• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPACARA ADAT PASAHAT SULANG-SULANG PAHOMPU DI DESA SIMATUPANG KECAMATAN MUARA: KAJIAN TRADISI LISAN SKRIPSI DISUSUN OLEH : TIO SIANTURI NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "UPACARA ADAT PASAHAT SULANG-SULANG PAHOMPU DI DESA SIMATUPANG KECAMATAN MUARA: KAJIAN TRADISI LISAN SKRIPSI DISUSUN OLEH : TIO SIANTURI NIM."

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

UPACARA ADAT PASAHAT SULANG-SULANG PAHOMPU DI DESA SIMATUPANG KECAMATAN MUARA: KAJIAN

TRADISI LISAN

SKRIPSI

DISUSUN OLEH :

TIO SIANTURI NIM . 160703051

PROGRAM STUDI SASTRA BATAK FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021

▸ Baca selengkapnya: pasahat ulos saput saur matua

(2)
(3)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu Di Desa Simatupang Kecamatan Muara: Kajian Tradisi Lisan yang terdiri dari V BAB.

Dalam penelitian ini penulis membahas tentang Upacara Adat Pasahat Sulang- Sulang Pahompu Di Desa Simatupang Kecamatan Muara: Kajian Tradisi Lisan.

Dengan Rumusan Masalah mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu, tahap-tahap upacara adat pasahat sulang- sulang pahompu, bentuk, fungsi, dan makna upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan faktor penyebab terjadinya upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu, tahap-tahap upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu, bentuk, fungsi, dan makna upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Dan landasan teori yang digunakan untuk menganalisis adalah teori tradisi lisan.

Kata Kunci: Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu

(4)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kesehatan serta penyertaan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ‘‘Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu Di Desa Simatupang Kecamatan Muara: Kajian Tradisi Lisan.”

Agar lebih mudah memahami isi skripsi ini, penulis memaparkan rincian sistematika penulisan skripsi sebagai berikut:

Bab I membahas mengenai pendahuluan, yang mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II membahas mengenai tinjauan pustaka, yang mencakup kepustakaan yang relevan dan landasan teori.

Bab III membahas mengenai metode penelitian, yang mencakup metode dasar, lokasi dan sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.

Bab IV merupakan Pembahasan yang terdiri dari faktor penyebab terjadinya upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu, tahap-tahap upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu, dan bentuk, fungsi, dan makna pada upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu yang ada dalam rumusan masalah. Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

(5)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi tulisan, tata bahasa, struktur maupun isinya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih.

Medan, Februari 2021 Penulis,

Tio Sianturi Nim: 160703051

(6)

HATA PATUJOLO

Sian haserepon ni roha, panurat mandok mauliate tu Tuhan Debata na mangalehon hahipason dohot pangaramotionna, alani panurat boi pasaehon skripsi on ima na marjudul: ‘‘Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu Di Desa Simatupang Kecamatan Muara: Kajian Tradisi Lisan.”

Asa hatop pangantusion tu skripsi on, panurat manorangkon ruhut ni panuraton skripsi ima songonon ma:

Bindu na parjolo dipatorangma parjolo ima latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, dohot manfaat penelitian. Bindu paduahon dipatorangma tinjauan pustaka ima kepustakaan na relevan dohot landasan teori.

Bindu patoluhon dipatorang ma metode penelitian ima metode dasar, lokasi dohot sumber data penelitian, instrumen penelitian, metode pengumpulan data, dohot metode analisis data.

Bindu paopathon dipatorangma faktor penebab tarjadina upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu, tahap-tahap upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu, dohot bentuk, fungsi, dohot makna di upacara adat pasahat sulang- sulang pahompuna adong di bagas rumusan masalah. Bindu palimahon ima kesimpulan dohot saran.

(7)

Panurat mangantusi godang dope hahurangan di bagasan panuraton skripsi on. Alani, panurat mangido pandapot manang hatorangan sian sude hamu asa lam tu denggan na ma muse skripsi on. Sai anggiat ma skripsi on boi gabe sada pangantusionma tu na manjaha tarlumobi di panurat. Hata parpudi panurat mandokkon mauliate.

Medan, Februari 2021 Panurat,

Tio Sianturi Nim: 160703051

(8)

htpTjolo

sian\hserepno\nirohpNrt\mn\dko\mUliateTThn\debtnm<lehno

\hhipsno\dohto\p<rmotiaon\nalnipNrt\boIpsaehno\s\k\rpi\

siaon\ImnmrJdL\Upsradt\psht\Sl^Sl^phmo\PdidessimTp^hesm tn\Markjian\t\rdisilisn\ashtpo\p<n\Tsiaon\Ts\k\rpi\siao n\pNrt\mnor^hno\RHt\nipNrtno\s\k\rpi\siImso<no\nno\mbni

\Dnpr\jolodiptor^mpr\joloImltr\belk^RMsn\mslh\TJn\penel itian\dohto\mn\pat\penelitian\bni\DpDhno\diptor^mtni\jU an\pS\tkImkepS\tkan\nrelepn\dohto\ln\dsn\teaoribni\Dpto Lhno\diptr^mmetodepenelitian\Immetodedsr\loksidohto\sM\

bre\dtpenelitian\ani\t\Rmne\penelitian\metodepe>m\Pln\d tdohto\metodeanlissi\dtbni\Dpaopt\hno\diptor^mpk\tro\pe eeeenebb\tr\jdinUpsradt\psht\Sl^Sl^phmo\Pthp\thp\Upsrad t\psht\Sl^Sl^phmo\Pdohto\bne\Th\P^sidohto\mk\ndiUpsradt

\psht\Sl^Sl^phmo\Pnado^dibgs\RMsn\mslh\bni\Dplimhno\Imk esmi\Pln\dohto\srn\pNrt\m<n\Tsigod^dopehHr<n\dibgsnpNrt no\s\k\rpi\siaon\alnipNrt\m<idopn\dpto\mn^htor<n\sian\S dehMaslm\Td^eegn\nmMses\k\rpi\siaon\sIa^giat\ms\k\rpi\s iaon\boIgbesdp<n\Tsiaon\mTnmn\jhtr\LmobidipNrt\htpr\Pdi pNrt\mn\dho\kno\mUliate

(9)

medn\pEb\Rari2021

pNrt\

tiaosian\Tri

nmi\160703051

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur atas kasih karunia Tuhan Yang Maha Esa begitu juga dengan Bapak dan Ibu dosen, Orang tua, Teman penulis, atas selesainya skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak skripsi ini tidak akan selesai. Terimakasih penulis tujukan kepada teman-teman yang sudah banyak kasih dukungan dan semangat serta motivasi dari semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono,MS selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Bapak Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, serta seluruh staf dan pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya.

2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Prodi Jurusan Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum, selaku Sekretaris Prodi Jurusan Sastra Batak Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Flansius Tampubolon, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang sudah memberikan arahan berupa saran dan masukan dalam pengerjaan skripsi ini.

(11)

5. Bapak Drs. Ramlan Damanik, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang sudah memberikan arahan dan masukan dalam pengerjaan skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Sastra Batak tanpa terkecuali, yang memberikan pengajaran mulai dari semester awal hingga akhir.

7. Teristimewa kepada Orang tua Penulis, Alm, Osner Sianturi dan Rumin Br.

Purba yang saya hormati dan saya cintai yang sudah rela mengorbankan hidupnya demi untuk membiayai pendidikan saya baik pengorbanan moral maupun materi sehingga skripsi ini dapat selesai.

8. Teristimewa juga kepada abang-abang saya Sahat Sianturi, Tuahdin Sianturi, Pandapotan Sianturi, dan adik saya Lastri Sianturi, terimakasih telah memberi dukungan dan semangat dan juga bantuan materi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Buat teman seperjuanganku stambuk 16 yang tidak bisa saya sebutkansatu persatu terimakasih buat semua kebersamaannya dan momen-momennya selama masa perkuliahan.

10. Buat sahabat-sahabat saya Mita Nasrani simbolon, Christina Panggabean, Sarisma Purba, dan Kristina Nababan yang tetap beri dukungan dan semangat motivasi kepada penulis terimakasih buat waktu dan kisah-kisah yang sudah kita jalani selama masa perkuliahan.

