• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA."

Copied!
220
0
0

Teks penuh

(1)

PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Elisabeth Sri Widayanti NIM 13110244018

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)

ii

PERSETUJUAN

Skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH

JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” yang disusun oleh

Elisabeth Sri Widayanti, NIM 13110244018 ini telah disetujui oleh pembimbing

untuk diujikan.

Yogyakarta, 19 April 2017 Dosen Pembimbing,

(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya

sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang

ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan

mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.

Tandatangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah

asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode

berikutnya.

Yogyakarta, 19 April 2017 Yang menyatakan,

(4)

iv

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA” yang disusun oleh

Elisabeth Sri Widayanti, NIM 13110244018 ini telah dipertahankan di depan

Dewan Penguji pada tanggal 7 April 2017 dan dinyatakan lulus.

DEWAN PENGUJI

Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal

Lusila Andriani P., M.Hum. Ketua Penguji ……… ………

Ariefa Efianingrum, M.Si. Sekretaris Penguji ……… ………

Dr. Cepi Safruddin Abdul J., M.Pd. Penguji Utama ……… ………

Yogyakarta, ... Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta Dekan,

Dr. Haryanto, M.Pd

(5)

v MOTTO

Lakukanlah segala hal yang terbaik, tetapi jangan merasa jadi yang terbaik (Elisabeth Sri Widayanti)

Jadilah orang yang pintar, berjiwa pendekar, dan berhati baik (Albertus Ngadiman)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap puji syukur kepada Allah Bapa yang Maha Kasih, berkat

segala kasih-Nya yang berlimpah sehingga karya skripsi ini bisa terselesaikan,

maka karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta, Ayah Albertus Yohanes Ngadiman, Alm. Ibu

Anna Maria W., dan Mas Lukas Firmantoyo yang telah memberikan kasih

sayang, doa, dan dukungan yang tak pernah terputus untuk keberhasilan

puterimu ini.

2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta

3. Dosen Pembimbing Ibu Lusila Andriani, M.Hum. yang telah sabar

membimbing saya dalam mengerjakan skripsi ini, beserta seluruh dosen yang

telah mendidik saya selama kuliah di UNY.

4. Kepala Sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta beserta keluarga yayasan

SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang telah memberikan doa dan

dukungan terhadap penelitian ini.

5. Teman-teman Program Studi Kebijakan Pendidikan yang telah memberikan

dukungan dan tenaganya dalam membantu menyelesaikan skripsi ini.

6. UKM IKMK dan UKM PSM “SW” sebagai tempat saya mengolah bakat dan belajar organisasi di UNY.

7. Bagi masyarakat Indonesia, untuk mendukung kemajuan kualitas pendidikan

(7)

vii

PENDIDIKAN KEPEMIMPINAN DALAM SEKOLAH JESUIT DI SMA KOLESE DE BRITTO YOGYAKARTA

Oleh

Elisabeth Sri Widayanti NIM 13110244018

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Komponen-komponen pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta; (2) Proses Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta; (3) Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta; (4) Hasil penerapan pendidikan kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta pada bulan Januari 2017 sampai Maret 2017. Subjek penelitian ini yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Guru, Siswa, dan Alumni. Informan penelitian yaitu Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah (bidang kesiswaan, kurikulum, humas), siswa berprestasi, siswa yang aktif organisasi, alumni, guru pendidikan nilai. Teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian ini menggunakan teknik

analisis data model “Miles and Hubberman” yang terdiri dari reduksi data,

penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Komponen pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto terdiri dari tujuan pendidikan De Britto dalam visi misi menjadi kader pemimpin pengabdi, peran pendidik (Kepala Sekolah, pamong sekolah, guru, karyawan) menjadi teladan, memberikan materi, dan menjadi fasilitator pendidikan untuk siswa disertai lingkungan sebagai sarana prasarana; (2) Proses pendidikan kepemimpinan yaitu menginputkan value

kepemimpinan Ignasian melalui pengalaman, pembiasaan refleksi, dan aksi dalam setiap pendidikan akademik dan non akademik yang menekankan nilai 3C+1L dalam tiap jenjang kelas seperti live in,pendidikan nilai spiritualitas Ignasian, latihan kepemimpinan, ekstrakurikuler, presidium, pembinaan rohani, dan sebagainya; (3) Faktor pendukung pendidikan kepemimpinan di De Britto yaitu dukungan dari setiap elemen sekolah yang memahami visi sekolah dan ikut menghidupi dan melaksanakan setiap program kegiatan sekolah, dan faktor penghambat secara teknis seperti keluhan orangtua, kesulitan mencari tempat kegiatan, dan kurangnya keselarasan program sekolah dan dinas; (4) Hasil pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto yaitu perkembangan pola pikir untuk berbuat baik, keberanian mengemukakan pendapat, kebebasan yang bertanggungjawab, kepedulian dengan sesama, selalu refleksi diri, dan berjiwa pemimpin yang melayani.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Berkah Dalem,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus

yang telah memberikan berkat karunia dan kasih-Nya sehingga penulis mampu

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah

Jesuit di SMA Kolose De Britto Yogyakarta”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Kebijakan

Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.

Penulis menyadari, bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari

kerjasama, bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan

kepada saya untuk belajar di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan ijin dalam melakukan penelitian ini.

3. Ketua Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan yang telah memberikan

dorongan dan ijin dalam pembuatan skripsi ini.

4. Ibu L. Andriani Purwastuti., M.Hum., selaku pembimbing skripsi yang penuh

sabar membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyusun skripsi ini.

5. Ibu Ariefa Efianingrum selaku Pembimbing Akademik yang telah

(9)

ix

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Program

Studi Kebijakan Pendidikan, terimakasih atas bekal ilmu pengetahuan dan

bimbingan yang telah diberikan kepada penulis.

7. Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, karyawan, siswa, alumni, dan

segenap keluarga besar SMA Kolese De Britto Yogyakarta yang telah

memberikan ijin, bantuan, dan kerjasamanya untuk kelancaran skripsi ini.

8. Kedua orang tua saya Albertus Yohanes Ngadiman dan Alm. Anna Maria W.,

serta segenap keluarga besar saya, terimakasih atas doa, perhatian, cinta

kasih, semangat, motivasi, dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan

dengan penuh ketulusan.

9. Sahabat-sahabat seperjuangan Kebijakan pendidikan angkatan 2013,

terimakasih atas doa dan dorongannya untuk kelancaran skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu terimakasih telah

memberikan informasi, bantuan, dan kerjasamanya.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih

terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, masukan

dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan. Semoga

skripsi ini dapat memberikan manfaat dan dapat dijadikan bahan referensi bagi

penelitian selanjutnya.

Yogyakarta. 19 April 2017

Penulis

(10)

x DAFTAR ISI

hal

COVER ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 12

C. Batasan Masalah ... 14

D. Rumusan Masalah ... 14

E. Tujuan ... 14

F. Manfaat Penelitian ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka ... 17

1. Kebijakan tentang Pendidikan Kepemimpinan ... 17

a. Hakikat Kebijakan Pendidikan Kepemimpinan ... 17

b. Komponen – Komponen Pendidikan ... 19

c. Pendidikan Kepemimpinan ... 21

d. Keterkaitan Kebijakan Kepemimpinan dengan Kepemudaan ... 29

(11)

xi

a. Pendidikan Ignasian ... 35

b. Paradigma Pedagogi Ignasian ... 41

c. Kepemimpinan Jesuit ... 44

B. Penelitian yang Relevan ... .. 50

C. Kerangka Pikir ... 52

D. Pertanyaan Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 54

B. Setting Penelitian ... 55

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 55

D. Teknik Pengumpulan Data ... 56

E. Instrumen Penelitian ... 59

F. Teknik Analisis Data ... 62

G. Keabsahan Data... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 66

B. Hasil Penelitian ... 75

C. Pembahasan ... 105

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA ... 129

(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut John P. Kotter . 23

Tabel 2. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut Hughes, Ginet, dan Curphy ... 24

