• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKNAAN LIRIK LAGU (Studi Semiologi Pemaknaan Lirik Lagu “Mata Keranjang” dari Aura Kasih).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMAKNAAN LIRIK LAGU (Studi Semiologi Pemaknaan Lirik Lagu “Mata Keranjang” dari Aura Kasih)."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ………..……….……… viii

ABSTRAKSI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ……… 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

2.1. Landasan Teori ... 7

2.1.1. Konsep Gender ………. 7

2.1.2. Implementasi Ketidaksetaraan ……….. 8

2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Ketidaksetaraan Gender ……... 10

2.1.4. Pembagian Kerja Berdasarkan Gender dan Karakteristik Psikologi Laki-laki dan Perempuan ….…. 12 2.1.5. Karakteristik Psikologi Laki-laki dan Perempuan …….. 14

(2)

2.1.9. Pembunuhan Karakter ...……….……… 18

2.1.10. Semiotika Dan Semiologi Komunikasi………...…. 19

2.1.11. Makna dan Pemaknaan ………... 23

2.1.12. Teori-Teori makna... 24

2.1.13. Teori Semiotik Saussure ………..……...… 26

2.1.14. Signified Dan Signified ……….. 29

2.1.15. Langue Dan Parole ……….. 30

2.2. Kerangka Berfikir ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.1.1. Pemaknaan Lirik Lagu Mata Keranjang ……… 33

3.2. Unit Analisis ... 34

3.3. Corpus ... 34

3.4. Teknik Pengumpulan Data... 36

3.4.1. Sumber Data ... 36

(3)

4.1. Gambaran Umum Obyek ………. 39

4.1.1. Aura Kasih ... 39

4.2. Lirik Lagu ”Mata Keranjang” menurut Teori Tanda Saussure ... 41

4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data ... 43

4.3.1. Penyajian Data ... 43

4.3.2. Pemaknaan Lirik Lagu ”Mata Keranjang” ... 45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 91

5.1. Kesimpulan ……….. 91

5.2. Saran ……….. 92

DAFTAR PUSTAKA ……….... 93

LAMPIRAN 1 Profil Aura Kasih ... 94 2 Profil Album Malaikat Penggoda ... .

(4)

Isu gender merupakan isu yang relatif baru bagi masyarakat sehingga seringkali menimbulkan berbagai penapsiran dan tanggapan yang sering kurang tepat tentang gender. Kedudukan perempuan selalu dianggap berada dibawah kekuasaan laki-laki. Stereotip perempuan sebagai kaum yang lemah dan sebagai korban ketidakadilan merupakan sebuah konstruksi yang ditempa sejak ratusan tahun yang lalu. Laki-laki selalu mendominasi bahwa setiap sisi kehidupan kaum perempuan atau dengan kata lain masih menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah dalam struktur sosial kemasyarakatan. Pemaknaan secara umum telah menutup jalan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan kemampuan dalam dunia yang memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri. Upaya menyampaikan kesadaran mengenai ini secara otomatis memerlukan media dalam mensosialisasikan seperti dalam film, iklan dan salah satu media yang digunakan untuk mempresentasikan gagasan ini adalah melalui musik atau lirik lagu. Lirik lagu ini sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai.

Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Semiologi Saussure yaitu, dengan menghubungkan antara Signifier Signified Langue dan parol, dalam lirik lagu tersebut sehingga dapat diperoleh interpretasi data yang benar-benar berkualitas. Lirik lagu “Mata Keranjang” memuat tentang gambaran perempuan dan laki-laki dalam hubungannya dengan stereotip yang melekat padanya. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diambil langsung dari lirik lagu “Mata Keranjang”. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan studi kepustakaan ini dilakukan dengan mengadakan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data yang teoritis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik seorang lelaki yang dikategorikan sebagai “Mata Keranjang” adalah apabila lelaki tersebut dalam setiap percintaannya cenderung tidak setia pada satu pasangan dan senantiasa menyakiti hati pasangannya. Lelaki “Mata Keranjang” dapat dikategorikan sama dengan lelaki “playboy” karena sifatnya yang sama yaitu selalu mempermainkan pasangannya. Dan penggambaran sosok laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu “Mata Keranjang” juga telah sesuai dengan konsep gender yang berkembang di masyarakat selama ini dimana digambarkan bahwa laki-laki cenderung lebih kuat dibandingkan dengan wanita sehingga mampu mempermainkan perasaan dari pasangannya dan si perempuan dalam lirik lagu tersebut digambarkan sebagai seorang perempuan yang lemah dalam hal emosi dan perasaan sehingga dia mau memberikan segalanya demi pasangannya.

(5)

1.1. Latar Belakang Masalah

Isu gender merupakan isu yang relatif baru bagi masyarakat sehingga seringkali

menimbulkan berbagai penafsiran dan tanggapan yang sering kurang tepat tentang

gender. Pemahaman mengenai gender menjadi sesuatu yang sangat penting artinya bagi

semua kalangan, baik dalam pembangunan swasta, masyarakat maupun keluarga. Melalui

pemahaman yang benar mengenai gender diharapkan secara bertahap diskriminasi perlu

dapat memanfaatkan kesempatan dan peluang lebih besar dalam berbagai aspek

kehidupan seperti misalnya perempuan lebih mudah mengucapkan kata “ maaf ” apabila

melakukan kesalahan. Sedangkan laki-laki cenderung tidak mudah mengucapkan kata

“maaf” apabila melakukan kesalahan. Oleh karena itu perempuan dianggap lemah

sedangkan laki-laki kuat, padahal lemah atau kuatnya seseorang bukan dilihat dari segi

fisiknya, tetapi kemampuan dia untuk berfikir.

Kedudukan perempuan selalu dianggap berada dibawah kekuasaan laki-laki.

Steorotip perempuan sebagai kaum yang lemah dan sebagai korban ketidakadilan

merupakan sebuah konstruksi yang ditempa sejak ratusan tahun yang silam. Steorotip itu

sendiri secara umum memiliki pengertian pelabelan atau penandaan terhadap suatu

kelompok tertentu dan celakanya pelabelan atau penandaan tersebut selalu merugikan dan

menimbulkan ketidakadilan ( Fakih, 1996:16 ).

Laki-laki selalu mendominasi setiap sisi kehidupan kaum perempuan atau dengan

kata lain masih menempatkan perempuan sebagai pihak yang lemah dalam struktur sosial

(6)

daripada perempuan, karena itu laki-laki-lah yang jadi pemimpin. Pemaknaan secara

umum telah menutup jalan bagi perempuan untuk mengaktualisasikan dalam dunia yang

memberikan kebebasan untuk mengekspresikan diri.

Pandangan itu kemudian lebih dikukuhkan lagi melalui agama dan tradisi. Dengan

demikian laki-laki diakui dan dikukuhkan untuk menguasai perempuan. Kemudian

hubungan laki-laki dan perempuan yang hierarkis (dianggap) sudah benar. Situasi ini

adalah hasil belajar manusia dari budaya patriarkhi. Dalam budaya ini, berbagi

ketidakadilan muncul berbagai bidang dan bentuk. Bentuk dari berbagai ketidakadilan ini

bisa berupa marginalisasi, stereotip, subordinasi, beban ganda dan kekerasan terhadap

perempuan.

Upaya menyampaikan kesadaran mengenai ini secara otomatis memerlukan

media dalam mensosialisasikan seperti dalam film, iklan dan salah satu media yang

digunakan untuk mempresentasikan gagasan ini adalah melalui musik atau lirik lagu.

Sebagaimana dapat disimpulkan dari pendapat Soerjono Soekanto (Rahmawan, 2000:1)

bahwa musik berkaitan erat dengan seting sosial kemasyarakatan dan gejala khas

interaksi sosial dimana lirik lagu menjadi penunjang dalam musik tersebut dengan

menjembatani isu-isu sosial yang terjadi. Keberadaan musik senantiasa hadir dimanapun

manusia berada.

Hal ini disebabkan karena musik disampaikan melalui berbagai macam media

komunikasi elektronik, misalnya radio, televisi, tape recorder, compact disc, internet

(7)

merupakan pengekspresian dirinya terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di dunia

sekitar, dimana dia berinteraksi di dalamnya.

Musik merupakan hasil budaya yang menarik diantara banyak budaya manusia

yang lain, dikatakan menarik karena musik memegang peranan yang sangat banyak di

berbagai bidang, seperti jika dilihat dari sisi psikologisnya, musik kerap menjadi sarana

pemenuhan kebutuhan manusia dalam hasrat akan seni dan berkreasi. Dari sosial musik

dapat disebut sebagai cermin tatanan sosial yang ada dalam masyarakat saat musik

diciptakan. Dan dari segi ekonomi pun musik telah bergerak pesat menjadi satu komoditi

yang menguntungkan

Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi media komunikasi untuk

mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat pula

sebagai sarana sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu,

sebuah lirik lagu mulai diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung

jawab yang besar atas tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai nilai bahkan prasangka

tertentu. Sebuah lirik lagu dapat menggambarkan perempuan dalam ketertarikannya

dengan nilai nilai peran yang harus disandangnya.

