• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BATAK TOBA TERMASUK

3.2 Tahap Pelaksanaan Pesta Adat Saur Matua di Kota Medan

3.2.2 Jalannya Upacara Saur Matua

Walaupun adat pada masyarakat Batak Toba hampir sama, akan tetapi disini membahas upacara adat yang terdapat di Kota Medan yaitu pada kematian saur matua. Saur matua adalah orang yang meninggal dunia telah beranak cucu baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan. Saur artinya lengkap atau sempurna dalam kekerabatan telah beranak cucu. Karena yang telah meninggal itu adalah sempurna dalam kekerabatan, maka harus dilaksanakan dengan sempurna. Lain halnya dengan orang yang meninggal sari matua walaupun suhut membuat acara adat sempurna sesuai dengan adat dalihan na tolu, hal seperti itu belum tentu dilakukan karena masih ada dari keturunannya belum sempuna dalam hal kekerabatan. Dalam melaksanakan sesuatu upacara harus melalui fase-fase atau tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh setiap yang melakukannya.

Ketika seseorang masyarakat Batak mate saur matua, maka sewajarnya pihak-pihak kerabat segera mungkin mengadakan musyawarah keluarga (martonggo raja), membahas persiapan pengadaan upacara saur matua. Pihak-pihak kerabat terdiri dari unsur-unsur dalihan na tolu. Dalihan na tolu adalah sistem hubungan

sosial masyarakat Batak terdiri dari tiga kelompok unsur kekerabatan yaitu: pihak hula-hula (kelompok orang keluarga marga pihak istri), pihak dongan tubu (kelompok orang-orang yaitu: teman atau saudara semarga), dan pihak boru (kelompok orang-orang dari pihak marga suami dari masing-masing saudara perempuan kita, keluarga perempuan pihak ayah).

Fungsi dalihan na tolu menggunakan istilah adat yaitu Pangarapotan: adalah suatu penghormatan kepada yang meninggal yang mempunyai gelar sari matua dan lain-lain sebelum acara besarnya dan penguburannya atau di halaman (bilamana memungkinkan). Dalam hal ini suhut dapat meminta tumpak (bantuan) secara resmi dari keluarga yang tergabung dalam dalihan na tolu disebut tumpak di alaman.

Partuatna: hari yang dianggap menyelesaikan adat kepada seluruh halayat dalihan na tolu yang mempunyai hubunngan berdasarkan adat. Pada waktu pelaksanaan ini pula suhut akan memberikan piso-piso/si tuak natonggi kepada kelompok hula-hula/tulang yang mana memberikan ulos tersebut di atas kepada yang meninggal dan keluarga dan pemberian uang ini oleh keluarga tanda kasihnya.

Dalam dalihan na tolu mempunyai 3 hal yang berhubungan dengan ulos yaitu:

1. Pemberian ulos saput. Ulos ini diberikan kepada yang meninggal dunia sebagai tanda perpisahan. Siapakah yang berhak memberikan saput tersebut, dalam hal ini perlu kita mempunyai satu persepsi untuk masa yang akan datang karena hal ini banyak berbeda pendapat menurut lingkungannya masing-masing misalnya hula-hula atau tulang.

2. Pemberian ulos tujung. Dalam hal ini semua dapat menyetujui dari pihak hula-hula.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Pemberian ulos holong. Dari semua pihak hula-hula, tulang rerobot bahkan bona ni ari termasuk dari hula-hula ni anak manjae/hula-hula ni na marhahamaranggi, berhak memberikan kepada keluarga yang meninggal.

Juga pada waktu bersamaan ini pula dibagikan jambar-jambar sesuai dengan fungsinya masing-masing dengan azas musyawarah sebelumnya, setelah itu dilaksanakanlah upacara adat mandokon hata dari masing-masing pihak sesuai dengan urutan-urutan secara tertulis. Setelah selesai, bagi orang Kristen diserahkan kepada Gereja (Huria) untuk seterusnya dikuburkan.

Setelah semua dalihan na tolu berkumpul maka diadakanlah martonggo raja.

