• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tradisi Lisan Marosong-Osong Pada Upacara Perkawinan Adat Angkola Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tradisi Lisan Marosong-Osong Pada Upacara Perkawinan Adat Angkola Chapter III V"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tesis ini berjudul: tradisi Lisan Marosong-osong pada Upacara Perkawinan Adat Angkola, yang bertempat di Jalan MT Haryono No. 56 Kampung Marancar Kota Padangsidimpuan. Dengan menggunakan data perkawinan putra Bapak H. Sahrul Pasaribu Gelar Patuan Mangarahon (Bupati Tapanuli Selatan) dan Ibu H. Saulina Siregar Gelar Naduma paluaton antara dr. Aditya Rizky Monang Pasaribu diberi gelar adat Baginda Monang Pinayungan dan Sheilla Nabila Asepti Br Siregar, S.Ked. diberi gelar adat Namora Nauli Basa.

Waktu pelaksanakan pada hari sehari sebelum acara puncak upacara pada tanggal 18 Oktober 2014, pelaksanaan pesta perkawinan adat (horja godang) di rumah mempelai laki-laki yakni setelah tengah hari atau menjelang sore hari. Pada umumnya penduduk Kota Padangsidimpuan yang menyelenggarakan upacara perkawinan adat, masih menggunakan tradisi adat Angkola, hal ini disebabkan daerah Padangsidimpuan merupakan daerah adat/ Luhak Angkola.

3.2 Jenis Penelitian

(2)

marosong-osong sebagai bagian Upacara Perkawinan Angkola. Pendekatan yang

digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif.

Penelitian ini bertujuan untuk menjawab berbagai persoalan yang diangkat dalam penelitian ini secara mendalam. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Smith dan Cormaek dalam Moleong (2005: 239) menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh manfaat dan hasil sesuai dengan yang dirumuskan pada rumusan masalah pada penelitian ini.

Penelitian ini dilakukan merupakan berupaya bekerja untuk memecahkan masalah pada saat yang bersamaan. Pendekatan yang dilakukan untuk pengukuran dasar dengan memanfaatkan pengamatan, pengumpulan data, wawancara, terstruktur dan takterstruktur. Metode penelitian ini digunakan bertujuan, agar lebih dahulu membuatkan rumus-rumusan dan keputusan tentang bagaimana menelaah adanya setiap perubahan (Moleong, 2005: 239).

Hasil analisis data dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian sangat terkait dengan teknik-teknik survei sosial seperti: wawancara terstruktur dengan kuesioner yang tersusun, observasi, analisis isi, analisis data dan sebagainya. Penelitian kualitatif berkaitan dengan pengamatan berpartisipasi secara emik, wawancara terstruktur dan wawancara takterstruktur, kelompok-kelompok fokus, telaah teks-teks kualitatif, dengan teknik analisis wacana tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan Angkola yang dituliskan dalam bentuk teks.

(3)

a) Mengidentifikasi masalah tradisi lisan marosong-osong sebagai bagian pada upacara perkawinan Angkola.

b) Mengumpulkan data tradisi lisan marosong-osong sebagai bagian upacara perkawinan Angkola.

c) Mentranskripsikan data lisan menjadi data tulisan pada tradisi lisan marosong-osong sebagai bagian upacara perkawinan Angkola.

d) Mengidentifikasi masalah dan merumuskan permasalahan. e) Memilih metode penelitian dan evaluasi.

f) Mencari bentuk teks, koteks, dan konteks tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola.

g) Menentukan makna/ lambang-lambang tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola.

h) Meretas kearifan lokal apa yang terkandung dalam tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola

i) Menyimpulkan hasil penelitian.

3.3 Data dan Sumber Data

Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan menghasilkan sesuatu yang dapat menggambarkan atau mengidentifikasi sesuatu.

(4)

hanya ada pada upacara adat perkawinan yang besar (adat nagodang) tersebut. Untuk data primer, dapat dikumpulkan dengan mengambil data dari informan kunci yaitu pelaku adat Angkola dan raja-raja yang memahami adat istiadat tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola. Data primer lain diambil dengan

melakukan pengamatan langsung pada data video melalui tradisi marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola.

Data sekunder diperoleh melalui wawancara dengan raja adat, pelaku adat, tokoh masyarakat, sumber tertulis, serta data dari berbagai sumber referensi di Kota Padangsidimpuan, sedangkan sumber data tulis didapat dari tulisan seperti buku, makalah, majalah, surat kabar, artikel, karya-karya ilmiah, sumber tertulis di internet (pustaka digital) dan sejenisnya, dan catatan hasil wawancara dengan informan. Untuk melengkapi data penelitian ini juga dibutuhkan data berupa rekaman audio atau audiovisual yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung

Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Lofland dan Lofland (1984) dalam Moleong (2005:157) menyebutkan, sumber data utama dalam penelitian kualitatif, ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.

(5)

didokumentasikan, data lisan diperoleh dengan cara merekam ujaran-ujaran (tradisi lisan marosong-osong) dari pelaku adat yang sedang melaksanakan tradisi lisan marosong-osong.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Penelitian tradisi tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola menggunakan teknik pengumpulan data penelitian lapangan (field research) dan secara studi pustaka (library research). Teknik pengumpulan data lapangan dilakukan dengan tekni survey, wawancara, wawancara dilakukan secara mendalam (in depth-interview) baik itu dalam bentuk wawancara terstruktur dan wawancara takterstruktur dengan informan kunci, pelaku adat,tokoh adat, dan pelaku adat tradisi marosong-osong. Teknik pengumpulan data dengan melakukan pertukaran informasi

dari kedua belah pihak tersebut..

Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dihimpun dari jawaban-jawaban informan atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Menurut Moleong (2005) wawancara adalah percakapan dengan maksud dan tujuan tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan wawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan

tersebut. Gorden (Herdiansyah, 2010) mendefinisikan wawancara, “interviewing is

conversation between two people in which one person tries to direct the conversation to

obtain information for some specific purpose” percakapan diantara dua orang yang

(6)

Selanjutnya, pengumpulan data dengan observasi untuk mencari data yang digunakan untuk menarik kesimpulan atau diagnosis. Observasi dilakukan dengan pengamatan partisipasi (participation observation)secara emik dengan terjun langsung ke lapangan, mengamati objek tradisi tradisi lisan marosong-osong. Melakukan pencatatan bagaimana tradisi tradisi lisan marosong-osong sebagai bagian upacara perkawinan adat Angkola dengan merekam peristiwa/ proses berlangsungnya tradisi tradisi lisan marosong-osong tersebut. Kegiatan upacara tersebut direkam dengan menggunakan

Handycam. Begitu juga wawancara dengan informan memakai alat yang sama dan juga dibantu dengan alat rekaman yaitu tape recorder.

Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan (written document) dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui documentary historical yakni mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek yang akan diteliti. Agar lebih jelas penggunaan metode yang digunakan dalam penelitian ini, pertama, metode survey yaitu mengumpulkan informasi yang sesuai dengan judul yang

telah ditetapkan yaitu: Tradisi lisan marosong-osong Pada Upacara Perkawinan Adat Angkola. Kedua, melakukan wawancara yang dalam (depth interview) dengan informan kunci untuk menggali informasi yang berhubungan dengan tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola. Ketiga, mengumpulkan data-data adat

(7)

Bagan 1 Pengumpulan Data

Kelima, Melakukan pengecekan keabsahan hasil penelitian yang dilakukan serta

membahasnya dengan mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing tesis. Keenam, melakukan pengklasifikasian data serta melakukan pengujian data Apabila ada data yang belum sesuai. Ketujuh, Apabila ada prosedur dan langkah-langkah penelitian yang tidak sesuai, dilakukan revisi dan mengambil data yang belum sesuai. Kedelapan, Pengecekan hasil penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses untuk mengatur dan mengkategorikan data yang didapat. Hasil data yang sudah terkumpul kemudian akan diolah dan dianalisis secara

Sumber data

Rekaman/ Foto Dokumentasi

Wawancara

Mendalam

Reduksi Data

Primer dan

sekunder

Observasi Partisipan dan Non Partispan

Pengklasifikasian

Data

Pengujian

Data

Pada Remaja

Pengecekan Hasilpenelitia

n

(8)

kualitatif. Menganalisis data kualitatif menurut Bodgan dan Biklen (1982) dalam Moelong (2005:248) mengatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari, menemukan apa yang penting, apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Penganalisisan data dimulai dengan reduksi data observasi, dokumentasi dan wawancara sehingga data diklasifikasikan, dan pengujian data yang telah dikumpulkan. Data yang terkumpul berasal dari hasil wawancara dan observasi. Peneliti terlebih dahulu mentranskrip data tradisi lisan marosong-osong dari pihak anak boru dan menterjemahkan tekstradisi lisan marosong-osong tersebut ke dalam Bahasa Indonesia. Setelah proses tersebut langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan data berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini peneliti melakukan pengolahan data berdasarkan pisau potong analisis dan membuat kesimpulan hasil penelitian.

