• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISA STRUKTUR MUSIK TIUP DALAM UPACARA ADAT

5.3 Pemilihan Sampel Lagu

Dalam kaian analisis transkripsi ini, peneliti memilih tiga buah sampel lagu untuk dianalisis berdasarkan metode weighted scale (bobot tangga nada) dari Willian P.

Malm. Namun dari seluruh unsur yang dikemukakan oleh Malm, peneliti hanya mengambil beberapa unsur pokok saja, yaitu: 1) Tangga nada, 2) Modus, 3) Wilayah nada, 4) Interval, 5) Pola kadensa, 6) Formula melodi (bentuk), 7) Identifikasi tema (thematic material) dan 8) Kontur melodi.

Untuk itu peneliti akan mengambil tiga contoh lagu yang akan peneliti gunakan dalam hal mentranskripsikan dan menganalisis struktur musik tiup yang digunakan.

Tiga lagu tersebut merupakan repertoar yang sering dimainkan oleh para pemusik dalam mengiringi upacara adat kematian. Ketiga lagu tersebut berjudul Marnini Marnono, Horbo Paung dan Hasahatan.

5.4 Model Notasi

Dalam pemilihan model notasi, para pemusik tiup lebih cenderung menggunakan sistem angka Nashville. Sistem Angka Nashville adalah sebuah metode menulis atau membuat sketsa dari ide musik dengan menggunakan nomor dan untuk mewakili posisi akor dalam huruf menjadi angka. Contohnya dalam nada dasar C Mayor, akord dm7 dapat ditulis dengan 2m7 atau ii7. Dalam Nashville Number System setiap nada di sebuah tangga nada mayor diberi penomoran dari 1 hingga 7, seperti nada dasar dalam akor C Mayor berikut: C:1, D:2, E:3, F:4, G:5, A:

6, B:7.

Begitu juga progresi akor misalnya ditulis C…│F…│G…│C…│dalam notasi angka Nashville akan menjadi 1…│4…│5…│1…│.

Metode notasi ini memungkinkan seorang musisi yang telah mengerti teori musik untuk memainkan lagu yang sama dengan nada dasar yang berbeda dengan mudah. Seorang pemain musik harus berpikir tentang sebuah lagu melalui angka-angka.

Gambar 5.1: Tangga nada C Mayor C-D-E-F-G-A-B-C16

16 NNS: Nashville Number System dan SR: System Romawi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

I = tonic iii = mediant V = dominant VII= subtonic ii = supertonic IV = subdominant vi = submediant

Selain menggunakan angka 1-2m-3m-4-5-6m-7 untuk melambangkan setiap tangga nada dalam Nashville Number System, dalam teori musik Barat juga digunakan angka-angka Romawi (Roman numeral), yaitu I-ii-iii-IV-V-vi-VII dimana angka kecil untuk melambangkan akor minor. Sistem ini disebut dengan upper-case Roman untuk Mayor (misalnya I = mayor) dan lower-case Roman untuk minor (misalnya ii = mayor dan minor). Dalam angka Nashville number system sebuah lagu dapat dituliskan seperti contoh sederhana berikut:

1 6- 5 4 dalam angka romawi I vi V IV 1 5/7 6- 5 I V/VII vi V Setiap angka menunjukkan satu birama, contoh di atas terdiri dari delapan birama dan tanda kurang menunjukkan akor minor. Sedangkan garis miring menunjukkan akor dimainkan pada root yang berbeda. Jika dituliskan kedalam tangga nada C Mayor maka akor di atas adalah sebagai berikut:

C Am G F

C G/B Am G

Begitu juga jika contoh akor di atas di ubah dan dimainkan dalam tangga nada D Mayor, maka hasilnya sebagai berikut:

D Bm A G

D A/C# Bm A

Bila kita menuliskan perubahan akor dari tangga nada C Mayor ke tangga nada D Mayor kedalam huruf maka kita harus menulis ulang huruf tersebut,

sedangkan dalam notasi Nashville Number System hal tersebut tidak perlu dilakukan. Pola harmoni dalam angka tetap tampak sama walau dalam nada dasar yang berbeda. Karena itu Nashville Number System akan lebih mudah dimengerti bagi pemain musik yang telah menguasai tangga nada secara teoritis. Hal ini akan mempermudah bagi pemain musik untuk mengetahui lagu dalam berbagai nada dasar yang berbeda.