Tabel 3. Kisi-kisi Pedoman Observasi ... 60

Tabel 4. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ... 61

Tabel 5. Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi ... 62

Tabel 6. Data Siswa SMA Kolese De Britto ... 72

Tabel 7. Data Tenaga Pendidik SMA Kolese De Britto ... 72

Tabel 8. Data Program 3C+1L ... 86

Tabel 9. Program Antar Angkatan ... 86

Tabel 10. Komponen Nilai 3C+1L Kelas X ... 87

Tabel 11. Komponen Nilai 3C+1L Kelas XI ... 89

Tabel 12. Komponen Nilai 3C+1L Kelas XII ... 90

Tabel 13. Cabang Ekstrakurikuler ... 92

Tabel 14. Aktualisasi Program Rutin Pendidikan Kepemimpinan ... 92

Tabel 15. Syarat-syarat 3C+1L ... 101

Tabel 16. Rapor Nilai Kepemimpinan ... 102

Tabel 17. Komponen Pendidikan Kepemimpinan SMA Kolese De Britto ... 108

Tabel 18. Penerapan Program Pendidikan Kepemimpinan... 110

Tabel 19. Proses Pendidikan Kepemimpinan di SMA Kolese De Britto ... 112

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Bagan Keseimbangan Softskills dan Hardskills berdasarkan

Jenjang Pendidikan ... 3

Gambar 2. Bagan Pengembangan Kepemimpinan menurut Zaini ... 34

Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir Penelitian ... 52

Gambar 4. Proses Pengambilan Sampel Sumber Data ... 55

Gambar 5. Analisis Data Model “Miles and Hubberman” ... 64

Gambar 6. Struktur Organisasi SMA Kolese De Britto ... 74

Gambar 7. Kegiatan Interaksi Pendidik dan Siswa dalam Pelajaran ... 84

Gambar 8. Kegiatan Siswa untuk Berkarya Menyablon Kaos ... 91

Gambar 9. Kegiatan Orasi Siswa Sebagai Bekal Calon Presidium ... 96

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Pedoman Observasi ... 132

Lampiran 2. Pedoman Dokumentasi ... 133

Lampiran 3. Pedoman Wawancara ... 134

Lampiran 4. Catatan Lapangan ... 142

Lampiran 5. Transkrip Wawancara ... 154

Lampiran 6. Proses Reduksi Data ... 176

Lampiran 7. Analisis Data... 184

Lampiran 8. Jadwal Pelajaran ... 196

Lampiran 9. Foto-foto ... 197

(15)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu sektor kehidupan yang mempengaruhi

perkembangan bangsa. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses

pembentukan jiwa atau kepemimpinan pribadi siswa agar mampu berperan

positif di lingkungan. Hal ini telah diamanahkan melalui kebijakan dalam

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas). Dalam Undang-Undang Sisdiknas pasal 3 juga menjelaskan

bahwa Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa

menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

3b dnegara yang demokrasi serta bertanggungjawab (Republik Indonesia,

2003). Hal ini juga selaras dengan arah pendidikan dalam UU RI No.20

Tahun 2003, tentang Sisdiknas pasal 1 ayat 1 yaitu:

“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dalam hidupnya.”

Berdasarkan uraian tersebut dapat dijelaskan bahwa pendidikan bangsa

berupaya membentuk kepribadian dan jiwa kepemimpinan siswa sebagai

generasi bangsa Indonesia. Pembentukan kepribadian kepemimpinan dalam

lingkup pendidikan, terwujud dalam setiap program sekolah dalam

pembelajaran dan pendidikan karakter melalui ekstrakurikuler. Seperti yang

(16)

2

membahas pendidikan melalui jalur formal, nonformal, dan informal yang

harus saling melengkapi dan lebih membentuk karakter dan kepribadian

kepemimpinan siswa sebagai generasi bangsa Indonesia.

Dalam kurikulum 2013 dinyatakan bahwa untuk membentuk karakter

dan kepribadian siswa sebagai manusia yang seutuhnya. Kebijakan kurikulum

pendidikan ini bersumber dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum KTSP.

Berbagai kebijakan pendidikan tentang pendidikan kepemimpinan dalam

upaya pembentukan karakter kepribadian siswa selalu bersumber kebijakan

pendidikan sebelumnya. Kebijakan pendidikan pembentukan karakter di

Indonesia dari dulu sebenarnya sudah tertera dalam UU No.4 Tahun 1950 dan

UU No.12 Tahun 1954 (dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah), UU

No.2 Tahun 1989, dan UU No.20 Tahun 2003 yang mengatur tentang Sistem

Pendidikan Nasional. Dalam hal kepemimpinan, perlu pendidikan kepada

siswa sejak dini melalui pendidikan formal. Hal itu bertujuan agar siswa

mempunyai pedoman yang benar, agar bisa diterapkan di lingkungan

masyarakat.

Melihat situasi perkembangan jaman di negara Indonesia, pendidikan

kepemimpinan sangat dibutuhkan pada siswa usia remaja menuju dewasa.

Rita Eka (2013:122) berpendapat bahwa usia remaja menuju dewasa kira-kira

minimal usia 16 tahun, dan usia itu setara jenjang pendidikan SMA. Usia

siswa di jenjang SMA merupakan usia dimana siswa sedang mencari identitas

diri, bermasalah, dan mencoba hal baru. Rita Eka (2013:132) berpendapat

(17)

3

sebagai berikut; lekas marah, balas dendam, suka menyendiri, gelisah, cemas,

sentimen, emosi, memberontak, agresi yaitu melalui serangan fisik ataupun

kata-kata kasar. Berdasarkan data dari Marzano (1985), dan Brumer (1960)

tentang keseimbangan sikap, keterampilan, dan pengetahuan untuk mendidik

softskills dan hardskills yaitu sebagai berikut:

PT

SMA/SMK

SMP

SD

Knowledge Skill Attitude

Gambar1. Bagan Keseimbangan Softskills dan Hardskills Berdasarkan Jenjang Pendidikan

Berdasarkan gambar di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi

jenjang sekolah formal, maka tingkat attitude siswa semakin berkurang. Hal

tersebut dikarenakan faktor pergaulan yang mempengaruhi perkembangan

kepribadian dan karakter. Pada realita pendidikan sekolah tingkat menengah

(SMA/SMK), banyak terjadi permasalahan karakter kepribadian siswa. Jika

di tinjau dari pemberian pendidikan dari pemerintah dan sekolah tentang

pendidikan karakter memang sudah terlaksana. Pendidikan di Indonesia

sampai sekarang berupaya mengembangkan potensi kecerdasan siswa dalam

pendidikan formal, namun output siswa justru berkurang dalam hal perilaku

dan kepribadian. Hal itu disebabkan para siswa juga kurang dalam hal

(18)

4

mendasar yaitu banyak masyarakat memahami kepemimpinan sebagai

manajer, dimana menjadi pemimpin itu menduduki kursi jabatan, tidak sudi

turun ke bawah dan mengerjakan sesuatu yang akan merendahkan jabatannya.

Padahal sangat jelas perbedaan antara kepemimpinan sebagai manajer dan

leader. Kepemimpinan juga merupakan upaya nilai 18 karakter yang

diungkapkan dalam Sisdiknas.

Dalam dunia pendidikan seorang guru juga berperan sebagai seorang

pemimpin untuk para siswanya. Permasalahan kepemimpinan pada siswa

lebih terlihat pada kurangnya karakter kepribadian siswa. Permasalahan

degradasi moral karakter siswa pada tahun 2016 bisa terlihat sebagai berikut;

1. Pada berita di KR Jogja (14/12/2016) terjadi tindak kekerasan antar

pelajar SMA. Berdasarkan data dari Kapolda DIY, Brigjen Pol Prasta

Wahyu Hidayat (Harian Jogja/06/09/2016), terdapat beberapa jumlah

geng pelajar yang bermunculan di sekolah tingkat menengah (SMP dan

SMA).

2. Dalam koran Tribunjogja.com, (12/06/2016) Terdapat 28 pemuda

diamankan Polsek karena membawa senjata tajam dan hendak tawuran.

Pemuda tersebut berencana membalas lawan yang telah membacok

temannya.

3. Dalam koran Tempo (Jumat,16/12/2016) Adanya geng sekolah yang

mulai marak, sehingga kota Yogyakarta menjadi darurat “klithih”.

(19)

5

SMP Kota Yogyakarta, yang telah mengalami trauma kekerasan senjata

tajam di jalan.

Berdasarkan realita kriminal yang ada memperlihatkan bahwa pelaku

adalah mayoritas siswa SMA. Hal ini jelas menjadikan sebuah keprihatinan

dalam pendidikan. Berdasarkan berita yang memprihatinkan mengenai

kerusakan moral siswa dengan perilaku kriminal memang butuh tindak lanjut

dari pihak berwenang. Kepala Disdikpora DIY, Kadarmanta Baskara Aji

memberi kebijakan agar pelajar yang diduga sebagai pelaku klithih bisa

dikeluarkan dari sekolah (Tribun Jogja, Senin, 19/09/2016). Kebijakan

dilakukan melalui pemberlakuan akumulasi poin pelanggaran dan drop out

kepada siswanya. Namun melihat realita yang ada justru pelaku kekerasan

yang terlibat pelaku sebagai pelajar semakin banyak, tentu menjadi

kebingungan dari berbagai elemen. Para siswa seolah tidak jera dengan

adanya peraturan dan sanksi yang berlaku di sekolah. Para siswa yang banyak

melakukan tindak kekerasan (kriminal) mayoritas berada di tingkat SMA.

