i
PENGARUH FREE CASH FLOW, LEVERAGE, OUTSIDER OWNERSHIP, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP KOS KEAGENAN
SKRIPSI
Oleh :
NI LUH AYU SUKRISNA DEWI NIM :1215351057
PROGRAM EKSTENSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA
i
PENGARUH FREE CASH FLOW, LEVERAGE, OUTSIDER OWNERSHIP, DAN KEBIJAKAN DIVIDEN TERHADAP KOS KEAGENAN
Oleh :
NI LUH AYU SUKRISNA DEWI NIM :1215351057
Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
di Program Ekstensi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : 16 Februari 2016
Tim Penguji : Tanda tangan
1. Ketua : Dr. I Ketut Sujana, SE, M.Si., Ak ...………….
2. Sekretaris : Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE, M.Si ...…………. 3. Anggota : Ni Gusti Putu Wirawati, SE, M.Si ...………….
Mengetahui, Ketua Jurusan Akuntansi
Dr. A.A.G.P. Widanaputra, SE, M.Si.,Ak. NIP. 19650323 199103 1 004
Pembimbing
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh
orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat
unsur-unsur plagiasi, saya bersedia di proses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Februari 2016
Mahasiswa,
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkatrahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Free Cash Flow, Leverage, Outsider Ownership, dan Kebijakan Dividen terhadap Kos
Keagenan” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
2. Prof. Dr. Ni Nyoman Kerti Yasa, SE., M.S., selaku Pembantu Dekan I FakultasEkonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Dr. A. A. G. P. Widanaputra, SE, M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi, serta Dr. I Dewa Nyoman Badera, SE, M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 4. Drs. I Ketut Suardika Natha, M.Si., selaku Ketua Program Ektensi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
5. Dr. Bambang Suprasto H, SE, M.Si., Ak. Selaku Pembimbing Akademik 6. Dr. Gerianta Wirawan Yasa, SE, M.Si selaku Dosen Pembimbing atas
waktu, bimbingan, masukan, serta motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Dr. I Ketut Sujana, SE, M.Si.,Ak. selaku Dosen Pembahas atas masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
selalu memberikan dorongan semangat dan doa yang sangat berarti bagi penulis.
9. Teman-teman seperjuangan Meli Yuliana, Putu Kartika Wijayanthi, Luh Made Dwi Parama Yogi, dan Dewi Octaviani yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman seperjuangan FEB Unud Angkatan 2012 atas kerjasama dan kebersamaannya.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan sebagai masukan yang berharga. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang terkait.
Denpasar, Februari 2016
vi
Judul : Pengaruh Free Cash Flow, Leverage, Outsider Ownership, dan Kebijakan Dividen terhadap Kos Keagenan
Nama : Ni Luh Ayu Sukrisna Dewi NIM : 1015351057
ABSTRAK
Hubungan keagenan antara pemegang saham dengan manajemen menimbulkan konflik keagenan yang disebabkan karena adanya asimetri informasi. Konflik keagenan memicu timbulnya kos keagenan. Free cash flow dalam jumlah yang besar mengakibatkan meningkatnya kos keagenan, sehingga untuk meminimalisir kos keagenan dapat digunakan dengan meningkatkan
leverage, kepemilikan saham dari luar seperti institusional dan asing, serta
kebijakan dividen. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari free cash flow, leverage, kepemilikan institusional, kepemilikan asing, dan kebijakan dividen terhadap kos keagenan.
Penelitian ini dilakukan pada seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dalam tahun pengamatan 2012-2014. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling dan diperoleh 49 perusahaan yang memenuhi kriteria dengan 147 pengamatan . Teknik analisis yang digunakan adalah regresi linear berganda, dan terdapat uji tambahan yaitu uji sensitivitas untuk membandingkan proksi kos keagenan diantaranya selling and general administrative dan asset
turnover.
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan regresi linear berganda diperoleh bahwa free cash flow berpengaruh positif terhadap kos keagenan,
leverage berpengaruh negatif terhadap kos keagenan, kepemilikan institusional
berpengaruh positif terhadap kos keagenan, dan kepemilikan asing serta kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kos keagenan. Sedangkan dalam uji sensitivitas diketahui bahwa proksi selling and general administrative lebih mampu menjelaskan kos keagenan dibandingkan dengan asset turnover.
vii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 9
1.3 Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ... 11
1.5 Sistematikan Penulisan ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori ... 14
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) ... 14
2.1.2 Mekanisme Untuk Mengurangi Masalah Keagenan ... 16
2.1.3 Kos Keagenan (Agency Cost) ... 19
2.1.4 Struktur Kepemilikan(Ownes\rship Structure) ... 21
2.1.5 Free Cash Flow ... 25
2.1.6 Leverage ... 26
2.1.7 Kebijakan Dividen ... 28
2.2 Hipotesis Penelitian ... 33
2.2.1 Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Kos Keagenan ... 33
2.2.2 Pengaruh Leverage Terhadap Kos Keagenan ... 34
2.2.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kos Keagenan ... 35
2.2.4 Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Kos Keagenan ... 35
2.2.5 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Kos Keagenan ... 36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 37
3.2 Lokasi atau Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 37
3.3 Objek Penelitian ... 38
viii
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 39
3.5.1 Kos Keagenan ... 39
3.5.2 Free Cash Flow ... 39
3.5.3 Leverage ... 40
3.5.4 Kepemilikan Institusional ... 41
3.5.5 Kepemilikan Asing ... 41
3.5.6 Kebijakan Dividen ... 41
3.6 Jenis dan Sumber Data ... 42
3.7 Populasi, Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 42
3.7.1 Populasi ... 42
3.7.2 Sampel dan Metode Penentuan Sampel ... 42
3.8 Metode Pengumpulan Data ... 43
3.9 Teknik Analisis Data ... 43
3.9.1 Uji Statistik Deskriptif ... 43
3.9.2 Uji Asumsi Klasik ... 44
3.9.3 Analisis Regresi Linear Berganda ... 47
3.9.4 Koefisien Determinasi ... 48
3.9.5 Uji Klayakan Model (Uji F) ... 48
3.9.6 Uji Hipotesis (Uji t) ... 48
3.9.7 Uji Sensitivitas ... 49
BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah atau Wilayah Penelitian ... 51
4.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian ... 52
4.3 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ... 53
4.4 Hasil Uji Asumsi Klasik ... 57
4.4.1 Hasil Uji Normalitas ... 58
4.4.2 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 58
4.4.3 Hasil Uji Multikolinearitas ... 59
4.4.4 Hasil Uji Autokorelasi ... 60
4.5 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 61
4.6 Koefisien Determinasi ... 62
4.7 Uji Kelayakan Model (Uji F) ... 62
4.8 Hasil Uji Hipotesis ... 62
4.9 Pembahasan Hasil Penelitian ... 65
4.9.1 Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Kos Keagenan ... 65
