• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISA STRUKTUR MUSIK TIUP DALAM UPACARA ADAT

5.6 Analisis Musikal Musik Tiup

5.6.2 Analisis Repertoar Lagu

5.6.2.6 Formula Melodi

Melodi berasal dari bahasa Yunani yaitu meloidia yang artinya bernyanyi atau berteriak. Namun berdasarkan kamus online Virginia Tech Multimedia Music

Dictionary, melodi adalah:

A rhythmically organized sequence of single tones so related to one another as to make up a particular phrase or idea. [sebuah nada yang disusun secara berurutan sehingga setiap nada berkaitan dan membentuk sebuah frasa atau ide tertentu]

Dalam mendeskripsikan fomula melodik, ada tiga hal penting yang akan dibahas yaitu bentuk, frasa, dan motif. Bentuk adalah suatu aspek yang menguraikan tentang organisasi musikal. Unit terkecil dari suatu melodi disebut dengan motif, yaitu tiga nada

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

atau lebih yang menjadi ide sebagai pembentukan melodi. Gabungan dari motif adalah semi frasa, dan gabungan dari semi frasa disebut dengan frasa (kalimat).

Terdapat beberapa istilah yang lazim digunakan untuk mengidentifikasi garapan formula melodi sebuah komposisi musik. Menurut William P Malm dalam bukunya Musical Cultures of The Pasific The Near East and Asia (1977:8), yaitu:

a) Repetitif dapat digunakan untuk menggambarkan bentuk nyanyian yang memakai formula melodi yang relatif pendek dan selalu diulang-ulang.

b) Iteratif yaitu nyanyian dengan formula melodi yang kecil dengan kecenderungan pengulangan-pengulangan dalam keseluruhan nyanyian.

c) Apabila dalam nyanyian terjadi pengulangan pada frase pertama setelah terjadi penyimpangan-penyimpangan melodi, bentuk ini disebut reverting.

d) Jika salah satu dari bentuk tersebut diulang dengan formalitas yang sama tetapi dengan teks nyanyian yang cenderung baru, disebut strofic.

e) Kalau bentuknya selalu berubah dengan menggunakan materi teks yang selalu baru, ini disebut progressive.

Nettl dalam bukunya Theory and Method in Ethnomusicology, mengatakan bahwa untuk mendeskripsikan bentuk suatu komposisi, ada beberapa patokan yang dipakai untuk membagina ke dalam berbagai bagian, yaitu:

1) Pengulangan bagian komposisi yang diulangi bisa dianggap sebagai satu unit.

2) Frasa-frasa istirahat bisa menunjukkan batas akhir suatu unit.

3) Pengulangan dengan perubahan (misal, transposisi lagu atau pengulangan pola ritmis dengan nada-nada yang lain).

4) Satuan teks dalam musik vokal, seperti kata atau baris.

Dalam hal ini penulis membagi bentuk dalam lagu-lagu yang dianalisa dengan patokan poin kedua diatas, yaitu membagi dengan berdasarkan frasa-frasa istirahat.

a) Analisis Bentuk, Frasa, dan Motif

Pembahagian frasa-frasa dalam musik tiup dapat dilihat dalam analisis berikut.

Frasa Repertoar Pertama pada lagu marnini Marnono A

B

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

C

D

E

rasa Repertoar Kedua pada Lagu Horbo Paung A

B

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

C

D

E

F

Frasa Repertoar Ketiga pada Lagu Hasahatan

A

B

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Bagian frasa dalam dari masing-masing repertoar dan lagu yang ditampilkan adalah sebagai berikut:

a. Repertoar Pertama pada lagu Marnini Marnono (dalam satu siklus) Tabel 5.6. Jumlah Frasa dan Birama pada Lagu Marnini Marnono