Martonggo raja dilaksanakan oleh seluruh pihak di halaman luar rumah duka, pada sore hari sampai selesai. Pihak masyarakat setempat (dongan sahuta) turut hadir sebagai pendengar dalam rapat biasanya akan turut membantu dalam penyelenggaraan upacara. Rapat membahas penentuan waktu pelaksanaan upacara, lokasi pemakaman, acara adat sesudah penguburan dan keperluan teknis upacara dengan pembagian tugas masing-masing. Keperluan teknis menyangkut penyediaan peralatan upacara seperti: pengadaan peti mati, penyewaan alat musik beserta pemain musik, alat-alat makan beserta hidangan buat yang menghadiri upacara.

Jalannya upacara saur matua yang terdapat pada masyarakat Toba Desa Sigumpar ada beberapa hal yakni; Upacara di jabu menuju maralaman dalam arti semua suhut sudah bersiap-siap lengkap dengan pakaian adatnya untuk mengadakan upacara dijabu menuju maralaman. Setelah semuanya hadir dirumah duka, maka upacara ini dimulai tepatnya pada waktu matahari akan naik sekita pukul 10.00 Wib.

Anak laki-laki berdiri disebelah kanan peti mayat, anak perempuan atau pihak boru berdiri disebelah kiri, hula-hula bersama pengurus gereja berdiri didepan peti mayat

dan dongan sabutuha berdiri dibelakang boru. Kemudian acara dipimpin oleh pengurus gereja mengenakan pakaian resmi atau jubah.

Setelah acara gereja selesai maka pengurus gereja menyuruh pihak boru untuk mengangkat peti mayat ke halaman rumah sambil diiringi dengan nyanyian gereja yang dinyanyikan oleh hadirin. Lalu peti mayat ditutup (tetapi belum dipaku) dan diangkat secara hati-hati dan perlahan-lahan oleh pihak boru dibantu oleh pihak hasuhuton juga dongan sabutuha ke halaman. Peti mayat tersebut masih tetap ditutup dengan ulos sibolang lalu peti mayat itu diletakkan di halaman rumah sebelah kanan dan di depannya diletakkan palang salib Kristen yang bertuliskan nama orang tua yang meninggal. Sesampainya di halaman peti mayat ditutup dan diletakkan di atas kayu sebagai penyanggahnya. Semua unsur dalihan na tolu yang ada di dalam rumah kemudian berkumpul dihalaman rumah untuk mengikuti acara selanjutnya.

Pertama sekali mereka meminta kepada pargonsi supaya memainkan si tolu gondang yaitu gondang yang dipersembahkan kepada Debata (Tuhan) agar kiranya yang maha kuasa berkenan memberkati upacara ini dari awal hingga akhirnya dan memberkati semua suhut agar beroleh hidup yang sejahtera dimasa mendatang. Lalu pargonsi memainkan si tolu gondang itu secara berturut-turut tanpa ada yang menari. Setelah si tolu gondang itu selesai dimainkan pengurus gereja kemudian meminta kepada pargonsi yaitu gondang liat-liat. Maksud dari gondang ini adalah agar semua keturunan dari yang meninggal saur matua ini selamat-selamat dan sejahtera. Pada jenis gondang ini rombongan gereja menari mengelilingi borotan.

Gerak tari pada gondang ini adalah kedua tangan ditutup dan digerakkan menurut irama gondang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Setelah mengelilingi borotan maka pihak pengurus gereja memberkati semua boru dan suhut. Setelah hasuhuton selesai menari pada gondang mangaliat, maka menarilah dongan sabutuha juga dengan gondang mangaliat dengan memberikan boras si pir ni tondi kepada suhut. Kemudian mangaliatlah (mengelilingi borotan) pihak boru sambil memberikan beras atau uang. Pihak hula-hula selain memberikan beras atau uang mereka juga memberikan ulos kepada semua keturunan orangtua yang meninggal (baik anak laki-laki dan anak perempuan). Ulos yang diberikan hula-hula kepada suhut itu merupakan ulos holong. Biasanya setelah keturunan yang meninggal ini menerima ulos yang diberikan hula-hula lalu mereka mengelilingi sekali lagi borotan. Kemudian pihak ale-ale yang mangaliat juga memberikan beras atau uang. Kegiatan gondang ini di akhiri dengan pihak parhobas dan naposo bulung yang menari. Pada akhir dari setiap kelompok yang menari selalu dimintakan gondang hasahatan atau sitio-tio dan mengucapkan “Horas” sebanyak tiga kali.