Karena itulah dalam penelitian ini menaruh perhatian pada masalah pemaknaan

lirik lagu atau lebih tepatnya lagi pada masalah penggambaran sosok laki-laki yang

memiliki sifat “Mata Keranjang” seperti yang digambarkan oleh Aura Kasih. Sebagai

pendatang baru, Aura Kasih bisa jadi bakal bikin heboh belantika musik Tanah Air.

(8)

Penggoda yang dirilis pada tahun 2008 yang didalamnya terdapat lagu berjudul Mata

Keranjang. Citra yang ditonjolkan dalam album ini adalah kesan ‘Cantik, menggoda, dan

seksi’.

Lirik lagu “Mata Keranjang” menceritakan tentang sosok seorang perempuan

yang dihianati pasangannya, perempuan yang sangat mencintai pasangannya bahkan

perempuan tersebut rela memberikan segalanya yang tidak hanya cinta, tubuhnya pun

telah dipersembahkan kepada pasangannya tersebut, namun pasangannya pergi

meninggalkan begitu saja setelah mendapatkan apa yang diinginkannya. Selain itu dalam

visualisasi video klip “Mata Keranjang” jelas berbicara secara konsisten bagaimana

sebuah karakter seseorang yang dirinya adalah seorang kaum yang lemah dan sebagai

korban ketidakadilan, serta korban penipuan dari seorang laki laki.

Pada 25 November 2009 lalu, masyarakat internasional memperingati hari anti

kekerasan terhadap kaum perempuan. Sri Wiyanti Ediyono, komisioner Komnas

Perempuan, mengatakan, jumlah kasus kekerasan terhadap kaum perempuan meningkat.

Untuk menanggulangi kekerasan terhadap kaum perempuan, masyarakat Indonesia

bersama pemerintah hendaknya harus bekerja sama mengadakan semacam "penanaman

mental" terhadap kaum perempuan. Caranya, memberikan pelatihan pengembangan

kepribadian. Tujuannya, ke depan kaum hawa tidak lagi menjadi objek penindasan kaum

pria. Lebih dari itu, kaum perempuan diharapkan tidak mudah terbujuk dan terjebak

(9)

kasus kekerasan terhadap perempuan hampir terjadi setiap hari. Berita kekerasan terhadap

perempuan seakan menjadi menu harian masyarakat kita. Dari beberapa kasus ini

ternyata tidak menggeserkan penilaian dari masyarakat yang sebagian besar mengatakan

bahwa masih banyak perempuan yang mengalami tindak kekerasan.

Banyak alasan mengapa kaum perempuan enggan atau tidak melaporkan kasus

kekerasan yang menimpa dirinya atau kaumnya, apalagi jika kekerasan itu merambah ke

kancah domestik atau ruang privacy, budaya yang cenderung memandang tabu untuk

mengungkapkan persoalan yang berhubungan dengan masalah privat. Karena melaporkan

tindak kekerasan dalam ruang domestik sama saja dengan membuka aib sendiri. Dari sini

tampak nyata benar, bahwa undang-undang perlindungan tehadap saksi dan korban belum

mampu melindungi kaum perempuan dari korban kekerasan. Kekerasan terhadap

perempuan tidak hanya berupa fisik dan psikologis, elit negeri ini ternyata gagal

mengurus kaum perempuan. Dengan asumsi itulah, mungkin terbangun sebuah

pandangan, bahwa negeri ini adalah sarang kekerasan terhadap kaum perempuan, dan

bahwa negeri ini dihuni mereka yang belum sadar dan belum beradab terhadap kaum

perempuan. Bahwa di negeri ini ada jarak yang terbentang luas dalam hal relasi

perempuan dan laki-laki. Pada konteks inilah, sejauh mana pemahaman kita tentang

makna relasi perempuan dan kekerasan, relasi perempuan dan laki-laki dalam stratifikasi

sosial masyarakat, benar-benar dipertanyakan dan digugat. Juga bagaimana pemecahan

masalahnya atau bagaimana cara melaksanakan etika berkehidupan yang beradab untuk

(10)

Dari beberapa hal diatas maka peneliti melihat bahwa lagu dari Aura Kasih sangat

cocok untuk diteliti, sehingga penelitian ini berupaya lebih menitikberatkan pada

pemaknaan lirik lagu dalam lagu “Mata Keranjang” dari Aura Kasih tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi permasalahan

dalam penelitian ini adalah:

Bagaimana pemaknaan lirik lagu dalam lagu Mata Keranjang yang dipopulerkan oleh

“Aura Kasih”?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah pemaknaan lirik lagu

dalam lagu Mata Keranjang yang dipopulerkan oleh “Aura Kasih”.

1.4. Kegunaan Penelitan

1. Kegunaan Teoritis, yaitu untuk menambah liberatur penelitian kualitatif ilmu

komunikasi khususnya mengenai analisis dengan metode semiotik.

2. Kegunaan Praktis, yaitu membantu pembaca dalam memahami makna tentang

pemaknaan lirik lagu yang ada dalam lagu Mata Keranjang yang dipopulerkan

(11)

2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Gender

Konsep gender menunjuk pada suatu sifat yang melekat pada kaum laki

laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kulturalisasi.

Misalnya: bahwa perempuan dikenal lemah lembut, cantik emosional dan keibuan

sementara laki laki dianggap kuat, tradisional, jantan dan perkasa. Ciri- ciri sifat

itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan, sementara itu ada juga

perempuan yang kuat, rasional dan perkasa. Perubahan ciri-ciri dan sifat itu dapat

terjadi dari waktu ke waktu dari tempat ke tempat yang lain. Hal tersebut

disebabkan karena terjadi proses sosialisasi dan rekonstruksi yang berlangsung

secara mapan dan lama sehingga akhirnya menjadi sulit dibedakan apakah

sifat-sifat gender itu seperti kaum perempuan lemah lembut dan kaum lelaki kuat

perkasa dikonstruksikan atau dibentuk oleh masyarakat atau kodrat biologis yang

ditetapkan oleh Tuhan.

Stereotipe yang selama ini berkembang di masyarakat adalah struktur

patriarkhi yaitu laki-laki sebagai sosok yang kuat dan perempuan sebagai sosok

yang lemah, sehingga hal ini mengakibatkan konstruksi sosial gender yang tidak

seimbang, dimana kedudukan perempuan selalu berada di bawah laki-laki.

Padahal setiap sifat yang melekat pada jenis kelamin tertentu sepanjang sifat itu

(12)

bisa dipertukarkan, maka sifat tersebut adalah hasil konstruksi masyarakat dan

sama sekali bukan kodrat Tuhan (Fakih, 1996: 10).

Dengan halnya tujuan yang ingin diangkat dalam penelitian ini yaitu ingin

menggambarkan sosok laki-laki dalam lirik lagu “Mata Keranjang”. Dalam lagu

tersebut digambarkan bahwa laki-laki cenderung lebih kuat daripada wanita

sehingga mampu mempermainkan perasaan dari pasangannya dan si wanita dalam

lirik lagu tersebut digambarkan sebagai seorang perempuan yang lemah dalam hal

emosi dan perasaan sehingga dia mau memberikan segalanya demi pasangannya.

Dalam lagu ini tergambar jelas adanya ketimpangan posisi antara pria dan wanita

seperti yang telah berkembang di masyarakat selama ini sehingga tepat kiranya

untuk dianalisis lebih lanjut tentang penggambaran sosok lak-laki dalam lirik lagu

“Mata Keranjang” yang di populerkan oleh Aura Kasih.

2.1.2. Implementasi Ketidaksetaraan

Guna melihat analisis sosial secara lebih tajam, maka pertama kali yang

harus dilakukan adalah memahami kata gender seks atau jenis kelamin. Pada

uraian sebelumnya telah diuraikan mengenai konsep gender dan seks. Sejarah

(gender difference) antara lelaki dan perempuan terjadi melalui proses sosialisasi,

penguatan dan konstruksi sosial kultural, keagamaan, bahkan melalui kekuasaan

negara. Melalui proses yang cukup panjang sehingga gender lambat laun menjadi

seolah-olah ketentuan Tuhan atau kodrat dan ketentuan biologis, menyebutnya

(13)

emosional yang dimiliki oleh kaum perempuan dikatakan sebagai kodrat

perempuan.