5.5 Penggunaan Lagu Dalam Musik Tiup

Dalam upacara adat yang dilaksanakan masyarakat Batak Toba. Musik yang digunakan dalam konteks musik barat terbagi atas dua bagian, pertama disebut dengan musik lengkap atau disebut juga dengan musik na balga untuk menyebut ensembel musik tiup dan kedua disebut musik na gelleng untuk menyebut keyboard sulim. Kepentingan dari keduanya tidaklah berbeda memiliki esensi yang sama sebagai pengiring acara adat. Musik tiup yang digunakan fungsinya bukan untuk mengiringi pesta dalam skala besar atau upacara-upacara besar, atau musik keyboard sulim dipakai untuk pesta berskala kecil atau untuk acara-acara adat kecil, lebih kepada fungsi dan kegunaan alat musik itu.

Namun dalam permainannya kedua kelompok musik ini, mereka mengetahui lagu-lagu yang dibawakan berkisar pada dua hal. Pertama, untuk mengiringi lagu rohani yang berhubungan dengan pesta adat merupakan lagu yang diiringi berdasarkan buku ende gereja Batak atau lagu rohani lainnya. Kedua, untuk mengiringi lagu dalam upacara adat merupakan lagu yang berhubungan dengan iringan tarian Batak yang dinyanyikan dengan tempo cepat dengan irama yang variatif seperti, cha cha, rumba dan pop. Atau untuk lagu-lagu permintaan pelaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pesta yang tidak digunakan untuk mengiringi tortor (tarian). Bisa saja irama yang digunakan adalah pop dan ballada.

Perbedaan itu, diketahui oleh semua kelompok musik yang mengiringi upacara adat Batak Toba, dan pemilik pesta juga mengetahui dengan mudah dimana letak perbedaan itu. Karena ada kalanya pola permainan dari sebuah kelompok musik, diminta untuk diganti dengan bentuk irama lain yang sesuai dengan permintaan mereka. Bagi kelompok musik tiup pengiring pesta adat, adalah lumrah dalam perubahan-perubahan ini. Karena selera orang yang terlibat dalam sebuah pesta terhadap permainan musik adalah berbeda-beda. Sehingga esensi dari kehadiran musik tiup dalam sebuah pesta adalah hanya sebagai pengiring, mereka disuruh untuk bermain dan siap untuk “tunduk” kepada kemauan pihak pengundang.

Pandangan bahwa musik tiup adalah bagian dari adat, adalah sebuah kekeliruan.

5.5.1. Cara Dalam Penentuan Lagu

Lagu-lagu yang dibawakan musik tiup dalam sebuah upacara adat disesuaikan dengan konteks rangkaian dalam acara yang diiringi oleh kelompok musik tiup. Dalam acara adat perkawinan, musik tiup akan membawakan lagu pujian rohani bertempo cepat ketika acara sibuha-buhai dilakukan dalam menyambut pihak pengantin laki-laki masuk dan keluar ke dan dari rumah pihak perempuan oleh sebagian alat musik dari ensembel musik tiup ini.