Birama Frasa

1-2 A

3-4 B

5-6 C

7-8 D

9-12 E

13-16 F

17-20 G

21 H

b. Repertoar Kedua pada Lagu Horbo Paung

Tabel 5.7. Jumlah Frasa dan Birama pada Lagu Horbo Paung

Birama Frasa

1-2 A

3-4 B

5-6 C

7-9 D

10-11 E

12-13 F

14-15 G

16-17 H

18-20 I

21-24 J

d. Repertoar Ketiga pada lagu Hasahatan

Tabel 5.8 Jumlah Frasa dan Birama pada Lagu Hasahatan

Birama Frasa

1-5 A

6-7 B

5.5.2.7 Kadens

Sebagaimana kalimat bahasa yang diberi tanda baca berupa koma dan titik, maka demikian juga halnya dengan musik, juga diberi tanda baca melalui kadens-kadens yang terdapat di dalamnya. Sebuah kadens-kadens adalah satu kerangka atau formula yang terdiri dari elemen-elemen harmonis, ritmis, dan melodis yang menghasilkan efek kelengkapan yang bersifat sementara (kadens tak sempurna, kadens gantung) dan yang permanen (kadens lengkap, sempurna).

Kadens yang berakhir pada nada tonal disebut kadens sempurna (lengkap), sedangkan yang berakhir pada nada lain (seperti nada dominan atau sub-dominan) disebut kadens gantung (tak sempurna). Analoginya dengan kalimat, kadens sempurna itu merupakan titik; kadens gantung merupakan tanda tanya atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

titikkoma. Sebuah frase yang berakhir pada kadens gantung (tak sempurna) disebut frase anteseden dan biasanya kadens seperti ini akan segera pula diikuti oleh sebuah frase konsequen yang berakhir dengan sebuah kadens sempurna (lengkap).

a) Pola Kadens lagu Marnini Marnono Pada birama ke-5 dan ke-6

Pada birama ke-10 dan ke-12

Pada birama ke-17 dan ke-18

Pada birama ke 19, 20 dan 21

b) Pola Kadens lagu Horbo Paung Pada birama ke-2 dan ke-4

Pada birama ke-5 dan ke-6

Pada birama ke-24 dan ke-25

c) Pola Kadens lagu Hasahatan Pada birama ke-6

Pada birama ke-9

5.5.2.8 Kantur

Kontur adalah garis melodi yang terdapat pada sebuah komposisi music yang dapat diidentifikasi berdasarkan pergerakan melodinya dan diperlihatkan melalui grafik garis. Pada komposisi musik yang relatif panjang, identifikasi kantur didasarkan pada bentuk melodi musiknya.

1) Bila gerak melodinya naik dari nada rendah ke nada yang lebih tinggi disebut ascending;

2) Bila gerak melodinya menurun dari nada yang tinggi ke nada yang lebih rendah disebut descending;

3) Bila gerak melodinya melengkung bergelombang/melengkung dari nada yang rendah ke nada yang tinggi kembali ke nada yang rendah, atau sebaliknya disebut pendulous;

4) Bila gerak melodinya berjenjang seperti anak tangga dari nada yang rendah ke nada yang lebih kemudian sejajar disebut terraced;

5) dan apabila gerakan-gerakan intervalnya sangat terbatas atau bersifat tetap disebut static.

a) Kantur pada lagu Marnini Marnono

Kontur di atas menunjukkan melodi pada lagu Marnini Marnono ini bersifat Pendulous, dimana melodi awalnya berada pada nada yang lebih tinggi, kemudian bergerak ke nada yang lebih rendah dan selanjutnya kembali ke nada yang lebih tinggi seperti yang terdapa pada birama pertama dan kedua.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

.

Jenis kontur pada gambar notasi di atas menunjukkan adanya sifat statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap. Notasi tersebut terdapat pada birama yang ke-14.

Jenis kontur pada gambar notasi di atas menunjukkan adanya sifat teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga. Terdapat pada birama ke-17.

b) Kantur pada lagu Horbo Paung

Jenis kontur pada gambar notasi di atas pada lagu Horbo Paung menunjukkan adanya sifat statis, yaitu garis melodi yang sifatnya tetap. Notasi tersebut terdapat pada birama yang pertama.

