• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA UNTUK MEMULIHKAN SISTEM NILAI: Studi Kasus Pada Masyarakat Melayu Sambas.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA UNTUK MEMULIHKAN SISTEM NILAI: Studi Kasus Pada Masyarakat Melayu Sambas."

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

ix DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

PERNYATAAN... iii

KATA PENGANTAR………... iv

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH... v

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL………... xi

DAFTAR GAMBAR……….. xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB I. PENDAHULUAN………... 1

A.Latar Belakang Masalah Penelitian………... 1

B. Rumusan Masalah Penelitian... 12

C. Tujuan Penelitian... 14

D. Manfaat Penelitian... 15

E. Asumsi Penelitian... 16

F. Kerangka Pemikiran Penelitian... 17

G. Metode Penelitian... 22

H. Lokasi dan Subyek Penelitian... 24

BAB II. KAJIAN PUSTAKA... 26

A.Pendidikan Keluarga dalam Perspektif Teori Sosialisasi... 26

B.Pendidikan Anak dalam Perspektif Teori Perubahan Sosial... 34 C. Pengasuhan Anak dalam Keluarga... 51

D.Pendidikan Anak dalam Keluarga... 74

E.Komunikasi dalam Pengasuhan Anak... 85

F. Pendidikan Nilai dalam Pengasuhan Anak... 93

G.Pendidikan Anak dalam Perspektif Islam... 120

H.Keterkaitan Pendidikan Umum/Nilai dengan Model Pengasuhan Anak dalam Keluarga... 137 I. Hasil Penelitian Terdahulu... 144

BAB III. METODE PENELITIAN... 149

A. Alur Pemikiran Penelitian... 149

B. Pendekatan Penelitian………... 150

C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 157

D. Lokasi dan Subyek penelitian... 159

E. Pengumpulan Data... 160

(2)

x

G.Definisi Operasional... 163

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 167

A. Hasil Penelitian dan Pembahasan... 167

1. Gambaran Umum Masyarakat Sambas... 167

a. Kondisi Geografis dan Demografis... 167

b. Kondisi Sosial Budaya... 179

c. Sistem Kekerabatan... 184

d. Falasafah Hidup dan Perkawinan... 186

e. Sistem Religi... 195

f. Kesenian... 197

g.Sistem Sosial... 199

2. Sistem Nilai Keluarga Melayu Sambas dalam Kaitannya dengan Pola Pengasuhan Anak... 201 3. Pola Pengasuhan Anak Pada Masyarakat Melayu Sambas... 242 4. Sistem Nilai Asli dan Pergeseran Nilai pada Masyarakat Melayu Sambas... 257 5. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pergeseran Sistem Nilai pada Masyarakat Melayu Sambas... 270 6. Masalah dan Hambatan Penyebab Menurunnya Kualitas Pengasuhan Anak pada Masyarakat Melayu Sambas... 287 7. Konsep Pendidikan untuk Memperbaiki Sistem Nilai di Masyarakat Melayu Sambas... 295 8. Strategi dalam Memperbaiki Sistem Nilai di Masyarakat Melayu Sambas... 303 B.Temuan Penelitian... 314

C.Pengembangan Model Pengasuhan Anak dalam Keluarga 329 V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... 332

A.Kesimpulan... 332

B.Rekomendasi... 336

DAFTAR PUSTAKA... 341

LAMPIRAN... 351

(3)

xi

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1. Paradigma Tipe Perubahan Sosial... 50 2. Jumlah Desa/Kelurahan di Kabupaten Sambas Tahun 2007... 170 3. Penduduk Kabupaten Sambas Menurut Jenis Kelamin Tahun

2007...

172

4. Keadaan Pendidikan Penduduk Kabupaten Sambas Tahun 2007...

175

5. Indikator Keberhasilan Pembangunan Pendidikan Tahun 2007 177 6. Jumlah Sekolah Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2007... 178 7. Jumlah Penganut Agama Menurut Jenis Agama Tahun 2007... 196 8. Jumlah Rumah Ibadah Menurut Jenis Agama Tahun

2007...

(4)

xii

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian... 21

2. Dimensi dan Isi Nilai-Moral-Norma... 109

3. Alur Metode Penelitian... 150

4. Peta Wilayah Kabupaten Sambas Tahun 2007……… 168

5. Luas Wilayah Kabupaten Sambas Menurut Kecamatan (km2) Tahun 2007... 169 6. Jumlah Curah Hujan Di Kabupaten Sambas Tahun 2007... 171

7. Struktur Organisasi Hukum Adat Melayu Sambas... 204

8. Model Modifikasi Pola Pengasuhan Anak... 330

1. Ed

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

(5)

xiii

10.DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Sumber Data Wawancara/Responden……… 351

2. Dokumentasi Responden………... 353

3. Instrumen Penelitian... 355 4. Surat Edaran Bersama Kepala Dinas Pendidikan Kab. Sambas

Dengan Kepala Kantor Departemen Agama Kab. Sambas...