4.9.2 Pengaruh Leverage Terhadap Kos Keagenan ... 65
4.9.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kos Keagenan ... 66
4.9.4 Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Kos Keagenan ... 67
4.9.5 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Kos Keagenan ... 68
4.10 Pembahasan Hasil Uji Sensitivitas ... 69
ix
4.10.2 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda... 71
BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 74
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 76
5.3 Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 85
x
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman
Tabel 4.1 Seleksi Jumlah Sampel Penelitian ... 52
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 53
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas ... 58
Tabel 4.4 Hasil Uji Heterokedastisitas ... 59
Tabel 4.5 Hasil Uji Multikolinearitas ... 59
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi ... 60
Tabel 4.7 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 61
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Proksi Asset Turnover ... 69
Tabel 4.9 Hasil Uji Heterokedastisitas Proksi Asset Tunover ... 70
Tabel 4.10 Hasil Uji Multikolinearitas Proksi Asset Tunover ... 70
Tabel 4.11 Hasil Uji Autokorelasi Proksi Asset Tunover ... 71
Tabel 4.12 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ... 72
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Halaman
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Halaman
1 Daftar Nama Perusahaan Sampel yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2012-2014 ... 85
2 Daftar Nama Perusahaan Sampel Proksi SGA ... 87
3 Daftar Nama Perusahaan Sampel Uji Sensitivitas Proksi AT ... 89
4 Data Variabel Sampel Penelitian ... 90
5 Statistik Deskriptif Data Uji ... 94
6 Uji Normalitas ... 95
7 Uji Heteroskedastisitas ... 96
8 Uji Multikolinearitas ... 97
9 Uji Autokorelasi ... 98
10 Regresi Linear Berganda ... 99
11 Uji Normalitas AT ... 100
12 Uji Heteroskedastisitas AT ... 101
13 Uji Multikolinearitas AT ... 102
14 Uji Autokorelasi AT ... 103
15 Regresi Linear Berganda AT ... 104
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan perusahaan go public yang menjual sahamnya kepada masyarakat luas. Sesuai
dengan keputusan ketua Bapepam dan LK (Badan Pengawasan Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) Nomor: Kep-346/BL/2011 mengenai pasar modal dijelaskan
bahwa laporan keuangan tahunan wajib disampaikan oleh perusahaan go public kepada Bapepam dan LK dan diumumkan kepada masyarakat paling lambat pada akhir bulan ketiga setelah tanggal laporan keuangan tahunan. Masyarakat maupun
pihak-pihak yang memiliki kepentingan atas laporan keuangan tersebut dapat mengakses ke situs resmi BEI. Para pemegang saham adalah pihak yang menerima langsung dampak yang diakibatkan oleh keputusan yang dibuat oleh
manajemen. Ketika manajemen membuat suatu keputusan, manajemen tidak selalu mengutamakan kesejahteraan dari pemegang sahamnya melainkan
pengambilan keputusan yang cenderung untuk meningkatkan utilitasnya sendiri. Perusahaan-perusahaan besar seperti Enron, Tyco, WorldCom, London &
Commonwealth, dan perusahaan besar lainnya telah mengalami kebangkrutan
yang diakibatkan oleh kegagalan strategi dan kecurangan oleh manajemen puncak yang telah berlangsung lama dikarenakan lemahnya pengawasan independen
2
serius. Isu terbaru terjadi di tahun 2012 yaitu skandal keuangan yang dialami oleh
lembaga keuangan seperti JP Morgan, Barclays, dan UBS yang membuktikan bahwa lemahnya proteksi terhadap pemegang saham serta pelaporan keuangannya
yang tidak transparan menyebabkan terjadinya asimetri informasi antara manajemen dan pemegang saham, hal ini menggambarkan adanya pihak yang dapat menggelapkan dana yang telah diinvestasikan oleh pemegang saham
(Lestari, 2013 dalam Krisnauli, 2014:2).
Teori keagenan menjelaskan fenomena tersebut yang dipopulerkan oleh
Jensen dan Meckling (1976), yang menyatakan bahwa tujuan yang dimiliki oleh pemegang saham perusahaan (prinsipal) berbenturan dengan tujuan yang dimiliki oleh manajemen (agen). Hal ini akan menyebabkan terjadinya konflik
kepentingan dan sering disebut sebagai konflik keagenan. Konflik keagenan disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan dan asimetri informasi di antara pemegang saham dengan manajemen. Asimetri informasi adalah informasi yang
tidak seimbang, di mana pihak manajemen mengetahui lebih banyak informasi serta keadaan yang terjadi di perusahaan dibandingkan dengan pemegang saham.
Hubungan keagenan memiliki masalah yang terdiri dari dua kategori yaitu
adverse selection dan moral hazard. Adverse selection (keputusan serba salah)
terjadi ketika manajemen gagal memberikan kemampuannya dan cenderung
mengambil keputusan yang merugikan, sedangkan moral hazard (penyimpangan moral) yaitu kondisi lingkungan di mana manajemen melalaikan tanggung jawab
3
berdampak buruk terhadap going concern perusahaan, prinsipal harus
mengendalikan konflik keagenan ini.
Konflik keagenan memicu timbulnya kos keagenan (agency cost). Kos
keagenan dikeluarkan untuk mengurangi kerugian yang mungkin timbul akibat ketidakpatuhan manajemen. Kos keagenan adalah kos yang timbul agar manajer bertindak selaras dengan tujuan pemilik (Nuswandari, 2009). Terdapat tiga jenis
kos keagenanyaitu (1) monitoring cost adalah biaya yang timbul untuk mengukur dan mengontrol tingkah laku manajer, (2) bonding cost adalah biaya untuk
menjamin bahwa agen tidak akan mengambil keputusan yang merugikan prinsipal, dan (3) residual loss adalah biaya yang timbul akibat kerugian dari keputusan manajemen yang seharusnya dapat mengoptimalkan utilitas pemegang
saham. Pemegang saham menginginkan agar kos keagenan ini dapat diminimalisir.
Salah satu penyebab adanya konflik keagenan adalah ketika perusahaan
menghasilkan free cash flow dalam jumlah yang besar. Free cash flow merupakan salah satu ukuran yang digunakan investor untuk mengukur kekuatan keuangan
perusahaan. Jensen (1986) mengemukakan free cash flow adalah arus kas bersih yang setelah dikurangi dengan kebutuhan untuk mendanai proyek dengan Net
Present Value (NPV) positif. Perusahaan akan mengalami masalah ketika tidak
ada proyek dengan NPV positif, oleh karenanya manajer dapat menyalahgunakan
free cash flow tersebut seperti mengalokasikannya pada sumber daya yang tidak
4
Penggunaan free cash flow yang efektif adalah ketika digunakan sesuai
dengan kepentingan pemegang saham seperti berinvestasi dalam proyek dengan NPV positif dan/atau didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen (Crutchley dan Hansen, 1989). Free cash flow ini juga memiliki keterkaitan dengan bonding cost di mana manajemen menggunakannya sebagai mekanisme untuk membuktikan bahwa manajemen tidak akan menyalahgunakan
dana perusahaan dan berani mengambil risiko kehilangan pekerjaan apabila tidak mengelola perusahaan dengan baik.
Terkait kasus perusahaan Enron yang melebih-lebihkan laba bersihnya dan menutupi semua utangnya sehingga menyebabkan kebangkrutan serta kerugian yang besar, maka perusahaan yang menyatakan menghasilkan laba harus
didukung dengan informasi arus kas. Alasannya adalah apabila perusahaan menghasilkan laba yang besar tetapi arus kas yang rendah atau bahkan arus kas negatif dapat menimbulkan permasalahan yang serius. Begitupula sebaliknya,
perusahaan yang menderita kerugian namun memiliki arus kas positif masih mampu bergerak dan dapat merencanakan kembali strateginya untuk
menghasilkan laba di periode berikutnya. Hal ini sesuai dengan SFAC (Statement
of Financial Accounting Concept) yang dikeluarkan pada tahun 2000 yaitu Using
Cash Flow Information and Present Value in Accounting Measurement.
Salah satu cara untuk mengatasi konflik keagenan dapat dilakukan dengan meningkatkan pendanaan melalui utang (leverage). Perusahaan memiliki
5
perusahaan yang tidak perlu dan memberikan dorongan pada manajer untuk
mengoperasikan perusahaan dengan lebih efisien (Fachrudin, 2011). Manajemen juga harus menyediakan kas yang cukup untuk membayar utang serta bunganya,
dan dari pemilik dana (debtholder) sendiri akan memantau serta memonitoring perusahaan untuk mengetahui apakah dana yang diberikan telah dimanfaatkan dengan tepat. Bank dan lembaga keuangan lainnya merupakan pemilik dana yang
mampu memonitoring kinerja manajemen dengan baik. Alasan penggunaan
leverage dalam penelitian ini dikarenakan banyak perusahaan di Indonesia yang
didanai oleh utang yang dapat dilihat dari annual report perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI.
Struktur kepemilikan adalah suatu mekanisme yang dapat digunakan untuk
mengurangi konflik antara manajemen dan pemegang saham. Struktur kepemilikan merupakan bagian dari mekanisme internal corporate governance (Denis dan McConnell, 2003). Masalah keagenandapat dikurangi dengan adanya
struktur kepemilikan (Faizal, 2004). Outsider ownership atau kepemilikan saham oleh pihak dari luar perusahaan diantaranya adalah kepemilikan saham oleh
institusi dan kepemilikan saham oleh pihak asing. Kepemilikan institusional merupakan saham yang dimiliki oleh institusi keuangan, institusi pemerintah, institusi berbadan hukum, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain.
Struktur kepemilikan perusahaan publik di Indonesia terkonsentrasi pada institusi. Untuk kepemilikan asing, merupakan saham yang dimiliki oleh perorangan, badan
6
Kepemilikan saham oleh institusi dan asing dapat menurunkan kos
keagenan karena adanya monitoring untuk memengaruhi keputusan manajemen. Investor institusional memiliki dorongan untuk memonitor dan memengaruhi
manajemen agar melindungi investasi mereka. Sedangkan dengan adanya kepemilikan asing dalam perusahaan, hal ini dianggap concern terhadap peningkatan good corporate governance (Simerly dan Li, 2000). Banyak
perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI yang memiliki kepemilikan asing dalam daftar shareholder-nya, ini artinya bahwa di Indonesia telah mengalami
peningkatan good corporate governance dari semenjak krisis moneter tahun 1998. Salah satu contoh perusahaan yang memiliki kepemilikan institusi dan asing adalah PT Bank Danamon Indonesia Tbk. yang menjadikan perusahaan tersebut
masuk dalam sepuluh besar dengan GCG terbaik di Indonesia tahun 2013 (bisnis.tempo.co).
Kos keagenan juga dapat dikurangi dengan kebijakan membagikan sejumlah
laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk dividen. Kebijakan dividen ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sehingga besar kecilnya
dividen yang dibayarkan per lembar saham sangat dipengaruhi oleh keinginan pemegang saham serta kondisi keuangan di perusahaan. Kebijakan dividen dinilai dapat menciptakan keseimbangan antara masa sekarang dengan pertumbuhan di
masa depan sehingga dapat memaksimumkan harga saham. Dalam penelitian ini, kebijakan dividen diukur berdasarkan dividen tunai melalui dividend payout ratio
7
Kelebihan kas yang ada di perusahaan sebaiknya dibagikan dalam bentuk
dividen (Karen, 2003), namun manajemen lebih memilih untuk menjadikannya sebagai laba ditahan yang akan digunakan untuk membayar utang, mendanai
proyek atau ekspansi agar perusahaan dapat terus tumbuh dan berkembang. Peran dari dividen itu sendiri adalah bentuk penawaran distribusi pendapatan karena ketika perusahaan membayar dividen, pemegang saham meyakini bahwa
perusahaan telah dikelola dengan baik oleh manajemen dan sesuai dengan keinginannya sehingga dengan membayar dividen dapat mengurangi konflik
keagenan.
Beberapa penelitian terdahulu telah meneliti hubungan kos keagenan yang ditimbulkan oleh konflik keagenan. Namun, penelitian-penelitian ini memberikan
hasil yang tidak konsisten, yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor lain yang tidak dijelaskan dalam teori. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wang (2010) yang melakukan pengujian mengenai pengaruh free cash flow terhadap kos
keagenan pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Taiwan. Hasil penelitian Wang menunjukkan bahwa free cash flow yang dihasilkan dari efisiensi
manajemen operasi dapat menurunkan kos keagenan. Namun, free cash flow juga dapat meningkatkan kos keagenan karena berpengaruh menurunkan asset
turnover sehingga menyebabkan peningkatan kos keagenan. Hasil ini konsisten
dengan temuan dari Jensen dan Meckling (1976), Brush et al. (2000) dan Fosberg
et al. (2003) bahwa free cash flow dapat meningkatkan kos keagenan.
8
keagenan, diantaranya Ang et al (2000) meneliti tentang kos keagenan dan
struktur kepemilikan di 1708 perusahaan kecil yang diambil dari FRB/NSSBF database. Hasil yang diperoleh adalah kos keagenan akan semakin tinggi ketika
outsider memiliki saham perusahaan.
Berbeda dengan Gul et al. (2012) yang meneliti mengenai agency cost,
corporate governance, and ownership structure pada perusahaan yang terdaftar di
Karachi Stock Exchange tahun 2003-2006, memeroleh hasil struktur kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, kepemilikan eksternal dan tata kelola
perusahaan dapat menurunkan kos keagenan. Hasil yang sama diperoleh oleh Rahmadiyani (2012) yang meneliti tentang pengaruh struktur kepemilikan terhadap kos keagenan dengan aktivitas pengawasan dewan komisaris sebagai
pemoderasi pada perusahaan manufaktur periode 2008-2010, menyimpulkan bahwa struktur kepemilikan keluarga, struktur kepemilikan institusi, dan struktur kepemilikan asing yang dimoderasi oleh pengawasan dewan komisaris
berpengaruh negatif terhadap kos keagenan.
Selanjutnya oleh Hadiprajitno (2013) mengenai struktur kepemilikan dan
mekanisme corporate governance terhadap kos keagenan pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2008-2009 yang menghasilkan temuan bahwa struktur kepemilikan keluarga, struktur kepemilikan institusi, dan struktur kepemilikan
pemerintah berpengaruh negatif terhadap kos keagenan dan struktur kepemilikan asing berpengaruh positif terhadap kos keagenan.
9
menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif, namun
kepemilikan institusional, kebijakan dividen, dan leverage tidak memiliki pengaruh terhadap kos keagenan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh
Widanaputra dan Ratnadi (2008) yang meneliti pengaruh kebijakan dividen,
leverage, dan kepemilikan manajerial terhadap kos keagenan menyimpulkan
bahwa leverage berpengaruh negatif yang signifikan, kepemilikan manajerial
dapat mengurangi kos keagenan sedangkan kebijakan dividen tidak berpengaruh terhadap kos keagenan. Namun, Schooley et al. (1994) mengungkapkan bahwa
kebijakan dividen dan kepemilikan manajerial digunakan untuk menurunkan kos keagenan. Schooley et al (1994) menguji kebijakan dividen dan kepemilikan saham sebagai suatu hal yang dapat mengurangi kos keagenan.
Penelitian ini meneliti seluruh perusahaan yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia karena seluruh perusahaan publik selalu memiliki kos keagenan, selain itu penelitian ini juga bertujuan melanjutkan studi empiris sebelumnya dari
Widanaputra dan Ratnadi (2008) untuk memperluas jumlah sampel, menambah variabel yang mungkin memengaruhi kos keagenan dan menambah proksi
pengukuran kos keagenan. Adanya hasil yang berbeda dalam penelitian sebelumnya (research gap) maka diperlukan penelitian lebih lanjut dari variabel-variabel tersebut. Jadi, penelitian ini bermaksud untuk meneliti pengaruh free cash
flow, outsider ownership, leverage dan kebijakan dividen terhadap kos keagenan.
1.2Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka yang
10
1) Apakah free cash flow berpengaruh positif terhadap kos keagenan? 2) Apakah leverage berpengaruh negatif terhadap kos keagenan?
3) Apakah kepemilikan institusional negatif berpengaruh terhadap kos
keagenan?
4) Apakah kepemilikan asing berpengaruh negatif terhadap kos
keagenan?
5) Apakah kebijakan dividen berpengaruh negatif terhadap kos keagenan?
1.3Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan penelitian
ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk membuktikan secara empiris pengaruh positif free cash flow
terhadap kos keagenan.
2) Untuk membuktikan secara empiris pengaruh negatif leverage
terhadap kos keagenan.
3) Untuk membuktikan secara empiris pengaruh negatif kepemilikan
institusional terhadap kos keagenan.
4) Untuk membuktikan secara empiris pengaruh negatif kepemilikan
asing terhadap kos keagenan.
5) Untuk membuktikan secara empiris pengaruh negatif kebijakan
11 1.4Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak yang berkepentingan, meliputi :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut. 1) Kegunaan Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam bidang
akuntansi mengenai teori keagenan khususnya mengenai kos keagenan. Penelitian ini berusaha untuk menunjukkan bahwa variabel-variabel yang diteliti dapat memengaruhi kos keagenan karena adanya konflik
keagenan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendukung temuan-temuan riset sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk
penelitian selanjutnya. 2) Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
para pelaku bisnis sebagai salah satu pertimbangan dalam menanamkan investasinya dan kos keagenan sangat penting dipahami
untuk menilai suatu perusahaan. Penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan untuk menganalisis kualitas laporan keuangan agar investor tidak hanya melihat berapa laba yang diperoleh, karena
laba saja tidak cukup untuk digunakan sebagai pertimbangan investasi. Penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi perusahaan dalam
12 1.5Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab dan berkaitan erat antara satu dengan yang lainnya. Secara garis besar, isi dari masing-masing bab adalah sebagai berikut. Bab I : Pendahuluan
Merupakan bab yang menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penyajian.
Bab II : Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis
Bab ini menjelaskan mengenai kajian pustaka yang digunakan
untuk mendukung penelitian ini dalam memecahkan permasalahan yang ada, menguraikan tentang teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan pada skripsi ini yaitu mengenai teori keagenan,
mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan, agency cost, struktur kepemilikan, free cash flow, leverage dan kebijakan
dividen. Bab ini juga menguraikan rumusan hipotesis. Bab III : Metode Penelitian
Merupakan bab yang berisikan tentang metode penelitian yang
meliputi desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, variabel penelitian, definisi operasional variabel, jenis dan
13 Bab IV : Pembahasan Hasil Penelitian
Merupakan bab yang terdiri dari deskripsi variabel penelitian, hasil pengujian atas uji asumsi klasik, dan hasil pengujian
masing-masing hipotesis yang ada dalam penelitian ini termasuk hasil pengujian atas uji analisis regresi linear berganda dan uji sensitivitas.
Bab V : Penutup
Merupakan bab yang memuat simpulan dari hasil pembahasan pada
bab sebelumnya, keterbatasan penelitian dan saran-saran yang diharapkan akan bermanfaat bagi pembaca.
14 BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Anthony dan Govindarajan (2005) hubungan keagenan ada ketika salah satu pihak (prinsipal) menyewa pihak lain (agen) untuk melaksanakan suatu
jasa. Teori keagenan juga disebut teori kontraktual yang memandang suatu perusahaan sebagai suatu perikatan kontrak antara anggota-anggota perusahaan (Jensen dan Meckling, 1986). Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh
pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi
kepentingan pemegang saham (diskresi manajemen), sehingga manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua kinerjanya kepada pemegang saham.
Teori keagenan secara umum dibahas dua hal (Mahadwartha dan Jogiyanto,
2002) yaitu: (1) positive agency memfokuskan pembahasan mengenai hubungan antara pihak agen dengan prinsipal. (2) principal agent research membahas cakupan yang lebih luas yaitu mengenai semua hubungan atau konflik
kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya dimana pihak yang satu tidak melaksanakan instruksi atau perintah pihak kedua.
Messier et al. (2006) menyatakan bahwa hubungan keagenan ini menimbulkan dua permasalahan, yaitu asimetri informasi dan konflik kepentingan. Asimetri informasi terjadi ketika manajemen mengetahui lebih
15
pemegang saham. Sedangkan konflik keagenan disebabkan oleh tindakan
manajemen yang tidak selalu mementingkan kesejahteraan pemegang saham dan kedua belah pihak memiliki tujuan yang berbeda.
Menurut Jensen dan Meckling (1976) ada dua jenis permasalahan yang ditimbulkan oleh asimetri informasi, yaitu:
1) adverse selection, adalah keadaan dimana pemegang saham tidak dapat
mengetahui apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau terjadi sebagai
sebuah kelalaian dalam tugas.
2) moral hazard, yaitu permasalahan yang muncul jika manajemen tidak
melaksanakan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja
dan cenderung bertindak oportunis.
Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis
memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal kepada agen. Inti dari teori
keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997 dalam Purnami, 2011).
16 1) Asumsi tentang sifat manusia
Manusia pada dasarnya memiliki karakteristik mementingkan diri sendiri
(self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan
tidak menyukai risiko (risk aversion). 2) Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya asumsi asimetris antara prinsipal dan agen.
3) Asumsi tentang informasi
Sebuah informasi memiliki nilai yang dianggap dapat diperjualbelikan sehingga para pihak yang membutuhkan informasi perlu melakukan
pengorbanan untuk memeroleh informasi tersebut.
Teori keagenan memberikan landasan utama dalam kaitannya dengan penyediaan informasi mengenai aktivitas yang telah terjadi. Informasi merupakan
salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga sangat dibutuhkan pihak yang kompeten dalam menyediakan informasi berkaitan dengan risiko dan
kemungkinan mengendalikan sifat opportunistic manajemen.
2.1.2 Mekanisme Untuk Mengurangi Masalah Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) mengidentifikasikan ada dua cara untuk mengurangi kesempatan manajemen melakukan tindakan yang merugikan pemegang saham, yaitu pemegang saham luar melakukan pengawasan
(monitoring) dan manajemen sendiri melakukan pembatasan atas
17
kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai perusahaan akan meningkat sedangkan pada sisi yang lain keduanya akan memunculkan biaya sehingga akan mengurangi nilai perusahaan. Jensen dan Meckling juga menyatakan bahwa calon investor akan mengantisipasi adanya kedua biaya tersebut ditambah dengan kerugian yang masih muncul meskipun sudah ada
monitoring dan bonding, yang disebut dengan residual loss. Beberapa mekanisme
kontrol yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan, meliputi: 1) mekanisme kontrol dengan monitoring
Ada beberapa mekanisme untuk mengurangi kos keagenan. Berikut
mekanisme-mekanisme kontrol dengan monitoring yang dapat dipakai untuk mengurangi masalah keagenan.
(1) Pembentukan dewan komisaris
Pembentukan dewan komisaris adalah salah satu mekanisme yang banyak dipakai untuk memonitor manajer. Dewan yang didominasi oleh anggota
dari luar (independent board of director) akan dapat memonitoring manajemen lebih efektif. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan direksi, anggota dewan komisaris
lainnya serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat memengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.
(2) Pasar corporate control
18
keagenan akan diambil alih oleh perusahaan lain. Hal ini merupakan
mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan. (3) Pemegang saham besar
Model pengurangan masalah keagenan yang dibuat Jensen dan Meckling (1976) mengasumsikan bahwa pemegang saham terdiri dari investor-investor kecil. Oleh karena itu biaya monitoring terhadap manajemen oleh
para investor tersebut akan sangat besar sehingga mereka akan cenderung tidak melakukan monitoring.
(4) Kepemilikan terkonsentrasi
Mekanisme pengurangan kos keagenan yang agak mirip dengan mekanisme pemegang saham besar adalah mekanisme lewat kepemilikan
yang lebih terkonsentrasi. Kepemilikan dikatakan lebih terkonsentrasi jika untuk mencapai kontrol dominasi atau mayoritas dibutuhkan penggabungan lebih sedikit investor. Dibandingkan dengan mekanisme
pemegang saham besar, kepemilikan terkosentrasi memiliki kekuatan kontrol yang lebih rendah karena mereka tetap harus melakukan
koordinasi untuk menjalankan hak kontrolnya. Namun pada sisi yang lain mekanisme kepemilikan terkosentrasi juga memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk memunculkan peluang bagi kelompok investor yang
terkosentrasi untuk mengambil tindakan yang merugikan investor lain. (5) Pasar manajer
19
manajer, baik yang ada dalam perusahaan sendiri maupun yang berasal
dari luar perusahaan. Persaingan di pasar manajer ini akan memaksa manajer bertindak sebaik mungkin untuk kemajuan perusahaan.
2) mekanisme kontrol dengan bonding
Jensen (1986) melihat masalah keagenan dari sudut keterbatasan uang yang dapat digunakan manajer untuk kegiatan konsumtif. Jika kos keagenan ingin
dikurangi maka free cash flow harus dikurangi terlebih dahulu. Dengan kata lain manajer harus menunjukkan kepada pemegang saham bahwa dia telah
melakukan upaya menahan diri (bonding) dengan tindakan-tindakannya.
2.1.3 Kos Keagenan (Agency Cost)
Adanya konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham (prinsipal) mendasari adanya kos keagenan. Kos keagenan adalah biaya yang dikeluarkan untuk memonitor dan menjamin perilaku manajemen sesuai dengan tujuan dari pemegang saham. Teori keagenan mengatakan bahwa sulit untuk mempercayai bahwa manajemen akan selalu bertindak berdasarkan kepentingan pemegang saham, sehingga diperlukan monitoring dari pemegang saham
(Copeland dan Weston, 1992:20).
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa terdapat tiga jenis kos keagenan.
1) Biaya Pengawasan (Monitoring Cost)
20
melindungi aset perusahaan, pembatasan anggaran, biaya untuk menetapkan
rencana kompensasi manajer, dan aturan-aturan operasi 2) Biaya Ikatan (Bonding Cost)
Biaya yang ditanggung oleh manajemen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa manajemen bertindak untuk kepentingan pemegang saham. Contohnya biaya untuk menyediakan laporan keuangan
kepada pemegang saham, dan kelancaran dalam membayar bunga bank (Purnami,2011).
3) Residual Loss
Biaya ini juga dikeluarkan oleh manajemen yang diakibatkan oleh pengambilan keputusan yang salah dan lolos dari pengawasan. Biaya ini
didefinisikan sebagai kerugian atau penurunan tingkat kesejahteraan pemegang saham maupun manajemen setelah terjadinya hubungan keagenan. Contohnya adalah pengeluaran untuk perjalanan dinas dan akomodasi kelas
satu (Purnami, 2011 ; Piramita, 2012).
Menurut Crutchley and Hansen (1989) dalam Vivin (2005: 16) untuk
mengurangi kos keagenan dapat dilakukan dengan cara, yaitu:
1) meningkatkan pembayaran dividen, yang akan meningkatkan jumlah modal eksternal. Pada saat jumlah modal eksternal meningkat, manajer akan diawasi
oleh bursa, komisi bursa dan efek, dan investor luar. Lagi pula penggunaan dividen tersebut tidak memerlukan biaya.
2) meningkatkan penggunaan utang dalam pendanaan, karena utang mewajibkan
21
untuk manajer dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak semestinya
menjadi terbatas.
Berdasarkan beberapa studi empiris, pengukuran untuk kos keagenan dapat
digunakan dengan proksi asset turnover (Ang et al. 2000; Faizal, 2004; Wang, 2010) dan selling and general administrative (Widanaputra dan Ratnadi, 2008; Purnami, 2011; Nanda, 2015). Dalam menjawab hipotesis pada penelitian ini
digunakan dengan proksi selling and general administrative (SGA) untuk mereprensentasikan diskresi manajerial dalam menggunakan sumber daya
perusahaan. SGA diukur menggunakan rasio antara beban operasional dengan penjualan, di mana beban operasional merupakan kebijakan manajemen yang dikeluarkan perusahaan. Peningkatan rasio SGA mencerminkan adanya
pemborosan seperti jamuan serta fasilitas kantor yang digunakan untuk kepentingan pribadi. Semakin besar rasio SGA maka semakin besar pula kos keagenan perusahaan. Sedangkan untuk pengukuran kos keagenan dengan proksi
asset turnover akan dilakukan analisis sensitivitas.
2.1.4 Struktur Kepemilikan (Ownership Structure)
Menurut Iturragia dan Sanz (1998) struktur kepemilikan dapat dijelaskan
dari dua sudut pandang yaitu pendekatan keagenan (agency approach) dan pendekatan ketidakseimbangan informasi (asymmetric information approach).
Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan sebagai sebuah instrumen atau alat untuk mengurangi konflik kepentingan diantara berbagai pemegang klaim. Sedangkan pendekatan ketidakseimbangan informasi
22
mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dan outsider melalui
pengungkapan informasi di pasar modal.
Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan
pengaruh diantara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang terbagi dalam dua bentuk struktur kepemilikan yaitu kepemilikan terkonsentrasi
dan kepemilikan menyebar. Kepemilikan terkonsentrasi merupakan fenomena yang lazim ditemukan di negara dengan ekonomi yang sedang bertumbuh seperti
Indonesia dan di negara-negara continentalEurope. Sebaliknya, kepemilikan yang menyebar (banyak pemilik dengan persentase kecil) hanya terjadi pada negara dengan perlindungan legal yang sangat baik terhadap pemegang saham yaitu di
negara-negara Anglo Saxon seperti Inggris dan Amerika Serikat (La Porta dan Silanez, 1999). Dengan demikian, struktur kepemilikan perusahaan berbeda di setiap negara.
Selain struktur kepemilikan terkonsentrasi dan menyebar, ada pula model struktur kepemilikan insider ownership dan outsider ownership. Insider
ownership adalah saham yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dan merupakan
pengelola perusahaan yang bisa juga disebut dengan kepemilikan saham manajerial. Sedangkan outsider ownership adalah kepemilikan saham oleh pihak
dari luar perusahaan, dalam penelitian ini diproksikan dengan kepemilikan saham oleh institusi dan kepemilikan saham oleh pihak asing.
23
memengaruhi kondisi dan hasil kinerja serta memonitoring secara efektif. Adanya
monitoring dari outsider ownership ini maka pihak manajemen dituntut harus mampu menunjukkan kinerja yang baik. Upaya manajemen untuk menunjukkan
hasil kinerja yang optimal adalah dengan menyediakan informasi mengenai keuangan dan kinerja perusahaan. Outsider ownership memiliki kekuatan yang besar untuk menekan manajemen dalam menyajikan informasi secara tepat waktu,
karena ketepatan waktu pelaporan akan memengaruhi pengambilan keputusan yang tepat.
1) Kepemilikan institusional
Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan
investasi dan kepemilikan institusi lain (Tarjo, 2008). Mayoritas bentuk institusi adalah Perseroan Terbatas (PT). Perusahaan yang memiliki investor institusional mencerminkan bahwa perusahaan tersebut memiliki monitoring external sehingga
dapat memonitor tindakan manajemen.
Institutional shareholders dengan kepemilikan saham yang besar memiliki
insentif untuk memantau pengambilan keputusan perusahaan (Barnae dan Rubin, 2005). Semakin besar kepemilikan institusi akan berdampak semakin besar pula kekuatan suara (votting) dan dorongan untuk memonitoring manajemen sehingga
akan dapat mengoptimalkan nilai perusahaan. Curthley, et al (1999) menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubstitusi kos keagenan,
24
pengendalian yang efektif bagi manajemen karena padatnya jaringan bisnis, utang,
dan modal perusahaan.
2) Kepemilikan asing (foreign ownership)
Kepemilikan asing adalah kepemilikan saham biasa (common stock) perusahaan yang yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah, serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri (Aryani, 2011). Menurut Anggraini
(2011) kepemilikan asing merupakan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan multinasional. Biasanya perusahaan yang sahamnya sebagian besar
dimiliki oleh investor asing cenderung menghadapi masalah asimetri informasi yang disebabkan oleh hambatan geografis, budaya, dan bahasa. Investor asing menghadapi risiko yang cukup besar dalam berinvestasi di negara yang masih
berkembang, termasuk risiko politik, risk bearing dan hukum di negara tersebut. La Porta, et al. (1999) mengungkapkan bahwa karena investor asing menghadapi risiko yang besar maka monitoring yang dilakukan oleh investor asing relatif lebih
tinggi sehingga dapat memberikan tekanan terhadap perusahaan agar lebih efisien memanfaatkan sumber daya sehingga mampu mengurangi kos keagenan.
Investor asing cenderung lebih pintar dan memiliki berbagai inovasi, sehingga perusahaan dengan kepemilikan asing akan memiliki pengetahuan lebih baik yang berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Menurut Almilia
(2008), perusahaan yang memiliki investor asing dalam daftar shareholder-nya cenderung melakukan pengungkapan yang lebih luas, karena perusahaan tersebut
25
pengendalian intern. Perusahaan dengan kepemilikan asing juga akan memberikan
pelatihan bagi tenaga kerjanya terkait dengan pekerjaan yang dilakukan dan berdampak pada efisiensi produktivitas perusahaan.
2.1.5 Free Cash Flow
Free cash flow memberikan implikasi penting dalam konflik keagenan
(Jensen, 1986). Manajemen bisa saja melakukan investasi dengan NPV negatif
atau poor investment decision. Hal ini disebabkan karena ketika sebuah perusahaan dengan free cash flow yang besar dan tidak tersedia proyek yang menguntungkan, manajemen akan cenderung menyalahgunakan free cash flow
dengan perilaku oportunistik. Contoh dari perilaku oportunistik adalah mengalokasikan sumber daya yang tidak efisien, perilaku konsumtif yang
berlebihan, dan berinvestasi dengan NPV negatif sehingga akan membebankan pemegang saham (Piramita, 2012).
Jensen (1986) mendefinisikan free cash flow sebagai arus kas bersih setelah
dikurangi dengan kebutuhan untuk mendanai proyek dengan NPV positif. Sehingga perhitungan free cash flow dalam perusahaan adalah arus kas bebas dari aktivitas operasi dikurangi dengan pengeluaran modal dan pembayaran dividen.
Menurut Metha dan Barbara (2011) free cash flow adalah adanya dana yang berlebih, yang seharusnya didistribusikan kepada pemegang saham dan keputusan
tersebut dipengaruhi oleh kebijakan manajemen. Free cash flow inilah yang sering memicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen. Ross, et al., (1999) mendefinisikan free cash flow sebagai kas
26
yang tidak digunakan untuk modal kerja (working capital) atau investasi pada
aktiva tetap.
Penggunaan free cash flow yang efisien adalah ketika perusahaan telah
mendanai semua proyek dengan NPV positif dan kelebihan arus kas ini bisa didistribusikan kepada pemegang saham dengan pembelian kembali saham
(treasury stock) dan pembayaran dividen (Crutchley dan Hansen, 1989). Dengan
kata lain ketika kepentingan pemegang saham dan manajemen secara sempurna telah sejalan maka manajemen akan mendistribusikan semua free cash flow
kepada pemegang saham (Mann dan Sicherman, 1991).
2.1.6 Leverage
Sawir (2004:10) mengemukakan bahwa leverage keuangan adalah
penggunaan sumber dana yang menimbulkan beban tetap keuangan. Beban tetap keuangan adalah bunga yang harus dibayar tanpa memerhatikan tingkat laba perusahaan. Perusahaan dinilai berisiko apabila memiliki porsi leverage yang
besar dalam struktur modal, namun apabila perusahaan menggunakan leverage yang kecil atau tidak ada leverage maka perusahaan dinilai tidak dapat memanfaatkan tambahan modal eksternal yang dapat meningkatkan operasional
perusahaan (Ozkan, 2001).
Pendanaan melalui leverage dapat memberikan dampak dalam konflik dan
27
memberikan sinyal mengenai status kondisi keuangan perusahaan untuk
memenuhi kewajibannya.
Adapun rasio pengelolaan utang dapat dikategorikan sebagai berikut
(Sutrisno, 2001:217), yaitu:
1) rasio utang (debt to total asset ratio) adalah rasio total utang terhadap total
aset. Rasio ini digunakan untuk menghitung persentase total dana yang
disediakan oleh kreditur.
2) rasio utang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) merupakan rasio
yang membandingkan jumlah utang terhadap ekuitas. Rasio ini digunakan untuk melihat seberapa besar utang perusahaan jika dibandingkan ekuitasnya, sebaiknya besar utang tidak melebihi ekuitas.
3) rasio kemampuan membayar bunga (time interest earned) adalah rasio
laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) terhadap beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan untuk membayar beban bunga tahunan.
4) rasio kemampuan membayarkan beban tetap adalah rasio yang lebih luas
cakupannya dari pada time interest earned karena mencakup kewajiban
lease jangka panjang tahunan perusahaan.
Leverage diukur menggunakan debt to total asset ratio (DAR) yang
merefleksikan kemampuan perusahaan dengan menggunakan seluruh aset untuk
membayar utangnya (Horngren et al. 1997). Semakin rendah debt maka semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam membayar utang-utangnya. Rasio leverage
28
keuangan, akan tetapi selama perekonomian stabil dan suku bunga rendah maka
dapat meningkatkan keuntungan perusahaan. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan risiko berupa ketidakmampuan perusahaan membayar semua
kewajibannya.
Rasio leverage yang besar dapat memengaruhi manajer dan menurunkan kos keagenan melalui ancaman likuiditas yang berdampak pada gaji personal dan
reputasi manajemen (Yegon et al. 2014). Nilai DAR yang tinggi juga mengindikasikan, semakin besar jumlah aset yang dibiayai oleh utang, semakin
kecil jumlah aset yang dibiayai oleh modal, semakin tinggi risiko perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban jangka panjang, dan semakin tinggi beban bunga yang harus ditanggung perusahaan. Menurut Jurkus et al. (2011) melalui
peningkatan utang atau leverage akan dapat meningkatkan monitoring eksternal oleh debtholder. Perusahaan dengan tingkat leverage rendah akan menanggung kos keagenan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki
tingkat utang yang tinggi, sehingga antara leverage dengan kos keagenan memiliki hubungan terbalik (Byrd, 2010).
2.1.7 Kebijakan Dividen
Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam
bentuk laba ditahan (retairned earnings) guna pembiayaan investasi dimasa mendatang. Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada pemegang saham oleh perusahaan atas laba yang dihasilkan. Kebijakan dividen merupakan keputusan
29
yang mempunyai kepentingan yang berbeda, yaitu pihak pertama para pemegang
saham dan pihak kedua adalah manajemen.
Kebijakan dividen menimbulkan kontroversi karena apabila pembayaran
dividen ditingkatkan maka arus kas untuk pemegang saham akan meningkat dan menguntungkan pemegang saham, sedangkan alasan lainnya yaitu apabila pembayaran dividen ditingkatkan maka laba ditahan yang direinvestasi dan
pertumbuhan masa depan akan menurun sehingga merugikan pemegang saham. Oleh karena itu, kebijakan dividen dikatakan optimal apabila mampu
menyeimbangkan kedua hal tersebut. Pembayaran dividen dalam jumlah sekecil apapun masih lebih baik daripada tidak sama sekali. Menurut Crutchley dan Hansen (1989), peningkatan dividen diharapkan dapat mengurangi kos keagenan.
Hal ini karena dividend payout ratio (DPR) yang besar sehingga menyebabkan rasio laba ditahan kecil. DPR yaitu perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earning per share (EPS).
Terdapat beberapa teori mengenai kebijakan dividen menurut Brigham dan Houston (2011:211) sebagai berikut.
1) Dividend Irrelevance Theory (Teori Dividen Tidak Relevan)
Teori ini menjelaskan tentang kebijakan dividen perusahaan tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan maupun biaya modalnya
yang dikemukakan oleh Merton Miller dan Franco Modiglani (MM). Teori MM menyatakan bahwa nilai perusahaan ditentukan pada kemampuan
30
kebijakan dividen tidak relevan untuk dipermasalahkan. Teori MM
menjelaskan bahwa nilai perusahaan tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya DPR, tetapi yang menentukan adalah profitabilitas dasar dan risiko
usahanya.
2) Bird in the Hand Theory
Teori ini mendukung hasil riset Gordon dan Lintner (1963) bahwa investor
lebih menyukai dividen dibandingkan dengan capital gain. Dividen memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan capital gain,
sehingga investor akan merasa lebih aman untuk mengharapkan dividen saat ini dibandingkan menunggu capital gain di masa depan.
3) Tax Differential Theory
Teori ini didasari atas perbedaan pajak antara dividen dengan capital gain. Pajak atas dividen diwajibkan pembayarannya pada tahun dividen tersebut diterima, sedangkan pajak atas capital gain tidak dibayarkan sampai
saham dijual. Adanya keunggulan pajak dalam capital gain membuat investor lebih menyukai capital gain karena dapat menunda pembayaran
pajak dibandingkan dengan pembagian dividen.
4) Clientele Effect
Dinyatakan bahwa investor yang berbeda akan memiliki preferensi yang
berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai DPR yang tinggi,
31
uang saat ini cenderung menyukai jika perusahaan menahan sebagian
besar laba bersih perusahaan.
Keputusan pembagian dividen ditentukan oleh pemegang saham melalui
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Besar kecilnya dividen dapat dijadikan alat bagi pemegang saham untuk mengendalikan manajemen. Jumlah dividen yang dibayarkan akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepemilikan
(Wang et al. 2011) Dalam hal ini dividen berperan sebagai salah satu bentuk penawaran distribusi pendapatan, karena dengan pembayaran dividen pemegang
saham melihat bahwa pengelola perusahaan sudah melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan pemegang saham sehingga dapat mengurangi konflik.
Terdapat tiga jenis kebijakan dividen menurut Sundjaja dan Barlian
(2003:387) yaitu:
1) kebijakan dividen rasio pembayaran konstan
Kebijakan dividen yang didasarkan dengan persentase tertentu dari
pendapatan yang dibayarkan kepada pemilik setiap periode. 2) kebijakan dividen yang teratur
Kebijakan dividen yang didasarkan atas pembayaran dividen dengan rupiah yang tetap dalam setiap periode. Seringkali kebijakan dividen teratur digunakan dengan memakai target rasio pembayaran dividen.
3) kebijakan dividen yang rendah serta teratur dan ditambah ekstra
Kebijakan dividen yang didasarkan pembayaran dividen rendah yang
32
Berikut berbagai faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan dividen
(Sundjaja dan Barlian, 2003:388). 1) Kebutuhan Dana Perusahaan
Kebutuhan dana bagi perusahaan dalam kenyataanya merupakan faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kebijakan dividen yang akan diambil. Arus kas perusahaan yang diharapkan, pengeluaran modal
dimasa datang yang diharapkan, kebutuhan tambahan piutang dan persediaan, pola (skedul) pengurangan utang dan masih banyak faktor lain
yang memengaruhi posisi kas perusahaan harus dipertimbangkan dalam analisis kebijakan dividen.
2) Likuiditas
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan secara keseluruhan
akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 3) Kemampuan Meminjam
Kemampuan meminjam dalam jangka pendek tersebut akan meningkatkan fleksibilitas likuiditas perusahaan. Selain itu fleksibilitas perusahaan juga dipengaruhi oleh kemampuan perusahaan untuk bergerak dipasar modal
dengan mengeluarkan obligasi. Kemampuan meminjam yang lebih besar akan memperbesar kemampuan membayar dividen.
33
Jika perusahaan memiliki kepemilikan saham yang relatif tertutup,
manajemen biasanya mengetahui dividen yang diharapkan oleh pemegang saham dan dapat bertindak dengan tepat. Jika hampir semua pemegang
saham berada dalam golongan high tax (pajak yang lebih tinggi) dan lebih suka memeroleh capital gains, maka perusahaan dapat mempertahankan
dividen payout ratio yang rendah. Untuk perusahaan yang jumlah pemegang
sahamnya besar hanya dapat menilai dividen yang diharapkan pemegang saham dalam konteks pasar.
5) Stabilitas Dividen
Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada
dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas disini dalam arti tetap
memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan yang ditujukan oleh koefisien arah positif. Bagi investor pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator prospek perusahaan yang stabil pula dengan demikian
risiko perusahaan juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang membayar dividen tidak stabil.
2.2Hipotesis Penelitian
2.2.1 Pengaruh Free Cash Flow Terhadap Kos Keagenan
Free cash flow dapat menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen
(agen) dan pemegang saham (prinsipal). Konflik keagenan dapat disebabkan oleh adanya free cash flow dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan manajemen untuk melakukan investasi yang tidak efisien serta menggunakannya
34
dari manajemen. Richardson (2006) menyimpulkan bahwa free cash flow dapat
meningkatkan kos keagenan. Manajemen yang berperilaku tidak mengutamakan kesejahteraan pemegang saham atau bertindak tidak sesuai dengan tujuan
pemegang saham maka kos keagenan akan meningkat (Fosberg et al. 2003; Chu, 2011). Sesuai dengan pernyataan Jensen (1986) bahwa keberadaan free cash flow yang besar akan meningkatkan kos keagenan dikarenakan perilaku self-interest
motive manajemen yang menyebabkan penurunan kesejahteraan pemegang
saham.
Dari uraian yang telah dijelaskan dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut.
H1: Free cash flow berpengaruh positif terhadap kos keagenan.
2.2.2 Pengaruh Leverage Terhadap Kos Keagenan
Afridian dan Yossi (2008) menyatakan bahwa dengan meningkatkan pendanaan melalui utang dapat mengurangi konflik keagenan. Perusahaan
memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dan membayar beban bunga secara periodik. Manajemen harus berusaha untuk meningkatkan labanya agar dapat memenuhi kewajibannya. Semakin besar utang yang dimiliki maka
perusahaan harus memiliki jumlah kas yang lebih besar untuk membayar bunga serta pokok pinjaman yang menyebabkan jumlah dana menganggur di perusahaan
menjadi kecil. Dari pihak pemegang saham, kebijakan peningkatan utang dapat mengurangi pengawasan terhadap manajemen karena debtholder sendiri akan melakukan pengawasan terhadap manajemen agar pinjamannya tidak
35
untuk menengahi konflik keagenan adalah dengan meningkatkan utang. Studi
empiris sebelumnya dari Widanaputra dan Ratnadi (2008) mengenai pengaruh
leverage terhadap kos keagenan memberikan hasil bahwa leverage mempunyai
pengaruh negatif terhadap kos keagenan (agency cost).
Dari penjelasan tersebut, maka penyusunan hipotesisnya sebagai berikut.
H2: Leverage berpengaruh negatif terhadap kos keagenan.
2.2.3 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Kos Keagenan
Faizal (2004) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki pemegang saham institusional yang besar mengindikasikan kemampuan perusahaan dalam
memonitor kinerja manajemen, karena semakin besar kepemilikan institusional menyebabkan adanya efisiensi dalam penggunaan aset perusahaan, sehingga dapat
mengurangi perilaku oportunistik manajemen. Sesuai dengan hasil riset Chrutcley,
et al. (1999) bahwa kepemilikan intitusional dapat menurunkan kos keagenan
dengan eksternal monitoring yang dilakukan oleh pihak institusional melalui
votting.
Dari penjelasan tersebut, maka hipotesis penelitiannya adalah. H3: Kepemilikan institusionalberpengaruh negatif terhadap kos keagenan.
2.2.4 Pengaruh Kepemilikan Asing Terhadap Kos Keagenan
Perusahaan yang memiliki investor asing dianggap memiliki kinerja yang lebih baik. Investor asing juga lebih pintar dalam melakukan investasi. Menurut
36
menyebabkan monitoring yang dilakukan oleh investor asing relatif lebih tinggi.
Risiko yang dihadapi adalah risiko politik, risk bearing, dan hukum yang berlaku di negara tersebut. Perusahaan dengan kepemilikan asing yang besar akan
terdorong untuk melaporkan atau mengungkapkan informasinya secara sukarela dan luas. Adanya keterbukaan informasi dapat mengurangi kos keagenan yang terjadi di perusahaan (Xiao et al. 2004).
Dari uraian di atas dapat ditarik hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut. H4: Kepemilikan asingberpengaruh negatif terhadap kos keagenan.
2.2.5 Pengaruh Kebijakan Dividen Terhadap Kos Keagenan
Dalam pembagian dividen, penentuan besar kecilnya dividen merupakan salah satu indikator untuk mengendalikan jumlah kas yang dikelola manajemen.
Semakin kecil jumlah kas yang ada di perusahaan akan dapat meminimalkan pengawasan yang dilakukan pemegang saham. Salah satu cara untuk mengurangi kos keagenan adalah dengan kebijakan dividen, hal ini sesuai dengan agency
theory yang mengemukakan beberapa cara untuk mengurangi konflik keagenan
(Afridian dan Yossi, 2008). Sependapat dengan Schooley et al. (1994) yang menyatakan kebijakan dividen dapat digunakan untuk menurunkan kos keagenan.