• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upacara Sulang-Sulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba : Kajian Semiotika Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upacara Sulang-Sulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba : Kajian Semiotika Sosial"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR IMFORMAN

1. Nama : Op. Anju Naibaho

Umur : 60 Tahun

Pekerjaan : Parsinabung

Agama : Kristen

2. Nama : ParliSitanggang

Umur : 50 Tahun

Pekerjaan : Bertani

Agama : Kristen

3. Nama : Erna Br. Sitanggang

Umur : 48 Tahun

Pekerjaan : Bertani

▸ Baca selengkapnya: sulang sulang pahompu adat batak

(2)

4. Nama : Sondang Br. Naibaho

Umur : 51 Tahun

Pekerjaan : wiraswasta

Agama : Kristen

5. Nama : A. Holmes Sitanggang

Umur : 61 Tahun

Pekerjaan : Parsinabung

▸ Baca selengkapnya: parjambaran adat batak toba

(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. 1987. Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan praktek.

Jakarta: Rineka Cipta.

Barthes, Roland. 1988. The Semiotic Challenge. New York : Hill and Wang.

Edrawarsyah, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Kebudayaan : Gajah Mada

University Press.

Hoed,Benny H 2011, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. : Komunitas

Bambu. Depok.

Morris, C W, 1946 : Zeichen, Sprache und Verhalten ( Amerika 1946 ). Terj.

Jerman, Dusseldorf, 1973.

Meong, Lexy J, 1989 : Metodologi Penelitian Kualitatif :PT Remaja Rosdakarya,

Bandung.

Nanawi Hadari.1991. Metode Penelitian. Jakarta: Balai Pustaka.

Narbuko, Cholid. 1997. Metodologi Penelitian. Jakarta : Gramedia.

PardedeR.A. Lumongga 2010.Masisisean di Ulaon Adat Batak Toba

Peirce, Ch.S. 1940. The Philosophy of Peirce: Selected Writings. Ed.J.

Buchler.New York: Harcourt.

1931-1958. Collected Papers.Cambridge, MA: Harvard

(4)

Poerwardarminta.W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. P.N. Balai

Pustaka. Jakarta.

Seasure, F.de, 1916 : Courrs de linguistique generale ( 1916 ), Paris, 1962.

Sibarani Robet 2014. Kearifan Lokal: Hakikat, peran, dan Metode Tradisi

Lisan.Medan.

Simaremare Rayking, Skripsi (2013) Gorga Sopo Godang pada Masyarakat

Batak Toba : Kajian Semiotik.

Subagyo P. Joko, 1991. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek. PT

RINEKA CIPTA, Jakarta.

Sudaryanto. 1982. Metode Penelitian. Jakarta. Gratina.

Sudjiman, Panuti dan Art Van Zoest. 1983. Serba-serbi Semiotika. Jakarata :

Gramedia.

Susann Vihma & Seppo Vakeva : Semiotika Visual dan Semantika Produk.:m

Jalasutra. Yogyakarta.

Trabaut Jurgen 1996 , Dasar dasar Semiotika. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Tarigan Girson, Skripsi (2012) upacara adat cawir metua pada masyarakat Batak

Karo di Kabupaten Langkat : Kajian Semiotik.

Van Zoest Art. 1993. Semiotika : Tentang Tanda, Cara Kerjanya dan apa yang

(5)

Kutipan dari Internet

http://id-id.facebook.BatakShop.com 2013, Acara mangadati/Pasahat Sulang

Pahompu. Diakses tanggal 20 Februari 2016.

http://googleweblight.com Dalihaan Na Tolu: Falsafah hidup orang

Batak.blogspot.com. Diakses tanggal 9 Februari 2016.

http://googleweblight.2014.catatandkv.jenis-jenis tanda.blogspot.com.Diakses

tanggal 20 Februari 2016.

http://googleweblight.2014.Arifbudi.pemaknaan tanda.lecture.ub.ac.id. Diakses

(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

Secara etimologi kata metode berasal dari bahasa Yunani “metodhos” dan

“logos”.Metodhos artinya cara atau jalan; logos artinya ilmu pengetahuan. Jadi,

metode atau metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam

mencapai sasaran yang dikehendaki atau tujuan dalam pemecahan suatu masalah.

Sudaryanto (1982:2), menyatakan metode adalah cara melakukan sesuatu

dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.

Metodologi artinya adalah sesuatu yang menggunakan pikiran secara

seksama untuk mencapai suatu tujuan (Narbuko, 1997:1). Sedangkan meneliti

dimaksud sebagai melakukan kerja penyelidikan secara cermat terhadap suatu

sasaran untuk memeperoleh hasil tertentu.

Penelitian adalah suatu kegiatan untuk mencari, mencatat, merumuskan,

dan menganalisis sampai dengan menyusun laporan. Jadi, metode penelitian

adalah ilmu mengenai jalan yang dilewati untuk mencapai suatu pemahaman.

Jadi, metode penelitian adalah suatu cara atau jalan untuk memperoleh

kembali pemecahan terhadap segala masalah. Masalah di sini adalah objek yang

diteliti dan dicari kebenarannya, karena tanpa metodologi penelitian, maka

penelitian yang dilakukan akan mendapatkan hambatan-hambatan dalam

menyelesaikannya. Seperti yang telah dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa

(7)

Sedangkan arti kata penelitian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005

adalah kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis dan penyajian data yang

dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan. Jadi

dapat disimpulkan bahwa metodologi penelitian ialah upaya untuk menghimpun

data yang diperlukan dalam penelitian untuk memperoleh kebenaran terhadap

suatu objek permasalahan. Dalam metodologi penelitian akan dibicarakan tentang

metode dasar, sumber data penelitian, metode pengumpulan data, dan metode

analisis data.

3.1 Metode Dasar

Metode dasar yang digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah

metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan

masalah yang diselidiki denganmenggambarkan/melukiskan keadaan

objek/subyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat

sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak sebagaimana adanya(Nawawi

1991:63). Masyarakat Batak Toba pada saat ini banyak tidak menjaga dan

melestarikan kebudayaan yang langka, seperti Upacara Sulang-sulang pahompu.

Dalam metode deskriptif, penulis akan berusaha mengungkapkan dan

memaparkan hasil yang sebenarnya sesuai dengan keadaannya sekarang.

Tujuan penelitian deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara

sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau

daerah tertentu. Penelitian deskriptif ini lebih bersifat penemuan fakta-fakta

(8)

termasuk dalam usaha mengemukakan satu dengan yang lainnya di dalam aspek –

aspek yang diselidiki.

Penulisan skripsi ini secara apa adanya dan seobjektif mungkin. Metode

deskriptif membahas pola bahasa beberapa masyarakat pada masa tertentu

ataupun perseorangan dan antar kelompok masyarakat. Metode ini akan

mendasari upaya pengumpulan data dan penganalisan data.

3.2 Lokasi Penelitian

Dimaksud dengan lokasi penelitian yang baik adalah lokasi/obyek

penelitian yang sesuai dengan obyek permasalahannya dan merupakan daerah

informasi secara kualitatif maupun kuantitatif (Subagyo 1991:35).

Dari penjelasan diatas, maka lokasi penelitian penulis di Kabuapaten

Samosir, Kecamatan Pangururan, Desa Saitnihuta. Alasan penulis memilih lokasi

penelitian ini adalah karena Kabupaten Samosir memiliki potensi yang baik untuk

diteliti dalam hal kebudayaannya sendiri, penduduk aslinya adalahmayoritas etnis

Batak Toba dan menjunjung tinggi unsur-unsur kebudayaan etnik Batak Toba.Di

daerah ini juga masih banyak ditemukan tokoh-tokoh adat sebagai informan,

sehingga mempermudah penulis dalam pengumpulan data penelitian yang sesuai

(9)

3.3Sumber Data Penelitian

Arikunto dalam (Naharoh, 2008:52) mengemukakan bahwa sumber

datadalam suatu penelitian adalah subjek darimana data dapat diperoleh. Secara

umum sumber data dapat diklarifikasi menjadi tiga bagian yaitu :

1. Person (orang) adalah tempat peneliti bertanya mengenai variabel yang diteliti.

2. Paper (kertas) adalah berupa dokumen, warkat, keterangan arsip, pedoman,

surat keputusan(SK), dan sebagainya.

3. Place (tempat) adalah sumber data keadaan di tempat berlangsungnya suatu

kegiatan yang berhubungandengan penelitian.

3.4 Instrument Penelitian

Moleong, (1989:19) mengatakan bahwa untuk mengumpulkan data,

paradigma ilmiah memamfaatkan tes tertulis atau kuesioner atau menggunakan

alat fisik lainnya seperti poligraf, dan sebagainya.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Lembar wawancara/pedoman wawancara.

2. Alat perekam ( tape recorder ) yang digunakan untuk mewawancarai informan

sehubungan dengan objek penelitian.

