• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROPORSI LABU KUNING : TEPUNG TAPIOKA DAN PENAMBAHAN NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP KARAKTERISTIK KERIPIK SIMULASI LABU KUNING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PROPORSI LABU KUNING : TEPUNG TAPIOKA DAN PENAMBAHAN NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP KARAKTERISTIK KERIPIK SIMULASI LABU KUNING."

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Disusun oleh :

Andre Dian Permana NPM : 0333010047

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN”

JAWA TIMUR

(2)

semesta alam yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya selama pelaksanaan

skripsi dengan judul ”Pengaruh Proporsi Labu Kuning : Tepung Tapioka Dan

Penambahan Natrium Bikarbonat Terhadap Karakteristik Keripik Simulasi Labu Kuning” hingga terselesaikannya pembuatan laporan skripsi ini. Skripsi ini

merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi

Pangan.

Kemudahan dan kelancaran pelaksanaan skripsi serta penyusunan laporan ini

tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini

dengan penuh rasa hormat dan rendah hati, penulis in gin menyampaikan rasa terima

kasih kepada :

1. Ir. Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran”

Jawa Timur.

2. Ir. Latifah, MS, selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan Fakultas

Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.

3. Dr. Dedin F.R,. STP. M.Kes, selaku Sekretaris Program Studi Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Industri UPN ”Veteran” Jawa Timur.

4. Ibu Drh. Ratna Yulistiani, MP, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

berkenan meluangkan waktu, pikiran, tenaga dan kesabaran untuk membimbing

dan mengarahkan penulis meskipun beliau sangat sibuk.

(3)

6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Teknologi Pangan FTI UPN ”Vetran” Jawa

Timur, terima kasih banyak atas segala bimbingan, nasehat dan perhatiannya

selama ini.

7. Ayahanda, Ibunda, kakakku Dewi Elicya Kartikasari, adekku Shafira Farazi

Mumtaz dan seluruh keluarga besarku yang tercinta, terima kasih telah

memberikan bantuan moril maupun materil dan doanya sehingga dapat

memotivasi saya dalam menyelesaikan skripsi ini, I LOVE U.

8. Mea Fatmawati (Yange) tercinta yag telah memberi dukungan baik moril maupun

materil serta doanya selama mendampingiku sehingga dapat memotovasi saya

dalam menyelesakan skripsi ini, teima kasih banyak sayang.

9. Teman-temanku mahasiswa dan alumni Teknologi Pangan khususnya Okky, Fika,

Ubaidillah, Cilpy, Titin, Joe2, Mas Erick, Putri, Inge, Egha, Pipi, Keni dan semua

teman-teman yang tidak bisa saya sebutin satu persatu, terima kasih banyak atas

support dan doanya.

Akhir kata penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang

membutuhkan.

Surabaya, November 2010

Penulis

(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat Penelitian ... 3

BAB II PROSES PRODUKSI ... 4

A. Labu Kuning (Cucurbita Moschata) ... 4

B. Kripik Simulasi ... 6

C. Tepung Tapioka ……….……….... 6

D. Natrium Bikarbonat (NaHCO3) ……….……… 7

E. Proses Pembuatan Kripik Simulasi ……….. 8

F. Analisa Keputusan ……… 12

G. Analisis Finansial ……….……… 12

1. Break Event Point (BEP) ….……… 13

2. Net Present Value (NPV) ……… 14

3. Payback Periods (PP) ..……… 15

4. Internal Rate of Return (IRR) ……….. 15

(6)

5. Gross Benefit Cost Ratio ... 16

H. Landasan Teori ... 16

I. Hipotesis ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 19

A. Waktu dan Tempat ... 19

B. Bahan ... 19

C. Alat ... 19

D. Rancangan Penelitian ... 19

E. Parameter yang diamati ... 22

F. Prosedur Penelitian ... 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Hasil Analisa Bahan Baku (Labu kuning) ... 25

B. Hasil Analisa Produk Kripik Simulasi (Labu kuning)... 26

1. Kadar Air ... 26

2. Kadar Pati ... 29

3. Kadar Serat kasar ... 32

4. Tekstur ... 34

5. Rendemen ... 36

6. Volume Pengembangan ... 39

C. Uji Organoleptik ... 41

1. Uji Kesukaan Rasa ... 42

2. Uji Kesukaan Kerenyahan ... 43

3. Uji Kesukaan Warna ... 45

(7)

D. Analisa Keputusan ... 46

E. Analisa Finansial ... 47

1. Kapasitas Produksi ... 47

2. Biaya Produksi ... 48

3. Harga Pokok Produksi ... 48

4. Harga Jual Produksi ... 49

5. Break Even Point (BEP) ... 49

6. Net Present Value (NPV) ... 50

7. Payback Period (PP) ... 50

8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) ... 51

9. Internal Rate of Return (IRR) ... 51

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 53 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(8)

3

8. Tabel 8. Nilai rata-rata tekstur keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan

proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3. ... 34

9. Tabel 9. Nilai rata-rata kadar rendemen dengan perlakuan proporsi labu

kuning: tepung tapioka dengan penambahan NaHCO pada keripik simulasi

labu kuning... 36

10. Tabel 10. Nilai rata-rata volume pengembangan keripik simulasi dengan

proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3. ... 39

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Tabel I. Komposisi Kimia Labu Kuning dalam 100 gr bahan segar ... 5

2. Tabel 2. Komposisi kimia Tepung Tapioka (per 100 gram bahan) ... 7

3. Tabel 3. Hasil Analisa Bahan Baku ... 25

4. Tabel 4. Hasil rata-rata dengan kadar air dengan perlakuan proporsi labu

kuning : tapioka dan penambahan NaHCO3 pada kripik simulasi labu kuning

……… 27

5. Tabel 5. Nilai rata-rata kadar pati keripik simulasi labu kuning dengan

perlakuan proporsi kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 pada keripik

simulasi labu kuning. ... 30

6. Tabel 6. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning dengan

perlakuan proporsi labu kuning:tapioka. ... 32

7. Tabel 7. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi dengan perlakuan

penambahan NaHCO3………..……

3

3

(9)

11. Tabel 11. Nilai tingkat kesukaan rasa keripik simulasi labu kuning ... 42

12. Tabel 12. Nilai tingkat kesukaan tekstur keripik simulasi labu kuning …. 44

13. Tabel 13. Nilai rata-rata tingkat kesukaan warna keripik simulasi labu kuning

... 45

14. Tabel 14. Hasil analisis keripik simulasi Labu Kuning ………. 47

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Reaksi Natrium bikarbonat (NaHCO3) ... 8

2. Gambar 2. Diagram alir pembuatan keripik simulasi singkong (Sutrisno,2009)

………... 11

3. Gambar 3. Diagram alir pembuatan keripik simulasi labu kuning ... 24

4. Gambar 4. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan

penambahan NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning … 33

5. Gambar 5. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan

penambahan NaHCO3 terhadap kadar pati keripik simulasi labu kuning... 31

6. Gambar 6. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan

penambahan NaHCO3 terhadap tekstur keripik simulasi. ……….. 35

7. Gambar 7 Grafik hubungan antara perlakuan labu kuning:tepung tapioka

dengan konsentrasi NaHCO3 terhadap rendemen keripik simulasi labu kuning.

... 38

8. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambah NaHCO3

(11)

Andre Dian Permana NPM: 0333010047

INTISARI

Keripik simulasi adalah produk keripik dimana pada prosesnya dilakukan pembuatan adonan terlebih dahulu dengan penambahan tepung, dengan tujuan memperbaiki nilai gizi dan mendapatkan hasil akhir dari produk bias lebih seragam sesuai selera, baik bentuk, ukuran maupun rasa. Pembuatan keripik simulasi labu kuning dimaksudkan untuk penganeragaman produk keripik dan menaikkan nilai gizi. Labu kuning mempunyai kandungan vitamin A dan serat tinggi, tetapi mengandung pati agak rendah, oleh karena itu perlu ditambahkan tepung tapioka yang dapat membantu terjadinya gelatinisasi sehingga pada saat dipanaskan menghasilkan keripik simulasi yang renyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi labu kuning : tepung tapioka dan penmbahan natrium bikarbonat terhadap kualitas fisik, kimia, dan organoleptik dari keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama : proporsi labu kuning dan tepung tapioka (70:30)gr ; (60:40)gr ; (50:50)gr dan faktor kedua penambahan Natrium Bikarbonat 1%, 2%, 3%.