Pada saat setiap kelompok dalihan na tolu menari, ada juga yang mengadakan pembagian jambar dengan memberikan sepotong daging yang diletakkan dalam sebuah piring dan diberikan kepada siapa yang berkepentingan dan pembagian jambar serta margondang terus berlanjut. Setelah semuanya selesai menari, maka acara diserahkan kepada pengurus gereja karena merekalah yang akan menurup upacara ini lalu semua unsur dalihan na tolu mengelilingi peti mayat yang tertutup.

Dimulai acara gereja dengan bernyanyi, berdoa, penyampaian firman Tuhan, bernyanyi, kata sambutan dari pengurus gereja, bernyanyi dan doa penutup.

Kemudian peti mayat dipakukan dan siap untuk dibawa ketempat penguburannya yang terakhir yang telah dipersiapkan sebelumnya. Peti mayat diangkat oleh hasuhuton dibantu dengan boru dan dongan sahuta sambil diiringi nyanyian gereja

yang dinyanyikan oleh hadirin sampai ketempat pemakamannya. Acara pemakaman diserahkan sepenuhnya kepada pengurus gereja. Setelah selesai acara pemakaman, kembalilah semua yang turut mengantar kerumah duka. Acara sesudah upacara kematian artinya sesampainya pihak suhut, hasuhuton, boru, dongan sabutuha, hula-hula di rumah duka, maka acara selanjutnya adalah makan bersama.

Pembagian jambar langsung dipimpin oleh pengetua adat. Tetapi terdapat beberapa variasi pada berbagai tempat yang ada pada masyarakat Batak Toba.

Salah satu uraian yang diberikan dalam pembagian jambar ini adalah sebagai berikut:

Kepala untuk tulang Telur untuk pangolin

Somba-somba untuk bona tulang

Satu tulang paha belakang untuk bona ni ari Satu tulang belakang untuk parbonaan Leher dan sekerat daging untuk boru

Setelah pembagian jambar ini selesai dilaksanakan maka kepada setiap hula-hula yang memberikan ulos karena meninggal saur matua orang tua ini akan diberikan piso yang disebut “pasahatton piso-piso” yaitu menyerahkan sejumlah uang kepada hula-hula, jumlahnya menurut kedudukan masing-masing dan keadaan bila mana seorang ibu yang meninggal saur matua maka diadakan mangungkap hombung (buha hombung) yang dilakukan oleh hula-hula dari ibu yang meninggal biasanya dijalankan oleh amana posona (anak dari ito atau abang adek yang meninggal). Buha hombung artinya membuka simpanan dari ibu yang meninggal.

Hombung ialah suatu tempat tersembunyi dalam rumah, dimana seorang ibu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

menyimpan harta keluarga berupa pusaka, perhiasan, emas dan uang. Harta kekayaan itu diminta oleh hula-hula sebagai kenang-kenangan juga sebagai kesempatan terkahir untuk meminta sesuatu dari simpanan borunya, setelah selesai mangungkap hombung maka upacara ditutup oleh pengetua adat. Beberapa hari setelah selesai upacara kematian saur matua, hula-hula datang untuk mangapuli (memberikan penghiburan) kepada keluarga dari orang yang meninggal saur matua dengan membawa makanan berupa ikan mas, yang bekerja menyediakan keperluan acara adalah pihak boru.

Acara mangapuli dimulai dengan bernyanyi, berdoa, menyampaikan kata-kata penghiburan, setelah itu dibalas (diapu) oleh suhut. Setelah acara ini selesai maka selesailah pelaksanaan upacara kematian saur matua. Latar belakang dari pelaksanaan upacara kematian saur matua ini adalah karena faktor adat yang harus dijalankan oleh para keturunan orang tua yang meninggal tersebut. Pelaksanaan upacara ini juga diwujudkan sebagai penghormatan kepada orang tua yang meninggal dengan harapan agar orang tua tersebut dapat menghormati kelangsungan hidup dari para keturunannya yang sejahtera dan damai. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara manusia yang masih hidup dengan para kerabatnya yang sudah meninggal masih ada hubungan ini juga menentukan hidup manusia itu di dunia dan di akhirat.

