HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ………..……….……… viii
ABSTRAKSI ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ………. 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Kegunaan Penelitian ……… 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1. Landasan Teori ... 7
2.1.1. Konsep Gender ………. 7
2.1.2. Implementasi Ketidaksetaraan ……….. 8
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Ketidaksetaraan Gender ……... 10
2.1.4. Pembagian Kerja Berdasarkan Gender dan Karakteristik Psikologi Laki-laki dan Perempuan ….…. 12 2.1.5. Karakteristik Psikologi Laki-laki dan Perempuan …….. 14
2.1.9. Pembunuhan Karakter ...……….……… 18
2.1.10. Semiotika Dan Semiologi Komunikasi………...…. 19
2.1.11. Makna dan Pemaknaan ………... 23
2.1.12. Teori-Teori makna... 24
2.1.13. Teori Semiotik Saussure ………..……...… 26
2.1.14. Signified Dan Signified ……….. 29
2.1.15. Langue Dan Parole ……….. 30
2.2. Kerangka Berfikir ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 33
3.1. Jenis Penelitian ... 33
3.1.1. Pemaknaan Lirik Lagu Mata Keranjang ……… 33
3.2. Unit Analisis ... 34
3.3. Corpus ... 34
3.4. Teknik Pengumpulan Data... 36
3.4.1. Sumber Data ... 36
4.1. Gambaran Umum Obyek ………. 39
4.1.1. Aura Kasih ... 39
4.2. Lirik Lagu ”Mata Keranjang” menurut Teori Tanda Saussure ... 41
4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data ... 43
4.3.1. Penyajian Data ... 43
4.3.2. Pemaknaan Lirik Lagu ”Mata Keranjang” ... 45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 91
5.1. Kesimpulan ……….. 91
5.2. Saran ……….. 92
DAFTAR PUSTAKA ……….... 93
LAMPIRAN 1 Profil Aura Kasih ... 94 2 Profil Album Malaikat Penggoda ... .
Isu gender merupakan isu yang relatif baru bagi masyarakat sehingga seringkali menimbulkan berbagai penapsiran dan tanggapan yang sering kurang tepat tentang gender. Kedudukan perempuan selalu dianggap berada dibawah kekuasaan laki-laki. Stereotip perempuan sebagai kaum yang lemah dan sebagai korban ketidakadilan merupakan sebuah konstruksi yang ditempa sejak ratusan tahun yang lalu. Laki-laki selalu mendominasi bahwa setiap sisi kehidupan kaum perempuan atau dengan kata lain masih menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah dalam struktur sosial kemasyarakatan. Pemaknaan secara umum telah menutup jalan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan kemampuan dalam dunia yang memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri. Upaya menyampaikan kesadaran mengenai ini secara otomatis memerlukan media dalam mensosialisasikan seperti dalam film, iklan dan salah satu media yang digunakan untuk mempresentasikan gagasan ini adalah melalui musik atau lirik lagu. Lirik lagu ini sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Semiologi Saussure yaitu, dengan menghubungkan antara Signifier Signified Langue dan parol, dalam lirik lagu tersebut sehingga dapat diperoleh interpretasi data yang benar-benar berkualitas. Lirik lagu “Mata Keranjang” memuat tentang gambaran perempuan dan laki-laki dalam hubungannya dengan stereotip yang melekat padanya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diambil langsung dari lirik lagu “Mata Keranjang”. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan studi kepustakaan ini dilakukan dengan mengadakan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data yang teoritis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik seorang lelaki yang dikategorikan sebagai “Mata Keranjang” adalah apabila lelaki tersebut dalam setiap percintaannya cenderung tidak setia pada satu pasangan dan senantiasa menyakiti hati pasangannya. Lelaki “Mata Keranjang” dapat dikategorikan sama dengan lelaki “playboy” karena sifatnya yang sama yaitu selalu mempermainkan pasangannya. Dan penggambaran sosok laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu “Mata Keranjang” juga telah sesuai dengan konsep gender yang berkembang di masyarakat selama ini dimana digambarkan bahwa laki-laki cenderung lebih kuat dibandingkan dengan wanita sehingga mampu mempermainkan perasaan dari pasangannya dan si perempuan dalam lirik lagu tersebut digambarkan sebagai seorang perempuan yang lemah dalam hal emosi dan perasaan sehingga dia mau memberikan segalanya demi pasangannya.
1.1. Latar Belakang Masalah
Isu gender merupakan isu yang relatif baru bagi masyarakat sehingga seringkali
menimbulkan berbagai penafsiran dan tanggapan yang sering kurang tepat tentang
gender. Pemahaman mengenai gender menjadi sesuatu yang sangat penting artinya bagi
semua kalangan, baik dalam pembangunan swasta, masyarakat maupun keluarga. Melalui
pemahaman yang benar mengenai gender diharapkan secara bertahap diskriminasi perlu
dapat memanfaatkan kesempatan dan peluang lebih besar dalam berbagai aspek
kehidupan seperti misalnya perempuan lebih mudah mengucapkan kata “ maaf ” apabila
melakukan kesalahan. Sedangkan laki-laki cenderung tidak mudah mengucapkan kata
“maaf” apabila melakukan kesalahan. Oleh karena itu perempuan dianggap lemah
sedangkan laki-laki kuat, padahal lemah atau kuatnya seseorang bukan dilihat dari segi
fisiknya, tetapi kemampuan dia untuk berfikir.
Kedudukan perempuan selalu dianggap berada dibawah kekuasaan laki-laki.
Steorotip perempuan sebagai kaum yang lemah dan sebagai korban ketidakadilan
merupakan sebuah konstruksi yang ditempa sejak ratusan tahun yang silam. Steorotip itu
sendiri secara umum memiliki pengertian pelabelan atau penandaan terhadap suatu
kelompok tertentu dan celakanya pelabelan atau penandaan tersebut selalu merugikan dan
menimbulkan ketidakadilan ( Fakih, 1996:16 ).
Laki-laki selalu mendominasi setiap sisi kehidupan kaum perempuan atau dengan
kata lain masih menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah dalam struktur sosial
daripada perempuan, karena itu laki-laki-lah yang jadi pemimpin. Pemaknaan secara
umum telah menutup jalan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan dalam dunia yang
memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri.
Pandangan itu kemudian lebih dikukuhkan lagi melalui agama dan tradisi. Dengan
demikian laki-laki diakui dan dikukuhkan untuk menguasai perempuan. Kemudian
hubungan laki-laki dan perempuan yang hierarkis (dianggap) sudah benar. Situasi ini
adalah hasil belajar manusia dari budaya patriarkhi. Dalam budaya ini, berbagi
ketidakadilan muncul berbagai bidang dan bentuk. Bentuk dari berbagai ketidakadilan ini
bisa berupa marginalisasi, stereotip, subordinasi, beban ganda dan kekerasan terhadap
perempuan.
Upaya menyampaikan kesadaran mengenai ini secara otomatis memerlukan
media dalam mensosialisasikan seperti dalam film, iklan dan salah satu media yang
digunakan untuk mempresentasikan gagasan ini adalah melalui musik atau lirik lagu.
Sebagaimana dapat disimpulkan dari pendapat Soerjono Soekanto (Rahmawan, 2000:1)
bahwa musik berkaitan erat dengan seting sosial kemasyarakatan dan gejala khas
interaksi sosial dimana lirik lagu menjadi penunjang dalam musik tersebut dengan
menjembatani isu-isu sosial yang terjadi. Keberadaan musik senantiasa hadir dimanapun
manusia berada.
Hal ini disebabkan karena musik disampaikan melalui berbagai macam media
komunikasi elektronik, misalnya radio, televisi, tape recorder, compact disc, internet
merupakan pengekspresian dirinya terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di dunia
sekitar, dimana dia berinteraksi di dalamnya.