Sedang dalam pesta adat, lagu-lagunya sudah ditentukan oleh para pemain musik yang sudah sering didengar oleh khalayak ramai. Sehingga peminta gondang terkadang akan mengkonversi dengan judul lagu untuk satu repertoar. Misalnya, repertoar gondang mangaliat, mereka meminta lagu dengan judul tangan ma

botohon (lagu Simalungun) atau lagu populer lainnya. Kecuali untuk acara di luar konteks adat untuk acara gereja misalnya, maka lagu yang dibawakan akan mengikut kepada lagu yang disusun oleh pihak gereja. Selain itu lagu-lagu yang dibawakan musik tiup dalam acara seremonial atau keagamaan, akan bergantung kepada lagu yang disusun menurut kepentingannya. Dalam ibadah raya Paskah atau perayaan Natal, maka tema-tema lagu disesuaikan dengan konteks acara tersebut.

Dalam penelitian di lapangan peneliti menemukan lagu-lagu yang dibawakan tidak bergantung kepada aturan yang dibuat dalam sebuah acara kegerejaan atau acara adat. Pada acara ibadah di gereja misalnya, pemusik menerima judul lagu hanya beberapa menit sebelum acara dimulai, dan kebiasaan itu tidak menjadi rintangan bagi pemusik, karena mereka sudah mengetahui bahkan “menghafal”

melodi dan key signature dari judul yang disebutkan. Untuk pemain junior yang belum memahami perilaku menghafal dari pemusik senior, mereka membekali dirinya dengan buku ende atau buku logu dalam setiap permainannya.

5.5.2. Penggunaan Nada Dasar (Key Signature)

Dalam musik populer yang yang dikenal dalam harmoni Barat, dikenal 12 nada yang dapat dijadikan nada dasar (key signature) seperti lagu-lagu populer yang dimainkan oleh musik tiup. Tangga nada yang dipakai dalam kelompok ini seluruhnya dalam lingkaran tangga nada Barat. Tetapi dalam praktek permainan kelompok musik tiup di upacara adat, tidak semua nada-nada serialisme itu dipergunakan dalam mengiringi lagu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar 5.2 : tangga nada diatonis

Ada beberapa alasan dikemukakan dalam menentukan lagu-lagu yang dibawakan: 1) Lagu-lagu yang dimainkan dalam mengiringi tortor biasanya, dimainkan dalam bentuk instrumen bukan untuk mengiringi nyanyian seseorang yang memakai nada dasar tertentu sesuai wilayah suara (range) penyanyinya. 2).

Kebiasaan dalam teknik bermain para musisi yang membudaya, bermain dalam beberapa nada dasar pilihan yang disepakati misalnya, mereka lebih enjoy ketika bermain dalam E atau dalam F key. 3). Karena dalam musik tiup disertakan instrumen sulim, mereka lebih cenderung ikut dalam tonalitas yang dipergunakan instrumen sulim yaitu in E atau F key. Mereka jarang memainkan nada dasar dari C#

- D# - F# - G# atau A# maupun nada-nada enharmonisnya.

Walaupun pemusik bebas dalam menentukan nada dasar, mereka tidak menggunakannya dalam mengiringi lagu. Mereka jarang bahkan tidak pernah menggunakan nada-nada dasar aksidental dalam menaikkan dan menurunkan key signature sesuka hati untuk mengiringi tarian tortor. Meskipun dalam beberapa lagu dalam iringan nyanyian, mereka selalu berpedoman kepada kemampuan penyanyi yang membawakan lagu. Dalam prakteknya, mereka jarang memakai nada-nada ini dalam iringan gocci-gocci, walaupun dalam mengiring nyanyian ibadah di gereja mereka terkadang memainkan nada dasar itu. Iringan lagu dalam tortor mereka bawakan dengan bentuk permainan penghafalan sebuah lagu dengan mengikut kepada perjalanan progressi akord dari masing-masing alat musik. Karena lagu-lagu

yang mereka mainkan tidak pernah dituliskan dalam transkrip notasi balok, pola permainan mereka berdasar pada sistem akord.