Berikutnya McDrury (1999) masih dalam Moleong (2005: 248) menyebutkan tahapan penganalisisan data kualitatif antara lain: 1) Membaca dan mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data. 2) Mempelajari kata-kata kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data. 3) Menuliskan model yang ditemukan. 4) Koding yang telah dilakukan.

Lebih jauh Saidel menjelaskan dalam Moleong (2005: 248), proses penganalisisan data yaitu:

(9)

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtiar dan membuat indeksnya;

3. Berpikir dengan jalan membuat kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan umum.

Bagan 2 Analisis Data

Penganalisisan data berdasarkan jawaban dari informan tentang tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola. Kemudian akan dianalisis dengan tetap mengkonsultasikan data berdasarkan wawancara dengan informan kunci, sehingga diperoleh data tentang tradisi lisan marosong-osong dan mengkonsultasikan hasil yang ditemukan dengan dosen pembimbing. Prosedur analisis data tersebut digambarkan seperti bagan di atas.

Pengumpulan Data dari

Informan Kunci

Hasil Data Ditabulasi Hasil Data

dianalisis

Hasil perolehan data ditafsirkan kepada informan, dan pelaku

adat marosong-osong

Hasil akhir data dikonsultasikan kepada pembimbing

(10)

Peneliti menggunakan beberapa langkah teknik analisis tradisi lisan marosong-osong yang dikemukakan oleh Tannen (2005:160). Adapun langkah-langkah analisis data percakapan yang digunakannya adalah sebagai berikut.

1) Memilih rekaman percakapan yang mempunyai kualitas yang jelas.

2) Mendengarkan secara teliti dan berulang-ulang tradisi lisan marosong-osong yang diteliti dan mentranskripsikan tradisi lisan marosong-osong.

3) Menganalisis teks tradisi lisan marosong-osong dari dokumentasi rekaman dengan melakukan pemenggalan-pemenggalan pada bagian tertentu..

4) Menganalisis bentuk teks, koteks, dan konteks tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola?

5) Melakukan identifikasi makna dan lambang-lambang tradisi lisan marosong-osong adat Angkola yang ditemukan.

(11)

BAB IV

TRADISI MAROSONG-OSONG ADAT ANGKOLA

TEKS, KOTEKS, KONTEKS, DAN TEMUAN

4.1 Tradisi Marosong-osong pada Tradisi Perkawinan Adat Angkola

Upacara perkawinan adat atau horja siriaon ada dua jenis yaitu upacara patobang anak dan pabagas boru. Upacara perkawinan adat atau horja siriaon,

membutuhkan bahan-bahan untuk menentukan besar kecilnya upacara perkawinan adat Angkola tersebut. Bahan-bahan adat (lahananna) sebagai persyaratan adat, agar upacara perkawinan adat dapat dapat diselenggarakan. Pada upacara perkawinan adat Angkola (horja siriaon) ada beberapa tingkatan sesuai dengan landasan (lahanna) sebagai penentu besar kecilnya upacara adat. Horja godang (pesta adat besar) diukur dengan binatang yang disembelih (lahanan na) yaitu satu ekor kerbau ditambah dengan satu ekor kambing. Horja manonga (pesta adat pertengahan) maka yang akan disembelih

adalah seekor kambing „horbo janggut‟.

Tradisi marosong-osong hanya ditemukan Pada penyelenggaraan upacara perkawinan adat yang besar (nagodang) saja, Sedangkan pada upacara adat dengan menggunakan landasan selain kerbau tidak pernah dilakukan tradisi marosong-osong. Rangkaian upacara perkawinan adat na godang di jalan MT. Haryono Kampung Marancar Padangsidimpuan Selatan terbagi atas: 1) Mangkobar boru, 2) Mangampar ruji, 3) horja pabuat boru, 4) manaekkon gondang, 5) marosong-osong, 6)

Maralok-alok,7) Manortor, 8) Manyambol horbo, 9) Patuaekkon, dan 10) Marosong-osong. Jadi,

marosong-osong berada pada rangkaian upacara perkawinan ke-5 pada upacara

(12)

Gambar 1. Persiapan Rombongan anak boru pada tradisi marosong-osong adat Angkola

Tradisi marosong-osong dilaksanakan pada pesta perkawinan adat (horja na godang) dengan memotong kerbau (manyambol horbo) yang dilaksanakan selama tiga

hari tiga malam, Marosong-osong adalah bentuk bantuan yang diberikan oleh anak boru pusako (silsilah keturunan) yang akan disumbangkan secara bersama-sama kepada mora

atau suhut bolon (yang punya hajatan). Bentuk bantuan ini dimasukkan dalam sebuah bingkisan yang bentuknya menyerupai rumah adat (sopo godang) yang dihiasi dengan berbagai macam bahan seperti: umbut kelapa, buah-buahan yang disebut gala-gala, inilah yang disebut dengan osong-osong.

(13)

puluh ribu rupiah dua puluh ribu rupiah sampai pecahan terkecil. Selain bantuan yang diberikan oleh anak boru dalam bentuk uang, anak boru yang datang ke rumah mora juga membawa bantuan berupa beras, kelapa, kambing bahkan kerbau dan lain-lain.

Gambar 2. Bingkisan osong-osong berbentuk rumah adat (sopo godang) yang dihiasi dengan ulos.

(14)

Gambar 3. Bingkisan osong-osong yang dijunjung ibu-ibu dengan wadah yang berisi beras yang ditancapkan berbagai macam bendera-bendera kecil yang terdiri dari lembaran uang

Penyambutan rombongan ini tentunya tuan rumah atau suhut akan mempersiapkan pula anak-anak putrinya yang disebut dengan si dara bujing (anak gadis). Rombongan si dara doli tidak boleh masuk ke rumah sebelum mengadakan berbalas pantun dan mendapat izin dari si dara bujing. Kemudian kedua kelompok muda-mudi ini akan manortor (menari adat) di halaman lengkap dengan pakaian adat masing-masing, dan inilah masa perkenalan di antara muda-mudi dari kedua belah pihak, sungguh perkenalan yang cukup bersahaja. Acara berbalas pantun menyambut osong-osong dari pihak mora/ suhut bolon yang juga berpakaian adat lengkap.

(15)

perkawinan yang berisi rangkaian tradisi adat yang satu dengan adat yang lain telah ditentukan menurut kemauan dan kemampuan dan eksistensi orang tua. Peran orang tua cukup menentukan upacara adat tersebut agar berjalan tanpa mendapat hambatan. Begitu pula upacara adat tradisi marosong-osong pada upacara perkawinan adat sebagai horja siriaon merupakan hal sudah jarang dilakukan karena kemampuan berbalas

pantun adat yang sudah jarang dilakukan dan pelaku adat yang belum mewariskannya, padahal upacara ini disamping sebagi tradisi yang memberikan bantuan oleh pihak anak boru kepada mora-nya yang di dalamnya ada seni pertunjukan yang bersifat hiburan.

Berdasarkan ciri-ciri tradisi lisan marosong-osong sebagai kegiatan budaya, tradisi marosong-osong yang hanya ada pada pesta besar (horja godang) berbentuk lisan pada saat si dara doli berbalas pantun dengan si dara bujing saat berkenalan. Kegiatan adat budaya, berbentuk lisan, sebagai peristiwa yang dapat di tonton karena dapat di jadikan hiburan dalam bentuk pertunjukan. Tradisi lisan marosong-osong masih bersifat tradisional sebagai ikatan yang erat antara anak boru kepada mora, sebagai tanggung jawab pada dalihan na tolu, tradisi lisan marosong-osong mengandung unsur etnik Angkola yang sistem pewarisannya belum berjalan baik, tetapi generasi penerus dicoba dalam bentuk pertunjukan dan berbalas pantun. Tradisi marosong-osong bila dianalisis mengandung nilai-nilai dan norma-norma adat Angkola

(16)

4.2 Tradisi Marosong-osong Adat Angkola

Tradisi marosong-osong merupakan salah satu tradisi adat yang berasal dari Angkola, Tapanuli Selatan. Sedangkan di daerah Mandailing tradisi marosong-osong tidak ada, kalaupun ada bentuk bantuan kepada suhut sihabolonan dilakukan pada tradisi marpege-pege2. Tradisi marosong-osong bertujuan untuk meringankan beban mora dalam mempersiapkan upacara perkawinan, dipandang dari tanggung moral

sebagai anak boru. Hal itu, sesuai dengan pemahaman adat Angkola, bahwa anak boru sebagai penambah yang kurang pada pemahaman adat Angkola.

Marosong-osong berasal secara etimologi berasal dari kata osong (Indonesia usung) yang berarti „dipikul‟ bersama. kemudian menjadi kata berulang yang berawalan

dan memperoleh perubahan huruf (vokal) „u‟ menjadi „o‟. Tradisi lisan marosong-osong

dilaksanakan dalam pesta perkawinan adat (horja na godang) dengan memotong kerbau sebagai landasan upacara perkawinan adat (manyambol horbo) yang dilaksanakan selama tiga hari tiga malam.