3. Alat tulis dan kertas yang digunakan untuk mencatat segala hal yang dianggap

(10)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Subagyo, (1991:39) mengatakan bahwa secara umum metode

pengumpulan data dapat dibagi atas beberapa jenis yaitu :

1. Metode wawancara atau metode pengajuan pertanyaan langsung.

2. Metode angket (kuesioner) atau metode pertanyaan secara tidak langsung.

3. Metode observasi atau metode pengamatan.

Maka metode yang digunakan penulis dalam pengumpulan data lapangan

antara lain :

1. Metode observasi yaitu penulis langsung ke lapangan melakukan pengamatan

terhadap objek penelitian. Metode observasi digunakan oleh peneliti untuk

mengamati berlangsungnya Upacara Sulang-sulang pahompu tersebut.

wawancara yang dilakukan dengan tokoh-tokoh masyarakat. Alasan peneliti

melakukan observasi untuk mendapatkan data akurat mengenai Upacara

Sulang-sulang pahompu tersebut.

2. Metode wawancara (Deptth interview) digunakan untuk memperoleh

gambaran apa makna yang terkandung pada Upacara Sulang-sulang

pahompu. Wawancara ini ditujukan kepada masyarakat Toba khususnya

kepada masyarakat yang berada di Kecamatan Pangururan, yang terdiri dari

kepala desa, tokoh-tokoh adat, tokoh-tokoh masyarakat, dan masyarakat

umum. Wawancara ini juga akan menggunakan pedoman wawancara yang

(11)

3. Metode kepustakaan (library research) yaitu pengumpulan data melalui buku

– buku yang berhubungan dan berkaitan erat dengan penelitian tersebut.

Metode ini dilakukan untuk mendapatkan sumber acuan penelitian, agar data

yang didapatkan dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai

dengan tujuan yang digariskan. Dalam metode ini penulis mencari buku-buku

pendukung yang berkaitan dengan masalah penelitian.

3.6 Metode Analisis Data

Subagyo, (1991:104-105) analisis data dalam penelitian merupakan bagian

dalam proses penelitian yang sangat penting, karena dengan analisa inilah data

yang ada akan nampak mamfaatnya terutama dalam memecahkan masalah

penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.

Analisis data merupakan proses pengaturan data, mengorganisasikannya

ke dalam suatu pola, kategori dari satuan uraian dasar. Dalam penelitian ini data

yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara kualitatif. Metode atau cara

mengelola data mentah sehingga menjadi data yang akurat dan ilmiah dipakai

(12)

Adapun langkah-langkah metode analisis data ini adalah sebagai berikut :

1. Data diklarifikasikan sesuai dengan objek pengkajian.

2. Setelah data diklarifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang

ditetapkan yaitu bagaimana tata cara dan makna dan fungsi yang terkandung

pada Upacara Sulang-sulang pahompu.

3. Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sistematis

(13)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Tahapan Pelaksanaan Upacara Sulang-sulang Pahompu Pada Etnik Batak Toba

Dalam etnik Batak Toba Upacara Sulang-sulang Pahompu hanya

dilaksanakan oleh suatu keluarga/orangtua yang belum melaksanakan Upacara

Pernikahan secara Adat-istiadat etnikBatak Toba, atau keluarga yang mengalami

pernikahan yang tertunda. Setiap keluarga/orangtua yang mengalami pernikahan

yang tertunda harus diwajibkan melaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu.

Jika upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut tidak dilaksanakan akan berdampak

kepada anak dari keluarga tersebut. Karena sebelum keluarga/orangtua

melaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu maka anak dari keluarga tersebut

belum diperbolehkan untuk menikah. Tujuan dari pelaksanaan upacara

Sulang-sulang Pahompu adalah sebagai pengukuhan pernikahan suatu keluarga yang

mengalami pernikahan tertunda dan juga membayar utang-utang adat yang belum

dibayar ketika pernikahan.

Jika suatu keluarga ingin melaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu

maka akan terlebih dahulu pihak Hasuhuton Paranak memberitahukan informasi

bahwasanya akan dilaksanakan Upacara Sulang-sulang Pahompu kepada pihak

Hasuhuton Parboru melalui Dongan Tubu/Hahaanggi, setelah diberitahukan

(14)

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan ditemukan 4 tahapan dalam

upacara Sulang-sulang Pahompu.Adapun tahap-tahap pelaksanaan Upacara

Sulang-sulang Pahompu adalah sebagai berikut :

4.1.1. Manuruk-nuruk

Manuruk-nuruk adalah tahap yang pertama sekali yang harus

dilaksanakan. Pada tahapan manuruk-nuruk hanya diikuti oleh keluarga dekat oleh

kedua belah pihak karena pertemuan tersebut hanya di khususkan untuk keluarga

dan juga kerabat dekat. Pada tahapan ini acara tersebut akan dilaksanakan di

kediaman pihak hasuhuton parboru. Pihak hasuhuton paranak akan mengujungi

rumah pihak hasuhuton parboru dengan tujuan meminta maaf, karena sebelumnya

Hasuhuton paranak dulunya tidak mampu melaksanakan adat nagok.Pada

tahapan ini juga bertujuan untuk pemberitahuan sekaligus meminta ijin akan

diadakannya upacara Sulang-sulang Pahompu dari keluarga menantunya/hela

yang sebelumnya belum melaksanakan pesta adat pernikahan. Dalam tahapan ini

pihak hasuhuton paranak dan pihak hasuhuton parboru akan membicarakan

hal-hal yang berhubungan dengan kebutuhan pesta nantinya.

Adapun yang akan dibicarakan pada tahap marhori-hori ding-ding adalah

sebagai berikut:

1. Partoding ni ulaon/konsep pesta yang akan diadakan.

2.Besarnya batu sulang yang akan diberikan hasuhuton paranak kepada

hasuhuton parboru.

3.Berapa jumlah ulos yang dibutuhkan pada pesta nantinya.

(15)

4.1.2. Marpudun Saut/Marsungkun Utang

Marpudun saut/marsungkun utang merupakan salah satu tahapan

persiapan dalam pelaksanaan Upaca Sulang-sulang Pahompu yang akan

dilaksanakan. Pada tahap ini pihak hasuhuton paranak datang kerumah hasuhuton

parboru untuk menidaklanjuti pembicaraan pada tahap marhori-hori ding-ding.

Artinya tujuan dari pertemuan ini adalah memastikan semua yang telah

dibicarakan pada tahap marhori-hori ding-ding, mulai dari besarnya batu sulang

yang akan diberikan kepada hasuhuton parboru, ulos yang diberikan hasuhuton

parboru nantinya pada saat pesta, dan juga tempat dan kapan pesta akan

dilaksanakan.

4.1.3. Martonggo Raja

Martonggo Raja merupakan kegiatan persiapan yang bersifat umum

karena pada tahap Martonggo Raja ini pihak hasuhuton paranak sebagai tuan

rumah/Bolahan Amak akan melaksanakan martonggo raja, dengan mengundang

seluruh keluarga/kerabat dekat, para penutur adat, tulang, bona tulang,

parbonaan, dan juga warga setempat. Tujuan kegiatan ini adalah untuk

memastikan tanggal pesta Sulang-sulang Pahompu sekaligus mengumumkan

kepada khalayak ramai kapan akan dilaksanakan pesta Upacara Sulang-sulang

Pahompu. Pada tahap ini juga bertujuan membicarakan persiapan untuk pesta Sulang-sulang Pahompu, seperti konsep pesta, jambar, panandaion, ulos yang

(16)

Sama hal nya dengan pihak Hasuhuton Parboru, Hasuhuton Parboru juga

akan melaksankan acara Martonggo raja dengan seluruh keluarga dan juga

seluruh undangan mereka. Hasuhuton parboru akan menbicarakan seperti apa

konsep acara yang akan dilaksankan, berapa ulos yang mereka berikan, sesuai

yang telah dibicarakan dengan hasuhuton paranak sebelumnya.

Dalam acara martonggo raja biasanya dimulai pada pukul 10:30 sampai

dengan selesai. Pada tahapan ini karena mengudang banyak orang maka dalam

acara ini memotong hewan untuk dimakan bersama.

4.1.4. Pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu

Pada tahap ini merupakan puncak dari seluruh tahapan Upacara

sulang pahompu. Semua yang di undang akan hadir pada pesta Upacara Sulang-sulang Pahompu. Pada tahap ini lah seluruh kewajiban adat-istiadat batak akan di

laksanakan, seluruh kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan akan dilengkapi untuk

memenuhi adat-istiadat batak. Semua prosesi-prosesi adat yang harus

dilaksanakan akan dilakukan pada tahapan ini. Adapun tahapan yang terjadi pada

pesta Sulang-sulang Pahompu antara lain :

1.Panomu-nomuon

Panomu-nomuon adalah prosesi penyambutan seluruh undangan yang

datang oleh pihak hasuhuton paranak dan hasuhuton parboru. Pada tahapan

(17)

- Pihak hasuhuton paranak manomu-nomu/menjamu pihak parboru.