Para siswa usia SMA banyak yang sedang berusaha mengaktualisasikan

keberanian diri dengan mengikuti gerombolan geng. Dengan mengikuti geng

dan tawuran, seolah siswa sudah merasa unggul dan diakui keberadaannya.

Usia SMA menjadi masa dimana siswa sedang mencari hal baru dan mencari

jati diri. Hal ini menjadi keprihatinan, bahwa terjadi kesalahpahaman

aktualisasi jati diri pada siswa. Hal ini juga disebabkan karena kurangnya

pemahaman siswa tentang jati diri dan karakter yang baik. Tentu siswa yang

(20)

6

Untuk beberapa tahun ini, Dinas Pendidikan sedang menggiatkan

pendidikan karakter melalui kurikulum 2013. Namun realita yang ada

karakter siswa sangat memprihatinkan, terutama dikalangan SMA/SMK yang

dapat dikatakan usia proses menginjak dewasa. Hal ini membuktikan secara

tidak langsung adanya kebijakan pendidikan pembentukan karakter siswa di

negara Indonesia masih jauh dari harapan. Output siswa dengan kepribadian

yang tidak sesuai harapan kebijakan kurikulum cenderung masih banyak. Hal

itu bisa terlihat berdasar berita dengan adanya kenakalan remaja tingkat

sekolah menengah atas tergolong tinggi. Berdasarkan realita permasalahan

yang menimpa generasi bangsa khususnya pemuda, tentu butuh solusi dalam

kebijakan pendidikan. Banyak warga negara Indonesia yang belum paham

arti kepemimpinan yang sebenarnya, hal itu juga terlihat dalam sektor

birokrasi yaitu adanya perpecahan di setiap pemilihan calon pemimpin. Di

lingkup masyarakat, masih banyak keprihatinan dan krisis dalam sifat

kepemimpinan. Seperti dalam berita di Harian Jakarta Post, 18 Februari 2005

tentang protes di kota Solo yang berbunyi “Mencari pemimpin yang

melayani” (Subarto Zaini, 2011:243). Banyaknya masyarakat yang mudah

terpancing amarah, anarkis, dan menyerobot hak oranglain yang dominan

muncul dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Seperti dalam hal bisnis pun,

masih banyak perebutan kekuasaan untuk menjadi pemimpin. Dari berbagai

keprihatinan terkait kepemimpinan, negara Indonesia sedang butuh pemimpin

yang mau berkorban, peduli dengan oranglain, dan bersifat melayani. Namun

(21)

7

menimbulkan permasalahan dan perlawanan antar golongan. Konflik yang

ada juga melibatkan orang-orang yang berpendidikan tinggi, dan terlihat

bahwa pendidikan kepemimpinan di Indonesia kurang maksimal dan

berdampak pada karakter bangsa yang jauh dari harapan. Edy Suandi (2013)

mengungkapkan bahwa masyarakat Indonesia tentu butuh sosok pemimpin

yang menjadi teladan, namun dalam fenomena dan realita yang terjadi justru

masyarakat Indonesia melihat berita tentang pemimpin yang terlilit berbagai

kasus seperti korupsi, dan kejahatan lainnya. Dalam pendidikan, berbagai

sekolah sudah mengupayakan pendidikan pembentukan kepribadian namun

moral siswa masih jauh dari harapan (http://Edysuani.staff.uii.ac.id).

Untuk menanggapi solusi permasalahan yang menimpa generasi bangsa

khususnya dalam ranah pemuda, tentu butuh pendidikan pembentukan

kepribadian. Dikatakan oleh dosen fakultas hukum Universitas Widya

Mataram, Teguh Imam Sationo, SH, M.Sc dalam pembinaan pemuda pada 8

Desember 2016 di Balai Kota Yogyakarta. Beliau mengatakan pemuda

seharusnya berperan dan dapat diandalkan sebagai agen perubahan, kontrol

sosial, dan moral. Kepemudaan juga terkait dengan berbagai hal yang

berkaitan dengan kepribadian, potensi, tanggungjawab, kepemimpinan, hak,

aktualisasi diri, dan cita-cita pemuda. Hal ini menjelaskan bahwa sangat

dibutuhkan pendidikan khusus pemuda agar membuka wawasan dan bisa

melakukan perubahan dalam membangun generasi bangsa. Hal berikut juga

(22)

8

Pendidikan dan Kebudayaan yaitu nilai tanggungjawab yang bersifat

kepemimpinan.

Berdasarkan UUD Pasal 27 ayat 3 yang mengatakan bahwa “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam bela negara”, tentunya mengutamakan pemuda untuk mengaktualisasikan diri dalam memperbaiki

kualitas bangsa. Berdasarkan UU No.40 Tahun 2009, pemuda sebagai warga

negara Indonesia yang memasuki pertumbuhan dan perkembangan usia 16-30

tahun. Berdasarkan BPS tahun 2009, pemuda Indonesia berusia 16-30 tahun,

dan kurang lebih berjumlah 62.985.401 jiwa (27%) dari jumlah penduduk

Indonesia. Berdasarkan data tentang kondisi umum pemuda Indonesia

sekarang ini, bahwa indeks pembangunan Indonesia masih rendah dibanding

negara tetangga di kawasan negara ASEAN. Indonesia berada di peringkat

108 di dunia. Bahkan Angka Patisipasi Kasar (APK) pendidikan kurang dari

20%. Banyak pemuda Indonesia yang berpendidikan hanya berpendidikan

akhir ditingkat SMA ke bawah. Jumlah pemuda yang menganggur di

Indonesia kurang lebih berjumlah 12 juta jiwa (17%). Melihat realita

permasalahan pemuda Indonesia yang ada, potensi pemuda yang ada hanya

mencapai 29,5% dari total penduduk. Harapan pemuda yang seharusnya

menjadi pelaku perubahan bangsa, tentu butuh pemikiran dan solusi yang

banyak. Pemuda sebagai generasi bangsa yang perlu digali potensinya agar

berkembang. Kepemimpinan tidak hanya diartikan sebagai pemimpin dalam

(23)

9

berpikir dan berperilaku seseorang. Karakter kepemimpinan pemuda sebagai

salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan identitas pribadi manusia.

Pada dasarnya kepemimpinan itu dapat diperoleh melalui pendidikan,

yaitu pendidikan bagaimana cara menjadi seorang pemimpin. Di sekolah,

siswa dapat dididik dengan prinsip kepemimpin yang membantu siswa

bertanggungjawab atas kehidupan mereka, bekerja dengan orang lain secara

secara efektif, dan melakukan hal yang benar meskipun tak seorang pun

memperhatikan (Corvey,2009:14). Pendidikan kepemimpinan perlu di

internalisasikan kepada anak sejak dini dari pendidik yang bisa menjadi

teladan kepemimpinan. Sebagai generasi bangsa, khususnya pemuda bisa

diberikan pendidikan sejak sekolah menengah (SMA/SMK). Dalam upaya

untuk mendidik karakter pribadi generasi bangsa, maka penerapan kebijakan

pendidikan kepemimpinan perlu lebih ditekankan dan dikembangkan. Di

negara Indonesia khususnya kota Yogyakarta, pendidikan kepemimpinan ini

sudah diterapkan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta sejak tahun 1948.

SMA Kolose De Britto Yogyakarta mempunyai visi dalam membentuk

karakter kepemimpinan pemuda bangsa yang beradab. Sebagai lembaga

pendidikan salah satu sekolah Jesuit, SMA Kolese De Britto Yogyakarta turut

membentuk kepribadian siswa dalam memperbaiki kualitas bangsa Indonesia

dalam bentuk pendidikan kepemimpinan. Di Indonesia terdapat tiga sekolah

kolese yang merupakan rintisan dari tokoh bernama Santo Ignatius Loyola

yang menekankan pendidikan Ignasian. Kolese merupakan lembaga

(24)

10

pemuda agar memiliki kecakapan intelektual dan siap menjadi pemimpin di

berbagai hal. Daftar sekolah kolese di Indonesia khususnya di Jawa yang

dikelola Jesuit yaitu SMA Kolese Loyola (Semarang), Kolese Kanisius

(Jakarta), dan SMA Kolese De Britto (Yogyakarta). SMA Kolese De Britto

Yogyakarta merupakan sekolah kolese yang menekankan nilai pendidikan

kepemimpinan dalam kebijakan sekolah. Pendidikan kepemimpinan di

sekolah ini secara khusus hanya ada di sekolah kolese yang dikelola Jesuit.