Akan tetapi sebaliknya sosialisasi konstruksi sosial tentang gender ini

secara evaluasi akhirnya mempengaruhi perkembangan masing-masing jenis

kelamin. Misalnya: sifat gender laki-laki harus kuat dan agresif sehingga

konstruksi sosial itu membuat laki-laki terlatih dan motivasi menuju dan

mempertahankan sifat yang ditentukan tersebut yang memang laki-laki lebih kuat

dan lebih besar. Sebaliknya karena konstruksi sosial bahwa kaum perempuan

harus lebih lemah lembut, maka sejak kecil sosialisasi tersebut mempengaruhi

perkembangan fisik dan biologis mereka. Karena proses sosialnya yang berjalan

secara mapan akhirnya sulit dibedakan apalah sifat gender tersebut dikonstruksi

atau kodrat biologis ketentuan Tuhan.

Persoalannya, jika konstruksi gender dianggap sebagai kodrat, akibatnya

gender mempengaruhi keyakinan manusia serta budaya masyarakat tentang

bagaimana lelaki sosial tersebut. Perbedaan biologis itu dianggap sebagai

ketentuan Tuhan. Masyarakat sebagai kelompoklah yang menciptakan perilaku

pembagian gender untuk menentukan berdasarkan apa yang mereka anggap

sebagai keharusan untuk membedakan antara laki laki dan perempuan. Keyakinan

pembagian itu selanjutnya diwariskan dari satu generasi selanjutnya penuh

dengan proses, negosiasi, retensi maupun dominasi. Akhirnya alamiah, normal

dan kodrat sehingga bagi mereka yang mulai melanggar dianggap tidak normal

(14)

2.1.3. Faktor-faktor Penyebab Ketidaksetaraan Gender

Perbedaan jenis kelamin melahirkan perbedaan gender dan perbedaan

gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan. Faktor yang menyebabkan

ketidakseimbangan atau ketidakadilan gender adalah akibat adanya gender yang

dikonsturksikan secara sosial dan budaya. Beberapa anggapan yang memojokkan

kaum perempuan dalam konteks sosial ini menyebabkan sejumlah persoalan.

Sejak dulu banyak mitos-mitos yang menjadi penyebab ketidakadilan

gender, misalnya laki-laki selalu dianggap bertindak berdasarkan rasional,

sedangkan kaum perempuan selalu mendahulukan perasaan. Misalnya perempuan

itu sebagai konco wingking (teman dibelakang) berfungsi 3M (macak, masak,

manak), meskipun M(manak) masih harus dipertahankan. Disamping itu juga ada

anggapan bahwa tantangan bagi laki-laki untuk bekerja di dapur untuk memasak,

mencuci, maupun melakukan kegiatan rumah tangga. Dikatakannya juga laki laki

untuk bekerja di dapur tangga. Dikatakannya jika laki laki berada di dapur, maka

rejekinya akan “seret”.

Kebanyakan mitos-mitos yang muncul di masyarakat akan

menguntungkan kaum lelaki dan mendiskreditkan kaum perempuan. Semua

contoh-contoh di atas sebenarnya disebabkan karena negara Indonesia sebenarnya

menganut negara hukum hegemoni patriarkhi, yaitu yang berkuasa dalam

keluarga adalah bapak. Patriarkhi menggambarkan dominasi laki-laki atas

perempuan dan anak di dalam keluarga, dan ini berlanjut kapada dominasi

laki-laki dalam semua lingkup kemasyarakatan lainnya. Patriarkhi adalah konsep

(15)

Selain hukum hegemoni patriarkhi diatas ketidak seimbangan gender juga

di sebabkan karena sistem kapitalis yang berlaku, yaitu siapa yang mempunyai

modal besar itulah yang menang. Hal ini mengakibatkan laki laki yang

dilambangkan lebih kuat daripada perempuan akan mempunyai peran dan fungsi

yang lebih besar.

Menifestasi ketidakadilan gender tersosialisasi kepada kaum laki-laki dan

perempuan secara mantap, yang mengakibatkan ketidakadilan tersebut merupakan

kebiasaan dan akhirnya dipercaya bahwa peran gendar itu seolah-olah merupakan

kodrat dan akhirnya diterima masyarakat secara umum. Hal ini disebabkan karena

terdapat kesalahan atau karancuan makna gender, dimana apa yang sesungguhnya

gender, karena pada dasarnya konstruksi sosial , justru dianggap sebagai kodrat

yang berarti ketentuan Tuhan. Misalnya: pekerjaan domestik, seperti merawat

anak, merawat rumah sangat melekat pada tugas perempuan, yang akhirnya

dianggap kodrat. Padahal sebenarnya pekerjaan pakerjaan tersebut adalah

konstruksi sosial yang dibentuk laki-laki maupun perempuan.

Usaha yang harus dilakukan untuk mencapai kesetaraan gender

nampaknya bukan hanya sekedar bersifat institusional, utamanya dari pihak pihak

yang memiliki wewenang kekuasaan yang memegang peran dalam proses

pembentukan gender. Untuk itu peranan pembuat kebijakan dan perencanaan

pembangunan menjadi sangat penting dan menentukan arah perubahan menuju

kesetaraan gender atau dapat dikatakan bahwa negara pemerintahan mempunyai

(16)

Dalam setiap perencanaan pembangunan, gender hendaknya dijadikan

sebagai “Kunci utama” dalam memahami kegiatan apa yang dilakukan lelaki dan

perempuan, berapa banyak waktu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut, siapa

yang memutuskan dan sebagainya. Perencana peran pembangunan hendaknya

mampu menganalisis perbedaan peran kodrati dan peran gender sehingga

mengetahui hal-hal yang dapat diubah dan yang tidak dapat diubah serta

mempertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan.

2.1.4. Pembagian kerja Berdasarkan Gender dan Karakteristik Psikologi Laki laki dan Perempuan.

Banyak data menunjukkan bahwa potensi perempuan yang bekerja di

sektor publik berada dibawah laki laki. Misalnya penempatan dokter perempuan,

pejabat pengambil keputusan, maupun pada bidang bidang jasa yang lain. Dilain

pihak perempuan yang bekerja untuk menopang penghasilan keluarga memiliki

beban kerja yang sangat berat, karena disamping bekerja di sektor formal maupun

non formal masih harus menyelesaikan pekerjaan domestik tanpa bantuan dan

campur tangan tangan lelaki. Hal ini menunjukkan konsepsi gender dalam

pembagian kerja belum sepenuhnya tercapai.

Secara pandangan ilmu sosial , perempuan yang bekerja merupakan salah

satu bentuk mobilitas sosial perempuan. Mobilitas sosial yang dilakukan

berdasarkan kemampuan dan potensi baik secara pendidikan maupun kemandirian

(17)

perempuan masih mengikuti pola tradisional. Secara tradisional perempuan

mengalami mobilitas melalui perkawinan.

Peran perempuan setelah perkawinan adalah melahirkan, dimana peran ini

dinamakan peran reproduktif. Peran ini memang tidak bisa diganti oleh laki-laki

karena memang sifatnya kodrati, dan tidak bisa dihindari. Disamping melahirkan

perempuan secara tradisional harus melakukan pekerjaan rumah tangga seperti

memasak, mencuci, menjaga rumah, membersihkan rumah, mengasuh anak

mempersiapkan keperluan sehari hari.

Secara turun menurun pekerjaan ini identik dengan kaum perempuan. Hal

ini tidak berperspektif gender. Bagaimanapun juga urusan anak adalah urusan

lelaki dan perempuan, urusan suami isteri. Demikian halnya seperti ini maka

dimungkinkan perempuan dapat kegiatan yang menghasilkan produksi atau

barang jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Perempuan dan lelaki

melakukan kegiatan produktif, akan tetapi pada umumnya fungsi dan tanggung

jawab yang berlaku. Kegiatan produktif yang dilakukan perempuan seringkali

kurang diakui dibanding yang dilakukan lak- laki.

Sebagai anggota komunitas sosial perempuan, juga melakukan peran

sosial yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan

masyarakat seperti: perayaan, selamatan, kesertaan dalam organisasi tingkat

komunitas, kesertaan dalam organisasi tingkat komunitas dan lainnya. Kegiatan

ini tidak menghasilkan uang tetapi seringkali menyerap banyak waktu dan penting

bagi pemeliharaan dan pengembangan aspek spiritual, kultural komunitas serta

(18)

dan laki-laki sebaiknya sama-sama terlibat dalam kegiatan komunitas sesuai

dengan sistem gender yang berlaku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

peran perempuan dalam kehidupan berkeluarga sekaligus baik peran reproduktif,

dan peran sosial.