- Pihak hasuhuton paranak akan menjamu Bona ni ari, parbonaan, bona tulang,

tulang rorobot, dan juga tulang dari hasuhuton paranak sendiri.

- Pihak hasuhuton parboru akan manomu-nomu/menjamu bona nin ari,

parbonaan, bona tulang, tulang rorobot, tulang dari pihak hasuhuton parboru itu sendiri.

2. Pemberian Tudu-tudu sipanganon dan Dengke saur.

Pemberian tudu-tudu sipanganon dilakukan oleh hasuhuton paranak, yang

diberikan kepada hasuhuton parboru. Setelah pemberian Sudu-tudu sipanganon,

hasuhuton parboru juga akan memberikan Dengke saur kepada pihak hasuhuton paranak. Setelah pemberian Tudu-tudu sipanganon dan juga Dengke saur selesai,

maka seluruh yang menghadiri pesta tersebut akan makan bersama.

3. Manghatai Adat

Manghatai Adat merupakan prosesi pembicaraan adat-istiadat antara pihak hasuhuton paranak dan pihak hasuhuton parboru. Sebagai simbol untuk

mengawali prosesi manghatai adat hasuhuton paranak terlebih dahulu

menyampaikan sepata-dua kata tentang hidangan makanan kepada hasuhuton

parboru dan juga kepada rombongan Hula-hula lainnya. Setelah hal tersebut maka hasuhuton paranak akan menyampaikan Pinggan Panungkunan yang bertujuan

untuk mengawali pembicaraan dan setelah itu hasuhuton parboru akan membalas

dengan memberikan kembali Pinggan Pamalosikemudian hasuhuton paranak dan

(18)

tahapan ini adalah membicarakan tentang pembagian parjambaronbatu sulang.

Parjambaron batu sulang ialah upah untuk kerabat-kerabat terdekat dari pihak Hasuhuton Parboru seperti untuk amangtua, amanguda, haha anggi, namboru, tulang, pariban,dan lain-lain.

4. Penyerahan Batu Sulang

Setelah Hasuhuton Paranak dan Hasuhuton Parboru sudah selesai pada

tahap Manghatai Adat, maka setelah itu Hasuhuton Paranak akan memberikan

Batu Sulang atau mahar. Pemberian Batu Sulang kepada Hasuhuton Parboru pada

umumnya diwakili oleh Pahompu/cucu. Batu Sulang biasanya sudah dalam

bentuk uang yang diletak dalam sebuah piring yang sidah diisi dengan beras dan

uang tersebut di dijepit oleh satu buah daun sirih.

Pada tahapan ini pihak Hasuhuton Paranak akan terlebih dahuli meminta

maaf karena atas kekurangan mereka yang dahulunya belum bisa melaksanakan

upacara adat pernikahan. Setelah Hasuhuton Paranak meminta maaf maka prosesi

pemberian Batu Sulang yang diwakili anak akan dilaksanakan, secara simbolik

Batu Sulang tersebut akan diberikan kepada orang tua si istri.

5. Pemberian ulosoleh Hasuhuton Parboru.

Dalam tahap ini Hasuhuton Parboru akan memberikan Uloskepada

seluruh keluarga Hasuhuton Paranak, sesuai yang sudah dibicarakan pada tahap

Martonggo Raja, sudah ditentukan berapa Ulos yang akan diberikan Hasuhuton Parboru untuk hasuhuton paranak. Adapun Ulos yang sudah ditentukan adalah

(19)

A. Ulos Passamot.

B. Ulos Hela/Mardar Hela

C. Ulos Parangmangtuaan.

D. Ulos Paramangudaan.

E. Ulos Haha ni Hela.

H. Ulos pahompu

6. Olop-olop

Olop-olop merupakan acara penutup yaitu penyampaian berkat kepada

keluarga pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu, supaya keluarga tersebut

menjadi keluarga yang bahagia dan sejahterah nantinya.

Akhirnya acara pesta tersebut akan ditutup oleh pihak Hasuhuton Paranak

dan Parboru serta memberkati acara tersebut dan mengakhiri acara tersebut

dengan mengucapkan Olop-olop sebanyak tiga kali. Dan ketika pada saat itu juga

maka hubungan keluarga antara Hasuhuton Paranak dan Parboru sudah dianggap

sah secara adat, karena sudah melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahompu.

Dalam etnik Batak Toba pernikahan suatu keluarga akan dianggap sah

apabila sudah melaksanakan tahapan atau prosesi adat yang harus dilakukan dan

juga membayar segala kewajiban adat-istiadat etnik Batak Toba yang berkaitan

dengan adat pernikahan. Tahapan dan juga segala kewajiban adat tersebut

(20)

ingin melaksanakan upacara pernikahan. Namun dalam kenyataan-nya tidak

semua masyarakat dapat melaksanakan hal tersebut karena berbagai faktor.

Berdasarkan hasil penelitian penulis menemukan 3 faktor yang melatar belakangi

terjadinya upacara Sulang-sulang Pahompu. Adapun faktor-faktor yang melatar

belakangi hal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor ekonomi

Untuk melaksanakan upacara adat pernikahan tentu membutuhkan biaya

yang cukup besar. Biaya tersebut digunakan untuk memenuhi segala

kebutuhan untuk pesta tersebut seperti biaya untuk makanan, keperluan

untuk pesta (baju, ulos, dekorasi, dll), dan juga sinamot atau mahar. Jika

suatu keluarga tidak mampu untuk melaksanakan adat pernikahan, maka

keluarga tersebut hanya melaksanakan pernikahan dengan bentuk acara

yang kecil. Bentuk acara yang kecil artinya pernikahan dengan bentuk

pesta syukuran atau Pasu-pasu Raja. Pernikahan tersebut disahkan dengan

persetujuan raja adat, akan tetapi pernikahan tersebut secara adat belum

sah karena belum melaksanakan upacara adat pernikahan (adat na gok)

dan juga segala bentuk kewajiban yang harus dibayar belum terpenuhi

karena faktor ekonomi yang tidak memungkinkan.

2. Faktor tidak direstui orang tua

Untuk menjalin hubungan rumah tangga yang baik kedepannya tentu

kedua calon pengantin membutuhkan restu dari orang tua pihak laki-laki

dan juga orang juga pihak perempuan. Karena restu orang tua adalah

(21)

masyarakat yang mengalami hal tersebut mereka lebih memilih untuk

kawin lari tanpa sepengetahuan keluarga. Akan tetapi suatu saat mereka

bisa mengukuhkan pernikahan mereka jika sudah mendapat restu dari

orang tua mereka dan melaksanakan upacara Sulang-sulang Pahompu.

3. Faktor situasi dan kondisi keluarga

Jika ditinjau dari situasi dan juga kondisi keluarga rencana penikahan

dalam etnik Batak Toba bisa saja dilakukan dalam waktu yang singkat

dengan status pernikahan belum dianggap sah secara adat karena

pernikahan tersebut dilaksanakan tanpa melaksanakan tahapan adat dan

juga segala bentuk kewajiban adat belum dipenuhi.

Jika dilihat dari situasi dan juga kondisi suatu keluarga,pasu-pasu raja

dapat terjadi karena dua faktor:

A. Karena faktor permintaan orang tua yang sedang sakit.

Dalam kehidupan etnik Batak Toba jika orang tua yang sedang sakit

dan juga sudah memiliki umur yang tua dan juga belum memiliki anak

yang menikah. Sewaktu-waktu bisa saja orang tua tersebut meminta

anak sulungnya untuk menikah dengan waktu yang cukup singkat,

sehingga pernikahan tersebut dilaksanakan dengan ala kadarnya

(pasu-pasu raja) dan hal tersebut sudah sering terjadi pada etnik Batak Toba.

B. Karena faktor keinginan memestakan orang tua yang meninggal.

Jika orang tua suatu keluarga meninggal tanpa memiliki anak yang

belum menikah maka orang tua tersebut belim bisa dipestakan. Akan

(22)

maka mereka terlebih dahulu menikahkan salah satu anaknya. Karena

waktu yang tidak memadai maka pernikahan juga akan dilaksanakan

pasu-pasu raja. Hal tersebut juga sudah sangat sering terjadi didalam

kehidupan etnikBatak Toba.