SMA Kolese De Britto Yogyakarta sebagai sekolah dengan pedoman

prinsip yang berbeda dari sekolah negeri pada umumnya, dengan menerapkan

kurikulum KTSP 2006. SMA Kolese De Britto Yogyakarta berperan

membentuk karakter kepribadian dengan pendidikan kepemimpinan. Sekolah

SMA Kolese De Britto Yogyakarta mempunyai motto sebagai roadmap yaitu

center for leardership learning”, yang berarti “pusat untuk pendidikan kepemimpinan”. Hal ini membuktikan bahwa banyak pendidikan yang

mengutamakan dan membentuk pribadi kepemimpinan siswa. Penerapan

pendidikan ini dengan harapan mampu memperbaiki kualitas siswa sebagai

generasi calon pemimpin bangsa. Hasil pendidikan yang tercermin dalam

pribadi siswa melalui pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto

Yogyakarta dapat dilihat dari beberapa tokoh di Indonesia, antara lain Y.B.

Margantoro (Pemimpin Redaksi Harian Bernas Yogyakarta), Susilo Nugroho

“Den Baguse Ngarso” (Seniman), Herry “Gendut” Janarto (Penulis cerpen „Sang Presiden‟), serta masih banyak alumni lainnya yang tentu memiliki ciri

(25)

11

pendidikan kepemimpinan Ignasian yang ada di sekolah yang dikelola Jesuit

ini. SMA Kolese De Britto Yogyakarta mempunyai komunitas yang

mewadahi alumni diseluruh dunia, untuk tetap menjalin komunikasi antar

generasi dalam berkarya. Komunitas ini sebagai organisasi, yang merupakan

bentuk hasil kepemimpinan yang diterapkan secara konsisten oleh siswa dan

alumni SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

Para siswa yang bersekolah di SMA Kolese De Britto Yogyakarta ini

merupakan siswa pilihan hasil seleksi yang terdiri dari seleksi kompetensi,

fisik, dan wawancara. Siswa yang bersekolah di SMA Kolese De Britto

mayoritas dari kalangan sosial menengah ke atas, namun tetap ada beasiswa

untuk yang membutuhkan. SMA Kolese De Britto Yogyakarta menganut

pendidikan homogen, yaitu dalam arti semua siswa yang bersekolah adalah

putra. Siswa homogen ini menjadi cirikhas suasana dan hasil pendidikan

kepemimpinan di SMA Kolese De Britto. Homogen di sekolah ini semua

siswa adalah laki-laki. Berdasarkan wawancara dengan alumni Sekolah SMA

Kolese De Britto Yogyakarta, bahwa dengan semua siswa laki-laki membuat

siswa lebih percaya diri. Melihat observasi hal tersebut juga terdapat persepsi

masyarakat bahwa terdapat kejadian bullying antarsiswa dan pendidikan yang

terlalu bebas. Masyarakat menilai dengan penampilan bebas berambut

panjang siswa dinilai kurang sopan santun dan berkarakter tidak baik. Dalam

ranah kebijakan pendidikan, Sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta

menerapkan kurikulum KTSP, ditengah maraknya upaya penerapan

(26)

12

ini lebih berlandaskan pada yayasan dan kebijakan pendidikan Ignasian. SMA

ini memang selalu mempunyai kebijakan sendiri sebagai hasil kebijakan

otonomi dan desentralisasi pendidikan (Student Handbook JB 2013-2014).

Pendidikan kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta ini

diharapkan bisa menjadi solusi dalam kebijakan pendidikan Indonesia pada

umumnya, dan pemberdayaan pemuda Indonesia pada khususnya. Sekolah

SMA Kolese De Britto Yogyakarta perlu diteliti dan digali lebih dalam

tentang pendidikan kepemimpinan sebagai sekolah Jesuit yang di rintis oleh

rohaniwan bernama Ignatius Loyola. Sekolah ini perlu di jadikan tempat

penelitian agar di ketahui landasan pendidikan, implementasi, dan dampak

sebagai hasil pendidikan kepemimpinan yang sudah diterapkan untuk

membentuk generasi bangsa sebagai pemimpin yang berkualitas.

Peneliti berharap dengan hasil penelitian ini bisa menjadi informasi dan

rekomendasi untuk kebijakan dalam rangka memperbaiki kualitas bangsa

Indonesia. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan penelitian di sekolah ini

dengan judul “Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah Jesuit di SMA

Kolese De Britto Yogyakarta”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka indentifikasi permasalahan

sebagai berikut:

1. Konflik yang ada selalu melibatkan orang-orang yang berpendidikan

(27)

13

maksimal dan berdampak pada karakter bangsa yang jauh dari harapan.

Banyaknya masyarakat yang mudah terpancing amarah, anarkis, dan

menyerobot hak oranglain yang dominan muncul dalam kehidupan

masyarakat Indonesia.

2. Berdasarkan data Polda DIY tentang realitas kekerasan pelajar SMA di

kota Yoyakarta, menjelaskan bahwa di kota Yogyakarta terdapat geng

pelajar yang masih eksis berjumlah kurang lebih 79 geng pelajar.

Berdasarkan data di atas bisa disimpulkan bahwa pernasalahan pelajar

juga dikarenakan siswa kurang mampu memimpin diri sendiri.

3. Dinas Pendidikan sedang menggiatkan pendidikan karakter melalui

kurikulum 2013. Hal yang menjadi keprihatinan bangsa Indonesia, yaitu

para generasi bangsa banyak yang mengalami permasalahan karakter

kepribadian.

4. Masyarakat Indonesia butuh sosok pemimpin yang menjadi teladan,

namun dalam fenomena dan realita yang terjadi justru masyarakat

Indonesia melihat berita tentang pemimpin yang terlilit berbagai kasus

seperti korupsi, dan kejahatan lainnya. Dalam hal pemilihan pemimpin di

Indonesia juga selalu menimbulkan permasalahan dan perlawanan antar

golongan.

5. Terdapat persepsi masyarakat bahwa ada kejadian bullying antarsiswa

dan pendidikan yang terlalu bebas di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

Masyarakat menilai dengan penampilan bebas berambut panjang siswa

(28)

14 C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diidentifikasi

di atas, dikarenakan adanya keterbatasan waktu, teori, dan dana maka tidak

semua permasalahan diteliti. Melihat luasnya permasalahan terkait

kepemimpinan dalam pribadi generasi muda yang melekat pada pribadi, perlu

difokuskan dalam akar permasalahannya. Akar permasalahan ini yaitu

kurangnya penanaman nilai kepemimpinan dalam membentuk karakter

generasi muda Indonesia. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dibatasi dan

difokuskan pada Pelaksanaan Pendidikan Kepemimpinan dalam Sekolah

Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka

rumusan masalah dari penelitian ini adalah;

1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit

di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?

2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendidikan

kepemimpinan di SMA Kolese De Britto Yogyakarta?