Tradisi marosong-osong ini sebagai simbol kepedulian pihak anak boru beserta rombongan (sakahanggi) membawa bantuan yang akan disumbangkan secara bersama-sama kepada suhut bolon atau mora (yang punya hajatan). Bantuan anak boru ini dikemas dalam berbagai bentuk bingkisan, yang salah satu bentuknya menyerupai rumah adat (sopo godang) yang dihiasi sedemikian rupa dengan berbagai macam bahan seperti: umbut kelapa, salak, buah yang disebut gala-gala juga uang yang diselipkan pada tangkai berbentuk bendera dalam jumlah yang cukup banyak, yang terdiri dari

2

(17)

lembaran uang seratus ribu rupiah, lima puluh ribu rupiah dua puluh ribu rupiah sampai pecahan terkecil yang nantinya dijunjung oleh ibu-ibu pada rombongan anak boru tersebut.

Pada bingkisan osong-osong yang menyerupai rumah adat (sopo godang) ini dibalut dengan abit Batak (ulos) yang diisi dengan berbagai bantuan. Selain bantuan yang diberikan oleh anak boru dalam bentuk uang, anak boru yang datang ke rumah mora juga membawa bantuan berupa binatang ternak seperti: ayam, kambing, atau

kerbau yang masih hidup. Ada pula berberbagai bahan makanan untuk keperluan pesta seperti: buah kelapa, beras, dan hasil pertanian lainnya.

Kedatangan rombongan anak boru ke rumah mora yang membawa osong-osong diiringi perangkat musik, sedangkan suhut bolon „yang memiliki hajatan/ pesta‟ menunggu di depan rumah (di galanggang). Rombongan laki-laki si pembawa osong-osong disambut oleh namboru si putri (mora) yang punya horja kemudian

(rombongan) masuk ke gelanggang dengan menyerahkan bahan makanan (silua) yang dibawa, kemudian si dara bujing dan si dara doli berkenalan sambil bersalaman kemudian baru manortor inilah tujuannya (hasil wawancara dengan informan). Kedatangan anak boru agak berbeda dengan mora, sebab dalam rombongan anak boru ada anak-anak muda yang lengkap dengan pakaian adat pengantin yang disebut dengan si dara doli (anak lajang) putra dari anak boru dan disambut di depan rumah, sementara

dalam rombongan mora tidak ada anak-anak muda akan tetapi disambut dengan tortor sambil berjalan mundur dari ujung gang sampai ke rumah suhut

(18)

ditemukan. Tradisi marosong-ososng sebagai tradisi adat pemberian bantuan pihak anak boru kepada mora karena adanya upacara perkawinan. Hal itu disebabkan adanya ikatan

yang kuat dalam sistem kekerabatan dalihan na tolu sesuai dengan fungsi anak boru yaitu si tamba na urang (menambahi yang kurang). Realitas di lapangan, tradisi marosong-osong ini sudah jarang digunakan pada upacara adat nagodang, karena orang

yang pandai berpantun sudah sangat jarang, dan pelaku adat yang tidak memberikan estafet adat kepada generasi berikutnya.

4.2.1 Paparan Data Tradisi Marosong-osong Adat Angkola

Persiapan tradisi marosong-osong yaitu mulai dari persiapan pihak anak boru yang akan memberikan bantuan kepada pihak mora, yaitu dengan mengumpulkan semua kahangginya dengan jalan martahi kahanggi untuk mempersiapkan apa saja bantuan yang akan dibawa kepada mora. Semua barisan anak boru akan memberikan bantuan dengan ikhlas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setelah dilakukan pengumpulan bantuan itu, maka bantuan tersebut dikemas dengan berbagai bentuk seperti bantuan yang akan diusung, uang yang dikemas berbentuk bendera, atau kelapa, beras, dan binatang ternak yang akan dibawa rombongan anak boru termasuk mempersiapkan anak-anak muda yang akan diperkenalkan dengan anak gadisnya mora. Persiapan pelaksanaan tradisi marosong-osong di rumah mora (suhut) yaitu dimulai dari para dara bujing yang akan menyambut anak namborunya, pengaturan penyambutan, gelanggang atau tempat berbalas pantun, begitu pula tempat penyerahan bantuan dari pihak anak boru.

(19)

izin dari si dara bujing. Kemampuan berbalas pantun ini merupakan suatu tradisi adat yang cukup menarik karena hal ini menjadi bentuk tontonan atau bentuk seni pertunjukan yang menunjukkan adat istiadat Angkola memiliki cara tersendiri untuk berkenalan dan memiliki nilai estetis pada tradisi berpantun. Di samping itu, pada saat berbalas pantun akan ada pantun-pantun jenaka yang dapat menyegarkan suasana sehingga penonton yang melihat tradisi tersebut akan tertawa mendengar pantun jenaka tersebut.

Gambar 4. Rombongan anak boru menuju rumah mora

(20)

Persiapan pemberangkatan dilakukan di rumah salah seorang anak boru yang tinggal di kampung tempat pelaksanaan pesta (horja), setelah persiapan selesai rombongan osong-osong akan berjalan dari ujung gang menuju rumah Suhut (yang punya hajatan) dengan diiringi musik gondang. Barisan depan adalah pembawa pedang dan tombak sebagai pengawal dan pembuka jalan, kemudian diikuti barisan putra-putra anak boru (Sidara Doli) berpayung rarangan (payung adat berwarna kuning), kemudian

diikuti barisan ibu-ibu pembawa omas sigumorsing (uang), dahanaon (beras), harambir (kelapa), dibelakangnya bapak-bapak pembawa rumah-rumahan yang dibalut dengan ulos (kain adat) beserta pargondang, dan yang terakhir pembawa kambing atau kerbau.

Gambar 5. Persiapan mora (Sidara bujing) menunggu kedatangan rombongan anak boru

Sementara itu, mora/suhut, kahanggi beserta anak-anak gadisnya (sidara Bujing) telah siap-siap menunggu kedatangan anak boru dan putra-putranya (Sidara

(21)

rombongan belum boleh masuk sebelum ada izin dan penjelasan siapa dan untuk apa kedatangan rombongan anak boru ke pesta tersebut. Tanya jawab pun terjadi antara pihak anak boru dengan pihak mora, semuanya dilakukan dengan berbalas pantun.

Setelah rombongan anak boru diperkenankan masuk kemudian kedua Setelah berkenalan dan mendapat izin masuk gelanggang, kelompok muda-mudi ini akan manortor (menari adat) di halaman lengkap dengan pakaian adat masing-masing. Pada

saat dilakukan upacara manortor na poso dan nauli bulung yang tetap dalam pengawasan dan tuntunan tokoh-tokoh adat Angkola. Masa manortor menjadi ajang perkenalan di antara muda-mudi dari kedua belah pihak, dan tidak jarang perkenalan tersebut berlanjut ke pelaminan, karena perkenalan saat berpantun dan manortor yang cukup bersahaja. Pada upacara tradisi marosong-osong dengan berbalas pantun menyambut osong-osong dari pihak mora/ suhut bolon semuanya mengggunakan pakaian adat lengkap untuk laki-laki menggunakan happu dan perempuan menggunakan bulang.

Tabel 1

Deskripsi Data Perkenalan Tradisi Marosong-osong Anak

Boru:

Ois Roma-roma sipandurung alla le boru angin haba-haba da jari-jari da anggi da botohon mu// ois roma-roma

siparlungun// pasari-sari dohononmu boru angin sidenggan roha Akan datang lelaki sipenangguk ikan duhai perempuan bermarga harahap// Sambutlah tangannnya untuk bersalaman

lelaki perindu akan datang// memikirkan jawabanmu duhai perempuan bermarga harahap yang baik hati

Makna Sambutlah kedatangan lelaki yang hendak memperkenalkan diri

Mora: so hutanda joo bayo natandang mamolus// da anak ni se so

huboto// sang rupa munu na hutanda// ois dibege ho de anak ni parkouman

(22)

Makna Bagaimana hendak menyambut sedang aku tak kenal

Anak Boru: ngandia dalan tu lombang allale boru angin jora ma au da//

ois da ramba ni panyabian// ois san dia de anggi dalan manompang// akke hami on do anak ni namboru munu di bege ho dehe

dari mana jalan menuju lembah boru angin // lembah tempat menuai padi// bagaimana caranya hendak menompang // dengarlah kalau kami ini adalah anak laki-laki namborumu Makna Kami ini adalah benar-benar anak namborumu

mora: da nangge hodong naso lindot bayo na tandang mamolus// ois

sepeda i nikku baya manjadi lereng// da nange hai naso giot // ois ama inanta do naso mangalehen anak ni parkouman.. bukan tangkai yang tak mau berayun duhai lelaki yang menumpang lewat// Sepeda itu jadi mainan// bukan kami yang tidak mau// Ayah dan ibu yang tak merestui duhai saudara Makna Bukan kami tak mau berkenalan (jadi menantu) tapi ayah dan

ibu tak mengizinkan

Anak Boru: ois kareta i do nimmu jadi lereng boru angin haba-haba

adong do anggi baya supir padati// ois ama inanta do nimmu naso mangalehen// gonanma hita rokku kehe kawin lari dibege ho dehe