Jika masyarakat etnik Batak Toba mengalami pernikahan yang tertunda

(pasu-pasu raja) maka dikemudian hari mereka bisa mengukuhan pernikahan tersebut

(23)

4.2 Bentuk, Fungsi, dan Makna Yang Terkandung Pada Tanda Upacara Sulang-sulang Pahompu

Berdasarkan hasil penelitian, ada 10 simbol yang ditemukan dalam upacara Sulang-sulang Pahompu. Adapun simbol yang

yang terdapat dalam upacara Sulang-sulang Pahompu adalah sebagai berikut:

4.2.1 Tudu-tudu Sipanganon

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Tudu-tudu Sipanganon

Tudu-tudu sipanganon adalah bagian-bagian

Tudu-tudu sipanganon memiliki

fungsi nilai sosial yang sangat

tinggi yaitu simbol

penghormatan tertinggi kepada

hula-hula, disamping untuk

menghormati pihak Hula-hula,

Tudu-tudu sipanganon berfungsi

untuk menjaga hubungan ikatan

Dalam etnik Batak Toba sudah

menjadi keharusan hasuhuton

paranak memberikan tudu-tudu sipanganon kepada hasuhuton parboru/Hula-hula, karena melalui

penyampain tudu-tudu sipanganon

tersebutlah mereka bisa

(24)

tubuh tertentu hewan sembelihan yang diletakkan

dalam suatu pinggan panganan sebagai simbol

penghormatan HasuhutonParanak kepada undangannya khususnya Hula-hula.Pada simbol

Tudu-tudu sipanganon terdapat beberapa bagaian

potongan daging yang akan dibagi-bagikan

sebagai jambar untuk beberapa pihak yang berhak

menerimanya dan yang menerima jambar tersebut

sudah ditentukan.

Jenis hewan yang disembelih untuk

Tudu-tudu Sipanganon ada 3 jenis yaitu Namarmiak-miak (jenis hewan babi), Sigagat duhut (kambing

dan lembu), dan Gajah batak/sitingko

tanduk(kerbau). Jenis hewan yang dijadikan

keluarga dengan Hasuhuton

parboru/hula-hula. Pada etnik Batak Toba tudu-sipanganon

tidak hanya dipergunakan pada

upacara Sulang-sulang

Pahompu, akan tetapi pada

setiap upacara adat batak yang

membutuhkan Tudu-tudu

sipanganon, misalnya upacara Tardidi, Marmasuk Jabu,

Kelahiran, Pernikahan, dll.

permohonan doa atau berkat kepada

hula-hulanya. Tudu-tudu sipanganon

juga bermakna sebagai simbol

penghormatan atau untuk merhargai

hula-hula, karena dalam etnik Batak

Toba tudu-tudu sipanganon

merupakan simbol penghormatan

yang tertinggi yang bisa diberikan

kepada hula-hula, baik orang kaya

atau orang miskin yang diberikan

kepada hula-hulanya sebagai tanda

penghormatan adalah tudu-tudu

(25)

sebagai Tudu-tudu Sipanganon pada dasarnya

disesuaikan dengan keadaan ekonomi keluarga

yang melaksanakan upacara adat tersebut. Untuk

jenis hewan Namarmiak-miak biasanya sering

pergunakan bagi golongan masyarakat yang

berkecukupan dalam hal ekonomi, sedangkan

jenis hewan Sigagat duhut dan Gajah batak/sitingko tanduk sering dipergunakan oleh

golongan masyarakat menengah dan golongan

(26)

Secara simbolik tudu-tudu sipanganon secara khusus terlebih dahulu

disajikan dihadapan rombongan hasuhuton parboru, karena dalam upacara

Sulang-sulang Pahompu, Hula-hula yang memiliki peran yang sangat penting

adalah hasuhuton parboru.

Adapun bagaian-bagian potongan dari Tudu-tudu Sipanganon yang akan

dibagikan sebagai jambar adalah sebagai berikut:

1. Namarngingi parsiamun

Namarngingi parsiamun adalah bagian wajah sebelah kanan hewan

sembelihan tersebut.Namarngingi parsiamun diberikan kepada Bona

tulang, bona tulang ialah kelompok Hula-hula dari hasuhuton paranak. bona tulang merupakan Hula-hula 2 generasi diatas Hasuhuton Paranak,

atau tulang dari ompung/kakek oleh hasuhuton paranak. Pemberian

namarngingi parsiamun mengandung makna tertentu. Pemberian Jambar

tersebut menandakan hubungan kedekatan antara bona tulang dengan

tulang, tulang adalah rombongan Hula-huladari hasuhuton paranak atau

keluarga saudara laki-laki dari orang tua (ibu) pelaksana upacara adat

tersebut. Hubungan kedekatan antara bona tulang dengan tulang

berkaitan juga dengan jambar yang diberikan, dimana bona tulang akan

diberikan namarngingi parsiamun sedangkan untuk tulang akan diberikan

Osang. Jika dilihat dari postur tubuh hewan sembelihan tersebut namarngingi dengan Osang/dagu sangat berdekatan, dimana namarngingi

diatas Osang, hal tersebut manandakan bahwasanya bona tulang secara

(27)

2. Namarngingi parhambirang

Namarngingi parhambirang atau wajah sebelah kiri dari hewan

sembelihan juga akan dijadikan sebagai tudu-tudu sipanganon.

Namarngingi parhambirang akan diberikan kepada pihak boru. Dalam

etnik Batak Toba boru adalah keluarga saudara perempuan pelaksana

upacara adat tersebut. Pemberian namarngingi parhambirang sangat

mengandung makna yang sangat identik dengan budaya etnik Batak

Toba. Dalam upacara adat tersebut boru memiliki tugas yang sangat

penting, karena secara tidak langsung borulah yang membantu pihak

hasuhuton paranak untuk menjalankan upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut. Jadi dalam upacara adat tersebut diberikanlah namarngingi

parhambirang kepada boru sebagai simbol penghargaan atas segala kerja

keras mereka untuk membantu pelaksanaan upacara Sulang-sulang

Pahompu tersebut. Pemberian namarngingiparhambirang kepada boru

juga didasari atas posisi tempat duduk boru ketika upacara adat tersebut.

Dimana dalam etnik Batak Toba posisi tempat duduk boru ketika dalam

upacara adat Boru selalu duduk disebelah kiri dari hasuhuton paranak.

3. Tulan/Paha

Tulan/Paha bagian tubuh jenis hewan tertentu yang dijadikan sebagai tudu-tudu sipanganon. Pada dasarnya tidak semua jenis hewan memiliki tulan/Paha untuk dijadikan nantinya sebagai tudu-tudu sipanganon,

karena hanya jenis hewan tertentu dapat diambil tulan/Paha-nya. Jenis

(28)

Jika jenis hewan yang memiliki tulan/Paha disembelih, maka ada 3 tiga

macam jenis tulan/Paha yang akan dibagikan sebagai jambar.

Adapun pembagian Tulan/Paha adalah sebagai berikut:

A. Tulan ganjang pertama

Tulan ganjang merupakan bagai paha yang pajang, tulan ganjang

pertama pada umumnya diberikan kepada bona ni ari. Pemeberian

tersebut menandakan struktur keluarga yang jelas, dimana bona ni ari

adalah salah satu rombonga Hula-hula paling tinggi. Posisi bona ni

ari bisa ditentukan jika keluarga pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu sudah memiliki 4-5 generasi ke atas terhitung mulai dari

pelaksana upacara adat tersebut. Karena sudah dianggap jauhnya

hubungan keluarga dahulunya dengan bona ni ari, hal tersebutlah

yang mendasari pemberian Tulan ganjang pertama kepada bona ni

ari.

B. Tulan ganjang kedua

Pada umumnya tulan ganjang kedua akan diberikan kepada

parbonaan.Parbonaan adalah salah satu rombongan Hula-hula yang

paling tertinggi setelah bona ni ari. Berdasarkan struktur keluarga,

jika dihitung mulai dari pelaksana upacara adat tersebut, maka posisi

parbonaan berada pada 3 generasi diatas pelaksana upacara tersebut.

Dalam etnik Batak Toba pemberian tulan ganjang kedua kepada

parbonaan menandakan adanya hubungan keluarga kepada

(29)

tersebut dinilai sudah sangat jauh diatas pelaksana upacara adat

tersebut maka diberikanlah tulan ganjang tersebut.

C. Tulan pendek pertama

Tulan pendek atau paha dengan ukuran pendek, bagian paha yang

berukuran pendek adalah paha kaki depan hewan yang disembelih.

Tulan pendek biasanya diberikan kepada bona tulang. Bona tulang

merupakan kelompok Hula-hula dari hasuhuton paranak, jika dilihat

dari struktur keluarga kelompok bona tulang cenderung lebih dekat

dengan kakek/nenek dari pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut. Dimana bona tulang ialah keluarga saudara laki-laki dari

nenek pelaksana upacara adat tersebut.

Makna yang terkandung pada pemberian tulan pendek kepada bona

tulang adalah sebagai tanda untuk menghormati kelompok bona tulang tersebut karena bona tulang merupakan bagian dari rombongan Hula-hula. Pemberian tulan pendek tersebut juga menandakan bahwa

dari segi posisi struktur keluarga jika dibandingkan dengan bona ni

ari dan juga parbonaan, bona tulang dianggap lebih dekat dengan

denganhasuhuton paranak.

4. Somba

Somba atau tulang rusuk dari hewan yang disembelih yang dijadikan sebagai

bagian dari tudu-tudu sipanganon. Pada umumnya somba diberikan kepada

(30)

upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut. Sedangkan tulang rorobot ialah

tulang si istri pelaksana upacara adat tersebut.