E. Tujuan

Berdasarkan pokok permasalahan yang diangkat dan dengan mengacu

(29)

15

penelitian ini untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan kepemimpinan

dalam sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini di harapkan mempunyai manfaat secara praktis maupun

teoretis, yaitu:

1. Manfaat Teoretis

a. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi ilmiah dan

wacana yang berkaitan dengan kebijakan pendidikan kepemimpinan

serta implementasinya.

b. Dengan adanya penelitian ini bisa memperkaya pengetahuan dan

mengubah pola pikir masyarakat mengenai kepemimpinan dalam

sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta.

c. Membuka wawasan masyarakat khususnya orangtua untuk

memperhatikan dan menjadikan rujukan pilihan untuk menyekolahkan

anaknya di sekolah Jesuit ini, karena memiliki ciri khas yang bisa

diunggulkan dalam pembentukan pribadi kepemimpinan dibandingkan

dengan sekolah reguler lainnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

sekolah terutama Pamong Sekolah, Kepala Sekolah, Kurikulum, Guru,

(30)

16

agar bisa mengembangkan kebijakan dan program tentang pendidikan

kepemimpinan agar lebih meningkatkan potensi siswa agar berprestasi

di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini bisa memberikan pengalaman berharga dalam

menganalisis penerapan pendidikan kepemimpinan dalam sekolah

Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta. Penelitian ini juga

meneguhkan peneliti bahwa pendidikan kepimimpinan memang butuh

dianalisis agar bisa bermanfaat bagi pembuat kebijakan pendidikan

untuk sekolah di Indonesia.

c. Bagi Dinas Pendidikan

Hasil penelitian dengan judul Pendidikan Kepemimpinan dalam

Sekolah Jesuit di SMA Kolese De Britto Yogyakarta memberikan

informasi tentang penerapan kebijakan, kurikulum, dan program

sekolah untuk Dinas Pendidikan. Informasi ini bisa menjadi gambaran

dan masukan rekomendasi kebijakan bagi pihak Dinas Pendidikan agar

diterapkan di sekolah reguler lainnya dalam upaya memperbaiki

(31)

17 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Kebijakan tentang Pendidikan Kepemimpinan a. Hakikat Kebijakan Pendidikan Kepemimpinan

Pendidikan kepemimpinan tentu berdasar pada sebuah

kebijakan. Pendidikan kepemimpinan dalam sekolah Jesuit di SMA

Kolese De Britto Yogyakarta telah dilakukan sejak didirikan sekolah

tersebut. Pendidikan kepemimpinan ini merupakan sebuah kebijakan

sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kebijakan

Pendidikan dalam pandangan Rusdiana (2015:36) merupakan bagian

dari kebijakan publik yaitu kebijakan publik dalam bidang pendidikan.

Dengan demikian, kebijakan pendidikan adalah kebijakan yang

difokuskan untuk mencapai tujuan pembangunan bangsa dalam

bidang pendidikan, sebagai salah satu dari tujuan pembangunan

bangsa Indonesia secara keseluruhan. Kebijakan pendidikan di negara

Indonesia selalu didasari tujuan dan cita-cita nasional yaitu

mencerdaskan kehidupan bamgsa yang tertera dalam pembukaan

UUD 1945. Dalam UU No.20 Tahun 2003 pasal 5 ayat 5, juga

menjelaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan

kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.

Tokoh Pendidikan Pemuda, Driyarkara (Hasbullah, 2006:2)

(32)

18

muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani. Berdasarkan

tujuannya, Langeveld (Barnadib, 2013:20) menjelaskan bahwa

pendidikan perlu diajarkan sampai anak mencapai kedewasaan secara

jasmaniah dan rohaniah. Hal tersebut hampir sama dengan pendapat

Ahmad D. Marimba (Hasbullah, 2006:3), yang menjelaskan bahwa

pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh

pendidik untuk perkembangan jasmani maupun rohani sehingga

terbentuk kerpibadian yang utuh. Unsur dalam pendidikan ini yaitu;

pendidik, pimpinan (bimbingan), peserta didik, alat untuk mendidik,

isi bimbingan. Terkait dengan ilmu pendidikan, Imam Barnadib

(2013:9) menjelaskan bahwa lapangan ilmu pendidikan yaitu dalam

pergaulan, khususnya pada orang dewasa dalam masa

perkembangannya.

Pendidikan merupakan proses membangun jiwa kepemimpinan

dalam diri peserta didik agar mampu berperan positif dalam

lingkungan masyarakat. H.A.R. Tilaar (2008:19) mengungkapkan

bahwa salah satu makna dalam proses pendidikan yaitu pendidikan

sebagai salah satu proses pemberdayaan. Hal tersebut telah

diamanahkan dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 3 Undang-undang

Sisdiknas menjelaskan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk

berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman

(33)

19

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggungjawab (RI, 2003). Dalam pendidikan

nasional menjelaskan bahwa proses pendidikan yang diselenggarakan

bangsa bertujuan dalam upaya menumbuhkan dan mengembangkan

watak kepribadian bangsa, memajukan kehidupan bangsa, serta

mencapai tujuan nasional (Hasbullah, 2006:122).

Berdasarkan teori dari beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa

hakikat kebijakan pendidikan kepemimpinan adalah kebijakan dalam

usaha membentuk kepribadian manusia yang utuh secara jasmani dan

rohani. Dalam rangka membentuk manusia yang utuh, maka

diperlukan kerjasama dari berbagai pihak dalam pendidikan.

Kebijakan mengenai pendidikan kepemimpinan bertujuan untuk

memperbaiki kualitas generasi bangsa khususnya bagi generasi muda.

b. Komponen-komponen Pendidikan

Dalam pendidikan tentu sangat bergantung pada

komponen-komponen didalamnya yang saling berkaitan dan mendukung.

Hasbullah (2006:123) menjelaskan bahwa sistem pendidikan terdiri

dari komponen-komponen pendidikan sebagai berikut; tujuan, peserta

didik, pendidik, alat pendidik, dan lingkungan. Komponen pendidikan

juga bisa disebut faktor-faktor pendidikan. Imam Barnadib (2013:26)

mengungkapkan bahwa faktor-faktor pendidikan yaitu;

(34)

20

Dalam pendidikan, segala hal harus bertujuan meningkatkan

tingkat kesusilaan peserta didik. Hal tersebut dapat terlihat dari

dasar adanya sebuah pendidikan, isi, dan tujuan dari sebuah

pendidikan tersebut. Tanpa ada tujuan, maka pendidikan tidak

dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

2) Faktor pendidik

Pendidik yaitu orang yang lebih dewasa sehingga mampu

mendidik dan membawa anak menuju ke tingkat kedewasaan.

Dewasa yang dimaksud yaitu sudah mencapai umur tertentu, dan

memiliki kedewasaan secara mental atau rohani. Seorang pendidik

tentu harus memiliki kewibawaan dan keteladanan dalam

mendidik.

3) Faktor anak didik

Anak didik dalam arti pendidikan yaitu orang yang menerima

pengaruh dari orang lain yang menjalankan kegiatan pendidikan,

sehingga anak dinilai sebagai orang yang belum dewassa perlu

diberi pendidikan oleh orang yang lebih dewasa (pendidik). Dalam

proses pendidikan, anak didik menjadi sangat penting karena anak

menjadi tanggungjawab pendidik. Anak perlu diberikan pendidikan

karena anak adalah makhluk susila, sehingga anak didik

(35)

21

4) Faktor alat-alat

Dalam kegiatan pendidikan tentu sangat berkaitan dengan

alat atau media pendidikan. Alat pendidikan merupakan perbuatan

atau situasi yang direncanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.

Alat pendidikan yaitu sebagai berikut; perintah, larangan, teladan,

hadiah, hukuman, dorongan, hambatan, dan sebagainya. Alat

pendidikan juga dapat di sebut sarana prasarana pendidikan.

5) Faktor alam sekitar (milieu)

Faktor alam sekitar (milieu) atau yang sering disebut dalam

pergaulan atau lingkungan. Hal tersebut sangat menjadi faktor

utama perkembangan anak melalui pengalamannya. Ahli pendidik

mengungkapkan bahwa milieu terbagi menjadi 3 bagian, yaitu;

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat.

Faktor lingkungan ini perlu dikelola oleh pendidik dalam upaya

pendidikan agar anak lebih berkembang dalam kedewasaannya.

Dalam upaya membentuk peribadian anak yang didukung

pengalaman dalam lingkungan, pendidik perlu mengarahkan

kepribadiannya. Dalam hal ini, pendidik perlu mengawasi

pergaulan anak dengan temannya dan orang-orang dewasa.