Sepeda itu kau bilang jadi lereng (sejenis mainan dari roda pedati) anak gadis bermarga harahap// adinda ...ada supir pedati// kalau ayah ibu tidak memberikan restu// alangkah baiknya kita pergi untuk kawin lari

Makna Kalau tak diizinkan kita bisa kawin lari

Anak Boru: ois mangkuling pukul pitu le boru angin haba-haba// hami on

baya jonjong di pintu// tola de masuk tubagasan boru angin jora ma au da

Jam berbunyi pertanda pikul tujuh boru harahap// Kami yang berdiri de depan pintu// bolehkah masuk kedalam wahai anak gadis bermarga harahap kami sudah jera

Makna Membujuk agar diizinkan masuk ke rumah

Mora: habang ma sihorkor alla le bayo na tandang marmayam

na songgop tu bulung ni hapadan// nangge ra hami dirambas dilaoskon// songon salohot da di tonga padang anak ni parkouman

(23)

seperti salohot (sejenis tumbuhan yang hidup di antara ilalang) duhai dun sanak

Makna Menolak diajak kawin lari

Anak Boru: ois hami on na bahat sauduran alla le boru angin haba-haba//

ois hami on ma anak boru munu adong ma on baya marga si regar, songoni muse da nasution apalagi hasibuan dibege ho dehe songoni dohot turunan ni tambunan boru angin haba-haba

kami datang seiring sejalan wahai perempuan bermarga harahap// dengarlah kami lah anak lelaki mertua kalian, ada yang bernarga siregar// demikian juga nasution apalagi hasibuan dan keturunan marga tambunan wahai perempuan berarga harahap

Makna menjelaskan kedatangan anak namboru dari berbagai marga

Mora: hu tatap parkacangan joo da tiki coluk pargambiran

ois nangge hu sukkun hamu ise si angkaan sanga ise si anggian anak ni parkouman

kulihat kebun kacang yang dekat dengan kebun kapur sirih aku tak tanya siapa dari kalian si abangan

dan siapa pula si adeknya wahai sanak saudara Makna Kami tak melihat siapa yang lebih tua

Anak Boru: las ni ari on alla le boru angin haba-haba// marasap-asap boto ho da tu barumun// di ari na sadari on martamba-tamba halalungun boru angin haba-haba

hari cukup panas wahai perempuan bemarga harahap// panasnya menguap kujalani sampai ke daerah barumun

pada hari ini// Semakin bertambah saja rasa rindu duhai perempuan bermarga harahap

Makna Bagaimanapun caranya kami tetap ingin berkenalan

Mora: di las ni ari on...// mangkuling baya da ronggur// da ro hamu

tu son // saotik pe sodong hami malungun

Di hari yang panas ini…….// terdengar suara petir// Kalian datang kemari// sedikit pun kami tidak rindu

Makna Kalian bukanlah orang yang kami tunggu (idamkan) Anak Boru: raga di... alla le tungkot si daloman// parasaran baya da

ruak-ruak// tatap hami ulang ligi// pangkulingkon muse tai ulang luas boru angin haba-haba

(24)

perempuan bermarga harahap

Makna Kedatangan kami janganlah dijengkali

Mora: nada porda nahu tiktik le bayo na tandang ma molus

ois sarung nai rahut baya hu bar-bari nangge tompa mu na huligi,

roha na do nahu jalahi da bayo regar

Bukan tangkai beliung yang kusiapkan wahai lelaki yang numpang lewat// ibarat sedang mengotak-atik kain tenun yang sudah jadi// bukan wajahmu yang ku lihat// tetapi hattimu yang kucari wahai laki-laki bermarga regar

Makna Kami tak memandang harta dan ketampanan

Anak Boru: mangkuling pukul pitu allale tuk suratan bagian na dibalos ni

pukul salapan hami na jonjong di pintu tola de hami masuk tu bagasan boru angin haba-haba

Jam berbunyi pukul tujuh, sudah merupakan takdir dibalas pula oleh pukul delapan

kami yang berdiri di depan pintu, bolehkah kami masuk ke dalam wahai perempuan bermarga harahap

Makna Membujuk untuk bisa diterima

Mora: ois mangkuling pukul pitu nimmu joo

bayo enggan na lambok marlidung ois mali-mali ni saba pintu

ois hamu madung loja ngol-ngolan na jonjong di pintu masuk ma hamu tu bagasan da bayo regar...

Kau bilang jam berbunyi tanda pukul tujuh Lelaki bermarga regar yang halus tutur bahasa Tanaman perdu tumbuh di saba pintu

oh, kalian sudah capek dan pegal berdiri di depan pintu masuklah ke dalam lelaki bermarga siregar

Makna Mempersilahkan masuk ke gelanggang (teras)

Mora: Madung do tung madadi di taili on tu alaman ni bornang na

(25)

Makna Memastikan maksud dan tjuan

Anak Boru: ois hami on na bahat sauduran alla le boru angin haba-haba//

ois hami on ma anak boru munu adong ma on baya marga si regar, songoni muse da nasution apalagi hasibuan dibege ho dehe songoni dohot turunan ni tambunan boru angin ... kami datang seiring sejalan wahai perempuan bermarga harahap// dengarlah kami lah anak lelaki mertua kalian, ada yang bernarga siregar// demikian juga nasution apalagi hasibuan dan keturunan marga tambunan wahai perempuan berarga harahap

Makna Memastikan bahwa mereka (rombongan) adalah benar-benar anak boru yang punya hajatan (suhut)

Anak Boru: oih sak ni rohakki..oih attara job nirokhaki mambege barita munu// nimmunu hamu anak boru sipakkalang ulang magulang situkkol ulang marebe nimmunu hamu pangalapan ni nahurang panaruan ni nalobi, anggo hai da sak do roha mambege barita munu on, adong nimmu anak ni hasibuan adong anak ni sibayo enggan harana di buka di sada tarombo di anak ni marga siregar di hamu na bahatan datu bettak bia naron mangihut iba

..oih antara resah dan senang mendengar ucapan kalian

katanya kalianlah menantu si penghalang biar tak jatuh dan penopang biar tak merunduk, katanya kalian lah orang yang menutup kekurangan kami sedikit resah mendengar ucapan kalian ini, katanya ada anaknya marga hasibuan anaknya si bayo regar, kalau di buka silsilah marga siregar, banyak keturunan dukun, nanti terpikat pula kami

Makna Janganlah kami dipermainkan

Anak Boru: Hami on na bahat sadalanan nabat sauduran na ro sian bagas

ni orang kaya munu tarboti mada si boru ni tulang pala iboto ni tunggane

kami ini datang seiring sejalan yang datang dari rumah anak menantu di kampung ini, demikianlah anak perempuan ini tulang dan saudara perempuan ipar

Makna Kedatangan rombongan memenuhi syarat adat dalihan na tolu

Mora: Oih.. anak ni parkouman marburangir hita jolo bettak bia dai

ni soda makkobari hita jolo muse janggal pangalaho na Hu tiktik jo burangir dongan ni soda parkapuron hu sungkun hu sapai hurang denggan di partuturon

(26)

bertutur

Makna Tidak baik bertegur sapa tanpa izin dari orangtua (memastikan ke orang tua apakah rombongan yang datang benar-benar anak boru yang punya hajatan)

Inanguda: Asi songoni na marroan on babere nai on na menek-menek hu

ida nangge cocok

kenapa begini kecil-kecilnya anak menantu yang datang ini, tak cocok rasanya

Makna Berharap anak boru yang lebih dewasa

Tabel 2

Deskripsi Data Anak Boru Diterima di Rumah Suhut pada Tradisi Marosong-osong

Mora: on ma anak ni namboru nai i,tai didokkon uma idokkon do di

bou di oban nagodang di oban namenek uma, biama anggo uma indu na mopop-kopopan do na marbabere i, tai aru pe songoni baen i son do indon inang tua

Inilah anak namboru (saudara perempuan ayah) itu, kata ibu sudah disampaikannya sama bou (saudara perempuan ayah) agar dibawa yang sudah dewasa tapi datang yang masih remaja, gimanalah ibu pun buru-buru yang mau punya menantu itu,tapi walaupun begitu, disini ada mak tuo

Makna Memastikan ke Inangtua (mak tuo)

Inangtua: Assalamu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh...tutu mada

on anak boru nai, tai on dabo babere nai on di oban hamu na menek-menek nangge ibana da ami rasa on ...Ibana ma dai inang da

Assalamualaikum Warahmatullahi wa barokatuh ..Benar ini adalah anak boru kami tapi kenapalah kalian bawa yang masih remaja, kurang pas rasanya...

Makna Membenarkan kedatangan anak boru

Mora: bo songoni hata ni oppung anggo suhat dohot lopuk di uda do

(27)

patokannya juga ada sama uda dan uwak, kalau benar kata uda dan uwak kami bisa terima, tapi kalau tidak kami pun tak mau, benarkah ini anak lelaki namboru kami?