Musik merupakan hasil budaya yang menarik diantara banyak budaya manusia
yang lain, dikatakan menarik karena musik memegang peranan yang sangat banyak di
berbagai bidang, seperti jika dilihat dari sisi psikologisnya, musik kerap menjadi sarana
pemenuhan kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan berkreasi. Dari sosial musik
dapat disebut sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat musik
diciptakan. Dan dari segi ekonomi pun musik telah bergerak pesat menjadi satu komoditi
yang menguntungkan
Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi untuk
mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula
sebagai sarana sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu,
sebuah lirik lagu mulai diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung
jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai nilai bahkan prasangka
tertentu. Sebuah lirik lagu dapat menggambarkan perempuan dalam ketertarikannya
dengan nilai nilai peran yang harus disandangnya.
Karena itulah dalam penelitian ini menaruh perhatian pada masalah pemaknaan
lirik lagu atau lebih tepatnya lagi pada masalah penggambaran sosok laki-laki yang
memiliki sifat “Mata Keranjang” seperti yang digambarkan oleh Aura Kasih. Sebagai
pendatang baru, Aura Kasih bisa jadi bakal bikin heboh belantika musik Tanah Air.
Penggoda yang dirilis pada tahun 2008 yang didalamnya terdapat lagu berjudul Mata
Keranjang. Citra yang ditonjolkan dalam album ini adalah kesan ‘Cantik, menggoda, dan
seksi’.
Lirik lagu “Mata Keranjang” menceritakan tentang sosok seorang perempuan
yang dihianati pasangannya, perempuan yang sangat mencintai pasangannya bahkan
perempuan tersebut rela memberikan segalanya yang tidak hanya cinta, tubuhnya pun
telah dipersembahkan kepada pasangannya tersebut, namun pasangannya pergi
meninggalkan begitu saja setelah mendapatkan apa yang diinginkannya. Selain itu dalam
visualisasi video klip “Mata Keranjang” jelas berbicara secara konsisten bagaimana
sebuah karakter seseorang yang dirinya adalah seorang kaum yang lemah dan sebagai
korban ketidakadilan, serta korban penipuan dari seorang laki laki.
Pada 25 November 2009 lalu, masyarakat internasional memperingati hari anti
kekerasan terhadap kaum perempuan. Sri Wiyanti Ediyono, komisioner Komnas
Perempuan, mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap kaum perempuan meningkat.
Untuk menanggulangi kekerasan terhadap kaum perempuan, masyarakat Indonesia
bersama pemerintah hendaknya harus bekerja sama mengadakan semacam "penanaman
mental" terhadap kaum perempuan. Caranya, memberikan pelatihan pengembangan
kepribadian. Tujuannya, ke depan kaum hawa tidak lagi menjadi objek penindasan kaum
pria. Lebih dari itu, kaum perempuan diharapkan tidak mudah terbujuk dan terjebak
kasus kekerasan terhadap perempuan hampir terjadi setiap hari. Berita kekerasan terhadap
perempuan seakan menjadi menu harian masyarakat kita. Dari beberapa kasus ini
ternyata tidak menggeserkan penilaian dari masyarakat yang sebagian besar mengatakan
bahwa masih banyak perempuan yang mengalami tindak kekerasan.
Banyak alasan mengapa kaum perempuan enggan atau tidak melaporkan kasus
kekerasan yang menimpa dirinya atau kaumnya, apalagi jika kekerasan itu merambah ke
kancah domestik atau ruang privacy, budaya yang cenderung memandang tabu untuk
mengungkapkan persoalan yang berhubungan dengan masalah privat. Karena melaporkan
tindak kekerasan dalam ruang domestik sama saja dengan membuka aib sendiri. Dari sini
tampak nyata benar, bahwa undang-undang perlindungan tehadap saksi dan korban belum
mampu melindungi kaum perempuan dari korban kekerasan. Kekerasan terhadap
perempuan tidak hanya berupa fisik dan psikologis, elit negeri ini ternyata gagal
mengurus kaum perempuan. Dengan asumsi itulah, mungkin terbangun sebuah
pandangan, bahwa negeri ini adalah sarang kekerasan terhadap kaum perempuan, dan
bahwa negeri ini dihuni mereka yang belum sadar dan belum beradab terhadap kaum
perempuan. Bahwa di negeri ini ada jarak yang terbentang luas dalam hal relasi
perempuan dan laki-laki. Pada konteks inilah, sejauh mana pemahaman kita tentang
makna relasi perempuan dan kekerasan, relasi perempuan dan laki-laki dalam stratifikasi
sosial masyarakat, benar-benar dipertanyakan dan digugat. Juga bagaimana pemecahan
masalahnya atau bagaimana cara melaksanakan etika berkehidupan yang beradab untuk
Dari beberapa hal diatas maka peneliti melihat bahwa lagu dari Aura Kasih sangat
cocok untuk diteliti, sehingga penelitian ini berupaya lebih menitikberatkan pada
pemaknaan lirik lagu dalam lagu “Mata Keranjang” dari Aura Kasih tersebut.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana pemaknaan lirik lagu dalam lagu Mata Keranjang yang dipopulerkan oleh
“Aura Kasih”?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah pemaknaan lirik lagu
dalam lagu Mata Keranjang yang dipopulerkan oleh “Aura Kasih”.
1.4. Kegunaan Penelitan
1. Kegunaan Teoritis, yaitu untuk menambah liberatur penelitian kualitatif ilmu
komunikasi khususnya mengenai analisis dengan metode semiotik.
2. Kegunaan Praktis, yaitu membantu pembaca dalam memahami makna tentang
pemaknaan lirik lagu yang ada dalam lagu Mata Keranjang yang dipopulerkan
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Gender
Konsep gender menunjuk pada suatu sifat yang melekat pada kaum laki
laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kulturalisasi.
Misalnya: bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik emosional dan keibuan
sementara laki laki dianggap kuat, tradisional, jantan dan perkasa. Ciri- ciri sifat
itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, sementara itu ada juga
perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri-ciri dan sifat itu dapat
terjadi dari waktu ke waktu dari tempat ke tempat yang lain. Hal tersebut
disebabkan karena terjadi proses sosialisasi dan rekonstruksi yang berlangsung
secara mapan dan lama sehingga akhirnya menjadi sulit dibedakan apakah
sifat-sifat gender itu seperti kaum perempuan lemah lembut dan kaum lelaki kuat
perkasa dikonstruksikan atau dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang
ditetapkan oleh Tuhan.
Stereotipe yang selama ini berkembang di masyarakat adalah struktur
patriarkhi yaitu laki-laki sebagai sosok yang kuat dan perempuan sebagai sosok
yang lemah, sehingga hal ini mengakibatkan konstruksi sosial gender yang tidak
seimbang, dimana kedudukan perempuan selalu berada di bawah laki-laki.
Padahal setiap sifat yang melekat pada jenis kelamin tertentu sepanjang sifat itu
bisa dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat dan
sama sekali bukan kodrat Tuhan (Fakih, 1996: 10).
Dengan halnya tujuan yang ingin diangkat dalam penelitian ini yaitu ingin
menggambarkan sosok laki-laki dalam lirik lagu “Mata Keranjang”. Dalam lagu
tersebut digambarkan bahwa laki-laki cenderung lebih kuat daripada wanita
sehingga mampu mempermainkan perasaan dari pasangannya dan si wanita dalam
lirik lagu tersebut digambarkan sebagai seorang perempuan yang lemah dalam hal
emosi dan perasaan sehingga dia mau memberikan segalanya demi pasangannya.
Dalam lagu ini tergambar jelas adanya ketimpangan posisi antara pria dan wanita
seperti yang telah berkembang di masyarakat selama ini sehingga tepat kiranya
untuk dianalisis lebih lanjut tentang penggambaran sosok lak-laki dalam lirik lagu
“Mata Keranjang” yang di populerkan oleh Aura Kasih.
2.1.2. Implementasi Ketidaksetaraan
Guna melihat analisis sosial secara lebih tajam, maka pertama kali yang
harus dilakukan adalah memahami kata gender seks atau jenis kelamin. Pada
uraian sebelumnya telah diuraikan mengenai konsep gender dan seks. Sejarah
(gender difference) antara lelaki dan perempuan terjadi melalui proses sosialisasi,
penguatan dan konstruksi sosial kultural, keagamaan, bahkan melalui kekuasaan
negara. Melalui proses yang cukup panjang sehingga gender lambat laun menjadi
seolah-olah ketentuan Tuhan atau kodrat dan ketentuan biologis, menyebutnya
emosional yang dimiliki oleh kaum perempuan dikatakan sebagai kodrat
perempuan.