Kontur di atas menunjukkan melodi pada lagu ini bersifat Pendulous, dimana melodi awalnya berada pada nada yang lebih tinggi, kemudian bergerak ke nada yang lebih rendah dan selanjutnya kembali ke nada yang lebih tinggi seperti yang terdapat pada birama kelima.

c) Kantur pada lagu Hasahatan

Pada gambar kontur di atas menunjukkan melodi pada lagu Hasahatan ini bersifat Pendulous. Melodi awalnya berada pada nada yang lebih tinggi, kemudian bergerak ke nada yang lebih rendah dan selanjutnya kembali ke nada yang lebih tinggi seperti yang terdapat pada birama pertama.

Pada gambar notasi di atas menunjukkan adanya sifat teracced, yaitu garis melodi yang sifatnya berjenjang seperti anak tangga. Terdapat pada birama ke-7.

5.7 Pola Meter Musik Tiup

Untuk mencari meter dalam repertoar yang dimainkan musik tiup ini dapat dibagai menjadi dua bagian besar, yang berguna untuk mengambil birama dari aksentuasi pukulan yang di dengar. Meter itu dapat di dengar dengan jelas karena beat dari drum set menunjukkan meter berapa yang dipergunakan. Sungguhpun demikian, meter dapat dilihat dari lagu-lagu yang dimainkan. Lagu yang menjadi sampel penelitian penulis sepenuhnya menggunakan meter 4.

5.8 Tempo Musik Tiup

Tempo yang didapat dari ketiga repertoar gondang pada musik tiup ini terkesan cepat. Pengukuran tempo dilakukan dengan metronome digital untuk mencari kecepatan lagu. Dari ketiga lagu tersebut dapat diketahui mempunyai tempo sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lagu Marnini Marnono: 140 MM Lagu Horbo Paung: 120 MM Lagu Hasahatan: 160 MM

5.9 Durasi

Durasi merupakan nilai dari sebuah not, berapat lama not tersebut berbunyi.

Durasi bunyi atau panjang pendeknya sebuah not tidak diukur dengan waktu tetapi dengan ketukan. Sebuah ketukan yang utuh terdiri dari dua unsur utama yaitu naik dan turun. Jadi satu ketukan tersebut adalah satu gerakan naik dan turun. Jika hanya satu gerakan naik saja berarti bernilai setengah ketuk, begitu juga sebaliknya dan seterusnya pecahan nilai not secara bilangan genap (1, ½, ¼, 1/8, 1/16, /1/32, 1/64 dan seterusnya).

Pada repertoar pertama Marnini Marnono yang ada pada tulisan ini menggunakan not yang durasinya satu ketuk ( ), kemudian setengah ketuk ( ) dan juga seperempat ketuk ( ).

Pada repertoar Horbo Paung menggunakan not yang durasinya empat ketuk ( ), satu ketuk ( ), setengah ketuk ( ) dan seperempat ketuk ( ).

Pada repertoar Hasahatan menggunakan not yang durasinya dua ketuk ( ) satu ketuk, setengah ketuk dan seperempat ketuk.

5.10 Ritme

Ritme merupakan sebuah yang pengulangan secara terus menerus dan teratur yang terbentuk dari suara dan diam yang digabungkan. Ritme dapat diperoleh dengan beberapa cara yakni:

 repetisi: melalui pengulangan bentuk.

 Variasi: melalui penyelangan dan pergantian.

 Progresi atau gradasi: suatu urutan atau tingkatan seperti dari besar makin lama makin mengecil.

 Kontiniu: melalui gerak garis kesinambungan.

Pola ritme yang digunakan pada repertoar pertama, kedua dan ketiga dalam tulisan ini menggunakan ritme yang sama dan berulang-ulang. Dalam hal ini penulis mengambil melodi dari sulim sebagai contohnya karena sulim merupakan pembawa melodi utama pada ketiga repertoar tersebut.

Berikut contoh pola ritme yang digunakan pada repertoar Marnini Marnono

Contoh pola ritme pada lagu Horbo Paung

Contoh pola ritme Hasahatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Setelah diuraikan dan dikaji secara meluas dan mendalam dari Bab I sampai V, maka pada Bab VI, disimpulkan hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap musik tiup di Kota Medan dipergunakan dalam upacara adat kematian, upacara adat perkawinan dan acara yang tidak masuk dalam konteks adat Batak Toba. Hingga kini musik tiup masih menjalankan aktivitasnya dengan perubahan struktur instrumen dan penyajian repertoar. Dan genre musik ini diterima oleh masyarakat sebagai pengiring tortor dalam setiap upacara adat.