358

5. Peraturan Daerah Kabupaten Sambas Nomor 2, 3 dan 4 Tahun 2004 tentang Projumina...

360

6. Surat Keputusan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia Nomor: 2801/H40.7/PL/2009...

390

7. Surat Permohonan Izin Mengadakan Studi

Lapangan/Penelitian Nomor: 400/50/Kesra 2009...

392

8. Surat Permohonan Izin Mengadakan Studi

Lapangan/Penelitian Nomor: 578/H40.7/PL/2009...

393

9. Surat Ijin Belajar dari Rektor Universitas Tanjungpura Nomor: 3323/H22/KP/2007...

(6)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penelitian

Transformasi nilai terjadi dalam masyarakat dengan beragam cara dan sistem pewarisan. Setiap kelompok masyarakat memiliki cara dan variasi dalam mewariskan setiap nilai kepada generasi berikutnya. Namun, tidak semua nilai dapat diwariskan, banyak di antara nilai-nilai tersebut hilang dan menjadi cerita masa lalu, karena generasi berikutnya tidak menjadikan nilai tersebut sebagai panduan hidupnya. Di samping itu, orang tua (generasi pendahulu) tidak memiliki sistem pewarisan nilai yang ketat.

Sistem nilai umumnya ditransformasi melalui usaha pendidikan yang dilakukan generasi tua. Pendidikan tersebut ada yang bersifat formal (persekolahan) maupun pendidikan luar sekolah (nonformal dan informal). Transformasi budaya dan adat istiadat yang membangun sistem nilai tersebut, dalam keluarga ditransformasi oleh orang tua kepada anak-anaknya melalui pendidikan informal. Keluarga melakukan transformasi melalui pola asuh yang dilakukan. Pola asuh tersebut menentukan corak dan ragam prilaku anak yang pada gilirannya menjadi cermin transformasi nilai keluarga tersebut. Pengasuhan keluarga pada anak pada gilirannya menjadi faktor penentu dalam menentukan transformasi sistem nilai dalam masyarakat tersebut.

(7)

2 nilai-nilai yang dianggap baru. Perubahan nilai tersebut dapat terjadi dalam bentuk yang positif, namun bisa juga perubahan terjadi kenegatif. Sebagian masyarakat kita beranggapan bahwa nilai-nilai baru dipandang lebih baik dibandingkan dengan nilai-nilai lama, terutama perubahan yang datangnya dari luar daerah bahkan luar negara. Sebaliknya, bagi sebagian masyarakat yang lain, nilai-nilai lama dianggap lebih baik dan nilai baru dipandang dapat merusak tatatan nilai lama. Masalahnya, nilai-nilai baru itu dianggap dapat menghilangkan identitas masyarakat, karena tidak berakar dari tradisi dan sistem nilai masyarakat tersebut. Sehingga menimbulkan keresahan masyarakat terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di tengah masyarakat, bukan hanya disebabkan ketidaksiapan masyarakat terhadap perubahan tersebut, melainkan karena perubahan tersebut tidak membawa perubahan ke arah lebih baik dari sisi nilai dan norma masyarakat.

Menurut Yunus (1990:263) pertentangan antara nilai lama dan nilai baru, misalnya di suku Melayu Minangkabau, telah terjadi sejak awal abad ke-19. Perang Padri di Minangkabau merupakan bentuk pertentangan antara nilai lama dengan nilai baru yang menjelma menjadi persoalan politik. Ketika itu kaum baru melihat persoalan adat sudah bersatu dengan agama sehingga mereka menganggap perlu melakukan reformasi, berupa pemurniaan ajaran Islam, dan hal ini mendapatkan penentangan dari golongan tua (lama).

(8)

3 sekolah-sekolah agama. Reformasi ini pula yang menyebabkan seorang anak dapat mewarisi kekayaan yang merupakan hasil usaha ayahnya.