Akan tetapi sebaliknya sosialisasi konstruksi sosial tentang gender ini
secara evaluasi akhirnya mempengaruhi perkembangan masing-masing jenis
kelamin. Misalnya: sifat gender laki-laki harus kuat dan agresif sehingga
konstruksi sosial itu membuat laki-laki terlatih dan motivasi menuju dan
mempertahankan sifat yang ditentukan tersebut yang memang laki-laki lebih kuat
dan lebih besar. Sebaliknya karena konstruksi sosial bahwa kaum perempuan
harus lebih lemah lembut, maka sejak kecil sosialisasi tersebut mempengaruhi
perkembangan fisik dan biologis mereka. Karena proses sosialnya yang berjalan
secara mapan akhirnya sulit dibedakan apalah sifat gender tersebut dikonstruksi
atau kodrat biologis ketentuan Tuhan.
Persoalannya, jika konstruksi gender dianggap sebagai kodrat, akibatnya
gender mempengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang
bagaimana lelaki sosial tersebut. Perbedaan biologis itu dianggap sebagai
ketentuan Tuhan. Masyarakat sebagai kelompoklah yang menciptakan perilaku
pembagian gender untuk menentukan berdasarkan apa yang mereka anggap
sebagai keharusan untuk membedakan antara laki laki dan perempuan. Keyakinan
pembagian itu selanjutnya diwariskan dari satu generasi selanjutnya penuh
dengan proses, negosiasi, retensi maupun dominasi. Akhirnya alamiah, normal
dan kodrat sehingga bagi mereka yang mulai melanggar dianggap tidak normal
2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Ketidaksetaraan Gender
Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan perbedaan
gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan. Faktor yang menyebabkan
ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang
dikonsturksikan secara sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan
kaum perempuan dalam konteks sosial ini menyebabkan sejumlah persoalan.
Sejak dulu banyak mitos-mitos yang menjadi penyebab ketidakadilan
gender, misalnya laki-laki selalu dianggap bertindak berdasarkan rasional,
sedangkan kaum perempuan selalu mendahulukan perasaan. Misalnya perempuan
itu sebagai konco wingking (teman dibelakang) berfungsi 3M (macak, masak,
manak), meskipun M(manak) masih harus dipertahankan. Disamping itu juga ada
anggapan bahwa tantangan bagi laki-laki untuk bekerja di dapur untuk memasak,
mencuci, maupun melakukan kegiatan rumah tangga. Dikatakannya juga laki laki
untuk bekerja di dapur tangga. Dikatakannya jika laki laki berada di dapur, maka
rejekinya akan “seret”.
Kebanyakan mitos-mitos yang muncul di masyarakat akan
menguntungkan kaum lelaki dan mendiskreditkan kaum perempuan. Semua
contoh-contoh di atas sebenarnya disebabkan karena negara Indonesia sebenarnya
menganut negara hukum hegemoni patriarkhi, yaitu yang berkuasa dalam
keluarga adalah bapak. Patriarkhi menggambarkan dominasi laki-laki atas
perempuan dan anak di dalam keluarga, dan ini berlanjut kapada dominasi
laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya. Patriarkhi adalah konsep
Selain hukum hegemoni patriarkhi diatas ketidak seimbangan gender juga
di sebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai
modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki laki yang
dilambangkan lebih kuat daripada perempuan akan mempunyai peran dan fungsi
yang lebih besar.
Menifestasi ketidakadilan gender tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan
perempuan secara mantap, yang mengakibatkan ketidakadilan tersebut merupakan
kebiasaan dan akhirnya dipercaya bahwa peran gendar itu seolah-olah merupakan
kodrat dan akhirnya diterima masyarakat secara umum. Hal ini disebabkan karena
terdapat kesalahan atau karancuan makna gender, dimana apa yang sesungguhnya
gender, karena pada dasarnya konstruksi sosial , justru dianggap sebagai kodrat
yang berarti ketentuan Tuhan. Misalnya: pekerjaan domestik, seperti merawat
anak, merawat rumah sangat melekat pada tugas perempuan, yang akhirnya
dianggap kodrat. Padahal sebenarnya pekerjaan pakerjaan tersebut adalah
konstruksi sosial yang dibentuk laki-laki maupun perempuan.
Usaha yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender
nampaknya bukan hanya sekedar bersifat institusional, utamanya dari pihak pihak
yang memiliki wewenang kekuasaan yang memegang peran dalam proses
pembentukan gender. Untuk itu peranan pembuat kebijakan dan perencanaan
pembangunan menjadi sangat penting dan menentukan arah perubahan menuju
kesetaraan gender atau dapat dikatakan bahwa negara pemerintahan mempunyai
Dalam setiap perencanaan pembangunan, gender hendaknya dijadikan
sebagai “Kunci utama” dalam memahami kegiatan apa yang dilakukan lelaki dan
perempuan, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut, siapa
yang memutuskan dan sebagainya. Perencana peran pembangunan hendaknya
mampu menganalisis perbedaan peran kodrati dan peran gender sehingga
mengetahui hal-hal yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah serta
mempertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan.
2.1.4. Pembagian kerja Berdasarkan Gender dan Karakteristik Psikologi Laki laki dan Perempuan.
Banyak data menunjukkan bahwa potensi perempuan yang bekerja di
sektor publik berada dibawah laki laki. Misalnya penempatan dokter perempuan,
pejabat pengambil keputusan, maupun pada bidang bidang jasa yang lain. Dilain
pihak perempuan yang bekerja untuk menopang penghasilan keluarga memiliki
beban kerja yang sangat berat, karena disamping bekerja di sektor formal maupun
non formal masih harus menyelesaikan pekerjaan domestik tanpa bantuan dan
campur tangan tangan lelaki. Hal ini menunjukkan konsepsi gender dalam
pembagian kerja belum sepenuhnya tercapai.
Secara pandangan ilmu sosial , perempuan yang bekerja merupakan salah
satu bentuk mobilitas sosial perempuan. Mobilitas sosial yang dilakukan
berdasarkan kemampuan dan potensi baik secara pendidikan maupun kemandirian
perempuan masih mengikuti pola tradisional. Secara tradisional perempuan
mengalami mobilitas melalui perkawinan.
Peran perempuan setelah perkawinan adalah melahirkan, dimana peran ini
dinamakan peran reproduktif. Peran ini memang tidak bisa diganti oleh laki-laki
karena memang sifatnya kodrati, dan tidak bisa dihindari. Disamping melahirkan
perempuan secara tradisional harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti
memasak, mencuci, menjaga rumah, membersihkan rumah, mengasuh anak
mempersiapkan keperluan sehari hari.
Secara turun menurun pekerjaan ini identik dengan kaum perempuan. Hal
ini tidak berperspektif gender. Bagaimanapun juga urusan anak adalah urusan
lelaki dan perempuan, urusan suami isteri. Demikian halnya seperti ini maka
dimungkinkan perempuan dapat kegiatan yang menghasilkan produksi atau
barang jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Perempuan dan lelaki
melakukan kegiatan produktif, akan tetapi pada umumnya fungsi dan tanggung
jawab yang berlaku. Kegiatan produktif yang dilakukan perempuan seringkali
kurang diakui dibanding yang dilakukan lak- laki.
Sebagai anggota komunitas sosial perempuan, juga melakukan peran
sosial yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan
masyarakat seperti: perayaan, selamatan, kesertaan dalam organisasi tingkat
komunitas, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas dan lainnya. Kegiatan
ini tidak menghasilkan uang tetapi seringkali menyerap banyak waktu dan penting
bagi pemeliharaan dan pengembangan aspek spiritual, kultural komunitas serta
dan laki-laki sebaiknya sama-sama terlibat dalam kegiatan komunitas sesuai
dengan sistem gender yang berlaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
peran perempuan dalam kehidupan berkeluarga sekaligus baik peran reproduktif,
dan peran sosial.