2.1.5. Karakteristik Psikologis Laki-laki DanPerempuan

Aspek psikologis yang mencakup intelegensi dan emosi dalam proses

perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Hal ini berbeda dengan

aspek biologis yang mengalami pertumbuhan secara otomatis tanpa harus

dipelajari. Kondisi intelegrensi dasarnya memang biologis, yaitu pusat susunan

syaraf otak yang mengandung pusat pusat kemampuan yang diperoleh individu

sejak dalam kandungan sampai tiga tahun pertama sesudah lahir. Ada

perkembangan selanjutnya tentang kondisi psikhis bagi lelaki dan perempuan

sama hanya saja mana yang dominan satu dengan yang lain berbeda. Ini juga

dipengaruhi adanya perlakuan yang berbeda terhadap lelaki dan perempuan sesuai

dengan keinginan orang tua masing masing. Apabila anak lelaki dan perempuan

mempunyai potensi yang sama, diperlakukan dan diberi kesempatan yang sama,

diperlukan dan diberi kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri

semaksimal mungkin akan mencapai yang sama.

Nampaknya apa yang berkembang di masyarakat tidaklah demikian, perlu

disadari bahwa adanya faktor budaya akan mempengaruhi pola pengasuhan orang

tua terhadap anaknya. Misalnya: sistem parthiarkhi yang telah berkembang dalam

(19)

pemikiran androgini. Kondisi ini dipolakan sejak bayi baru lahir dan dimapankan

dalam kehidupan sehari hari, sehungga terkesan bahwa yang demikian itu tidak

dapat ditolak kan tetapi harus diterima dan dilakukan.

2.1.6. Perbedaan Gender Melahirkan ketidakadilan

Seperti dikatakan diatas bahwa aplikasi dan implikasi gender di

masyarakat belum sesuai dengan yang diharapkan, karena masih sangat

dipengaruhi oleh faktor sosial budaya setempat. Perbedaan gender telah

melahirkan berbagai ketidakadilan gender(gender inequalities). Ketidakadilan

gender dimanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, misalnya:

sobordinasi, marginalisasi, beban kerja lebih banyak stereotype. Manfaat dan

dampak dari aspek gender terhadap kualitas lelaki dan perempuan sebagai sumber

daya pembangunan, sebagaimana yang telah dikemukakan diatas bahwa pola

sosialisasi yang berbeda antara laki laki dan perempuan dapat menimbulkan

kesenjangan gender. Bentuk bentuk nyata yang dapat diamati munculnya gejala

gejala ketertinggalan, subordinasi, merjinalisasi dan diskriminasi.

Perbadaan gender dalam beberapa hal akan mengantarkan pada

ketidakadilan (gender inequalities). Ketidakadilan yang dilahirkan oleh perbedaan

gender inilah yang sesungguhnya sedang dipertanyakan. Ternyata dari sejarah

perkembangan hubungan yang tidak adil, menindas serta mendominasi antara

kedua jenis kelamin tersebut. Bentuk manifestasi ketidakadilan gender ini adalah

dalam mempersepsi, memberi nilai serta dalam pembagian tugas antara laki-laki

(20)

ketidakadilan gender dalam bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan

pekerjaan yang mereka lakukan.

Sesungguhnya perbedaan gender (gender differences) tidaklah menjadi

masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities).

Namun persoalannya tidaklah sesederhana yang dipikirkan, ternyata perbedaan

gender tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan baik bagi kaum lelaki dan

perempuan. Ketidakadilan gender adalah suatu sistem dan struktur dimana kaum

lelaki dan perempuan menjadi korban dari sistem itu. Guna memahami bagaimana

perbedaan dapat dipahami melalui berbagai manifestasi ketidakadilan tersebut.

2.1.7. Gender dan Marginalisasi Perempuan

Bentuk manifestasi ketidakadilan gender adalah proses marginalisasi atau

disebut juga pemiskinan ekonomi. Ada beberapa mekanisme proses marginalisasi

kaum perempuan Karen f. dari segi sumbernya bisa berasal dari kebijakan

pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau

bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

Marjinalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender adalah adanya

program dibidang pertanian misalnya: revolusi hijau yang menfokuskan pada

petani laki-laki mengakibatkan banyak perempuan tergeser dan menjadi miskin.

Contoh lain adanya pekerjaan khusus perempuan seperti: guru kanak kanak,

pekerja pabrik yang berakibat pada penggajian yang rendah. Sesungguhnya

banyak proses di dalam masyarakat dan negara yang memarginalkan masyarakat,

(21)

hanya pada jenis kelamin tertentu (perempuan) yang disebabkan oleh keyakinan

gender. Ada berbagai macam dan bentuk, serta mekanisme proses marginalisasi

perempuan akibat dari ideology tersebut. Dari segi sunbernya dapat dipilah

menjadi sumber kebijakan pemerintah, keyakinan atau tafsiran keagamaan, tradisi

atau kebiasaan, bahkan asumsi ilmu pengetahuan.

Demikian halnya dengan tujuan yang ingin diangkat dalam penelitian ini

yaitu ingin menggambarkan sosok laki laki dalam lirik lagu “Mata Keranjang”.

Dalam lagu tersebut digambarkan bahwa laki-laki cenderung lebih kuat daripada

wanita sehingga mampu mempermainkan perasaan dari pasangannya dan wanita

dalam lirik lagu tersebut digambarkan sebagai seorang perempuan yang lemah

dalam hal emosi dan perasaan sehingga dia mau memberikan segalanya demi

pasangannya. Dalam lagu ini tergambar jelas adanya ketimpangan posisi antara

pria dan wanita seperti yang telah berkembang di masyarakat salama ini sehingga

tepat kiranya untuk dianalisis lebih lanjut tentang penggambaran sosok laki-laki

dalam lirik lagu “Mata Keranjang” yang di populerkan oleh Aura Kasih.

2.1.8. Perempuan Dalam Lirik

Dalam lirik lagu banyak membahas tentang perempuan. Banyaknya

ketidak adilan yang terjadi pada perempuan dipengaruhi oleh budaya patriakhi

yang ternyata masih banyak dianut oleh masyarakat kita. Hal ini ternyata masih

banyak mempengaruhi hasil karya seseorang khususnya dalam karya lirik lagu.

Seorang pengamat perempuan, Ollaora (1998:32) yang melakukan

(22)

“sebagai gambaran sementara, bahwa dalam banyak lagu pop, perempuan digambarkan dalam posisi yang tidak menguntungkan dan lemah, baik dalam lagu-lagu yang diciptakan oleh penyanyi laki-laki atau bahkan dalam lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh satu jenis musik yang populer di masyarakat, mengambil peranan penting dalam posisi yang lemah atau tidak menguntungkan. Itu artinya selama ini media seni atau hiburan (secara langsung maupun tidak langsung) telah digunakan untuk kepentingan salah satu kebudayaan yang dibuat manusia, yaitu patriakhi”

Kenyataannya hasil karya inilah yang banyak digemari oleh masyarakat

kita. Hal ini diutarakan juga oleh seorang penyair Edgar Allan Poe yang

menyatakan “the death of beautiful is, unquestionable, the most political topic in

the world” (Reynold & Press, 1995:27). Pernyataan tersebut memberikan suatu

gambaran bahwa topik yang sangat digemari dan seakan-akan memberikan

inspirasi untuk penciptaan-penciptaan berikutnya.

Dari beberapa pernyataan tersebut dapat kita simpulkan bahwa dunia

musik ternyata ikut melanggengkan dunia patriakhi.

2.1.9. Pembunuhan Karakter (Character Assasination)

Pembunuhan karakter adalah kejahatan seseorang atas orang lain, karena

tidak seorangpun menghalangi seseorang untuk berkarya, mengekspresikan diri

dan mengembangkan karakternya di masyarakat (Bungin, 2006: 347).

Pada penelitian ini, lirik lagu “Mata Keranjang” yang menjadi obyek

peelitian masyarakat sebuah pembunuhan karakter terhadap sosok laki laki.

Karena pada beberapa lirik lagunya Aura Kasih menggambarkan laki-laki yang

mempunyai sifat sopan dan ramah serta santun dan baik, selalu menghormati dan

tidak pernah pernah menyakiti perasaan siapapun atau terlebih menipu hati

(23)

penjahat wanita, dengan demikian secara tidak langsung, terjadi pembunuhan

karakter terhadap sosok laki laki.

Definisi dari laki-laki yang dikategorikan sebagai “Mata Keranjang”

adalah apabila lelaki tersebut dalam setiap kisah percintaannya cenderung tidak

setia pada satu pasangan dan senantiasa menyakiti hati pasangannya dengan selalu

mengumbar janji-janji manisnya namun setelah mendapatkan apa yang diinginkan

dari pasangan, lelaki tersebut cenderung tidak peduli dan pergi meninggalkan

pasangannya, lelaki “Mata Keranjang” juga dapat dikategorikan sama dengan

lelaki playboy. Karena sifatnya yang sama yaitu selalu mempermainkan

pasangannya. Berdasarkan uraian diatas dapat diketehui bahwa wanita selalu

menjadi korban para lelaki, tidak hanya dalam percintaan namun dalam segala hal

karena sifat wanita yang cenderung lemah tersebut baik dari sisi perasaan maupun

fisik.