Berdasarkan teori di atas maka dapat di simpulkan bahwa

(36)

22

landasan dan tujuan adanya pendidikan, pendidik, peserta didik, dan

lingkungan dalam pendidikan yang berproses dalam pendidikan.

c. Pendidikan Kepemimpinan

Pendidikan kepemimpinan tentu berdasarkan dari teori

mengenai kepemimpinan dan pemimpin. J.M. Pfiffner (1980) (dalam

Sudarwan, 2004:55) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah

seni mengkoordinasikan dan memberi arah untuk individu maupun

kelompok untuk mencapai tujuan tertentu yang diinginkan. Sedangkan

menurut Ki Hadjar Dewantara yang disebut kepemimpinan atau

kepemimpinan Pancasila yaitu;

1) Orang yang mampu menjadikan dirinya pola panutan dan teladan sifat atau perbuatannya bagi orang-orang yang dipimpinnya (ing ngarsa sung tuladha),

2) Mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada orang-orang yang dibimbingnya (ing madya mangun karsa), 3) Mampu mendorong orang-orang yang diasuhnya berani berjalan

di depan dan sanggup bertanggungajwab (tut wuri handayani)

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli di atas, maka dapat di

simpulkan bahwa pemimpin adalah seseorang yang mampu

bertanggungjawab dalam mengkoordinasi sekelompok orang dan

pribadinya menjadi teladan, penggerak, dan pengabdi bagi

sekelompok orang tersebut. Seorang pemimpin tentunya mampu

mengambil keputusan, memberi teladan dan bekerja bersama dengan

anggota mencapai tujuan bersama. Pemimpin adalah orang yang

selalu senantiasa tumbuh, mengembangkan dirinya, menciptakan

(37)

23

Kepemimpinan bukan sekedar diartikan sebagai pemimpin

dalam arti politis maupun jabatan manajer. Kepemimpinan lebih

mengedepankan kebenaran cara berpikir seseorang. Kebenaran cara

berpikit seseorang bisa diatih secara berulang-ulang. Tikno Lensuffie

(2010:16) menjelaskan bahwa kepemimpinan berbeda dengan

manajemen dan kekuasaan yang sewenang-wenang. Tikno (2010:19)

juga menjelaskan ciri-ciri khusus dalam kepemimpinan yaitu:

1) Bersedia mengambil risiko

2) Selalu menginginkan pembaharuan 3) Bersedia mengurus atau mengatur 4) Punya harapan yang tinggi

5) Menjaga sikap positif 6) Selalu berada di muka

John P.Kotter (Tikno Lensuffie, 2010:19) membedakan

kepemimpinan dan manajemen yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut John P. Kotter

Manajemen Kepemimpinan

“Membuat instruksi dan konsistensi” “Membuat perubahan dan kemajuan”

 Merencanakan dan membuat anggaran

 Membentuk organisasi dan mengatur sistem kerja anak buah

 Melakukan kontrol dan menyelesaikan masalah

 Membentuk visi dan strategi

 Meletakkan orang pada tempat yang tepat dan membuat sistem komunikasi

 Memberi motivasi dan inspirasi

Pemimpin lebih berfokus pada perilaku yang benar dan

menanamkan atau mengadopsi nilai yang benar demi kemajuan

pribadi maupun kelompok. Pemimpin bukan hanya sebuah jabatan

yang memiliki wewenang untuk mengatur bawahannya. Pemimpin

[image:37.595.182.536.457.566.2]
(38)

24

Beberapa tokoh bernama Hughes, Ginet, dan Curphy (Tikno

Lensuffie, 2010: 21) juga menjelaskan adanya perbedaan

[image:38.595.178.491.191.365.2]

kepemimpinan (leadership) dan manajemen, yaitu sebagai berikut;

Tabel 2. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut Hughes, Ginet, dan Curphy

Kepemimpinan Manajemen

 Membentuk visi

 Memberi inspirasi

 Menguatkan

 Melatih

 Membuat pemasukan

 Memperkirakan

 Membuka kemungkinan

 Membuka peluang

 Menyatukan kekuatan

 Merencanakan

 Memberi penghargaan

 Memerintah

 Mengajari

 Mengatur pengeluaran

 Mengatur anggaran

 Membuat prosedur

 Mengatur jadwal

 Berkoordinasi

Sudarwan (2004:75-76) mengatakan bahwa ada beberapa tipe

kepemimpinan, yaitu sebagai berikut:

1) Pemimpin otokratik

Pemimpin otokratik merupakan pengkoordinasian

kelompok berdasarkan tindakan menurut kemauan sendiri.

Seorang pemimpin berdasarkan tipe ini selalu merasa berpikir

benar, keras kepala, dan berjiwa otoriter. Perkembangan suatu

organisasi hanya tergantung pada dirinya sendiri.

2) Pemimpin demokratis

Tipe kepemimpinan demokratis berusaha melibatkan

(39)

25

berdasarkan keputusan bersama, dan setiap anggota

bertanggungjawab di bidangnya sesuai kesepakatan.

3) Kepemimpinan permisif

Tipe kepemimpinan ini tidak mempunyai kepribadian yang

kuat dan membebaskan kinerja anggotanya. Akibatnya anggota

yang dipegang tidak mempunyai pegangan dan tujuan yang jelas.

Anthony D‟Souza (Gunawa, 2014:57) menjelaskan bahwa

kepemimpinan sejati pada dasarnya mempunyai tiga sifat, yaitu;

ennoble (memaknai-mengilhami), ennable (memampukan), dan

empower (memberdayakan). Tikno Lensufiie (2002:4-7) menjelaskan

bahwa sebagai pemimpin harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu

sebagai berikut;

1) Visi

Pemimpin harus visioner agar mampu mengetahui apa yang

menjadi kekuatan dan kelemahan pribadi serta tahu apa yang

harus dilakukan. Pemimpin yang baik yaitu saling berbagi dan

menjelaskan visi yaitu; refleksi diri, membuat visi, menyusun

misi dan rencana kerja, mengkomunikasikan, dan

mengkoordinasikan visi misinya, serta mewujudkan segalanya

bersama dengan semua anggotanya.

(40)

26

Pemimpin pasti harus memiliki semangat tinggi, daya

juang, energi yang besar, dan mendorong anggotanya untuk

berhasil bersama.

3) Karakter

Seorang pemimpin harus memiliki karakter yang baik dan

bisa diakui orang lain. Hal tersebut menjadikan pemimpin adalah

teladan untuk diikuti anggotanya.

4) Integritas

Integritas merupakan penyatuan diri pemimpin dengan apa

yang diyakininya untuk dilakukan sepenuhnya. Pemimpin

diharapkan memiliki integritas untuk meyakinkan pengikutnya

tentang apa yang diyakininya baik.

5) Kapabilitas

Pemimpin diharapkan memiliki pengetahuan yang baik

tentang hal-hal yang dihadapi. Pemimpin mampu peduli atas

kemampuannya dalam membuat keputusan dan mengatur.

Greenleaf (Subarto Zaini, 2011:244) juga menjelaskan tentang

pemimpin yang melayani (servant leadership). Karakteristik

pemimpin yang melayani (servant leadership), yaitu sebagai berikut;

a) Mendengarkan dan merenungkan apa yang didengar. Mencoba memahami dirinya sendiri, aspirasi, dan nilai-nilai yang diyakininya

b) Adanya empati untuk mengerti orang lain, atau disebut memanusiakan manusia

c) Lebih sadar diri dan memiliki roh yang melayani

(41)

27

e) Mampu berpikir secara konseptual

Warren Bennis dan Butt Nanus (1995) (Tikno Lensuffie,

2010:22) menjelaskan bahwa pemimpin yang baik seharusnya sebagai

berikut;

1) Pemimpin yang baik bisa menarik pengikut bukan mendorongnya 2) Pemimpin mampu memberikan inspirasi

3) Pemimpin mampu merangsang pengikutnya untuk mencapai keberhasilan dengan cara memberikan tantangan, harapan, dan penghargaan atas ketercapaian tujuan

4) Pemimpin mampu memberdayakan pengikutnya, memberi mandat, dan tidak mengingkari atau memaksa dalam melakukan tindakan.

Berdasarkan teori psikologi Sudarwan (2004:57) adanya potensi

jiwa kepemimpinan seseorang bisa dipersiapkan secara khusus.

Persiapan itu bisa melalui pendidikan dan pelatihan. Berdasarkan

perkembangan kepribadiannya, menjadi pemimpin bisa mempelajari

subjek berupa ilmu pengetahuan, pengalaman di lingkungan terkait

dengan ilmu kepemimpinan. Di sekolah, siswa mampu dididik dengan

prinsip kepemimpinan yang membantu siswa bertanggungjawab atas

kehidupan mereka, bekerja dengan oranglain secara efektif, dan

melakukan hal yang benar meskipun tak seorang pun memperhatikan

(Corvey, 2009:14). Bennie E. Goodwin, seorang edukator kulit hitam

Amerika juga mendukung adanya pendidikan kepemimpinan dengan

ungkapan, “Meskipun calon pemimpin adalah yang dilahirkan, tetapi

(42)

28

Tikno Lensuffie (2010:55) menjelaskan bahwa ada berbagai

tahap dalam pembentukan sifat kepemimpinan dalam tahun awal

kehidupan manusia, yaitu sebagai berikut;

a) Tahap pertama

Sejak hasil pembuahan, manusia sudah mempunyai bakat

untuk menjadi pemimpin, karena cikal bakal manusia terbentuk

dari pembuahan sel telur dan sperma.

b) Tahap kedua

Ketika bayi dilahirkan ke dunia nyata, bayi menangis

karena keluar dari zona nyamannya menuju dunia asing yang

berbeda ketika di dalam rahim. Pengalaman pertama itu, manusia

sudah dilatih untuk menjadi seorang pemimpin.

c) Tahap ketiga

Bayi dalam perkembangannya selalu belajar beradaptasi

dengan lingkungannya. Secara naluriah pemimpin belajar untuk

beradaptasi agar disukai sesamanya, dan tahu cara bersikap dan

membawa diri, serta sadar bahwa dirinya berharga.

d) Tahap terakhir

Dalam tahap terakhir bayi mulai belajar bergerak dengan

kegagalan. Seorang pemimpin juga dilatih untuk belajar dari

kegagalan.