Cara yang dipakai untuk menentukan nada dasar dengan menghindarkan nada aksidental adalah jalan keluar untuk mempermudah pemain musik untuk memainkan lagu-lagu. Karenanya, nada dasar dari tangga nada diatonis kromatis sengaja dihindarkan. Seperti disebutkan sebelumnya, pemain musik tiup terdiri dari musisi yang memiliki latar belakang musikal yang berbeda yang kurang memahami perjalanan melodi atau progresi akord jika dimainkan dari nada dasar kromatis.

Instrumen musik tiup yang terdiri dari beberapa alat yang dimainkan dalam bentuk combo band adalah instrumen yang harus dimainkan dengan teknik bermain berbeda dalam setiap tingkat nada dasar. Jika sebuah judul lagu harus dimainkan dari nada dasar in F, maka semua perangkat musik serta merta memulai progresi akord dari F scale, apakah itu alat musik akustik seperti trumpet, saxophone, trombone dan sulim atau elektronik seperti gitar elektronik strings dan bas. Kecuali untuk instrumen keyboard seperti klaviatur lainnya yang memiliki main program transpose, kemampuan untuk memindahkan nada dasar dari sebuah iringan.

5.5.3. Aspek Estetika Musik

Dalam beberapa kelompok musik yang diteliti penulis, beberapa kelompok musik tiup berusaha untuk meningkatkan kwalitas permainan musiknya sebagai art by metamorphosis, yaitu salah satu cara yang digunakan untuk menambah aspek estetika dalam konteks kepentingan seni pertunjukan. Komodifikasi dilakukan sebagai upaya menarik perhatian orang dalam memandang musik tiup sebagai perangkat budaya yang dapat digunakan dalam upacara-upacara adat Batak Toba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Aspek estetika ini dirasakan perlu bagi kelompok musik tiup yang memberi perhatian pada kwalitas musik ditengah persaingan yang begitu kuat diantara sesama kelompok musik tiup. Situasi ini dapat penulis lihat dalam penggunaan musik tiup di daerah yang tingkat heterogenitasnya tinggi.

Teknologi elektro pada instrumen musik untuk memudahkan musisi keyboard dalam bermain seperti penggunaan transpose, yang diciptakan untuk mempermudah seseorang dalam bermusik. Walaupun sebenarnya penggunaan transpose menurut penulis memiliki kelemahan secara mentally bagi pemusik itu sendiri, karena ia tidak memiliki keberanian menggunakan instrumen yang belum ia kenali fasilitas yang terdapat di instrumen tersebut sebelumnya.

Pemain diajarkan untuk tidak memakai seluruh intuisi musiknya dalam teknik bermain, dan ini mengakibatkan para pemain musik keyboard dalam kelompok musik tiup, memiliki dasar penguasaan musik dari berbagai tangga nada dasar bukan pengetahuan musik sebenarnya. Jika permainan musik yang mengandalkan transpose saja pada teknik bermain musiknya, akan menemui kesulitan ketika dalam permainan musiknya mengalami modulasi. Karena pada dasarnya transpose dipakai hanya saat permainan musik dimulai, dalam arti pada awal sebuah lagu yang sudah ditentukan nada dasarnya pada Es clef misalnya, pemain keyboard hanya bermain pada papan tuts C clef tetapi dengan fasilitas transpose, bunyi yang dihasilkan tetap Es clef.

Estetika sebagai bagian utuh dari sebuah pertunjukan musik merupakan nilai yang dipertontonkan kepada penonton. Kelompok musik tiup dalam permainannya sebagai sebuah seni pertunjukan memaknai pertunjukan dilakukan dengan total, sekalipun di beberapa kelompok hal itu terabaikan dengan tidak memahami

kaidah-kaidah estetika musik yang hanya semata membentuk kelompok musik tiup dari sisi usaha dengan pertimbangan bisnis sebagai mata pencaharian.