Sesungguhnya, menurut Yunus (1990:264) persoalan modernisasi bagi masyarakat Melayu Minangkabau bukan merupakan hal yang baru, namun sudah terjadi sejak lama. Namun demikian, sebagaimana kebanyakan modernisasi di banyak etnis di Indonesia, kemajuan pendidikan, sebagai tanda dari modernisasi, telah menyebabkan anak muda etnis Melayu merantau dan meninggalkan tanah kelahirannya. Pada gilirannya mereka kembali ke daerahnya, mereka berani mengkritik adat istiadat yang dianut para leluhurnya. Dengan kata lain, perubahan atau pergeseran nilai yang terjadi dalam masyarakat Melayu Minangkau tidak dapat dilepaskan dari perubahan dan orientasi modernisasi yang terjadi secara global.

(9)

4 dunia ketiga untuk melepaskan hubungan dengan negara-negara Barat yang telah terlebih dahulu menghembuskan pandangan modernisasi.

Modernisasi telah mengubah tatanan masyarakat dunia ketiga untuk bekerja lebih keras agar dapat bersaing dengan negara-negara maju. Modernisasi, di Indonesia, disejajarkan dengan pembangunanisme, suatu gerakan membangun di berbagai aspek dan atas nama pembangunan masyarakat harus berkorban bahkan memberikan kepemilikan kekayaan atau tanah. Atas nama pembangunan, pemerintah demikian perkasa untuk memaksa hak-hak rakyat. Di lain pihak secara perlahan, namun pasti masyarakat mengalami perubahan pola kehidupan, dari masyarakat pertanian ke masyarakat industri. Lahan-lahan pertanian beralih fungsi menjadi lahan industri yang dianggap menjanjikan penyerapan tenaga kerja lebih banyak. Namun ternyata yang berubah bukan sekadar mata pencaharian, namun pola kebudayaan industri telah mengubah kebiasaan hidup masyarakat bertani.

(10)

5 menghendaki keserbamudahan dalam memperolah banyak hal, terutama dalam mendapatkan pendapatan. Budaya instan ini merupakan efek yang ditimbulkan dari modernisasi yang berkembang di Indonesia.

Perubahan sistem nilai tersebut, pada masyarakat Melayu Sambas terjadi karena secara geografis masyarakat Melayu Sambas berbatasan dengan wilayah negara lain, yaitu Malaysia dan Brunei. Kehidupan sehari-hari mereka lebih banyak dipengaruhi dan diilhami oleh budaya Melayu Malaysia, terutama kehidupan ekonomi negara tersebut yang sudah lebih maju, dibandingkan dengan pola dan kehidupan negara Indonesia. Bagi masyarakat Melayu Sambas yang bekerja di negeri Jiran, ringgit Malaysia atau dolar Brunei jauh lebih berharga dan berarti bagi kehidupan mereka daripada rupiah Indonesia. Terutama masyarakat Melayu yang bertempat tinggal di daerah-daerah perbatasan. Karena produk yang dibeli oleh orang Aruk dan orang Sajingan sampai saat ini memang lebih banyak produk dari Malaysia, sebab barangnya lebih murah harganya, lebih banyak, lebih mudah didapat dan apa saja yang kita cari ada di Malaysia, apalagi orang Aruk dan Sajingan belanjanya di Pasar Biawak Kucing. Karena Pasar Biawak lebih dekat dengan Aruk hanya berjarak kurang lebih 500 meter saja. Di samping itu juga pada umumnya orang Aruk dan Sajingan bekerjanya di Malaysia, sehingga uang yang dipakai untuk berbelanja juga menggunakan uang ringgit (Pabali, 2009:31). Begitu juga bagi masyarakat perbatasan yang lain seperti masyarakat Jagoi Babang dan masyarakat Badau Kapuas Hulu.

(11)

6 negeri sendiri (Indonesia). Inilah merupakan salah satu faktor penyebab perubahan nilai di masayarakat Melayu Sambas.

Perubahan nilai pada masyarakat Melayu Sambas juga terjadi karena berbagai pergesekan budaya dengan etnis lain yang datang ke wilayah ini, terutama dari pulau Jawa. Secara umum, masyarakat Melayu Sambas memiliki tingkat ekonomi yang lebih rendah, bahkan miskin dibandingkan ekonomi masyarakat pendatang atau masyarakat etnis Cina. Persaingan ini memicu kecemburuan sosial dan berujung pada konflik yang tidak bisa diselesaikan secara hukum positif. Peristiwa konflik etnis tahun 1999 antara masyarakat etnis Melayu Sambas dengan etnis Madura antara lain disebabkan oleh pergesekan budaya, disamping disparitas kehidupan ekonomi. Konflik tersebut telah mengubah kehidupan mereka dalam mendidik anak-anaknya. Anak-anak mereka dididik dalam pola pendidikan keluarga dengan mewariskan rasa dendam antar-sesama etnis. Mereka menyimpan barang-barang yang digunakan sewaktu berperang dengan etnis Madura tersebut, seperti tengkorak, pedang, baju dan lain-lain.