Berdasarkan beberapa teori di atas maka dapat di simpulkan

(43)

29

bekerjasama, melayani dan berjiwa pemimpin. Untuk menjadi

pemimpin tentu dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Dalam hal

ini tentu pendidikan kepemimpinan sebagai upaya mendidik generasi

muda untuk menjadi pribadi kader pemimpin yang dapat menjadi

teladan bagi oranglain.

d. Keterkaitan Kebijakan Kepemimpinan dengan Kepemudaan

1) Pengertian Pemuda

Menurut UU RI Nomor 40 Tahun 2009 pasal 1, ayat 1

tentang kepemudaan menjelaskan bahwa pemuda adalah warga

negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan

dan perkembangan yang berusia 16-30 tahun. Berdasarkan

penjelasan tersebut bisa dipahami bahwa sesorang bisa disebut

pemuda setelah menginjak usia 16 tahun. Di negara Indonesia

usia 16 tahun pada umumnya sedang menginjak pendidikan

tingkat menengah yaitu SMA/SMK.

Hasbullah (2006:18) menjelaskan bahwa orang dikatakan

dewasa yang memiliki sifat melalui gejala kepribadiannya sebagai

berikut;

a) Telah mampu mandiri

b) Mampu mengambil keputusan batin sendiri atas perbuatannya

c) Memiliki pandangan hidup, dan prinsip hidup yang pasti dan tetap

d) Kesanggupan untuk ikut serta secara konstruktif pada matra sosio kultural

e) Kesadaran akan norma-norma

(44)

30

Selain melalui sifat kedewasaan, Hasbullah (2006:17-18)

menjelaskan bahwa pribadi dewasa yang susila memiliki berbagai

karakteristik sebagai berikut;

a) Sebagai individualitas yang utuh b) Memiliki sosialitas yang utuh

c) Memiliki norma kesusilaan dan nilai-nilai kemanusiaan d) Bertindak sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku

Berdasarkan teori dari beberapa ahli di atas maka dapat di

simpulkan bahwa pengertian pemuda adalah individu yang telah

mencapai usia di atas 16 tahun. Pemuda merupakan agen

perubahan kualitas bangsa karena sebagai individu yang

menginjak usia dewasa yang mampu berkarya untuk bangsa

Indonesia.

2) Permasalahan Kepemudaan

Teguh Imam Sationo, SH, M.Sc menjelaskan bahwa negara

Indonesia masih terdapat permasalahan dalam kepemudaan yaitu:

a) Rendahnya tingkat partisipasi sekolah pemuda b) Rendahnya tingkat pendidikan pemuda

c) Masih tingginya tingkat pengangguran pemuda

d) Terbatasnya sarana dan prasarana pembangunan pemuda e) Terbatasnya anggaran pembangunan kepemudaan

f) Rendahnya tingkat kapasitas daya saing pemuda

g) Aktivitas pemuda lebih banyak di kota daripada di desa h) Kementrian dan lembaga yang mempunyai program

kepemudaan belum bekerjasama komprehensif integral i) Degradasi moral

j) Keterbatasan akses sumber daya

Berdasarkan penjelasan tersebut dan berdasarkan realita

yang ada di Indonesia, dapat disimpulkan bahwa permasalahan

(45)

31

Kepribadian pemuda Indonesia kurang matang, sehingga pola

pikir dan perilaku kurang konsisten. Dengan berbagai

permasalahan yang ada pada tataran generasi muda, tentu butuh

pendidikan kepemimpinan.

3) Tujuan Pembangunan Kepemudaan

Bapak Proklamator Indonesia, Ir.Soekarno mengungkapkan

dalam pidatonya tentang kepemudaan yaitu; “Berikan aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Berikan aku

1 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”

(http://kompasiana.com). Berdasarkan pidato beberapa tahun

silam yang sudah dijelaskan oleh Presiden RI ke-1, bahwa 1

pemuda pun sudah sangat berperan dalam membuat perubahan

dunia. Hal ini membuktikan bahwa pemuda Indonesia adalah

harapan dan agen perubahan yang sangat penting dalam

menentukan masa depan negara Indonesia. Pemuda dinilai

sebagai masa emas untuk mewujudkan dan mengaktualisasikan

dirinya untuk berkarya untuk negeri. Pemuda bangsa, baik putera

maupun puteri mampu mengembangkan bakat dan potensinya

agar dikembangkan untuk menjaga nama baik banga. Hal itu bisa

terwujud melalui kompetisi yang menghasilkan prestasi seperti

perlombaan, karya seni, pendidikan, pengabdian, dan

kepemimpinan pemuda. Untuk mewujudkan prestasi itu tidak

(46)

32

No.40 Tahun 2009 pasal 3 tentang kepemudaan, dijelaskan bahwa

tujuan kepemudaan yaitu:

Terwujudnya pemuda yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cerdas, kreatif, inovatif, mandiri, demokratis, bertanggungjawab, berdaya saing, serta memiliki jiwa kepemimpinan, kewirausahaan, kepeloporan, dan kebangsaan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam kerangka NKRI.

Berdasarkan isi undang-undang tersebut, dijelaskan bahwa

pemuda tentu menjadi harapan bangsa agar mampu

mengaktualisasi jati diri. Jati diri pemuda sangat penting untuk

agen perubahan dan membangun bangsa Indonesia di berbagai

bidang. Hal yang paling penting dalam membangun bangsa, tentu

pemuda harus memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang

terwujud dalam sikap kepemimpinannya.

Dijelaskan lebih lanjut dalam pasal 4, UU No 40 Tahun

2009 sebagai pemerintah dalam mengupayakan pembangunan

pemuda bangsa dengan berbagai pelayanan dan fasilitas. Fasilitas

pembangunan kepemudaan berdasar UU No.40 pasal 26, ayat 3

yaitu terwujud dalam bentuk pendidikan, pelatihan, pengkaderan

menjadi pelopor, pembimbingan, dan forum kepemimpinan

pemuda. Hal tersebut membuktikan bahwa pemerintah Indonesia

sangat mengupayakan adanya pendidikan kepemimpinan untuk

pemuda Indonesia yang umumnya sedang menempuh pendidikan

(47)

33

pemuda berupa penyadaran, pemberdayaan, pengembangan

kepemimpinan, kewirausahaan, serta kepeloporan pemuda (UU

No.40 Tahun 2009 pasal 1 ayat 3). Berdasarkan penjelasan ayat

dan pasal dalam UU kepemudaan, dapat disimpulkan bahwa

pemerintah telah menetapkan kebijakan yang bertujuan untuk

mengembangkan potensi pemuda dalam bidang kepeloporan dan

kepemimpinan.

Dra. Adiarti Noerdin,MA dalam pelatihan kepemimpinan

pemuda dan kemasyarakatan di Jambi (30/09/2011) menjelaskan

bahwa sesuai dengan arah pembangunan nasional pengembangan

kepemudaan dalam bidang bidang kepemimpinan difasilitasi oleh

pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan organisasi

kepemudaan. Pemerintah pusat memfasilitasi kegiatan

kepemimpinan dalam forum regional dan internasional, seperti:

ASEAN, ASEAN+3, ASEAN+6, World Assembly of Youth,

World Assembly of Muslims Youth, Asia-Africa Youth Forum,

World Scout Jambore, dan pertukaran pemuda.

Melalui penjelasan teori di atas maka dapat disimpulkan

bahwa tujuan pembangunan pemuda adalah upaya memperbaiki

generasi bangsa yang bermula dari pendidikan kepemimpinan

untuk orang muda. Orang muda sebagai agen perubahan untuk

memperbaiki kualitas bangsa. Upaya ini dilakukan pemerintah

(48)

34

muda. Pendidikan kepemimpinan juga termasuk upaya yang

dilakukan di lembaga pendidikan.