11. Buat Kakak sepupu saya Fita Uli Sinaga, Risna Sinaga, Bunga Sinaga, terimakasih buat dukungan dan nasehat-nasehat nya selama ini kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(12)

12. Buat kakak senioran stambuk 13,14,15, terimakasih buat dukungannya dan motivasinya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

13. Buat adik-adik junior terimakasih buat dukungannya dan motivasinya kepada penulis.

14. Buat teman-teman satu kos terimakasih buat kebersamaannya dan dukungannya kepada penulis.

Medan, Februari 2021 Penulis,

Tio Sianturi Nim: 160703051

(13)

DAFTAR ISI

SAMPUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 7

2.2 Teori Yang Digunakan ... 9

2.2.1 Teori Tradisi Lisan ... 9

2.2.2 Ciri-Ciri Tradisi Lisan ... 15

2.2.3 Wujud Tradisi Lisan ... 15

2.2.4 Pengertian Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu ... 17

(14)

BAB III METODE PENELITIAN ... 18

3.1 Metode Dasar ... 18

3.2 Lokasi Dan Sumber Data Penelitian ... 18

3.3 Instrumen Penelitian ... 19

3.4 Metode Pengumpulan Data... 20

3.5 Metode Analisis Data ... ..21

BAB IV PEMBAHASAN ... ..22

4.1 Faktor Terjadinya Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu ... .22

4.1.1 Dari Segi Faktor Ekonomi ... 22

4.1.2 Faktor Tidak Mendapat Persetujuan Dari Orang Tua ... 23

4.1.3 Faktor Permintaan Orang Tua Yang Sedang Sakit ... 24

4.1.4 Faktor Kecelakaan ... 25

4.1.5 Faktor Melangkahi... 25

4.2 Tahap-Tahap Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu ... 25

4.2.1 Marhusip-husip ... 26

4.2.2 Pasahat Situtungon/Pasinaru Parsigambiri ... 28

4.2.3 Martonggo Raja/Marria Raja ... 30

4.2.4 Bentuk Pelaksanaan Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu ... 34

4.3 Bentuk, Fungsi, Dan Makna Upacara Adat Pasahat Sulang- Sulang Pahompu ... 51

(15)

4.3.1 Analisis Bentuk Teks Upacara Adat Pasahat Sulang-

Sulang Pahompu... ... 51

4.3.2 Analisis Bentuk Ko-Teks Upacara Adat Pasahat Sulang- Sulang Pahompu ... 54

4.3.3 Analisis Bentuk Konteks Upacara Adat Pasahat Sulang- Sulang Pahompu... 54

4.4 Makna Dan Fungsi Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu ... 59

4.4.1 Makna Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu ... 59

4.4.2 Makna Bentuk Pelaksanaan Pesta Upacara Adat Pasahat Sulang- Sulang Pahompu ... 60

4.5 Fungsi Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu ... 62

4.6 Nilai-Nilai Tradisi Dalam Upacara Pasahat Sulang- Sulang Pahompu ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 72

DAFTAR LAMPIRAN...74

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman Gambar 1: Objek Tradisi Lisan ... 13 Gambar 2: Lapisan Pemaknaan ... 14 Gambar 3: Acara mameme/panomu-nomuon dari pihak paranak

untuk menyambut pihak parboru/hula-hula ... 37 Gambar 4: Pemberian tudu-tudu sipanganon dari pihak paranak ke

pihak parboru ... 38 Gambar 5: Pemberian indahan na las dengan dengke

simudur- udur/dengke saur ... 40

Gambar 6: Suasana makan bersama dalam upacara adat pasahat

sulang-sulang pahompu ... 41

Gambar 7: Proses pembicaraan adat/manghatai adat ... 43 Gambar 8: Penyerahan/pemberian batu sulang berupa

sihumisik/siringgit sitio suara ... 44

Gambar 9: Pemberian boras si pir ni tondi yang dibawa ... ... 47

(17)

DAFTAR ISTILAH

1. Amang Tua: abang kandung laki-laki dari ayah 2. Amang uda: adik kandung laki-laki dari ayah 3. Aliang-aliang: lingkaran leher

4. Batu sulang: sejumlah uang yang diterima pihak perempuan di acara pesta mangadati

5. Bona ni ari/ parbonaan: sapaan terhadap saudara laki-laki (anak dan cucunya laki-laki) dari ibu yang melahirkan kakek kita

6. Bona Tulang: sapaan terhadap tulang ayah kita atau saudara laki-laki istri kakek kita

7. Boras si pir ni tondi: beras yang di letakkan di atas kepala dan yang yang di isi kedalam tandok

8. Boru: sapaan terhadap saudara perempuan dari ayah

9. Boru suhut: sapaan terhadap perempuan yang satu marga dengan ayah 10. Dongan tubu: saudara satu marga dari ayah

11. Dengke: ikan

12. Dengke saur/simudur-udur: hidangan makanan yang disajikan berupa ikan mas

13. Gondang: alat musik

14. Hasuhutan paranak: kelompok pihak keluarga dari laki-laki 15. Hasuhutan parboru: kelompok pihak keluarga dari perempuan 16. Hela: menantu laki-laki

(18)

17. Hula-hula: sapaan terhadap saudara laki-laki dari ibu kita, saudara laki-laki dari istri kita, saudara laki-laki dari ibu yang melahirkan kakek kita, dan saudara laki-laki dari ibu yang melahirkan ayah kakek kita 18. Ihur: ekor

19. Juhut na marsaudara: babi/pinahan lobu 20. Jambar juhut: penerima bagian berupa daging 21. Jambar hata: penerima kesempatan untuk berbicara 22. Jambar hepeng: penerima bagian berupa uang

23. Jambar taripar: pemberian bagian kepada pihak-pihak 24. Las ni roha: suka cita

25. Manghatai adat: prosesi pembicaraan adat

26. Mangadati: melakukan upacara adat terhadap suatu kehidupan 27. Marhusip-husip, marhori-hori dinding, mangarisik-risik:

pihak laki-laki mendatangi rumah orang tua pihak perempuan 28. Mangalua: kawin lari

29. Martonggo raja: sebuah diskusi keluarga yang dilakukan di pihak laki-laki 30. Marria raja: sebuah diskusi keluarga yang dilakukan di pihak perempuan 31. Marunjuk/unjuk: memestakan

32. Marhata sinamot: membicarakan mahar

33. Manuruk-nuruk: acara mohon maaf dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan karena kawin diluar adat

34. Maningkir tangga: orang tua perempuan datang mengunjungi putrinya ke rumahnya

(19)

35. Manulangi: menyuapi

36. Na marngingi parhambirang: bagian kiri kepala hewan sembelihan 37. Napuran tiar: sirih

38. Na gok :secara penuh 39. Osang-osang: dagu 40. Olop-olop: acara penutup

41. Patuduhon natinangko: memperlihatkan hasil curian 42. Pahompu: cucu

43. Parboru: pihak perempuan 44. Paranak: pihak laki-laki 45. Pasu-pasu: berkat

46. Parjambar na gok: penerima bagian yang penuh

47. Pamarai: sapaan terhadap abang/adik yang sudah berkeluarga dari orang tua pihak perempuan

48. Pariban: sapaan terhadap anak perempuan dari saudara laki-laki ibu kita dan sesama perempuan bersaudara

49. Pasahat adat na gok: menyampaikan adat secara keseluruhan 50. Pasahat situtungon/Panaru parsigambiri: mengantarkan

sejumlah uang kepada pihak perempuan 51. Panomu-nomuon: prosesi penyambutan tamu

52. Pinggan panukunan: sebuah pertanyaan untuk mengawali pembicaraan 53. Pinggan pamalosi: sebuah balasan/jawaban dari pertanyaan

54. Pansamot: pihak yang menyediakan mahar

(20)

55. Pasahat sulang-sulang pahompu: pengukuhan pesta perkawinan secara adat

56. Pasu-pasu raja: pernikahan dalam bentuk sederhana

57. Panjambaron batu sulang: penerima bagian yang diterima oleh tulang 58. Parsituak na tonggi: amlop yang berisi uang yang di terima parboru 59. Si Ringgit sitio suara/sihumisik: uang

60. Raja parhata: sebagai pembawa acara/protokol

61. Situtungon: jumlah uang yang di terima untuk keperluan pesta 62. Somba: rusuk

63. Simandokhon: amang uda pihak perempuan

64. Suhi ampang na opat: yang terdiridari suhut, pamarai, pariban, dan tulang

65. Soit : pangkal paha

66. Tudu-tudu sipanganon: seperangkat makanan tradisional 67. Tulang: saudara laki-laki dari ibu kita

68. Tulang rorobot: sapaan seorang suami terhadap tulang dari istrinya 69. Ulos: kain tenun yang berbentuk selendang

70. Upa suhut: bagian yang diterima parboru dari paranak

71. Upa pamarai: bagian yang diterima amang tua/amang uda dari parboru 72. Upa pariban: bagian yang diterima namboru dari pihak parboru

73. Upa tulang: bagian yang diterima tulang dari parboru 74. Ulu: kepala

75. Tortor: menari

(21)

76. Tumpak: uang yang dimasukkan ke dalam amplop 77. Tandok: tempat isi beras

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap masyarakat di dunia memiliki berbagai macam kebudayaan khususnya Indonesia yang memiliki berbagai macam kebudayaan yang berbeda-beda dari berbagai Sara yakni; suku, agama, ras, dan antar golongan, kebudayaan itu menyebar keseluruh suku-suku yang ada di Indonesia khususnya kebudayaan suku Batak yang juga memiliki keunikan dari budaya itu sendiri.