2.1.10. Semiotika dan Semiologi Komunikasi

Kata ’semiotika’ itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang

berarti ’tanda’ atau ’seme’ yang berarti ’penafsir tanda’. Semiotika sendiri berakar

dari studi klasik dan skolastik atas seni logika, retorika dan poetika.

Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji suatu

tanda. Tanda adalah perangkat-perangkat yang kita pakai dalam upaya mencari

jalan di dunia ini, di tengah-tengah masyarakat dan hidup bersama manusia.

Semiotika, atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak

mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

(24)

nama objek itu hendak berkomunikasi , tetapi juga mengkonstitusi sistem

terstruktur dari tanda (Kurniawan dalam Sobur, 2004: 15)

Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri, dan makna adalah

hubungan antara suatu objek atau idea dan suatu tanda (Littlejohn, 1996: 64). Jika

diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf,kata dan kalimat,tidak memiliki

arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti dalam kaitannya

dengan pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa

yang ditandakan sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang bersangkutan.

Sebuah teks, baik itu lirik lagu, surat cinta, novel, cerpen, puisi, komik, semua itu

mungkin menjadi ”tanda” yang dapat dilihat dalam aktivitas penanda: yakni

proses signifikasi ang menghubungkan objek dan interpretasi.

Semiotika modern mempunyai dua bapak, yaitu Charles Sanders Pierce

(1839-1914) dan Ferdinand De Saussure (1857-1913). Terdapat perbedaan antara

Pierce dan Saussure, antara lain: Pierce adalah ahli filsafat dan logika, sedangkan

Saussure adalah tokoh cikal bakal linguistik umum (Sobur, 2004:110).

Sehingga perlu digaris bawahi dari berbagai definisi di atas adalah para

ahli melihat semiotika itu sebagi ilmu atau proses yang berhubungan dengan

tanda. Semiotika mempunyai tiga bidang studi utama yaitu yang pertama adalah

tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda,

cara tanda-tanda yang berbeda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia

yang menggunakannya. Kedua, kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda.

(25)

suatu masyarakat atau budaya untuk mengeksploitasi saluran komunkasi yang

tersedia untuk mentransmisikannya. Ketiga, kebudayaan tempat kode dan tanda

bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan

tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri (Fiske, 2006: 61)

Kajian semiotika dibedakan menjadi dua jenis, yaitu semiotika komunikasi

dan semiotika signifikasi, yang pertama menitik beratkan pada teori tentang

produksi tanda, yang salah satu diantaranya mengasumsikan adanya enam faktor

dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode (sistem tanda pesan), sluran

komunikasi dan acuan (hal yang dibicarakan). Sedangkan yang kedua menitik

beratkan pada teori tandadan segi pemahamannya dalam konteks tertentu.

Pada jenis yang kedua (semiotika signifikasi) tidak dipersoalkan adanya

tujuan komunikasi, sebaliknya yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu

tanda sehingga proses kognisinya pada penerima tanda lebih diperhatikan

daripada proses komunikansinya (Sobur, 2004: 15)

Pada dasarnya semiosis dapat dipandang sebagai proses tanda yang dalam

istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah:

S ( s, i, e, r, c )

S adalah semiotic relation (hubungan semiotik), s untuk sign (tanda), i

untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya suatu disposisi

dalam I akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi

tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks)

(26)

Batasan semiotika komunikasi menurut Ferdinand De Saussure adalah linguistik

hendaknya menjadi bagian suatu ilmu pengetahuan umum tentang tanda, yang

disebutnya sebagai semiologi.

Pada perkembangannya, kedua ilmu yaitu semiotika dan semiologi yang

mengacu pada tanda, secara prinsip tidak ada perbedaan. Kecuali dalam hal

orientasi semiologi pada Saussure dan orientai pada Pierce. Satu perbedaan antara

keduanya, menurut Hawkes adalah bahwa semiologi dipilih orang-orang Eropa di

luar perbedaan yang dimaksud Saussure, sedang semiotika dipilih oleh penutur

berbahasa Inggris di luar perbedaan yang dimaksud Pierce Amerika. Dengan kata

lain sebenarnya dua ilmu itu sama-sama dipakai. Semiotika menurut Umberto Eco

dalam Sobur, pada prinsipnya adalah ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang

dapat digunaka untuk mendustai, mengelabui atau mengecoh.

” Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat dinyatakan sebagai tanda.

Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang

mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain

tersebut tidak perlu ada, atau tanda itu secara nyata ada di suatu tempat pada suatu

waktu tertentu. Semiotika pada prinsipnya adalah suatu kebohongan. Jika sesuatu

tersebut tidak dapat digunakan untuk mengatakan sesuatu kebohongan,

sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk mengatakan kebenaran”.(Berger dalam

Sobur, 2004:18)

(27)

2.1.11. Makna dan Pemaknaan

Brown dalam Sobur (2001:255-256) mendefinisikan makna sebagai

kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu

bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan suatu

kata atau kalimat. Namun kita terlebih dahulu harus membedakan pemaknaan

secara lebih tajam tentang istilah-istilah yang nyaris berimpit antara apa yang

disebut (1) terjemah (translation), (2) tafsir atau interpretasi, (3) ekstrapolasi dan

makna atau meaning.

Membuat terjemah adalah upaya mengemukakan materi atau substansi

yang sama dengan media yang berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa

satu ke bahasa yang lain, dari verbal ke gambar sebagainya. Pada penafsiran, kita

tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteksnya agar

dapat dikemukakan konsep atau gagasannya lebih jelas. Ekstrapolasi lebih

menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal dibalik

yang tersajikan. Materi yang tersajikan dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau

indikator pada sesuatu yang lebih jauh lagi. Memberikan makna merupakan upaya

lebih jauh dari penafsiran dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrspolasi.

Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratife manusia, indrawinya, daya

pikirnya dan akal budinya. Materi yang tersajikan seperti juga ekstrapolasi, dilihat

tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh. Dibalik

yang tersajikan bagi ekstrapolasi terbatas dalam artian empiric logic, sedangkan

(28)

Semiotik adalah ilmu mengenai makna kata-kata, suatu definisi yang

menurut S.I. Hayakawa dalam Mulyana (2001:257) tidaklah buruk bila

orang-orang tidak menganggap bahwa pencarian makna kata mulai dan berakhir dengan

melihatnya dalam kamus. Makna dalam kamus tentu saja lebih bersifat

kebahassan (linguistik), yang punya banyak dimensi, simbol merujuk pada objek

di dunia nyata, pemahaman adalah perasaan subjektif kita mengenai symbol itu

dan referen adalah objek yang sebenarnya eksis di dunia nyata.

Makna dapat pula digolongkan ke dalam makna denotative dan makna

yang sebenarnya (faktual) seperti yang kita temukan dalam kamus. Karena itu

makna denotative lebih bersifat publik. Sejumlah makna bermakna denotative,

namun banyak kata juga bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi, yakni makna

diluar rujukan objeftifnya. Dengan kata lain, makna konotatif lebih bersifat

subjektif daripada makna denotative.

2.1.12. Teori-teori Makna

Beberapa teori tentang makna dikembangkan oleh Alston (1964;11-26)

dalam Sobour (2001-259) diantaranya adalah :

1. Teori Acuan (Referential Theory)

Teori acuan merupakan salah satu jenis teori makna yang mengenali atau

mengidentifikasikan makna suatu ungkapan dengan apa yang diacunya atau

(29)

2. Teori Ideasional (The Ideational Theory)

Teori ideasional adalah suatu jenis teori makna yang mengenali atau

mengidentifikasi makna ungkapan dengan gagasan-gagasan yang

berhubungan dengan ungkapan tersebut. Dalam hal ini, teori ideasional

menghubungkan makna atau ungkapan dengan suatu ide atau representasi

psikis yang ditimbulkan kata atau ungkapan tersebut kepada kesadaran. Atau

dengan kata lain, teori ideasional mengidentifikasi makna E (expression atau

ungkapan) dengan gagasan-gagasan atau ide-ide yang ditimbulkan E

(expression). Jadi pada dasarnya teori ini meletakkan gagasan (ide) sebagai

titik sentral yang menentukan makna suatu ungkapan.

3. Teori Tingkah Laku (Behavioral Theory)

Teori tingkah laku merupakan salah setu jenis teori makna mengenai makna

suatu kata atau ungkapan bahasa dengan rangsangan-rangsangan (stimuli)

yang menimbulkan ungkapan tersebut. Teori ini menanggapi bahasa sebagai

semacam kelakuan yang mengembalikannya kepada teori stimulus dan respon.

Makna menurut teori ini, merupakan rangsangan untuk menimbulkan perilaku

tertentu sebagai respon kepada rangsangan itu tadi.

Penelitian ini dapat dikatakan berlandaskan pada teori ideasional. Hal

tersebut dapat dilihat dari adanya ide atau gagasan yang datang dari pencipta lagu.