5.6 Analisis Musikal Musik Tiup

5.6.1. Transkripsi Repertoar Musik Tiup

Bunyi yang dihasilkan oleh kelompok musik tiup adalah sebagai bunyi yang begitu kompleks, sehingga dalam proses pentranskripsian dilakukan dengan memilah produksi bunyi alat musik dengan mendengar hasil perekaman dan melihat secara langsung pola permainan masing-masing alat musik. Irama-irama yang dihasilkan persis sama dengan kaidah musik yang ada dalam tangga nada musik barat yaitu diatonis.

Pekerjaan untuk memilah-milah bunyi alat musik, akan tampak dalam bentuk sistem notasi yang ditawarkan dalam ilmu musik Barat. Dalam pekerjaan ini, penulis menyamakan secara absolut permainan beberapa alat musik dalam satu tangga nada untuk mencari hubungan antara perjalanan melodi lagu (kontur) sebagai top voice yang dimainkan alat musik melodis dengan struktur ritmis yang dihasilkan alat-alat musik perkusi.

Untuk menganalisis produksi bunyi dalam musik tiup ini, notasi yang dipergunakan adalah notasi preskripitif. Meskipun dalam proses pentranskripsian penulis melakukan kesalahan akibat proses perekaman yang dilakukan di lapangan dengan hanya mengandalkan alat perekam video yang memiliki keterbatasan perangkat audio record dari alat itu snediri. Karena bunyi yang direkam untuk sampel lagu yang akan dianalisis, dibunyikan serempak untuk masing-masing alat musik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Penulis membagi alat musik tiup dalam satu ensembel dengan lima kelompok masing-masing: a) kelompok satu terdiri dari satu sulim dan saxophone untuk penulisan pada satu melodi. b) kelompok dua terdiri dari satu gitar bas dengan penulisan pada satu melodi. c) Kelompok tiga terdiri dari satu unit keyboard dan gitar strings. d) kelompok empat terdiri dari satu perangkat taganing penulisan pola ritme dan e) kelompok lima terdiri dari satu unit trumpet

Sehingga penulis mendeskripsikan notasi yang dimainkan dengan membuat tiga garis notasi untuk bunyi yang dihasilkan alat musik melodis, dan dua garis notasi ritmik untuk pendeskripsian pola pukulan konstan dan variatif dari drum set, masing-masing:

1. Garis Paranada I untuk memuat notasi sulim dan saxaphone 2. Garis Paranada II untuk memuat notasi trumpet

3. Garis Notasi Ritmik III dan IV untuk gambaran notasi ritmik dari bunyi taganing.

4. Garis Paranada V untuk memuat notasi gitar bas

5. Garis Paranada VI dan VII untuk memuat notasi keyboard dan gitar.

Transkripsi yang dilakukan penulis untuk lagu yang akan di analisis terdiri dari tiga bentuk repertoar yang dimainkan dalam satu siklus pola permainan musik tiup dalam penampilannya. Artinya, siklus itu tampak ketika rangkaian tiga repertoar dimainkan untuk satu kelompok.

5.6.1.1 Repertoar Pertama

Pada repertoar pertama yang peneliti pakai sebagai bahan untuk ditranskripsi berjudul Marnini Marnono. Lagu ini merupakan lagu instrumental Batak yang bertempo cepat sekitar 140 bpm dan yang sering dimainkan para pemusik dalam mengiringi tortor pada acara adat kematian.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.6.1.2 Repertoar Kedua

Pada repertoar kedua, peneliti mengambil lagu Horbo Paung yang dimainkan para pemusik tiup sebagai lagu untuk ditranskripsi. Lagu ini merupakan lagu instrumental Batak yang bertempo sedang atau sekitar 120 bpm.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5.6.1.3 Repertoar Ketiga

Repertoar ketiga yang peneliti gunakan sebagai lagu untuk ditranskripsi adalah lagu yang berjudul Hasatan. Lagu ini merupakan lagu penutup setiap selesai mangulosi di setiap acara adat Batak baik upacara kematian ataupun upacara kematian.