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjaraningrat, 1984:180-181). Demikian halnya suku Batak Toba meskipun merupakan bagian dari lima suku Batak, suku Batak Toba tentunya memiliki kebudayaan sendiri yang membedakannya dari ke empat Sub suku Batak lainnya.

Suku Batak Toba merupakan salah satu suku besar di Indonesia, suku Batak terdiri dari lima suku yaitu; Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak, dan Batak Angkola/Mandailing. Kelima suku ini berada dalam wilayah Sumatera Utara, masyarakat Batak Toba memiliki adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyangnya, adat istiadat adalah berbagai aktivitas sosial budaya termasuk upacara-upacara kebudayaan yang disepakati menjadi tradisi dan berlaku secara umum di masyarakat, sedangkan tradisi adalah segala sesuatu

(23)

seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, upacara dan sebagainya yang secara turun- temurun diwariskan.

Upacara adat Batak terdiri dari berbagai macam upacara yaitu: upacara kematian, upacara pernikahan, upacara kelahiran, upacara pemberian nama, upacara memasuki rumah baru, upacara mangongkal holi, dan upacara-upacara lainnya.

Topik penelitian ini membahas tentang upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu. Secara umum upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu merupakan salah satu adat istiadat dalam suku Batak Toba yang diwariskan secara turun- temurun, upacara pasahat sulang-sulang pahompu adalah acara pengukuhan pesta perkawinan secara adat yang disebut mangadati atau pasahat adat na gok (Sinaga, 2012 : 220).

Pengukuhan artinya melunasi semua utang adat yang sebelumnya utang adat tersebut belum dibayar lunas terhadap pihak hula-hula yang melaksanakan upacara adat tersebut.

Dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu jika suatu keluarga ingin melaksanakan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu maka terlebih dahulu pihak hasuhuton paranak (pihak penyelenggara acara pesta dari keluarga pihak laki-laki) memberitahukan imformasi bahwasanya akan dilaksanakan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu kepada pihak hasuhuton parboru (pihak penyelenggara acara pesta dari keluarga pihak perempuan) melalui dongan tubu/hahaanggi (sapaan terhadap kelompok/orang yang semarga/saudara kandung laki-laki dari ayah). Setelah diberitahukan maka persiapan upacara adat pasahat

(24)

sulang-sulang pahompu akan segera dilaksanakan melalui tahap-tahap dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu seperti tahap langkah awal yaitu 1) marhusi-husip (pihak perempuan datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahukan tentang keinginan dan rencana pelaksanaan upacara pasahat sulang-sulang pahompu), 2) pasahat situtungon/pasinaru parsigambiri (pihak paranak mengantarkan atau memberikan sejumlah sihumisik kepada parboru), setelah itu, akan dilaksanakan tahap 3) martonggo raja/marria raja(mendiskusikan dengan pihak keluarga guna untuk mengambil suatu keputusan tentang pelaksanaan upacara pasahat sulang-sulang pahompu), dan terakhir adalah tahap 4) Bentuk pelaksanaan pesta upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu . Upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu terjadi karena faktor ekonomi dari pihak hasuhuton paranak yang sebelumnya tidak mampu untuk melaksanakan adat penuh, dan juga faktor dari tidak direstui orang tua karena latar belakang keluarga masing-masing dari pihak laki-laki dan pihak perempuan berbeda.

Namun karena si laki-laki dan si perempuan saling mencintai akhirnya mereka memilih memutuskan kawin lari (mangalua) tanpa mendapat persetujuan dari orang tua si perempuan, dan si laki-laki membawa si perempuan ke rumahnya. Karena si laki-laki telah membawa si perempuan ke rumahnya akhirnya pihak dari si laki-laki datang mengunjungi rumah orang tua dari si perempuan sekaligus memberitahukan bahwa putri mereka telah di bawa ke rumah pihak si laki-laki.

(25)

Setelah kedua orang tua masing-masing dari pasangan si laki-laki dan si perempuan sepakat dan menyetujui hubungan si laki-laki dan si perempuan. Maka dibicarakanlah hal mengenai tentang biaya pesta pelaksanaan pernikahan adat tetapi karena pihak dari laki-laki tidak mampu memenuhi permintaan dari pihak perempuan untuk melaksanakan adat penuh/na gok, akhirnya pihak keluarga sepakat bahwa pasangan tersebut hanya di berkati (di pasu-pasu) melalui pemberkatan gereja.

Seiring dengan perkembangan zaman sekarang ini, upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu telah mengalami perkembangan, perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang sangat berpengaruh dan memiliki dampak terhadap bangsa Indonesia khususnya kebudayaan-kebudayaan di Indonesia. Kebudayaan bangsa Indonesia banyak tergilas oleh perkembangan zaman sekarang ini hal ini ditegaskan dengan pernyataan Sibarani dalam bukunya kearifan lokal: Hakikat, Peran, dan Metode Penelitian Tradisi Lisan (Sibarani, 2014:3).

Tradisi budaya atau tradisi lisan selalu mengalami transformasi akibat perkembangan zaman dan akibat penyesuainnya dengan konteks zaman.

Kehidupan sebuah tradisi pada hakikatnya berada pada proses transformasi itu karena sebuah tradisi tidak akan hidup kalau tidak mengalami transformasi. . Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat di simpulkan bahwasanya kebudayaan Indonesia telah mengalami perubahan, salah satunya perubahan pada budaya upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu pada suku Batak Toba yang dimana pelaksanaan adat tersebut yang dijumpai di berbagai daerah khususnya di desa Simatupang di jumpai hanya sedikit yang melaksanakan adat tersebut dan

(26)

banyak yang sudah tidak melaksanakannya lagi. Maka dari itu penulis merasa tertarik dan prihatin terhadap hal tersebut karena perkembangan zaman yang semakin maju banyak kaum anak muda sekarang atau disebut dengan kaum milenial kurang berminat dan tertarik dengan adat tersebut, sehingga dengan perkembangan zaman yang semakin maju dikwatirkan adat tersebut akan hilang/punah. Oleh sebab itu penulis merasa tertarik dan prihatin untuk mengkajinya supaya adat tersebut tidak punah.

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan landasan teori yaitu teori tradisi lisan dari buku Robert Sibarani yang berjudul ‘‘Kearifan Lokal Hakikat, Peran, Dan Metode Tradisi Lisan’’.

1.2 Rumusan Masalah

Menurut Sumadi, 1983 Rumusan masalah adalah hal yang penting dalam penelitian, karena akan menjadi panutan dalam penelitian dengan ketentuan- ketentuan yang perlu diperhatikan dalam rumusan masalah. Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Apa saja faktor penyebab terjadinya upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu di Desa Simatupang Kecamatan Muara?

2. Apa saja tahap-tahap upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu di Desa Simatupang Kecamatan Muara?

3. Bentuk, fungsi, dan makna upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu di Desa Simatupang Kecamatan Muara?

(27)

1.3 Tujuan Penelitian

Menurut Sugiyono, 1999 Tujuan penelitian haruslah spesifik dan jelas, harus singkat dan sistematis, relevan, menggunakan bahasa yang baik dan benar. Berdasarkan rumusan masalah yang di teliti maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan apa saja faktor penyebab terjadinya upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu di Desa Simatupang Kecamatan Muara?

2. Mendeskripsikan apa saja tahap-tahap upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu di Desa Simatupang Kecamatan Muara?

3. Mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan makna upacara adat pasahat sulang- sulang pahompu di Desa Simatupang Kecamatan Muara?

1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu serta dapat memperkaya dan menambah ilmu khususnya bidang tradisi lisan.

2) Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan memberikan imformasi bagi masyarakat mengenai upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu dan juga diharapkan dapat menjadi wadah yang bermanfaat dalam menerapkan pengetahuan penulis tentang kajian tradisi lisan, khususnya dibidang upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dan beberapa jurnal skripsi yang berhubungan dengan objek penelitian penulis yang di gunakan sebagai pendukung dalam penulisan skripsi ini. Adapun buku- buku dan jurnal yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Tumbur Haryanto Naibaho, (2012) yang berjudul “ upacara sulang-sulang pahompu pada etnik Batak Toba: Kajian Semiotika sosial.’’ skripsi ini membahas tentang tahapan-tahapan upacara sulang-sulang pahompu bentuk, fungsi, dan makna tanda yang terdapat pada upacara sulang-sulang pahompu.

Kontribusi skripsi ini terhadap penulisan skripsi penulis adalah membantu penulis dalam melengkapi data-data dan untuk mengetahui bentuk tahap-tahap dan tanda/simbol yang digunakan dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu yang terdapat pada objek yang penulis teliti.

2. Roni Uli Sinaga, (2012) yang berjudul “ upacara adat sulang-sulang pahompu etnik Simalungun: Kajian Semiotik.” skripsi ini mendeskripsikan bentuk, fungsi, dan makna simbol yang terdapat pada upacara adat sulang-sulang pahompu yang ada di Simalungun. Kontribusi skripsi ini terhadap skripsi penulis adalah membantu penulis dalam melengkapi data-data sekaligus

(29)

mengetahui bagaimana bentuk, dan tahapan dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu dalam suku Simalungun.

3. Mega Lestari Simamora, (2012) yang berjudul tindak tutur ilokusi dalam upacara perkawinan adat na gok Batak Toba: Kajian Pragmatik yang membahas tentang tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam perkawinan adat na gok Batak Toba. Kontribusi skripsi ini terhadap skripsi penulis yaitu membantu penulis untuk mengetahui apa saja tindak tutur yang dituturkan dan bagaimana proses penyampaian tuturannya dalam konteks yang digunakan dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu.

4. Menurut Robert Sibarani dalam bukunya berjudul “ Kearifan Lokal, Hakikat, Peran, Dan Metode Tradisi Lisan.” (Sibarani, 2014:47) yang menyatakantradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun-temurun dengan media lisan dari satu generasi ke generasi lain baik tradisi itu berupa susunan kata-kata lisan (verbal) maupun tradisi lain yang bukan lisan, tradisi lisan memiliki lingkup tradisi lisan yaitu; lisan, sebagian lisan, dan bukan lisan (non verbal).

5. Menurut Richard Sinaga dalam bukunya berjudul ‘‘Perkawinan Adat Dalihan Natolu.’’ (Sinaga, 2012:220) yang menyatakan upacara pasahat sulang-sulang pahompu adalah acara pengukuhan pesta perkawinan secara adat.

6. Menurut T.M Sihombing (1989)dalam bukunya berjudul‘‘ Jambar Hata Dongan Tu Ulaon Adat’’.

7. Menurut W.Hutagalung (1963) dalam bukunya berjudul ‘‘Adat Taringot Tu Ruhut-Ruhut Ni Pardongan Saripeon Di Halak Batak’’.

(30)

2.2 Teori yang digunakan

Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori tradisi lisan. Secara etimologis teori berasal dari bahasa latin ‘‘theoria” yang berarti kebetulan alam atau realita. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keterandalannya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian. Penulis menggunakan teori tradisi lisan dalam penulisan skripsi ini menurut Robert Sibarani dalam bukunya berjudul ‘‘Kearifan Lokal, Hakikat, Peran, Dan Metode Tradisi Lisan.’’(Sibarani, 2014:47;254;266).

2.2.1 Teori Tradisi Lisan

Tradisi lisan adalah salah satu cara masyarakat untuk menyampaikan sejarah lisan melalui tutur lisan dari generasi ke generasi berikutnya. Tradisi lisan berusaha menggali, menjelaskan, dan menginterpretasi secara ilmiah warisan- warisan budaya leluhur pada masa lalu dan membentuk karakter generasi masa kini demi mempersiapkan kehidupan yang damai sejahtera untuk masa mendatang (Sibarani, 2014:2-3).

Tradisi mengacu pada adat atau kebiasaan yang turun-temurun, atau peraturan yang dijalankan masyarakat, tradisi merupakan sinonim dari kata

“budaya’’keduanya hasil karya masyarakat yang dapat membawa pengaruh tersebut karena kedua kata ini dapat dikatakan dari makna hukum tidak tertulis dan ini menjadi patokan dan norma yang baik dan benar adanya dalam masyarakat. Tradisi berasal dari bahasa latin traditio (diteruskan) atau kebiasaan yang telah dilakukan cukup lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu

(31)

kelompok masyarakat biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, dan agama yang sama.

Hal yang paling mendasar dari tradisi yaitu adanya imformasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan atau dengan kata lain tradisi adalah adat/kebiasaan turun-temurun yang masih dijalankan masyarakat, ada tiga karakteristik tradisi yang pertama merupakan kebiasaan (lore) dan sekaligus proses (process) kegiatan yang dimiliki bersama komunitas pengertian inimengimplikasikan bahwa tradisi itu memiliki kontunuitas (keberlanjutan), materi, adat, dan ungkapan verbal sebagai milik bersama yang diteruskan dalam kelompok tertentu. Kedua tradisi merupakan sesuatu yang menciptakan dan mengukuhkan identitas memilih tradisi memperkuat nilai dan keyakinan pembentukan kelompok komunitas. Ketika terjadi proses kepemilikan tradisi pada saat itulah tradisi itu menciptakan dan mengukuhkan rasa identitas kelompok. Ketiga tradisi itu merupakan sesuatu yang dikenal dan diakui oleh kelompok itu sebagai tradisinya.

Pengertian lisan pada tradisi lisan mengacu pada proses penyampaian sebuah tradisi dengan media lisan. Tradisi lisan bukan berarti terdiri atas unsur-unsur verbal saja melainkan penyampaian tradisi itu secara turun-temurun secara lisan, dengan demikian tradisi lisan terdiri atas tradisi yang mengandung unsur-unsur verbal, sebagian verbal, atau nonverbal. Konsep tradisi lisan mengacu pada tradisi yang disampaikan secara turun-temurun dari suatu generasi ke generasi lain dengan media lisan melalui mulut ke telinga.

(32)

Berdasarkan tiga pusat perhatian (ferformansi, indesikalitas, partisipasi) dan tiga parameter antropolinguistik (keterhubungan, kebernilaian, keberlanjutan) tersebut diatas, tradisi lisan sebagai penggunaan bahasa yang memadukan keseluruhan ekspresi linguistik bersama dengan aspek-aspek sosio kultural merupakan objek kajian yang menarik dan bermanfaat dengan pendekatan antropolinguistik, kajian antropolinguistik tidak hanya menjelaskan proses penggunaan bahasa secara linguistik tetapi juga mengungkapkan nilai budaya tradisi lisan itu secara antropolog.

Nilai dan norma tradisi lisan dapat dimanfaatkan untuk mendidik anak-anak memperkuat identitas dan karakter mereka dalam menghadapi masa depan sebagai penerus bangsa. Tradisi lisan merupakan kegiatan masa lalu yang berkaitan dengan keadaan masa kini dan perlu diwariskan pada masa mendatang untuk mempersiapkan masa depan generasi mendatang.

Pesan atau amanat sebagai kandungan tradisi lisan dari sudut ilmu sastra menjadi sangat penting diungkapkan tetapi amanat atau pesan itu mesti dikaitkan dengan konteks tradisi ilmu sastra tidak hanya mengkaji kesastraan dari tradisi lisan tetapi lebih jauh mampu mengkaji keseluruhan tradisi lisan secara holistik dengan kekhasan kajian dari ilmu sastra. Penelitian tradisi lisan harus mampu mengungkapkan kebenaran bentuk dan isi suatu tradisi lisan, dengan demikian diperlukan kajian ilmu sastra yang mengkaji tradisi lisan dengan mempertimbangkan bentuk (teks, ko-teks, dan konteks), isi (makna atau fungsi, nilai atau norma, dan kearifan lokal), dan model revitalisasi atau pelestarian.

(33)

Nilai dan norma budaya tradisi lisan sebagai warisan masa lalu, bagaimana nilai dan norma itu dapat dilestarikan dan direalisasikan pada generasi masa kini untuk mempersiapkan generasi masa depan yang damai dan sejahtera, tradisi lisan memiliki bentuk dan isi.