2.1.5. Karakteristik Psikologis Laki-laki DanPerempuan
Aspek psikologis yang mencakup intelegensi dan emosi dalam proses
perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini berbeda dengan
aspek biologis yang mengalami pertumbuhan secara otomatis tanpa harus
dipelajari. Kondisi intelegrensi dasarnya memang biologis, yaitu pusat susunan
syaraf otak yang mengandung pusat pusat kemampuan yang diperoleh individu
sejak dalam kandungan sampai tiga tahun pertama sesudah lahir. Ada
perkembangan selanjutnya tentang kondisi psikhis bagi lelaki dan perempuan
sama hanya saja mana yang dominan satu dengan yang lain berbeda. Ini juga
dipengaruhi adanya perlakuan yang berbeda terhadap lelaki dan perempuan sesuai
dengan keinginan orang tua masing masing. Apabila anak lelaki dan perempuan
mempunyai potensi yang sama, diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama,
diperlukan dan diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri
semaksimal mungkin akan mencapai yang sama.
Nampaknya apa yang berkembang di masyarakat tidaklah demikian, perlu
disadari bahwa adanya faktor budaya akan mempengaruhi pola pengasuhan orang
tua terhadap anaknya. Misalnya: sistem parthiarkhi yang telah berkembang dalam
pemikiran androgini. Kondisi ini dipolakan sejak bayi baru lahir dan dimapankan
dalam kehidupan sehari hari, sehungga terkesan bahwa yang demikian itu tidak
dapat ditolak kan tetapi harus diterima dan dilakukan.
2.1.6. Perbedaan Gender Melahirkan ketidakadilan
Seperti dikatakan diatas bahwa aplikasi dan implikasi gender di
masyarakat belum sesuai dengan yang diharapkan, karena masih sangat
dipengaruhi oleh faktor sosial budaya setempat. Perbedaan gender telah
melahirkan berbagai ketidakadilan gender(gender inequalities). Ketidakadilan
gender dimanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya:
sobordinasi, marginalisasi, beban kerja lebih banyak stereotype. Manfaat dan
dampak dari aspek gender terhadap kualitas lelaki dan perempuan sebagai sumber
daya pembangunan, sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa pola
sosialisasi yang berbeda antara laki laki dan perempuan dapat menimbulkan
kesenjangan gender. Bentuk bentuk nyata yang dapat diamati munculnya gejala
gejala ketertinggalan, subordinasi, merjinalisasi dan diskriminasi.
Perbadaan gender dalam beberapa hal akan mengantarkan pada
ketidakadilan (gender inequalities). Ketidakadilan yang dilahirkan oleh perbedaan
gender inilah yang sesungguhnya sedang dipertanyakan. Ternyata dari sejarah
perkembangan hubungan yang tidak adil, menindas serta mendominasi antara
kedua jenis kelamin tersebut. Bentuk manifestasi ketidakadilan gender ini adalah
dalam mempersepsi, memberi nilai serta dalam pembagian tugas antara laki-laki
ketidakadilan gender dalam bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan
pekerjaan yang mereka lakukan.
Sesungguhnya perbedaan gender (gender differences) tidaklah menjadi
masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities).
Namun persoalannya tidaklah sesederhana yang dipikirkan, ternyata perbedaan
gender tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum lelaki dan
perempuan. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum
lelaki dan perempuan menjadi korban dari sistem itu. Guna memahami bagaimana
perbedaan dapat dipahami melalui berbagai manifestasi ketidakadilan tersebut.
2.1.7. Gender dan Marginalisasi Perempuan
Bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marginalisasi atau
disebut juga pemiskinan ekonomi. Ada beberapa mekanisme proses marginalisasi
kaum perempuan Karen f. dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan
pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau
bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
Marjinalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender adalah adanya
program dibidang pertanian misalnya: revolusi hijau yang menfokuskan pada
petani laki-laki mengakibatkan banyak perempuan tergeser dan menjadi miskin.
Contoh lain adanya pekerjaan khusus perempuan seperti: guru kanak kanak,
pekerja pabrik yang berakibat pada penggajian yang rendah. Sesungguhnya
banyak proses di dalam masyarakat dan negara yang memarginalkan masyarakat,
hanya pada jenis kelamin tertentu (perempuan) yang disebabkan oleh keyakinan
gender. Ada berbagai macam dan bentuk, serta mekanisme proses marginalisasi
perempuan akibat dari ideology tersebut. Dari segi sunbernya dapat dipilah
menjadi sumber kebijakan pemerintah, keyakinan atau tafsiran keagamaan, tradisi
atau kebiasaan, bahkan asumsi ilmu pengetahuan.
Demikian halnya dengan tujuan yang ingin diangkat dalam penelitian ini
yaitu ingin menggambarkan sosok laki laki dalam lirik lagu “Mata Keranjang”.
Dalam lagu tersebut digambarkan bahwa laki-laki cenderung lebih kuat daripada
wanita sehingga mampu mempermainkan perasaan dari pasangannya dan wanita
dalam lirik lagu tersebut digambarkan sebagai seorang perempuan yang lemah
dalam hal emosi dan perasaan sehingga dia mau memberikan segalanya demi
pasangannya. Dalam lagu ini tergambar jelas adanya ketimpangan posisi antara
pria dan wanita seperti yang telah berkembang di masyarakat salama ini sehingga
tepat kiranya untuk dianalisis lebih lanjut tentang penggambaran sosok laki-laki
dalam lirik lagu “Mata Keranjang” yang di populerkan oleh Aura Kasih.
2.1.8. Perempuan Dalam Lirik
Dalam lirik lagu banyak membahas tentang perempuan. Banyaknya
ketidak adilan yang terjadi pada perempuan dipengaruhi oleh budaya patriakhi
yang ternyata masih banyak dianut oleh masyarakat kita. Hal ini ternyata masih
banyak mempengaruhi hasil karya seseorang khususnya dalam karya lirik lagu.
Seorang pengamat perempuan, Ollaora (1998:32) yang melakukan
“sebagai gambaran sementara, bahwa dalam banyak lagu pop, perempuan digambarkan dalam posisi yang tidak menguntungkan dan lemah, baik dalam lagu-lagu yang diciptakan oleh penyanyi laki-laki atau bahkan dalam lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh satu jenis musik yang populer di masyarakat, mengambil peranan penting dalam posisi yang lemah atau tidak menguntungkan. Itu artinya selama ini media seni atau hiburan (secara langsung maupun tidak langsung) telah digunakan untuk kepentingan salah satu kebudayaan yang dibuat manusia, yaitu patriakhi”
Kenyataannya hasil karya inilah yang banyak digemari oleh masyarakat
kita. Hal ini diutarakan juga oleh seorang penyair Edgar Allan Poe yang
menyatakan “the death of beautiful is, unquestionable, the most political topic in
the world” (Reynold & Press, 1995:27). Pernyataan tersebut memberikan suatu
gambaran bahwa topik yang sangat digemari dan seakan-akan memberikan
inspirasi untuk penciptaan-penciptaan berikutnya.
Dari beberapa pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa dunia
musik ternyata ikut melanggengkan dunia patriakhi.
2.1.9. Pembunuhan Karakter (Character Assasination)
Pembunuhan karakter adalah kejahatan seseorang atas orang lain, karena
tidak seorangpun menghalangi seseorang untuk berkarya, mengekspresikan diri
dan mengembangkan karakternya di masyarakat (Bungin, 2006: 347).
Pada penelitian ini, lirik lagu “Mata Keranjang” yang menjadi obyek
peelitian masyarakat sebuah pembunuhan karakter terhadap sosok laki laki.
Karena pada beberapa lirik lagunya Aura Kasih menggambarkan laki-laki yang
mempunyai sifat sopan dan ramah serta santun dan baik, selalu menghormati dan
tidak pernah pernah menyakiti perasaan siapapun atau terlebih menipu hati
penjahat wanita, dengan demikian secara tidak langsung, terjadi pembunuhan
karakter terhadap sosok laki laki.