Pencipta lagu berusaha mengungkapkan ide atau gagasan tersebut ke dalam

sebuah ungkapan (expression) yang dituangkan dalam lirik-lirik lagu yang penuh

makna. Berlandaskan teori ideasional, peneliti berusaha untuk melakukan

(30)

2.1.13. Teori Semiotik Saussure

Semiotik adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari Yunani semeion

yang berarti “tanda”. Tanda terdapat dimana-mana, kata tanda adalah tanda,

demikian pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya. Bidang

kajian semiotik adalah mempelajari fungsi tanda dalam teks, yaitu bagaimana

memahami system tanda yang ada dalam tanda teks yang berperan membimbing

penbacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya

(Komaruddin Hidayat dalam Sobur, 2001;106).

Pokok kajian Saussure tentang bahasa berbeda jauh dengan pendekatan

para fololog abad ke 19. bukannya mengkaji linguistic secara histories,

berdasarkan garis diakronik, yaitu kajian yang melihat perubahan pada bahasa

dalam waktu kurun tertentu. Saussure justru mengembangkan linguistic sinkronik.

Dia mempresentasikan analisis bahasa secara umum, sebuah kajian tentang

prasyarat keberadaan dari sembarang bahasa. Saussure mendefinisikan tanda

linguistik sebagai entitas dua sisi(dyad). Sisi pertama disebutnya dengan petanda

(signifier). Penanda adalah aspek material dari sebuah tanda, sebagaimana kita

menangkap bunyi saat orang berbicara. Bunyi ini muncul dari getaran pita suara

(yang tentu saja bersifat material). Wilayah perhatian Saussure hanya meliputi

tanda linguistik. Dalam hal ini dia mengukuti tradisi teorisasi tanda-tanda

“konvensional”. Sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh

penanda adalah apa yang disebut Saussure sebagai penanda (signified). Penanda

(31)

Hubungan antara penanda dan petanda ini dapat digambarkan dalam

[image:31.595.136.477.171.317.2]

diagram sebagai berikut :

Gambar 2.1. Diagram Semiotik Saussure

Sumber : Sobur, 2002, Semiotika Komunikasi, Penerbit Remaja Rosdakarya,

Bandung, Halamn 125.

Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna

(konsep meterial), artinya apa yang dapat dikatakan, ditulis atau dibaca. Signified

adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental dari bahasa.

Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan

signification. Dengan kata lain signification adalah upaya dalam memberi makna

terhadap dunia (Fiske, 1990;44)

Tegasnya, Saussure meyakini bahwa proses komunikasi melalui bahasa

juga melibatkan pemindahan ini kepala: tanda-tanda yang membentuk kode atau

sirkuit yang menghubungkan dua individu agar membuka isi kepala

masing-masing.

Sign

Composed of

Signifier (Physical existence

of the sign)

Plus Signified (Mental concept)

(32)

Selain itu, Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara langue dan

parole sebagai dua pendekatan linguistik (Sobur, 2001:111). Langue adalah sistem

bembendaan diantara tanda-tanda. Dapat dibayangkan sebagai sebuah lemari yang

menyimpan semua kemungkinan, tanda yang dapat digunakan oleh semua

masyarakat. Kita dapat mengambil tanda-tanda tersebut, satu demi satu, untuk

mengostruksi sebuah parole (ekspresi kabahasaan, wicara) tertentu.

Ciri dasar langua adalah terdapat dua bentuk di dalam hubungan dan

perbedaan antara unsur-unsur bahasa berdasarkan kegiatan mental manusia. Di

satu sisi dalam suatu wacana, kata-kata bersatu demi suatu kesinambungan

tertentu yang ditunjang oleh keluasan. Hubungan demikian disebit sintakma

(kumpulan tanda yang berurut secara logis). Dalam suatu sinttakma suatu istilah

kehilangan valensinya karena istilah itu dipertentangkan dengan istilah lain yang

mendahului dan mengikutinya atau dengan kesamaan berasosiasi dalam ingatan

yang membentuk kelompok-kelompok tempat berbagai hubungan berkuasa.

Hubungan ini disebut oleh Saussure sebagai hubungan asosiatif atau

paradigmatik.

Dalam hal ini peneliti tidak menggunakan metode semiotik Pierce karena

peneliti tidak banyak menemukan (hampir tidak ada) simbol-simbol dalam lirik

lagu yang diteliti, namun menggunakan metode semiologi Saussure dengan

melihat sistem hubungan penanda dan petanda melalui tanda-tanda tulisan berupa

(33)

2.1.14. Signifier dan Signified

Pemikiran Saussure yang paling penting adalah pandangannya tentang

tanda. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda dengan sebuah ide atau

petanda (Sobur, 2004:44) Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi

manusia dengan pemilahan antara signifier (penanda) dan signified (petanda).

Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang bermakna (aspek

material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Signified

adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa.

(Bartens, 1985: 382 dalam Kurniawan 2001: 14). Kedua unsur ini seperti dua sisi

keping mata uang atau selembar kertas. Tanda bahasa dengan demikian dapat

menyatukan, bukan hal dengan nama, melainkan konsep dan gambaran akustis.

Jadi meskipun antara penanda tampak sebagai entitas yanf terpisah-pisah,

namun keduanya hanya ada sebagai komponen. Tandalah yang merupakan fakta

dasar bahasa. Maka itu setiap upaya untuk memaparkan teori Saussure mengenai

bahasa, pertama-tama harus membicarakan pandangan Saussure mengenai hakikat

tanda tersebut. Setiap tanda keabsahan, menurut Saussure pada dasarnya

menyatukan sebuah konsep dan suatu citra suara (sound image), bukan

menyatakan suatu sebagai nama. Dua konsep sifnifier dan signified tidak dapat

(34)

2.1.15. Langue dan Parole

Saussure membedakan tiga istilah dalam bahasa Perancis: langange,

langue (sistem bahasa) dan parole (kegiatan juaran). Langange adalah suatu

kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang sifatnya pembawaan,

namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan lingkungan dengan stimulus

yang menunjang. Singkatnya, langange adalah bahasa pada umumnya. Orang

bisupun sama memiliki langange ini, namun disebabkan, umpamanya gangguan

fisiologis pada bagian tertentu maka dia tidak bisa bicara secara normal. Dalam

pengertian umum, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa pada tingkat

sosial budaya, sedangkan parole merupakan bahasa pada tingkat individu. Dalam

konsep Saussure, langue dimaksudkan bahasa sejauh merupakan milik bersama

dari suatu golongan bahasa tertentu.

Apa yang dinamakan langue itu menurut Saussure, harus dianggap sebagai

sistem. Jika langue mempnyai objek studi sistem atau tanda atau kode, maka

parole adalah ”living speech” yaitu bahasa yang hidup atau bahasa sebagaimanaa

terlihat dalam penggunaannya. Kalau langue bersifat kolektif dan pemakaiannya

”tidak disadari” oleh pengguna bahasa yang bersangkutan, maka parole lebih

memperhatikan faktor pribadi pengguna bahasa. Kalau unit dasar langue adalah

kata, maka unit dasar parole adalah kalimat (Sobur, 2003: 50-51)

Pada saat yang sama, Saussure menyatakan bahwa tinjauan terhadap

langue (bahasa sebagai sistem) harus didahulukan daripada parole (bahasa

sebagai tanda penuturan ujaran. Artinya, posisi sistem bahasa secara umum

(35)

benar-benar dituturkan. Ini merupakan argumen paling mengejutkan yang lahir dari

sudut pandang ilmu-ilmu alam, ilmu diman bukti fisik positif menjadi

satu-satunya bukti yang dapat diterima. Namun demikian, menurut Saussure, bukti

fiksi positif tidaklah cukup untuk menjelaskan bahasa yang menandakan sebagai

bahasa yang menandakan sekaligus memuat informasi.

Dengan mendifinisikan langue dan parole. Saussure membedakan antara

bahasa dan bagaimana itu digunakan dan karena itu memungkinkan kedua hal

yang sangat berbeda untuk dipelajari sebagai entitas yang terpisah. Sebagai

seorang strukturalis, Suassure lebih tertarik pada langue dan parole. Itu adalah

sistem yang dapat diciptakan makna yang menarik daripada kejadian individual

penggunaannya.

2.2. Kerangka Berpikir

Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam

memaknai suatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang (field of

experience) dan pengetahuan (frame of reference) yang berbeda-beda pada setiap

individu tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi, dalam hal ini

pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencipta juga tidak terlepas dari dua

hal diatas.

Begitu juga peneliti dalam memaknai tanda dan lambang yang ada dalam

objek, juga berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam penelitian

ini peneliti melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan

(36)

Saussure, sehingga akhirnya dapat diperoleh hasil interpretasi data mengenai

makna lirik lagu tersebut.

Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode semiotik Pierce

karena dalam lirik lagu “Mata Keranjang” kata yang digunakan adalah

kata-kata yang lugas atau kalimat langsung sehingga peneliti tidak banyak menemukan

adanya symbol-symbol yang bisa di gunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis.

Oleh karena itu peneliti manggunakan metode semiotik Saussure dengan

menitikberatkan pada hubungan penanda dan patanda yang ada pada lirik lagu

tersebut.

Dari data-data berupa lirik lagu “Mata Keranjang”, kata-kata dan

rangkaian kata dalam kalimat dalam lirik lagu tersebut kemudian dianalisis

dengan menggunakan metode semiotik Saussure (menitikberatkan pada aspek

material(penanda) dan aspek mental (petanda) yang pada akhirnya diperoleh

signifikasi) hingga menghasilkan suatu interpretasi bagaimana makna lirik lagu

(37)

3.1. Jenis Penelitian

3.1.1. Pemaknaan lirik lagu “Mata Keranjang”

Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

deskriptif kualitatif, dimana dalam pendekatan deskriptif kualitatif akan dapat

menginterprestasikan secara rinci pemaknaan tiap lirik dalam lagu “Mata

Keranjang” yang di populerkan oleh Aura Kasih. Pemaknaan lirik lagu dalam

“Mata Keranjang” adalah suatu pandangan mengenai sosok perempuan dengan

segala problematika kehidupan yang dihadapinya, baik yang sedih atau gembira

serta sebagai kaum yang lemah, sebagai korban ketidakadilan dan korban

penipuan serta sosok laki-laki sebagai subjek yang kuat dan senantiasa

menjadikan perempuan sebagai obyek.

Dengan menggunakan metode analisis semiotik, pemaknaan yang

dilakukan peneliti dapat lebih menghasilkan uraian yang mendalam tentang

tulisan yang dapat diamati. Kemudian untuk menginterpretasikan objek dari

penggambaran laki-laki dan perempuan dalam lirik lagu “Mata Keranjang” yang

dipopulerkan Aura Kasih maka perlu terlebih dahulu diketahui sistem tanda yang

ada pada lirik lagu tersebut. Penulis menggunakan pendekatan semiotik untuk

dapat menganilisis makna yang terdapat dalam lirik lagu tersebut.

(38)

3.2. Unit Analisis

Unit analisis dalam penelitian ini adalah tanda-tanda berupa tulisan terdiri

atas kata-kata yang membentuk kalimat yang menjadi latar belakang dalam

penggambaran perempuan dan laki-laki dalam lirik lagu “Mata Keranjang”.

3.3. Corpus

Corpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada

perkembangannya, oleh analisis dengan semacam kesamaan, semacam

sehomogen (Kurniawan, 2001:70). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk

memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai

keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang

beraneka ragam sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari

sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari

unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan

(Arkoun dalam Achmad, 2001,:53). Kelebihan adalah bahwa mendekati teks kita

tidak didahului oleh para anggapan atau interprestasi tertentu sebelumnya.

Corpua dalam kata lain dari bertujuan yang antara lain digunakan untuk

analisis semiotika. Corpus dalam penelitian ini adalah lirik lagu dengan judul

“Mata Keranjang” dipopulerkan Aura Kasih.

Alasan pengambilan lagu diatas sebagai corpus adalah karena dalam lirik

(39)

hubungannya dengan steorotipe yang melekat pada perempuan. Lirik lagu “Mata

Keranjang” selengkapnya sebagai berikut :

Mata Keranjang Mata keranjang Mata mata keranjang

Ku pikir kau lelaki baik

Caramu yang sopan ramah sekali Sikapmu yang baik padaku Membuatku tak bisa menolakmu

Tapi kenyataannya berbeda

Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya

Kau mulai mencumbu dan mencoba merayunya

Reff:

Kau mata keranjang

Kau tipu aku dengan senyum manismu Dan kau mata keranjang

Terjebak aku dalam perangkap rayumu

Tapi kenyataannya berbeda

Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya

Kau mulai mencumbu [Kau mulai mencumbu] 3x Dan mencoba merayunya

Back to Reff:

T’lah ku beri… rambutku T’lah ku beri… bibirku T’lah ku beri… dadaku T’lah ku beri… tubuhku

T’lah kuberi… semuanya… semuanya Hooooowww.. habis sudah

Back to Reff: 2x

(40)

[Kau mata mata keranjang]

[Keranjang, kau mata keranjang] [Kau mata mata keranjang]

Kau mata keranjang [mata mata keranjang] Dan kau mata keranjang [mata mata keranjang]

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpula data yang digunakan adalah pengumpulan data primer

yaitu data diperoleh melalui pemahaman lirik lagu “Mata Keranjang”. Pada tahap

pemahaman ini diperoleh data primer, yaitu data dari lirik lagu “Mata Keranjang”.

3.4.1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah lagu “Mata Keranjang” yang

diambil dari album “Malaikat Penggoda” yang di populerkan oleh Aura Kasih.

3.5. Metode Analisa Data

Penelitian ini dianalisis menggunakan pandangan dari Saussure, yaitu

dikotomi-dikotomi dari Saussure tentang penanda (signifier) dan petanda

(signified); bahasa (langue) dan ujaran (parole), dengan melihat dari kata-kata dan

rangkaian kata yang membentuk kalimat dalam lirik lagu tersebut sehingga dapat

diperoleh interpretasi data yang benar-benar berkualitas.

Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek material),

yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca. Sementara signified

(41)

Langue adalah sesuatu kemampuan berbahasa yang ada pada setiap manusia yang

sifatnya pembawaan, namun pembawaan ini mesti dikembangkan dengan

lingkungan dan stimulus yang menunjang. Singkatnya, langue adalah bahasa pada

umumnya. Dalam pengertian umum, langue adalah abstraksi dan artikulasi bahasa

pada tingkat individu yang berbicara bahasa itu, seperti juga sebuah simfoni tidak

sama dengan dibawakannya dalam sebuah konser orkes tertentu.

Saussure menyatakan bahwa tinjauan terhadap langue (bahasa sebagai

sistem) harus didahulukan daripada parole (bahasa sebagai tanda penuturan

ujaran. Artinya, posisi sistem bahasa secara umum mendahului dan lebih penting

daripada seluruh ujaran nyata yang pernah benar-benar dituturkan. Ini merupakan

argumen paling mengejutkan yang lahir dari sudut pandang ilmu-ilmu alam, ilmu

diman bukti fisik positif menjadi satu-satunya bukti yang dapat diterima. Namun

demikian, menurut Saussure, bukti fiksi positif tidaklah cukup untuk menjelaskan

bahasa yang menandakan sebagai bahasa yang menandakan sekaligus memuat

informasi.

Dari bahasa (Kurniawan, 2001:30). Contoh Signifier, dalam lirik lagu

“Mata Keranjang” terdapat lirik “T’lah ku beri rambutku, t’lah ku beri bibirku,

t’lah ku beri dadaku, t’lah ku beri tubuhku, t’lah kuberi semuanya… semuanya

habis sudah”.

Dalam lirik ini diperoleh konsep mental (Signified) sebagai berikut, bahwa

sosok perempuan (dalam lirik lagu ini) digambarkan sebagai seorang perempuan

yang sangat mengutamakan perasaan dalam membina suatu hubungan. Hal ini

(42)

bahwa dalam tiap perasaan itu terkandung keinginan. Adapun keinginan itu pada

pokoknya ada dua macam yaitu keinginan menerima dan keinginan menolak.

Misalnya di dalam rasa benci terletak antara lain keinginan menghancurkan,

didalam penghinaan terletak keinginan untuk meniadakan penghargaan, di dalam

rasa cinta terletak keinginan untuk menghormati dan sebagainya (Suryabrata,

2000:110).

Dalam lagu ini digambarkan bahwa demi rasa cinta yang dimilikinya,

perempuan tersebut rela berkorban memberikan segala yang dia miliki seperti

rambut, bibir, dada, tubuh dan semuanya. Namun pengorbanan tersebut tidak

mendapat respon sesuai keinginan perempuan tersebut, tetapi sang kekasih malah

(43)

4.1. Gambaran Umum Obyek 4.1.1. Aura Kasih

Pemilik nama lengkap Sanny Aura Syahrani atau lebih di kenal dengan

Aura Kasih ini memulai debut karirnya melalui finalis miss indonesia 2007

mewakili porvinsi lampung. Syahrini panggilan akrabnya, mengeluarkan album

perdananya yang bertema sedikit nakal yaitu “malaikat penggoda”. Aura kasih

juga mempunyai suatu obsesi yaitu jika ada kesempatan ingin main bareng sama

Duran-Duran dan pengen banget bisa kolaborasi dgn Ring Of Fire (Johnny Cash).