Bentuk yang dimaksud terdiri atas:

a) Teks, merupakan unsur verbal baik berupa bahasa yang tersusun ketat seperti bahasa sastra maupun bahasa naratif yang mengantarkan tradisi

lisan nonverbal seperti teks pengantar sebuah ferformansi.

b) Ko-teks, merupakan keseluruhan unsur yang mendampingi teks seperti unsur para linguistik, proksemik, kinesik, dan unsur material lainnya yang terdapat dalam tradisi lisan.

c) Konteks, merupakan kondisi yang berkenaan dengan budaya, sosial, situasi, dan ideologi tradisi lisan.

(34)

Gambar 1. Objek Kajian Tradisi Lisan

Setiap tradisi lisan memiliki bentuk dan isi. Bentuk tradisi lisan terdiri dari teks, ko-teks, dan konteks, Teks memiliki struktur, ko-teks memiliki elemen, dan konteks memiliki kondisi, yang formulanya dapat diungkapkan dari kajian tradisi lisan. Teks merupakan unsur verbal baik berupa bahasa yang tersusun ketat seperti bahasa naratif yang mengantarkan tradisi lisan nonverbal seperti teks pengantar sebuah performansi. Isi tradisi lisan berupa nilai atau norma yang dikristalisasi

TRADISI LISAN

BENTUK ISI

TEKS, KO-TEKS, DAN KONTEKS PERFORMANSI (STRUKTUR, ELEMEN

, DAN KONDISI) ...

FORMULA

NILAI DAN NORMA (FUNGSI DAN MAKNA)

...

KEARIFAN LOKAL

(35)

dari makna, peran, dan fungsi. Nilai atau norma tradisi lisan yang dapat digunakan menata kehidupan sosial itu disebut dengan kearifan lokal.

Gambar 2. Lapisan pemaknaan

Tingkatan pertama tradisi isi adalah makna atau maksud dan fungsi atau peran. Tingkatan kedua nilai atau norma yang dapat diinferesikan dari makna atau maksud dan fungsi atau peran dengan adanya keyakinan terhadap nilai atau norma itu. Tingkatan ke tiga adalah Kearifan lokal yang dapat mengungkapkan kebenaran bentuk dan isi suatu tradisi lisan.

TRADISI LISAN/TRADISI

BUDAYA

MAKNA DAN FUNGSI (MEANING

&FUCTION)

NILAI DAN NORMA BUDAYA (CULTURAL NORM

& VALUE

KEARIFAN

LOKAL

(36)

2.2.2 Ciri-ciri Tradisi Lisan

Tradisi lisan juga memiliki ciri-ciri atau karakter yang menjadi suatu keunikan dari tradisi tersebut dalam (Sibarani, 2014:43-47) Ciri-ciri tradisi lisan sebagai berikut :

1. Merupakan kegiatan budaya

2. Memiliki ferformansi

3. Dapat diamati dan ditonton

4. Bersifat tradisional

5. Diwariskan secara turun-temurun

6. Proses penyampaian “ dari mulut ke telinga’’.

7. Mengandung nilai- nilai dan norma- norma budaya

8. Memiliki versi-versi

9. Milik bersama komunitas tertentu

10. Berpotensi di revitalisasi dan diangkat sebagai sumber industri budaya

2.2.3 Wujud Tradisi Lisan

Tradisi lisan juga memiliki wujud dalam Sibarani (2014 :49-50)

(37)

1. Tradisi berbahasa dan beraksara lokal seperti tradisi menggunakan bahasa suku yang menggunakan aksara lokal. Contohnya: aksara Batak, jawi, Bugis, dll

2. Tradisi berkesusastraan lisan seperti tradisi perumpamaan atau peribahasa rakyat

3. Tradisi pertunjukan dan permainan rakyat seperti kepercayaan rakyat, teater rakyat, permainan rakyat, dan pesta rakyat

4. Tradisi upacara adat dan ritual seperti upacara berkenaan dengan siklus kehidupan seperti kelahiran, pernikahan, dan kem atian

5. Tradisi teknologi tradisional seperti arsitektur rakyat, ukiran rakyat, keterampilan jahit pakaian dan obat-obatan tradisional

6. Tradisi pelambangan atau simbolisme seperti tradisi gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat

7. Tradisi seni dan musik rakyat seperti tradisi mempertunjukkan permainan gendang, seruling, dan alat-alat musik lainnya

8. Tradisi seni dan musik rakyat seperti bercocok tanam tradisional, perladangan tradisional, dan peternakan tradisional

9. Tradisi kerajinan tangan seperti pembuatan alat-alat dapur dan alat-alat rumah tangga

10. Tradisi kuliner atau makanan seperti pembuatan makanan-makanan khas rakyat

11. Tradisi obat-obat atau pengobatan tradisional termasuk pengobatan khas lokal

(38)

12. Tradisi panorama dan kondisi alam seperti kebiasaan menikmati pemandangan alam dan kondisi alam

2. 2.4 Pengertian Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu

Secara umum upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu merupakan salah satu adat istiadat dalam suku Batak Toba yang diwariskan secara turun-temurun, upacara pasahat sulang-sulang pahompu adalah acara pengukuhan pesta perkawinan secara adat (Sinaga, 2012 : 220). Pengukuhan artinya melunasi semua utang adat yang sebelumnya utang adat tersebut belum dibayar lunas terhadap pihak hula-hula yang melaksanakan upacara adat tersebut.

Upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu atau pesta pernikahan adat yang tertunda yang sifatnya hampir sama dengan acara adat marunjuk yaitu mengukuhkan pernikahan secara adat batak atas mempelai. Bedanya pesta marunjuk harus melewati beberapa tahapan yang cukup panjang, sedangkan yang mangadati hanya menjalani beberapa tahapan adat bersekala kecil. (Pasahat sulang-sulang pahompu batak shop.com) yang dimaksud bersekala kecil contohnya adalah acara doa syukur menyambut pengantin yang biasanya dilanjutkan dengan acara marhata sinamot atau permintaan maaf kepada keluarga istri karena putrinya sudah dibawa kawin lari tanpa prosedur adat. Orang dahulu menyebutnya patuduhon natinangko atau memperlihatkan hasil curian dengan membawa kurban adat oleh rombongan keluarga pengantin (pasahat sulang- sulang pahompu batak shop.com).

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu, metode penelitian merupakan cara yang digunakan untuk mendapatkan data sesuai dengan kebutuhan (Sugiyono, 2010 : 3).

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. karena penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif adalah menguraikan data yang terkumpul, menganalisisnya, dan menginterpretasikannya dalam rangka menemukan kaidah, pola, nilai dan norma dari sebuah peristiwa yang diteliti. Menurut (Sibarani, 2014 : 279) penelitian kualitatif mencari makna dan menggali nilai dari objek penelitiannya.

3.2 Lokasi dan Sumber Data Penelitian

Lokasi adalah tempat dimana suatu penelitian atau kegiatan dilakukan (Swastha, 2002: 24). Dalam melakukan suatu penelitian maka terlebih dahulu harus menentukan tempat lokasi yang akan menjadi objek penelitian, penulis melakukan penelitian di Desa Simatupang Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara.

(40)

Sumber data adalah subjek darimana suatu data di peroleh (Arikunto,1998:144). Sumber data penelitian yakni data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang didapat dari berbagai peristiwa atau adegan pertunjukan yang terdapat pada kegiatan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu yang dilakukan.

2. Data sekunder adalah data yang didapat dari hasil wawancara atau tanya jawab antara penanya dengan imforman tentang segala sesuatu yang terkait dengan masalah upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu yang dilakukan.

3.3 Instrumen Penelitian

Menurut Notoatmodjo, 2010 instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data berupa kusioner, formulir, observasi, yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya.

1) Alat perekam suara (tape recorder) digunakan untuk merekam data lisan terkait mengenai data penelitian.

2) Kamera, penulis juga membutuhkan kamera sebagai alat untuk mendokumentasikan semua kegiatan atau peristiwa yang dilaksanakan.

Kamera juga dibutuhkan penulis sebagai bukti bahwasanya penulis telah melakukan penelitian.

3) Alat tulis berupa pena dan buku catatan yang digunakan penulis untuk mencatat tentang hasil dari penelitian yang dilakukan, catatan tersebut berupa catatan lapangan yang berhubungan dengan objek penelitian.