(12)

7 Pandangan hidup masyarakat sebuah wilayah akan menentukan bagaimana pola pewarisan nilai yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Pada masyarakat tradisional pola pewarisan nilai dipandang lebih ketat dibandingkan dengan pola pewarisan nilai masyarakat liberal. Pada masyarakat liberal nilai yang dianggap tinggi adalah kemampuan beradaptasi dengan informasi baru dan pengetahuan baru. Sementara itu, pada masyarakat tradisional kemampuan mempertahankan pola-pola lama justru dianggap sebagai sebuah keberhasilan.

Demikian pula nilai adat, budaya, dan nilai agama akan berpengaruh dalam menetapkan pola pengasuhan anak dalam keluarga. Nilai budaya dan agama biasanya menjadi faktor dominan bagi seseorang dalam mendidik anak-anaknya. Orang tua yang berpandangan bahwa nilai agama dan nilai sosial lebih penting daripada faktor material akan mewariskan prinsip dan sikap hidup yang sesuai dengan ajaran agama dan budaya yang dianutnya dibandingkan dengan sikap-sikap yang sifatnya materialisme. Bahkan dalam beberapa segi, pandangan hidup yang didasarkan pada ajaran agama bersifat transenden dan jauh memandang ke depan, bukan hanya untuk kehidupan seseorang di dunia, namun juga di akhirat kelak. Berbeda dengan keluarga yang mengarahkan anaknya pada kesuksesan hidup dunia semata yang ukurannya materi (fisik) belaka, mereka akan mengajarkan anaknya untuk mendapatkan harta sebanyak mungkin dengan berbagai cara. Keluarga seperti ini biasanya menjadikan harta dan status sosial sebagai ukuran keberhasilan keluarga.

(13)

8 masyarakat Indonesia pola pewarisan dari pihak bapak dipandang lebih dominan daripada pewarisan dari pihak keluarga ibu. Namun, pola demikian tampak dalam pewarisan yang sifatnya material, lain halnya dengan pewarisan nilai, pihak ibu, mengingat peran dan fungsi domestik ibu, lebih banyak memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.

Pengasuhan anak merupakan tugas keluarga, adapun pendidikan formal merupakan implikasi lain dari sebuah sistem sosial dan pendidikan yang ada di masyarakat. Hadirnya pendidikan formal maupun nonformal bukan berarti tugas keluarga dalam mendidik dan pengaruh anak-anak menjadi hilang. Tugas mendidik dan mengasuh anak oleh keluarga tetap lestari selama masyarakat kita memandang perlunya pewarisan nilai kepada generasi berikutnya.

(14)

9 Sekaitan ini, Soelaiman (1994: 27) menyatakan bahwa orang tua berfungsi sebagai mediator atau perantara antara anak dan masyarakat dalam memberikan saringan, menyeleksi dan menafsirkan kehidupan masyarakat dan kebudayaan yang ada di sekitarnya. Orang tua tidak hanya dapat menyampaikan peristiwa yang ada di masyarakat, tetapi dia harus menyeleksinya dan menafsirkan sesuai dengan pemahaman dan kebaikan anak-anaknya. Banyak peristiwa dan kebudayaan di sekitar kita yang tidak baik diserap begitu saja, peran orang tua dalam menyaring dan menafsirkan kebudayaan tersebut menjadi demikian penting. Karena keluarga merupakan lingkungan belajar bermasyarakat bagi anak-anak dalam mengenal aneka ragam peran dan status sosial yang dimiliki warga masyarakat, termasuk persiapannya sebagai ayah dan ibu di kemudian hari.

Pewarisan nilai merupakan salah satu fungsi keluarga di samping fungsi yang lainnya. Untuk dapat terjadi pewarisan nilai, keluarga harus membangun sistem komunikasi yang intensif. Sistem nilai ini akan berjalan secara baik apabila masing-masing pihak menyadari peran dan fungsinya dalam keluarga.

(15)

10 ditentukan oleh kualitas keluarga beserta kualitas dukungan yang diberikannya. (Adiwikarta, 2009: 5).

Dalam konteks ini, Lawang (1985) dalam Umberan (1996:29) menyatakan karakteristik keluarga yang perlu diperhatikan berikut ini.