Pada saat ini di wilayah kota Medan, istilah musik tiup itu sendiri bukan lagi hanya berpatokan pada alat musik tiup saja, namun sudah menggunakan alat musik gitar, bass, drum set, keyboard dan saxophone. Namun, walaupun penggunaan alat musiknya sudah beda istilah musik tiup tetap masih populer digunakan dalam ensambel alat musik yang berasal dari budaya barat tersebut

Musik tiup itu disajikan dalam kegiatan upacara adat dengan melihat berbagai karakter dalam kaidah musiknya. Sehingga dengan menganalisa perubahan struktur penyajian dan repertoar musik tiup dalam upacara adat, dapat disebutkan:

struktur musik pada musik tiup tetap sama dengan konsep musikal masyarakat Batak Toba tetapi isi dari lagu-lagu yang terdapat dalam repertoar adalah berbeda.

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap musik yang digunakan dalam upacara saur matua di Kota Medan dapat disimpulkan bahwa musik Batak Toba mengalami pergeseran dari yang dulunya menggunakan gondang dalam setiap upacaranya, sekarang sudah menggunakan musik tiup. Struktur musikal musik tiup

dari tiga lagu yang diambil memiliki struktur musik: tangga nada yang digunakan adalah pentatonik menggunakan lima nada, wilayah nada rata-rata terdiri dari empat dan lima laras, nada dasar yang dipakai adalah nada F, jumlah nada yang paling banyak adalah nada ketiga, interval yang paling banyak adalah 1P dan 2M, formula melodi dari ketiga lagunya ada lima, enam dan dua bentuk. Pola kadens di ujung adalah memakai nada-nada naik sementara konturnya ada yang statis, pendulous dan descending. Semua lagu menggunakan meter empat yang diisi oleh ritem duple dan quadruple. Harmoni menggunakan akord I, IV dan V dengan pola kadens akord I dan V.

6.2 Saran

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan rendah hati penulis bersedia untuk diberikan saran atau kritik yang membangun agar tulisan ini lebih baik lagi. Penulis juga memberikan saran kepada masyarakat Batak Toba agar kiranya tetap memelihara dan memberikan perhatian terhadap kebudayaan yang ada baik seni musik, seni vokal, tortor, sastra, dan lain-lainnya.

Untuk itu penulis berharap akan adanya penelitian lebih lanjut tentang arti musik tiup sebagai bagian dari upacara adat masyarakat Batak Toba. Membuat penelitian tentang pengaruh teknologi yang dipergunakan dalam upacara adat Batak Toba, melihat sisi lain dari pekerjaan seorang musisi sebagai pekerjaan tetap yang menghasilkan. Membuat dokumentasi verbal dan digital tentang keberadaan musik tiup yang mengiringi pesta adat masyarakat Batak Toba.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

Damanik, Mariance, 2006. Dinamika Organisasi Musik Tiup pada Masyarakat Batak Toba di Kota Medan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.

Purba, Elvis F. Purba., O.H.S. Purba, 1997. Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara (Suatu Deskripsi). Medan: Monora.

Hutagalung Ikin. R. 2009. Deskripsi Penyajian Musik Brass Band Sebagai Pengiring Pesta Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba. Tarutung: (t.p).

Hutajulu, Rithaony dan Irwansyah Harahap. 2005. Gondang Batak Toba.

Bandung:P4ST-UPI.

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Malinowski. 1987. Teori Fungsional dan Struktural, Teori Antropologi.

Koentjaraningrat (ed.). Jakarta: Universitas Indonesia Press

Malm, William P. 1977. Music Culture of the Pasific, the Near East and Asia. 2ded.

Englewood Cliffs, New Jersey: Pritice Hall Inc.

Merriam, Alan P., 1964. The Anthropology of Music. Chicago: North Western University Press.

Moleong, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Muhadjir, Noeng. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: Free Press Macmillan Publishing Co, Inc.