(41)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Menurut (Sibarani, 2014:285) sebagaimana halnya penelitian kualitatif ada beberapa jenis metode pengumpulan data yang dapat diterapkan dalam penelitian tradisi lisan yakni ;

1. Metode observasi partisipatoris langsung

Peneliti hanya berperan dan mengamati suatu kegiatan upacara adat yang berlangsung dengan menggunakan pancaindra untuk mengamati deskripsi kegiatan, tingkah laku, tindakan, interaksi sosial, dan proses sosial masyarakat setempat.

2. Metode wawancara

Peneliti juga menggunakan teknik metode wawancara dengan membawa pedoman pertanyaan untuk mengarahkan wawancara.

3. Metode Kepustakaan

Peneliti juga menggunakan teknik dokumen tertulis yang mencakup data audiovisual yang memberikan gambaran konteks ideologi, konteks situasi, konteks sosial, dan konteks budaya tradisi lisan.

(42)

3.5 Metode Analisis Data

Analisis data merupakan proses mencari data dan menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain secara sistematis sehingga dapat mudah dipahami `(Sugiyono, 2009:244).

Adapun metode analisis data yang digunakan penulis adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif yaitu data yang diperoleh dari hasil rekaman dan hasil wawancara yang dilakukan dengan imforman kemudian dideskripsikan secara menyeluruh.

1. Penulis Mengambil data berupa hasil rekaman/video tentang kegiatan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu dan/hasil wawancara dengan imforman.

2. Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan bahasa yang baik dalam bentuk sebuah catatan.

3. Menertejemahkan bahasa-bahasa daerah ke bahasa indonesia supaya dapat dipahami.

4. Melakukan penyajian data yang diperlukan dan mengabaikan data yang tidak diperlukan.

5. Setelah semua data tersaji, penulis menganalisis apa saja masalah yang terdapat dalam tahap, bentuk, fungsi, dan makna dalam upacara adat pasahat sulang- sulang pahompu.

6. Penulis menarik dan membuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang kegiatan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu.

(43)

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian penulis pelaksanaan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu tentu tidak semua dapat melaksanakannya pada Suku Batak Toba karena ada beberapa latar belakang yang menjadi faktor terjadinya penyebab/penghambat pelaksanaan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu tersebut.

4.1 Faktor Penyebab Terjadinya Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu

Adapun faktor penyebab terjadinya upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu ialah:

4.1.1 Dari Segi Faktor Ekonomi

` Pada Zaman dahulu ketika pasangan kekasih mau menikah tentu membutuhkan biaya yang besar untuk pesta pernikahan dalam suku Batak Toba yang mana biaya tersebut di gunakan untuk membiayai seluruh keperluan pesta pernikahan. Pada suku Batak Toba tentu tidak cukup hanya melakukan pernikahan melalui pemberkatan gereja saja tetapi harus melaksanakan adat atau membayar adat na gok kepada pihak Dalihan Na Tolu (yang terdiri dari tiga tungku yaitu hula-hula, dongan tubu, dan boru). Hula-hula(sapaan terhadap orang tua dan saudara laki- laki dari ibu/istri), dongan tubu(sapaan terhadap kelompok orang yang semarga/saudara kandung laki-laki dari ayah), dan boru(sapaan terhadap saudara perempuan semarga dari ayah).

(44)

Namun kenyataannya tidak semua orang mampu sekaligus langsung melaksanakan adat tersebut atau dikenal dengan istilah pasahat adat na gok (menyampaikan adat secara keseluruhan). Hal itu terjadi dikarenakan faktor ekonomi yang belum cukup mampu untuk membayar adat oleh karena itu, pasangan kekasih tersebut hanya menikah melalui pemberkatan gereja atau juga dikenal dengan istilah pernikahan pasu-pasu raja.

Pernikahan tersebut dulunya hanya disetujui raja adat dan meminta berkat dan mempercayakannya pada tua-tua kampung atau tua-tua setempat, akan tetapi pernikahan tersebut secara adat pada suku Batak Toba belum diakui sah karena belum membayar kewajiban atau membayar adat kepada pihak hula-hula(sapaan terhadap orang tua dan saudara laki-laki dari ibu/istri). Apabila suatu hari nanti mereka telah berkecukupan secara ekonomi dan sudah memiliki keturunan maka mereka akan melaksanakan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu(acara pengukuhan pesta perkawinan secara adat) untuk membayar kewajiban mereka yang sebelumnya belum dilunasi kepada pihak hula-hula(sapaan terhadap orang tua dan saudara laki-laki dari ibu/istri).Karena hal tersebut merupakan suatu kewajiban dalam suku Batak Toba.

4.1.2 Faktor Tidak Mendapat Persetujuan Dari Orang Tua

Sudah menjadi hal yang biasa dalam kehidupan ketika terjadi suatu perbedaan apalagi perbedaan tersebut dilihat dari latar belakang suatu keluarga dan hal itu sangat mempengaruhi beberapa pihak yang menyebabkan kesenjangan di antara beberapa pihak keluarga, misalkan perbedaan antara yang miskin dan yang kaya.

(45)

Dalam perencanaan suatu pernikahan maka sebelum pernikahan tersebut dilakukan alangkah baiknya pihak keluarga pasangan mengetahui latar belakang dari calon pasangannya masing-masing sebelum melanjutkan pernikahan.

Pada zaman dahulu karena sebuah perbedaan latar belakang ekonomi keluarga maka sering kali terjadi perbedaan antara yang kaya dan yang miskin yang tidak bisa bersatu, dimana apabila keluarga mengetahui bahwa salah satu dari pasangan tersebut berasal dari keluarga yang tidak mampu sering kali terjadi ketidaksetujuan keluarga kepada pasangan.

Namun karena pasangan kekasih tersebut saling mencintai dan tidak ingin dipisahkan oleh perbedaan latar belakang ekonomi keluarga mereka akhirnya, pasangan tersebut mengambil keputusan dan memilih cara dengan kawin lari (mangalua) tanpa mendapatkan persetujuan dari pihak keluarga/orang tua mereka.

4.1.3 Faktor Permintaan Orang Tua Yang Sedang Sakit

Pernikahan dalam suku Batak Toba dulu juga terjadi karena permintaan orang tua yang sedang sakit diakibatkan oleh faktor usia orang tua yang sudah tua dan ingin melihat anaknya melaksanakan pernikahan. Oleh karena itu, maka dilaksanakan pernikahan yang sederhana atau dikenal dengan istilah pasu-pasu raja walaupun belum bisa membayar adat sepenuhnya.

Bagi orang Batak walaupun secara ekonomi belum mampu tetapi setidaknya ingin melihat anak-anaknya menikah terlebih dahulu walaupun belum bisa langsung membayar adat na gok, karena bagi orang Batak dengan melihat anaknya menikah semua merupakan suatu kebahagiaan dan suka cita tersendiri bagi orang Batak.

(46)

4.1.4 Faktor Kecelakaan/berbadan dua

Kecelakaan yang dimaksud dalam hal ini maksudnya ialah laki-laki dan perempuan telah melakukan hubungan suami istri terlebih dahulu sebelum dinikahkan sampai si perempuan sudah berbadan dua/hamil demi harga diri orangtua adakalanya orangtua mendorong anaknya untuk menikah walaupun tidak melaksanakan adat/sekaligus membayar adat na gok (keseluruhan).

4.1.5 Melangkahi

Orang tua pada umumnya menginginkan anaknya yang lebih dahulu lahirlah yang lebih dulu menikah daripada yang dibawahnya. Karena itu, orang tua menyuruh sabar kepada anaknya yang minta dinikahkan duluan menunggu anaknya dapat jodoh. Karena adiknya yang paling kecil merasa takut kehilangan pasangannya akhirnya nekat menempuh kawin lari (mangalua) dengan pasangannya.

4.2Tahap-Tahap Upacara Adat Pasahat Sulang-Sulang Pahompu

Pada suku Batak Toba upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu dilaksanakan oleh keluarga atau orang tua yang sebelumnya belum melaksanakan upacara pernikahan secara adat istiadat.

Upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu merupakan suatu kewajiban yang harus di penuhi oleh suku Batak Toba apabila belum membayar adat secara adat istiadat. Sebelum melaksanakan pelaksanaan upacara adat pasahat sulang- sulang pahompu maka terlebih dahulu dilakukan persiapan oleh pihak keluarga untuk berjalannya pelaksanaan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu.