Definisi dari laki-laki yang dikategorikan sebagai “Mata Keranjang”
adalah apabila lelaki tersebut dalam setiap kisah percintaannya cenderung tidak
setia pada satu pasangan dan senantiasa menyakiti hati pasangannya dengan selalu
mengumbar janji-janji manisnya namun setelah mendapatkan apa yang diinginkan
dari pasangan, lelaki tersebut cenderung tidak peduli dan pergi meninggalkan
pasangannya, lelaki “Mata Keranjang” juga dapat dikategorikan sama dengan
lelaki playboy. Karena sifatnya yang sama yaitu selalu mempermainkan
pasangannya. Berdasarkan uraian diatas dapat diketehui bahwa wanita selalu
menjadi korban para lelaki, tidak hanya dalam percintaan namun dalam segala hal
karena sifat wanita yang cenderung lemah tersebut baik dari sisi perasaan maupun
fisik.
2.1.10. Semiotika dan Semiologi Komunikasi
Kata ’semiotika’ itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang
berarti ’tanda’ atau ’seme’ yang berarti ’penafsir tanda’. Semiotika sendiri berakar
dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatu
tanda. Tanda adalah perangkat-perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari
jalan di dunia ini, di tengah-tengah masyarakat dan hidup bersama manusia.
Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
nama objek itu hendak berkomunikasi , tetapi juga mengkonstitusi sistem
terstruktur dari tanda (Kurniawan dalam Sobur, 2004: 15)
Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna adalah
hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996: 64). Jika
diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf,kata dan kalimat,tidak memiliki
arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti dalam kaitannya
dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa
yang ditandakan sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan.
Sebuah teks, baik itu lirik lagu, surat cinta, novel, cerpen, puisi, komik, semua itu
mungkin menjadi ”tanda” yang dapat dilihat dalam aktivitas penanda: yakni
proses signifikasi ang menghubungkan objek dan interpretasi.
Semiotika modern mempunyai dua bapak, yaitu Charles Sanders Pierce
(1839-1914) dan Ferdinand De Saussure (1857-1913). Terdapat perbedaan antara
Pierce dan Saussure, antara lain: Pierce adalah ahli filsafat dan logika, sedangkan
Saussure adalah tokoh cikal bakal linguistik umum (Sobur, 2004:110).
Sehingga perlu digaris bawahi dari berbagai definisi di atas adalah para
ahli melihat semiotika itu sebagi ilmu atau proses yang berhubungan dengan
tanda. Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama yaitu yang pertama adalah
tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda,
cara tanda-tanda yang berbeda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.
Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia
yang menggunakannya. Kedua, kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda.
suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunkasi yang
tersedia untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan tempat kode dan tanda
bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan
tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri (Fiske, 2006: 61)
Kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semiotika komunikasi
dan semiotika signifikasi, yang pertama menitik beratkan pada teori tentang
produksi tanda, yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor
dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda pesan), sluran
komunikasi dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan yang kedua menitik
beratkan pada teori tandadan segi pemahamannya dalam konteks tertentu.
Pada jenis yang kedua (semiotika signifikasi) tidak dipersoalkan adanya
tujuan komunikasi, sebaliknya yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu
tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan
daripada proses komunikansinya (Sobur, 2004: 15)
Pada dasarnya semiosis dapat dipandang sebagai proses tanda yang dalam
istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah:
S ( s, i, e, r, c )
S adalah semiotic relation (hubungan semiotik), s untuk sign (tanda), i
untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya suatu disposisi
dalam I akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi
tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks)
Batasan semiotika komunikasi menurut Ferdinand De Saussure adalah linguistik
hendaknya menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan umum tentang tanda, yang
disebutnya sebagai semiologi.
Pada perkembangannya, kedua ilmu yaitu semiotika dan semiologi yang
mengacu pada tanda, secara prinsip tidak ada perbedaan. Kecuali dalam hal
orientasi semiologi pada Saussure dan orientai pada Pierce. Satu perbedaan antara
keduanya, menurut Hawkes adalah bahwa semiologi dipilih orang-orang Eropa di
luar perbedaan yang dimaksud Saussure, sedang semiotika dipilih oleh penutur
berbahasa Inggris di luar perbedaan yang dimaksud Pierce Amerika. Dengan kata
lain sebenarnya dua ilmu itu sama-sama dipakai. Semiotika menurut Umberto Eco
dalam Sobur, pada prinsipnya adalah ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang
dapat digunaka untuk mendustai, mengelabui atau mengecoh.
” Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda.
Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang
mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain
tersebut tidak perlu ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu
waktu tertentu. Semiotika pada prinsipnya adalah suatu kebohongan. Jika sesuatu
tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan,
sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran”.(Berger dalam
Sobur, 2004:18)
2.1.11. Makna dan Pemaknaan
Brown dalam Sobur (2001:255-256) mendefinisikan makna sebagai
kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu
bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu
kata atau kalimat. Namun kita terlebih dahulu harus membedakan pemaknaan
secara lebih tajam tentang istilah-istilah yang nyaris berimpit antara apa yang
disebut (1) terjemah (translation), (2) tafsir atau interpretasi, (3) ekstrapolasi dan
makna atau meaning.
Membuat terjemah adalah upaya mengemukakan materi atau substansi
yang sama dengan media yang berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa
satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke gambar sebagainya. Pada penafsiran, kita
tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteksnya agar
dapat dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Ekstrapolasi lebih
menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal dibalik
yang tersajikan. Materi yang tersajikan dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau
indikator pada sesuatu yang lebih jauh lagi. Memberikan makna merupakan upaya
lebih jauh dari penafsiran dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrspolasi.
Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratife manusia, indrawinya, daya
pikirnya dan akal budinya. Materi yang tersajikan seperti juga ekstrapolasi, dilihat
tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh. Dibalik
yang tersajikan bagi ekstrapolasi terbatas dalam artian empiric logic, sedangkan
Semiotik adalah ilmu mengenai makna kata-kata, suatu definisi yang
menurut S.I. Hayakawa dalam Mulyana (2001:257) tidaklah buruk bila
orang-orang tidak menganggap bahwa pencarian makna kata mulai dan berakhir dengan
melihatnya dalam kamus. Makna dalam kamus tentu saja lebih bersifat
kebahassan (linguistik), yang punya banyak dimensi, simbol merujuk pada objek
di dunia nyata, pemahaman adalah perasaan subjektif kita mengenai symbol itu
dan referen adalah objek yang sebenarnya eksis di dunia nyata.
Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotative dan makna
yang sebenarnya (faktual) seperti yang kita temukan dalam kamus. Karena itu
makna denotative lebih bersifat publik. Sejumlah makna bermakna denotative,
namun banyak kata juga bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi, yakni makna
diluar rujukan objeftifnya. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat
subjektif daripada makna denotative.
2.1.12. Teori-teori Makna
Beberapa teori tentang makna dikembangkan oleh Alston (1964;11-26)
dalam Sobour (2001-259) diantaranya adalah :
1. Teori Acuan (Referential Theory)
Teori acuan merupakan salah satu jenis teori makna yang mengenali atau
mengidentifikasikan makna suatu ungkapan dengan apa yang diacunya atau
2. Teori Ideasional (The Ideational Theory)
Teori ideasional adalah suatu jenis teori makna yang mengenali atau
mengidentifikasi makna ungkapan dengan gagasan-gagasan yang
berhubungan dengan ungkapan tersebut. Dalam hal ini, teori ideasional
menghubungkan makna atau ungkapan dengan suatu ide atau representasi
psikis yang ditimbulkan kata atau ungkapan tersebut kepada kesadaran. Atau
dengan kata lain, teori ideasional mengidentifikasi makna E (expression atau
ungkapan) dengan gagasan-gagasan atau ide-ide yang ditimbulkan E
(expression). Jadi pada dasarnya teori ini meletakkan gagasan (ide) sebagai
titik sentral yang menentukan makna suatu ungkapan.
3. Teori Tingkah Laku (Behavioral Theory)
Teori tingkah laku merupakan salah setu jenis teori makna mengenai makna
suatu kata atau ungkapan bahasa dengan rangsangan-rangsangan (stimuli)
yang menimbulkan ungkapan tersebut. Teori ini menanggapi bahasa sebagai
semacam kelakuan yang mengembalikannya kepada teori stimulus dan respon.
Makna menurut teori ini, merupakan rangsangan untuk menimbulkan perilaku
tertentu sebagai respon kepada rangsangan itu tadi.