Somba atau rusuk dalam etnik Batak Toba menandakan bahwa rusuk

merupakan termasuk bagian dalam tubuh hewan sembelihan tersebut. Jika di

ibaratkan dengan struktur suatu keluarga, somba/rusuk artinya penerima

Somba tersebut (bona ni ari, hula-hula naposo, tulang rorobot) merupakan

golongan rombongan Hula-hula yang jaraknya sudah dianggap jauh secara

struktur keluarga kepada pihak pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut.

5. Osang/dagu

Osang/dagu merupakan salah satu bagian dari tudu-tudu sipanganon.

Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu penerima Osang/dagu adalah

pihak hasuhuton parboru atau pihak keluarga istri pelaksana upacara adat

tersebut. Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu, pihak Hula-hula yang

sangat berperan penting adalah pihak hasuhuton parboru, karena tujuan

pelaksanaan upacara adat tersebut adalah untuk pengukuhan pernikahan

putri dari hasuhuton parboru sendiri. Jadi segala bentuk kewajiban adat

yang harus dilunasi hasuhuton paranak seperti batu sulang, pemberian

Tudu-tudu sipanganon pada saat pesta adat tersebut akan diberikan

kepada hasuhuton parboru. Maka hal tersebutlah yang mendasari

pemberian osang/dagu kepada hasuhuton harboru sebagai jambar.

Makna yang terkandung pada osang/dagu yang diberikan pada hasuhuton

(31)

pada etnikBatak Toba juga beranggapan bahwa pada saat

manortor/menari hasuhuton paranak selalu maniuk/membelai dagu

semua rombongan Hula-hula sebagai tanda menghormati mereka.

6. Ihur/ekor

Dalam suatu upacara adat jika jenis hewan sembelihan yang dijadikan

sebagai tudu-tudu sipanganon adalah jenis hewan namarmiak-miak/babi,

maka bagian tubuh Ihur/ekor akan diberikan kepada tulang. Tulang

adalah keluarga laki-laki orangtua/ibu dari pelaksana upacara adat

tersebut. Makna pemberian Ihur/ekor kepada Tulang adalah sebagai

simbol bahwasanya peran tulang pada saat upacara adat tersebut adalah

sebagai pelengkap, atau tulang hanya mengikuti hasuhuton parboru.

Dalam upacara Sulang-sulang Pamompu, hasuhuton parboru lah yang

memiliki peran yang sang penting, namun tidak lepas juga dari peran

tulang sebagai Hula-hula pada upacara adat tersebut.

7. Tanggo-tanggo Najagar

Tanggo-tanggo najagar adalah bagian dari tudu-tudu sipanganon yang

dipotong dengan ukuran kecil yang diberikan kepada beberapa undangan

khusus seperti kumpulan marga, kumpulan jemaat gereja dll. Adapun

tujuan dari pemberian tanggo-tanggo najagar tersebut adalah sebagai

bentuk ucapan terimakasih karena sudah menghadiri dan memberikan

(32)

4.2.2 Dengke Saur

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar :Dengke Saur

Dengke Saur merupakan ikan

mas yang disajikan dalam Pinggan

panganan yang diberikan pihak

Fungsi Dengke Saur adalah restu

atau pasu-pasu dari Hula-hula,

supaya yang menerima Dengke Saur

tersebut diberkati oleh Tuhan yang

Maha Esa, yaitu dengan pemberian

secara simbolik dari Hula-hula

kepada hasuhuton paranak.

Disamping itu Dengke Saur

berfungsi untuk Mangelek boru,

karena etnik Batak Toba memiliki

filosofi Somba marhula-hula, Elek

Pada upacara Sulang-sulang Pahompu

pihak Hasuhuton Parboru akan memberikan Dengke Saur kepada pihak

Hasuhutun Paranak, makna pemberian dengke saur tersebut adalah sebagai

bentuk rasa kepedulian dan rasa kasih

sayang,, bahwasanya hasuhuton parboru

merestui keluarga yang melaksanakan

upacara Sulang-sulang

(33)

Hasuhuton Parboru kepada pihak Hasuhuton Paranak, ikan tersebut

dimasak dengan utuh tanpa memotong

bagian tubuh ikan tersebut. Ketika

pemberian Dengke Saurposisi ikan mas

tersebut diletakkan dalam Pinggan

panganan yang sudah berisi nasi putih,

ikan mas tersebut diletakkan diatas nasi

putih tersebut.

marboru dan Manat mardongan tubu. Dalam etnik Batak Tobaperan

boru memang sebagai

parhobas/pelayan, bukan berarti boru itu diperlakukan semena-mena

akan tetapi boru harus diperhatikan,

dibujuk dengan baik atau elek

marboru. Maka dari itu dalam etnik

Batak Toba selalu ditekankan supaya

elek marboru, sebagai simbol elek marboru diberikanlah Dengke Saur.

Parborumenyampaiakan

harapan-harapan yang baik untuk keluarga

tersebut, dan juga tidak lepas untuk

mendoakan keluarga tersebut supaya

menjadi keluarga yang lebih baik

(34)

Pada etnik Batak Toba selain dengke saur ada 2 macam penamaan yang

digunakan untuk Dengke Saur tersebut. Pemberian nama tersebut disesuaikan

dengan simbol kehidupan ikan mas, dan masyarakat Batak Toba menerapkan

simbol kehidupan ikan mas tersebut kedalam kehidupan sehari-hari masyarakat

Batak Toba. Adapun penamaan yang diberikan pada ikan mas seabagai berikut:

1.Simudur-udur

Makna yang terkadung pada penamaan dengke simudur-udur ialah karena

kebiasaan ikan khususnya ikan mas selalu berjalan dengan beramai-ramai.

Kemanapun ikan tersebut berjalan akan selalu beramai-ramai. Hal tersebutlah

yang diterapkan masyarakat Batak Toba kedalam setiap kehidupan keluarga,

seperti apapun kondisi keluarga tersebut akan dipertahan semua anggota keluarga

secara bersama-sama. Dalam etnik Batak Toba kebersamaan atau kekompakan di

dalam keluarga merupakan harapan seluruh keluarga, jika suatu keluarga memiliki

kebersamaan aatau kekompakan yang tinggi maka keluarga tersebut akan lebih

terpandang ditengah-tengah kehidupan masyarakat.

2.Dengke Sitio-tio

Hal yang mendasari etnik Batak Tobadalam penamaan dengke sitio-tio

pada ikan mas karena sesuai dengan tempat kehidupan ikan mas tersebut. Pada

dasarnya ikan mas selalu hidup pada air jernih (tio) dan ikan mas jarang hidup

pada air yang kotor atau air yang keruh. Jadi masyarakat Batak

(35)

depan yang cerah untuk keluarga pelaksana upacar Sulang-sulang Pahompu

tersebut.

Jadi secara umum makna dengke saur adalah melambangkan harapan kehidupan

yang harmonis dalam keluarga dan juga masa depan yang cerah bagi penerima

dengke saur tersebut.

4.2.3 Pinggan Panungkunan dan Pinggan Pamalosi

Pinggan panungkunan adalah pertanda untuk mengawali pembicaraan

adat pada acara Sulang-sulang Pahompu yang dilakukan oleh tokoh adat sebagai

mediator/pembicara oleh kedua belah pihak pada upacara adat tersebut. Untuk

mengawali pembicaraan pihak hasuhuton paranak terlebih dahulu menyampaikan

pinggan panungkunan dan langsung memulai pembicaraan. Makna dari pinggan panungkunan adalah sebagai simbol untuk memulai sebuah pembicaran adat

dalam suatu pesta. Karena dalam suatu upacara adat Batak Toba jika memulai

suatu pembicaraan terlebih dahulu hasuhuton paranak menyampaikan pinggan

panungkunan kepada hasuhuton parboru.

Pinggan pamalosi adalah balasan dari pinggang panungkunan dari pihak hasuhuton paranak. Setelah hasuhuton paranak mengawali pembicaraan, maka

pihak Hasuhuton parborun pun akan membalas Pinggan panungkunan tersebut

dengan memberikan kembali pinggan pamalos dan menjawap pertanyaan dari

(36)
(37)

No BENTUK FUNGSI MAKNA

1 Boras sipir ni tondi/beras

Boras sipir ni tondi artinya boras(beras) sipir( keras) dan tondi(jiwa). Boras sipir ni tondi merupakan beras yang disajikan pada Pinggan panungkunan. Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu, Boras sipir ni tondi tidak hanya dipergunakan pada Pinggan panganan, Boras sipir ni tondi

juga dipergunakan pada saat prosesi

Mangulosi, prosesi penyerahan mahar/batu sulang, dan prosesi penyerahan Tin-tin marangkup.