Parbato Medan, 1988. Rumusan Seminar Adat Batak Toba dalam Pedoman Umum Pelaksanaan Adat Batak Toba. Medan: Bintang.

Parkin, Hary, 1978. Batak Fruit Hindu Thought. Madras: Cristian Literature Society.

Pasaribu, Ben Marojahan, 1989.Taganing Batak Toba: Suatu Kajian Dalam Konteks Gondang Sabangunan (Universitas Sumatera Utara: Jurusan Etnomusikologi.

Purba, Mauly.1989. “Mangido Gondang Dalam Penyajian Musik Gondang Sabangunan Pada Masyarakat Batak Toba.” Makalah pada Temu Ilmiah Masyarakat Musikologi Indonesia , Jakarta.

Purba, Mauly, 1995. “Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan Tortor.”

Jurnal Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Purba, Elisabeth, 2015. Kajian Manajemen Organisasi, Produksi, dan Pemasaran Grup Musik Tiup Di Kota Medan. Medan: Tesis magister Seni Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Priskila, Anita Romauli, 2015. Musik pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba di Kota Medan: Kajian Fungsi, Kontinuitas, dan Perubahan. Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU

Ratna, Nyonya Kutha. 2006. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra-dari Struturalisme hingga Postrukturalisme. Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Sangti, Batara. 1975. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company.

Santosa dan Rizaldi Siagian. 1992. Etnomusikologi Defenisi dan Perkembangannya.

Surakarta: Yayasan Masyarakat Musikologi Indonesia.

Sachs, Curt & M. Von Hornbostel. 1962. The Wellsprings of Music. New York: Da Capo Press Inc.

Siahaan, Nalom. 1964. Sedjarah Kebudajaan Batak. Medan: C.V. Napitupulu &

Sons.

Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dalihan Natolu. Medan: Prima Anugerah.

Sianturi, Monang Asi, 2011. Ensambel Musik Tiup pada Upacara Adat Batak Toba.

Medan: Tesis magister Seni Program Studi Magister Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Sinurat, Horasman.2001.“Perkembangan Musik Brass di Kota Medan dengan Masuknya Unsur Musik Tradisi Batak Toba. Studi Kasus Kelompok Musik Sopo Nauli.” Skripsi S-1 Etnomusikologi Fakultas Sastra USU Medan.

Soedarsono, R.M. 1999. Metodologi Penelitian Seni Pertunjukkan dan Seni Rupa.

Bandung. Masyarakat Seni Pertunjukkan Indonesia.

Siagian, Musa, 2000. Suatu Tinjauan tentang Perkembangan Ensambel Musik Tiup pada Masyarakat Batak Toba di Kotamadya Medan. Medan: Skripsi sarjana Jurusan Etnomusikologi USU.

Suyono, Aryanto, 1985. Kamus Antropologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Tarihoran, P. Emerson, 1994. Analisis Perkembangan Repertoar Musik Brass band dengan Gondang Sabangunan dalam Sipitu Gondang di Kotamadya Medan.

Medan: Skripsi Sarjana Etnomusikologi USU.

Titon, Jeff Todd. 1984. World of Musics: An Introduction to the Music of the World’s People. New York: Schirner Book A Division of Macmillan, Inc.

Vergouwen, J.C. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. LKIS.

Yogyakarta.

DAFTAR INFORMAN 1. Nama : Sudiro Sirait

Tempat/ tanggal lahir : Medan/ 13 April 1979 Pekerjaan : Wiraswasta / Pemusik

2. Nama : Kabul Tampubolon Tempat/ tanggal lahir : Poriaha / 2 Oktober 1955 Pekerjaan : Wiraswasta

3. Nama : Rosliani Simatupang

Tempat/ tanggal lahir : Tapanuli Utara / 23 Maret 1957 Pekejaan : Pensiunan PNS

4. Nama : Parlindungan Pakpahan Tempat/ tanggal lahir : Samosir / 20 Maret 1975 Pekerjaan : Wiraswasta / Pemusik

5. Nama : Sunggul Hutagalung Tempat/ tanggal lahir : Balige / 1 Juni 1973 Pekerjaan : Wiraswasta / Pemusik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Gambar: para pemusik sedang bermain

Gambar: penulis dengan informan