TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan O
L E H
Nama : Sudarsono Malau NIM : 080707015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN
TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN NIP. 195608281986012001 NIP. 196308141990031004
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas ilmu Budaya USU,
DISETUJUI OLEH :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Medan, Oktober 2013 Departemen Etnomusikologi Ketua
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha
Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Kuasa, atas pernyertaan dan berkat yang
diberiNya kepada penulis, sehingga tugas akhir (skripsi ) ini dapat diselesaikan
sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana, pada program study
Etnomusikologi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini yang berjudul Teknik Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada Ensambel Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan, tidak terlepas dari berbagai kendala ataupun masalah yang penulis hadapi selama proses untuk mengerjakan skripsi ini. Namun berkat
doa, motivasi dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat, dengan kerendahan
hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada seluruh
pihak yang terlibat untuk penuloisan skripsi ini
Terimakasih banyak penulis sampaikan kepada orang tua penulis S. Malau
dan L. Situngkir, yang selama ini telah bersemangat untuk memberikan dorongan
kepada penulis, baik dalam bentuk moril maupun materi, mulai dari masa
pendidikan penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga
mengucapkan terimakasih banyak buat saudara saudara penulis, Pak Amel Malau
dan istri (M Situmorang), Rotua Malau, Tonggo Malau, dan Sarjan Malau, atas
dorongan dan motivasi yang diberikan kepada penulis, semoga kiranya, kita
Penulis juga mengucapkan terimaksih banyak yang sebesar besarnya
kepada pihak pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini antara lain :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K),
selaku rector di Universitas Sumatera Utara dan kepada bapak Prof. Dr.
Syahron Lubis, selaku dekan di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku ketua program studi
di departemen Etnomusikologi, USU dan kepada ibu Dra. Heristina Dewi,
M.Pd, selaku sekretaris di jurusan Etnomuikologi yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan urusan administrasi.
3. Kepada kedua pembimbing penulis selama pengerjaan skripsi ini yaitu
bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si dan bapak Drs. Torang Naiborhu,
M.Hum. Terimakasih banyak atas semua bimbingan atau arahan, masukan,
dan kritikan yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Penulis juga mengucapkan terimakih kepada informan penulis amang boru
Mmanullang, Ian Tambunan, S.Marbun, J tambunan, yang telah
memberikan informasi maupun data selama penulis melakukan penelitian
dan juga kepada tulang Marsius Sitohang yang memberikan informasi
awal dan terkhusus juga kepada abangda David Simanungkalit S.Sn, yang
telah mengenalkan penulis kepada informan selama dalam melakukan
penelitian ini, sehingga informasi tersebut dapat penulis buat menjadi
5. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada sahabat
sahabat penulis selama mengikuti perkuliahan yaitu anak etno stambuk
2008 (Nielson Sihombing, Pardon simbolon, Marini Sinaga, Yudhistira
Siahaan, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Brian Laso H, Andro M
Hutabarat, Daniel Sianturi, Daniel Zai, Mario king, Rudi sastro, Mahyar,
dan Agus ). Terimakasih juga Sahabat penulis yang di UKM PSM USU, (
Grace sipudan, friska, Andi Buaya, Bonggud, Deby, Gok P Malau,
Kawan, Lydia, Meilina Silalahi, Vera simbolon, Anita Purba, Chaterine,
Mario, David Hutagalung, Lido P, Roman, Chandra, dan yang lainnya
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu ) terimakasih buat kerjasama
dan persahabatnnya selama di Paduan suara. Terkhusus juga penulis
mengucapkan terimaksih kepada sahabat penulis di yaitu Theresia
Damanik, S.P, bg Senovian, Bang Budi, dan bang David Simanungkalit,
terimaksih buat masukannya dan dorongan yang diberikan kepada penulis.
6. Terimakasih kepada sahabat penulis di “KOMUNITAS SAXOPHONE
ETNOMUSIKOLOGI”, bang Markus Sirait, S.Sn, bang Welly simbolon
S.Sn, lae Nixon Sianturi, S.Pd,Tumpal Saragih, dan Batoan Sihotang.
Terimakasih buat semangat dan ilmu yang diberikan selama belajar
saxophone di perkuliahan maupun pada saat latihan saxophone di
Etnomusikologi. Kiranya kita tetap dilindungi Tuhan agar dapat kembali
berkarya dan belajar bersama.
7. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada sahabat sahabat
Ardo, Pongky, Dasep, Vahri, Agnes Tondang, Agnes Siagian, Ana, Doner,
kak Hana, lae Donna, dan kpada semua anak anak Naposo bulung GD
Johor.) atas sindiran sindiran “masih kuliah.?” atau “kapan tamat.?” yang
selalu muncul tiap kali bertemu. Semoga persahabatan kita dapat terjaga
dengan baik dan tetap berkarya untuk Tuhan.
8. Terkhusus penulis mengucapkan terimakasih kepada Astri Sihombing,
A.Md yang pernah membantu penulis dan memberikan motivasi sehingga
penulis tetap semangat dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih banyak
penulis ucapkan kepada Dewi Intan Sitorus, A.Md atas bantuan kamera
dan yang telah membantu penulis mengerjakan skripsi ini dan motivasi
yang selalu diberikan.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang
terkait yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga menyadari bahwa mungkin dalam skripsi ini masih banyak
terdapat kekurangan atau kesalahan, untuk itu sebelumnya penulis memohon maaf
kepada pembaca ataupun pihak yang merasa dirugikan dan sekaligus juga
mengharapkan agar sudi kiranya jika terdapat kesalahan atau kekurangan agar
pembaca sudi kiranya memberikan masukan untuk kesempurnaan tulisan ini
sehingga nantinya skripsi ni dapat lebih layak untuk dibaca dan memberikan
Semoga tulisan ini bermanfaat buat pembaca dan bagi yang
membutuhkannya. Terimakasih.
Medan, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
1.3.1.Tujuan Penelitian ... 9
1.3.2.Manfaat Penelitian ... 10
1.4.Konsep dan Teori yang digunakan ... 11
1.4.1.Konsep ... 11
1.4.2.Teori yang digunakan ... 13
1.5.Metode Penelitian ... 15
1.5.1Kerja Lapangan ... 16
1.5.2.Metode Observasi ... 16
1.5.3 .Wawancara ... 17
1.5.6.Kerja Laboratorium ... 18
BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN ... 19
2.1. Deskripsi masyarakat Batak Toba di kota Medan ... 19
2.1.1. Etnografi kota Medan ... 19
2.1.2. Masyarakat batak Toba di Kota Medan ... 20
2.1.3. Sistem kepercayaan masyarakat Batak di Kota Medan ... 21
2.1.4. Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di Kota Medan ... 22
2.2. Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba ... 23
2.3. Ensambel musik tiup pada kebudayaan masyarakat Batak Toba di Kota Medan... 25
2.3.1. Makna ensambel musik tiup ... 25
2.3.2. Fungsi dan penggunaan musik tiup pada upacara Adat Kematian masyarakat Batak Toba ... 28
BAB III DESKRIPSI SAXOPHONE PADA ENSAMBEL MUSIK TIUP ... 29
3.1. Sejarah Saxophone ... 29
3.1.1. Sejarah Lahirnya Saxophone dan Perkembangannya .. 29
3.2. Jenis-Jenis Saxophone ... 35
3.3. Study Organologi Saxophone ... 36
3.3.1. Study Struktural ... 36
3.3.2. Study Fungsional Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup ... 41
3.4. Teknik permainan saxophone secara umum ... 41
3.4.1. Proses produksi bunyi ... 41
3.5. Teknik Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup ... 57
3.6. Fungsi dan penggunaan saxophone dalam ensambel musik Tiup ... 71
BAB IV DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM STRUKTUR MELODI REPERTOAR YANG DIMAINKAN .... 72
4.1. Notasi dan Transkripsi ... 72
4.2. Proses Transkripsi ... 72
4.2.1. Cara kerja transkripsi ... 74
4.2.2. Pemilihan repertoar yang akan ditranskripsi ... 75
4.2.3. Alasan pemilihan repertoar ... 75
BAB V PENUTUP ... 82
5.1. Kesimpulan dan Saran... 82
5.1.1. Kesimpulan ... 82
5.2. Saran ... 84
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
Teknik Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada Ensambel Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan
Masyarakat Batak Toba di Kota Medan
Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed
aerophone (alat music tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah).
Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Setelah adanya masa
perdagangan dan penyebaran agama, saxophone mulai masuk ke Indonesia
khususnya ke daerah batak sekitar tahun 1940-an. Saxophone mulai digunakan
dalam acara adat pada masyarakat batak toba untuk menggantikan alat musik
tradisional batak toba.
Fokus dari penelitian ini adalah menyangkut tentang teknik memainkan
saxophone dalam membawakan repertoar gondang yang ada dalam tradisi
masyarakat batak toba sebagai salah satu alat musik yang digunakan dalam
upacara adat batak toba, khususnya yang ada di kota Medan. Untuk mendapatkan
data yang lengkap dan akurat maka dalam penelitian ini akan dilakukan metode
penelitian kwalitatif, serta didukung dengan metede wawancara terhadap pihak
yang terkait dengan penelitian ini. Setelah data yang didapatkan dilapangan maka
data tersebut akan diolah di laboratorium. Selain itu, penelitian ini akan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
proses belajar hingga dapat memainkan saxophone didalam acara adat batak toba,
mengetahui bagaimana teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar
gondang, serta untuk menjadi suatu karya tulis dalam bentuk skripsi di
departemen Etnomusikologi. Hasil penelitian adalah, saxophone telah lama
digunakan dalam upacara adat batak toba, dan fungsi saxophone dalam ensambel
musik pengiring upacara adat adalah sebagai pembawa melodi yang teknik
permainannya ada yang diadopsi dari teknik permainan sulim (side blown flute)
ataupun teknik permainan sarune etek (single reed aerophone) maupun sarune
ABSTRAK
Teknik Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada Ensambel Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan
Masyarakat Batak Toba di Kota Medan
Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed
aerophone (alat music tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah).
Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Setelah adanya masa
perdagangan dan penyebaran agama, saxophone mulai masuk ke Indonesia
khususnya ke daerah batak sekitar tahun 1940-an. Saxophone mulai digunakan
dalam acara adat pada masyarakat batak toba untuk menggantikan alat musik
tradisional batak toba.
Fokus dari penelitian ini adalah menyangkut tentang teknik memainkan
saxophone dalam membawakan repertoar gondang yang ada dalam tradisi
masyarakat batak toba sebagai salah satu alat musik yang digunakan dalam
upacara adat batak toba, khususnya yang ada di kota Medan. Untuk mendapatkan
data yang lengkap dan akurat maka dalam penelitian ini akan dilakukan metode
penelitian kwalitatif, serta didukung dengan metede wawancara terhadap pihak
yang terkait dengan penelitian ini. Setelah data yang didapatkan dilapangan maka
data tersebut akan diolah di laboratorium. Selain itu, penelitian ini akan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana
proses belajar hingga dapat memainkan saxophone didalam acara adat batak toba,
mengetahui bagaimana teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar
gondang, serta untuk menjadi suatu karya tulis dalam bentuk skripsi di
departemen Etnomusikologi. Hasil penelitian adalah, saxophone telah lama
digunakan dalam upacara adat batak toba, dan fungsi saxophone dalam ensambel
musik pengiring upacara adat adalah sebagai pembawa melodi yang teknik
permainannya ada yang diadopsi dari teknik permainan sulim (side blown flute)
ataupun teknik permainan sarune etek (single reed aerophone) maupun sarune
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari unsur
seni, khususnya yang berkaitan dengan seni musik. Penggunaan musik itu
memang berbeda seiring dengan fungsi dari musik itu, kapan dan dimana
digunakan. Selain itu, konsep dan pemahaman tentang musik itu berbeda
pengertiannya dalam setiap kelompok masyarakat. Konsep dan makna musik
dalam setiap kebudayaan itu sendiri biasanya memang cenderung dipengaruhi
oleh pemahaman masyarakat pendukung suatu kebudayaan musik itu sendiri.
Demikian juga halnya terjadi dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, dimana
musik itu mempunyai makna dan fungsi tersendiri.
Dalam setiap aktivitas upacara adat masyarakat Batak Toba biasanya selalu
berdampingan dengan kegiatan musikal, dimana musik itu sendiri berfungsi
sebagai pelengkap dan pengiring dalam upacara adat. Upacara adat dalam
masyarakat Batak Toba yang menggunakan musik masih dapat kita jumpai
hingga saat ini karena itu merupakan sebuah hasil karya cipta, karsa dan rasa
yang nyata yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba itu sendiri.
Dalam kehidupan sosial masyarakat Batak Toba kegiatan musik itu juga
mempunyai makna dan tujuan yang berbeda, dimana itu terjadi berdasarkan
penggunaannya seperti dalam konteks upacara adat, ritual keagamaan, maupun
Selain melihat dari sisi fungsi dan penggunaan musik dalam masyarakat
Batak Toba tersebut, memang ada sisi lain yang juga sangat perlu diperhatikan,
yaitu suatu unsur dinamika perubahan dan perkembangan. Sejak dimulainya suatu
kebudayaan masyarakat Batak Toba mulai dari masa nenek moyang masyarakat
Batak Toba, kebudayaan itu tidak terlepas dari suatu perubahan atau pun
perkembangan. Baik itu dilihat dari fungsi dan penggunaan, cara-cara bermusik,
status sosial musisi maupun hingga alat musik yang digunakan. Namun yang
paling menonjol perubahan yang terjadi dalam kegiatan musikal masyarakat
Batak Toba, itu ditandai dengan sebelum dan sesudah masuknya ajaran agama
Kristen ke daerah masyarakat Batak Toba.
Sebelum masuknya agama Kristen di tanah Batak, alat musik yang
digunakan dalam upacara adat tradisi, ataupun upacara ritual lainnya adalah
ensambel gondang sabangunan dan ensambel uning-uningan yang digunakan
untuk memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks acara adat lainnya(
Monang Asi Sianturi: hal 1)1
1
Dikutip dari tesis Monang Asi Sianturi, pada program studi Magister(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni dengen judul “Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Masyarakat Batak Toba”. Tahun 2012.
. Ensambel gondang sabangunan adalah ensambel
yang instrumennya terdiri dari : empat buah ogung (suspended gong) yaitu ogung
ihutan, ogung oloan, ogung doal, dan ogung panggora ; lima buah taganing atau
gendang (single headed braced drum), satu buah odap (double headed drum) satu
buah gordang (single headed braced drum), satu buah sarune bolon (double reed
oboe aerophone), dan satu buah hesek (struck idiophone). Keseluruhan alat
(Mauli Purba : 2004)2 . Namun setelah masuknya ajaran agama Kristen ke tanah Batak, penggunaan dan fungsi musik dalam budaya masyarakat Batak Toba juga
mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena adanya pembatasan dan bahkan
pelarangan aktivitas musik tradisi masyarakat Batak Toba yang dilarang oleh
pihak gereja. Oleh karena itu misionaris yang membawa paham agama Kristen
dalam kesempatan tersebut mulai memperkenalkan alat musik barat, yang diawali
dengan alat musik tiup trompet yang kemudian menjadi sebuah ensambel musik
tiup atau brass band, (Monang Asi Sianturi)3
Adapun alat musik tiup yang berasal dari budaya barat yang
dikelompokkan dalam ensambel musik tiup adalah terompet sopran dan alto,
trombone baritone dan tenor, tuba, dan contra bass. Seiring berkembangnya
ajaran agama Kristen di tanah Batak, maka musik tiup (brass band) itu pun sudah
mulai digunakan dalam upacara adat acara yang bersifat perayaan dalam tradisi
Batak Toba. Artinya, musik tiup tidak hanya digunakan dalam acara kebaktian di
gereja saja. Sejak saat itulah istilah “musik tiup”untuk kelompok ataupun
ensambel musik mulai populer disebut dalam budaya masyarakat Batak Toba.
Walaupun digunakan dalam upacara adat, namun repertoar yang dimainkan tetap
repertoar dari ensambel gondang.
. Musik tiup adalah suatu kesatuan
pengelompokan alat musik yang terbuat dari bahan logam, dimana materi
penggetar bunyinya dihasilkan oleh udara.
