saksofon sudah digolangkan oleh masyarakat ke dalam kelompok musik tiup.

Karena dalam pengertian masyarakat musik tiup merupakan sebuah kelompok alat musik yang ditiup. Biarpun grup musiknya tidak menggunakan combo band, masyarakat sudah menganggapnya sebagai musik tiup.

Musik tiup sering digunakan dalam upacara adat kematian dalam budaya masyarakat Batak Toba khususnya yang ada di kota Medan. Upacara adat kematian Batak Toba dalam tulisan ini difokuskan kepada upacara adat kematian saur matua.

Kematian saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap/sempurna dalam kekerabatan, telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal itu adalah sempurna dalam kekerabatan sehingga harus dilaksanakan dengan sempurna (Sinaga, 2003:45).

1.5.2 Kerangka Teori

Teori merupakan landasan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa. (Kamus besar bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991 : 1041). Dalam tulisan ini unsur utama yang menjadi pokok permasalahan yang dibahas adalah musik dalam upacara saur matua, analisis struktur dan jalannya upacara.

Dalam konteks penelitian, teori digunakan sebagai arahan untuk melakukan kerja-kerja penelitian. Teori hanya sebagai acuan sementara, agar penelitian tidak melebar ke mana-mana. Teori adalah bangunan yang mapan, ada pendapat peneliti, ada simpulan awal. Itulah sebabnya teori harus dibangun terstruktur, sejalan dengan apa saja yang mungkin akan digunakan (Suwardi, 2006:107).

(43)

Menurut Koentjaraningrat pengertian upacara ritual atau ceremony adalah:

sistem aktifitas atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. (Koentjaraningrat, 1990: 190).

Untuk melihat apa-apa saja komponen upacara, maka penulis menggunakan teori upacara yang kemukakan oleh Koentjaraningrat (1958:243) yang menyatakan aspek-aspek dalam upacara ada empat, yaitu: (1) tempat upacara, (2) waktu upacara, (3) benda-benda dan alat-alat upacara, (4) yang melaksanakan dan peminpin upacara.

Ritual dan sistem kepercayaan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang bisa dihampiri dalam setiap kelompok masyarakat di dunia. Ritual keagamaan merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat, inilah agama dalam praktek (in action). Ritual bukan hanya sarana yang memperkuat ikatan sosial kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting, dan yang menyebabkan krisis seperti kematian, tidak begitu mengganggu bagi masyarakat, dan bagi orang-orang yang bersangkutan lebih ringan untuk diderita (Soekadijo, 1993:207)

Van Gennep berpendirian bahwa ritus dan upacara religi secara universal pada asasnya berfungsi sebagai aktivitas untuk menimbulkan kembali semangat kehidupan sosial antar warga masyarakat (Koentjaraningrat, 1987:74). Semua ritus dan upacara itu dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: (1) perpisahan atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar

Gambar 3.1: Proses pengangkatan jenazah dari tempat tidur ke dalam peti mati  Sumber: Dokumentasi penulis
Gambar 3.2 : upacara di halaman
Gambar 4.1: Trumpet  Sumber: Dokumentasi Pribadi
Gambar 4.2: Saxophone  Sumber: Dokumentasi Pribadi
+7

Referensi

Dokumen terkait