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peluang pengembangan labu kuning sebagai bahan pangan berpati, cukup

besar dan terus didorong oleh pemerintah. Penggunaannya sebagai bahan

makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui

program diversifikasi pangan disamping peluangnya sebagai bahan baku industri

sangat luas diantaranya pada pembuatan keripik simulasi.

Keripik simulasi adalah keripik yang dibuat dengan bahan baku dari

tepung dengan tahap pembuatan sebagai berikut: pengadonan tepung, pembuatan

lembaran tipis, pencetakan sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan

penggorengan (Anonymous,2006).

Labu kuning (Cucurbita moschata) merupakan salah satu komoditas

pertanian yang banyak mengandung beta-karoten atau provitamin A yang sangat

bermanfaat bagi kesehatan. Selain itu, labu kuning juga mengandung zat gizi

seperti protein, karbohidrat, beberapa mineral seperti kalsium, fosfor, besi, serta

vitamin yaitu Vitamin B dan C (Hendrasty, 2003). Menurut Gardjito (2004), labu

kuning juga diperkaya dengan serat. Labu kuning mengandung pati 31,83%

(Suhartini, 2006)

Melihat kandungan gizi labu kuning yang cukup lengkap dan harganya

yang relatif murah, maka labu kuning merupakan sumber gizi yang sangat

potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan masyarakat. Selama ini

(13)

pemanfaatan labu kuning terbatas hanya dengan direbus atau bentuk pangan

olahan lain yang cenderung tidak tahan lama (makanan semi basah). Adapun salah

satu cara pemanfaatan labu kuning agar lebih tahan lama adalah dengan diolah

menjadi tepung labu kuning, yang kemudian dapat disubstitusi dengan tepung

terigu atau sumber pati lainnya dalam berbagai pembuatan produk pangan, salah

satunya keripik simulasi labu kuning. Sehingga dapat mendukung usaha

diversifikasi produk keripik simulasi labu kuning serta meningkatkan nilai

ekonomisnya.

Penambahan tepung tapioka pada pembuatan keripik simulasi berfungsi

untuk mendapatkan hasil kerenyahan dan volume pengembangan yang baik

karena tapioka mempunyai kandungan amilosa sebanyak 17,28% dan amilopektin

sebanyak 86%. Masalah yang sering dihadapi pada pembuatan keripik simulasi

adalah kerenyahannya, maka dicari alternatif lain yaitu dengan penambahan

Natrium-bikarbonat (NaHCO3) sebagai perenyah.

Proses penggorengan merupakan proses untuk memasak bahan pangan

menggunakan lemak atau minyak pangan dalam wajan penggorengan. Dalam

proses penggorengan, minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar

panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori dan nilai gizi bahan

pangan (Ketaren,1986) .

Berdasarkan hal-hal tersebut, pada penelitian ini dipelajari pembuatan

keripik simulasi labu kuning dengan penambahan natrium bikarbonat dan tepung

tapioka . Faktor yang dikaji adalah pengaruh labu kuning terhadap tepung tapioka

(14)

B. Tujuan Penelitian

1. Mengkaji pengaruh proporsi labu kuning : tepung tapioka dan penambahan

natrium bikarbonat terhadap kualitas fisikokimia, dan organoleptik

pembuatan keripik simulasi labu kuning.

2. Menentukan perlakuan terbaik antara proporsi labu kuning : tepung tapioka

sehingga dapat dihasilkan keripik simulasi labu kuning dengan beberapa

karakteristik yang baik.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

cara pembuatan keripik simulasi labu kuning dengan menggunakan formulasi labu

kuning dan tepung tapioka sehingga mempunyai nilai ekonomis dan

(15)

A. Labu Kuning (Cucurbita moschata)

Labu kuning (Cucurbita moschata) atau yang sering disebut dengan waluh

(Jawa Tengah), ataupun pumpkin (Inggris), merupakan buah yang mempunyai

bentuk bulat sampai lonjong dan berwarna kuning kemerahan. Pada bagian tengah

buah labu kuning tersebut, terdapat biji yang diselimuti lendir dan serat. Berat

labu kuning dapat mencapai ± 4 kg sampai 20 kg. Buah labu kuning sudah dapat

dipanen pada umur 3-4 bulan (Hendrasty, 2003).

Labu kuning atau waluh merupakan bahan pangan yang kaya vitamin A

dan C, mineral, serta karbohidrat. Daging buahnya pun mengandung antioksidan

sebagai penangkal berbagai jenis kanker (Astawan, 2004)

Menurut Gardjito (2004), selain mengandung vitamin A dan C serta

karbohidrat yang tinggi, labu kuning juga mengandung serat. Melihat kandungan

gizinya, olahan dari labu kuning sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak maupun

orang tua menjadi salah satu menu sarapan pagi. Mengganti nasi dengan labu

kuning untuk sarapan pagi, berarti bisa mengurangi pemakaian beras sekitar 30 %.

(16)

Tabel 1. Komposisi Kimia Labu Kuning dalam 100 gr bahan segar

Sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga akibat

kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi. Karotenoid dalam labu kuning

sebagian besar berbentuk β-karoten, yang berfungsi untuk melindungi mata dari

serangan katarak, dan berbagai penyakit degeneratif (Astawan, 2004).

1. Provitamin A (karoten)

Karoten (carotene) adalah salah satu jenis hidrokarbon. Jenis yang paling

banyak tersebar adalah beta-karoten yaitu pigmen oranye. Beta-karoten banyak

ditemukan dalam wortel, brokoli, ubi jalar, waluh dan sayuran yang berwarna

hijau (Anonymous, 1994).

Menurut De Mann (1997), karoten akan stabil pada pH=7 (netral) dan

pada keadaan basa pH>7, sedangkan menjadi tidak stabil pada keadaan asam

pH<7.

Vitamin A mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan normal

tubuh manusia, membantu penglihatan, menjaga kesehatan kulit, dan juga

(17)

Vitamin A pada umumnya stabil terhadap panas, asam, dan alkali, tetapi

sangat mudah teroksidasi oleh udara dan akan rusak bila dipanaskan pada suhu

tinggi bersama udara, sinar, dan lemak yang sudah mengalami rencidity

(Budiyanto, 2001).

B. Keripik Simulasi

Keripik biasa adalah makanan ringan dan renyah yang dibuat melalui

pengupasan dan pembersihan, pengirisan tipis dan penggorengan. Sedangkan

keripik simulasi adalah keripik yang dibuat dengan tepung dari bahan baku,

pengadonan tepung, pembuatan lembar tipis, pencetakan lembaran sesuai bentuk

yang diinginkan dan penggorengan. Bentuk keripik simulasi yang dihasilkan

beragam dan mempunyai penampakan yang seragam (Anonymous, 2006)..

Dibandingkan dengan jenis keripik biasa, keripik simulasi mempunyai

beberapa keuntungan, antara lain :

 Keripik simulasi dapat dicetak dengan bentuk dan ukuran sesuai selera

 Bentuk dan ukuran keripik simulasi dapat dibuat seragam

 Aplikasi bumbu dan pecinta rasa lainnya lebih mudah

C. Tepung Tapioka

Tepung Tapioka yang terbuat dari ketela pohon mempunyai banyak

kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Dibandingkan dengan tepung jagung, kentang,gandum dan terigu, komposisi zat

(18)

Tepung tapioka adalah hasil ekstraksi pati yang terdapat di dalam sel

ketela pohon. Pati merupakan bagian terbesar yang terdapat dalam tepung tapioka.

Lemak, protein dan komponen-komponen yang lain relatif dalam jumlah yang

sedikit (Makfoeld,1977). Kandungan pati dalam tapioka terdiri dari amilosa dan

amilopektin. Kandungan amilosa pada tapioka sebanyak 17,28% dan amilopektin

sebanyak 86%.

Menurut Syarif dan Irawati (1988), tepung tapioka mengandung 85-87%

pati yang mempunyai sifat mudah mengembang dalam air panas. Penggunaan

dalam industri pangan cukup sebagai sumber karbohidrat maupun sebagai

pengental. Kandungan protein dalam tepung tapioka sebesar 1,1%.