Makna Kembali memastikan ke amanguda dan amangtu apak rombongan benar anak boru

Amanguda: Takkas dison ro anak boru nai, molo hai amang hurang takkas

dope hai rasa, tai hu dokkon pe songoni dison dope oppungna sanga bia ning oppung na tu siama

Jelas ini adalah anak menantu kami, tapi kalau pun demikian, karena di sini ada kakekmu ada baiknya kita tanya sama beliau...

Makna Amanguda juga membenarkan

Mora: disapaan pe uda leng marsuhat tu oppung do, oppung domada,

ro hata ni uma nakkin na manyuru na mangantak ninna suhat na di oppungmu do, disapaan oppung menek suhatna indu do udamu, amantuamu, sapaanpe amantu marsuhat tu oppung do, oppung do ma da sude, muda olo nimmu da oppung olo ma hai tai anggo na ibana nimmu oppung nangge ra hai, botul ma on anak ninamboru nai i?

Di tanya paman berpatokan sama kakek, ibu tadi bilang tidak memyuruh dan tidak melarang katanya patokannya sama kakek, ditanya nenek sama paman dan uwak, ditanya uwak berpatokan sama kakek, kalau kakek bilang benar kami mau, tapi kalau tidak kami pun tak mau...

Makna Masih kurang puas bertanya lagi ke kakek

Ompung: mangalusi hata munu anak boru nai, memang au hurang

takkas dope hurasa, sanga ibana on sanga nada, harana antong sorana pe so jungada dope hubege, tompana pe na golap-golap bontar dope, tai bope songoni, ia muda botul ma na anak boru rupani, apalagi parmarga siregar ikkon hubege do jolo sorana boti mada.

Menjawab apa yang disampaikan anak menantu, saya juga merasa masih kurang jelas benar atau tidak, karena suaranya pun belum pernah kudengar, wajahnya pun masih samar-samar, tapi walaupun demikian, kalau benarlah ini anak boru kami apalagi yang bernarga siregar hendaknya ku dengarlah dulu suaranya...

Makna Anak boru diuji dengan lantunan lagu ungu-ungut

Anak Boru: Ois Roma-roma sipandurung allale boru angin haba-haba

da jari-jari da anggi da botohon mu//ois roma-roma

(28)

Akan datang lelaki sipenangguk ikan duhai perempuan bermarga harahapSambutlah tangannnya untuk bersalaman lelaki perindu akan datangmemikirkan jawabanmu duhai perempuan bermarga harahap

Makna Anak boru melantunkan lagu ungut-ungut

Ompung: oloda.... anggo songoni ibana mada on, tai nangge uboto bage

na anak nise on, tai jelas ma on sora ni anak boru do hubege on parmarga siregar, manyato ma i.

Iyalah..ini sudah benar, tapi aku tak tahu anak siapa ini, Cuma jelas sudah kalau ini adalah suaranya anak menantu bermarga siregar, ini sudah jelas...

Makna Keputusan terakhir ada pada kakek dan kakek membenarkan

Mora: anak ni namboru anak babere ni damang madung takkas hu

tiktik jo burangir dongan ni soda parkapuron sareto disukkun disapai madung denggan dipartuturon, hamu naro sian bagas ni orang kaya, anak boru ni bagas godang sipakkalang ulang ma gulang, situkkol ulang marebe, baen haumu pangalapan ni na hurang panaruan ni na lobi, adong dope nguas dohot male munu di hai anak ni namboru anak babere ni damang?

Anaknya namboru, anak menantunya ayah ini sudah jelas, ku

Makna Menerima kedatangan anak boru dan sudah boleh bertegur sapa

Anak Boru: Siboru ni tulang pala iboto ni tunggane, attong anggo bolas pangidoan, bettak saida di kobulkon tuhan ben na adong indon burangir, ima burangir na opat ganjil lima gonop bia he so lek dapot artina disurduhon ima burangir nami, burangir ni anak boru on tarboti ma da siboru ni tulang iboto ni tunggane anak gadisnya tulang dan saudara perempuannya ipar kalaulah boleh dan dikabulkan Tuhan,kebetulan kami membawa sirih, sirih yang kalau empat ganjil, lima genap bagaimana caranya agar sirih ini dapat kami serahkan duhai anak gadisnya tulang, saudara perempuannya ipar?

Makna Menyerahkan sirih tanda perkenalan

Mora: dung dibuka di sada tarombo hamu anak boru ni bagas

(29)

anak ni namboru, anggo burangir on na boratan do jagiton on, aha ma luai ta baen goar ni burangir munu on anak ni namboru anak babere ni damang

Setelah dibuka silsilah kalianlah anak menantu di rumah ini dan hendak menyerahkan sirih, namun penyerahan ini tidak begitu saja boleh kami terima, kira-kira apalah nama (stilah) penyerahan ini kita buat duhai anak namboru ?

Makna Perkenalan seperti apakah yang diharapkan anak boru Anak Boru: Arokku ke jolo hita le tu Sigalangan

di lombang ni hare-hare Hita palalu le marsijalangan

So sumonang di ate-ate siboru ni tulang pala iboto ni tunggane Bagaimana kalau kita ke sigalangan dahulu Di lembahnya ada tumbuhan parasit Bagaimana kalau kita lanjutkan dengan bersalamanAgar hati ini senang rasanya duhai anak gadisnya tulang saudaranya ipar

Makna Berharap untuk bisa bersalaman

Mora: kolip ni situmudu maronding-onding di situalang, mangida

parlamot-lamot munu on do da dungke tahan do halai on dak-danak on attong muda kehe tu sigalangan dalan-dalan tu si Hepeng muda giot baen on marsijalangan tahan ma lakna on marlapik hepeng

Berlindung di balik jari telunjuk dan jari tengah mengingat kecil-kecilnya kalian atau sudah sanggupkah anak-anak iniKalau kita pergi ke Sigalangan Jalan menuju ke Sihepeng Kalau mau bersalaman sanggupkah kalian berlapis duit

Makna Menerima asalkan salamnya berlapis duit Tabel 3

Deskripsi Data Anak Boru dan Mora Manortor pada Tradisi Marosong-osong

Anak Boru: Muda ke hita tu Sigalangan, ta palalu tu Sihepeng

Asal lalu marsijalangan, bope na marlapik hepeng dung siap do I tarsongoni mada siboru ni tulang iboto ni tunggane Kalau kita pergi ke Sigalangan, kita lanjutkan ke Sihepeng Asalkanlah jadi bersalaman, kalaupun berlapis duit kami sudah siap begitulah harapan kami duhai anak gadisnya tulang saudara perempuan ipar (penyerahan duit dari anak namboru, kemudian dilanjutkan dengan manortor)

Makna Anak boru menerima tantangan boru tulangnya

(30)

iboto ni tunggane anggo taringot do artina di tor-tor na

mangaligi oppak tangan si amun songoni dohot oppak tangan si ambirang madung sonang da di ate-ate siboru ni tulang pala iboto ni tunggane, tai molo hai da attong barisan anak ni namboru munu na dor do da attong adong nguas nai, bia ta palalu na manyoda ninna mada di bagasan roha, tar bia de he siboru ni tulang pala iboto ni tunggane

Duhai yang tumbuh seperti jarak dan berurat seperti perdu, Anak gadisnya tulang dan saudara perempuannya ipar, senang rasanya teringat akan tarian (tor-tor) yang sudah melihat telapak tangan kanan dan tangan kiri, namun kami dari

barisan anak boru ada saja yang ingin kami sampaikan, bagaimana kalau kita lanjutkan dengan acara penutup (menyudahi) duhai anak gadisnya tulang dan saudara perempuan ipar?

Makna Perkenalan selesai

mora: Di namanyorahon tuppak dohot tolong anak ni namboru anak

babere ni damang, amang pargual pargucci baen bo jolo gondang nai anso ditata on di togu-togu lalu tu bagasan, boti mada pargondang nami

Saatnya penyeraha bantuan dari anak namboru atau anak menantu ayah wahai bapak tukang tabuh, mainkanlah gendangnya Agar sidara bujing dan rombongan anak namboru dibawa masuk kedalam rumah.

Makna Pargondang agar mengiringi rombongan dengan musik gondang saat masuk ke rumah suhut

Berdasarkan paparan data marosong-osong di atas, data tersebut terbagi atas tiga bagian yaitu: data pertama tuturan pertama adalah data pendahuluan yang berisi: rombongan anak boru yang datang dan mencoba memperkenalkan diri dengan suhut sihabolonan (tuan rumah) sebagai mora. Dialog tersebut disertai dengan pantun

(31)

rombongannya. Data ketiga adalah rombongan anak boru dengan kelompok si dara doli (anak lajang) dengan si dara bujing (anak gadis) melakukan kegiatan manortor di

galanggang.