(47)

Berdasarkan hasil penelitian penulis adapun tahap atau persiapan yang dilakukan pihak keluarga dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu adalah:

4.2.1 Tahap Marhusi-husip, Marhori-hori dinding, Mangarisik-risik Mangarisik-risik atau lazim disebut marhori-hori dinding sebaiknya hanya dilakukan oleh orangtua atau wali dari pihak laki-laki untuk datang kerumah orang tua pihak perempuan. Atau bisa juga hanya si perempuan datang kerumah orang tua nya untuk memberitahukan tentang rencana pelaksanaan upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu. Dan biasanya pihak orang tua dari laki-laki cukup hanya membawa makanan biasa berupa makanan ringan.

Dengan perantara teks sebagai berikut:

Parhata sian parboru:

Ba mangkatai ma hita raja ni parboruon ia nungnga ro hamu tubagas namion mauliatema siala haroromuna banuaeng na manungkun ma hami tu hamu: dia ma na hinaroromuna tangkasma paboa hamu.”

Alus sian parhata paranak:

Olo ma tutu rajanami alusan ma tutu sungkun-sungkun mu na i mauliate ma parjolo hudok hami tu amanta Debata ai dibagason hahipason do hamu i dapot hami dibagasta ia haroronami rajanami namardomu do i tu boa-boa ni anaknami na naeng lao pasahathon sulang-sulang pahompu nasida rap dohot parumaen nami

Jadi na disuru suhutnami do hami manopot hamu rajanami manangkasi dohot manungkun pingkiranmuna taringot tusi on pe parjolo ma jolo i sungkun hami

(48)

hamu rajanami beha naung ditolopi rohamuna do langka ni anak nami i? jala molo naung ditolopi rohamuna do ba songon dia ma dipangido rohamuna simpehonmuna tu hami disibaenon dohot sipatupaon nami boti ma da rajanami.

Protokol dari pihak perempuan Artinya:

Marilah kita berbicara raja kami karena kedatangan kalian ke rumah ini Terimkasih buat kedatangan kalian sekarang kami mau bertanya kepada kalian:

‘‘apakah maksud kedatangan kalian beritahulah kami dengan jelas’’.

Jawaban/balasan dari protokol pihak laki-laki Artinya:

Benarlah itu raja kami hendaklah pertanyaan kalian kami jawab Pertama-tama kami mengucapkan terimaksih kepada Tuhan karena kami menemukan kalian dalam keadaan sehat di rumah kita ini ia maksud kedatangan kami berhubung karena pemberitahuan dari anak kami bahwa mereka akan melaksanakan penyampaian sulang-sulang pahompu bersama menantu perempuan kami jadi kami disuruh oleh pihak keluarga laki-laki kami untuk mengunjungi kalian untuk memperjelas dan bertanya terhadap pemikiran kalian mengenai itu oleh karena itu pertama-tama kami bertanya kepada kalian raja kami apakah kalian sehati dengan keputusan anak kami itu? Kalau memang sudah satu hati kalian jadi seperti apakah yang kalian minta untuk kami perbuat dan kami sediakan kira-kira begitulah raja kami.

Hal yang dibicarakan dalam pertemuan ini ialah masalah berapa jumlah biaya yang dibutuhkan untuk pesta pasahat sulang-sulang pahompu, pesta yang

(49)

dilakukan oleh paranak atau parboru dan membicarakan kira-kira kapan pesta dilaksanakan. Pertemuan inilah yang pada mulanya dinamakan dengan marhusip- husip(pihak perempuan datang ke rumah orang tuanya untuk memberitahukan tentang keinginan dan rencana pelaksanaan upacara pasahat sulang-sulang pahompu).

4.2.2Pasahat situtungon/Pasinaru parsigambiri

Apabila sudah sama-sama sepakat maka pihak paranak(pihak laki-laki) mengirimkan boru(saudara perempuan dari ayah) disertai dongan tubu(sapaan terhadap kelompok/orang yang semarga/saudara kandung laki-laki ayah) untuk membicarakan hal-hal yang menyangkut materi yang akan diberikan paranak ke parboru(pihak perempuan) untuk melaksanakan pesta adat tersebut.

Kemudian pihak paranak menyampaikan kata-kata seperti teks berikut:

Asa songon ni dok natua-tua ma sidohonon nami aek godang aek laut

dosniroha sibahen saut Artinya:

Seperti yang dikatakan orang tua lah yang kami katakan Air banyak air laut

Satu hati yang buat jadi

Biasanya konsep dari suhut paranak(keluarga dari pihak laki-laki) diajukan ke parboru(pihak perempuan) apabila di pertemuan ini sudah mendapatkan persetujuan barulah dibawakan acara resmi secara formal yang disebut pasahat

(50)

situtungon(menyampaikan/menghantarkan sejumlah uang yang akan diberikan kepada pihak perempuan).

Dalam tahap ini tidak ada lagi dikatakan tahap manuruk-nuruk(mengunjungi) karena tahap manuruk-nuruk sudah sering dilakukan disaat selesai menikah atau disebut juga maningkir tangga yaitu pihak orang tua dari perempuan datang untuk melihat putrinya ke rumah mertuanya atau diwaktu putrinya melahirkan anak, karena orang tua perempuan sudah sering datang mengunjungi putrinya maka dalam tahap upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu tidak ada lagi dikatakan tahap manuruk-nuruk.

Acara pasahat situtungon kurang lebih sama dengan acara marhata sinamot yaitu acara untuk menyepakati:

a. Sejumlah siringgit sitiosuara/sihumisik(uang) yang akan diberikan paranak kepada parboru untuk pelaksanaan pesta adat tersebut

b. Sejumlah siringgit sitiosuara/sihumisik(uang) yang disepakati diatas apakah mencakup parjambar nagok pamarai, pariban, tulang, dan simandokhon atau tidak

c. Jumlah ulos yang akan diberikan parboru kepada paranak pada saat pesta adat tersebut

d. Penentuan pelaksanaan hari H pesta tersebut e. Tempat pelaksaan pesta tersebut

f. Jumlah undangan pihak paranak dan pihak parboru g. Pembagian jambar juhut

h. Ada atau tidaknya hiburan musik atau gondang

(51)

i. Diadakan atau tidaknya tortor las ni roha diakhir acara

Hal-hal diatas itulah yang disepakati di acara pasahat situtungon kurang lebih sama dengan acara marhata sinamot hanya saja istilah sinamot tidak lagi disebut dalam upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu tetapi situtungon atau batu ni sulang-sulang. Situtungon disebut karena jumlah uang/siringgit sitiosuara yang diterima parboru ituadalah untuk keperluan pesta adat bahkan ada kalanya pihak parboru membantu menambahi biaya demi pesta itu dapat dilaksanakan dan berlangsung dengan baik.

4.2.3 Martonggo Raja dan Marria Raja

Dalam rangka menghadapi pesta mangadati atau pasahat sulang-sulang pahompu sebagaimana menghadapi pesta unjuk perlu juga diadakan acara martonggo raja di pihak paranak dan marria raja di pihak parboru. Acara ini dilakukan untuk menyerahkan pelaksanaan pesta kepada dongan tubu dan boru/bere agar pesta itu dirasakan sebagai pestanya sendiri.

Dungi dongan sahuta paranak mandokhon: sai jolo ninangnang do asa ni nungnung sai jolo pinangan do asa sinungkun ba nuaeng pe manungkun ma hami dihasuhuton: dia ma matana dia ma haltona

Dia ma hatana dia nidokna boti ma.

Kemudian Teman semarga kampung pihak laki-laki berbicara:

Artinya:

(52)

lebih dulu dimakan baru ditanya ya sekarang kami mau bertanya kepada hasuhutan dimana matanya dimana buah arennya dimana katanya dimana yang dikatakannya begitulah kira-kira.

Dungi raja parhata sian suhut mengalusi: gabe jala horas di hita saluhutna sai mamasu-masu ma Tuhan ta lam di tambai di hami hagabeon dohot pansamotan tu joloan ni arion ia taringot di sungkun-sungkun mu na i rajanami taringot di hata sipanganon i ba sipanganon panggabeon parhorasan do lapatanna boti ma raja nami.

Kemudian protokol dari suhut menjawab:

Artinya: sehat dan damailah bagi kita semuanya semoga Tuhan memberkati dan ditambahi keturunan bagi kami dan kesediaan kedepannya teringat pada pertanyaan-pertanyaan kalian raja kami teringat pada kata yang dimakan itu jadilah makanan yang menjadi kesehatan, kesejahtraan lah artinya begitulah raja kami.