Tabel 2. Komposisi kimia Tepung Tapioka (per 100 gram bahan) Komposisi Jumlah Sumber : Depkes RI (1992)

D. Natrium Bikarbonat (NaHCO3)

Menurut kodeks makanan Indonesia, Soda kue adalah natrium bikarbonat

yang berbentuk serbuk halus berwarna putih yang dipergunakan sebagai bahan

penambah makanan, syarat mutu: warna putih, berbentuk serbuk hablur, bau atau

rasa normal, garam ammonium tidak ada, logam berbahaya (Pb, Cu, Hg, As) tidak

ada, kelarutan dalam air (1:2) jernih. Soda kue adalah Natrium bikarbonat yang

berfungsi untuk membuat adonan roti atau kue menjadi lebih ringan (Safridu,

(19)

Reaksi NaHCO3 dalam air :

NaHCO3 Na+ + HCO3 ̅

HCO3̅ + HCO H2CO3 + OH ̅

HCO3̅ CO3 ̅ + H +

Sedangkan reaksi NaHCO3 dalam adonan :

R – O ; H+ + NaHCO3 R – O ; Na+ + H2O + CO2

Gambar 1. Reaksi Natrium bikarbonat (NaHCO3)

Penelitian Haryadi dan Soepriyanto (1997), menunjukkan penggunaan

NaHCO3 dalam keripik simulasi bervariasi yaitu sebesar 0% 0,25% 0,50%

0,75% dan 1%. Tingkat pengembangan semakin besar dengan semakin banyak

konsentrasi NaHCO3.

Fenomena pengembangan disebabkan terlepasnya air yang terikat dalam

gel pati selama penggorengan atau pemanggangan pada selang suhu tertentu. Air

ini mula-mula akan mendesak jaringan gel untuk keluar sehingga terjadi

pengembangan dan sekaligus terjadi penggosongan yang membentuk

kantong-kantong udara (celles) dimana kantong udara akan diisi oleh gas CO2 bebas

diudara, pada bahan yang telah digoreng (Wiriono, 1984). Selain adanya

pemuaian dan pendesakan CO2 dan uap air, pengembangan juga dipengaruhi

kandungan amilopektin, jika semakin banyak kandungan amilopektinnya maka

produk akan semakin mengembang (Haryadi, 1993).

E. Proses pembuatan keripik simulasi

(20)

Tahap – tahap proses pembuatan keripik singkong simulasi adalah sebagai berikut :

 Pencucian, perendaman dan pengupasan

Proses pencucian dilakukan hanya pada singkong yang kotor, dengan cara

melewatkan singkong ke dalam air bersih. Selanjutnya dilakukan

perendaman selama 30 menit dalam bak perendaman. Setelah kulit bersih,

lalu dilakukan pengupasan.

 Penghancuran atau pemarutan singkong

Proses penghancuran singkong dapat menggunakan alat pemarut( Rasper).

Pemarut dapat menggunakan jenis pemarut rumah tangga atau pemarut

untuk industri. Alat pemarut yang digunakan pada skala industri adalah

pemarut dengan silinder stainless steel yang bergerigi dengan diameter

sekitar 30 cm.

 Pencampuran singkong dengan bumbu

Singkong yang telah diparut diberi penambahan bumbu, seperti cabe

merah, bawang daun, garam dan lainnya. Cabe merah segar dihancurkan

dengan menggunakan mixer, sedangkan bawang daun dirajng halus

dengan pisau pemotong. Setelah dilakukan penambahan bumbu lalu

diaduk, agar bumbu dan adonan tercampur secara merata.

 Pengukusan

Adonan merah yang berbentuk bubur setelah proses pencampuran

singkong dengan bumbu, kemudian dibentuk menjadi lembaran tipia

menggunakan mesin roll beralas plastik. Selanjutnya dilakukan

(21)

 Pengeringan awal

Lemari pengering yang digunakan untuk mengeringkan menggunakan

udara panas yang bersuhu 80°C selama 3 – 4 jam. Adonan dikeringkan

dengan menggantungkannya pada rak – rak lemari pengering dengan

berjejer lurus.

 Pemotongan

Pemotongan menggunakan alat pemotong khusus. Lembaran – lembaran

yang telah kering disusun sekitar 10 – 12 lapis untuk diratakan bagian

ujung – ujungnya, kemudian dipotong dengan ukuran 3 x 3 cm2 atau

berbentuk bundar dipotong dengan alat punching machine.

 Pengeringan lanjutan

Setelah dipotong kecil – kecil dikeringkan dengan menggunakan mesin

pengering yang menghasilkan udara panas dengan suhu 80°C dan waktu

pengeringan lanjutan adalah 30 menit.

 Penggorengan

Setelah proses pengeringan selesai, maka dilakukan proses penggorengan

dengan metode deep frying . Suhu penggorengan adalah 180°C selama

3 – 5 detik.

Diagram alir proses pembuatan keripik simulasi singkong dapat dilihat pada

(22)

n Pencucian

Perendaman selama 30 menit

Pemarutan atau Penghancuran

Pencampuran singkong parut dan bumbu Pengupasan

Singkong

Bumbu : Cabe merah,daun

bawang,garam.

Pembentukan lembaran tipis

Pengukusan selama 5-10 menit

Pengeringan awal (T=800C t = 3-4 jam)

Penggorengan (T = 1800C t = 3-5 detik) Pengeringan Lanjutan (T = 800C t = 30 menit)

Pemotongan dengan ukuran 3x3 cm2

Keripik singkong simulasi matang ( Enyek-enyek)

(23)

F. Analisa Keputusan

Keputusan ialah suatu kesimpulan dari suatu proses untuk memilih

tindakan yang terbaik dari sejumlah alternatif yang ada. Pengambilan keputusn

adalah proses yang mencakp semua pikiran dan kegiatan yang diperlukan guna

membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut (Siagin, 1987).

Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu proses prosedur logis yang

kuantitatif yang tidak hanya menerangkan mengenai pengambilan keputusan,

tetapi juga suatu cara unutk membuat keputusan (Mangkusubroto dan Listriani,

1987).

Analisa keputusan adalah untuk memilih alternatif terbaik yang dilakuakn

dengan mengadakn aspek antara kualitas, kuantitas dan aspek finansial dari

produk yang dihasilkan dari tiap kombinasi perlakuan , kemudian ditentukan

alternatif yang terbaik.

G. Analisa Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut lembaga

atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pujosumarto, 1984).

Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu

proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari

beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau

(24)

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai

atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut

terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk dan volume

penjualan (Muljadi, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya

suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang

digunakan dapat dipertanggung jawabkan penggunaannya adalah :

1. Break Event Point (BEP)

2. Net Present Value (NPV)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

4. Payback Period

5. Internal Rate of Return (IRR)

1. Break Even Point (BEP)

BEP adalah suatu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan

besarnya biaya produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai/hasil penjualan

atau laba. Jadi padda keadan tersebut perusahaan tidak mengalami kerugian

(Susanto dan Saneto, 1994).BEP dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut

:

Po = produk pulang pokok/satuan

(25)

VC = biaya tidak tetap (Rp)

BEP = titik impas

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut:

a. Biaya Titik Impas

Biaya Tetap

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan

untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai

berikut:

Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Pendapatan

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang

dengan niali biaya sekarang. Bila dalam analisia diperoleh nilai NPV lebih besar

dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan

diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut tidak layak

untuk dilaksanakan. Rumus NPV adalah :

(26)

Keterangan:

Bt = Benefit sosial kotor sehubungan dengan suatu proyek pada tahun t

Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t

t = 1, 2, 3,………n

n = Umur ekonomi dari pada proyek.

i = Sosial discount rate (Muljadi, 1986)

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio)

Merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor

yang telah dirupiahkan sekarang (present value). (Muljadi, 1986)

Nilai B/C Ratio =

Produksi Biaya

Pendapatan

4. Payback Period

Merupakan perhitungan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan

modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun

waktu (baik tahun maupun bulan). Payback period tersebut harus lebih kecil dari

nilai ekonomis. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut:

Ab I Period

Payback

Keterangan: I = Jumlah modal

(27)

5. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return merupakan tingkat bunga yang menunjukkan

persamaan antara interval penerimaan bersih sekarang dengan jumlah investasi

(modal) awal dari suatu proyek yang sedang dikerjakan. Criteria ini memberikan

pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila nilai IRR lebih besar dari suku bunga

yang berlaku, sedangkan bila IRR lebih kecil dari suku bunga yang berlaku maka

proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilaksanakan.

IRR = 1 +

" NPV ' NPV

NPV

 (I" – i')

Keterangan:

NPV' = NPV positif hasil percobaan nilai

NPV" = NPV negatif hasil percobaan nilai;

i = Tingkat bunga

(Tiomar, 1994).