1. Keluarga terdiri atas orang-orang yang bersatu karena ikatan perkawinan, ikatan darah dan adopsi.

2. Para anggota suatu keluarga bisanya hidup bersama-sama dalam satu rumah dan mereka membentuk satu rumah tangga (house hold). Kadang-kadang dalam satu rumah tangga terdiri atas pasangan suami isteri dan dan keluarga lainnya.

3. Keluarga itu merupakan satu kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan saling berkomunikasi, yang memainkan peran suami isteri, bapak dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, peran saudara dan saudari. Peran-peran ini erat kaitannya dengan tradisi masyarakat setempat, dan perasaan-perasaan yang muncul dari pengalaman keluarga itu.

4. Keluarga itu mempertahankan suatu kebudayaan bersama, yang sebagian besar berasal dari kebudayaan umum yang lebih luas. Dalam hal ini Kebudayaan Melayu Sambas, misalnya sama dengan kebudayaan Melayu lainnya.

(16)

11 sebuah tradisi dan standar kehidupan yang relatif sama. Oleh karena itu, Soelaeman (1994:81) membagi 10 fungsi keluarga, yaitu fungsi edukasi, fungsi sosialisasi, fungsi proteksi, fungsi afeksi, fungsi religius, fungsi ekonomis, fungsi rekreasi, dan fungsi biologis.

Masyarakat Melayu Sambas sebagai salah satu etnis yang ada di Indonesia memiliki pola yang khas dalam melestarikan nilai-nilai keluarga. Pandangan hidup, kekerabatan, adat-istiadat, sistem sosial, dan pendidikan keluarga merupakan faktor-faktor yang menentukan pola pengasuhan dalam keluarga. Berdasarkan penelitian Umberan (1995:76) kesibukan bekerja kedua orang tua masyarakat Melayu telah memungkinkan kehidupan anak-anak mereka terlantar, tidak terdidik secara baik dan hubungan di antara anggota keluarga menjadi rengggang dan kurang harmonis. Pola pengasuhan ini dilandasi oleh nilai-nilai yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Melayu Sambas yang mayoritas beragama Islam. Nilai-nilai tersebut digambarkan dalam kehidupan keluarga dan pola hubungan di antara anggota keluarga dan antara anggota keluarga dengan masyarakat. Pola pengasuhan ini bermuara pada tujuan agar pada satu sisi lestarinya nilai-nilai lama (baik) yang menjadi karakteristik masyarakat Melayu Sambas dan pada sisi lain generasi berikutnya memiliki kemajuan dan dapat berkiprah dalam masyarakat yang lebih luas.

(17)

12 pengasuhan di tengah terpaan globalisasi yang memperok-porandakan budaya masyarakat kita. Dengan demikian, penelitian ini dapat dikatakan sebagai upaya mengkaji keunggulan lokal (local genius) tentang basis nilai dan norma yang terdapat dalam pola pengasuhan anak masyarakat Melayu Sambas. Basis nilai dan norma menempati posisi penting dalam struktur masyarakat tradisional dan kini eksistensinya dipertaruhkan karena berbagai desakan perubahan budaya di sekitarnya.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Pokok permasalahan penelitian ini ialah kurangnya perhatian orang tua terhadap pengasuhan anak-anaknya. Padahal keluarga sebagai lingkungan pertama dan utama bagi anak memberikan pengaruh yang besar dalam pola pengasuhan anak. Kondisi keluarga sekarang ini tidak lagi sepenuhnya berada di bawah pengaruh orang tua secara keseluruhan, karena alat kominikasi yang semakin cangkih, seperti televisi, telepon genggam (HP) dan internet telah memberikan pengaruh kepada anak-anak di dalam keluarga. Masalah tersebut semakin diperparah dengan semakin sibuknya ayah dan ibu dalam pekerjaannya masing-masing sehingga pengasuhan anak-anak diserahkan kepada orang lain, seperti nenek, bibi, saudaranya, pembantu dan orang yang dipercaya. Karena itu, dalam perilaku anak banyak dipengaruhi oleh perilaku orang lain dan tayangan televisi dibandingkan dengan pengaruh ayah dan ibunya.