Sebagai salah satu bentuk aktivitas adat maka pelaksanaan upacara ini tidak terlepas dari kehadiran dari unsur-unsur dalihan na tolu yang memainkan peranan berupa hak dan kewajiban mereka. Maka dalihan na tolu ini lah yang mengatur peranan tersebut sehingga perilaku setiap unsur khususnya dalam kegiatan adat maupun dalam kehidupan sehari-hari tidak menyimpang dari adat yang sudah ada.

3.2.3 Pelaksanaan Upacara Adat

Pelaksanaan upacara bergantung pada lamanya mayat disemayamkan.

Idealnya diadakan ketika seluruh putra-putri orang yang mati saur matua dan pihak hula-hula (saudara laki-laki dari pihak istri) telah hadir. Namun karena telah banyak masyarakat Batak merantau sering terpaksa berhari-hari menunda pelaksanaan upacara (sebelum dikuburkan) demi menunggu kedatangan anak-anaknya yang telah berdomisili jauh. Hal seperti itu dalam martonggo raja dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan kapan pelaksanaan puncak upacara saur matua sebelum dikuburkan. Sambil menunggu kedatangan semua anggota keluarga, dapat dibarengi dengan acara non adat yaitu menerima kedatangan para pelayat. Pada hari yang sudah ditentukan upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari diruangan terbuka yang cukup luas (idealnya dihalaman rumah duka).

3.2.3.1 Upacara di Jabu

Pada masyarakat Batak Toba, upacara saur matua ada di dua tempat yaitu upacara di dalam rumah dan upacara di halaman rumah. Upacara di jabu (di dalam rumah) termasuk didalamnya upacara di jabu menuju maralaman (upacara dirumah menuju halaman) artinya pada saat upacara di jabu akan dimulai, mayat dari orang tua yang meninggal dibaringkan di jabu bona (ruang tamu). Letaknya berhadapan dengan kamar orang tua yang meninggal ataupun kamar anak-anaknya dan diselimuti dengan ulos sibolang. Suami atau istri yang ditinggalkan duduk di sebelah kanan tepatnya di samping muka orang yang meninggal. Kemudian diikuti oleh anak laki-laki mulai dari anak yang paling besar sampai anak yang paling kecil. Anak perempuan dari orang tua yang meninggal, duduk disebelah kiri dari peti mayat,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sedangkan cucu dan cicitnya ada yang duduk dibelakang atau di depan orang tua mereka masing-masing. Dan semua unsur dari dalihan na tolu sudah hadir di rumah duka dengan mengenakan ulos.

Pada saat di dalam rumah, proses adat yang ada adalah acara keluarga dimana acara tersebut akan dimulai pukul 9.00. Acara ini akan diisi dengan kata-kata perpisahan dari keluarga yang meninggal. Orang pertama yang akan menyampaikan kata-kata perpisahan adalah suami atau isri dari yang meninggal, kemudian akan diikuti anak-anaknya, kemudian oleh keluarga yang lain. Setelah acara di dalam rumah selesai maka jenazah akan dimasukkan ke dalam peti mati dan akan segera diangkat ke halaman rumah.

Gambar 3.1: Proses pengangkatan jenazah dari tempat tidur ke dalam peti mati Sumber: Dokumentasi penulis

3.2.3.2 Upacara Maralaman

Upacara maralaman (di halaman) artinya upacara yang kegiatannya pestanya di laksanakan di luar rumah, biasanya pas di depan (halaman rumah). Maralaman adalah upacara terakhir sebelum penguburan pada orang yang meninggal sempurna

(saur matua). Bagi adat Batak Toba orang yang mati saur matua berarti telah menikahkan seluruh anaknya dan telah memiliki cucu dari anak perempuan maupun dari anak laki-laki. Karena sudah sempurna (saur) kematiannya, maka acara pemberangkatannya harus dilakukan sempurna, yang disebut ulaon na gok( adat penuh). Ulaon na gok dilaksanakan maralaman (di halaman rumah) dan makanan (boan) yang disiapkan adalah si gagat duhut (kerbau). Kerbau ini lah yang nantinya akan di sembelih dan di bagikan menurut jambar (bagian) seseorang dalam upacara adat yang belangsung menurut status seseorang dalam dalihan na tolu.