H. Landasan teori

Labu kuning (Cucurbita moschata) bersifat mudah rusak dan busuk

sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang tahan lama disimpan, antara lain

dibuat menjadi tepung. Pembuatan tepung labu kuning akan menguntungkan

karena pemanfaatannya menjadi lebih luas sebagai campuran makanan, disamping

daya simpannya yang tinggi juga mencegah kerusakan provitamin A. Labu

kuning dapat dimanfaatkan untuk bahan campuran pada pembuatan beraneka

(28)

Labu kuning memiliki keunggulan karena vitamin A yang cukup tinggi

yaitu 180 SI (Depkes, 1992). Provitamin A (beta-karoten) bersifat sebagai zat

antioksidan (Long, 2006).

Keripik simulasi adalah produk keripik dimana pada prosesnya dilakukan

pembuatan adonan terlebih dahulu dengan penambahan tepung tapioka, dengan

tujuan agar hasil akhir dari produk bisa lebih seragam sesuai selera, baik bentuk,

nilai gizi, ukuran dan rasanya. Selain itu adonan juga ditujukan agar produk bisa

lebih menarik, lebih tahan lama, teksturnya lebih kokoh dan mengembang.

Tapioka adalah pati yang terbuat dari ubi kayu. Pati disusun dari dua

komponen penting, yaitu amilosa yang mempunyai struktur lurus dengan ikatan α

(1,4)-D-glukosa dan amilopektin yang mempunyai cabang pada ikatan α

(1,6)-D-glukosa (Gaman, 1994). Menurut Marwanto (1987), pati tapioka 80,08% tersusun

atas 20% amilosa dan 80% amilopektin. Menurut Pribawantie (2000), tepung

tapioka mempunyai kemampuan menyerap air yang besar sehingga memudahkan

terjadinya gelatinisasi, karena awal proses gelatinisasi terjadi didaerah yang

ikatannya longgar (amorf) yaitu amilopektin.

Tepung tapioka memiliki kandungan amilopektin yang cukup tinggi yaitu

80%. Mekanisme kerja tepung tapioka adalah sebagai berikut : karena jumlah

gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka komponen menyerap air

sangat besar. Terjadinya peningkatan viskositas disebabkan air yang dulunya

berada diluar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sudah

berada dalam butir–butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi

(29)

amilopektin, kerupuk makin besar mengembang. Hal ini karena bangunan

amilopektin kurang kompak dan kurang kuat menahan pengembangan masa yang

cepat selama penggorengan..

NaHCO3 adalah bahan pengembang yang umum digunakan. Penambahan

bahan pengembang dimaksudkan untuk memperbesar daya kembang sehingga

menambah kerenyahannya (Haryadi dan Supriyanto, 1997). Pada prinsipnya

proses pengembangan produk kering yang merupakan hasil tekanan uap, udara,

dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian mendesak struktur bahan

membentuk produk yang mengembang (Lavlinesia dkk, 1998)

I. Hipotesis

Diduga proporsi labu kuning : tepung tapioka dan konsentrasi natrium

bikarbonat berpengaruh terhadap kualitas dari keripik simulasi labu kuning yang

(30)

A. Tempat Dan Waktu

Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium

Analisa Pangan dan Laboratorium Uji Inderawi Universitas Pembangunan

Nasional ”Veteran” Jawa Timur. Mulai bulan Januari 2010.

B. Bahan

Bahan baku yang akan digunakan adalah labu kuning, bawang putih,

natrium bikarbonat (soda kue), tepung tapioka,garam,penyedap masakan yang

diperoleh dari pasar Soponyono Surabaya. Bahan yang digunakan untuk analisa

meliputi 0,02 N HCl, aquades, H2SO4, Na2SO4, HgO, Petroleum Ether, Kertas

saring.

C. Alat Analisa

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah pisau stainless, pengaduk,

penggilingan, baskom plastik, timbangan analitik, alat pengukus, blender, labu

kjeldahl, soxhlet, oven, botol timbang, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas

beker, pipet tetes, gelas ukur, buret dan penetrometer.

D. Metode Penelitian

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancang Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial yang terdiri dari 2 faktor

masing - masing terdiri dari 3 level dengan 2 kali ulangan. Data yang diperoleh

(31)

dianalisis menggunakan ANOVA, bila terdapat perbedaan nyata antara perlakuan

dilanjutkan dengan uji DMRT (Gasperz, 1991).

1. Variabel berubah terdiri dari 2 faktor yaitu :

Faktor I : Proporsi labu kuning : Tepung tapioka :

 A1 = 70 : 30

 A2 = 60 : 40

 A3 = 50 : 50

Faktor II : Penambahan Natrium Bikarbonat (% berat) :

 B1 = Natrium Bikarbonat 1 %

 B2 = Natrium Bikarbonat 2 %  B3 = Natrium Bikarbonat 3 %

Sehingga dari kedua faktor diatas diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai

berikut :

NaHCO3 (%)

Proporsi labu kuning :

tepung tapioka B1 B2 B3

A1 A1B1 A1B2 A1B3

A2 A2B1 A2B2 A2B3

A3 A3B1 A3B2 A3B3

Keterangan :

A1B1 = 70 : 30 dan PenambahanNatrium Bikarbonat 1 %

A1B2 = 70 : 30 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 2 %

A1B3 = 70 : 30 dan PenambahanNatrium Bikarbonat 3 %

(32)

A2B2 = 60 : 40 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 2 %

A2B3 = 60 : 40 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 3 %

A3B1 = 50 : 50 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 1 %

A3B2 = 50 : 50 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 2 %

A3B3 = 50 : 50 dan Penambahan Natrium Bikarbonat 3 %

Menurut Vincent (1999), model matematika dengan rancang acak lengkap

(RAL) pola faktorial dengan 2 faktor adalah sebagai berikut

Dimana:

Yijk = µ +

αi

+

βj

+ (

αβ

)

ij

+

εijk

Yijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ku-k yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari

faktor II)

µ = Nilai tengah populasi (rata – rata yang sesungguhnya)

i = Pengaruh aditif ke-i dari faktor I

j = Pengaruh aditif ke-j dari faktor II

(αβ)ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II Ε = Pengaruh kesalahan (galat dari satuan percobaan ke-k yang

memperoleh kombinasi dari perlakuan ij)

2. Variabel tetap :

 Keripik simulasi labu kuning :

- Lama perebusan labu kuning ( 20 menit )

- Total berat labu kuning (100 gr)

(33)

- Suhu pengeringan cetakan 45°C

- Waktu pengerinan cetakan (3 jam)

- Penambahan bawang putih 1 gr

- Penyedap rasa 1 gr

Data yang diperoleh dianalisia dengan analisis ragam untuk mengetahui

ada tidaknya perbedaan perlakuan. Apabila terdapat perbedaan dari perlakuan

maka dilanjutkan dengan Uji Duncant (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar

perlakuan.

E.Parameter Yang Diamati

1. Parameter yang diamati untuk bahan baku meliputi:

1. Kadar air cara pemanasan (Sudarmadji,1997)

2. Kadar pati cara ekstraksi(Sudarmadji, 1984)

3. Kadar serat (Sudarmadji, 2003)

4. Kadar amilosa/amilopektin

5. β – karoten (AOAC, 1992)

2. Parameter yang diamati untuk produk meliputi:

 Kadar air cara pemanasan (Sudarmadji, dkk, 1989)

 Kadar pati cara ekstraksi (Sudarmadji dkk, 1989)

 Kadar amilosa/amilopektin (Dedi M.H )

 Volume pengembangan

 Kadar serat

 Rendemen (Hartati, dkk. 2003)

(34)

 Uji organoleptik (Scale Scoring) meliputi : warna, tekstur, aroma

F. PROSEDUR PENELITIAN

1. labu kuning dibersihkan dari kotoran-kotoran yang menempel .

2. Kemudian dilakukan pengupasan untuk memisahkan daging labu kuning

dan kulit labu kuning agar lebih mudah dalam proses pembuatannya.

3. Kemudian dilakukan pencucian sampai bersih dengan air mengalir

4. Labu kuning kemudian dikukus dengan air selama 20 menit.

5. Labu kuning kukus kemudian digiling .

6. Setelah digiling kemudian dicampur dengan tepung tapioka dan bawang

putih yang sudah dihancurkan dan penyedap rasa.

7. Setelah adonan tercampur lalu dibentuk lembaran dan dilanjutkan dengan

pencetakan .