Aura Kasih adalah artis muda yang cantik dari Bandung, Jawa Barat.

Selain terkenal sebagai salah satu artis yang bersuara mendesah seksi, Aura Kasih

juga kerap didapati berpakaian seksi. Penampilan seksi dari Aura Kasih

menjadikannya berada pada posisi teratas nominasi artis seksi 2009. Nama Aura

Kasih memang masih asing di dunia entertainment, namun finalis Miss Indonesia

2007 ini bakal turut meramaikan industri musik tanah air dengan meluncurkan

album pertamanya yang diberi judul Malaikat Penggoda. Citra yang ditonjolkan

Aura dalam album ini adalah kesan 'cantik, menggoda, dan seksi'. Lagu

andalannya adalah Mari Bercinta yang enerjik dengan video klip yang memasang

pose seksi Aura dalam balutan busana minim. Lagu ini dinobatkan sebagai 'MTV

Hot Seat Artist' periode Maret-April 2008.

(44)

Gadis kelahiran 26 Februari 1988 ini mengungkapkan Malaikat Penggoda

dipilih sebagai judul album karena malaikat adalah sosok yang dikaguminya

sebagai sosok sempurna. Sedangkan kata "menggoda" menurutnya sesuai dengan

lirik lagu-lagu yang menggoda dan sedikit nakal. Dengan Malaikat Penggoda

Aura Kasih bukan sekedar ikut-ikutan penyanyi lain, misalnya Mulan Jameela

lewat kesan seksi di lagunya Makhluk Tuhan Paling Seksi. Aura Kasih hanya

ingin lagu-lagu dalam albumnya didengar, dan disukai orang, tidak hanya

bermodalkan menyanyi dan mempunyai tubuh seksi Aura Kasih juga menulis lirik

lagu dalam albumnya.

Sementara itu Manajer Marketing UMI, Aldo Sianturi mengungkapkan

Aura sebagai pendatang baru di industri musik Indonesia memiliki peluang untuk

menembus pasar lewat corak musik yang berbeda dari penyanyi lain. Lagu-lagu

Aura sangat unik, ada yang ditonjolkan dalam albumnya yakni corak dance hall

yang mungkin masih asing bagi banyak orang, Aldo. Aura Kasih yang mengakhiri

pendidikan terakhirnya pada SMA Angkasa Tasikmalaya angkatan 2004 ini

mempunyai beberapa musik Favorit seperti diantaranya adalah Music reggae

(Baby Charm, Bounty Killer, Lady Saw), 311, Social Distortion, Sublime, The

Clash, Madonna, Ras Muhammad, Johnny Cash dan Frank Sinatra.

Permasalahan dalam suara Aura Kasih yang kadang di cemooh masyarakat

karena tidak mempunyai suara indah dan hanya bermodalkan body seksi dan

mempunyai tinggi badan 171 ini memang mengakui bahwa Aura Kasih memang

bukan penyanyi profesional, tapi Aura Kasih sangat menyukai menyanyi dan suka

(45)

Renang, Badminton, design baju, Aura Kasih juga mempunyai keinginan untuk

melanjutkan kuliah lagi pada bulan Juli atau Agustus ini dimana setelah vakum

cuti selama 1 tahun. Perkuliahan dianggap sangat penting oleh Aura Kasih untuk

menambah wawasan atau bekal mengelola usaha di masa mendatang, sehingga

jadwal menyanyi dikurangi dahulu untuk sementara waktu.

4.2. Lirik Lagu “Mata Keranjang” menurut Teori Tanda Saussure

Saussure mendefinisikan bahwa bahasa sebagai sistem tanda (sign) dan

setiap tanda itu tersusun dari dua bagian yaitu signifier (penanda) dan signified

(petanda). Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek material),

yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca sedangkan petanda

adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa

(Kurniawan, 2001:30). Apabila penanda atau petanda ini digabungkan akan

menghasilkan suatu konsep makna yang sebenarnya. Gabungan antara kedua

unsur tersebut menghasilkan suatu pemahaman yang dinamakan signification.

(46)

Dalam lirik lagu “Mata Keranjang”, ke tiga bagian dari teori tanda

saussure adalah sebagai berikut:

1. Signifiernya adalah seluruh lirik kata yang tertuang atau kata-kata yang

ada dalam lirik lagu tersebut. Baik kata-kata, kalimat tersebut tertuang

mulai bait yang pertama sampai dengan yang terakhir.

2. Signifiednya adalah makna atau konsep yang ada dalam kata-kata yang

digunakn oleh penulis lagu tersebut, sehingga dapat diketahui pesan atau

maksud oleh sang penulis lagu.

3. Signification seperti yang dijelaskan sebelumnya adalah penggabungan

antara penanda dan petanda yang menghasilkan sebuah external reality

of meaning.

4. Languenya (bahasa) adalah keseluruhan unsur-unsur berupa kata dalam

hubungannya satu sama lain yang dimaknai dengan tingkat kebahasaan

sehari-hari. Sedangkan parolenya berupa kalimat-kalimat yang

merupakan ekspresi bahasa pada setiap baris lirik lagu.

Lirik lagu ”Mata Keranjang” semua tentang gambaran perempuan dan

laki-laki dalam hubungannya dengan stereotip yang melekat padanya. Lagu ”Mata

Keranjang” merupakan sebuah ungkapan rasa cinta dari individu yaitu laki-laki

dan perempuan. Dimana demi perasaan cintanya pada sang kekasih, perempuan

dalam lirik lagu tersebut rela berkorban apa saja demi membahagiakan sang

kekasih. Namun di lain pihak, perasaan tersebut tidak mendapat respon sesuai

(47)

adalah seorang laki-laki yang dalam setiap kehidupan percintaannya memiliki

karakter senang mempermainkan perasaan sang kekasih. Karakter tersebut dapat

timbul karena emosi yang tidak dikendalikan, karena kurangnya pengendalian

dalam diri individu maka emosi tersebut bersifat destruktif atau merusak.

Sehingga akibatnya emosi yang berlebihan kepada lawan jenisnya membuat

pasangan menjadi terluka dan tidak bahagia. Dengan demikian rasa cinta itu lama

kelamaan akan hilang.

Melalui lirik dalam lagu ”Mata Keranjang”, sang pencipta lagu berusaha

mencurahkan simpati atas curahan hati atau kejadian nyata yang dialami

teman-temannya dalam kehidupan percintaan mereka. Dari rasa simpati tersebut dapat

menjadi peringatan bagi para perempuan tentang bagaimana memilih laki-laki

yang baik dan tidak memiliki karakter laki-laki yang dikategorikan sebagai ”Mata

Keranjang”.

4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data 4.3.1. Penyajian Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu dari lagu

”Mata Keranjang” yang diambil dari album Malaikat Penggoda yang dibawakan

(48)

Mata Keranjang

Mata keranjang Mata mata keranjang

Ku pikir kau lelaki baik

Caramu yang sopan ramah sekali Sikapmu yang baik padaku Membuatku tak bisa menolakmu

Tapi kenyataannya berbeda

Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya

Kau mulai mencumbu dan mencoba merayunya

Reff:

Kau mata keranjang

Kau tipu aku dengan senyum manismu Dan kau mata keranjang

Terjebak aku dalam perangkap rayumu

Tapi kenyataannya berbeda

Ku lihat kau menggenggam tangannya Oh rasa tak ingin percaya

Kau mulai mencumbu [Kau mulai mencumbu] 3x Dan mencoba merayunya

Back to Reff:

T’lah ku beri… rambutku T’lah ku beri… bibirku T’lah ku beri… dadaku T’lah ku beri… tubuhku

T’lah kuberi… semuanya… semuanya Ho

Gambar

Gambar 2.1. Diagram Semiotik Saussure

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Marcella Elwina S, S.H., CN., M.Hum., (Dosen Hukum Pidana Universitas Katolik Soegijapranata Semarang) menjelaskan bahwa pada kasus penghinaan dan pencemaran nama baik

1). Kurangnya komunikasi dan tanggungjawab karyawan perusahaan, terutama pada bagian pengangkutan dan kurir terhadap dokumen / barang yang dikirim, sehingga terjadi

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kematangan karier pada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara religiusitas dengan penerimaan diri pada narapidana di rumah tahanan Negara klas II B Purbalingga.. Alat pengumpul data

Beberapa permasalahan yang diuraikan tersebut, maka penulis dapat merumuskan perma salahan pokok yang di hadapi perusahaan yaitu “masih lemahnya pengendalian intern

Redaksi jmal kinetika Mdguupk& lenma Kasin atcs p&tisipasinya naskah dai pcnulis. l,6giri6d aftlkel s6ta korespodensi dapol

"Pada hari ketujuh paro-terang bulan Jyestha Dapunta Hiyang bertolak dari Minanga sambil membawa dua laksa tentara dengan perbekalan sebanyak dua ratus (peti) berjalan