2
Dikutip dari buku “PLURALITAS MUSIK ETNIK” dengan judul makalah Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor Pada Masyarakat Batak Toba oleh Drs. Mauly Purba, MA.,PhD, halaman 62. Yang diterbitkan oleh Pusat Doumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN. 2004
3
Dikutip dari tesis Monang Asi Sianturi, pada program studi Magister(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni dengen judul “Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Masyarakat Batak
Seiring dengan perkembangan istilah musik tiup, alat yang digunakan juga
mengalami penambahan seperti saxophone. Perkembangan penggunaan ensambel
musik tiup ini bukan hanya berkembang di daerah awalnya musik tiup muncul
(daerah Toba Samosir khususnya di Desa Tambunan), namun setelah adanya
perpindahan penduduk atau migrasi masyarakat Batak Toba khususnya ke kota
Medan, penggunaan alat musik tiup ini juga cukup populer digunakan dalam
upacara adat masyarakat Batak Toba, khususnya upacara adat kematian. Jika kita
lihat saat ini di wilayah kota Medan, istilah musik tiup itu sendiri bukan lagi
hanya berpatokan pada alat musik tiup saja, namun sudah menggunakan alat
musik gitar, bass, drum set, keyboard dan saxophone. Namun, walaupun
penggunaan alat musiknya sudah beda istilah musik tiup tetap masih populer
digunakan dalam ensambel alat musik yang berasal dari budaya barat tersebut.
Dari penjelasan tersebut, penulis mengasumsikan bahwa dengan terjadinya
kontak kebudayaan masyarakat Eropa (khususnya yang dibawakan oleh
misionaris) dengan masyarakat Batak Toba telah membawa dampak perubahan
pada budaya masyarakat Batak itu sendiri, dimana terjadi dua kontak budaya yang
menghasilkan suatu inovasi (pembaharuan). Dalam pertemuan kebudayaan ini ada
juga perubahan alat musik yang digunakan, dimana saat ini hampir setiap upacara
adat kematian masyarakat Batak Toba dijumpai alat musik barat, tanpa
menghilangkan ciri khusus musik Batak namun alat yang digunakan berbeda.
Pendapat tersebut juga didukung dengan pendapat Prof. Shin Nakagawa dalam
bukunya yang berjudul Musik dan Kosmos hal 19 yang mengatakan bahwa :
……..dalam musik juga sering terjadi peminjaman cirri khusus dari suatu budaya
tidak harus disertai dengan konsep lamanya. Akan tetapi dalam hal ini composer inovatif
tidak membutuhan makna baru tersebut dalam konteks aslinya. Ini merupakan inovasi
maka kecil dianggap sebagai bagian kecil dari terakulturasi yang sangat mungkin terjadi.
4
hal tersebut diasumsikan Shin Nakagawa sebagai pengambil alihan ciri khusus
musik (transfer of discrete musical tarits).
Di sisi lain, dampak dari kontak budaya tersebut juga dapat berdampak
terhadap percampuran kebudayaan yang saling berdampingan, dimana dua unsur
budaya musikal yang bercampur yang saling berdampingan. Sebagai contohnya
adalah, konsep musikal Batak Toba yang dulunya dikenal dengan pentatonic
(terdiri dari 5 nada), setelah terjadinya kontak budaya dengan budaya barat saat ini
konsep musikal dari Batak Toba sudah mengenal lebih dari 5 nada atau sudah
mengarah pada konsep diatonic (ada nada yang berjarak 1 dan ½ laras). Fenomena
ini dapat kita jumpai pada masyarakat Batak khususnya yang berada di kota
Medan. Prof.Shin Nakagawa dalam buku “Musik dan Kosmos”hal 20 juga
mengatakan bahwa :
……..pluralisme biasanya terjadi pada masyarakat urban yang terjadi pada dua atau multi
etnis. Dua kemungkinan bisa terjadi dalam musik, pertama saling mencampur unsur
musik yang ada menjadi sintesis yang baru dan kedua masing masing hidup
berdampingan.5
4
Dikutip dari buku “Musik dan Kosmos” karangan Prof Shin Nakagawa, hal 19, yang diterbitkan pada tahun 2000.
5
Hal tersebut dikatakan Shin Nakagawa sebagai pluralisme hidup yang
berdampingan (pluralistic coexistence of music).
Atas alasan tersebut maka penulis akan mengkaji tentang percampuran dua
kebudayaan yang berfokus alat pada alat musik saxophone. Dimana secara jelas
diketahui bahwa saxophone bukan merupakan alat musik tradisi dalam budaya
masyarakat Batak Toba, melainkan hasil dari budaya barat, yang pada saat ini
telah sering digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba khususnya
dalam upacara adat kematian.
Sejak masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup dalam budaya
masyarakat Batak Toba, hingga saat ini alat musik ini masih sangat sering kita
jumpai digunakan dalam upacara adat kematian masyarakat Batak Toba
khususnya yang menggunakan ensambel musik tiup. Fenomena yang dilihat
dalam ensambel musik tiup adalah bahwa saxophone sudah berperan sebagai
pembawa melodi repertoar gondang untuk mengiringi tortor dalam upacara adat
masyarakat Batak Toba di Medan.
Pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah tentang penggunaan
saxophone dalam ensambel musik tiup khususnya yang menyangkut tentang
teknik permainan saxophone sehingga dapat diterima oleh masyarakat Batak
Toba, dan bagaimana permainan saxophone dapat mengikuti rasa musikalitas
masyarakat Batak Toba, sehingga saxophone ini masih sering digunakan dalam
upacara adat kematian masyarakat Batak Toba. Asumsi saya, teknik permainan
saxophone dalam ensambel musik tiup tidak mengikuti teknik permainan musik
permainan sulim (side blown flute, yang terbuat dari bambu) ataupun sarune etek
( single reed aerophone ), sehingga dengan adanya adopsi teknik permaian
tersebut bunyi yang dihasilkan oleh saxophone dapat diterima oleh masyarakat
Batak Toba, khususnya di kota Medan.
Asumsi dari penulis tersebut juga didukung oleh pendapat dari Marsius
Sitohang (musisi Batak dan juga dosen praktek musik Toba di Departemen
Etnomusikologi USU) juga mengakui memang harus ada teknik permainan
khusus untuk memainkan saxophone dalam membawakan repertoar gondang
supaya rasa musik Toba-nya terasa. Hal tersebut diakuinya karena menurut
pengakuan beliau, dia juga pernah memainkan saxophone pada era tahu 1980-an,
dan menurut beliau dia mengadopsi teknik permainan sulim dalam memainkan
saxophone.6
Berdasarkan asumsi dan yang didukung oleh pendapat dari praktisi alat musik saxophone dalam ensambel musik tiup tersebut, maka penulis akan mengangkat sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Teknik Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup Untuk Mengiringi Upacara Adat Kematian Batak Toba di Kota Medan”.
1.2Pokok Permasalahan
Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, keberadaan musik saxophone
dalam mengiringi upacara adat dalam budaya masyarakat Batak Toba, penulis
akan mengkaji tentang teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar
gondang. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang akan dikaji dalam
tulisan ini adalah :
6
1. Bagaimana teknik permainan saxophone dalam ensambel musik tiup ?
Hal ini untuk melihat bagaimana teknik permainan saxophone dalam
memainkan repertoar dalam mengiringi upacara adat masyarakat Batak
Toba, serta untuk melihat bagaimana eksistensi saxophone dalam
ensambel musik tiup serta hubungannya dengan rasa musikalitas
masyarakat Batak Toba sehingga saxophone masih tetap dipertahankan
untuk digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba.
2. Bagaimana penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup ?
Hal ini akan melihat tentang sejarah masuknya saxophone dan bagaimana
peranan saxophone dalam ensambel musik tiup.
3. Bagaimana stuktur melodi yang dimainkan saxophone dalam memainkan
repertoar gondang ?
Pokok permasalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah untuk melihat
bagaimana saxophone memainkan melodi repertoar gondang serta melihat
struktur melodi yang dimainkan saxophone, apakah masih terfokus pada
konsep melodi musik barat atau lebih kepada konsep melodi musik batak.
Namun pembahasan ini tidak terlalu mendalam, karena itu penulis lebih
memfokuskan ke dalam konteks pokok permasalahan yang pertama dan
kedua. Penulis membuat pokok permasalahan ini untuk melihat dimana
teknik permainan saxophone itu digunakan dalam membawakan suatu
repertoar.
Dari pokok permasalahan di atas penulis akan melihat beberapa pokok
ensambel musik tiup serta struktur melodi saxophone serta bagaimana proses
belajar, gaya permainan dalam memainkan repertoar gondang, serta menyangkut
tentang kesejarahan mengenai musik tiup secara umum dan saxophone secara
khusus.
Untuk mengkaji pokok permasalahan di atas maka penulis akan membuat
beberapa alasan untuk melakukan penelitian, konsep penelitian, hipotesa dasar
yang tentunya akan dilandaskan pada beberapa teori dasar yang akan menjadi
landasan penulis untuk melakukan penelitian.
1.3Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalah yang telah diuraikan di
atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penggunaan
saxophone dalan ensambel musik tiup. Maka tujuan dari penelitian ini akan
diuraikan sebagai berikut :
1. Untuk mendeskripsikan serta menjelaskan teknik permainan
saxophone dalam ensambel musik tiup dalam memainkan repertoar
gondang dalam mengiringi upacara adat kematian dalam kebudayaan
masyarakat Batak Toba di kota Medan.
2. Untuk memberikan informasi bagaimana proses masuknya saxophone
dalam ensambel musik tiup. Hal ini menyangkut tentang sejarah
masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup. Selain itu untuk
melihat bagaimana peranan saxophone dalam ensambel musik tiup.
3. Untuk mendeskripsikan bagaimana stuktur melodi yang dimainkan
saxophone dalam memainkan repertoar gondang serta mengkaji
tentang struktur melodi yang dimainkan saxophone.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang luas tentang
saxophone dalam ensambel musik tiup, peranannya dalam ensambel musik tiup,
serta memberikan gambaran tentang teknik permainan serta struktur musikal dari
perjalanan melodi yang dimainkan saxophone.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Setelah melihat tujuan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi
penulis serta bagi pembaca tentunya untuk memberikan pemahaman tentang
saxophone dalam ensambel musik tiup dalam budaya masyaratak Toba. Dari hal
tersebut maka penulis menguraikan beberapa manfaat dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Dapat menjadi bahan referensi untuk menambah pengetahuan
tentang saxophone
2. Untuk memberikan pertimbangan dan refrensi bagi peneliti
berikutnya tentang penggunaan saxophone dalam ensambel musik
tiup dalam budaya masyarakat batak toba.
3. Untuk memberikan informasi tentang tentang teknik permainan
1.4 Konsep dan Teori yang digunakan 1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rancangan idea atau pengertian yang di abstrakkan dari
peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991).
Teknik adalah cara atau kepandaian untuk melakukan atau membuat
sesuatu yang berhubungan dengan seni (KBBI; hal 1024 ) Sedangkan permainan
adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain atau; barang atau sesuatu yang
dimainkan(KBBI: 614), maka jika dirangkaikan teknik permainan dalam hal ini
adalah suatu proses atau cara yang digunakan untuk memainkan saxophone untuk
menghasilkan bunyi saxophone untuk memainkan repertoar gondang.
Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed
aerophone (alat musik tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah
reed 7
Musik tiup adalah sekelompok ensambel musik yang menggunakan
seperangkat instrument tiup dimana digunakan untuk mengiringi upacara adat
dimana pada awalnya dipergunakan di gereja.
). Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Saxophone
termasuk salah satu jenis alat musik yang merupakan pengembangan dari alat
musik clarinet (single reed aerophone).
8
7
Reed adalah sebuah bahan untuk membelah udara dan penggetar udara dimana posisinya pberada pada lobang tiupan. Dan reed saxophone terbuat dari bahan bambu
Musik tiup sering digunakan
dalam upacara adat kematian dalam budaya masyarakat Batak Toba khususnya
8
yang ada di kota Medan. Jika kita lihat saat ini, dalam ensambel musik tiup ini
juga telah digunakan saxophone.
Dalam buku Jeff Todd Titon yang berjudul “Worlds of Music : An
Introduction to the Music of the World Peoples (1984)” yang menyebutkan bahwa
dalam kebudayaan musik di dunia merupakan rangkaian dari 4 elemen yaitu : (a)
ideas about music (gagasan tentang musik), (b) social organization of music (
organisasi sosial music), (c) material cultures of music (kebudayaan material
musik) dan yang terakhir adalah (d) repertoires of music ( repertoar music).
Dalam hal ini repertoar diartikan yang meliputi : a) style (gaya); b) genres (genre);
c) texst (tekstual); d) composition (komposisi); e) transmission (transmisi) dan : f)
movement (gerakan).9
Mengacu pada tujuan dan manfaat penelitian ini, maka untuk mengkaji
penelitian ini juga tentunya akan mengacu pada konsep yang mendasar juga
tentang perubahan khususnya tentang alat musik yang digunakan sudah berubah.
Hal ini tentunya tidak terlepas dari adanya persebaran budaya.
Konsep dari penelitian ini adalah mengkaji tentang bagaimana teknik
permainan saxophone dalam membawakan repertoar gondang. Selain mengkaji
tentang teknik permainan penelitian ini tentunya tidak terlepas dari sejarah
bagaimana perkembangan saxophone awalnya hingga bisa sampai di tanah batak
dan digunakan dalam ensambel musik dalam budaya masyarakat Batak Toba.
9
Fungsi dan penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup juga
menjadi konsep dasar yang akan dikaji dari penelitian ini, dimana untuk
mendapatkan informasi bagaimana fungsi saxophone dalam ensambel musik tiup.
Upacara adat kematian Batak Toba dalam tulisan ini difokuskan kepada
upacara adat kematian sari matua dan saur matua. Sari matua adalah suatu
kematian, dimana oarng yang meninggal dunia telah beranak cucu, namun masih
ada anaknya yang belum menikah. Saur matua adalah suatu kematian dimana
orang yang meninggal dunia telah beranak cucu dan semua anaknya telah
menikah10
1.4.2 Teori yang digunakan
.
Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan
yang didukung dengan data dan argumentasi, atau penyelidikan experimental
yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti (KBBI, hal 1177, edisi
ke-3 tahun 2001). Lauer (2001 : 35 ) juga menjelaskan bahwa teori adalah
bagaimana menerangkan gambaran suatu fenomena tertentu atau suatu pemikiran
untuk menerangkan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi. Dijelaskan juga bahwa
teori adalah seperangkat pernyataan atau proposisi yang berhubungan secara logis,
yang menerangkan fenomena tertentu sehingga untuk menguraikan sebuah
fenomena kebudayaan dibutuhkan landasan teori yang tepat, sesuai dengan
permasalahannya.
Untuk memahami bagaimana teknik permainan saxophone dalam
ensambel musik tiup, penulis menggunakan teori etnosains, yaitu suatu teori yang
menggunakan pemahaman tentang objek yang diteliti tanpa berdasarkan landasan
ilmiah. Dalam hal ini penulis bermaksud untuk mengetahui istilah, atau teknik
permainan saxophone berdasarkan pemahaman pemain saxophone dalam musik
tiup. Disamping itu juga akan mengetahui bagaimana persepsi pemain saxophone
terhadap permainan saxophone yang dibutuhkan dalam upacara adat masyarakat
Batak Toba.
Maka untuk mendeskripsikan dan untuk memberikan pemahaman bahwa
penelitian dalam Etnomusikologi berkaitan dengan perilaku musik itu sendiri,
pertunjukan musik, serta mempelajari dan memberikan analisa mengenai
keberadaan musik dalam masyarakatnya itu sesuai dengan pendapat Alan.P
Merriam, 1964 :202 yang menyangkut tentang mempelajari musik dalam
kebudayaan, ataupun pendapat Mantle Hood, 1969; 298 yang menyatakan tentang
mempelajari musik dalam konteks kebudayaan.
Disamping itu, teori yang digunakan juga menyangkut tentang bagaimana
bunyi itu dihasilkan juga yang merupakan kajian etnomusikologi khususnya yang
berkaitan dengan dengan alat musik seperti yang diungkapkan oleh Alan P
Meriam bahwa Etnomusikologi itu juga mengkaji alat musik, dimana dalam
tulisan ini menyangkut tentang bagaimana teknik permainan saxophone.
Merriam (1964 : 32-35) juga menyebutkan bahwa pekerjaan menganalisis
suatu peristiwa musikal, penting untuk memeperhatikan berbagai aspek antara lain
: (a) bunyi musikal, (b) konsep-konsep mengenai musik, dan (c) tingkah laku
manusianya yangberhubungan dengan bunyi musikal yang mempengaruhi
dalam menghasilkan produksi bunyi musik. Kaitannya dengan penelitian ini
tentunya dapat digunakan sebagai landasan untuk mengkaji bagaimana proses dan
produksi bunyi yang dihasilkan saxophone dalam ensambel musik tiup.
Untuk mendeskripsikan serta mentranskripsikan bunyi yang berkaiatan
dengan kejadian musikal secara umum serta mendeskripsikan bunyi yang
dihasilkan oleh saxophone, dan sekaligus juga untuk memperkuat teori diatas,
maka maka penulis juga menggunakan pendapat dari Slobin dan Titon dalam buku yang berjudul “world of music”, dimana mereka menyebutkan bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan dalam melihat suatu gaya musik yaitu : (1)
elemen nada yang meliputi tangga nada, modus, harmoni, dan system laras, (2)
elemen waktu yang meliputi ritme dan birama, (3) elemen suara meliputi warna
suara dan bunyi dari instrument, dan (4) intensitas yang meliputi keras lembutnya
suara tersebut, (1984 :5)
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai
maksud atau tujuan, KBBI Edisi Ke-2 Tahun 1996 : hal 652). Pendapat ini juga
didukung oleh pendapat dari Gorys Keraf, (1984 : 310) yang juga menyatakan
bahwa metodologi adalah kerangka teoritis yang dipergunakan penulis untuk
menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi.
Menurut Curt Sach (1962 : 16 ) menyatakan bahwa dalam penelitian
Etnomusikologi ada dua hal yang harus dilakukan yaitu kerja lapangan dan kerja
merekam musik yang akan diteliti, sedangkan kerja laboratorium adalah untuk
membahas dan menganalisa data yang didapatkan setelah penelitian di lapangan.11
1.5.1 Kerja Lapangan
Dengan demikian penulis membagi kedua metode tersebut dalam dua kelompok
yaitu :
Untuk mendapatkan/ mengumpulkan data yang sangat dibutuhkan untuk
menjawab pertanyaan yang ada dalam pokok permasalahan, maka penulis
menggunakan metode yang berkaitan dengan disiplin Etnomusikologi yaitu :
1.5.2 Metode Observasi
Berdasarkan pendapat dari Prof. Dr. Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Penelitian Kualitatif, (2007 : 115), observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti, telinga, hidung, kulit, dan mulut. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja dari panca indra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Metode observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk manghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode ini untuk mengamati
kegiatan musikal yang terjadi pada saat penggunaan saxophone dalam musik tiup,
khususnya kegiatan upacara adat kematian pada kebudayaan masyarakat Batak
Toba. Yang menjadi objek dari pengamatan adalah bagaimana suasana saat musik
tiup dimainkan, bagaimana ekspresi pemain, bagaimana suasana adat, dan
kegiatan apa saja yang terjadi saat upacara kematian itu dilakukan. Selain kegiatan
musikal, penulis juga akan mengamati kegiatan di luar musikal baik yang
berhubungan dengan tulisan ini maupun yang tidak berhubungan.
11
1.5.3 Wawancara
Selain melakukan pengamatan, penulis juga melakukan wawancara
terhadap informan untuk menanyakan secara lansung apa yang menjadi dari topik
atau data yang dibutuhkan. Wawancara adalah proses untuk memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka
antara pewancara dengan orang yang diwawancarai (informan) dengan atau tanpa
menggunakan pedoman (guide) wawancara. (Burhan Bungin, 2007 : 108).
Dalam teknik wawancara ini, yang menjadi informan kunci yang diteliti
adalah pemain saxophone dalam ensambel musik tiup yang mengiringi upacara
kematian khususnya, dan pemain musik tiup lainnya pada umumnya. Informan
dalam penelitian ini memang tidak hanya terpaku pada pencarian data dari
informan yang menjadi pelaku (musisi) saja, namun juga akan mempunyai
keterkaitan dengan pihak lain di luar dari musisinya seperti orang yang yang
mengerti sejarah tentang musik tiup dan saxophone pada khususnya, orang-orang
yang bekerja di bidang pendidikan, masyarakat, dan orang di bidang pemerintahan
(instansi terkait seperti dinas pencataan sipil atau badan pendataan statistik) atau
informan lainnya yang mengetahui tentang hal-hal yang berhubungan dengan data
untuk tulisan ini.
1.5.4 Metode Dokumenter
Metode dokumenter adalah suatu metode pengumpulan data yang
digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini untuk
dan waktu sehingga memberikan peluang untuk mengetahui hal-hal yang pernah
terjadi pada masa lampau, baik itu yang bersifat tulisan, artefak, benda, foto, dan
dokumen yang bersifat, visual, audio, dan audio visual (Burhan Bungin, 2007 :
121).
Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui sejarah dan untuk
mengetahui kejadian atau kegiatan budaya masa lampau yang sudah pernah
dituliskan oleh peneliti sebelumnya. Disamping itu metode ini untuk mengetahui
sejarah perkembangan musik tiup hingga sampai masuknya saxophone dalam
ensambel musik tiup hingga sekarang ensambel musik tiup masih sering
digunakan dalam upacara adat kematian masyarakat Batak Toba. Adapun metode
ini adalah untuk mendapatkan data dari media seperti buku, majalah, jurnal, surat
kabar, dan media elektronik, seperti internet.
1.5.5 Kerja Laboratorium
Dalam kerja laboratorium, penulis kemudian mengolah data yang
didapatkan dari lapangan untuk membahas dan menganalisa data atau informasi
yang didapatkan dari lapangan yang sesuai dengan kebutuhan dari tulisan ini.
Selain itu untuk mendeskripsikan yang bersifat musikal atau pentranskripsian
musik penulis juga melakukanya di laboratorium yang ditranskripsi dari hasil
rekaman baik yang bersifat audio(sesuatu yang bersifat bisa didengar)12
12
KBBI 1995 :65, EDISI KE-7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit balai pustaka
dari rekaman yang bersifat audio visual(sesuatu yang bersifat bisa didengar dan di
lihat)13
13
KBBI 1995 :65, EDISI KE-7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit balai pustaka
BAB II
MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN
2.1 Deskripsi Masyarakat Batak Toba di Kota Medan 2.1.1 Etnografi Kota Medan
Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara. Kota Medan
memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah
Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya,
Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang
relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang
Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan
cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas
permukaan laut. Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan, dan 151 kelurahan. Secara
administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : berbatasan dengan selat Malaka
Sebelah selatan : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang
Sebelah timur : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang
Sebelah barat : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang
Kota Medan dapat juga dikatakan sebagai kota yang multi etnis, karena
penduduk kota Medan terdiri dari beberapa suku, yaitu seperti Melayu, Batak
Toba, Batak Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, Mandailing, Pesisir, Minang, Jawa,
Tionghoa, Aceh, India, dan penduduk yang berasal dari luar pulau sumatera
penduduk yang heterogen. Memang pada awalnya penduduk kota Medan yang
dominan adalah masyarakat Melayu. Namun seiring perkembangan waktu
masyarakat kota Medan semakin heterogen dengan percampuran etnis dari luar
kota Medan.14
Gambar : Denah kota Medan
2.1.2 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan.
Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya berasal dari daerah
Tapanuli ataupun dari daerah Toba. Asal Batak toba secara administratif berasal
dari kabupaten Samosir, kabupaten Humbang Hasundutan, kabupaten Tapanuli
Utara, dan kabupaten Toba Samosir. Pada umumnya masyarakat batak Toba
memang merupakan perantau di kota Medan. Pada umumnya memang masyarakat
Batak Toba yang ada di kota Medan merupakan pekerja ataupun pencari kerja di
kota Medan. Perpindahan masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya
adalah bertujuan untuk meningkatakan taraf hidup dari segi ekonomi.
Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya membentuk
komunitas tersendiri khususnya dalam bidang sosial budaya. Masyarakat Batak
Toba di kota Medan umumnya membentuk komunitas berdasarkan garis marga,
ataupun asal daerah. Namun komunitas yang paling menonjol pada umumnya
membentuk komunitas berdasarkan garis marga.
Kebudayaan masyarakat Batak Toba di kota Medan memang mengalami
perubahan, itu karena pada umuumnya masyarakat Batak Toba di kota Medan
berasal dari daerah yang berbeda, yang tentu dengan kebudayaan yang berbeda
pula. Namun disamping perbedaan tersebut namun tetap memiliki kesamaan
budaya juga.
2.1.3 Sistem kepercayaan masyarakat Batak di Kota Medan.
Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya menganut system
kepercayaan berdasarkan keyakinan orang tua. Atau dapat dikatakan masyarakat
lahir hingga dewasa. Namun banyak juga masyarakat Batak Toba yang berubah
kepercayaaanya, atau dengan kata lain kepercayaannya pada saat anak anak-
hingga dewasa bisa saja berubah setelah ia dewasa. Pada umumnya masyarakat
Batak Toba dikota Medan menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik,
maupun Islam. Dari beberapa agama tersebut agama yang paling berkembang
pesat dalam masyarakat Batak Toba adalah agama Kristen Protestan.
2.1.4 Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di Kota Medan
Masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan memang pada
ummnya adalah perantau. Masyarakat Batak Toba datang ke kota Medan
memang tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih layak
dari segi ekonomi. System pencaharian masyarakat Batak di kota Medan padan
umumnya memang beragam. Adapun keragaman dari mata pencaharian
masyarakat batak di kota Medan memang pada umumnya adalah dengan berperan
sebagai wiraswasta, pegawai ( baik pegawai negeri di instansi pemerintahan
maupun di perusahaan swasta ), buruh, petani, pekerja seni ( seniman) dan
pedagang. Namun untuk wilayah kota Medan karena lahan pertaniannya yang
sempit, sangat jarang masyarakat Batak Toba yang berprofesi sebagai petani.
Dilihat dari pekerjaanya, sebagian besar masyarakat Batak Toba di kota
Medan adalah pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan wiraswasta. Orang Batak
Toba di kota Medan juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang di pasar
2.2 Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba
Dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, upacara kematian dibagi atas
beberapa jenis berdasarkan usia dan status yang meninggal dunia (Sianturi, 2012 ;
101). Perlakuan atau upacara untuk meninggal tersebut juga berbeda. Maka untuk
lebih jelasnya dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah sebagai berikut:
1. Mate di bortian, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih berada
dalam kandungan. Biasanya orang yang meninggal seperti ini tidak
mendapat perlakuan adat atau dapat dikatakan lansung dikubur tanpa
menggunakan peti mati.
2. Mate poso-poso, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih bayi.
Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, dimana mayatnya
sudah ditutupi ulos15
3. Mate dakdanak, artinya adalah meninggal dunia pada saat usia masih
anak-anak. Kematian seperti ini juga sudah mendapat perlakuan adat,
mayatnya sudah ditutupi ulos dimana ulosnya berasal dari tulang
dimana ulos penutup mayatnya diberikan oleh orang
tua dari yang meninggal tersebut.
16
4. Mate bulung, artinya adalah orang yang meninggal pada saat usia remaja.
Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, ulos penutup mayat
juga diberikan oleh tulang dari yang meninggal
yang
meninggal.
5. Mate ponggol, orang yang meninggal dunia pada saat sudah dewasa
namun belum menikah, orang yang meninggal seperti ini sudah
15
Ulos adalah sejenis pakaian adat masyarakat Batak Toba yang ditenun.
16
mendapatkan perlakuan adat, dan kain penutup mayatnya diberikan oleh
tulang dari yang meninggal tersebut.
Kelima jenis kematian di atas merupakan kematian yang dibagi atas
dasar usia dan status belum menikah. Sianturi ( 2012 : 101) memaparkan jenis
kematian menurut masyarakat Batak Toba, sesudah menikah antara lain :
1. Mate diparang-alangan/ mate punu artinya adalah orang yang meninggal,
namun belum memiliki anak.
2. Mate mangkar,artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah memiliki
anak, namun anak-anaknya masih kecil atau tergolong usia anak-anak,atau
balita
3. Mate hatungganeon, artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah
memiliki anak yang sudah dewasa dan bahkan sudah ada yang kawin,
namun belum memiliki cucu
4. Mate Sari matua, artinya adalah orang yang meninggal dunia yang sudah
memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum kawin, dan yang
terakhir adalah
5. Mate Saur matua, artinya adalah orang yang meningggal dunia dimana
telah mempunyai cucu dari semua anak-anaknya.
Disamping kelima jenis kematian diatas, ada lagi satu jenis kematian
yang paling tinggi derajatnya dalam budaya orang Batak, yaitu “mate mauli
bulung”. Yang dimaksud mate mauli bulung adalah seseorang yang sudah
meninggal yang telah mempunyai cicit dari anak laki laki dan mempunyai cicit
meninggal. Kematian seperti ini memang sangat jarang dijumpai karena memang
berkaitan dengan usianya yang sangat tinggi.17
Dalam masyarakat Batak Toba kelima jenis kematian di atas sudah
mendapatkan perlakuan adat. Namun yang menjadi kematian tingkat tertinggi
klasifikasi upacara adatnya adalah saur matua. Memang masih ada tingkat
kematian tertinggi di atas dari saur matua, yaitu saur matua bulung. Yang
dimaksud dengan saur matua bulung adalah jika seseorang yang meninggal dunia
dimana anak-anaknya sudah menikah semua dan telah memiliki cicit dari
anaknya laki-laki dan cicit dari anaknya perempuan. Namun jenis kematian
keduanya ( saur matua dan saur matua bulung) dianggap sebagai sebuah kematian
yang ideal, karena tidak memiliki tanggungan anak lagi.
Dari kelima jenis kematian di atas, yang akan menjadi objek penelitian
dalam tulisan ini adalah kematian saur matua. Alasannya adalah, karena pada
umumnya musik tiup, digunakan oleh masyarakat Batak Toba yang ada dikota
Medan pada jenis kematian tersebut.
2.3 Ensambel Musik Tiup dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan
2.3.1 Makna ensambel musik tiup
Musik tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam. Menurut
teori Curt Sachs dalam bukunya “Wellspring of music”, pengelompokan musik
tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup
17
brass 18
Sadie dalam bukunya yang berjudul The New Grove Dictionary of Music
juga mengatakan bahwa musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band)
yang keseluruhan alatnya yang digunakan terdiri dari logam kuningan.(1980 : 20) termasuk dalam kelompok aerophone (sumber bunyi dari karena adanya
getaran dari udara ).( Monang Asi Sianturi; 2012 : 206)
Monang Asi Sianturi, dalam Tesisnya mengatakan bahwa, lahirnya musik
Batak Toba dikomersialkan berawal dari desa Tambunan, Balige, Toba Samosir.
Awalnya alat musik tiup ini digunakan untuk mengiringi pesta yang bersifat
hiburan maupun dalam konteks upacara adat, telah membuat kelompok musik tiup
sebagai sumber mata pencaharian baru, dan itu menjadikan para pemusik tiup di
gereja memperoleh pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian yang memadai.
Anggapan itu terbukti ketika beberapa pesanan untuk undangan-undangan banyak
yang datang dari luar kota, luar provinsi datang memesan kelompok musik ini.
Kelompok musik tiup Batak Toba pertama dapat dicatat pada komunitas
Batak Toba, adalah grup Tambunan Musik, sesuai dengan nama tempat kelahiran
grup musik tiup itu yaitu, desa Tambunan, Balige yang kemudian pindah ke kota
Medan. Dengan hadirnya kelompok musik tiup ini, membuat para musisi yang
belum punya pekerjaan namun memiliki pengetahuan dan bakat didalam musik
bergabung denagn mencari induk semang untuk membentuk kelompok musik tiup
yang baru. Di kota Medan, pada tahun 1987 kelompok musik tiup yang terbentuk
pertama sekali adalah kelompok musik tiup yang bernama DUMA MUSIK, yang
dikelola seorang pengusaha penerbit buku Fa.Masco pimpinan Drs.R.T
18
Situmorang. kelompok ini didirikan dengan latar belakang untuk mengisi acara
adat. Pemain musiknya berasal dari personil Tambunan Musik Balige, yang
sengaja didatangkan ke kota Medan. ( 2012 : 211)
Musik tiup pada budaya masyarakat Batak Toba mulai berkembang setelah
ajaran agama Kristen Protestan mulai berkembang dan menjadi salah satu agama
yang cukup banyak penganutnya merupakan masyarakat Batak Toba. Sebelum
ajaran agama Kristen muncul pada kebudayaan masyarakat batak toba, musik
yang digunakan dalam upacara adat kematian saur matua adalah satu set
ensambel Gondang sabangunan ( terdiri dari sarune bolon, taganing, odap, ogung,
dan hesek ). Namun setelah ajaran agama Kristen mulai berkembang, maka
gondang sabangunan ini mulai tergantikan dengan ensambel musik tiup.
Berkembangnya musik tiup dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba,
ditandai dengan semakin sering digunakannya musik tiup untuk mengiringi
upacara adat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba. Ensambel ini kemudian
semakin sering digunakan terutama dalam upacara adat kematian saur matua
ataupun sari matua.
Menurut pemahaman masyarakat Batak Toba pada awalnya, musik tiup
adalah seperangkat alat musik yang ditiup yang terbuat dari bahan logam, dan
merupakan hasil dari kebudayaan barat yang digunakan untuk mengiringi upacara
adat dalam budaya masyarakat Batak Toba, dimana awalnya musik tiup ini
berkembang di lingkungan gereja, namun seiring dengan perkembangan jaman
musik tiup keluar dari lingkungan gereja dan digunakan dalam upacara adat Batak
Sampai saat ini, musik tiup pada masyarakat Batak Toba telah berubah
pemahamannya. Saat ini, dengan satu buah sulim, keyboard, taganing, satu
terompet, satu trombone, dan satu saxophone juga telah disebut juga musik tiup.
Saat ini sudah sangat jarang sekali kita menjumpai musik tiup seperti awalnya
ensambel musik tiup mulai digunakan dalam gereja. Bahkan jika kita lihat
sekarang ensambel musik tiup pun sudah memasukkan instrument gitar, bass dan
drum.
2.3.2 Fungsi dan penggunaan musik tiup pada upacara adat kematian masyarakat Batak Toba
Penggunaan musik tiup dalam upacara adat kematian dalam kebudayaan
masyarakat Batak Toba, adalah pada saat mengiringi tortor19
Fungsi musik tiup dalam upacara adat kematian adalah sebagai salah satu
bagian dari kelengkapan dari upacara adat pada upacara adat kematian dan salah
satu kelengkapan juga untuk mengiringi upacara kebaktian.
dalam upacara adat
kematian. Selain itu, musik tiup dalam upacara adat kematian digunakan pada saat
mengiringi acara kebaktian. Selain upacara kebaktian, musik tiup juga digunakan
untuk mengiringi jenazah ke pemakaman, dan juga mengiringi acara kebaktian di
tempat pemakaman.
19
BAB III
DESKRIPSI SAXOPHONE PADA ENSAMBEL MUSIK TIUP 3.1 Sejarah Saxophone
3.1.1 Sejarah Lahirnya Saxophone dan Perkembangannya
Saxophone diciptakan oleh ahli pembuat alat musik dan sekaligus musisi
yang berkebangsaan Belgia yang bernama Adolphe Sax (Antoine Joseph), pada
tahun 1841. Walaupun saxophone telah diciptakan pada tahun 1841, namun
sering sekali orang menganggap bahwa kelahiran saxophone itu pada tahun 1846,
dimana pada tahun tersebut, saxophone baru dipatenkan, oleh Sax. Hak paten sax
tentang saxophone mencakup dua jenis yaitu : saxophone untuk orkestra ( in C
dan in F ) dan in saxophone untuk band ( in Bb dan Eb).
Gambar 3.1.1 ; Penemu Saxophone, Adolphe Sax ( 1814-1894)
Penggunaan saxophone pertama kali muncul oleh teman dari Adolphe Sax
yaitu Bector Herlios, pada tahun 1942 dimana Herlios menggunakannya pada
orchestra. Disamping digunakan pada orchestra, Herlios juga memperkenalkan
Pada tahun 1845 saxophone mulai digunakan dalam band militer di Paris,
Perancis. Pada saat itu saxophone digunakan untuk menggantikan oboe dan
bassoon. Hingga pada tahun 1847, sekolah pertama saxophone untuk band militer
didirikan di Paris, tepatnya pada tanggal 14 Februari. Sejak itu saxophone mulai
mengalami perkembangan dan dikenal masyarakat luas.
Perkembangan teknis saxophone dibagi dalam dua fase, yaitu fase
sebelum dipatenkan dan fase sesudah dipatenkan. Fase pertama sebelum
dipatenkan, adalah dimana perubahan dan perkembangannya sangat lambat,
karena bentuknya yang sederhana dan sangat mirip dengan clarinet. Sedangkan
pada fase kedua, yaitu pada tahun 1866, dimana masa hak paten saxophone
berakhir, mulailah muncul pembuat saxophone, mengakibatkan perkembangan
secara fisik dan teknis saxophone, walaupun sebenarnya secara fisik saxophone
tidak banyak yang berubah dari bentuk awal diciptakan.
Sekitar tahun 1900-an, saxophone mulai digunakan dalam band. Hingga
saat ini telah banyak menggunakan saxophone untuk konsep musik jazz,
tekniknya diadopsi dari teknik pharasing terompet. Sampai saat ketika musisi
Jazz mulai melirik saxophone, dengan mengaplikasikan phrasing dan attack dari
terompet. Sekitar tahun 1920-an, dengan tokoh seperti Sidney Bechet, dan
Coleman Hawkins. Kemudian disempurnakan pada tahun 1930-an dengan Lester
Young, lalu muncul Charlie Parker. Musisi yang disebutkan di atas bereksperimen
dengan berbagai tone dan suara dari saxophone hingga teknik bermainnya
berkembang seperti saat ini dan menjadikan saxophone menjadi alat musik yang
(Bb), Alto (Eb), Tenor (Bb), Baritone (Eb), dan yang terakhir adalah baby
saxophone ( Bb).
Gambar 3.1.2 ;Alto Saxophone20
Gambar 3.1.3 ; Saxophone sopran
Gambar 3.1.4; Tenor Saxophone
20
Gambar 3.1.: Baritone Saxophone
Gambar 3.1.7: Baby Saxophone
3.1.2 Sejarah Masuknya Saxophone dalam Budaya Masyarakat Batak Toba
Penggunaan alat musik saxophone tidak terlepas dari perkembangan
ensambel musik tiup pada masyarakat Batak Toba. Penggunaan ensambel musik
tiup dalam budaya masyarakat Batak dimulai sejak adanya penyebaran ajaran
agama Kristen pada masyarakat Batak Toba oleh para misionaris dari Eropa.
Salah satu misionaris yang datang dan berhasil menyebarkan ajaran Kristen
Protestan ke tanah Batak yaitu DR. IL. Nommensen yang berkebangsaan Jerman
dan memulai menyebarkan ajaran tersebut sekitar tahun 1860-an.
Awal masuknya ajaran agama Kristen pada masyarakat Batak Toba memang
hanya menggunakan akordion untuk mengiringi ibadah, namun seiring dengan
pertambahan jemaat akordion tidak cukup lagi untuk mengimbangi suara jemaat
untuk mengiringi kebaktian, sehingga Nommensen menggantikannya dengan
Protestan mengalami perkembangan dengan menggunakan instrument tiup
lainnya seperti trombone,dan tuba.
Alat yang digunakan tersebut juga dibagi dalam beberapa klasifikasi menurut
warna suara dan fungsinya yaitu : terompet sopran untuk membawakan suara
sopran, terompet alto untuk membawakan suara alto, terompet tenor untuk
membawakan suara tenor, trombone bass juga membawakan suara tenor, dan
yang terakhir trombone kontra bass dan bass tuba untuk membawakan suara
bass. Awalnya ensambel tersebut terdiri dari 5 buah terompet sopran, 2 terompet
alto, 2 terompet tenor, 1 trombone bass, dan 1 trombone contrabass, 1 buah bass
tuba. Sekitar tahun 1930-an, ensambel ini mulai menggunakan 1 buah beat drum
(bass drum), dan 2 buah simbal (double cymbals) alat tersebut berfungsi untuk
membawakan tempo dan irama lagu.
Sekitar tahun 1960-an ensambel musik tiup yang digunakan di gereja mulai
mendapat undangan untuk mengiringi upacara adat, walaupun awalnya ensambel
tersebut digunakan hanya untuk mengiringi kebaktian dalam upacara adat
tersebut. Adapun instrument yang digunakan juga mengalami perubahan fungsi
dimana awalnya ensambel musik tiup yang digunakan untuk mengiringi
kebaktian di gereja. Namun setelah mengalami perkembangan instrument tersebut
sudah berfungsi sebagai ensambel musik pengiring dalam upacara adat.
Untuk lebih lengkapnya instrument yang digunakan adalah : 3 buah terompet
( 2 terompet sopran dan 1 alto), satu buah clarinet (pembawa suara tenor), satu
buah saxophone alto (pembawa suara sopran), 1 buah saxophone tenor (pembawa
(membawa suara bass) dan 1 buah bass drum dan double cymbals untuk
membawakan tempo dan melodi.
Dari keterangan tersebut, jelas bahwa awalnya saxophone ke daerah Batak
Toba telah dimulai sekitar tahun 1960-an. Setelah ensambel musik tiup mulai
digunakan dalam upacara adat, walaupun awalya untuk mengiringi kebaktian saja,
namun lambat laun ensambel musik tiup digunakan untuk mengiringi upacara adat
dan bahkan untuk mengiringi tortor dalam upacara adat masyarakat Batak Toba.
Awalnya ensambel musik tiup memang berkembang di daerah Balige, Toba
Samosir, dimana grup musik tiup tersebut memang dibina dalam gereja. Setelah
berkembangnya musik tiup tersebut digunakan dalam upacara adat, maka semakin
banyak pula muncul musik tiup, hingga dapat kita lihat saat ini, musik tiup telah
menjadi suatu usaha untuk tujuan komersil.
Setelah masuknya saxophone yang dimulai pada sekitar tahun 1960-an, saat
ini saxophone juga masih sering digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak
Toba, walaupun hal tersebut dalam ensambel musik tiup maupun bukan dalam
ensambel musik tiup. Saxophone berfungsi juga sebagai pembawa melodi dalam
membawakan repertoar untuk mengiringi tortor.
3.2 Jenis-Jenis Saxophone
Saxophone dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan bentuk dan nada dasar
yang berbeda adalah sebagai berikut :
1. Sopranino in Eb
2. Soprano in Bb
4. Tenor in Bb
5. Baritone in Eb
6. Bass in Bb
7. Contra bass in Eb
Walaupun jenis dan nada dasar yang berbeda, namun teknik penjarian dan
permainan semua saxophone itu tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan hampir
sama.
Dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, saxophone yang sering digunakan
adalah saxophone alto. Hal ini terjadi karena suara karakter dari saxophone alto
cocok untuk membawakan melodi dalam membawakan repertoar gondang dalam
upacara adat kematian. Selain itu dari segi harga, alto memang lebih murah
daripada sopran atau tenor.
3.3 Study Organologi Saxophone 3.3.1 Study Struktural
Saxophone terbuat dari bahan logam. Adapun bagian-bagian yang terdapat
dalam saxophone adalah sebagai berikut :
1. mouthpiece
Mouthpiece adalah bagian untuk lobang tiupan pada saxophone. Bahan dasar
pembuat mouthpiece bermacam-macam. Tapi mouthpiece umumnya terbuat dari
Gambar 3.3.1: Mouth Piece(Terbuat dari Ebonit)
Yang berhubungan dengan mouthpiece juga terdapat bagian –bagian seperti :
a. ligature, merupakan ring pengikat reed ke body mouth piece. Pada
umumnya bahannya terbuat dari metal, kulit, karet, dan kain. Namun yang
sering dijumpai digunakan adalah yang terbuat dari bahan metal maupun
karet. Bentuknya seperti ring untuk pengikat. Fungsinya adalah untuk
mengikat reed ke mouthpiece.
Gambar 3.3.2a: Legature
b. Reed, alat untuk pembelah udara yang diikat oleh legature di mouthpiece,
terbuat dari bambu yang bentukya tipis. Reed memiliki jenis dari segi
Gambar 3.3.2b ; Reed
2. Neck
Neck adalah tempat dilengketkannya mouthpiece dan penghubung antara
mouthpiece dengan body saxophone. Neck juga sekaligus tempat mengalirnya
udara ke body saxophone yang ditiup melalui mouthpiece.
Gambar 3.3.3 : Neck
3. Body
Body merupakan badan utama dari saxophone, dalam body ini terdapat dan
tempat key untuk penjarian saxophone.selain itu bagian body juga menyatu
dengan bell saxophone. Jadi body merupakan bagian pokok dari saxophone
karena proses produksi nada diatur dalam body melalui teknik penjarian. Selain
tempat penjarian, juga terdapat katup saxophone untuk mengatur system nada
Gambar 3.3.4 Body Saxophone
4. Bell
Bell merupakan bagian ujung saxophone untuk mengeluarkan bunyi. Bell
berbentuk bulat. Bell juga biasanya terdapat ukiran merk dari saxophone.
Gambar 3.3.5 Gambar Bell Saxophone
Selain keempat bagian utama saxophone di atas, ada juga bagian lain yang
memang berhubungan yang digunakan oleh pemain saxophone di luar dari bagian
utama saxophone. Adapun bagian tersebut adalah trep dan stand saxophone.
Trep,atau dalam istilah musik tiup disebut dengan salempang, adalah sejenis
kain atau tali pengikat atau pengait untuk body saxophone, dimana tali tersebut
dikalungkan di leher pemain. Fungsi trap ini adalah agar saxophone tersebut tidak
jatuh saat digunakan dan sekaligus untuk mengurangi beban saxophone karena
saxophone memang lumayan berat untuk ditahan dengan menggunakan jari
apalagi saat digunakan.
Gambar 3.3.6 : Gambar Trap Saxophone
Stand saxophone adalah tempat untuk dudukan saxophone apabila sedang tidak
digunakan. Fungsi stand ini adalah agar badan saxophone tetap terawat walaupun
saat tidak digunakan, karena saxophone termasuk alat musik yang sensitif,
sehingga saxophone tidak bisa diletakkan begitu saja apabila saat tidak digunakan,
sebab jika saxophone dilitakkan sembarangan bisa saja body saxophpone itu
mengalami kerusahan kemungkinan perubahan atau mengalami pergeseran baut
atau klep untuk penjarian karena jika mengalami pergeseran atau perubahan
tersebut itu sangat berpengaruh dengan bunyi yang dihasilkan.
Bagian untuk di leher pemain
Gambar 3.3.7 Stand Saxophone 3.3.2 Study Fungsional Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup
Dalam ensambel musik tiup digunakan yang mempunyai fungsi sebagai
pembawa melodi. Saxophone juga semakin sering digunakan untuk menggantikan
peran dari sarune etek. Dalam ensambel musik tiup, saxophone membawakan
melodi pokok untuk mendampingi permainan dari sulim. Selain membawakan
melodi pokok lagu, saxophone juga terkadang membawakan suara tenor atau alto
dari melodi pokok lagu, dimana sesekali saxophone juga melakukan improvisasi.
3.4 teknik permainan saxophone secara umum 3.4.1 proses produksi bunyi.
Untuk menghasilkan atau produksi bunyi pada saxophone yaitu dengan cara
ditiup melalui mouthpiece, kemudian udara yang masuk melalui mouthpiece
tersebut masuk melalui neck, terus mengalir ke body, dan udara yang ada yang
keluar ,melalui bell saxophone sehingga menghasilkan bunyi. Bunyi yang