8. Dilakukan pengukusan hasil pencetakan selama 10 menit.

9. Kemudian dilakukan pengeringan selama 3 jam dengan suhu 450C.

10.Dilakukan penggorengan dengan menggunakan suhu 1750C selama 10

(35)

Analisa : Penyedap Rasa (1 gr) Penggilingan

Proporsi labu kuning: tepung tapioka

Gambar 3. Diagram alir pembuatan keripik simulasi labu kuning Pengeringan (T=450C ; t=3 jam)

Penggorengan (T=1750C ; t=10 detik) Keripik Simulasi labu mentah

Uji organoleptik :

 Kadar Serat Kasar

 Rendemen

(36)

Analisa yang dilakukan pada penelitian ini dimulai dari analisa bahan baku (labu

kuning), tepung tapioka dan analisa keripik simulasi Labu kuning yang dihasilkan (terdiri

dari analisa kimiawi, dan organoleptik). Analisa dilanjutkan dengan analisa keputusan dan

finansial yang didasarkan pada segi ekonomis apabila produk keripik simulasi labu kuning

digunakan sebagai produksi industri.

A. Hasil Analisa Bahan Baku (Labu Kuning)

Analisa bahan baku yang dilakukan adalah analisa kadar air, kadar pati, kadar serat,

dan kadar protein. Hasil analisa bahan baku dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil analisa bahan baku

Bahan Kadar

Hasil analisa bahan baku labu kuning menunjukkan kadar air 87,93%, kadar pati

6,20%, kadar amilosa 1,24%, kadar amilopektin 4,96%, dan beta karoten pada labu kuning

2704,259 SI , sedangkan pada labu kuning rebus memiliki kadar air 88,64%, kadar pati

(37)

5,41%, dan kadar serat 4,80%. Tepung tapioka mempunyai kadar air 11,49% dan kadar pati

sebesar 84,78%. Sedangkan menurut Anonimos (1992), labu kuning dalam 100 gram bahan

segar memiliki kadar air 91,20%, karbohidrat 6,6 gram, protein 1,1 gram, dan lemak 0,3

gram. Hasil penelitian dan literatur menunjukkan bahwa labu kuning mempunyai kadar air

yang sama-sama cukup tinggi walaupun terlihat bahwa kadar air pada literatur

menunjukkan lebih banyak dibanding hasil penelitian. Hal tersebut kemungkinan

dikarenakan oleh adanya proses pengolahan yang dilakukan berbeda sehingga kadar air

menurun. Selain itu, kematangan labu kuning dan pemanenan dalam kurun waktu yang

berbeda juga dapat berpengaruh terhadap kandungan gizinya.

B. Hasil Analisa Produk Keripik Simulasi Labu Kuning

1. Kadar air

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 3), dapat diketahui bahwa terdapat

interaksi yang nyata (p 0,05) antara perlakuan proporsi labu kuning dengan penambahan

NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan dan

masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning. Nilai

(38)

Tabel 4. Nilai rata-rata kadar air dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahanNaHCO3 pada keripik simulasi labu kuning.

Labu kuning :

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

pada p 0,05

Tabel 4, menunjukkan bahwa besarnya kadar air keripik simulasi labu kuning

berkisar antara 8,982%-13,363%. Hasil tertinggi pada keripik simulasi labu kuning yaitu,

pada perlakuan dengan proporsi labu kuning : tapioka (50:50) dengan penambahan

NaHCO3 3%; yaitu sebesar 13,363%, sedangkan untuk perlakuan terendah dengan kadar air

sebesar 8,982%, terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (70:30) dengan

penambahan NaHCO3 1%. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning dengan

penambahan NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning, dapat dilihat pada

(39)

y = 1.0137x + 8.1243

Gambar 4. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 terhadap kadar air keripik simulasi labu kuning.

Gambar 4, menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi labu kuning yang

ditambahkan dan semakin tinggi proporsi tepung tapioka serta meningkatnya Natrium

bikarbonat (NaHCO3) maka kadar air keripik simulasi labu kuning yang dihasilkan akan

semakin besar.

Hal ini disebabkan karena tepung tapioka memiliki kadar pati yang cukup tinggi

yaitu sebesar 84,78%, jika dibandingkan dengan labu kuning 6,20%, pati bersifat mengikat

air. Demikian pula penambahan Natrium bikarbonat (NaHCO3) mempunyai kemampuan

mengikat air, sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO3, maka kadar air cenderung

(40)

Menurut Haryadi (1993), bila campuran antara pati dengan air dipanaskan pada

suhu tertentu, maka granula pati akan mengembang dengan cepat dan menyerap air dalam

jumlah yang besar sehingga semakin banyak konsentrasi tapioka yang ditambahkan maka

kemampuan untuk menyerap air juga semakin besar. Penambahan bahan pengembang

dapat meningkatkan kemampuan pati dalam menyerap air. NaHCO3 dapat mengikat air

sehingga membentuk NaOH dan H2CO3 yang nantinya berperan pada pengembangan.

Sehingga semakin rendah proporsi labu kuning yang ditambahkan (semakin tinggi

proporsi tepung tapioka) dan semakin tinggi penambahan NaHCO3 maka kadar air keripik

simulasi labu kuning akan semakin tinggi.

2. Kadar Pati

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 4), diketahui terdapat adanya interaksi

yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO3

terhadap kadar pati keripik simulasi dari masing-masing perlakuan, nilai rata-rata kadar pati

(41)

Tabel 5. Nilai rata-rata kadar pati keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 pada keripik simulasi labu kuning.

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata kadar pati keripik simulasi berkisar antara 49,559%-55,715%. Pada perlakuan proporsi labu kuning:tapioka (70:30) dan penambahan

NaHCO3 3% memberikan hasil kadar pati terendah sebesar (49,559%), sedangkan pada

perlakuan proporsi labu kuning:tapioka (50:50) dan penambahan NaHCO3 1% memberikan

hasil kadar pati tertinggi (55,715%).

Hubungan antara proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO3 terhadan

(42)

y = 0.9488x + 52.648

Gambar 5. Hubungan antara perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3 terhadap kadar pati keripik simulasi labu kuning.

Pada gambar 5 menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi labu

kuning:tapioka (70:30) dan semakin tinggi penambahan NaHCO3 , maka kadar pati keripik

simulasi yang dihasilkan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kadar pati pada labu

kuning lebih kecil dari pada kadar pati pada tepung tapioka, yaitu pada labu kuning segar

sebesar 6,20%, dan labu kuning kukus sebesar 5,41% sedangkan pada tepung tapioka

sebesar 84,78%. Pati terdiri dari amilosa dan amilopektin, amilopektin cenderung bersifat

mengikat air dan akan menyebabkan kadar pati menjadi turun. Hal ini juga disebabkan

karena NaHCO3 bersifat mengikat air, sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO3 akan

mengakibatkan kadar air semakin meningkat. Semakin tinggi kadar air produk maka akan

menurunkan proporsi padatan dalam produk termasuk kadar pati. Sehingga semakin

proporsi labu kuning yang ditambahkan maka kadar pati keripik simulasi akan semakin

(43)

Menurut Desrosier (1988), didalam bahan pangan yang memiliki kadar air tinggi

jumlah protein dan pati lebih kecil dari pada yang ada didalam bahan kering. Semakin

tinggi kadar air maka akan menurunkan kadar pati bahan pangan tersebut.

3. Kadar Serat Kasar

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 5), diketahui tidak terdapat interaksi

yang nyata diantara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan penambahan

NaHCO3. Perlakuan proporsi labu kuning berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar

keripik simulasi labu kuning, namun perlakuan penambahan NaHCO3 tidak berpengaruh

nyata terhadap kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning. Nilai rata-rata kadar serat

kasar perlakuan proporsi labu kuning : tapioka keripik simulasi labu kuning dapat dilihat

pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka.

Labu kuning : tapioka

Nilai rata-rata kadar serat kasar (%)

Notasi DMRT (5%)

70 : 30 3,797 b 0,2257

60 : 40 3,471 a 0,2371

50 : 50 3,411 a -

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata

pada p 0,05

Dari Tabel 6, menunjukkan bahwa semakin tinggi proporsi labu kuning dapat meningkatkan kadar serat kasar keripik simulasi labu kuning. Hal ini disebabkan labu

(44)

Serat kasar merupakan polisakarida yang sukar untuk diuraikan dan mempunyai

sifat tidak larut dalam air. Dengan adanya proses pemanasan atau pengeringan, serat kasar

tidak mudah rusak dan tidak mudah mengalami degradasi (Winarno, 1991).