(18)

13 khususnya pada anak-anak dan umumnya pada masyarakat. Untuk itu perlu pemecahannya melalui rumusan pengembangan model dalam pengasuhan anak dalam keluarga, sehingga perilaku anak, orang tua dan masyarakat memjadi baik.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dikemukakan fokus masalah dalam penelitian ini, yaitu apakah yang menyebabkan terjadinya pergeseran sistem nilai pada masyarakat Melayu Sambas kearah yang

menghawatirkan? Untuk menjawab masalah tersebut diperlukan langkah-langkah

dan strategi-strategi yang dapat dijadikan solusi dalam memulihkan pergeseran sistem nilai di masyarakat. Untuk itu diperlukan pengembangan model pengasuhan anak dalam keluarga yang sesuai dengan kondisi anak, keluarga dan masyarakat.

Permasalahan tersebut selanjutnya dirumuskan ke dalam beberapa pertanyaan di bawah ini.

Pertama, pergeseran sistem nilai seperti apakah yang terjadi pada

masyarakat Melayu Sambas dalam kaitan pengasuhan anak dalam keluarga? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti merumuskan pertanyaan operasional berikut ini:

1) Bagaimana sistem nilai keluarga Melayu Sambas dalam kaitannya dengan pola pengasuhan anak?

(19)

14 3) Faktor-faktor apa yang paling berpengaruh terhadap terjadinya

pergeseran sistem nilai di masyarakat Melayu Sambas?

Kedua, pengasuhan anak dalam keluarga seperti apakah yang seharusnya

dilakukan orang tua dan calon orang tua di masyarakat Melayu Sambas? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti rumuskan dalam bentuk pertanyaan operasional berikut ini:

1) Bagaimana konsepsi pendidikan yang paling tepat untuk memperbaiki sistem nilai di masyarakat Melayu Sambas?

2) Strategi apa yang paling tepat dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem nilai di masyarakat Melayu Sambas?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini mendeskripsikan strategi pemulihan sistem nilai melalui pengasuhan anak pada masyarakat Melayu Sambas. Tujuan tersebut disusun dalam bentuk langkah-langkah praktis yang dapat digunakan oleh para orang tua dan calon orang tua dalam pengasuhan anak di dalam keluarga. Adapun tujuan khususnya yaitu untuk mengetahui, mendesskripsikan, menganalisis dan menemukan:

Pertama, pergeseran sistem nilai yang terjadi pada masyarakat Melayu

Sambas dalam kaitannya dengan pengasuhan anak dalam keluarga yang mencakup:

(20)

15 2) Sistem nilai asli dan pergeseran nilai saat ini pada masyarakat Melayu

Sambas.

3) Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya pergeseran sistem nilai pada masyarakat Melayu Sambas.

Kedua, pengasuhan anak dalam keluarga yang seharusnya dilakukan

orang tua dan calon orang tua untuk memperbaiki sistem nilai di masyarakat Melayu Sambas yang mencakup:

1) Konsep pendidikan yang tepat dikembangkan untuk memperbaiki sistem nilai dalam pengasuhan anak di keluarga pada masyarakat Melayu Sambas.

2) Strategi dan langkah yang dapat diangkat dalam pengembangan model pengasuhan anak di keluarga untuk memperbaiki sistem nilai pada masyarakat Melayu Sambas.

D. Manfaat Penelitian

(21)

16 peneliti ini sangat bermanfaat bagi upaya kajian akademik terhadap sistem nilai masyarakat yang sudah berlangsung lama dan saat ini mulai tergerus karena berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Secara empirik penelitian ini berkontribusi pada penguatan sistem lama dan strategi pemertahanan serta pemulihan pola pengasuhan yang ada di masyarakat Melayu Sambas. Sistem sosial yang tergerus karena berbagai faktor harus direservasi dengan berbagai upaya termasuk upaya akademik sehingga keyakinan akan pentingnya nilai-nilai pola pengasuhan anak akan semakin terkuatkan. Penelitian ini bermanfaat sebagai salah satu strategi dalam melestarikan sistem nilai yang ada di masyarakat Melayu Sambas. Melalui penelitian ini diharapkan lahir kesadaran secara empirik di masyarakat Melayu Sambas atas nilai-nilai lama yang luhur yang selama ini mereka kesampingkan karena alasan faktor ekonomi dan pragmatisme hidup.

E. Asumsi Penelitian

Penelitian ini dilandasi oleh asumsi-asumsi berikut ini.

1). Sistem nilai dalam keluarga Melayu Sambas berkaitan dengan pola pengasuhan anak. Semakin liberal pola pengasuhan keluarga dilakukan terhadap anak akan semakin bebas dan longgar anak terhadap nilai.

(22)

17 3). Konsep pendidikan yang tepat diperlukan untuk memperbaiki sistem nilai di masyarakat Melayu Sambas. Pola pendidikan yang berbasis pada nilai lama masyarakat Melayu Sambas yang agamis dan tradisi yang sarat dengan muatan-muatan nilai.