Dalam etnik Batak Toba Boras

sipir ni tondi berfungsi sebagai

penyemangat, berkat bagi yang

menerima beras tersebut. Namun

pada upacara Sulang-sulang PahompuBoras sipir ni tondi

tersebut melambangkan

kepercayaan diri dari pihak

Hasuhuton Paranak untuk melaksanakan upacara adat

tersebut.Boras sipir ni tondi

melambangkan.

Boras sipir ni tondi yang terdapat

pada Pinggan panungkunan adalah

melambangkan keparcayaan diri dari

Hasuhuton Paranak, kepercayaan

diri atau kesiapan Hasuhuton

paranak dalam melaksanakan

upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut, baik kesiapan mental

ataupun kesiapan materi yang

dibutuhkan pada upacara adat

(38)

2 Napuran tiar(daun sirih) dan Ringgit sitio suara

Napuran tiar diletak diatas Boras sipir ni tondi, Napuran tiar yang

dipergunakan pada Pinggan

panungkunan akan diletakkan secara

bersamaan dengan Ringgit sitio

suara(uang), posisi Napuran tiar di

dalam Pinggan panungkunan akan

dibawah Ringgit sitio(uang) suara atau

posisi Ringgit sitio(uang) suara akan

dijepit oleh Napuran tiar(daun sirih)

tersebut. Dalam Pinggan

Dalam penyampaian Pinggan

panungkunan/pinggan

pamalosi,Napuran tiar(daun sirih)

dan Ringgit sitio suara berfungsi

sebagai simbol rasa hormat

Hasuhuton Paranak terhadap

Hasuhuton parboru. Dimana Napuran tiar(daun sirih)

melambangkan media

permohonan/parsantabian kepada

Hasuhuton parboru. Sedangkan

pemberian Ringgit sitio

suara(uang) bertujuan sebagai

ucapan terimakasih kepada

Dalam konteks upacara Sulang-sulang

Pahompu, makna Napuran tiar adalah

sebagai media permohonan/parsantabian

kepada Hula-hula. Ketika prosesi

penyampaian Pinggan

panungkunan/pinggan pamalosi, Hasuhuton paranak akan

memohon/meminta supaya tahap

Manghati adat/pembicaraan tentang adat

dengan Hasuhuton parbori dapat segera

dimulai.

Sedangkan makna Ringgit sitio(uang)

(39)

panungkunan tersebut Napuran tiar

diletakkan hanya 1 buah saja,

sedangkan jumlah Ringgit sitio

suara(uang) akan diberikan mulai dari

Rp 10.000 (sepuluh ribu ripiah)

sampai Rp 100.000(seratus ribu

rupiah).

Hasuhoton parboru. kemampuan dari Hasuhuton Paranak dalam bentuk materi, secara tidak

langsung Ringgit sition suara

memberitahukan kemampuan materi

Hasuhuton paranak dalam melaksanakan

upacara Sulang-sulang Pahompu.

3 Jagal(daging)

Jagal atau sepotong daging adalah

salah satu bagian dari Pinggan

panungkunan/pinggan pamalosi. Jagal(daging) diletakkan disamping Napuran tiar(daun sirih), ukuran

Dalam konteks upacara

Sulang-sulang Pahompu fungsi

jagal(daging) tersebut untuk

diberikan kepada Hasuhuton

paranak. Sama hal nya dengan

Ringgit sitio suara(uang), yaitu

Pemberian jagal(daging) pada Pinggang

Panungkunan merupakan simbol status

sosial dari Hasuhuton paranak. Makna

Jagal(daging) adalah

(40)

daging tersebut bersekala kecil dengan

berat daging tersebut kurang lebih 2,5

ons sampai 5 ons.

sebagai simbol rasa hormat kepada

Hasuhuton paranak.

kekayaan dari Hasuhuton Paranak,

karena secara tidak langsung Jagal

tersebut menyatakan bahwa Hasuhuton

Paranak memiliki harta berupa hewan

peliharaan, seperti kerbau, lembu,

(41)

4.2.4Batu sulang/mahar

BETUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Batu sulang

Batu sulang merupakan mahar yang

diberikan kepada pihak Hasuhuton Parboru

sebagai tanda ucapan terimakasih karena

telah di ijinkan jadi istri dari pihak

Hasuhuton Paranak. Jumlah besarnya Batu

Fungsi dari Batu Sulang/mahar

yang diberikan kepada Hasuhuton

Parboru adalah sebagai ganti rugi

karena anak perempuan mereka

sudah menjadi istri dari yang

melaksanakan upacara adat

tersebut, dan berkat anak

perempuan dari Hasuhuton

Parboru tersebut mereka sudah

memiliki keturunan/anak. Dalam

kehiupan etnik Batak Toba untuk

Makna pemberian Batu Sulang adalah

sebagai ucapan terimakasih karena anak

perempuan pihak hasuhuton parboru

yang telah dijadikan istri dari keluarga

yang melaksanakan Upacara

Sulang-sulang Pahompu. Secara simbolik yang

menyerahkan batu sulang ketika acara

pesta Sulang-sulang Pahompu adalah

anak dari keluarga yang melaksanakan

upacara adat tersebut. Biasanya anak

(42)

Sulangbiasanya tergantung kesepakatan

antara kedua belah pihak yaitu antara

Hasuhuton Parboru dan juga Hasuhuton Paranak, namun pada upacara Sulang-sulang Pahompu jumlah Batu Sulang

tersebut disesuaikan dengan kemampuan

dari Hasuhuton Paranak. Pada saat sekarang

ini Batu Sulang/mahar yang digunakan

sudah dalam bentuk uang, akan tetapi pada

zaman dahulu batu sulang/mahar yang

digukan adalah dalam bentuk

hewan(kerbau,lembu), tanah, perhiasan dll.

mempersunting seorang istri

haruslah memberikan sesuatu

sebagai ganti rugi dalam bentuk

materi seperti tanah, hewan,

perhiasan dan juga dalam bentuk

uang. Fungsi pemberian tersebut

adalah karena istri tersebut sudah

menjadi bagian dari keluarga

pihak Hasuhuton Paranak dan

juga nantinya istri tersebut

mampu membina rumah tangga

mereka.

Batu Sulang/mahar tersebut kepada oppung borunya. Adapun makna dari

pemberian tersebut adalah karena

kehadiran anak dalam keluarga tersebut,

karena anak merupakan simbol

Hagabeon dalam kehidupan etnik Batak Toba. Makna hagabeon adalah

bahwasanya keluarga tersebut sudah

mempunyai keturunan sebagai generasi

(43)

4.2.5 Tintin Marangkup

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Tintin Marangkup Tintin marangkup adalah

pemberian dari Hasuhuton

Parboru kepada Tulang dari Hasuhuton paranak. Tintin

Dalam etnik Batak Toba pemberian

Tintin marangkup berfungsi untuk Parsituak Natonggi dari pada tulang

dari Hasuhuton Paranak.Secara

harafiah pengertian Parsituak

Natonggi yaitu Parsituak artinya

untuk membeli Tuak (minuman khas

tradisional Batak) dan Natonggi

artinya yang bagus, jadi pengertian

Parsituak Natonggi ialah untuk

membeli Tuak Tulang dari

Makna pemberian Tintin Marangkup adalah sebagai

simbol wujud terima kasih kepada tulang dari pihak

Hasuhuton Paranak, dan juga sebagai bentuk jalinan

hubungan tali persaudaraan antara pihak Hasuhuton

parboru dengan tulang pihak hasuhuton paranak. Karena

dengan dengan adanya penyelenggaraan upacara

Sulang-sulang Pahompu tersebut status tulang Hasuhuton Paranak dengan Hasuhuton Parboru sudah tergolong

pada kelompok Hula-hula dari Hasuhuton Paranak.

Disamping keterangan di atas makna pemberian

(44)

marangkup tersebut dalam

bentuk uang yang diambil dari

Batu Sulang.

Hasuhuton Paranak setelah pulang

dari acara pesta tersebut. Disamping

untuk Parsituak Natonggi,

pemberian Tintin Marangkup juga

berfungsi untuk menyenangkan hati

rombongan Tulang dari Hasuhuton

Paranak, karena jika pihak Tulang

dari Hasuhuton Paranak menerima

Tintin Marangkup, berarti hal

tersebut menandakan Batu sulang

sudah sampai kepada tulang

Hasuhuton Paranak, karena sudah

menjadi hak Tulang untuk menerima

tintin marangkup.

Paranakadalah simbol permohonan Hasuhuton Parboru

supaya istri dari pelaksana upacara Sulang-sulang

Pahompu dianggap sebagai putri kandungnya walaupun

si istri tersebut bukan putri kandung oleh Tulang dari

Hasuhuton Paranak. Karena pada dasarnya etnik Batak Toba anak laki-laki dalam suatu keluarga diharapkan

untuk menikahi putri pamannya atau Marboru ni Tulang.

Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman sampai

sekarang ini, hal tersebut sudah mulai berangsung-angsur

pudar, hanya beberapa kelompok masyarakat yang

berkeinginan untuk menjodohkan anak laki-lakinya

(45)

4.2.6Ulos pansamot

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar : Ulos Pansamot

Ulos passamot merupakan ulos yang diberikan pihak hasuhuton parboru kepada orang tua

dari yang melaksanakan upacara Sulang-sulang

Pahompu, jika orang tua dari piak hasuhuton

Fungsi pemberian Ulos

Pansamot tersebut adalah supaya kelak

nanti penerima ulos Pansamot tersebut

menjadi orang tua yang baik bagi istri

yang melaksanakan apacara

Sulang-sulang Pahompu, segala kekurangan

istri supaya mohon dimaklumi, dan

penerima Ulos Pansamotmampu

membing-bing menantunya dengan

baik. Dengan demikian penerima Ulos

Pansamot tersebut akan ikut serta

Makna dari pemberian Ulos

Pansamot adalah sebagaitanda jalinan hubungan keluarga yang

harmonis antara orang tua istri

dengan orang tua suami. Dimana

dalam keluarga Hasuhuton

Paranak dan Parboru sudah terjalin hubungan keluarga, karena

telah dilaksanakan pengukuhan

pernikahan anaknya tersebut atau

(46)

paranak tidak ada lagi maka yang menerima ulos pansamot adalah amangtua dan juga inangtuanya

sendiri.

Jenis Ulos yang digunakan untuk Ulos

Passamot adalah Ulos Ragidup. Pada kalangan

masyarakat etnik Batak Toba Ulos Ragidup

merupakan ulos yang memiliki nilai yang sangat

tinggi dibandingkan dengan jenis Ulos lainnya.

Karena Ulos Ragidup melambangkan kehidupan

yang makmur. Ulos Ragidup memiliki 3 gorga yang

menjadi ciri khas dari ulos tersebut, dan 3 gorga

tersebut mengandung makna kehidupan etnik Batak

Toba yaitu :

dalam membina hubungan rumah

tangga anaknya dan

mempertanggungjawapkan rumah

tangga tersebut.

Pemberian Ulos Pansamot juga

merupakan sebagai simbol harapan

Hasuhuton Parboru, supaya

penerima Ulos Pansamot tersebut

kedepannya memiliki kehidupan

yang semakin membaik seperti

makna yang terkandung pada ulos

Ragidup.Ulos pansamot secara simbolik diberikan oleh orang tua

(47)

1. Anting-anting yaitu simbol

Hamoraon/kekayaan.

2. Sigumang yaitu simbol kemakmuran.

3. Batu ni ansimun ( biji timun ) yaitu

(48)

4.2.7 Ulos Hela/mandar Hela

BENTUK SIMBOL FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Hela/manda hela.

Ulos Hela merupakan Ulos

yang diberikan Hasuhuton Paranak

kepada pasangan keluarga(suami

dan istri) yang melaksanakan

Fungsi pemberian Ulos Hela adalah

untuk memberkati hubungan suami dan

istri, sedangkan fungsi pemberian

Mandar Hela adalah supaya sisuami rajin

datang Marhobas/melayani jika pihak

Hasuhuton Parboru mengadakan pesta

dikemudian hari. Karena setelah

hubungan keluarga telah sah secara adat

maka keluar suami telah menjadi

keluarga Hasuhuton Parboru nantinya

yaitu sebagai Boru karena sudah

Makna dari Ulos Hela dan mandar Hela

adalah Ulos untuk Hela yang diberikan

Hasuhuton Parboru, pemberian Ulos tersebut

adalah wujud rasa kebanggan Hasuhuton

Parboru karena Hasuhuton Paranak sudah

melaksanakan upacara Sulang-sulang

Pahompu tersebut. Tujuan pemberian Ulos Hela juga merupakan sebagai tanda restu atas

hubungan rumah tangga yang telah lama

dijalani oleh keluar tersebut dan juga sebagai

(49)

Upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut. Jenis Ulos yang digunakan

untuk Ulos Hela adalah Ulos Ragi

Hotang, dan pemberian Ulos Hela

biasanya selalu bersamaan dengan

Mandar Hela(sarung). Pada

umumnya yang memberikan Ulos

Hela tersebut adalah orang tua dari

istri atau pihak Hasuhuton Parboru.

memperistrikan anak perempuan dari

Hasuhuton Parboru. Jika suatu saat

sisuami menjadi Parhobas/boru pada

pesta Hasuhuton Parboru, maka Marda

Hela tersebut harus dipakai dengan

diikatkan pada pinggang. Makna Mandar

tersebut ialah bahwasanya mandar

tersebut menandakan bahwa dia adalah

sebagai Boru dan juga Mandar/sarung

tersebut sebagai simbol kesopan santunan

pada suatu acara.

Sulang-sulang Pahompu tersebut. Dalam

adat-istiadat etnik Batak Toba jika seseorang

telah menerima Ulos Hela dan Mandar Hela,

maka hal tersebut menandakan bahwa

penerima Ulos Hela dan Mandar Hela

tersebut sudah sah menjadi menantu dari

(50)

4.2.8 Ulos Pahompu

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Pahompu

Ulos Pahompu adalah ulos yang

diberikan oleh Hasuhuton Parboru kepada

cucunya yaitu anak dari yang

Fungsi pemberian Ulos Pahompu

adalah supaya semua hula-hula

(Hasuhuton Parboru, Tulang, Bona

tulang, dll) mendoakan atau memberkati cucu-cucunya. Karena

dalam etnik Batak Tobakehadiran

anak/keturunan dalam suatu keluarga

yang belum melaksanakan upacara

Sulang-sulang Pahompuadalah suatu

kebahagian yang di inginkan, karena

dengan kehadiran anak tersebutlah

Pemberian Ulos Pahompu adalah

bentuk rasa syukur atau rasa

kebahagiaan Hasuhuton Parboru karena

sudah memiliki cucu/Pahompu. Makna

pemberian Ulos Pahompu ini juga

sebagai bentuk harapan dari Hasuhuton

Parboru, supaya nantinya cucu-cucunya

bisa menjadi orang yang berhasil dan

bisa membanggakan orang tua.

Masyarakat etnik Batak Toba akan

(51)

melaksanakan upacara adat tersebut. Pada

umumnya Ulos yang yang sering digunakan untuk Ulos Pahompu adalah

Ulos Bintangmaratur, pada acara pesta Sulang-sulang Pahompu semua cucunya

akan di Ulosi oleh hula-hula. Makna Ulos

Bintang Maratur adalah simbol sifat

manusia yang baik, sifat manusia yang bisa

diatur dan juga sifat manusia yang mampu

mengatur adik-adiknya.

mereka bisa bisa melaksanakan upacara

Sulang-sulang Pahompu nantinya. Disamping hal tersebut pemberian Ulos

Pahompu juga berfungsi untuk supaya Hula-hula mengenali cucu-cucunya yang telah disematkan Ulos tersebut.

cucu yang menjadi generasi penerus

(52)

4.2.9 Ulos Paramangtuan

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Paramangtuaan

Pada upacara Sulang-sulang Pahompu

biasanya dilaksanakan pemberian Ulos

Parangmangtuaan, pihak Hasuhuton

Fungsi pemberian Ulos Paramangtuaan

adalah untuk memberkati amangtua dari

pihak Hasuhuton Paranak, dan juga secara

tidak langsung Hasuhuton Parboru

memberikan tanggungjawap untuk ikut serta

nantinya dalam menjaga hubungan rumah

tangga dari keluarga yang melaksanakan

upacara adat tersebut. Karena kelak nantinya

jika keluarga tersebut mengalami

pertengkaran dalam rumah tangga tersebut

maka yang menerima Ulos Parangmangtuan

Pemberian ulos parangmangtuan

adalah sebagai simbol untuk

menandakan bahwasanya pihak

Hasuhuton Paranak memiliki

amangtua/inangtua, disamping itu

juga pemberian Ulos

Parangmangtuan simbol Pasu-pasu

untuk amangtua dari Hasuhuton

Paranak.Makna pemberian Ulos Paramangtuaan juga merupakan

(53)

Parboru memberika Ulos kepada Amangtua dan Inangtua dari keluarga

yang melaksanakan pesta

Sulang-sulangPahompu atau abang/kakak dari

orang tua yang melaksanakan upacara

adat tersebut.

tersebut bertanggungjawap untuk

mendamaikan keluarga tersebut. Dalam

adat-istiadat Batak Toba peran amangtua adalah

sebagai Pamarai atau sebagai penengah

dalam suatu keluarga jika mengalami

pertengkaran.