4.2.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

Tempat pelaksanaan tradisi marosong-osong adalah pada upacara perkawinan adat nagodang atau margondang (adat yang besar dan bergendang) berlangsung di Jalan

MT Haryono No. 56 Kampung Marancar Kota Padangsidimpuan. Dengan menggunakan data perkawinan putra Bapak H. Sahrul Pasaribu Gelar Patuan Mangaraon (Bupati Tapanuli Selatan) dan Ibu H. Saulina Siregar Gelar Naduma Paluaton antara dr. Aditya Rizky Monang Pasaribu diberi gelar adat Baginda Monang Pinayungan dan Sheilla Nabila Asepti Br Siregar, S.Ked. diberi gelar adat Namora

Nauli Basa. Waktu pelaksanakan pada hari sehari sebelum acara puncak upacara pada

tanggal 18 Oktober 2014 pelaksanaan pesta perkawinan adat (horja godang) di rumah mempelai laki-laki yakni setelah tengah hari atau menjelang sore hari.

4.2.3 Pemimpin dan Peserta na Marosong-osong

(32)

kebenaran, kebaikan, estetika, nasehat, harapan, dan doa berdasarkan nilai-nilai adat istiadat.

Biasanya setiap acara akan dipimpin oleh raja panusunan bulung, yaitu seseorang yang di angkat sebagai pemimpin di lingkungan yang sedang mengadakan pesta (horja). Namun, dalam acara marosong-osong ini, raja panusunan bulung dan hatobangon (yang dituakan) hanya bertugas mengawasi jalannya acara marosong-osong.

Kelengkapan tokoh-tokoh adat yang hadir pada tradisi marosong-osong sudah barang tentu upacara adat semakin lancar, tokoh adat yang hadir adalah unsur dalihan na tolu (suhut/ kahanggi, dan mora), hatobangon, harajaon torbing balok, raja

pangundian, raja panususnan bulung, alim ulama, cerdik pandai dan seluruh undangan

akan menjadi saksi yang melihat tradisi marosong-osong adat Angkola.

Peserta utama dari marosong-osong ini adalah anak gadis mora (sidara bujing) didampingi ayah, ibu, uwak (amang tua), paman (amang uda), kakek (ompung) dan namboru (adek perempuan ayah) yang akan jadi juru bicara dari pihak mora, kemudian

anak-anak muda (sidara doli) dari anak boru didampingi ayah, ibu, kahanggi beserta rombongan, salah seorang dari rombongan akan diangkat jadi juru bicara mewakili pihak anak boru.

Anak Boru Mora

Inanguda Mora

(33)

Gambar 6. Gilir bicara pada tradisi marosong-osong

Pelaksanaan tradisi marosong-osong tetap harus memenuhi struktur adat masyarakat adat Angkola (Tapanuli Selatan), yaitu dalihan na tolu (tiga tumpuan). Tanpa dalihan na tolu ini tradisi marosong-osong tidak bisa dilaksanakan karena struktur adat tidak terpenuhi, ketiga unsur dalihan na tolu itu adalah kahanggi, anak boru dan mora. Pada tradisi marosong-osong ada gilir bicara ketika menyambut anak

boru ke rumah mora, untuk lebih jelas gilir bicara pada tradisi marosong-osong dapat lihat pada gambar di atas.

Di Luhak Angkola orang-orang akan berusaha melaksanakan upacara adat karena upacara adat dianggap menambah prestise keluarga tersebut di masyarakat, sehingga setiap keluarga berusaha melakukan upacara adat pada setiap kegiatan adat atau tradisi maradat (beradat). Pada tradisi maradat kehadiran tokoh adat pada upacara adat siriaon (suka cita) menunjukkan besar kecilnya dalam pemahaman terhadap adat tersebut. Kehadiran tokoh-tokoh adat akan memberikan rasa suka cita pada suhut sihabolonan juga pada tokoh-tokoh adat untuk dapat menyaksikan tradisi

marosong-osong di rumah suhut sihabolonan).

(34)

4.2.4 Bahan-bahan yang Digunakan pada Tradisi Marosong-osong

Marosong-osong sebagai suatu tradisi adat Angkola yang dilakukan pada saat

upacara perkawinan adat na godang (adat yang besar), dimana pihak anak boru dan rombongan datang ke rumah mora yang mengadakan pesta (horja) dengan membawa bantuan. Bantuan-bantuan yang diberikan pihak anak boru dengan berbagai macam bantuan, seperti: dahanon (beras), harambir (kelapa), hepeng (uang) yang sengaja dibuat seperti bendera-bendera dan ditancapkan di atas ampang (sejenis bakul kecil), dan hambeng (kambing) atau horbo (kerbau).

Bahan-bahan yang dipergunakan pada tradisi marosong-osong disebut juga dengan bantuan anak boru sakahanggi dalam bentuk seperangkat bahan-bahan makanan (beras, kelapa, kambing, kerbau, dan uang) yang diletakkan dengan berbagai bentuk dan variasi. Bahan-bahan bantuan tersebut dibentuk dan dihiasi dengan berbagai peralatan tradisonal dalam bentuk yang sederhana, seperti: duit yang disusun seperti bendera.

(35)

Gambar 7 Bantuan anak boru kepada mora dalam bentuk uang yang dijunjung oleh ibu-ibu ke rumah mora.

Pemberangkatan rombongan osong-osong dilakukan dari rumah pihak anak boru yang tinggal di huta (kampung) tempat pelaksanaan pesta (horja), setelah persiapan selesai, rombongan osong-osong akan berjalan dari ujung gang menuju rumah Suhut (yang punya hajatan) dengan diiringi musik gondang. Barisan depan adalah pembawa pedang dan tombak sebagai pengawal dan pembuka jalan, kemudian diikuti barisan putra-putra anak boru (Sidara Doli) berpayung rarangan (payung adat berwarna kuning), kemudian diikuti barisan ibu-ibu pembawa omas sigumorsing (uang), dahanaon (beras), harambir (kelapa), dibelakangnya bapak-bapak pembawa

(36)

4.3 Uraian Teks Tradisi Marosong-osong Adat Angkola

Setelah semua tokoh adat dalihan natolu hadir di rumah suhut sihabolonan (mora, inanguda, amanguda, ompung), di galanggang pargondang telah siap mengiringi masuknya anak boru dan rombongan dengan membawa bingkisan berupa rumah adat yang diusung, uang, kelapa, beras, dan kambing. Pembicara dari pihak anak boru yang pandai bertutur si dara doli (anak lajang) untu membawakan pantun pembukaan dan disambut pula oleh pihak mora/ suhut. Bagian selanjutnya memaparkan tata laksana tradisi marosong-osong dimulai dengan pembukaan hata pantun oleh si dara doli yang disampaikan kepada si dara bujing bersoal jawab dalam bentuk pantun.

Persiapan pemberangkatan dilakukan di rumah salah seorang anak boru yang tinggal di tempat pelaksanaan pesta (horja), kemudian rombongan osong-osong akan berjalan dari ujung jalan menuju rumah Suhut (yang punya hajatan) dengan diiringi musik gondang. Barisan depan adalah pembawa pedang dan tombak sebagai pengawal dan pembuka jalan, kemudian diikuti barisan putra-putra anak boru (Sidara Doli) berpayung rarangan (payung adat berwarna kuning), kemudian diikuti barisan ibu-ibu pembawa omas sigumorsing (uang), dahanaon (beras), harambir (kelapa), rumah-rumahan yang dibalut dengan ulos.

4.3.1 Teks Pendahuluan: Rombongan Anak Boru Memperkenalkan Diri

Tradisi marosong-osong di rumah mora (suhut) yaitu dimulai dari para dara bujing yang akan menyambut anak namboru-nya, pengaturan penyambutan, gelanggang

(37)

anak-anak putrinya yang disebut dengan si dara bujing (anak gadis) yang akan membalas pantun dari rombongan anak boru-nya.

Setelah persiapan matang, maka rombongan anak boru atau si dara doli tidak diperkanan masuk ke rumah sebelum mengadakan berbalas pantun dan mendapat izin dari si dara bujing. Kemampuan berbalas pantun ini merupakan suatu tradisi adat yang cukup menarik karena hal ini menjadi bentuk tontonan dan atau bentuk seni pertunjukan yang menunjukkan adat istiadat angkola memiliki cara tersendiri untuk berkenalan dan nilai estetis pada tradisi berpantun. Di samping itu, pada berbalas pantun aka nada pantun-pantun jenaka yang dapat menyegarkan suasana sehingga penonton yang melihat tradisi tersebut akan tertawa mendengar pantun jenaka tersebut.