Tetapi dalam beberapa kasus berdasarkan pengamatan peneliti, di Kota Medan tidak semua upacara saur matua dilaksanakan di halaman rumah. Ada kejadian yang memang hanya dilaksanakan di dalam rumah. Hal ini dikarenakan lokasi upacara saur matua tersebut tidak memungkinkan untuk dilaksanakan di halaman rumah karena rumah dukanya tidak memiliki halaman yang memadai untuk melaksanakan upacara saur matua tersebut.

Margondang (bergendang) atau pesta pemberangkatan dilakukan sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, Mulajadi Nabolon, atas kebahagiaan yang mereka nikmati. Dilaksanakan beberapa hari dengan makanan dan minuman yang dihidangkan mulai dari pagi sampai malam hari untuk semua yang hadir yang biasa disebut mangalindakon na adong (menunjukkan keberadaan). Kemudian dilanjutkan dengan moppo. Moppo yaitu yang meninggal dimasukkan kedalam peti mati (rumah- rumahnya). Pada saat ini disampaian ulos saput dari tulang dan ulos sampe tua kepada turunan-turunannya oleh hula-hula, apabila acara penyampaian ulos saput dan ulos sampe tua telah selesai maka petugas membuat sanggul marata yang ditempatkan dihalang ulu yang meninggal atau dibagian kepala si mayat di luar peti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

matinya. Sanggul marata adalah bunga dan daun-daun mekar hijau yang ditaruh di dalam ampang (bakul Batak) berisi padi. Sanggul marata adalah lambang hadumaon (kesejahtraan). Lalu dilanjutkan ke acara partuatna yaitu membawa perti mati yang berisi jenazah keluar dari rumah dan meletakkan di halaman rumah. Lalu pada saat ini para unsur dalihan na tolu khalayak ramai dengan rombongan sesuai dengan fungsinya datang manortor masing-masing dengan bawaannya. Pada saat ini juga semua jambar yang telah disiapkan dengan menyembelih kerbau ditambah dengan beberapa ekor babi untuk makan bersama, di samping membenahi hewan kerbau boan yang dibenahi atas jambar-jambar dalam keadaan mentah.

Jika acara boan dan makan tersebut telah selesai maka dilanjutkan dengan mangampu dari suhut. Mangampu adalah ucapan terima kasih kepada semua yang terlibat dan pada saat itulah diumumkan, bahwa mereka hasuhuton telah bersedia menerima hula-hula, boru dan dongan huta. Lalu acara diserahkan kepada petugas kepercayaan atau agama. Jenazah dibawa kepemakaman lalu petugas agama melakukan ibadah sebelum si jenazah di makamkan. Selanjutya peti jenazah ditutup rapat dan dikuburkan dan ditimbun berbentuk gundukan tanah

Gambar 3.2 : upacara di halaman

Jenazah yang telah dimasukkan kedalam peti mati diletakkan ditengah-tengah seluruh anak dan cucu dengan posisi peti bagian kaki mengarah ke pintu keluar rumah. Disebelah kanan peti jenazah adalah anak-anak lelaki dengan para istri dan anaknya masing-masing, disebelah kiri adalah anak-anak perempuan dengan para suami dan anaknya masing-masing, disinilah dimulai rangkaian upacara saur matua. Ketika seluruh pelayat dari masyarakat adat telah datang (idealnya sebelum jamuan makan siang). Jamuan makan merupakan kesempatan pihak penyelenggara upacara menyediakan hidangan kepada para pelayat berupa nasi dengan lauk berupa hewan kurban yang sebelumnya telah dipersiapkan oleh para parhobas (orang-orang yang ditugaskan memasak segala makanan selama pesta).

Setelah jamuan makan dilakukan ritual pembagian jambar (hak bagian atau hak perolehan dari milik bersama).

Jambar terdiri dari empat jenis berupa juhut (daging), hepeng (uang), tortor (tari) dan hata (berbicara) masing-masing pihak dari dalihan na tolu mendapatkan hak dari jambar sesuai ketentuan adat. Pembagian jambar hepeng tidak wajib karena pembagian jambar juhut di anggap menggantikan jambar hepeng namun bagi keluarga status sosial terpandang jambar hepeng biasanya ada.