4) Pengarusutamaan Pemuda

Pengarusutamaan pemuda merupakan konsep strategi yang

harus diupayakan untuk meningkatkan peran pemuda bangsa

Indonesia di berbagai bidang dengan terlibat dalam proses

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi dalam

seluruh kebijakan maupun program pembangunan.

Keterkaitan kebijakan pendidikan kepemimpinan dan

kepemudaan juga disampaikan oleh Subarto Zaini (2011:174)

yaitu pemimpin yang dibutuhkan Indonesia untuk masa depan

harus memiliki kriteria yaitu; memiliki integritas, jujur, berpikir

ke depan, cerdas, rendah hati, dan komunikatif. Harapan bagi

generasi muda Indonesia dalam hal kepemimpinan adalah model

kepemimpinan transformatif, menjadi teladan, pelaku karakter

dan budaya. Berikut adalah pilar pengembangan kepemimpinan

menurut Subarto Zaini (2011:175) yaitu sebagai berikut;

VISI & MISI Menghapuskan:

Korupsi, Kemiskinan, Kebodohan

Publik Private/Dunia Usaha Media Massa Masyarakat Madani

[image:48.595.176.508.528.669.2]

UUD 1945, Pancasila, dan Demokrasi

(49)

35

Pada dasarnya pengembangan kepemimpinan harus sesuai

dengan landasan negara dan nilai didalamnya. Kepemimpinan

lebih menggunakan pendekatan budaya dan perilaku pemimpin

sebagai panutan. Sebagai generasi muda Indonesia, gambaran

pemimpin lebih visioner, lebih melihat ke depan. Greenleaf

(Subarto Zaini, 2011:244) juga menjelaskan kepada pemuda

untuk menjadi pemimpin yang hebat, harus lebih dahulu melayani

orang lain. Model kepemimpinan yang tepat diterapkan dalam

kehidupan bangsa Indonesia yaitu pemimpin adalah melayani

(servant leadership).

2. Kepemimpinan sekolah Jesuit a. Pendidikan Ignasian

Pendidikan Ignasian tentu juga berdasar pada teori mengenai

pendidikan. Sindhunata (2009:27) mengatakan bahwa pendidikan

merupakan perbuatan fundamental setiap manusia. Pendidikan berarti

kebutuhan semua manusia yang paling mendasar. Driyarkara

(Sindhunata, 2009:27) seorang Jesuit menjelaskan bahwa pendidik

juga harus mendapatkan pengetahuan tentang pedagogi dan didaktik.

Pendidikan bukan saja mendapatkan ilmu, namun lebih pada

pembentukan sikap, karakter, dan nurani. Makna pendidikan dari

tokoh Jesuit lebih menekankan kualitas dari semua komponen

pendidikan termasuk pendidik dan isi pendidikan. Teilhard de Chardin

(50)

36

anak didik mampu mencapai kemandiriannya. Dalam hal ini

pendidikan sebagai upaya pendewasaan manusia yang bebas dan

bertanggungjawab. Pendidikan Ignasian mengadopsi dan diilhami dari

seorang tokoh bernama Ignatius Loyola, penjelasannya sebagai

berikut;

Ignasius Loyola merupakan seorang bangsawan muda Kristiani yang lahir pada tahun 1491 di Guipuzcoa, Baskia, Spanyol yang terlentang di puri Loyola. Pada tahun 1521 Ignatius menjalani operasi karena kaki kanannya hancur terkena peluru saat terjadi perang antara Spanyol dan Perancis. Selama di kamar sakit, Ignatius membaca buku sehingga ia menemukan arti

“kepahlawanan” yaitu perbuatan cinta-kasih, rendah hati, dan perbuatan tobat. Semua pengalaman rohani dicatat oleh Ignatius, sehingga menjadi kumpulan latihan untuk kehidupan Kristiani yang sekarang dikenal dengan nama “Latihan Rohani”. Ia

menerapkan “Latian Rohani” bersama 9 kawannya di Paris dan

mendirikan tarekat “Societas Iuesus” atau Serikat Yesus,

kemudian para anggotanya disebut Jesuit. Santo Ignatius Loyola wafat di Roma pada 31 Juli 1556, dan tanggal ini menjadi hari besar Jesuit. Kawan – kawannya tersebar di seluruh dunia

dengan semboyan “Ad Maiorem Dei Gloriam” yang isingkat “AMDG” yang berarti “Demi semakin bertambahnya kemuliaan Allah”. Semboyan ini sampai sekarang diemban oleh para Jesuit termasuk warga sekolah Kolese De Britto. (Student Handbook JB 2013-2014)

Ignatius Loyola mengehendaki agar ketaatannya menjadi

keutamaan unggul Serikat Jesuit, yaitu karakter yang paling

menentukan kualitas hidup. Ketaatan dan sikap Ignatius Loyola

bersumber dan berdasar dari teladan sikap Yesus yang dijadikan

pedoman hidup. Yesus menurut pandangan Ignatius Loyola dan umat

Kristiani adalah seorang pemimpin yang melayani dan penuh kasih.

(51)

37

kasih. Yesus mengungkapkan bahwa Kasih dalam arti sebagai

berikut;

“Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap akal budimu. Itulah

hukum yang terutama dan pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama itu, ialah: kasihilah sesamamu manusis seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Kitab Suci, Matius 22:34-40). Yesus juga menjelaskan bahwa kasih yang perlu dilakukan

manusia yaitu sebagai berikut;

“Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan mencari keuntungan diri sendiri. Ia tiadk pemarahdan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karen ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesutu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (Kitab Suci 1 Korintus 13:4-7) Yesus juga mengajarkan seorang pemimpin yang melayani

dengan pengajarannya sebagai berikut;

“Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia

menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya.” (Markus 10:43-44)

Berbagai hal ajaran Yesus sebagai tokoh pemimpin umat

Kristiani, menjadikan pedoman ajaran kepemimpinan Ignastius

Loyola. Ignatius loyola memberikan pengajaran yang bersumber dari

kepemimpinan Yesus. Oleh karena itu Ignatius Loyola mendidik para

muridnya, dan para muridnya dinamakan Jesuit. Pendidikan Ignasian

juga bisa disebut pendidikan Jesuit, karena menerapkan nilai Ignasian

(52)

38

pendidikan Ignasian, para Jesuit mendirikan sekolah untuk

mengembangkan pendidikan khusus di sekolah menengah yang

disebut kolese. Kolese berasal dari bahasa Inggris yaitu college yang

berarti lembaga pendidikan.

Pendidikan Jesuit mendidik anak menjadi man for others

(manusia bagi orang lain). Anak didik bukan dipandang sebagai robot,

namun sebagai manusia yang unik dan khas. Maka pendidik harus

siap membimbing anak menjadi pribadi yang utuh. Hal itu disebut

cura personalis, yaitu pendampingan pribadi yang menjadi ciri

pendidikan Jesuit. Pendidikan Jesuit bukan sebagai pendidikan yang

elitis, tetapi memberikan diri bagi mereka yang lemah, terbatas,

bahkan mungkin tak mampu (Sindhunata, 2009:36-37).

Dalam pandangan pendidikan Jesuit, pendidikan dibuat untuk

hidup di dunia dan menyambut dunia. Driy

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut John P. Kotter
Tabel 2. Perbedaan Kepemimpinan dan Manajemen menurut Hughes, Ginet, dan Curphy
Gambar 2. Bagan Pengembangan Kepemimpinan menurut Zaini
Gambar 3. Bagan Kerangka Pikir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi, status imunisasi, PM10, suhu, kelembaban, racun nyamuk, kebiasaan merokok, bahan bakar

Kepala SKPD PSDA Kabupaten Simalungun selaku Pengguna Anggaran, yang beralamat di kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Simalungun - Pamatang Raya, dengan ini mengumumankan

[r]

[r]

Perbandingan besar tegangan masing – masing sel surya ini yang akan mengatur arah putaran motor stepper untuk mendapatkan besar nilai intensitas cahaya pada sel surya menjadi

diperoleh oleh investor untuk setiap lembar saham biasa yang mereka miliki, semakin tinggi nilai EPS , menunjukkan bahwa perusahaan tersebut mampu memberikan tingkat

Pada hari ini Rabu, tanggal Sembilan Belas bulan Juli tahun Dua Ribu Tujuh Belas, yang bertandatangan dibawah ini Pejabat Pengadaan Barang/Jasa pada Dinas Pekerjaan Umum Dan

Dengan demikian, pola asuh permisif orang tua terdiri dari beberapa aspek, diantaranya: (1) orang tua tidak memberi batasan atau peraturan tertentu dalam keluarga, (2)