Hasuhuton Parboru

kepada keluarga pihak Hasuhuton

(54)

4.2.10Ulos Paramangudaan

BENTUK FUNGSI MAKNA

Gambar: Ulos Paramangudaan Ulos paramangudaan adalah Ulos

yang diberikan oleh pihak

Fungsi Ulos Paramangudaan adalah

sebagai simbol berkat atau kasih

sayang dari pihak Hasuhuton Parboru

kepada penerima ulos

paramangudaan tersebut. Fungsi

pemberian Ulos Parangmangudaan

juga adalah pemberian amanah secara

tidak langsung dari Hasuhuton

Parboru, supaya yang menerima Ulos

tersebut ikut serta nantinya untuk

Secara umum makna Ulos Paramangudaan sama

halnya dengan Ulos Paramangtuan yaitu sebagai

simbol berkat atau Pasu-pasu dari pihak

Hasuhuton Parboru. PemberianUlos

Paramangudaan juga merupakan sebagai bentuk

rasa kepedulian dan kasih sayang dari keluar

pihak Hula-hula. Dimana dalam kehidupan

rumahtangga dari keluarga pelaksana upacara

(55)

Hasuhuton Parboru kepada adik atau

bisa juga kepada uda/abang dari

yang melaksanakan upacara adat

tersebut. Penyampaian Ulos

Parangmangudaanjuga biasanya

dilakukan oleh amanguda dari pihak

keluarga istri.

mempertahankan keluarga yang telah

dijalani oleh pihak yang

melaksanakan pesta Sulang-sulang

Pahompu tersebut.

paramangudaan tersebut.

Amangudaadalah termasuk dalam bagian

kekerabatan etnik Batak Toba, posisi

Paramangudaan sudah termasuk kerabat dekat

dalam suatu keluarga. Maka peran amanguda

dalam suatu keluarga sangat penting karena

amanguda tersebut kerabat dekat keluarga

(56)

4.3 Bentuk, fungsi dan makna simbol penanda status sosial pada upacara Sulang-sulang Pahompu etnik Batak Toba

Dalam upacara Sulang-sulang Pahompu akan dihadiri oleh beberapa

kelompok keluarga tertentu yang dianggap memiliki peranan penting.

Pelaksanaan upacara Sulang-sulang Pahompu tersebut tidak lepas dari peran dari

tiap-tiap kelompok keluarga tersebut. Maka pada saat upacara adat tersebut

dilaksanakan kehadiran seluruh kelompok keluarga tersebut sangat diharapkan

demi kelangsungan upacara adat tersebut, karena jika salah satu kelompok

keluarga tersebut tidak dapat hadir, maka hal tersebut akan dianggap image

negatif bagi keluar pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu. Bahkan jika salah

satu kelompok keluarga yang dianggap sangat memiliki peranan penting tidak

bisa hadir seperti Tulang dan Hasuhuton Parboru, kemungkinan besar upacara

adat tersebut akan ditunda atau tidak bisa dilanjutkan.

Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini, ada 5 kelompok keluarga sebagai

penanda status sosial dalam upacara Sulang-sulang Pahompu. Adapun ke 5

penanda status sosial tersebut seperti Hula-hula( bona ni ari/parbonaan, bona

(57)

4.3.1 Hasuhuton Paranak

BENTUK FUNGSI MAKNA

Hasuhuton paranak atau dongan

merupakan seluruh keluarga

pelaksana upacara Sulang-sulang

Pahompu tersebut mulai dari kakek, amangtua, amanguda, dan

juga saudara semarga dengan

Hasuhuton paranak.

Hasuhuton paranak atau keluarga dekat atau

saudara semarga memiliki fungsi sebagai

pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu.

Pelaksanaan upacara tersebut akan

ditanggungjawapi oleh Hasuhuton Paranak

mulai dari awal sampai selesainya acara

tersebut. Seluruh anggota keluarga akan saling

mendukung dan dongan tubu tersebutlah

menjadi tempat untuk bermusyawarah sebelum

upacara Sulang-sulang Pahompu dilaksanakan.

Hasuhuton paranak atau dongan tubu

adalah saudara kandung dan juga

saudara yang semarga pelaksana

upacara Sulang-sulang Pahompu.

Makna dari dongan tubu adalah simbol

suatu kesatuan ikatan keluarga yang

memiliki hubungan darah dan juga

(58)

4.3.2 Hula-hula dari Hasuhuton Paranak

BENTUK SIMBOL FUNGSI MAKNA

Hula-hula adalah seluruh rombongan

keluarga istri dari setiap generasi

keluar pelaksana upacara

Sulang-sulang Pahompu tersebut, mulai dari

keluarga istri pelaksana upacara

Sulang-sulang Pahompu, keluarga istri

ayah, kakek/ompung pelaksana

upacara Sulang-sulang Pahompu

tersebut.

Dalam adat-istiadat etnik Batak Toba,

Hula-hula memiliki peranan yang sangat

penting, karena Hula-hula adalah status sosial

yang paling tinggi dalam sistem kekerabatan

etnik Batak Toba. Dalam upacara Sulang-sulang

Pahompu peran Hula-hula adalah sebagai

pemberi berkat, dan juga sebagai penasehat.

Seluruh proses pelaksanaan upacara

Sulang-sulang Pahompu atas persetujuan dari Hula-hula, dan pelaksanaan upacara tersebut juga

secara tidak langsung dibawah pengawasan dari

Dalam konteks upacara

Sulang-sulang Pahompu, Hula-hula merupakan

kelompok yang sangat dihormati.

Karena etnik Batak Toba Hula-hula

merupakan Debata nadi ida(Tuhan

yang dapat dilihat). Etnik Batak Toba

beranggapan bahwa jika Hula-hula

tidak ada maka Hasuhuton paranak

tidak ada, karena Hasuhuton paranak

dilahirkan oleh putri dari Hula-hula.

(59)

Hula-hula. Jika Hula-hula melihat yang kurang

baik dalam pelaksanaan upacara tersebut,

Hula-hula memiliki wewenang untuk memberikan

saran demi kebaikan jalannya prosesi upacara

Sulang-sulang Pahompu tersebut. Jika

Hasuhuton Paranak kurang memahami tentang

pelaksanaan upacara adat tersebut, maka

Hasuhuton Paranak akan meminta saran kepada Hula-hula.

itu sangat dihormati didalam kehidupan

(60)

Dalam etnik Batak Toba Hula-hula terdiri dari beberapa kelompok,

pembagian kelompok tersebut dibatasi berdasarkan stuktur keluarga. Setiap

kelompok Hula-hula tersebut secara umum memiliki peran yang sama, akan tetapi

setiap kelompok Hula-hula tersebut memiliki hak dan kedudukan yang berbeda.

Adapun pembagian kelompok Hula-huladari Hasuhuton paranakadalah

sebagai berikut:

1. Bona ni ari/parbonaan

Bona ni ari/parbonaan merupakan kelompok Hula-hula yang paling

tertinggi. Jika dilihat berdasarkan struktur keluarga posisi Bona ni ari

berada pada 4-5 generasi diatas pelaksana upacara Sulang-sulang

Pahompu. Walaupun secara struktur keluarga sudah sangat jauh, namun

keberadaan Bona ni ari/parbonaan tetap dianggap penting dalam upacara

Sulang-sulang Pahompu. 2. Bona tulang

Kelompok Hula-hula Bona tulang merupakan keluarga istri kakek/ompung pelaksana upacara Sulang-sulang Pahompu. Berdasarkan

struktur keluarga posisi Bona tulang berada pada 3 generasi diatas

Hasuhuton paranak. 3. Tulang

(61)

peran yang istimewa dibandingkan dengan Bona ni ari dan Bona tulang.

Hal tersebut didasari karena Tulang secara struktur keluarga sudah lebih

dekat dengan Hasuhuton paranak. Pada upacaraSulang-sulang Pahompu

mempunyai hak sebagai penerima Tin-tin marangkup, Tin-tin marangkup

(62)

Gambar

Gambar : Tudu-tudu Sipanganon
Gambar :Dengke Saur
Gambar : Batu sulang
Gambar : Tintin Marangkup
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat berbagai makna simbolik (tanda) pada “Parjambaron” Upacara Adat Kematian “Saur Matua” Batak Toba diantaranya

Semiotik adalah cabang ilmu yang berurusan dengan pengkajian tanda dan. segala sesuatu yang berhubungan dengan tanda, seperti sistem tanda

Universitas

Pada data 12 menjelaskan bahwa performansi yang di tunjukkan dalam upacara adat saur matua pada masyarakat Batak Toba pemberian ulos saput terakhir kepada yang

Dalam konteks upacara adat sulang-sulang pahompu Simalungun simbol adat ini memiliki makna agar pihak yang menerima dengke ini senantiasa sayur matua (panjang umur)

Salah satu jenis kearifan lokal yang terdapat pada upacara kelahiran anak pada etnik Batak Toba adalah kesetiakawanan sosial.Di daerah penelitian apabila ada salah satu

Dalam penelitian ini akan dijelaskan kalimat imperatif apa saja yang digunakan dalam upacara mangompoi jabu pada etnik Batak Toba beserta makna dan fungsinya..

Dari paparan di atas, penulis berfokus pada Mangompoi Jabu etnik Batak Toba, di mana dalam pelaksanaannya tersebut ada simbol yang belum diketahui secara