5.6.2 Analisis Repertoar Lagu 5.6.2.1. Analisis Tangga Nada

Sebagaimana dikemukakan oleh Nettl bahwa cara-cara untuk mendeskripsikan tangga nada adalah dengan menuliskan semua nada yang dipakai dalam membangun sebuah komposisi musik tanpa melihat fungsi masing-masingnada tersebut dalam lagu.

Selanjutnya, tangga nada tersebut digolongkan menurut beberapa klasifikasi, menurut jumlah nada yang dipakai. Tangga nada ditonik (dua nada), tritonic (tiga nada), tetratonik (empat), pentatonik (lima nada), heksatonic (enam nada), heptatonic (tujuh nada). Dua nada dengan jarak satu oktaf biasanya dianggap satu nada saja. Menurut Malm, mendeskripsikan tangga nada adalah menyusun semua nada yang dipakai dalam melodi suatu lagu.

Tangga nada yang dipergunkan oleh repertoar musik tiup adalah tangga nada diatonik, yang terdiri dari : tonika (I), super tonika (II), median (III), sub dominan (IV), dominan (V), sub median (VI) dan lidington (VII). Dengan memilki jarak interval masing-masing adalah : (1) – (1) - (1/2) – (1) – (1) – (1) – (1/2).

5.6.2.2 Wilayah Nada

Wilayah nada yang terdapat pada musik tiup secara umum terdiri dari :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Alat-alat musik tiup yang menghasilkan wilayah nada pada repertoar dari semua jangkauan nada terendah hingga teratas, instrumen menurut sampel permainan

lagu seperti di bawah ini:

a) Sulim

range instrumen range dalam lagu

b) saxophone

range instrumen range dalam lagu

c) trumpet

range instrumen range dalam lagu

d) Gitar Strings, Gitar Bas dan Keyboard memiliki wilayah nada sesuai karakteristik alat musiknya sendiri.

5.6.2.3 Nada Dasar (Pitch Centre)

Dalam menentukan nada dasar pada setiap lagu yang akan ditranskripsikan, penulis berpedoman kepada hasil rekaman yang dimainkan di lapangan. Atas dasar itu, kemudian penulis mengubahnya ke dalam bentuk partitur.

(1) Repertoar Pertama pada lagu Marnini Marnono dipakai nada dasar F:

(2) Repertoar Kedua pada lagu Horbo Paung dipakai nada dasar F

(3) Repertoar Ketiga pada lagu Hasahatan dipakai nada dasar F

5.6.2.4 Jumlah Nada

Dalam hal frekuensi pemakaian nada pada ketiga repertoar tersebut, penulis memilih sulim sebagai yang mewakili frekuensi nada karena sulim lebih dominan dalam membawakan melodi. Frekuensi pemakaian nada pada lagu ini dapat dilihat pada garis nada di bawah ini:

1) Lagu Marnini Marnono

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2) Lagu Horbo Paung

3) Lagu Hasahatan

5.6.2.5 Interval

Interval ialah jarak antara satu nada ke nada berikutnya, naik maupun turun berdasarkan jumlah laras yang mengantarai kedua nada tersebut. Berdasarkan hukum musik, nama-nama interval telah ditentukan menurut jumlah nada yang dipakai, sedangkan jenisnya ditentukan berdasarkan jarak kedua nada tersebut dalam laras, seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.1 Nama-nama Interval.

Simbol interval

Jumlah nada

Jumlah Laras

Nama dan jenis interval

Contoh nada

1P 1 0 Prime perfect C-C

2M 2 1 Sekunda mayor C-D

3M 3 2 Terts mayor C-E

4P 4 2,5 Kwart perfect C-F

5P 5 3,5 Kwint perfect C-G

6M 6 4,5 Sekta mayor C-A

7M 7 5,5 Septime mayor C-B

8P 8 6,5 Oktaf perfect C-C’

9M 9 7.5 None mayor C-D’

10M 10 8,5 Decime mayor C-E’

 Catatan, interval besar (mayor, M) dikurang setengah laras menjadi interval kecil

(minor, m); interval murni (perfect, P) dan kecil (minor, m) dikurang setengah laras menjadi interval kurang (diminish, dim); Sebaliknya, interval besar (mayor, M) dan murni (perfect, P) ditambahsetengah laras menjadi interval lebih (augumentasi, Ag), sedangkan interval murni (perfect) tidak bisa menjadi interval besar ataupun kecil.