Berdasarkan paparan data marosong-osong di atas, data tersebut terbagi atas tiga bagian yaitu: data pertama tuturan pertama adalah data pendahuluan yang berisi: rombongan anak boru yang datang dan mencoba memperkenalkan diri dengan suhut sihabolonan (tuan rumah) sebagai mora. Dialog tersebut disertai dengan pantun

perkenalan, suhut belum mengenal pihak anak boru sebelum memperkenalkan dengan memberikan penjelasan-penjelasan tentang silsilah. Agar lebih jelas akan dipaparkan pada data tabel pada teks berikut:

Tabel 4

Deskripsi Perkenalan pada Teks Marosong-osong

Anak Boru: Ois Roma-roma sipandurung alla le boru angin haba-haba

da jari-jari da anggi da botohon mu// ois roma-roma

siparlungun// pasari-sari dohononmu boru angin sidenggan roha

Akan datang lelaki sipenangguk ikan duhai perempuan bermarga harahap// Sambutlah tangannnya untuk bersalaman lelaki perindu akan datang// memikirkan jawabanmu duhai perempuan bermarga harahap yang baik hati

(38)

diri

Mora: so hutanda joo bayo natandang mamolus// da anak ni se so

huboto// sang rupa munu na hutanda// ois dibege ho de anak ni parkouman

Aku tak mengenal kalian wahai lelaki yang numpang lewat// Anak siapa pun aku tak tahu// wajahnya pun aku tak kenal// dengarkah engkau wahai saudara

Makna Bagaimana hendak menyambut sedang aku tak kenal

Anak Boru: ngandia dalan tu lombang allale boru angin jora ma au da//

ois da ramba ni panyabian// ois san dia de anggi dalan manompang// akke hami on do anak ni namboru munu di bege ho dehe

dari mana jalan menuju lembah boru angin // lembah tempat menuai padi// bagaimana caranya hendak menompang // dengarlah kalau kami ini adalah anak laki-laki namborumu Makna Kami ini adalah benar-benar anak namborumu

Mora: da nangge hodong naso lindot bayo na tandang mamolus// ois

sepeda i nikku baya manjadi lereng// da nange hai naso giot // ois ama inanta do naso mangalehen anak ni parkouman.. bukan tangkai yang tak mau berayun duhai lelaki yang menumpang lewat// Sepeda itu jadi mainan// bukan kami yang tidak mau// Ayah dan ibu yang tak merestui duhai saudara Makna Bukan kami tak mau berkenalan (jadi menantu) tapi ayah dan

ibu tak mengizinkan

Anak Boru: ois kareta i do nimmu jadi lereng boru angin haba-haba

adong do anggi baya supir padati// ois ama inanta do nimmu naso mangalehen// gonanma hita rokku kehe kawin lari dibege ho dehe

Sepeda itu kau bilang jadi lereng (sejenis mainan dari roda pedati) anak gadis bermarga harahap// adinda ...ada supir pedati// kalau ayah ibu tidak memberikan restu// alangkah baiknya kita pergi untuk kawin lari

Makna Kalau tak diizinkan kita bisa kawin lari

Anak Boru: ois mangkuling pukul pitu le boru angin haba-haba// hami on

baya jonjong di pintu// tola de masuk tubagasan boru angin jora ma au da

Jam berbunyi pertanda pikul tujuh boru harahap// Kami yang berdiri de depan pintu// bolehkah masuk kedalam wahai anak gadis bermarga harahap kami sudah jera

(39)

Mora: habang ma sihorkor alla le bayo na tandang marmayam na songgop tu bulung ni hapadan// nangge ra hami dirambas dilaoskon// songon salohot da di tonga padang anak ni parkouman

terbanglah sihorkor (sejenis lalat kecil) duhai lelaki yang numpang bermain// yang hinggap di daun hapadan (sejenis tumbuhan liar)// kami tak mau dibawa begitu saja

seperti salohot (sejenis tumbuhan yang hidup di antara ilalang) duhai dun sanak

Makna Menolak diajak kawin lari

Anak Boru: ois hami on na bahat sauduran alla le boru angin haba-haba//

ois hami on ma anak boru munu adong ma on baya marga si regar, songoni muse da nasution apalagi hasibuan dibege ho dehe songoni dohot turunan ni tambunan boru angin haba-haba

kami datang seiring sejalan wahai perempuan bermarga harahap// dengarlah kami lah anak lelaki mertua kalian, ada yang bernarga siregar// demikian juga nasution apalagi hasibuan dan keturunan marga tambunan wahai perempuan berarga harahap

Makna menjelaskan kedatangan anak namboru dari berbagai marga

Mora: hu tatap parkacangan joo da tiki coluk pargambiran

ois nangge hu sukkun hamu ise si angkaan sanga ise si anggian anak ni parkouman

kulihat kebun kacang yang dekat dengan kebun kapur sirih aku tak tanya siapa dari kalian si abangan

dan siapa pula si adeknya wahai sanak saudara Makna Kami tak melihat siapa yang lebih tua

Anak Boru: las ni ari on alla le boru angin haba-haba// marasap-asap boto ho da tu barumun// di ari na sadari on martamba-tamba halalungun boru angin haba-haba

hari cukup panas wahai perempuan bemarga harahap// panasnya menguap kujalani sampai ke daerah barumun

pada hari ini// Semakin bertambah saja rasa rindu duhai perempuan bermarga harahap

Makna Bagaimanapun caranya kami tetap ingin berkenalan

Mora: di las ni ari on...// mangkuling baya da ronggur// da ro hamu

tu son // saotik pe sodong hami malungun

(40)

Makna Kalian bukanlah orang yang kami tunggu (idamkan) Anak Boru: raga di... alla le tungkot si daloman// parasaran baya da

ruak-ruak// tatap hami ulang ligi// pangkulingkon muse tai ulang luas boru angin haba-haba

rotan tongkat untuk mengukur kedalaman// Tempat burung ruak-ruak membuat sarang// tengoklah kami tapi jangan dilihat// Berbicaralah kepada kami tapi jangan bersuara perempuan bermarga harahap

Makna Kedatangan kami janganlah dijengkali

Mora: nada porda nahu tiktik le bayo na tandang ma molus

ois sarung nai rahut baya hu bar-bari nangge tompa mu na huligi,

roha na do nahu jalahi da bayo regar

Bukan tangkai beliung yang kusiapkan wahai lelaki yang numpang lewat// ibarat sedang mengotak-atik kain tenun yang sudah jadi// bukan wajahmu yang ku lihat// tetapi hattimu yang kucari wahai laki-laki bermarga regar

Makna Kami tak memandang harta dan ketampanan

Anak Boru: mangkuling pukul pitu allale tuk suratan bagian na dibalos ni

pukul salapan hami na jonjong di pintu tola de hami masuk tu bagasan boru angin haba-haba

Jam berbunyi pukul tujuh, sudah merupakan takdir dibalas pula oleh pukul delapan

kami yang berdiri di depan pintu, bolehkah kami masuk ke dalam wahai perempuan bermarga harahap

Makna Membujuk untuk bisa diterima

Mora: ois mangkuling pukul pitu nimmu joo

bayo enggan na lambok marlidung ois mali-mali ni saba pintu

ois hamu madung loja ngol-ngolan na jonjong di pintu masuk ma hamu tu bagasan da bayo regar...

Kau bilang jam berbunyi tanda pukul tujuh Lelaki bermarga regar yang halus tutur bahasa Tanaman perdu tumbuh di saba pintu

oh, kalian sudah capek dan pegal berdiri di depan pintu masuklah ke dalam lelaki bermarga siregar

Makna Mempersilahkan masuk ke gelanggang (teras)

Mora: Madung do tung madadi di taili on tu alaman ni bornang na

(41)

harambir di portibi so jungada songon on ise hamu naro on sian di hamu laho ro, nagot tu di do hamu anak ni parkouman laki-laki menganalogikan bahwa tali sudah hampir cocok dengan benang Jangan-jangan ada yang sedang terjadi sesuatu atau nanti ayah dan ibu jangan merasa keehilangan. Karena sepuluh kali makan dengan menggunakan sayur kelapa di dunia ini belum pernah terjadi yang seperti ini Siapa kalian yang datang dan yang mau datang, jadi kalian ini mau kemana Makna Memastikan maksud dan tujuan anak boru

Anak Boru: ois hami on na bahat sauduran alla le boru angin haba-haba//

ois hami on ma anak boru munu adong ma on baya marga si regar, songoni muse da nasution apalagi hasibuan dibege ho dehe songoni dohot turunan ni tambunan boru angin ... kami datang seiring sejalan wahai perempuan bermarga harahap// dengarlah kami lah anak lelaki mertua kalian, ada yang bernarga siregar// demikian juga nasution apalagi hasibuan dan keturunan marga tambunan wahai perempuan berarga harahap

Makna Memastikan bahwa mereka (rombongan) adalah benar-benar anak boru yang punya hajatan (suhut)

Anak Boru: oih sak ni rohakki..oih attara job nirokhaki mambege barita munu// nimmunu hamu anak boru sipakkalang ulang magulang situkkol ulang marebe nimmunu hamu pangalapan ni nahurang panaruan ni nalobi, anggo hai da sak do roha mambege barita munu on, adong nimmu anak ni hasibuan adong anak ni sibayo enggan harana di buka di sada tarombo di anak ni marga siregar di hamu na bahatan datu bettak bia naron mangihut iba

..oih antara resah dan senang mendengar ucapan kalian

katanya kalianlah menantu si penghalang biar tak jatuh dan penopang biar tak merunduk, katanya kalian lah orang yang menutup kekurangan kami sedikit resah mendengar ucapan kalian ini, katanya ada anaknya marga hasibuan anaknya si bayo regar, kalau di buka silsilah marga siregar, banyak keturunan dukun, nanti terpikat pula kami