Dungi dongan sahuta paranak mangalusi: ba molo songoni do hape na uli ma tutu sai asima rohani Tuhan ta pardenggan basa i sai di tambahi dope pasu-pasu di hamu tu joloan ni arion bagot na marhalto ma na tubu dirobean ba sai horas ma hami na manganhon ba sai lam tamba ma dihamu na mangalean

Kemudian teman semarga sekampung menjawab: ya kalau begitu baiklah itu semoga Tuhan maha pengasih mengasihi kita semoga berkatnya ditambahi kepada kalian kedepannya pohon aren yang berbuah yang tumbuh di ladang ya semoga sejahteralah kami yang memakan semoga semakin bertambah berkat bagi kalian yang memberikan.

(53)

Dalam acara inilah dilakukan pembagian tugas agar masing-masing bertanggung jawab dan memiliki persiapan dengan demikian, acara pesta dapat berjalan lancar dan baik. Perlu diketahui umumnya pelaksanaan pesta adat pasahat sulang-sulang pahompu dilaksanakan di tempat kediaman pihak paranak oleh karena itu, pihak paranak lah yang menyediakan dan mempersiapkan pesta dan menjadi tuan rumah, hal-hal yang perlu disepakati di acara martonggo raja dan marria raja tidak jauh berbeda dengan martonggo raja dan marria raja menjelang pesta unjuk.

Hal-hal yang disepakati dalam acara martonggo raja adalah sebagai berikut:

I. Di acara martonggo raja oleh pihak paranak 1. Masalah tempat dan komsumsi

2. Penerima tamu

3. Menentukan protokol dan pemandu tamu

4. Boru yang bertugas menerima bawaan hula-hula

5. Orang yang menyampaikan pemberian tudu-tudu sipanganon 6. Orang yang memimpin doa makan dan sekaligus mempersilahkan

undangan makan

7. Orang yang membagi dan menyampaikan sulang-sulang ke pada hula-hula 8. Menentukan pembagian jambar bila jambar taripar masih ada di beri 9. Boru yang bertugas membagi dengke

10. Menentukan salah satu dongan tubu yang akan menyerahkan acara ke raja parhata

11. Boru yang bertugas menyampaikan pinggan panukunan

(54)

12. Menentukan pembicara mewakili dongan tubu dan boru saat pembicaraan resmi

13. Menentukan penerima ulos na marhadohoan sesuai dengan jumlah ulos yang akan diberikan

14. Mengingatkan suhut paranak menyiapkan antara lain: daftar hula-hula, amplop untuk ulos tinonun sadari, amlop panandaion, sesuai dengan yang sudah disepakati dalam acara pasahat situtungon dan uang receh untuk olop- olop

15. Dongan tubu yang bertugas menutup acara dan membagikan olop-olop

16. Mengatur distribusi undangan berdasarkan marompu-ompu atau berdasarkan kumpulan sektor wilayah tempat tinggal

II. Di acara marria raja oleh parboru

1. Mengingatkan agar bersama-sama memasuki tempat acara setelah dipersilahkan paranak

2. Menentukan protokol dan pemandu tamu dari parboru dan hula-hula ketempatnya

3. Menentukan pendamping suhutparboru menyampaikan dengke 4. Menentukan boru penerima bawaan hula-hula

5. Menentukan pembagian jambar dan yang membagi di pesta

6. Menentukan dongan sabutuha yang menyampaikan acara ke raja parhata 7. Menentukan raja parhata dari parboru

8. Menentukan boru yang bertugas mengembalikan pinggan panukunan 9. Menentukan wakil dongan tubu dan boru/bere yang akan berbicara

(55)

dalam menyampaikan hata gabe

10. Menentukan siapa saja yang akan memberi ulos

11. Mengingatkan suhut parboru untuk menyiapkan antara lain: daftar hula- hula, amplop untuk pingga n panganan, daftar penerima amplop, amplop untuk tintin marangkup dan uang receh untuk olop-olop

12. Menentukan dongan tubu yang menutup acara dengan doa/martangiang 13. Sebelum pulang mengatur distribusi undangan

Acara martonggo raja dan marria raja tidaklah jauh berbeda dengan acara martonggo raja/marria raja menjelang pesta unjuk. Tujuan dilaksanakannya acara martonggo raja adalah untuk melancarkan berjalannya acara dengan baik dan hikmat.

4.2.4 Bentuk Pelaksanaan Pesta Upacara Adat Pasahat Sulang- Sulang Pahompu

1. Acara Kebaktian

Sebelum memulai upacara adat pasahat sulang-sulang pahompu maka terlebih dahulu pihak keluarga melaksanakan acara kebaktian terlebih dahulu untuk memulai acara supaya upacara pasahat sulang-sulang pahompu berjalan baik dan lancar biasanya acara kebaktian tersebut dilaksanakan didalam rumah sebelum keluar melanjutkan acara di halaman.

Hal itu dapat ditunjukkan dengan teks sebagai berikut:

Mauliate gok puji-pujian i sombahon rohanami na pungu diadopanmu Tuhan alani denggan basam do asiniroham napungu hami ro marsom ba di bagasan

(56)

sadarion i ma ale Tuhan na pasahat sulang-sulang pahompu anak dohot borunami, alani mangido hami tuadopanmu Tuhan jongjong ma punguan nami on asa mardalan on dibagasan dame, dohot lasniroha nang songoni borunami ima na pasahat sulang-sulang pahompu nasida sonari mangido dope hami asa tontong dalanni pasu-pasu di ulaon on, marhite i ma ale Tuhan ho ma tongtong jongjong dipunguan nami sadarion hupasahat hami ma marhite Tuhan jesus kristus martangiang hami tu ho amin.

Artinya : terimakasih banyak hati kami menyembah berkumpul dihadapanmu Tuhan karena anugrah dan kasih karuniamu kami berkumpul datang untuk menyembah pada satu hari ini karena itu Tuhan yang menyampaikan sulang- sulang cucu anak dan putri kami, karena itu kami meminta dihadapanmu Tuhan kami berdiri dan berkumpul supaya berjalan damai, dan sukacita begitupun anak dan putri kami yang menyampaikan sulang-sulang cucu mereka sekarang meminta kami supaya acara ini berjalan dan diberkati melalui itulah Tuhan engkaulah yang berdiri berkumpul bersama kami pada satu hari ini kami menyampaikan acara ini melalui Tuhan Yesus Kristus kami berdoa amin.

2. Acara mameme/panomu-nomuon

Yang dimaksud dengan acara /mameme/panomu-nomuon adalah suatu acara penyambutan seluruh undangan yang datang yang dilakukan oleh pihak hasuhuton paranak dalam menyambut seluruh undangan baik undangan dari hasuhuton parboru, dongan tubu, dan dongan sahuta. Dalam acara panomu- nomuon ini hasuhuton paranak menyambut dan mempersilahkan hasuhuton parboru untuk memasuki tempat acara yang telah disediakan di halaman rumah

Gambar

Gambar 1. Objek Kajian Tradisi Lisan
Gambar 2. Lapisan pemaknaan
Gambar 5.  Pemberian indahan na las dengan dengke simudur-udur/dengke                          saur dari pihak parboru ke pihak paranak
Gambar 6.  Suasana makan bersama dalam upacara adat pasahat                                     sulang-sulang pahompu
+4

Referensi

Dokumen terkait

Marga Ujung yang berhak menerima jambar perbetekken dalam upacara adat di Kecamatan Sidikalang adalah Lembaga Adat Pakpak Sulang Silima Marga

Bagaiman penentuan waktu pelaksanaan tradisi lisan pada upacara adat dalam masyarakat

: Upacara mangupa adat Angkola, Falsafah Masyarakat Tapanuli, Tokoh-tokoh Adat, Benda-benda yang digunakan pada upacara mangupa adat Angkola, jenis-jenis Upacara adat,

Penelitian tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan salah satu rangkaian acara yang terdapat pada upacara perkawinan adat besar Angkola yakni acara

Penelitian tesis ini bertujuan untuk mendeskripsikan salah satu rangkaian acara yang terdapat pada upacara perkawinan adat besar Angkola yakni acara marosong-osong

berdrama, dan lomba seni. Pementasan tradisi marosong-osong dalam upacara adat perkawinan yang dikemas dalam bentuk hiburan pertunjukan, telah dilakukan oleh

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa setiap simbol yang digunakan dalam upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun memiliki sumbangsih makna yang

Gambar 1: Ompung yang akan diberikan tungkot dan sulang-sulang dari pahompu. sebelum mandi dan diusei (diganti pakaiannya dengan