Table 5.2

dim+ ½ laras = m m + ½ laras = M M + ½ laras = Ag m – ½ laras = dim M – ½ laras = m Ag – ½ laras = M

P – ½ laras = dim P + ½ laras = Ag

Dengan demikian, berdasarkan hukum interval diatas maka interval untuk komposisi melodi sulim di atas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

1) Interval pada lagu Marnini Marnono

Tabel 5.3 Jumlah Interval pada Lagu Marnini Marnono

Interval Naik Turun Jumlah

1dim

1P 32 32

2M 21 26 47

2m 13 13 26

3M

3m 18 17 35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4P 5P 5dim 6M

Jumlah 84 56 140

2) Interval pada lagu Horbo Paung

Table 5.4 Jumlah Interval pada Lagu Horbo Paung

Interval Naik Turun Jumlah

1dim

1P 120 120

2M 44 44 88

2m 31 14 45

3M 3 3 6

3m 4 4

4P 4 3 7

5P 2 4 6

5dim 2 2

6M

Jumlah 204 55 278

3) Interval pada lagu Hasahatan

Tabel 5.5 Jumlah interval pada lagu Hasahatan

Interval Naik Turun Jumlah 1dim

1P 7 7

2M 9 9 18

2m 8 10 18

3M 1 1

3m 3 3

4P 5P 5dim 6M

Jumlah 28 19 37

5.6.2.6 Formula melodi

Melodi berasal dari bahasa Yunani yaitu meloidia yang artinya bernyanyi atau berteriak. Namun berdasarkan kamus online Virginia Tech Multimedia Music

Dictionary, melodi adalah:

A rhythmically organized sequence of single tones so related to one another as to make up a particular phrase or idea. [sebuah nada yang disusun secara berurutan sehingga setiap nada berkaitan dan membentuk sebuah frasa atau ide tertentu]

Dalam mendeskripsikan fomula melodik, ada tiga hal penting yang akan dibahas yaitu bentuk, frasa, dan motif. Bentuk adalah suatu aspek yang menguraikan tentang organisasi musikal. Unit terkecil dari suatu melodi disebut dengan motif, yaitu tiga nada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

atau lebih yang menjadi ide sebagai pembentukan melodi. Gabungan dari motif adalah semi frasa, dan gabungan dari semi frasa disebut dengan frasa (kalimat).

Terdapat beberapa istilah yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi garapan formula melodi sebuah komposisi musik. Menurut William P Malm dalam bukunya Musical Cultures of The Pasific The Near East and Asia (1977:8), yaitu:

a) Repetitif dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang relatif pendek dan selalu diulang-ulang.

b) Iteratif yaitu nyanyian dengan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.

c) Apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi, bentuk ini disebut reverting.

d) Jika salah satu dari bentuk tersebut diulang dengan formalitas yang sama tetapi dengan teks nyanyian yang cenderung baru, disebut strofic.

e) Kalau bentuknya selalu berubah dengan menggunakan materi teks yang selalu baru, ini disebut progressive.

Nettl dalam bukunya Theory and Method in Ethnomusicology, mengatakan bahwa untuk mendeskripsikan bentuk suatu komposisi, ada beberapa patokan yang dipakai

Nettl dalam bukunya Theory and Method in Ethnomusicology, mengatakan bahwa untuk mendeskripsikan bentuk suatu komposisi, ada beberapa patokan yang dipakai