Makna Janganlah kami dipermainkan

Anak Boru: Hami on na bahat sadalanan nabat sauduran na ro sian bagas

ni orang kaya munu tarboti mada si boru ni tulang pala iboto ni tunggane

kami ini datang seiring sejalan yang datang dari rumah anak menantu di kampung ini, demikianlah anak perempuan ini tulang dan saudara perempuan ipar

(42)

Mora: Oih.. anak ni parkouman marburangir hita jolo bettak bia dai ni soda makkobari hita jolo muse janggal pangalaho na

Hu tiktik jo burangir dongan ni soda parkapuron hu sungkun hu sapai hurang denggan di partuturon

oih..saudara ku makan sirih kita dulu biar tau rasanya soda, kalau kita berbicara duluan tidak pantas rasanya, Kusiapkan dulu sirih dan soda , kutegur dan ku sapa tidak baik dalam bertutur

Makna Tidak baik bertegur sapa tanpa izin dari orangtua (memastikan ke orang tua apakah rombongan yang datang benar-benar anak boru yang punya hajatan)

Inanguda: Asi songoni na marroan on babere nai on na menek-menek hu

ida nangge cocok

kenapa begini kecil-kecilnya anak menantu yang datang ini, tak cocok rasanya

Makna Berharap anak boru yang lebih dewasa

Mora: on ma anak ni namboru nai i,tai didokkon uma idokkon do di

bou di oban nagodang di oban namenek uma, biama anggo uma indu na mopop-kopopan do na marbabere i, tai aru pe songoni baen i son do indon inang tua

Inilah anak namboru (saudara perempuan ayah) itu, kata ibu sudah disampaikannya sama bou (saudara perempuan ayah) agar dibawa yang sudah dewasa tapi datang yang masih remaja, gimanalah ibu pun buru-buru yang mau punya menantu itu,tapi walaupun begitu, disini ada mak tuo

Makna Memastikan ke Inangtua (mak tuo)

Inangtua: Ibana ma dai inang da (inang tua)

Benar, ini adalah anak namboru kalian Makna Membenarkan

Inangtua: Assalamu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh...tutu mada

on anak boru nai, tai on dabo babere nai on di oban hamu na menek-menek nangge ibana da ami rasa on ...Ibana ma dai inang da

Assalamualaikum Warahmatullahi wa barokatuh ..Benar ini adalah anak boru kami tapi kenapalah kalian bawa yang masih remaja, kurang pas rasanya...

Makna Membenarkan kedatangan anak boru

(43)

dope hai rasa, tai hu dokkon pe songoni dison dope oppungna sanga bia ning oppung na tu siama

Jelas ini adalah anak menantu kami, tapi kalau pun demikian, karena di sini ada kakekmu ada baiknya kita tanya sama beliau...

Makna Amanguda juga membenarkan

Mora: disapaan pe uda leng marsuhat tu oppung do, oppung domada,

ro hata ni uma nakkin na manyuru na mangantak ninna suhat na di oppungmu do, disapaan oppung menek suhatna indu do udamu, amantuamu, sapaanpe amantu marsuhat tu oppung do, oppung do ma da sude, muda olo nimmu da oppung olo ma hai tai anggo na ibana nimmu oppung nangge ra hai, botul ma on anak ninamboru nai i?

Di tanya paman berpatokan sama kakek, ibu tadi bilang tidak memyuruh dan tidak melarang katanya patokannya sama kakek, ditanya nenek sama paman dan uwak, ditanya uwak berpatokan sama kakek, kalau kakek bilang benar kami mau, tapi kalau tidak kami pun tak mau...

Makna Masih kurang puas bertanya lagi ke kakek

Ompung: mangalusi hata munu anak boru nai, memang au hurang

takkas dope hurasa, sanga ibana on sanga nada, harana antong sorana pe so jungada dope hubege, tompana pe na golap-golap bontar dope, tai bope songoni, ia muda botul ma na anak boru rupani, apalagi parmarga siregar ikkon hubege do jolo sorana boti mada.

Menjawab apa yang disampaikan anak menantu, saya juga merasa masih kurang jelas benar atau tidak, karena suaranya pun belum pernah kudengar, wajahnya pun masih samar-samar, tapi walaupun demikian, kalau benarlah ini anak boru kami apalagi yang bernarga siregar hendaknya ku dengarlah dulu suaranya...

Makna Anak boru diuji dengan lantunan lagu ungu-ungut

(44)

sebelum memperkenalkan dengan menggnakan bahasa bersayap dalam bentuk pantun muda-mudi seperti:

Anak

Boru:

Ois Roma-roma sipandurung alla le boru angin haba-haba da jari-jari da anggi da botohon mu// ois roma-roma

siparlungun// pasari-sari dohononmu boru angin sidenggan roha

Akan datang lelaki sipenangguk ikan duhai perempuan bermarga harahap// Sambutlah tangannnya untuk bersalaman lelaki perindu akan datang// memikirkan jawabanmu duhai perempuan bermarga harahap yang baik hati

Makna Sambutlah kedatangan lelaki yang hendak memperkenalkan diri

Anak Boru: Ois Roma-roma sipandurung alla le boru angin haba-haba// da jari-jari da anggi da botohon mu// ois roma-roma siparlungun pasari-sari// dohononmu

boru angin sidenggan roha. yang bermakna: Akan datang lelaki sipenangguk ikan duhai

perempuan bermarga harahap// Sambutlah tangannya untuk bersalaman// lelaki perindu akan datang// memikirkan jawabanmu duhai perempuan bermarga harahap yang baik hati//

Pada pendahuluan pihak anak boru menjualnya dengan pantun perkenalan, pantun perkenalan tersebut menggunakan kiasan yang rendah hati pihak si dara doli (anak boru) yang berusaha menyanjung pihak si dara bujing pihak mora, dengan menggunakan syair pantun Ois Roma-roma sipandurung alla le boru angin haba-haba// dohononmu boru angin sidenggan roha. yang bermakna: Akan datang lelaki

sipenangguk ikan duhai perempuan bermarga harahap// memikirkan jawabanmu duhai perempuan bermarga harahap yang baik hati//.

(45)

dengan menggunakan kalimat pada pantun yang bermakna tersirat memohon untuk berkenalan dengan menggunakan larik pada pantun: // da jari-jari da anggi da botohon mu// ois roma-roma siparlungun pasari-sari. yang maknanya: Sambutlah tangannya untuk bersalaman// lelaki perindu akan datang.

Mora: so hutanda joo bayo natandang mamolus// da anak ni se so

huboto// sang rupa munu na hutanda// ois dibege ho de anak ni parkouman

Aku tak mengenal kalian wahai lelaki yang numpang lewat// Anak siapa pun aku tak tahu// wajahnya pun aku tak kenal// dengarkah engkau wahai saudara

Makna Bagaimana hendak menyambut sedang aku tak kenal

Gambar 8. Perkenalan si dara doli dengan sidara bujing setelah mereka berbalas pantun

Gambar

Gambar 1.  Persiapan Rombongan anak boru pada tradisi marosong-osong adat Angkola
Gambar 2. Bingkisan  osong-osong berbentuk rumah adat (sopo godang)   yang dihiasi dengan ulos
Gambar 3. Bingkisan  osong-osong yang dijunjung ibu-ibu dengan wadah yang berisi beras yang ditancapkan berbagai macam bendera-bendera kecil yang terdiri dari lembaran uang
Gambar 5. Persiapan  mora (Sidara bujing) menunggu kedatangan rombongan anak boru
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam etnik Angkola, salah satu acara adat terpenting dalam upacara perkawinan adalah markobar, yakni penyampaian kata-kata nasihat oleh kedua orang tua, keluarga, dan

Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa bahwa tradisi berbalas pantun selalu digunakan pada upacara adat perkawinan masyarakat Melayu Kecamatan Meral

Penelitiannya akan difokuskan kepada bagaimana pertunjukan tradisi Gandai tersebut dalam konteks upacara perkawinan adat masyarakat Pekal, deskripsi gerak Gandai, musik pengiring,

―Analisis Pertunjukan Tari Piring pada Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Minangkabau di Kota Medan‖ , Skripsi Etnomusikologi USU.. Seni

Tradisi tersebut merupakan rangkaian upacara adat yang masih hidup dan berkembang pada etnik Melayu Panai di Labuhanbatu Sumatera Utara.. Pesatnya arus balik budaya global

Tema-tema Psikologis dalam tradisi Marosong-osong pada pasangan pernikahan pemula dalam masyarakat perantau Tapanuli Selatan di Pekanbaru.. Yogyakarta: Program Studi

Gelas yang berisikan nasi putih atau kuning dalam tradisi nasi hadap- hadapan pada upacara adat Perkawinan Melayu Kecamatan Kualuh Hilir Kabupaten Labuhanbatu Utara

tidak ada tradisi kesenian bordah dalam upacara adat perkawinan Melayu