Penelitian ini dapat dikatakan berlandaskan pada teori ideasional. Hal
tersebut dapat dilihat dari adanya ide atau gagasan yang datang dari pencipta lagu.
Pencipta lagu berusaha mengungkapkan ide atau gagasan tersebut ke dalam
sebuah ungkapan (expression) yang dituangkan dalam lirik-lirik lagu yang penuh
makna. Berlandaskan teori ideasional, peneliti berusaha untuk melakukan
2.1.13. Teori Semiotik Saussure
Semiotik adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari Yunani semeion
yang berarti “tanda”. Tanda terdapat dimana-mana, kata tanda adalah tanda,
demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Bidang
kajian semiotik adalah mempelajari fungsi tanda dalam teks, yaitu bagaimana
memahami system tanda yang ada dalam tanda teks yang berperan membimbing
penbacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya
(Komaruddin Hidayat dalam Sobur, 2001;106).
Pokok kajian Saussure tentang bahasa berbeda jauh dengan pendekatan
para fololog abad ke 19. bukannya mengkaji linguistic secara histories,
berdasarkan garis diakronik, yaitu kajian yang melihat perubahan pada bahasa
dalam waktu kurun tertentu. Saussure justru mengembangkan linguistic sinkronik.
Dia mempresentasikan analisis bahasa secara umum, sebuah kajian tentang
prasyarat keberadaan dari sembarang bahasa. Saussure mendefinisikan tanda
linguistik sebagai entitas dua sisi(dyad). Sisi pertama disebutnya dengan petanda
(signifier). Penanda adalah aspek material dari sebuah tanda, sebagaimana kita
menangkap bunyi saat orang berbicara. Bunyi ini muncul dari getaran pita suara
(yang tentu saja bersifat material). Wilayah perhatian Saussure hanya meliputi
tanda linguistik. Dalam hal ini dia mengukuti tradisi teorisasi tanda-tanda
“konvensional”. Sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh
penanda adalah apa yang disebut Saussure sebagai penanda (signified). Penanda
Hubungan antara penanda dan petanda ini dapat digambarkan dalam
[image:31.595.136.477.171.317.2]diagram sebagai berikut :
Gambar 2.1. Diagram Semiotik Saussure
Sumber : Sobur, 2002, Semiotika Komunikasi, Penerbit Remaja Rosdakarya,
Bandung, Halamn 125.
Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna
(konsep meterial), artinya apa yang dapat dikatakan, ditulis atau dibaca. Signified
adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa.
Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan
signification. Dengan kata lain signification adalah upaya dalam memberi makna
terhadap dunia (Fiske, 1990;44)
Tegasnya, Saussure meyakini bahwa proses komunikasi melalui bahasa
juga melibatkan pemindahan ini kepala: tanda-tanda yang membentuk kode atau
sirkuit yang menghubungkan dua individu agar membuka isi kepala
masing-masing.
Sign
Composed of
Signifier (Physical existence
of the sign)
Plus Signified (Mental concept)
Selain itu, Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara langue dan
parole sebagai dua pendekatan linguistik (Sobur, 2001:111). Langue adalah sistem
bembendaan diantara tanda-tanda. Dapat dibayangkan sebagai sebuah lemari yang
menyimpan semua kemungkinan, tanda yang dapat digunakan oleh semua
masyarakat. Kita dapat mengambil tanda-tanda tersebut, satu demi satu, untuk
mengostruksi sebuah parole (ekspresi kabahasaan, wicara) tertentu.
Ciri dasar langua adalah terdapat dua bentuk di dalam hubungan dan
perbedaan antara unsur-unsur bahasa berdasarkan kegiatan mental manusia. Di
satu sisi dalam suatu wacana, kata-kata bersatu demi suatu kesinambungan
tertentu yang ditunjang oleh keluasan. Hubungan demikian disebit sintakma
(kumpulan tanda yang berurut secara logis). Dalam suatu sinttakma suatu istilah
kehilangan valensinya karena istilah itu dipertentangkan dengan istilah lain yang
mendahului dan mengikutinya atau dengan kesamaan berasosiasi dalam ingatan
yang membentuk kelompok-kelompok tempat berbagai hubungan berkuasa.
Hubungan ini disebut oleh Saussure sebagai hubungan asosiatif atau
paradigmatik.
Dalam hal ini peneliti tidak menggunakan metode semiotik Pierce karena
peneliti tidak banyak menemukan (hampir tidak ada) simbol-simbol dalam lirik
lagu yang diteliti, namun menggunakan metode semiologi Saussure dengan
melihat sistem hubungan penanda dan petanda melalui tanda-tanda tulisan berupa
2.1.14. Signifier dan Signified
Pemikiran Saussure yang paling penting adalah pandangannya tentang
tanda. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau
petanda (Sobur, 2004:44) Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi
manusia dengan pemilahan antara signifier (penanda) dan signified (petanda).
Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek
material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified
adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa.
(Bartens, 1985: 382 dalam Kurniawan 2001: 14). Kedua unsur ini seperti dua sisi
keping mata uang atau selembar kertas. Tanda bahasa dengan demikian dapat
menyatukan, bukan hal dengan nama, melainkan konsep dan gambaran akustis.
Jadi meskipun antara penanda tampak sebagai entitas yanf terpisah-pisah,
namun keduanya hanya ada sebagai komponen. Tandalah yang merupakan fakta
dasar bahasa. Maka itu setiap upaya untuk memaparkan teori Saussure mengenai
bahasa, pertama-tama harus membicarakan pandangan Saussure mengenai hakikat
tanda tersebut. Setiap tanda keabsahan, menurut Saussure pada dasarnya
menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara (sound image), bukan
menyatakan suatu sebagai nama. Dua konsep sifnifier dan signified tidak dapat
2.1.15. Langue dan Parole
Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa Perancis: langange,
langue (sistem bahasa) dan parole (kegiatan juaran). Langange adalah suatu
kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya pembawaan,
namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan lingkungan dengan stimulus
yang menunjang. Singkatnya, langange adalah bahasa pada umumnya. Orang
bisupun sama memiliki langange ini, namun disebabkan, umpamanya gangguan
fisiologis pada bagian tertentu maka dia tidak bisa bicara secara normal. Dalam
pengertian umum, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat
sosial budaya, sedangkan parole merupakan bahasa pada tingkat individu. Dalam
konsep Saussure, langue dimaksudkan bahasa sejauh merupakan milik bersama
dari suatu golongan bahasa tertentu.
Apa yang dinamakan langue itu menurut Saussure, harus dianggap sebagai
sistem. Jika langue mempnyai objek studi sistem atau tanda atau kode, maka
parole adalah ”living speech” yaitu bahasa yang hidup atau bahasa sebagaimanaa
terlihat dalam penggunaannya. Kalau langue bersifat kolektif dan pemakaiannya
”tidak disadari” oleh pengguna bahasa yang bersangkutan, maka parole lebih
memperhatikan faktor pribadi pengguna bahasa. Kalau unit dasar langue adalah
kata, maka unit dasar parole adalah kalimat (Sobur, 2003: 50-51)
Pada saat yang sama, Saussure menyatakan bahwa tinjauan terhadap
langue (bahasa sebagai sistem) harus didahulukan daripada parole (bahasa
sebagai tanda penuturan ujaran. Artinya, posisi sistem bahasa secara umum
benar-benar dituturkan. Ini merupakan argumen paling mengejutkan yang lahir dari
sudut pandang ilmu-ilmu alam, ilmu diman bukti fisik positif menjadi
satu-satunya bukti yang dapat diterima. Namun demikian, menurut Saussure, bukti
fiksi positif tidaklah cukup untuk menjelaskan bahasa yang menandakan sebagai
bahasa yang menandakan sekaligus memuat informasi.
Dengan mendifinisikan langue dan parole. Saussure membedakan antara
bahasa dan bagaimana itu digunakan dan karena itu memungkinkan kedua hal
yang sangat berbeda untuk dipelajari sebagai entitas yang terpisah. Sebagai
seorang strukturalis, Suassure lebih tertarik pada langue dan parole. Itu adalah
sistem yang dapat diciptakan makna yang menarik daripada kejadian individual
penggunaannya.