4). Diperlukan strategi yang paling tepat untuk memperbaiki sistem nilai pada masyarakat Melayu Sambas. Strategi yang disusun berdasarkan penggalian strategi lama yang diadaptasi berdasarkan tuntutan dan tantangan saat ini sehingga tidak meninggalkan esensi perkembangan zaman. Perpaduan antara dua kondisi ini akan memberikan perspektif terhadap realitas masa depan yang dikehendaki masyarakat Melayu. Masa lalu yang unggul dan tergerusnya budaya lama sehingga saat ini memprihatinkan harus menjadi pertimbangan dalam menentukan strategi rehabilitasi budaya dan sistem nilai.

F. Kerangka Pemikiran Penelitian

(23)

18 Pengasuhan, dengan demikian, berproses secara alamiah, terjadi secara tradisi dan dilandasi oleh kepentingan yang panjang dan luas.

Di tengah masyarakat kita, dijumpai model pengasuhan anak yang beragam, seiring dengan berkembangnya interaksi orang tua dan anak, terutama semakin berkurangnya peran ibu dalam keluarga. Dalam model pengasuhan tradisional, ibu merupakan sosok yang setiap saat menjadi pelindung bagi anak-anaknya dibandingkan dengan peran seorang bapak. Pembagian peran antara ibu dan bapak, baik di luar rumah maupun secara domestik, menempatkan ibu sebagai orang tua yang selalu dekat dengan anak. Namun, seiring perkembangan dan peran ibu yang juga berkiprah di luar rumah, pola pengasuhan anak pun mulai berubah. Kini anak-anak diasuh oleh orang lain (pengaruh) di luar ibu dan bapak, mengingat berbagai kesibukan yang dialami oleh orang tua di luar rumah. Pada gilirannya, pola pengasuhan tersebut terjadi secara melembaga melalui lembaga-lembaga pengasuhan atau pendidikan. Namun, demikian, tetap saja peran orang tua dalam mendidik anak tidak dapat dilepaskan, bahkan mendapatkan banyak tantangan, mengingat gelombang perubahan yang semakin deras dalam kehidupan seorang anak.

(24)

19 Oleh karena itu, pola pengasuhan rupanya tidak hanya dapat dilakukan berdasarkan pada rutinitas dan ritualitas semata, melainkan harus mendapatkan sentuhan dari aspek pendidikan, terutama karena tantangan saat ini membutuhkan adanya terobosan dalam pendidikan keluarga.

Pengaruh keluarga dapat saja hilang apabila orang tua tidak melakukan pemantauan terhadap perkembangan anak, terutama dalam hal pergaulan dan interaksi dengan masyarakat sekitar. Kita memahami bahwa dibandingkan dengan kondisi keluarga pengaruh dari luar keluarga jauh lebih besar dan memungkinkan anak mendapatkan panutan lain di luar keluarga. Hal ini terjadi pada masyarakat Melayu, tradisi pengaruhan yang selama ini berlangsung berubah karena berbagai tantangan baik secara eksternal, maupun internal dalam keluarga itu sendiri.

(25)

20 Berubahnya tatanan hidup masyarakat Melayu Sambas tidak terlepas dari perubahan global pembangunan, di mana kemajuan material menjadi ukuran bagi kemajuan seseorang. Nilai-nilai kemajuan yang diletakkan pada aspek materi telah menyebabkan masyarakat berlomba-lomba mengumpulkan materi. Nilai-nilai sosial, adat-istiadat, bahkan agama dianggap tidak lebih penting dari tercukupinya kehidupan material. Pergeseran nilai-nilai dalam masyarakat Melayu secara umum disebabkan oleh disparitas ekonomi yang senjang dibandingkan dengan etnis-etnis lain. Sementara itu, karena geografis yang berbatasan, mereka memperoleh kemudahan untuk mendapatkan pekerjaan, tanpa mensyaratkan keterampilan khusus dan tingkat pendidikan. Berlomba-lombalah mereka menjadi tenaga kerja di perusahaan-perusahaan perkebunan Malaysia dan Brunei Darussalam. Mereka tidak lagi memandang penting pendidikan, mengingat selama ini pendidikan dianggap tidak memberikan jaminan terhadap kelayakan hidup mereka.