Selepas ritus pembagian jambar juhut dilanjutkan ritual pelaksanaan jambar hata berupa kesempatan masing-masing pihak memberikan kata penghiburan kepada anak-anak orang yang meninggal saur matua (pihak hasuhuton). Urutan kata dimulai dari hula-hula dilanjutkan dengan dongan sahuta, kemudian boru/bere dan terakhir dongan sabutuha. Setiap pergantian kata penghiburan diselingi ritual jambar tortor yaitu ritus manortor (menarikan tarian tortor). Tortor adalah tarian tradisional khas batak. Tarian tortor biasanya diiringi musik dari gondang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

sabangunan. Gondang sabangunan adalah orkes musik tradisional batak terdiri dari seperangkat instrumen yakni : empat ogung, satu hesek, lima taganing, satu odap, satu gondang dan satu sarune.

Setelah jambar tortor dari semua pelayat selesai, selanjutnya adalah kata-kata ungkapan sebagai balasan pihak hasuhuton kepada masing-masing pihak yang memberikan jambar hata dan jambar tortor tadi. Selanjutnya salah seorang suhut mengucapkan jambar hata balasan (mangampu) sekaligus mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksanya upacara. Setiap peralihan mangampu dari satu pihak ke pihak lain diselingi ritus manortor.

Manortor dilakukan dengan sambil menghampiri dari tiap pihak yang telah mengakhiri upacara tersebut sebagai tanda penghormatan sekaligus meminta doa restu.

Setelah semua ritus tersebut selesai dilaksanakan, upacara adat diakhiri dengan menyerahkan ritual terakhir (acara penguburan berupa ibadah singkat).

Ibadah bisa dilakukan ditempat itu juga tau ketika jenazah sampai dilokasi penguburan. Hal ini menyesuaikan kondisi namun prinsipnya sama saja. Maka sebelum peti dimasukkan kedalam lobang tanah yang sudah digali sebelumnya, ibadah singkat dilaksanakan dengan berdoa kemudian jenazah yang sudah di dalam peti yang tertutup dikuburkan.

Sepulang dari pekuburan dilakukan ritual adat ungkap hombung yaitu pembagian harta yang ditinggalkan mendiang tersebut untuk diberikan kepada hula-hula. Idealnya tanpa diingatkan oleh pihak hula-hula, ungkap hombung dapat dibicarakan atau beberapa hari sesudahnya. Apapun yang akan diberikan untuk

ungkap hombung keluarga yang kematian orang tua yang tergolong saur matua hendaklah membawa rasa senang pada pihak hula-hula.

Ini adalah bagian dari ritual kematian adat batak khususnya Batak Toba.

Memang unik tetapi itu nyata dan saya melihat serta pernah mengikuti proses ini sendiri. Kematian yang seharusnya dengan air mata akan penuh dengan canda tawa dan riuhnya pesta pakai musik layaknya pesta pernikahan hannya jika mendiang meninggal dengan status saur matua tadi.

3.2.4 Lokasi Upacara Saur Matua

Pada hari yang sudah ditentukan upacara saur matua dilaksanakan pada siang hari, di ruangan terbuka yang cukup luas (idealnya dihalaman rumah duka). Di dalam adat Batak Toba jika seseorang yang saur matua meninggal maka harus diberangkatkan dari antara bidang (halaman) ke kuburan (partuatna). Maka dalam upacara maralaman akan dilaksanakan adat partuatna. Pada upacara ini posisi dari semua unsur dalihan na tolu berbeda dengan posisi mereka ketika mengikuti upacara di dalam rumah. Pihak suhut berbaris mulai dari kanan ke kiri (yang paling besar ke yang bungsu) dan di belakang mereka berdiri parumaen (menantu perempuan dari yang meninggal) posisi dari suhut berdiri tepat di hadapan rumah duka. Anak perempuan dari yang meninggal beserta dengan pihak boru lainnya berdiri membelakangi rumah duka kemudian hula-hula berdiri disamping kanan rumah duka, semuanya mengenakan ulos yang disandang di atas bahu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA