• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H

Nama : Sudarsono Malau NIM : 080707015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(2)

TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM ENSAMBEL MUSIK TIUP UNTUK MENGIRINGI UPACARA ADAT KEMATIAN BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

SKRIPSI SARJANA Dikerjakan O L E H Sudarsono Malau NIM: 080707015 Disetujui Oleh: Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si Drs. Torang Naiborhu, M.Hum NIP. 195608281986012001 NIP. 196308141990031004

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas ilmu Budaya USU,

Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam Bidang ilmu Etnomusikologi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN

(3)

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, Oktober 2013 Departemen Etnomusikologi Ketua

Drs. Muhammmad Takari, M.Hum., Ph.D NIP.19651221199103 1 001

(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Kuasa, atas pernyertaan dan berkat yang diberiNya kepada penulis, sehingga tugas akhir (skripsi ) ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana, pada program study Etnomusikologi di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini yang berjudul Teknik Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada Ensambel Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan, tidak terlepas dari berbagai kendala ataupun masalah yang penulis hadapi selama proses untuk mengerjakan skripsi ini. Namun berkat doa, motivasi dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat, dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pihak yang terlibat untuk penuloisan skripsi ini

Terimakasih banyak penulis sampaikan kepada orang tua penulis S. Malau dan L. Situngkir, yang selama ini telah bersemangat untuk memberikan dorongan kepada penulis, baik dalam bentuk moril maupun materi, mulai dari masa pendidikan penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak buat saudara saudara penulis, Pak Amel Malau dan istri (M Situmorang), Rotua Malau, Tonggo Malau, dan Sarjan Malau, atas dorongan dan motivasi yang diberikan kepada penulis, semoga kiranya, kita semakin diberkati oleh Tuhan Yesus Kristus, dan tetap diberikan kesehatan.

(5)

Penulis juga mengucapkan terimaksih banyak yang sebesar besarnya kepada pihak pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini antara lain :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku rector di Universitas Sumatera Utara dan kepada bapak Prof. Dr. Syahron Lubis, selaku dekan di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku ketua program studi di departemen Etnomusikologi, USU dan kepada ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd, selaku sekretaris di jurusan Etnomuikologi yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan urusan administrasi.

3. Kepada kedua pembimbing penulis selama pengerjaan skripsi ini yaitu bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si dan bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Terimakasih banyak atas semua bimbingan atau arahan, masukan, dan kritikan yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Penulis juga mengucapkan terimakih kepada informan penulis amang boru Mmanullang, Ian Tambunan, S.Marbun, J tambunan, yang telah memberikan informasi maupun data selama penulis melakukan penelitian dan juga kepada tulang Marsius Sitohang yang memberikan informasi awal dan terkhusus juga kepada abangda David Simanungkalit S.Sn, yang telah mengenalkan penulis kepada informan selama dalam melakukan penelitian ini, sehingga informasi tersebut dapat penulis buat menjadi suatu skripsi.

(6)

5. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada sahabat sahabat penulis selama mengikuti perkuliahan yaitu anak etno stambuk 2008 (Nielson Sihombing, Pardon simbolon, Marini Sinaga, Yudhistira Siahaan, Marliana Manik, Medina Hutasoit, Brian Laso H, Andro M Hutabarat, Daniel Sianturi, Daniel Zai, Mario king, Rudi sastro, Mahyar, dan Agus ). Terimakasih juga Sahabat penulis yang di UKM PSM USU, ( Grace sipudan, friska, Andi Buaya, Bonggud, Deby, Gok P Malau, Kawan, Lydia, Meilina Silalahi, Vera simbolon, Anita Purba, Chaterine, Mario, David Hutagalung, Lido P, Roman, Chandra, dan yang lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu ) terimakasih buat kerjasama dan persahabatnnya selama di Paduan suara. Terkhusus juga penulis mengucapkan terimaksih kepada sahabat penulis di yaitu Theresia Damanik, S.P, bg Senovian, Bang Budi, dan bang David Simanungkalit, terimaksih buat masukannya dan dorongan yang diberikan kepada penulis. 6. Terimakasih kepada sahabat penulis di “KOMUNITAS SAXOPHONE

ETNOMUSIKOLOGI”, bang Markus Sirait, S.Sn, bang Welly simbolon S.Sn, lae Nixon Sianturi, S.Pd,Tumpal Saragih, dan Batoan Sihotang. Terimakasih buat semangat dan ilmu yang diberikan selama belajar saxophone di perkuliahan maupun pada saat latihan saxophone di Etnomusikologi. Kiranya kita tetap dilindungi Tuhan agar dapat kembali berkarya dan belajar bersama.

7. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada sahabat sahabat penulis di Naposo Bulung HKBP GD Johor ( Loriwan Sirait, Tety culen,

(7)

Ardo, Pongky, Dasep, Vahri, Agnes Tondang, Agnes Siagian, Ana, Doner, kak Hana, lae Donna, dan kpada semua anak anak Naposo bulung GD Johor.) atas sindiran sindiran “masih kuliah.?” atau “kapan tamat.?” yang selalu muncul tiap kali bertemu. Semoga persahabatan kita dapat terjaga dengan baik dan tetap berkarya untuk Tuhan.

8. Terkhusus penulis mengucapkan terimakasih kepada Astri Sihombing, A.Md yang pernah membantu penulis dan memberikan motivasi sehingga penulis tetap semangat dan menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih banyak penulis ucapkan kepada Dewi Intan Sitorus, A.Md atas bantuan kamera dan yang telah membantu penulis mengerjakan skripsi ini dan motivasi yang selalu diberikan.

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terkait yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu persatu, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga menyadari bahwa mungkin dalam skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan atau kesalahan, untuk itu sebelumnya penulis memohon maaf kepada pembaca ataupun pihak yang merasa dirugikan dan sekaligus juga mengharapkan agar sudi kiranya jika terdapat kesalahan atau kekurangan agar pembaca sudi kiranya memberikan masukan untuk kesempurnaan tulisan ini sehingga nantinya skripsi ni dapat lebih layak untuk dibaca dan memberikan informasi yang bermanfaat.

(8)

Semoga tulisan ini bermanfaat buat pembaca dan bagi yang membutuhkannya. Terimakasih.

Medan, Oktober 2013

Penulis

(9)

DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN ... KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii ABSTRAK ... iii BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2.Pokok Permasalahan ... 7

1.3Tujuan dan Manfaat ... 9

1.3.1.Tujuan Penelitian ... 9

1.3.2.Manfaat Penelitian ... 10

1.4.Konsep dan Teori yang digunakan ... 11

1.4.1.Konsep ... 11

1.4.2.Teori yang digunakan ... 13

1.5.Metode Penelitian ... 15

1.5.1Kerja Lapangan ... 16

1.5.2.Metode Observasi ... 16

1.5.3 .Wawancara ... 17

(10)

1.5.6.Kerja Laboratorium ... 18

BAB II MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN ... 19

2.1. Deskripsi masyarakat Batak Toba di kota Medan ... 19

2.1.1. Etnografi kota Medan ... 19

2.1.2. Masyarakat batak Toba di Kota Medan ... 20

2.1.3. Sistem kepercayaan masyarakat Batak di Kota Medan ... 21

2.1.4. Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di Kota Medan ... 22

2.2. Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba ... 23

2.3. Ensambel musik tiup pada kebudayaan masyarakat Batak Toba di Kota Medan... 25

2.3.1. Makna ensambel musik tiup ... 25

2.3.2. Fungsi dan penggunaan musik tiup pada upacara Adat Kematian masyarakat Batak Toba ... 28

BAB III DESKRIPSI SAXOPHONE PADA ENSAMBEL MUSIK TIUP ... 29

3.1. Sejarah Saxophone ... 29

3.1.1. Sejarah Lahirnya Saxophone dan Perkembangannya .. 29

3.1.2. Sejarah Masuknya Saxophone Dalam Budaya Masyarakat Batak Toba ... 33

(11)

3.2. Jenis-Jenis Saxophone ... 35

3.3. Study Organologi Saxophone ... 36

3.3.1. Study Struktural ... 36

3.3.2. Study Fungsional Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup ... 41

3.4. Teknik permainan saxophone secara umum ... 41

3.4.1. Proses produksi bunyi ... 41

3.5. Teknik Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup ... 57

3.6. Fungsi dan penggunaan saxophone dalam ensambel musik Tiup ... 71

BAB IV DESKRIPSI TEKNIK PERMAINAN SAXOPHONE DALAM STRUKTUR MELODI REPERTOAR YANG DIMAINKAN .... 72

4.1. Notasi dan Transkripsi ... 72

4.2. Proses Transkripsi ... 72

4.2.1. Cara kerja transkripsi ... 74

4.2.2. Pemilihan repertoar yang akan ditranskripsi ... 75

4.2.3. Alasan pemilihan repertoar ... 75

BAB V PENUTUP ... 82

5.1. Kesimpulan dan Saran... 82

5.1.1. Kesimpulan ... 82

5.2. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR INFORMAN

(13)

ABSTRAK

Teknik Permainan Saxophone Dalam Memainkan Repertoar Gondang Pada Ensambel Musik Tiup Dalam Mengiringi Upacara Adat Dalam Kebudayaan

Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed

aerophone (alat music tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah).

Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Setelah adanya masa perdagangan dan penyebaran agama, saxophone mulai masuk ke Indonesia khususnya ke daerah batak sekitar tahun 1940-an. Saxophone mulai digunakan dalam acara adat pada masyarakat batak toba untuk menggantikan alat musik tradisional batak toba.

Fokus dari penelitian ini adalah menyangkut tentang teknik memainkan saxophone dalam membawakan repertoar gondang yang ada dalam tradisi masyarakat batak toba sebagai salah satu alat musik yang digunakan dalam upacara adat batak toba, khususnya yang ada di kota Medan. Untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat maka dalam penelitian ini akan dilakukan metode penelitian kwalitatif, serta didukung dengan metede wawancara terhadap pihak yang terkait dengan penelitian ini. Setelah data yang didapatkan dilapangan maka data tersebut akan diolah di laboratorium. Selain itu, penelitian ini akan didasarkan juga atas beberapa teori.

(14)

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses belajar hingga dapat memainkan saxophone didalam acara adat batak toba, mengetahui bagaimana teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar gondang, serta untuk menjadi suatu karya tulis dalam bentuk skripsi di departemen Etnomusikologi. Hasil penelitian adalah, saxophone telah lama digunakan dalam upacara adat batak toba, dan fungsi saxophone dalam ensambel musik pengiring upacara adat adalah sebagai pembawa melodi yang teknik permainannya ada yang diadopsi dari teknik permainan sulim (side blown flute) ataupun teknik permainan sarune etek (single reed aerophone) maupun sarune bolon (double reed aerophone).

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sosial bermasyarakat, manusia tidak terlepas dari unsur

seni, khususnya yang berkaitan dengan seni musik. Penggunaan musik itu memang berbeda seiring dengan fungsi dari musik itu, kapan dan dimana digunakan. Selain itu, konsep dan pemahaman tentang musik itu berbeda pengertiannya dalam setiap kelompok masyarakat. Konsep dan makna musik dalam setiap kebudayaan itu sendiri biasanya memang cenderung dipengaruhi oleh pemahaman masyarakat pendukung suatu kebudayaan musik itu sendiri. Demikian juga halnya terjadi dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, dimana musik itu mempunyai makna dan fungsi tersendiri.

Dalam setiap aktivitas upacara adat masyarakat Batak Toba biasanya selalu berdampingan dengan kegiatan musikal, dimana musik itu sendiri berfungsi sebagai pelengkap dan pengiring dalam upacara adat. Upacara adat dalam masyarakat Batak Toba yang menggunakan musik masih dapat kita jumpai hingga saat ini karena itu merupakan sebuah hasil karya cipta, karsa dan rasa yang nyata yang terdapat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba itu sendiri. Dalam kehidupan sosial masyarakat Batak Toba kegiatan musik itu juga mempunyai makna dan tujuan yang berbeda, dimana itu terjadi berdasarkan penggunaannya seperti dalam konteks upacara adat, ritual keagamaan, maupun dalam konteks pertunjukan yang bersifat hiburan.

(16)

Selain melihat dari sisi fungsi dan penggunaan musik dalam masyarakat Batak Toba tersebut, memang ada sisi lain yang juga sangat perlu diperhatikan, yaitu suatu unsur dinamika perubahan dan perkembangan. Sejak dimulainya suatu kebudayaan masyarakat Batak Toba mulai dari masa nenek moyang masyarakat Batak Toba, kebudayaan itu tidak terlepas dari suatu perubahan atau pun perkembangan. Baik itu dilihat dari fungsi dan penggunaan, cara-cara bermusik, status sosial musisi maupun hingga alat musik yang digunakan. Namun yang paling menonjol perubahan yang terjadi dalam kegiatan musikal masyarakat Batak Toba, itu ditandai dengan sebelum dan sesudah masuknya ajaran agama Kristen ke daerah masyarakat Batak Toba.

Sebelum masuknya agama Kristen di tanah Batak, alat musik yang digunakan dalam upacara adat tradisi, ataupun upacara ritual lainnya adalah ensambel gondang sabangunan dan ensambel uning-uningan yang digunakan untuk memanggil arwah nenek moyang dan dalam konteks acara adat lainnya( Monang Asi Sianturi: hal 1)1

1

Dikutip dari tesis Monang Asi Sianturi, pada program studi Magister(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni dengen judul “Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Masyarakat Batak Toba”. Tahun 2012.

. Ensambel gondang sabangunan adalah ensambel yang instrumennya terdiri dari : empat buah ogung (suspended gong) yaitu ogung

ihutan, ogung oloan, ogung doal, dan ogung panggora ; lima buah taganing atau

gendang (single headed braced drum), satu buah odap (double headed drum) satu buah gordang (single headed braced drum), satu buah sarune bolon (double reed oboe aerophone), dan satu buah hesek (struck idiophone). Keseluruhan alat tersebut tergabung dalam ensambel yang disebut dengan gondang sabangunan

(17)

(Mauli Purba : 2004)2 . Namun setelah masuknya ajaran agama Kristen ke tanah Batak, penggunaan dan fungsi musik dalam budaya masyarakat Batak Toba juga mengalami perubahan. Hal ini terjadi karena adanya pembatasan dan bahkan pelarangan aktivitas musik tradisi masyarakat Batak Toba yang dilarang oleh pihak gereja. Oleh karena itu misionaris yang membawa paham agama Kristen dalam kesempatan tersebut mulai memperkenalkan alat musik barat, yang diawali dengan alat musik tiup trompet yang kemudian menjadi sebuah ensambel musik

tiup atau brass band, (Monang Asi Sianturi)3

Adapun alat musik tiup yang berasal dari budaya barat yang dikelompokkan dalam ensambel musik tiup adalah terompet sopran dan alto,

trombone baritone dan tenor, tuba, dan contra bass. Seiring berkembangnya

ajaran agama Kristen di tanah Batak, maka musik tiup (brass band) itu pun sudah mulai digunakan dalam upacara adat acara yang bersifat perayaan dalam tradisi Batak Toba. Artinya, musik tiup tidak hanya digunakan dalam acara kebaktian di gereja saja. Sejak saat itulah istilah “musik tiup”untuk kelompok ataupun ensambel musik mulai populer disebut dalam budaya masyarakat Batak Toba. Walaupun digunakan dalam upacara adat, namun repertoar yang dimainkan tetap repertoar dari ensambel gondang.

. Musik tiup adalah suatu kesatuan pengelompokan alat musik yang terbuat dari bahan logam, dimana materi penggetar bunyinya dihasilkan oleh udara.

2

Dikutip dari buku “PLURALITAS MUSIK ETNIK” dengan judul makalah Mengenal Tradisi Gondang dan Tortor Pada Masyarakat Batak Toba oleh Drs. Mauly Purba, MA.,PhD, halaman 62. Yang diterbitkan oleh Pusat Doumentasi dan Pengkajian Kebudayaan Batak, UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN. 2004

3

Dikutip dari tesis Monang Asi Sianturi, pada program studi Magister(S2) Penciptaan dan Pengkajian Seni dengen judul “Ensambel Musik Tiup Pada Upacara Adat Masyarakat Batak Toba”. Tahun 2012.

(18)

Seiring dengan perkembangan istilah musik tiup, alat yang digunakan juga mengalami penambahan seperti saxophone. Perkembangan penggunaan ensambel musik tiup ini bukan hanya berkembang di daerah awalnya musik tiup muncul (daerah Toba Samosir khususnya di Desa Tambunan), namun setelah adanya perpindahan penduduk atau migrasi masyarakat Batak Toba khususnya ke kota Medan, penggunaan alat musik tiup ini juga cukup populer digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, khususnya upacara adat kematian. Jika kita lihat saat ini di wilayah kota Medan, istilah musik tiup itu sendiri bukan lagi hanya berpatokan pada alat musik tiup saja, namun sudah menggunakan alat musik gitar, bass, drum set, keyboard dan saxophone. Namun, walaupun penggunaan alat musiknya sudah beda istilah musik tiup tetap masih populer digunakan dalam ensambel alat musik yang berasal dari budaya barat tersebut.

Dari penjelasan tersebut, penulis mengasumsikan bahwa dengan terjadinya kontak kebudayaan masyarakat Eropa (khususnya yang dibawakan oleh misionaris) dengan masyarakat Batak Toba telah membawa dampak perubahan pada budaya masyarakat Batak itu sendiri, dimana terjadi dua kontak budaya yang menghasilkan suatu inovasi (pembaharuan). Dalam pertemuan kebudayaan ini ada juga perubahan alat musik yang digunakan, dimana saat ini hampir setiap upacara adat kematian masyarakat Batak Toba dijumpai alat musik barat, tanpa menghilangkan ciri khusus musik Batak namun alat yang digunakan berbeda. Pendapat tersebut juga didukung dengan pendapat Prof. Shin Nakagawa dalam bukunya yang berjudul Musik dan Kosmos hal 19 yang mengatakan bahwa :

……..dalam musik juga sering terjadi peminjaman cirri khusus dari suatu budaya musik…..dalam hal ini pertukaran instrumen juga dapat terjadi, dalam hal ini instrumen

(19)

tidak harus disertai dengan konsep lamanya. Akan tetapi dalam hal ini composer inovatif tidak membutuhan makna baru tersebut dalam konteks aslinya. Ini merupakan inovasi maka kecil dianggap sebagai bagian kecil dari terakulturasi yang sangat mungkin terjadi. 4

hal tersebut diasumsikan Shin Nakagawa sebagai pengambil alihan ciri khusus musik (transfer of discrete musical tarits).

Di sisi lain, dampak dari kontak budaya tersebut juga dapat berdampak terhadap percampuran kebudayaan yang saling berdampingan, dimana dua unsur budaya musikal yang bercampur yang saling berdampingan. Sebagai contohnya adalah, konsep musikal Batak Toba yang dulunya dikenal dengan pentatonic (terdiri dari 5 nada), setelah terjadinya kontak budaya dengan budaya barat saat ini konsep musikal dari Batak Toba sudah mengenal lebih dari 5 nada atau sudah mengarah pada konsep diatonic (ada nada yang berjarak 1 dan ½ laras). Fenomena ini dapat kita jumpai pada masyarakat Batak khususnya yang berada di kota Medan. Prof.Shin Nakagawa dalam buku “Musik dan Kosmos”hal 20 juga mengatakan bahwa :

……..pluralisme biasanya terjadi pada masyarakat urban yang terjadi pada dua atau multi etnis. Dua kemungkinan bisa terjadi dalam musik, pertama saling mencampur unsur musik yang ada menjadi sintesis yang baru dan kedua masing masing hidup berdampingan.5

4

Dikutip dari buku “Musik dan Kosmos” karangan Prof Shin Nakagawa, hal 19, yang diterbitkan pada tahun 2000.

5

Dikutip dari buku “Musik dan Kosmos” karangan Prof Shin Nakagawa, hal 20, yang diterbitkan pada tahun 2000.

(20)

Hal tersebut dikatakan Shin Nakagawa sebagai pluralisme hidup yang berdampingan (pluralistic coexistence of music).

Atas alasan tersebut maka penulis akan mengkaji tentang percampuran dua kebudayaan yang berfokus alat pada alat musik saxophone. Dimana secara jelas diketahui bahwa saxophone bukan merupakan alat musik tradisi dalam budaya masyarakat Batak Toba, melainkan hasil dari budaya barat, yang pada saat ini telah sering digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba khususnya dalam upacara adat kematian.

Sejak masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup dalam budaya masyarakat Batak Toba, hingga saat ini alat musik ini masih sangat sering kita jumpai digunakan dalam upacara adat kematian masyarakat Batak Toba khususnya yang menggunakan ensambel musik tiup. Fenomena yang dilihat dalam ensambel musik tiup adalah bahwa saxophone sudah berperan sebagai pembawa melodi repertoar gondang untuk mengiringi tortor dalam upacara adat masyarakat Batak Toba di Medan.

Pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah tentang penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup khususnya yang menyangkut tentang teknik permainan saxophone sehingga dapat diterima oleh masyarakat Batak Toba, dan bagaimana permainan saxophone dapat mengikuti rasa musikalitas masyarakat Batak Toba, sehingga saxophone ini masih sering digunakan dalam upacara adat kematian masyarakat Batak Toba. Asumsi saya, teknik permainan saxophone dalam ensambel musik tiup tidak mengikuti teknik permainan musik barat, melainkan telah menggunakan teknik permainan yang diadopsi dari teknik

(21)

permainan sulim (side blown flute, yang terbuat dari bambu) ataupun sarune etek ( single reed aerophone ), sehingga dengan adanya adopsi teknik permaian tersebut bunyi yang dihasilkan oleh saxophone dapat diterima oleh masyarakat Batak Toba, khususnya di kota Medan.

Asumsi dari penulis tersebut juga didukung oleh pendapat dari Marsius

Sitohang (musisi Batak dan juga dosen praktek musik Toba di Departemen

Etnomusikologi USU) juga mengakui memang harus ada teknik permainan khusus untuk memainkan saxophone dalam membawakan repertoar gondang supaya rasa musik Toba-nya terasa. Hal tersebut diakuinya karena menurut pengakuan beliau, dia juga pernah memainkan saxophone pada era tahu 1980-an, dan menurut beliau dia mengadopsi teknik permainan sulim dalam memainkan saxophone.6

Berdasarkan asumsi dan yang didukung oleh pendapat dari praktisi alat musik saxophone dalam ensambel musik tiup tersebut, maka penulis akan mengangkat sebuah karya ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Teknik

Permainan Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup Untuk Mengiringi Upacara Adat Kematian Batak Toba di Kota Medan”.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan penjelasan pada latar belakang, keberadaan musik saxophone dalam mengiringi upacara adat dalam budaya masyarakat Batak Toba, penulis akan mengkaji tentang teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar gondang. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang akan dikaji dalam tulisan ini adalah :

6

(22)

1. Bagaimana teknik permainan saxophone dalam ensambel musik tiup ? Hal ini untuk melihat bagaimana teknik permainan saxophone dalam memainkan repertoar dalam mengiringi upacara adat masyarakat Batak Toba, serta untuk melihat bagaimana eksistensi saxophone dalam ensambel musik tiup serta hubungannya dengan rasa musikalitas masyarakat Batak Toba sehingga saxophone masih tetap dipertahankan untuk digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba.

2. Bagaimana penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup ?

Hal ini akan melihat tentang sejarah masuknya saxophone dan bagaimana peranan saxophone dalam ensambel musik tiup.

3. Bagaimana stuktur melodi yang dimainkan saxophone dalam memainkan repertoar gondang ?

Pokok permasalahan yang dimaksud dalam hal ini adalah untuk melihat bagaimana saxophone memainkan melodi repertoar gondang serta melihat struktur melodi yang dimainkan saxophone, apakah masih terfokus pada konsep melodi musik barat atau lebih kepada konsep melodi musik batak. Namun pembahasan ini tidak terlalu mendalam, karena itu penulis lebih memfokuskan ke dalam konteks pokok permasalahan yang pertama dan kedua. Penulis membuat pokok permasalahan ini untuk melihat dimana teknik permainan saxophone itu digunakan dalam membawakan suatu repertoar.

Dari pokok permasalahan di atas penulis akan melihat beberapa pokok permasalahan aspek musik tentang bagaimana penyajian saxophone dalam

(23)

ensambel musik tiup serta struktur melodi saxophone serta bagaimana proses belajar, gaya permainan dalam memainkan repertoar gondang, serta menyangkut tentang kesejarahan mengenai musik tiup secara umum dan saxophone secara khusus.

Untuk mengkaji pokok permasalahan di atas maka penulis akan membuat beberapa alasan untuk melakukan penelitian, konsep penelitian, hipotesa dasar yang tentunya akan dilandaskan pada beberapa teori dasar yang akan menjadi landasan penulis untuk melakukan penelitian.

1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalah yang telah diuraikan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang penggunaan saxophone dalan ensambel musik tiup. Maka tujuan dari penelitian ini akan diuraikan sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan serta menjelaskan teknik permainan saxophone dalam ensambel musik tiup dalam memainkan repertoar gondang dalam mengiringi upacara adat kematian dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba di kota Medan.

2. Untuk memberikan informasi bagaimana proses masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup. Hal ini menyangkut tentang sejarah saxophone secara umum serta memberikan informasi tentang sejarah

(24)

masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup. Selain itu untuk melihat bagaimana peranan saxophone dalam ensambel musik tiup. 3. Untuk mendeskripsikan bagaimana stuktur melodi yang dimainkan

saxophone dalam memainkan repertoar gondang serta mengkaji tentang struktur melodi yang dimainkan saxophone.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang luas tentang saxophone dalam ensambel musik tiup, peranannya dalam ensambel musik tiup, serta memberikan gambaran tentang teknik permainan serta struktur musikal dari perjalanan melodi yang dimainkan saxophone.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Setelah melihat tujuan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi penulis serta bagi pembaca tentunya untuk memberikan pemahaman tentang saxophone dalam ensambel musik tiup dalam budaya masyaratak Toba. Dari hal tersebut maka penulis menguraikan beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat menjadi bahan referensi untuk menambah pengetahuan tentang saxophone

2. Untuk memberikan pertimbangan dan refrensi bagi peneliti berikutnya tentang penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup dalam budaya masyarakat batak toba.

3. Untuk memberikan informasi tentang tentang teknik permainan saxophone dalam ensambel musik tiup.

(25)

1.4 Konsep dan Teori yang digunakan 1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan idea atau pengertian yang di abstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1991).

Teknik adalah cara atau kepandaian untuk melakukan atau membuat sesuatu yang berhubungan dengan seni (KBBI; hal 1024 ) Sedangkan permainan adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain atau; barang atau sesuatu yang dimainkan(KBBI: 614), maka jika dirangkaikan teknik permainan dalam hal ini adalah suatu proses atau cara yang digunakan untuk memainkan saxophone untuk menghasilkan bunyi saxophone untuk memainkan repertoar gondang.

Saxophone adalah alat musik yang tergolong dalam single reed

aerophone (alat musik tiup yang materi penggetar bunyinya terdapat satu buah reed 7

Musik tiup adalah sekelompok ensambel musik yang menggunakan seperangkat instrument tiup dimana digunakan untuk mengiringi upacara adat dimana pada awalnya dipergunakan di gereja.

). Saxophone diciptakan oleh Adolph Sax pada tahun 1814. Saxophone termasuk salah satu jenis alat musik yang merupakan pengembangan dari alat musik clarinet (single reed aerophone).

8

7

Reed adalah sebuah bahan untuk membelah udara dan penggetar udara dimana posisinya pberada pada lobang tiupan. Dan reed saxophone terbuat dari bahan bambu

Musik tiup sering digunakan dalam upacara adat kematian dalam budaya masyarakat Batak Toba khususnya

8

(26)

yang ada di kota Medan. Jika kita lihat saat ini, dalam ensambel musik tiup ini juga telah digunakan saxophone.

Dalam buku Jeff Todd Titon yang berjudul “Worlds of Music : An

Introduction to the Music of the World Peoples (1984)” yang menyebutkan bahwa

dalam kebudayaan musik di dunia merupakan rangkaian dari 4 elemen yaitu : (a) ideas about music (gagasan tentang musik), (b) social organization of music ( organisasi sosial music), (c) material cultures of music (kebudayaan material musik) dan yang terakhir adalah (d) repertoires of music ( repertoar music). Dalam hal ini repertoar diartikan yang meliputi : a) style (gaya); b) genres (genre); c) texst (tekstual); d) composition (komposisi); e) transmission (transmisi) dan : f) movement (gerakan).9

Mengacu pada tujuan dan manfaat penelitian ini, maka untuk mengkaji penelitian ini juga tentunya akan mengacu pada konsep yang mendasar juga tentang perubahan khususnya tentang alat musik yang digunakan sudah berubah. Hal ini tentunya tidak terlepas dari adanya persebaran budaya.

Konsep dari penelitian ini adalah mengkaji tentang bagaimana teknik permainan saxophone dalam membawakan repertoar gondang. Selain mengkaji tentang teknik permainan penelitian ini tentunya tidak terlepas dari sejarah bagaimana perkembangan saxophone awalnya hingga bisa sampai di tanah batak dan digunakan dalam ensambel musik dalam budaya masyarakat Batak Toba.

9

(27)

Fungsi dan penggunaan saxophone dalam ensambel musik tiup juga menjadi konsep dasar yang akan dikaji dari penelitian ini, dimana untuk mendapatkan informasi bagaimana fungsi saxophone dalam ensambel musik tiup.

Upacara adat kematian Batak Toba dalam tulisan ini difokuskan kepada upacara adat kematian sari matua dan saur matua. Sari matua adalah suatu kematian, dimana oarng yang meninggal dunia telah beranak cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah. Saur matua adalah suatu kematian dimana orang yang meninggal dunia telah beranak cucu dan semua anaknya telah menikah10

1.4.2 Teori yang digunakan

.

Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan yang didukung dengan data dan argumentasi, atau penyelidikan experimental yang mampu menghasilkan fakta berdasarkan ilmu pasti (KBBI, hal 1177, edisi ke-3 tahun 2001). Lauer (2001 : 35 ) juga menjelaskan bahwa teori adalah bagaimana menerangkan gambaran suatu fenomena tertentu atau suatu pemikiran untuk menerangkan bagaimana suatu peristiwa itu terjadi. Dijelaskan juga bahwa teori adalah seperangkat pernyataan atau proposisi yang berhubungan secara logis, yang menerangkan fenomena tertentu sehingga untuk menguraikan sebuah fenomena kebudayaan dibutuhkan landasan teori yang tepat, sesuai dengan permasalahannya.

Untuk memahami bagaimana teknik permainan saxophone dalam ensambel musik tiup, penulis menggunakan teori etnosains, yaitu suatu teori yang

(28)

menggunakan pemahaman tentang objek yang diteliti tanpa berdasarkan landasan ilmiah. Dalam hal ini penulis bermaksud untuk mengetahui istilah, atau teknik permainan saxophone berdasarkan pemahaman pemain saxophone dalam musik tiup. Disamping itu juga akan mengetahui bagaimana persepsi pemain saxophone terhadap permainan saxophone yang dibutuhkan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba.

Maka untuk mendeskripsikan dan untuk memberikan pemahaman bahwa penelitian dalam Etnomusikologi berkaitan dengan perilaku musik itu sendiri, pertunjukan musik, serta mempelajari dan memberikan analisa mengenai keberadaan musik dalam masyarakatnya itu sesuai dengan pendapat Alan.P Merriam, 1964 :202 yang menyangkut tentang mempelajari musik dalam kebudayaan, ataupun pendapat Mantle Hood, 1969; 298 yang menyatakan tentang mempelajari musik dalam konteks kebudayaan.

Disamping itu, teori yang digunakan juga menyangkut tentang bagaimana bunyi itu dihasilkan juga yang merupakan kajian etnomusikologi khususnya yang berkaitan dengan dengan alat musik seperti yang diungkapkan oleh Alan P Meriam bahwa Etnomusikologi itu juga mengkaji alat musik, dimana dalam tulisan ini menyangkut tentang bagaimana teknik permainan saxophone.

Merriam (1964 : 32-35) juga menyebutkan bahwa pekerjaan menganalisis suatu peristiwa musikal, penting untuk memeperhatikan berbagai aspek antara lain : (a) bunyi musikal, (b) konsep-konsep mengenai musik, dan (c) tingkah laku manusianya yangberhubungan dengan bunyi musikal yang mempengaruhi konsep-konsep musik. Ketiga hal tersebut mempunyai keterkaitan yang sama

(29)

dalam menghasilkan produksi bunyi musik. Kaitannya dengan penelitian ini tentunya dapat digunakan sebagai landasan untuk mengkaji bagaimana proses dan produksi bunyi yang dihasilkan saxophone dalam ensambel musik tiup.

Untuk mendeskripsikan serta mentranskripsikan bunyi yang berkaiatan dengan kejadian musikal secara umum serta mendeskripsikan bunyi yang dihasilkan oleh saxophone, dan sekaligus juga untuk memperkuat teori diatas, maka maka penulis juga menggunakan pendapat dari Slobin dan Titon dalam buku yang berjudul “world of music”, dimana mereka menyebutkan bahwa ada empat hal yang harus diperhatikan dalam melihat suatu gaya musik yaitu : (1) elemen nada yang meliputi tangga nada, modus, harmoni, dan system laras, (2) elemen waktu yang meliputi ritme dan birama, (3) elemen suara meliputi warna suara dan bunyi dari instrument, dan (4) intensitas yang meliputi keras lembutnya suara tersebut, (1984 :5)

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud atau tujuan, KBBI Edisi Ke-2 Tahun 1996 : hal 652). Pendapat ini juga didukung oleh pendapat dari Gorys Keraf, (1984 : 310) yang juga menyatakan bahwa metodologi adalah kerangka teoritis yang dipergunakan penulis untuk menganalisa, mengerjakan, atau mengatasi masalah yang dihadapi.

Menurut Curt Sach (1962 : 16 ) menyatakan bahwa dalam penelitian Etnomusikologi ada dua hal yang harus dilakukan yaitu kerja lapangan dan kerja laboratorium. Penelitian lapangan mencakup observasi lansung, wawancara, dan

(30)

merekam musik yang akan diteliti, sedangkan kerja laboratorium adalah untuk membahas dan menganalisa data yang didapatkan setelah penelitian di lapangan.11

1.5.1 Kerja Lapangan

Dengan demikian penulis membagi kedua metode tersebut dalam dua kelompok yaitu :

Untuk mendapatkan/ mengumpulkan data yang sangat dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam pokok permasalahan, maka penulis menggunakan metode yang berkaitan dengan disiplin Etnomusikologi yaitu :

1.5.2 Metode Observasi

Berdasarkan pendapat dari Prof. Dr. Burhan Bungin dalam bukunya yang berjudul Penelitian Kualitatif, (2007 : 115), observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia dengan menggunakan panca indra mata sebagai alat bantu utamanya selain panca indra lainnya seperti, telinga, hidung, kulit, dan mulut. Karena itu, observasi adalah kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja dari panca indra mata serta dibantu dengan pancaindra lainnya. Metode observasi adalah pengumpulan data yang digunakan untuk manghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode ini untuk mengamati kegiatan musikal yang terjadi pada saat penggunaan saxophone dalam musik tiup, khususnya kegiatan upacara adat kematian pada kebudayaan masyarakat Batak Toba. Yang menjadi objek dari pengamatan adalah bagaimana suasana saat musik tiup dimainkan, bagaimana ekspresi pemain, bagaimana suasana adat, dan kegiatan apa saja yang terjadi saat upacara kematian itu dilakukan. Selain kegiatan musikal, penulis juga akan mengamati kegiatan di luar musikal baik yang berhubungan dengan tulisan ini maupun yang tidak berhubungan.

11

Diterjemahkan lansung penulis dari buku Bruno Nettl ‘’Theory and Method in Etnomusikology” 1963 : hal 62.

(31)

1.5.3 Wawancara

Selain melakukan pengamatan, penulis juga melakukan wawancara terhadap informan untuk menanyakan secara lansung apa yang menjadi dari topik atau data yang dibutuhkan. Wawancara adalah proses untuk memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewancara dengan orang yang diwawancarai (informan) dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. (Burhan Bungin, 2007 : 108).

Dalam teknik wawancara ini, yang menjadi informan kunci yang diteliti adalah pemain saxophone dalam ensambel musik tiup yang mengiringi upacara kematian khususnya, dan pemain musik tiup lainnya pada umumnya. Informan dalam penelitian ini memang tidak hanya terpaku pada pencarian data dari informan yang menjadi pelaku (musisi) saja, namun juga akan mempunyai keterkaitan dengan pihak lain di luar dari musisinya seperti orang yang yang mengerti sejarah tentang musik tiup dan saxophone pada khususnya, orang-orang yang bekerja di bidang pendidikan, masyarakat, dan orang di bidang pemerintahan (instansi terkait seperti dinas pencataan sipil atau badan pendataan statistik) atau informan lainnya yang mengetahui tentang hal-hal yang berhubungan dengan data untuk tulisan ini.

1.5.4 Metode Dokumenter

Metode dokumenter adalah suatu metode pengumpulan data yang digunakan dalam metodologi penelitian sosial. Pada intinya metode ini untuk menelusuri data historis. Sifat utama dari penelitian ini tidak terbatas pada ruang

(32)

dan waktu sehingga memberikan peluang untuk mengetahui hal-hal yang pernah terjadi pada masa lampau, baik itu yang bersifat tulisan, artefak, benda, foto, dan dokumen yang bersifat, visual, audio, dan audio visual (Burhan Bungin, 2007 : 121).

Manfaat dari penelitian ini untuk mengetahui sejarah dan untuk mengetahui kejadian atau kegiatan budaya masa lampau yang sudah pernah dituliskan oleh peneliti sebelumnya. Disamping itu metode ini untuk mengetahui sejarah perkembangan musik tiup hingga sampai masuknya saxophone dalam ensambel musik tiup hingga sekarang ensambel musik tiup masih sering digunakan dalam upacara adat kematian masyarakat Batak Toba. Adapun metode ini adalah untuk mendapatkan data dari media seperti buku, majalah, jurnal, surat kabar, dan media elektronik, seperti internet.

1.5.5 Kerja Laboratorium

Dalam kerja laboratorium, penulis kemudian mengolah data yang didapatkan dari lapangan untuk membahas dan menganalisa data atau informasi yang didapatkan dari lapangan yang sesuai dengan kebutuhan dari tulisan ini. Selain itu untuk mendeskripsikan yang bersifat musikal atau pentranskripsian musik penulis juga melakukanya di laboratorium yang ditranskripsi dari hasil rekaman baik yang bersifat audio(sesuatu yang bersifat bisa didengar)12

12

KBBI 1995 :65, EDISI KE-7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit balai pustaka

(33)

dari rekaman yang bersifat audio visual(sesuatu yang bersifat bisa didengar dan di lihat)13

13

KBBI 1995 :65, EDISI KE-7 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan : Penerbit balai pustaka

(34)

BAB II

MUSIK TIUP PADA UPACARA ADAT KEMATIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI KOTA MEDAN

2.1 Deskripsi Masyarakat Batak Toba di Kota Medan 2.1.1 Etnografi Kota Medan

Kota Medan merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara. Kota Medan memiliki luas 26.510 hektar (265,10 km²) atau 3,6% dari keseluruhan wilayah Sumatera Utara. Dengan demikian, dibandingkan dengan kota/kabupaten lainya, Medan memiliki luas wilayah yang relatif kecil dengan jumlah penduduk yang relatif besar. Secara geografis kota Medan terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' - 98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi kota Medan cenderung miring ke utara dan berada pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan terdiri dari 21 kecamatan, dan 151 kelurahan. Secara administratif, batas wilayah Medan adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : berbatasan dengan selat Malaka

Sebelah selatan : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang Sebelah timur : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang Sebelah barat : berbatasan dengan kabupaten Deli Serdang

Kota Medan dapat juga dikatakan sebagai kota yang multi etnis, karena penduduk kota Medan terdiri dari beberapa suku, yaitu seperti Melayu, Batak Toba, Batak Karo, Simalungun, Pakpak, Nias, Mandailing, Pesisir, Minang, Jawa, Tionghoa, Aceh, India, dan penduduk yang berasal dari luar pulau sumatera lainnya. Dari komposisi penduduk kota Medan, penduduk kota Medan merupakan

(35)

penduduk yang heterogen. Memang pada awalnya penduduk kota Medan yang dominan adalah masyarakat Melayu. Namun seiring perkembangan waktu masyarakat kota Medan semakin heterogen dengan percampuran etnis dari luar kota Medan.14

Gambar : Denah kota Medan

(36)

2.1.2 Masyarakat Batak Toba di Kota Medan.

Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya berasal dari daerah Tapanuli ataupun dari daerah Toba. Asal Batak toba secara administratif berasal dari kabupaten Samosir, kabupaten Humbang Hasundutan, kabupaten Tapanuli Utara, dan kabupaten Toba Samosir. Pada umumnya masyarakat batak Toba memang merupakan perantau di kota Medan. Pada umumnya memang masyarakat Batak Toba yang ada di kota Medan merupakan pekerja ataupun pencari kerja di kota Medan. Perpindahan masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya adalah bertujuan untuk meningkatakan taraf hidup dari segi ekonomi.

Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya membentuk komunitas tersendiri khususnya dalam bidang sosial budaya. Masyarakat Batak Toba di kota Medan umumnya membentuk komunitas berdasarkan garis marga, ataupun asal daerah. Namun komunitas yang paling menonjol pada umumnya membentuk komunitas berdasarkan garis marga.

Kebudayaan masyarakat Batak Toba di kota Medan memang mengalami perubahan, itu karena pada umuumnya masyarakat Batak Toba di kota Medan berasal dari daerah yang berbeda, yang tentu dengan kebudayaan yang berbeda pula. Namun disamping perbedaan tersebut namun tetap memiliki kesamaan budaya juga.

2.1.3 Sistem kepercayaan masyarakat Batak di Kota Medan.

Masyarakat Batak Toba di kota Medan pada umumnya menganut system kepercayaan berdasarkan keyakinan orang tua. Atau dapat dikatakan masyarakat Batak di kota Medan memang menganut system kepercayaan yang dianutnya dari

(37)

lahir hingga dewasa. Namun banyak juga masyarakat Batak Toba yang berubah kepercayaaanya, atau dengan kata lain kepercayaannya pada saat anak anak- hingga dewasa bisa saja berubah setelah ia dewasa. Pada umumnya masyarakat Batak Toba dikota Medan menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, maupun Islam. Dari beberapa agama tersebut agama yang paling berkembang pesat dalam masyarakat Batak Toba adalah agama Kristen Protestan.

2.1.4 Mata Pencaharian Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

Masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan memang pada ummnya adalah perantau. Masyarakat Batak Toba datang ke kota Medan memang tujuan awalnya adalah untuk meningkatkan taraf hidup yang lebih layak dari segi ekonomi. System pencaharian masyarakat Batak di kota Medan padan umumnya memang beragam. Adapun keragaman dari mata pencaharian masyarakat batak di kota Medan memang pada umumnya adalah dengan berperan sebagai wiraswasta, pegawai ( baik pegawai negeri di instansi pemerintahan maupun di perusahaan swasta ), buruh, petani, pekerja seni ( seniman) dan pedagang. Namun untuk wilayah kota Medan karena lahan pertaniannya yang sempit, sangat jarang masyarakat Batak Toba yang berprofesi sebagai petani.

Dilihat dari pekerjaanya, sebagian besar masyarakat Batak Toba di kota Medan adalah pegawai pemerintah, pegawai swasta, dan wiraswasta. Orang Batak Toba di kota Medan juga banyak yang berprofesi sebagai pedagang di pasar tradisional yang ada di kota Medan.

(38)

2.2 Upacara Kematian Dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba

Dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, upacara kematian dibagi atas beberapa jenis berdasarkan usia dan status yang meninggal dunia (Sianturi, 2012 ; 101). Perlakuan atau upacara untuk meninggal tersebut juga berbeda. Maka untuk lebih jelasnya dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah sebagai berikut:

1. Mate di bortian, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih berada dalam kandungan. Biasanya orang yang meninggal seperti ini tidak mendapat perlakuan adat atau dapat dikatakan lansung dikubur tanpa menggunakan peti mati.

2. Mate poso-poso, artinya orang yang meninggal dunia ketika masih bayi. Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, dimana mayatnya sudah ditutupi ulos15

3. Mate dakdanak, artinya adalah meninggal dunia pada saat usia masih anak-anak. Kematian seperti ini juga sudah mendapat perlakuan adat, mayatnya sudah ditutupi ulos dimana ulosnya berasal dari tulang

dimana ulos penutup mayatnya diberikan oleh orang tua dari yang meninggal tersebut.

16

4. Mate bulung, artinya adalah orang yang meninggal pada saat usia remaja. Kematian seperti ini sudah mendapat perlakuan adat, ulos penutup mayat juga diberikan oleh tulang dari yang meninggal

yang

meninggal.

5. Mate ponggol, orang yang meninggal dunia pada saat sudah dewasa namun belum menikah, orang yang meninggal seperti ini sudah 15

Ulos adalah sejenis pakaian adat masyarakat Batak Toba yang ditenun. 16

Tulang dalam bahasa Batak Toba adalah saudara laki-laki dari ibu yang meninggal atau secara harafiah diartikan paman.

(39)

mendapatkan perlakuan adat, dan kain penutup mayatnya diberikan oleh tulang dari yang meninggal tersebut.

Kelima jenis kematian di atas merupakan kematian yang dibagi atas dasar usia dan status belum menikah. Sianturi ( 2012 : 101) memaparkan jenis kematian menurut masyarakat Batak Toba, sesudah menikah antara lain :

1. Mate diparang-alangan/ mate punu artinya adalah orang yang meninggal, namun belum memiliki anak.

2. Mate mangkar,artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah memiliki anak, namun anak-anaknya masih kecil atau tergolong usia anak-anak,atau balita

3. Mate hatungganeon, artinya adalah orang yang meninggal dunia sudah memiliki anak yang sudah dewasa dan bahkan sudah ada yang kawin, namun belum memiliki cucu

4. Mate Sari matua, artinya adalah orang yang meninggal dunia yang sudah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum kawin, dan yang terakhir adalah

5. Mate Saur matua, artinya adalah orang yang meningggal dunia dimana telah mempunyai cucu dari semua anak-anaknya.

Disamping kelima jenis kematian diatas, ada lagi satu jenis kematian yang paling tinggi derajatnya dalam budaya orang Batak, yaitu “mate mauli

bulung”. Yang dimaksud mate mauli bulung adalah seseorang yang sudah

meninggal yang telah mempunyai cicit dari anak laki laki dan mempunyai cicit dari anak perempuan, dan dari antara keturunannya tersebut belum ada yang

(40)

meninggal. Kematian seperti ini memang sangat jarang dijumpai karena memang berkaitan dengan usianya yang sangat tinggi.17

Dalam masyarakat Batak Toba kelima jenis kematian di atas sudah mendapatkan perlakuan adat. Namun yang menjadi kematian tingkat tertinggi klasifikasi upacara adatnya adalah saur matua. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atas dari saur matua, yaitu saur matua bulung. Yang dimaksud dengan saur matua bulung adalah jika seseorang yang meninggal dunia dimana anak-anaknya sudah menikah semua dan telah memiliki cicit dari anaknya laki-laki dan cicit dari anaknya perempuan. Namun jenis kematian keduanya ( saur matua dan saur matua bulung) dianggap sebagai sebuah kematian yang ideal, karena tidak memiliki tanggungan anak lagi.

Dari kelima jenis kematian di atas, yang akan menjadi objek penelitian dalam tulisan ini adalah kematian saur matua. Alasannya adalah, karena pada umumnya musik tiup, digunakan oleh masyarakat Batak Toba yang ada dikota Medan pada jenis kematian tersebut.

2.3 Ensambel Musik Tiup dalam Kebudayaan Masyarakat Batak Toba di Kota Medan

2.3.1 Makna ensambel musik tiup

Musik tiup adalah kesatuan musik yang terbuat dari bahan logam. Menurut teori Curt Sachs dalam bukunya “Wellspring of music”, pengelompokan musik tentang konsep sexes dalam klasifikasi alat atau penjenisan musik, musik tiup

17

Wawancara dengan Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. Dosen di Departemen Etnomusikologi USU.

(41)

brass 18

Sadie dalam bukunya yang berjudul The New Grove Dictionary of Music juga mengatakan bahwa musik tiup adalah suatu bentuk musik tiup (wind band) yang keseluruhan alatnya yang digunakan terdiri dari logam kuningan.(1980 : 20)

termasuk dalam kelompok aerophone (sumber bunyi dari karena adanya getaran dari udara ).( Monang Asi Sianturi; 2012 : 206)

Monang Asi Sianturi, dalam Tesisnya mengatakan bahwa, lahirnya musik Batak Toba dikomersialkan berawal dari desa Tambunan, Balige, Toba Samosir. Awalnya alat musik tiup ini digunakan untuk mengiringi pesta yang bersifat hiburan maupun dalam konteks upacara adat, telah membuat kelompok musik tiup sebagai sumber mata pencaharian baru, dan itu menjadikan para pemusik tiup di gereja memperoleh pekerjaan sebagai sumber mata pencaharian yang memadai. Anggapan itu terbukti ketika beberapa pesanan untuk undangan-undangan banyak yang datang dari luar kota, luar provinsi datang memesan kelompok musik ini.

Kelompok musik tiup Batak Toba pertama dapat dicatat pada komunitas Batak Toba, adalah grup Tambunan Musik, sesuai dengan nama tempat kelahiran grup musik tiup itu yaitu, desa Tambunan, Balige yang kemudian pindah ke kota Medan. Dengan hadirnya kelompok musik tiup ini, membuat para musisi yang belum punya pekerjaan namun memiliki pengetahuan dan bakat didalam musik bergabung denagn mencari induk semang untuk membentuk kelompok musik tiup yang baru. Di kota Medan, pada tahun 1987 kelompok musik tiup yang terbentuk pertama sekali adalah kelompok musik tiup yang bernama DUMA MUSIK, yang dikelola seorang pengusaha penerbit buku Fa.Masco pimpinan Drs.R.T

18

(42)

Situmorang. kelompok ini didirikan dengan latar belakang untuk mengisi acara adat. Pemain musiknya berasal dari personil Tambunan Musik Balige, yang sengaja didatangkan ke kota Medan. ( 2012 : 211)

Musik tiup pada budaya masyarakat Batak Toba mulai berkembang setelah

ajaran agama Kristen Protestan mulai berkembang dan menjadi salah satu agama yang cukup banyak penganutnya merupakan masyarakat Batak Toba. Sebelum ajaran agama Kristen muncul pada kebudayaan masyarakat batak toba, musik yang digunakan dalam upacara adat kematian saur matua adalah satu set ensambel Gondang sabangunan ( terdiri dari sarune bolon, taganing, odap, ogung, dan hesek ). Namun setelah ajaran agama Kristen mulai berkembang, maka gondang sabangunan ini mulai tergantikan dengan ensambel musik tiup.

Berkembangnya musik tiup dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, ditandai dengan semakin sering digunakannya musik tiup untuk mengiringi upacara adat dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba. Ensambel ini kemudian semakin sering digunakan terutama dalam upacara adat kematian saur matua ataupun sari matua.

Menurut pemahaman masyarakat Batak Toba pada awalnya, musik tiup adalah seperangkat alat musik yang ditiup yang terbuat dari bahan logam, dan merupakan hasil dari kebudayaan barat yang digunakan untuk mengiringi upacara adat dalam budaya masyarakat Batak Toba, dimana awalnya musik tiup ini berkembang di lingkungan gereja, namun seiring dengan perkembangan jaman musik tiup keluar dari lingkungan gereja dan digunakan dalam upacara adat Batak Toba.

(43)

Sampai saat ini, musik tiup pada masyarakat Batak Toba telah berubah pemahamannya. Saat ini, dengan satu buah sulim, keyboard, taganing, satu terompet, satu trombone, dan satu saxophone juga telah disebut juga musik tiup. Saat ini sudah sangat jarang sekali kita menjumpai musik tiup seperti awalnya ensambel musik tiup mulai digunakan dalam gereja. Bahkan jika kita lihat sekarang ensambel musik tiup pun sudah memasukkan instrument gitar, bass dan drum.

2.3.2 Fungsi dan penggunaan musik tiup pada upacara adat kematian masyarakat Batak Toba

Penggunaan musik tiup dalam upacara adat kematian dalam kebudayaan masyarakat Batak Toba, adalah pada saat mengiringi tortor19

Fungsi musik tiup dalam upacara adat kematian adalah sebagai salah satu bagian dari kelengkapan dari upacara adat pada upacara adat kematian dan salah satu kelengkapan juga untuk mengiringi upacara kebaktian.

dalam upacara adat kematian. Selain itu, musik tiup dalam upacara adat kematian digunakan pada saat mengiringi acara kebaktian. Selain upacara kebaktian, musik tiup juga digunakan untuk mengiringi jenazah ke pemakaman, dan juga mengiringi acara kebaktian di tempat pemakaman.

19

(44)

BAB III

DESKRIPSI SAXOPHONE PADA ENSAMBEL MUSIK TIUP 3.1 Sejarah Saxophone

3.1.1 Sejarah Lahirnya Saxophone dan Perkembangannya

Saxophone diciptakan oleh ahli pembuat alat musik dan sekaligus musisi yang berkebangsaan Belgia yang bernama Adolphe Sax (Antoine Joseph), pada tahun 1841. Walaupun saxophone telah diciptakan pada tahun 1841, namun sering sekali orang menganggap bahwa kelahiran saxophone itu pada tahun 1846, dimana pada tahun tersebut, saxophone baru dipatenkan, oleh Sax. Hak paten sax tentang saxophone mencakup dua jenis yaitu : saxophone untuk orkestra ( in C dan in F ) dan in saxophone untuk band ( in Bb dan Eb).

Gambar 3.1.1 ; Penemu Saxophone, Adolphe Sax ( 1814-1894)

Penggunaan saxophone pertama kali muncul oleh teman dari Adolphe Sax yaitu Bector Herlios, pada tahun 1942 dimana Herlios menggunakannya pada orchestra. Disamping digunakan pada orchestra, Herlios juga memperkenalkan instrument tersebut dalam sebuah artikel pada majalah “Journal des Debats” di Paris, Prancis.

(45)

Pada tahun 1845 saxophone mulai digunakan dalam band militer di Paris, Perancis. Pada saat itu saxophone digunakan untuk menggantikan oboe dan bassoon. Hingga pada tahun 1847, sekolah pertama saxophone untuk band militer didirikan di Paris, tepatnya pada tanggal 14 Februari. Sejak itu saxophone mulai mengalami perkembangan dan dikenal masyarakat luas.

Perkembangan teknis saxophone dibagi dalam dua fase, yaitu fase sebelum dipatenkan dan fase sesudah dipatenkan. Fase pertama sebelum dipatenkan, adalah dimana perubahan dan perkembangannya sangat lambat, karena bentuknya yang sederhana dan sangat mirip dengan clarinet. Sedangkan pada fase kedua, yaitu pada tahun 1866, dimana masa hak paten saxophone berakhir, mulailah muncul pembuat saxophone, mengakibatkan perkembangan secara fisik dan teknis saxophone, walaupun sebenarnya secara fisik saxophone tidak banyak yang berubah dari bentuk awal diciptakan.

Sekitar tahun 1900-an, saxophone mulai digunakan dalam band. Hingga saat ini telah banyak menggunakan saxophone untuk konsep musik jazz, tekniknya diadopsi dari teknik pharasing terompet. Sampai saat ketika musisi Jazz mulai melirik saxophone, dengan mengaplikasikan phrasing dan attack dari terompet. Sekitar tahun 1920-an, dengan tokoh seperti Sidney Bechet, dan Coleman Hawkins. Kemudian disempurnakan pada tahun 1930-an dengan Lester Young, lalu muncul Charlie Parker. Musisi yang disebutkan di atas bereksperimen dengan berbagai tone dan suara dari saxophone hingga teknik bermainnya berkembang seperti saat ini dan menjadikan saxophone menjadi alat musik yang sangat popular. Saat ini saxophone yang paling umum digunakan adalah Soprano

(46)

(Bb), Alto (Eb), Tenor (Bb), Baritone (Eb), dan yang terakhir adalah baby saxophone ( Bb).

Gambar 3.1.2 ;Alto Saxophone20

Gambar 3.1.3 ; Saxophone sopran

Gambar 3.1.4; Tenor Saxophone

(47)

Gambar 3.1.: Baritone Saxophone

(48)

Gambar 3.1.7: Baby Saxophone

3.1.2 Sejarah Masuknya Saxophone dalam Budaya Masyarakat Batak Toba

Penggunaan alat musik saxophone tidak terlepas dari perkembangan ensambel musik tiup pada masyarakat Batak Toba. Penggunaan ensambel musik tiup dalam budaya masyarakat Batak dimulai sejak adanya penyebaran ajaran agama Kristen pada masyarakat Batak Toba oleh para misionaris dari Eropa. Salah satu misionaris yang datang dan berhasil menyebarkan ajaran Kristen Protestan ke tanah Batak yaitu DR. IL. Nommensen yang berkebangsaan Jerman dan memulai menyebarkan ajaran tersebut sekitar tahun 1860-an.

Awal masuknya ajaran agama Kristen pada masyarakat Batak Toba memang hanya menggunakan akordion untuk mengiringi ibadah, namun seiring dengan pertambahan jemaat akordion tidak cukup lagi untuk mengimbangi suara jemaat untuk mengiringi kebaktian, sehingga Nommensen menggantikannya dengan

(49)

Protestan mengalami perkembangan dengan menggunakan instrument tiup lainnya seperti trombone,dan tuba.

Alat yang digunakan tersebut juga dibagi dalam beberapa klasifikasi menurut warna suara dan fungsinya yaitu : terompet sopran untuk membawakan suara sopran, terompet alto untuk membawakan suara alto, terompet tenor untuk membawakan suara tenor, trombone bass juga membawakan suara tenor, dan yang terakhir trombone kontra bass dan bass tuba untuk membawakan suara bass. Awalnya ensambel tersebut terdiri dari 5 buah terompet sopran, 2 terompet alto, 2 terompet tenor, 1 trombone bass, dan 1 trombone contrabass, 1 buah bass tuba. Sekitar tahun 1930-an, ensambel ini mulai menggunakan 1 buah beat drum (bass drum), dan 2 buah simbal (double cymbals) alat tersebut berfungsi untuk membawakan tempo dan irama lagu.

Sekitar tahun 1960-an ensambel musik tiup yang digunakan di gereja mulai mendapat undangan untuk mengiringi upacara adat, walaupun awalnya ensambel tersebut digunakan hanya untuk mengiringi kebaktian dalam upacara adat tersebut. Adapun instrument yang digunakan juga mengalami perubahan fungsi dimana awalnya ensambel musik tiup yang digunakan untuk mengiringi kebaktian di gereja. Namun setelah mengalami perkembangan instrument tersebut sudah berfungsi sebagai ensambel musik pengiring dalam upacara adat.

Untuk lebih lengkapnya instrument yang digunakan adalah : 3 buah terompet ( 2 terompet sopran dan 1 alto), satu buah clarinet (pembawa suara tenor), satu buah saxophone alto (pembawa suara sopran), 1 buah saxophone tenor (pembawa suara alto), 2 buah trombone (membawa suara suara tenor), 1 buah bass tuba

(50)

(membawa suara bass) dan 1 buah bass drum dan double cymbals untuk membawakan tempo dan melodi.

Dari keterangan tersebut, jelas bahwa awalnya saxophone ke daerah Batak Toba telah dimulai sekitar tahun 1960-an. Setelah ensambel musik tiup mulai digunakan dalam upacara adat, walaupun awalya untuk mengiringi kebaktian saja, namun lambat laun ensambel musik tiup digunakan untuk mengiringi upacara adat dan bahkan untuk mengiringi tortor dalam upacara adat masyarakat Batak Toba. Awalnya ensambel musik tiup memang berkembang di daerah Balige, Toba Samosir, dimana grup musik tiup tersebut memang dibina dalam gereja. Setelah berkembangnya musik tiup tersebut digunakan dalam upacara adat, maka semakin banyak pula muncul musik tiup, hingga dapat kita lihat saat ini, musik tiup telah menjadi suatu usaha untuk tujuan komersil.

Setelah masuknya saxophone yang dimulai pada sekitar tahun 1960-an, saat ini saxophone juga masih sering digunakan dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, walaupun hal tersebut dalam ensambel musik tiup maupun bukan dalam ensambel musik tiup. Saxophone berfungsi juga sebagai pembawa melodi dalam membawakan repertoar untuk mengiringi tortor.

3.2 Jenis-Jenis Saxophone

Saxophone dibagi dalam beberapa jenis berdasarkan bentuk dan nada dasar yang berbeda adalah sebagai berikut :

1. Sopranino in Eb 2. Soprano in Bb 3. Alto in Eb

(51)

4. Tenor in Bb 5. Baritone in Eb 6. Bass in Bb 7. Contra bass in Eb

Walaupun jenis dan nada dasar yang berbeda, namun teknik penjarian dan permainan semua saxophone itu tidak jauh berbeda atau dapat dikatakan hampir sama.

Dalam upacara adat masyarakat Batak Toba, saxophone yang sering digunakan adalah saxophone alto. Hal ini terjadi karena suara karakter dari saxophone alto cocok untuk membawakan melodi dalam membawakan repertoar gondang dalam upacara adat kematian. Selain itu dari segi harga, alto memang lebih murah daripada sopran atau tenor.

3.3 Study Organologi Saxophone 3.3.1 Study Struktural

Saxophone terbuat dari bahan logam. Adapun bagian-bagian yang terdapat dalam saxophone adalah sebagai berikut :

1. mouthpiece

Mouthpiece adalah bagian untuk lobang tiupan pada saxophone. Bahan dasar pembuat mouthpiece bermacam-macam. Tapi mouthpiece umumnya terbuat dari Ebonit, metal, maupun plastic, dan gading.

(52)

Gambar 3.3.1: Mouth Piece(Terbuat dari Ebonit)

Yang berhubungan dengan mouthpiece juga terdapat bagian –bagian seperti :

a. ligature, merupakan ring pengikat reed ke body mouth piece. Pada

umumnya bahannya terbuat dari metal, kulit, karet, dan kain. Namun yang sering dijumpai digunakan adalah yang terbuat dari bahan metal maupun karet. Bentuknya seperti ring untuk pengikat. Fungsinya adalah untuk mengikat reed ke mouthpiece.

Gambar 3.3.2a: Legature

b. Reed, alat untuk pembelah udara yang diikat oleh legature di mouthpiece,

terbuat dari bambu yang bentukya tipis. Reed memiliki jenis dari segi ukuran ketebalannya.

(53)

Gambar 3.3.2b ; Reed

2. Neck

Neck adalah tempat dilengketkannya mouthpiece dan penghubung antara mouthpiece dengan body saxophone. Neck juga sekaligus tempat mengalirnya udara ke body saxophone yang ditiup melalui mouthpiece.

Gambar 3.3.3 : Neck

3. Body

Body merupakan badan utama dari saxophone, dalam body ini terdapat dan tempat key untuk penjarian saxophone.selain itu bagian body juga menyatu dengan bell saxophone. Jadi body merupakan bagian pokok dari saxophone karena proses produksi nada diatur dalam body melalui teknik penjarian. Selain tempat penjarian, juga terdapat katup saxophone untuk mengatur system nada yang akan dihasilkan.

(54)

Gambar 3.3.4 Body Saxophone

4. Bell

Bell merupakan bagian ujung saxophone untuk mengeluarkan bunyi. Bell berbentuk bulat. Bell juga biasanya terdapat ukiran merk dari saxophone.

Gambar 3.3.5 Gambar Bell Saxophone

Selain keempat bagian utama saxophone di atas, ada juga bagian lain yang memang berhubungan yang digunakan oleh pemain saxophone di luar dari bagian utama saxophone. Adapun bagian tersebut adalah trep dan stand saxophone.

(55)

Trep,atau dalam istilah musik tiup disebut dengan salempang, adalah sejenis

kain atau tali pengikat atau pengait untuk body saxophone, dimana tali tersebut dikalungkan di leher pemain. Fungsi trap ini adalah agar saxophone tersebut tidak jatuh saat digunakan dan sekaligus untuk mengurangi beban saxophone karena saxophone memang lumayan berat untuk ditahan dengan menggunakan jari apalagi saat digunakan.

Gambar 3.3.6 : Gambar Trap Saxophone

Stand saxophone adalah tempat untuk dudukan saxophone apabila sedang tidak digunakan. Fungsi stand ini adalah agar badan saxophone tetap terawat walaupun saat tidak digunakan, karena saxophone termasuk alat musik yang sensitif, sehingga saxophone tidak bisa diletakkan begitu saja apabila saat tidak digunakan, sebab jika saxophone dilitakkan sembarangan bisa saja body saxophpone itu mengalami kerusahan kemungkinan perubahan atau mengalami pergeseran baut atau klep untuk penjarian karena jika mengalami pergeseran atau perubahan tersebut itu sangat berpengaruh dengan bunyi yang dihasilkan.

Bagian untuk di leher pemain

Bagian untuk mengait body saxophone

(56)

Gambar 3.3.7 Stand Saxophone 3.3.2 Study Fungsional Saxophone Dalam Ensambel Musik Tiup

Dalam ensambel musik tiup digunakan yang mempunyai fungsi sebagai pembawa melodi. Saxophone juga semakin sering digunakan untuk menggantikan peran dari sarune etek. Dalam ensambel musik tiup, saxophone membawakan melodi pokok untuk mendampingi permainan dari sulim. Selain membawakan melodi pokok lagu, saxophone juga terkadang membawakan suara tenor atau alto dari melodi pokok lagu, dimana sesekali saxophone juga melakukan improvisasi.

3.4 teknik permainan saxophone secara umum 3.4.1 proses produksi bunyi.

Untuk menghasilkan atau produksi bunyi pada saxophone yaitu dengan cara ditiup melalui mouthpiece, kemudian udara yang masuk melalui mouthpiece tersebut masuk melalui neck, terus mengalir ke body, dan udara yang ada yang keluar ,melalui bell saxophone sehingga menghasilkan bunyi. Bunyi yang dihasilkan oleh saxophone tergantung dari tekanan udara yang masuk melalui

(57)

saxophone. Mouthpiece juga mempengaruhi bunyi yang dihasilkan saxophone, baik itu dari segi reed , bahan dasar mouthpiece, dan ligature.

Untuk permainan saxophone, nada dasarnya berbeda dengan nada dasar piano. Saxophone alto dan baritone turun 1 ½ laras dari piano, sedangkan untuk tenor, sopran dan baby saxophone, nada dasarnya naik 1 laras dari nada dasar piano.

Adapun proses untuk menghasilkan bunyi pada saxophone dipengaruhi oleh dua hal yaitu orangnya (player) dan alat yang digunakan, namun yang paling banyak mempengaruhi bunyi saxophone terletak pada kemahiran orangnya atau ketepatan teknik yang digunakan. menggunakan teknik tertentu, sehingga saxophone dapat menghasilkan bunyi. Untuk menghasilkan bunyi pada saxophon tidak bisa hanya ditiup saja, artinya belum tentu saxophone akan menghasilkan bunyi walaupun telah ditiup, namun ada teknik terutama pada posisi mulut. Ketepatan posisi bibir dan lidah juga sangat mempengaruhi suara dari saxophone tersebut. Untuk meniup saxophone, untuk menghasilkan bunyi ibaratnya seperti mengucapkan kata “ tu”. Selain iru gigi atas, juga menekan mouthpiece, atau bahkan juga memang digigit, sedangkan untuk posisi bibir bawah agak dilipat. Dengan demikian gigi atas menekan sedangkan bibir bawah menahan, dan pada saat meniup saxophone diusahakan agar tidak ada udara yang keluar dari mulut, jadi dimaksimalkan udara yang ditiup semuanya masuk ke dalam saxophone.

Teknik dasar untuk bermain saxophone juga dipengaruhi oleh posisi badan, baik itu meniup pada saat posisi duduk ataupun posisi berdiri. Pada saat posisi berdiri, posisi badan harus rileks,tidak terlalu tegap ( sedikit agak menunduk) hal ini dilakukan agar penjariannya tidak terlalu kaku. Selain itu kaki dibuka selebar

(58)

bahu, posisi saxophone berada agak disebelah kanan pemain. Pada saat meniup saxophone disarankan agar badan pemain supaya tetap rileks, namun yang lebih penting adalah diupayakan agar perut tidak berlipat, karena pada saat meniup saxophone memang menggunakan pernapasan diafragma, dimana diafragma tersebut berada pada pertengahan antara perut dengan rongga dada. Sehingga dengan demikian udara yang disimpan di diafragma bisa maksimal digunakan untuk meniup saxophone. Selain itu, jika perut terlipat pada saat meniup saxophone dapat menimbulkan cedera atau akan terasa sakit pada bagian perut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat teknik permainan saxophone pada keterangan berikut :

a. Embouchure

Kata embouchure berasal dari bahasa Perancis yang artinya “mulut sungai”. Di dalam teknik bermain saxophone, embouchure menggambarkan formasi antara bibir, gigi, rahang, dan otot-otot di sekitar mulut ketika udara ditiupkan melalui mouthpiece. Secara alamiah, embouchure berakibat pada upaya untuk menghasilkan tone yang baik dan kemampuan untuk mengendalikan saxophone dengan baik.

Dalam praktek, terdapat beberapa formasi embouchure yang sering digunakan oleh banyak saxophonist, namun penulis hanya akan menguraikan salah satu formasi embouchure yang saat ini paling banyak digunakan dan dapat menghasilkan kualitas suara dan tone yang baik. Berikut ini adalah gambar dari formasi embouchure :

(59)

Gambar 3.3.6 Ilustrasi Mouthpiece Pada Mulut

Gambar yang paling atas menggambarkan embouchure yang kurang baik. Terlalu banyak bibir bagian bawah yang menempel pada gigi, dan bibir bagian bawah terlalu banyak melipat ke dalam mouthpiece. Pada formasi seperti ini sulit menghasilkan suara dan tone yang lebih terang (bright), lebih bebas, dan lebih fleksibel. Sedangkan formasi embouchure pada gambar yang paling bawah dapat menghasilkan suara dan tone yang lebih terang, karena getaran reed yang dihasilkan dapat lebih bebas. Dari gambar ini, reed tetap tersentuh oleh bibir bagian bawah, namun hanya sebagian kecil bagian dari bibir bawah yang berada di antara mouthpiece dan gigi. Bayangkan huruf “V” untuk mencari posisi bibir yang nyaman agar menghasilkan tone yang baik.

Aspek penting lainnya dari formasi embouchure ini adalah seberapa banyak bagian mouthpiece yang masuk ke dalam mulut. Jika terlalu sedikit bagian mouthpiece yang masuk ke dalam mulut, maka sound atau suara yang dihasilkan akan kecil dan mengurangi kemampuan untuk mengontrol saxophone. Satu cara untuk mengetahui apakah mouthpiece terlalu dalam masuk ke dalam mulut atau

Gambar

Gambar : Denah kota Medan
Gambar 3.1.1 ; Penemu Saxophone, Adolphe Sax ( 1814-1894)
Gambar 3.1.2 ;Alto Saxophone 20
Gambar 3.1.6 : Kontra Bass
+7

Referensi

Dokumen terkait

Menurut pengamatan sementara penulis bahwa biasanya dalam memainkan melodi lagu pokok yang dimainkan dengan memakai instrumen tiup instrument tradisi Batak seperti suling

Penelitian ini akan mengungkapkan bahwa: pertama, alasan masyarakat Batak Toba di Binjai memilih menggunakan musik keyboard dan menggunakan repertoar musik populer adalah karena

Modernisasi yang terdapat di kota medan menjadi salah satu penyebab perubahan yang terjadi dalam musik pada upacara adat perkawinan batak toba, khususnya di kota medan.. Masuknya

Penelitian ini akan mengungkapkan bahwa: pertama, alasan masyarakat Batak Toba di Binjai memilih menggunakan musik keyboard dan menggunakan repertoar musik populer adalah

Penelitian ini akan mengungkapkan bahwa: pertama, alasan masyarakat Batak Toba di Binjai memilih menggunakan musik keyboard dan menggunakan repertoar musik populer adalah karena

Se- bagai contoh adalah penggunaan ensam- bel gondang sabangunan yang masih selalu dianggap memiliki afi liasi terhadap keper- cayaan lama, khususnya di dalam tata cara atau

Se- bagai contoh adalah penggunaan ensam- bel gondang sabangunan yang masih selalu dianggap memiliki afi liasi terhadap keper- cayaan lama, khususnya di dalam tata cara atau

Tinjauan Pustaka Jurnal Musik Tiup dan Upacara Adat: Kasus Pengayaan Identitas Kebudayaan Musikal pada Masyarakat Batak Toba di Kota Medan dalam Jurnal Panggung Vol... Tinjauan