Nilai rata – rata kadar serat kasar dengan penambahan NaHCO3 pada keripik

simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai rata-rata kadar serat kasar keripik simulasi dengan perlakuan penambahan NaHCO3.

NaHCO3 (%) Nilai rata-rata kadar

serat kasar (%)

Notasi

1 3,550 tn

2 3,555 tn

3 3,573 tn

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda

nyata pada p 0,05

Tabel 7, menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi NaHCO3 yang semakin

besar tidak berpengaruh nyata terhadap kadar serat keripik simulasi labu kuning. NaHCO3

merupakan senyawa kimia yang tidak mengandung serat yang berfungsi sebagai bahan

pembantu untuk merenyahkan keripik simulasi labu kuning

NaHCO3 sangat berfungsi untuk membantu adonan menjadi lebih poros, sehingga

membuat adonan menjadi lebih mekar dengan menghasilkan CO2 (Apriyanto, 2002 dalam

Eliawati 2007).

4. Tekstur

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 6), dapat diketahui bahwa terdapat

(45)

penambahan NaHCO3 terhadap tekstur keripik simulasi yang dihasilkan. Demikian pula

masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap tekstur keripik simulasi. Nilai

rata-rata tekstur keripik simulasi labu kuningdapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai rata-rata tekstur keripik simulasi labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dengan penambahan NaHCO3.

Labu kuning :

Keterangan : Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p 0,05

Analisa tekstur dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Pengukuran dengan

alat ini memberikan nilai yang rendah untuk produk yang renyah dan nilai yang tinggi

untuk produk yang keras. Nilai kerenyahan keripik simulasi berkisar antara 2,2015 –

3,2615 (Tabel 8 ). Rata-rata nilai tekstur tertinggi terdapat pada perlakuan proporsi labu

kuning : tapioka (70 : 30) dan penambahan NaHCO3 1% yaitu sebesar 3,2615. Sedangkan

nilai tekstur terendah terdapat pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (50 : 50) dan

(46)

0,0000

Gambar 6. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambahan NaHCO3

terhadap tekstur keripik simulasi.

Pada Gambar 6 menunjukkan bahwa semakin rendah proporsi labu kuning (semakin tinggi proporsi tapioka) dan semakin tinggi penambahan konsentrasi NaHCO3

maka tekstur keripik simulasi yang dihasilkan akan semakin renyah. Hal ini disebabkan

tapioka mengandung pati dalam jumlah yang tinggi. Ketika pengukusan, pati akan

tergelatinisasi, yaitu membengkak dan menyerap air.(Tabel 8), sehingga dapat

menyebabkan tekstur keripik simulasi renyah. Hal ini disebabkan semakin tinggi NaHCO3

maka gas CO2 dari NaHCO3 yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga pada saat

pemanasan rongga-rongga dari keripik simulasi akan semakin banyak. Rongga-rongga

inilah yang menyebabkan tingkat kekerasan menurun.

Selain itu juga dipengaruhi oleh NaHCO3 dimana pada proses penggorengan akan

(47)

keripik simulasi akan semakin menurun. Menurut Marsetio dkk (2006), bahan yang

tergelatinisasi sempurna, seluruh granulanya telah mengikat air dan dapat mengembang

membentuk struktur yang porous setelah penggorengan. Pada saat pemanasan gas CO2

yang dilepas berukuran besar sehingga menghasilkan rongga-rongga yang besar, lebih

porous dan rata.

5. Rendemen

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8, dapat diketahui bahwa terdapat

interaksi yang nyata (p 0,05) antara perlakuan proporsi labu kuning : tapioka dengan

penambahan NaHCO3 terhadap rendemen keripik simulasi yang dihasilkan. Demikian pula

masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap rendemen keripik simulasi. Nilai

rata-rata kadar rendemen perlakuan proporsi labu kuning: tapioka dengan penambahan

(48)

Tabel 9. Nilai rata-rata kadar rendemen dengan perlakuan proporsi labu kuning: tepung tapioka dengan penambahanNaHCO3 pada keripik simulasi labu kuning.

Labu kuning :

Tabel 9 menunjukkan bahwa rendemen keripik simulasi berkisar antara

(60,776%-66,359%). Hasil analisa rendemen tertinggi menunjukkan pada perlakuan proporsi labu

kuning : tepung tapioka (50:50) dengan konsentrasi NaHCO3 3% yaitu 66,359%.

Sedangkan untuk rendemen terendah (60,776%) terdapat pada perlakuan proporsi labu

kuning : tepung tapioka (70:30) dengan konsentrasi NaHCO3 1%.

Grafik hubungan antara perlakuan tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3

(49)

y = 2.0868x + 60.118 konsentrasi NaHCO3 terhadap rendemen keripik simulasi labu kuning.

Gambar 7 menunjukkan bahwa dengan penambahan NaHCO3 yang semakin tinggi

maka rendemen keripik simulasi yang dihasilkan akan semakin meningkat. Penambahan

tapioka yang mengandung pati relatif tinggi dapat menyebabkan peningkatan kemampuan

menyerap air sehingga rendemen meningkat. Demikian pula semakin tinggi penambahan

NaHCO3, maka semakin banyak kadar air keripik simulasi labu kuning sehingga rendemen

keripik simulasi meningkat. Hal ini disebabkan NaHCO3 mempunyai kemampuan

mengikat air yang tinggi. Sehingga semakin tinggi penambahan NaHCO3 maka rendemen

(50)

6. Volume Pengembangan

Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 7) dapat diketahui bahwa terdapat

interaksi yang nyata (p≤0,05) antara proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan

konsentrasi NaHCO3 dan masing-masing perlakuan berpengaruh nyata terhadap volume

pengembangan keripik simulasi yang dihasilkan. Nilai rata-rata volume pengembangan

keripik simulasi labu kuning tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Nilai rata-rata volume pengembangan keripik simulasi dengan proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi NaHCO3.

Labu kuning :

Keterangan :Nilai rata-rata yang disertai dengan huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada p≤0,05.

Tabel 10 Menunjukkan bahwa volume pengembangan keripik simulasi labu kuning berkisar antara (127,6667% – 158,3333%). Hasil analisa volume pengembangan

(51)

NaHCO3 3% yaitu 158,3333%, sedangkan untuk volume pengembangan terendah

(127,6667%) terdapat pada proporsi labu kuning: tepung tapioka (70:30) dengan

konsentrasi NaHCO3 1%.

Hubungan antara proporsi labu kuning : tepung tapioka dengan konsentrasi

NaHCO3 terhadap volume pengembangan dapat dilihat pada Gambar 8

y = 3.3333x + 148.11

Gambar 8. Hubungan perlakuan proporsi labu kuning:tapioka dan penambah NaHCO3

terhadap volume pengembangan keripik simulasi.

Gambar 8. Menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka dan

konsentrasi NaHCO3, maka volume pengembangan keripik simulasi labu kuning semakin

meningkat. Pati (tepung tapioka) mengandung kadar amilopektin yang tinggi sehingga

(52)

volume pengembangan. Karena NaHCO3 merupakan senyawa pengembang yang dapat

menghasilkan CO2 yang membuat adonan menjadi mengembang.

Haryadi (1993), menambahkan bahan pengembang dapat meningkatkan

kemampuan pati dalam menyerap air . NaHCO3 sendiri dapat mengikat air membentuk

NaOH dan H2CO3 yang nantinya berperan pada pengembangan dengan dihasilkan CO2

dan uap air karena adanya pemanasan (pengukusan, pengeringan, penggorengan).

Pada prinsipnya proses pengembangan produk kering yang poros merupakan hasil

tekanan uap, udara, dan gas lain yang diperoleh dari pemanasan kemudian mendesak

struktur bahan membentuk produk yang mengembang ( Laulinesia dkk, 1998).

C. UJI ORGANOLEPTIK

Kualitas bahan pangan dapat diketahui dengan tiga cara yaitu kimiawi, fisik dan

sensorik. Diterima tidaknya produk pangan oleh konsumen banyak ditentukan oleh faktor

mutu terutama mutu organoleptik.

Sifat organoleptik adalah sifat bahan yang dimulai dengan menggunakan indera

manusia yaitu indera penglihatan, pembau dan perasa. Sifat organoleptik keripik simulasi

labu kuning yang diuji meliputi rasa, tekstur (kerenyahan), dan kenampakan. Penelitian

(53)

1. Uji Kesukaan Rasa

Rasa merupakan parameter yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen

terhadap suatu komoditi. Rasa merupakan rangsangan yang diterima oleh panca indra lidah.

Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup kecapan yang ada pada

lidah (Winarno, 1997).

Hasil analisis Friedman terhadap rasa keripik simulasi labu kuning terdapat

perbedaan yang nyata pada (p≤0,05) (Lampiran 9), nilai rasa keripik simulasi labu kuning

dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Nilai tingkat kesukaan rasa keripik simulasi labu kuning Perlakuan

Keterangan : Semakin besar nilai maka semakin disukai

Berdasarkan Tabel 11., tingkat kesukaan panelis terhadap rasa keripik simulasi labu

kuning didapatkan hasil kesukaan 3,00 – 4,18 masuk dalam skala (biasa – suka).

Perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (60:40), dengan penambahan 2% Natrium

(54)

labu kuning : tapioka (50:50), dengan penambahan 3% Natrium bikarbonat NaHCO3

dengan tingkat kesukaan terendah.

Hal ini disebabkan penambahan labu kuning yang tidak terlalu banyak, sehingga rasa

yang didapat tidak terlalu pahit. Karena panelis lebih menyukai rasa yang lembut dengan

kerenyahan sedang.

Ketidaksukaan rasa karena terlalu banyak penambahan Natrium bikarbonat pada

produk keripik simulasi labu kuning. Semakin banyak penambahan Natrium bikarbonat

akan merasa hambar atau pahit. Tingginya kandungan serat pada suatu bahan pangan akan

didapatkan rasa yang kasar atau keset (Anonymous, 1997), Selain itu menurut Winarno

(1997), adanya basa berlebihan akan mempengaruhi produk pahit menyerupai sabun dan

berasa pahit.

2. Uji Kesukaan Kerenyahan

Tekstur merupakan salah satu parameter fisik untuk uji kesukaan konsumen terhadap

produk pangan. Hasil analisis Friedman terhadap tekstur keripik simulasi labu kuning

terdapat perbedaan yang nyata pada (p≤0,05) (Lampiran 9), nilai tekstur keripik simulasi

(55)

Tabel 12. Nilai tingkat kesukaan tekstur keripik simulasi labu kuning.

Keterangan : Semakin besar nilai maka semakin disukai

Berdasarkan Tabel 12, tingkat kesukaan terhadap keripik simulasi labu kuning didapatkan hasil adalah berkisar 4,18 – 5,35 masuk dalam skala (suka – sangat suka).

Perlakuan proposi labu kuning : tapioka (60:40) dengan penambahan Natrium bikarbonat

3% , merupakan perlakuan yang paling disukai oleh konsumen, sedangkan perlakuan

proporsi labu kuning : tapioka (50:50), dengan penambahan 3% Natrium bikarbonat ,

merupakan perlakuan yang paling tidak disukai.

Kerenyahan keripik simulasi labu kuning semakin meningkat dengan meningkatnya

konsentrasi NaHCO3. Dimana NaHCO3 merupakan senyawa pengembang, dengan adanya

pemanasan akan melepaskan gas CO2. Gas ini akan terperangkap dalam rongga udara

sehingga rongga akan mengembang dan menyebabkan keripik simulasi labu kuning lebih

renyah. Menurut Winarno (1991), NaHCO3 merupakan senyawa pengembang dengan

(56)

Kerenyahan mempunyai korelasi dengan kekerasan, dimana semakin besar nilai

kekerasan maka nilai kerenyahannya akan semakin kecil dan sebaliknya (Hapsari, 2003).

3. Uji kesukaan Warna

Warna (kenampakan) merupakan parameter fisik pangan yang sangat penting.

Kesukaan konsumen terhadap produk pangan juga ditentukan oleh kenampakannya. Uji

kesukaan kenampakan disini berdasarkan warna, dan tekstur permukaan keripik simulasi

labu kuning. Hasil analisis Friedman terhadap kenampakan keripik simulasi labu kuning

terdapat perbedaan yang nyata pada (P≤0,05) (Lampiran 9), nilai rata-rata kenampakan

keripik simulasi labu kuning dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai rata-rata tingkat kesukaan warna keripik simulasi labu kuning.

Perlakuan

Keterangan : Semakin besar nilai maka semakin disukai

Berdasarkan Tabel 13, tingkat kesukaan terhadap warna keripik simulasi labu kuning didapatkan hasil rata-rata adalah berkisar antara 3,82 – 5,06 masuk dalam skala

(57)

Natrium bikarbonat 1% , merupakan kenampakan yang paling disukai oleh konsumen,

sedangkan perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (50:50) , dengan penambahan Natrium

bikarbonat 3% , merupakan kenampakan yang tidak disukai oleh konsumen.

D. Analisis Keputusan

Mutu suatu bahan pangan dapat diketahui berdasarkan tiga sifat yaitu kimia, fisik dan

organoleptik. Diterima tidaknya bahan atau produk pangan oleh konsumen lebih banyak

ditentukan oleh faktor sifat organoleptik, karena berhubungan langsung dengan selera

konsumen (Mangkusubroto, 1983).

Data – data yang diperlukan untuk analisis keputusan adalah aspek kuantitas dan

aspek kualitas. Aspek kuantitas meliputi kadar air, kadar pati, kadar serat, kadar

beta-karoten, serta tekstur (kerenyahan). Sedangkan aspek kualitas meliputi uji kesukaan rasa,

kerenyahan, dan kenampakan(warna).

Dari masing – masing data tersebut dicari perlakuan yang terbaik. dari parameter

kimia dan fisik dan organoleptik terhadap tingkat kesukaan rasa, warna dan tekstur, maka

nilai rata-rata terbaik didapatkan pada perlakuan proporsi labu kuning : tapioka (60:40),

dengan penambahan NaHCO3 2% (A2B2). Dari hasil tersebut, maka perlakuan (A2B2),

merupakan produk yang paling disukai dan dapat diterima oleh konsumen.

Hasil analisa kadar air, kadar pati, rendemen, kadar serat, tekstur, volume

pengembangan dan uji organoleptik pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 14.

(58)

kuning dengan mutu yang layak dikonsumsi oleh konsumen. Alternatif ini selanjutnya akan

dilanjutkan dengan analisis finansial.

Tabel 14. Hasil analisis keripik simulasi Labu Kuning

Perlakuan

Kapasitas produksi direncanakan tiap hari memerlukan bahan baku (labu kuning)

10.316,89 kg/tahun dan tapioka 6877,93 kg/tahun, dan bahan penunjangnya NaHCO3

343,90 kg/tahun, bawang putih 171,95 kg/tahun dan bahan penyedap 171,95 kg/tahun.

Kapasitas produksi dalam satu tahun menghasilkan keripik simulasi labu kuning

sebanyak 15600 kg atau 156000 bungkus per tahun dengan 1 bungkus = 100gr. Data

(59)

2. Biaya Produksi

Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan suatu

usaha, terdiri dari biaya tidak tetap dan biaya tetap. Biaya tidak tetap adalah biaya yang

besarnya berubah sejalan dengan tingkat produksi yang dihasilkan. Biaya tetap adalah

biaya-biaya yang dalam jangka waktu tertentu tidak berubah mengikuti perubahan

tingkat produksi. Biaya tetap bersifat konstan pada relevan range tertentu.

Secara singkat total biaya per tahun dari industri keripik simulasi labu kuning

adalah sebagai berikut :

Total biaya produksi = Biaya Tetap + Biaya Tidak Tetap

= Rp. 54.082.473,85+ Rp 266.466.215

= Rp 320.528.688,85

Perincian total biaya produksi tiap tahun dapat dilihat pada Lampiran 13 .

3. Harga Pokok Produksi

Berdasarkan kapasitas produksi tiap tahun dan biaya produksi tiap tahun, maka

dapat diketahui harga pokok tiap 100 gr/bungkus.

Harga Pokok = total biaya produksi / kapasitas produksi per tahun

= 320.528.688,85/156.000

(60)

4. Harga Jual Produksi

Harga jual diperoleh berdasarkan dari harga pokok, harga produk lain dipasarkan

dan juga keuntungan yang ingin dicapai ditambah pajak. Keuntungan yang ingin

dicapai 40% dari harga pokok. Pajak 10% dari harga jual.

Harga jual = 2100 + 800+200

= Rp. 3100

5. Break Event Point (BEP)

Analisa Break Event adalah suatu teknik untuk mempelajari hubungan antara

biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Volume penjualan

dimana penghasilannya tetap sama dengan biaya totalnya, sehingga perusahaan tidak

mendapatkan keuntungan dan menderita kerugian dinamakan “Break Event Point”.