2.2. Kerangka Berpikir
Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam
memaknai suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang (field of
experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda pada setiap
individu tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini
pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencipta juga tidak terlepas dari dua
hal diatas.
Begitu juga peneliti dalam memaknai tanda dan lambang yang ada dalam
objek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam penelitian
ini peneliti melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan
Saussure, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil interpretasi data mengenai
makna lirik lagu tersebut.
Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode semiotik Pierce
karena dalam lirik lagu “Mata Keranjang” kata yang digunakan adalah
kata-kata yang lugas atau kalimat langsung sehingga peneliti tidak banyak menemukan
adanya symbol-symbol yang bisa di gunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis.
Oleh karena itu peneliti manggunakan metode semiotik Saussure dengan
menitikberatkan pada hubungan penanda dan patanda yang ada pada lirik lagu
tersebut.
Dari data-data berupa lirik lagu “Mata Keranjang”, kata-kata dan
rangkaian kata dalam kalimat dalam lirik lagu tersebut kemudian dianalisis
dengan menggunakan metode semiotik Saussure (menitikberatkan pada aspek
material(penanda) dan aspek mental (petanda) yang pada akhirnya diperoleh
signifikasi) hingga menghasilkan suatu interpretasi bagaimana makna lirik lagu
3.1. Jenis Penelitian
3.1.1. Pemaknaan lirik lagu “Mata Keranjang”
Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif, dimana dalam pendekatan deskriptif kualitatif akan dapat
menginterprestasikan secara rinci pemaknaan tiap lirik dalam lagu “Mata
Keranjang” yang di populerkan oleh Aura Kasih. Pemaknaan lirik lagu dalam
“Mata Keranjang” adalah suatu pandangan mengenai sosok perempuan dengan
segala problematika kehidupan yang dihadapinya, baik yang sedih atau gembira
serta sebagai kaum yang lemah, sebagai korban ketidakadilan dan korban
penipuan serta sosok laki-laki sebagai subjek yang kuat dan senantiasa
menjadikan perempuan sebagai obyek.
Dengan menggunakan metode analisis semiotik, pemaknaan yang
dilakukan peneliti dapat lebih menghasilkan uraian yang mendalam tentang
tulisan yang dapat diamati. Kemudian untuk menginterpretasikan objek dari
penggambaran laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu “Mata Keranjang” yang
dipopulerkan Aura Kasih maka perlu terlebih dahulu diketahui sistem tanda yang
ada pada lirik lagu tersebut. Penulis menggunakan pendekatan semiotik untuk
dapat menganilisis makna yang terdapat dalam lirik lagu tersebut.
3.2. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan terdiri
atas kata-kata yang membentuk kalimat yang menjadi latar belakang dalam
penggambaran perempuan dan laki-laki dalam lirik lagu “Mata Keranjang”.
3.3. Corpus
Corpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada
perkembangannya, oleh analisis dengan semacam kesamaan, semacam
sehomogen (Kurniawan, 2001:70). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk
memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai
keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang
beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari
sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari
unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan
(Arkoun dalam Achmad, 2001,:53). Kelebihan adalah bahwa mendekati teks kita
tidak didahului oleh para anggapan atau interprestasi tertentu sebelumnya.
Corpua dalam kata lain dari bertujuan yang antara lain digunakan untuk
analisis semiotika. Corpus dalam penelitian ini adalah lirik lagu dengan judul
“Mata Keranjang” dipopulerkan Aura Kasih.
Alasan pengambilan lagu diatas sebagai corpus adalah karena dalam lirik
hubungannya dengan steorotipe yang melekat pada perempuan. Lirik lagu “Mata
Keranjang” selengkapnya sebagai berikut :
Mata Keranjang Mata keranjang Mata mata keranjang
Ku pikir kau lelaki baik
Caramu yang sopan ramah sekali Sikapmu yang baik padaku Membuatku tak bisa menolakmu
Tapi kenyataannya berbeda
Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya
Kau mulai mencumbu dan mencoba merayunya
Reff:
Kau mata keranjang
Kau tipu aku dengan senyum manismu Dan kau mata keranjang
Terjebak aku dalam perangkap rayumu
Tapi kenyataannya berbeda
Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya
Kau mulai mencumbu [Kau mulai mencumbu] 3x Dan mencoba merayunya
Back to Reff:
T’lah ku beri… rambutku T’lah ku beri… bibirku T’lah ku beri… dadaku T’lah ku beri… tubuhku
T’lah kuberi… semuanya… semuanya Hooooowww.. habis sudah
Back to Reff: 2x
[Kau mata mata keranjang]
[Keranjang, kau mata keranjang] [Kau mata mata keranjang]
Kau mata keranjang [mata mata keranjang] Dan kau mata keranjang [mata mata keranjang]
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpula data yang digunakan adalah pengumpulan data primer
yaitu data diperoleh melalui pemahaman lirik lagu “Mata Keranjang”. Pada tahap
pemahaman ini diperoleh data primer, yaitu data dari lirik lagu “Mata Keranjang”.
3.4.1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah lagu “Mata Keranjang” yang
diambil dari album “Malaikat Penggoda” yang di populerkan oleh Aura Kasih.
3.5. Metode Analisa Data
Penelitian ini dianalisis menggunakan pandangan dari Saussure, yaitu
dikotomi-dikotomi dari Saussure tentang penanda (signifier) dan petanda
(signified); bahasa (langue) dan ujaran (parole), dengan melihat dari kata-kata dan
rangkaian kata yang membentuk kalimat dalam lirik lagu tersebut sehingga dapat
diperoleh interpretasi data yang benar-benar berkualitas.
Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek material),
yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sementara signified
Langue adalah sesuatu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang
sifatnya pembawaan, namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan
lingkungan dan stimulus yang menunjang. Singkatnya, langue adalah bahasa pada
umumnya. Dalam pengertian umum, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa
pada tingkat individu yang berbicara bahasa itu, seperti juga sebuah simfoni tidak
sama dengan dibawakannya dalam sebuah konser orkes tertentu.
Saussure menyatakan bahwa tinjauan terhadap langue (bahasa sebagai
sistem) harus didahulukan daripada parole (bahasa sebagai tanda penuturan
ujaran. Artinya, posisi sistem bahasa secara umum mendahului dan lebih penting
daripada seluruh ujaran nyata yang pernah benar-benar dituturkan. Ini merupakan
argumen paling mengejutkan yang lahir dari sudut pandang ilmu-ilmu alam, ilmu
diman bukti fisik positif menjadi satu-satunya bukti yang dapat diterima. Namun
demikian, menurut Saussure, bukti fiksi positif tidaklah cukup untuk menjelaskan
bahasa yang menandakan sebagai bahasa yang menandakan sekaligus memuat
informasi.
Dari bahasa (Kurniawan, 2001:30). Contoh Signifier, dalam lirik lagu
“Mata Keranjang” terdapat lirik “T’lah ku beri rambutku, t’lah ku beri bibirku,
t’lah ku beri dadaku, t’lah ku beri tubuhku, t’lah kuberi semuanya… semuanya
habis sudah”.
Dalam lirik ini diperoleh konsep mental (Signified) sebagai berikut, bahwa
sosok perempuan (dalam lirik lagu ini) digambarkan sebagai seorang perempuan
yang sangat mengutamakan perasaan dalam membina suatu hubungan. Hal ini
bahwa dalam tiap perasaan itu terkandung keinginan. Adapun keinginan itu pada
pokoknya ada dua macam yaitu keinginan menerima dan keinginan menolak.
Misalnya di dalam rasa benci terletak antara lain keinginan menghancurkan,
didalam penghinaan terletak keinginan untuk meniadakan penghargaan, di dalam
rasa cinta terletak keinginan untuk menghormati dan sebagainya (Suryabrata,
2000:110).