Biaya yang termasuk biaya variabel pada umumnya adalah bahan mentah, upah buruh

langsung, dan komisi penjualan. Sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap pada

umumnya depresiasi aktiva tetap, sewa bangunan, bunga pinjaman, gaji pegawai, gaji

pimpinan, gaji staff research, biaya kantor (Pujawa, 2002).

Berdasarkan Lampiran 14. diperoleh BEP sebagai berikut :

- BEP (biaya titik impas) = Rp 120.441.300,88

- % BEP (% titik impas) = 24,91%

(61)

Kapasitas tiitik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk

mencapai titik impas tersebut. Jadi produksi keripik simulasi labu kuning per tahun

mencapai keadaan impas jika produksinya sebesar 38.852,03 bungkus/tahun, dengan

kapasitas normal sebanyak 156.000 bungkus/tahun, hal ini berarti keripik simulasi labu

kuning memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik impas juga

dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 24,91% dari total produksi yang

direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 15

6. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan

nilai penerimaan kas bersih dimasa yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih jika

NPV-nya lebih besar dari nol.

Berdasarkan Lampiran 17 . diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 32.483.475 dengan

demikian proyek ini dapat diterima karena nilai NPV-nya positif atau lebih besar dari

nol.

7. Payback Period (PP)

Payback Period menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana

yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya (Pujawa,

2002). Payback Period dari suatu investasi yang diusulkan lebih pendek dari pada

(62)

Berdasarkan Lampiran 14 , diperoleh nilai Payback Periode (PP) selama. 3,4

tahun. Umur ekonomis proyek yang akan direncanakan selama 5 tahun. Berarti

investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai PP lebih besar dari pada umur

ekonomis proyek yang direncanakan.

8. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan perbandingan antara

penerimaan kotor dengan harga kotor yang telah dirupiahkan sekarang. Proyek akan

dipilih apabila Gross B/C > 1, bila proyek mempunyai Gross B/C ≤ 1 maka tidak akan

dipilih.

Berdasarkan Lampiran 17. diperoleh nila Gross B/C sebesar 1,0339 berarti proyek

ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.

9. Rate of Return (ROR)

Rate of Return metode Internal Rate of Return merupakan tingkat suku bunga

yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih sekarang dengan jumlah

investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dengan jumlah investasi awal dari suatu

proyek yang dikerjakan. Menurut (Pujawa, 2002), bahwa pada tingkat suku bunga

inilah nilai NPV sama dengan nol. Proyek dapat diterima apabila dinilai IRR lebih

(63)

Berdasarkan Lampiran 16. diperoleh IRR sebesar 25,163%. Berarti proyek ini

dapat diterima karena nilai IRR lebih besar dari pada suku bunga yang dikehendaki

(64)
(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning dengan

tapioka dan penambahan NaHCO3 terhadap kadar air, pati tekstur, volume

pengembangan, dan rendemen dari keripik simulasi labu kuning.

2. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara perlakuan proporsi labu kuning

dengan tapioka dan konsentrasi penambahan NaHCO3 terhadap serat kasar

dari keripik simulasi labu kuning.

3. Hasil analisis keputusan menunjukkan perlakuan terbaik proporsi labu

kuning:tapioka (60:40) dan penambahan konsentrasi NaHCO3 2% yang

menghasilkan produk keripik simulasi labu kuning dengan kadar air 11,749%,

pati 51,477%, serat 3,404%, rendemen 62,569%, tekstur 2,9206 N/CM2,

volume pengembangan 144,0000. Hasil terbaik organoleptik rasa 4,18,

kerenyahan 4,65 dan warna 4,71.

Hasil analisis finansial menyimpulkan bahwa perusahaan keripik simulasi

labu kuning dengan perlakuan proporsi labu kuning dengan tapioka 60 : 40

(66)

lebih dari satu, yaitu 1,0339 dan NPV lebih besar dari nol, yaitu Rp.

32.483.475 sedangkan IRR sebesar 25,163% lebih besar dari tingkat suku

bunga bank. Dalam proyek ini pertahunnya mendapat nilai keuntungan bersih

sebesar Rp. 114.711.311,15 dengan nilai BEP Rp. 120.441.300,88 atau

24,91% dengan kapasitas titik impas 38.852,03 bungkus/tahun. Perusahaan ini

melakukan pengembalian modal dalam jangka waktu sekitar 3 thun 4 bulan.

B. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, disarankan dalam pembuatan keripik

simulasi labu kuning dilakukan penelitian yang berhubungan dengan penyimpanan

keripik simulasi labu kuning, untuk mengetahui seberapa jauh produk tersebut tahan

(67)

Associates Djambotan. Jakarta.

Astawan, M., 2004, Labu Kuning Penawar Racun dan Cacing Pita yang Kaya

Antioksidan, Departemen Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Anonymous, 1990. Tepung Singkong Bahan Pangan Masa Depan Dalam

Buletin Pangan No 4 Vol 1.

Anonymous, 2006. Enyek-Enyek (Keripik Singkong Simulasi). Jurusan

Teknologi Pangan Dan Gizi.IPB, Bogor.

Budiyanto, A.G., 2001, Dasar-Dasar Ilmu Gizi, Universitas Muhamadiyah, Malang.

Desrosier, N.W. 1988. The Tecnology Of Food Preservation, Edisi Ketiga, Terjemahan Muchji M. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.

De Man, J.M., 1997, Kimia Makanan Edisi Kedua,Penerbit ITB, Bandung.

Hendrasti, 2003, Tepung Labu Kuning, PT. Gramedia Pustaka Utama, jakarta

Haryadi Dan Supriyanto.1997. Sifat-Sifat Emping Melinjo Giling Dengan

Penambahan Bikarbonat Dan Bisulfit. Agritech Majalah Ilmu Dan

Teknologi Pertanian Vol. 17. No. 3.255 N : 0216-0455. Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.

Long, N., 2006, Panduan Makanan Sehat, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta.

_________, 1994, Kadar Beta-Karotin Rendah Berbahaya bagi Perokok, Kompas.

Ketaren. 1986. Pengantar Teknologi Lemak Dan Minyak. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Matz, S.A. 1992. Snack Food Tecnology. The AVI Publ. Co. Inc. West Port. Conneticut.

(68)

Siagan, 1987. Penelitian Operasional. UI Press, Jakarta.

Suhartini, N., 2006, Pembuatan Roti Tawar (Kajian proporsi Tepung

Terigu:Tepung Labu kuning dengan Penambahan Gluten), Skripsi,

Jurusan Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran” Jatim, Surabaya.

Safridju, R., 1999, Pengaruh Konsentrasi NaHCO3 Dan Rasio Tepung Kepala

Ikan/Tepung Tapioka Terhadap Kualitas Kerupuk Ikan. Skripsi Jurusan

Teknologi Pangan FTI UPN “Veteran” Jatim, Surabaya.

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Labu Kuning dalam 100 gr bahan segar
Tabel 2. Komposisi kimia Tepung Tapioka (per 100 gram bahan)    Komposisi Jumlah
Gambar 3. Diagram alir pembuatan keripik simulasi labu kuning
Tabel 3. Hasil analisa bahan baku
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun, bagaimana halnya, jika undang-undang belum mengakomodasi bentuk alat bukti elektronik padahal dalam penerapannya, hubungan keperdataan seperti transaksi jual beli

Skor yang akan diperoleh dari masing-masing instrumen yang mewakili gaya belajar tersebut kemudian dibandingkan. Skor instrumen yang paling tinggi menunjukan

Kesimpulan penelitian adalah pengetahuan orang tua tentang pencegahan kecelakaan pada anak toddler di Desa Gonilan Kartasura Sukoharjo sebagian besar adalah tinggi (60%),

pertanian berada pada kondisi tidak rendah, artinya faktor-faktor yang dapat menum- buhkan kepuasan kerja masih cukup memadai meskipun tidak tinggi. Sedangkan

menyatakan bahwa growth tidak berpengaruh terhadap dividen payout ratio.. Sulistyowati (2010) bahwa Growth tidak mempunyai pengaruh

Sajátos eleme Gyula és a határ túloldalán fekvő hajdani vonzásterület együttműködésének, hogy azt a nemzetiségi arányok átalakulása kevéssé zavarja,

Sistem akuntansi keuangan daerah menurut definisi Darise (2008:41) adalah serangkaian proses atau prosedur, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan

To answer the second problem formulation that is what meaning brought by the suffixes {-ance} and {-ence} after they are attached to the stem, theory of meaning and