Dalam lagu ini digambarkan bahwa demi rasa cinta yang dimilikinya,
perempuan tersebut rela berkorban memberikan segala yang dia miliki seperti
rambut, bibir, dada, tubuh dan semuanya. Namun pengorbanan tersebut tidak
mendapat respon sesuai keinginan perempuan tersebut, tetapi sang kekasih malah
4.1. Gambaran Umum Obyek 4.1.1. Aura Kasih
Pemilik nama lengkap Sanny Aura Syahrani atau lebih di kenal dengan
Aura Kasih ini memulai debut karirnya melalui finalis miss indonesia 2007
mewakili porvinsi lampung. Syahrini panggilan akrabnya, mengeluarkan album
perdananya yang bertema sedikit nakal yaitu “malaikat penggoda”. Aura kasih
juga mempunyai suatu obsesi yaitu jika ada kesempatan ingin main bareng sama
Duran-Duran dan pengen banget bisa kolaborasi dgn Ring Of Fire (Johnny Cash).
Aura Kasih adalah artis muda yang cantik dari Bandung, Jawa Barat.
Selain terkenal sebagai salah satu artis yang bersuara mendesah seksi, Aura Kasih
juga kerap didapati berpakaian seksi. Penampilan seksi dari Aura Kasih
menjadikannya berada pada posisi teratas nominasi artis seksi 2009. Nama Aura
Kasih memang masih asing di dunia entertainment, namun finalis Miss Indonesia
2007 ini bakal turut meramaikan industri musik tanah air dengan meluncurkan
album pertamanya yang diberi judul Malaikat Penggoda. Citra yang ditonjolkan
Aura dalam album ini adalah kesan 'cantik, menggoda, dan seksi'. Lagu
andalannya adalah Mari Bercinta yang enerjik dengan video klip yang memasang
pose seksi Aura dalam balutan busana minim. Lagu ini dinobatkan sebagai 'MTV
Hot Seat Artist' periode Maret-April 2008.
Gadis kelahiran 26 Februari 1988 ini mengungkapkan Malaikat Penggoda
dipilih sebagai judul album karena malaikat adalah sosok yang dikaguminya
sebagai sosok sempurna. Sedangkan kata "menggoda" menurutnya sesuai dengan
lirik lagu-lagu yang menggoda dan sedikit nakal. Dengan Malaikat Penggoda
Aura Kasih bukan sekedar ikut-ikutan penyanyi lain, misalnya Mulan Jameela
lewat kesan seksi di lagunya Makhluk Tuhan Paling Seksi. Aura Kasih hanya
ingin lagu-lagu dalam albumnya didengar, dan disukai orang, tidak hanya
bermodalkan menyanyi dan mempunyai tubuh seksi Aura Kasih juga menulis lirik
lagu dalam albumnya.
Sementara itu Manajer Marketing UMI, Aldo Sianturi mengungkapkan
Aura sebagai pendatang baru di industri musik Indonesia memiliki peluang untuk
menembus pasar lewat corak musik yang berbeda dari penyanyi lain. Lagu-lagu
Aura sangat unik, ada yang ditonjolkan dalam albumnya yakni corak dance hall
yang mungkin masih asing bagi banyak orang, Aldo. Aura Kasih yang mengakhiri
pendidikan terakhirnya pada SMA Angkasa Tasikmalaya angkatan 2004 ini
mempunyai beberapa musik Favorit seperti diantaranya adalah Music reggae
(Baby Charm, Bounty Killer, Lady Saw), 311, Social Distortion, Sublime, The
Clash, Madonna, Ras Muhammad, Johnny Cash dan Frank Sinatra.
Permasalahan dalam suara Aura Kasih yang kadang di cemooh masyarakat
karena tidak mempunyai suara indah dan hanya bermodalkan body seksi dan
mempunyai tinggi badan 171 ini memang mengakui bahwa Aura Kasih memang
bukan penyanyi profesional, tapi Aura Kasih sangat menyukai menyanyi dan suka
Renang, Badminton, design baju, Aura Kasih juga mempunyai keinginan untuk
melanjutkan kuliah lagi pada bulan Juli atau Agustus ini dimana setelah vakum
cuti selama 1 tahun. Perkuliahan dianggap sangat penting oleh Aura Kasih untuk
menambah wawasan atau bekal mengelola usaha di masa mendatang, sehingga
jadwal menyanyi dikurangi dahulu untuk sementara waktu.
4.2. Lirik Lagu “Mata Keranjang” menurut Teori Tanda Saussure
Saussure mendefinisikan bahwa bahasa sebagai sistem tanda (sign) dan
setiap tanda itu tersusun dari dua bagian yaitu signifier (penanda) dan signified
(petanda). Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek material),
yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca sedangkan petanda
adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa
(Kurniawan, 2001:30). Apabila penanda atau petanda ini digabungkan akan
menghasilkan suatu konsep makna yang sebenarnya. Gabungan antara kedua
unsur tersebut menghasilkan suatu pemahaman yang dinamakan signification.
Dalam lirik lagu “Mata Keranjang”, ke tiga bagian dari teori tanda
saussure adalah sebagai berikut:
1. Signifiernya adalah seluruh lirik kata yang tertuang atau kata-kata yang
ada dalam lirik lagu tersebut. Baik kata-kata, kalimat tersebut tertuang
mulai bait yang pertama sampai dengan yang terakhir.
2. Signifiednya adalah makna atau konsep yang ada dalam kata-kata yang
digunakn oleh penulis lagu tersebut, sehingga dapat diketahui pesan atau
maksud oleh sang penulis lagu.
3. Signification seperti yang dijelaskan sebelumnya adalah penggabungan
antara penanda dan petanda yang menghasilkan sebuah external reality
of meaning.
4. Languenya (bahasa) adalah keseluruhan unsur-unsur berupa kata dalam
hubungannya satu sama lain yang dimaknai dengan tingkat kebahasaan
sehari-hari. Sedangkan parolenya berupa kalimat-kalimat yang
merupakan ekspresi bahasa pada setiap baris lirik lagu.
Lirik lagu ”Mata Keranjang” semua tentang gambaran perempuan dan
laki-laki dalam hubungannya dengan stereotip yang melekat padanya. Lagu ”Mata
Keranjang” merupakan sebuah ungkapan rasa cinta dari individu yaitu laki-laki
dan perempuan. Dimana demi perasaan cintanya pada sang kekasih, perempuan
dalam lirik lagu tersebut rela berkorban apa saja demi membahagiakan sang
kekasih. Namun di lain pihak, perasaan tersebut tidak mendapat respon sesuai
adalah seorang laki-laki yang dalam setiap kehidupan percintaannya memiliki
karakter senang mempermainkan perasaan sang kekasih. Karakter tersebut dapat
timbul karena emosi yang tidak dikendalikan, karena kurangnya pengendalian
dalam diri individu maka emosi tersebut bersifat destruktif atau merusak.
Sehingga akibatnya emosi yang berlebihan kepada lawan jenisnya membuat
pasangan menjadi terluka dan tidak bahagia. Dengan demikian rasa cinta itu lama
kelamaan akan hilang.
Melalui lirik dalam lagu ”Mata Keranjang”, sang pencipta lagu berusaha
mencurahkan simpati atas curahan hati atau kejadian nyata yang dialami
teman-temannya dalam kehidupan percintaan mereka. Dari rasa simpati tersebut dapat
menjadi peringatan bagi para perempuan tentang bagaimana memilih laki-laki
yang baik dan tidak memiliki karakter laki-laki yang dikategorikan sebagai ”Mata
Keranjang”.
4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data 4.3.1. Penyajian Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu dari lagu
”Mata Keranjang” yang diambil dari album Malaikat Penggoda yang dibawakan
Mata Keranjang
Mata keranjang Mata mata keranjang
Ku pikir kau lelaki baik
Caramu yang sopan ramah sekali Sikapmu yang baik padaku Membuatku tak bisa menolakmu
Tapi kenyataannya berbeda
Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya
Kau mulai mencumbu dan mencoba merayunya
Reff:
Kau mata keranjang
Kau tipu aku dengan senyum manismu Dan kau mata keranjang
Terjebak aku dalam perangkap rayumu
Tapi kenyataannya berbeda
Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya
Kau mulai mencumbu [Kau mulai mencumbu] 3x Dan mencoba merayunya
Back to Reff:
T’lah ku beri… rambutku T’lah ku beri… bibirku T’lah ku beri… dadaku T’lah ku beri… tubuhku
T’lah kuberi… semuanya… semuanya Ho