Pola pengasuhan yang intens di masyarakat Melayu, kalau demikian, tidak akan dapat berarti mengingat terjadi mutualis antara orang tua dan anak-anak untuk menjadi komponen produksi yang menghasilkan ekonomi keluarga. Pola pengasuhan mereka akan mengubah posisi anak menjadi instrumen ekonomi keluarga. Inilah kondisi yang memprihatinkan masyarakat Melayu sekaligus mengubah pola hidup dan sistem nilai masyarakat selama ini.

(26)

21 kebutuhan keluarga bukan hanya mengokohkan peran dan fungsi keluarga namun juga akan merevitalisasi nilai-nilai keluarga yang pada gilirannya akan dibawa ke tengah masyarakat. Dalam konteks ini revitalisasi harus dilakukan dengan cara memulihkan nilai-nilai pendidikan dalam keluarga dan memapankan peran orang tua. Proses pemilihan ini harus didasarkan pada kajian terhadap nilai-nilai lama yang masih dianggap relevan untuk dilestarikan dan peninjauan aspek pendidikan yang berperan penting dalam memapankan sebuah tradisi pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa kerangka penelitian ini dapat digambarkan melalui bagan berikut ini.

Berdasarkan gambar kerangka pemekiran di atas dapat dijelaskan beberapa konsep berikut ini :

[image:26.612.134.505.311.590.2]

1. Pengasuhan anak menentukan masa depan kehidupan masyarakat. GAMBAR 1 KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

KERENTANAN

M ASYARAKAT

M ASA DEPAN M ASYARAKAT YANG LEBIH BAIK M ODIFIKASI

POLA ASUH

(M ODEL) POLA ASUH

TRADISIONAL

PERGESERAN NILAI SITUASI KEHIDUPAN LINGK.

GEOGRAFIS EKONOM I PENDIDIKAN A G A M A NILAI/ ADAT

PENGARUH

(27)

22 2. Pola asuh pada masyarakat melayu Sambas berlangsung secara tradisional yang dipengaruhi oleh sistem nilai/adat, agama, lingkungan giografis, kondisi ekonomi, dan tingkat pendidikan orang tua.

3. Pola asuh tradisional mengalami pergeseran akibat dari pergeseran nilai, perkembangan situasi dan pengaruh lingkungan global.

4. Pergeseran pola asuh melahirkan kerentanan pada masyarakat.

5. Untuk mewujudkan masyarakat masa depan yang lebih baik perlu modifikasi pola asuh (model pola asuh).

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Menurut Kirk dan Miller (1986:9) sebagaimana dinyatakan ulang Moleong (2002: 3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri, dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Masalah yang ditetapkan dalam penelitian ini berkaitan dengan rendahnya kemampuan para orang tua dalam pengasuhan anak. Mengingat karakteristik masalah yang berkaitan dengan berbagai aspek sehingga memerlukan pendalaman serta kajian yang mendalam dan terfokus, maka pradigma yang digunakan adalah naturalistik dengan pendekatan kualitatif.

(28)

23 ”natural” atau wajar, sebagaimana adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan

eksperimen atau test. Sedangkan Bogdan (1982: 3) menjelaskan bahwa, penelitian kualitatif acapkali disebut naturalistik, sebab peneliti tertarik menyelidiki

peristiwa-peristiwa sebagaimana terjadi secara natural. Sementara Moleong (1996: 5) menegaskan bahwa metode kualitatif lebih mudah disesuaikan, dapat menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dengan subjek penelitian, dan lebih peka untuk menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.

Tahap-tahap penelitian yang dilakukan peneliti adalah berikut ini.

Pertama, orientasi, yaitu peneliti mengadakan persiapan-persiapan antara

lain; surat permohonan izin penelitian, alat tulis, alat perekam dan konsep untuk panduan di lapangan. Tujuan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti untuk memperoleh izin penelitian dari pejabat yang berwenang, dan memperoleh gambaran umum tentang situasi dan kondisi lokasi penelitian (Sambas).

Kedua, tahap eksplorasi, yaitu peneliti sudah mendapatkan gambaran

tentang permasalahan yang ada di Sambas, data ini diperoleh melalui wawancara dan observasi secara mendalam.

Ketiga, peneliti mengadakan pengamatan hasil wawancara untuk dianalisis

dan ditulis dalam bentuk laporan.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga macam teknik, yaitu: 1) wawancara mendalam, 2) observasi, dan 3) studi dokumentasi.

(29)

24 1) Tahap persiapan, meliputi kegiatan yang berhubungan dengan administrasi

dan perizinan penelitian.

2) Tahap pengumpulan data, meliputi kegiatan-kegiatan penelitian dalam rangka pengumpulan data, baik observasi lapangan, wawancara, kajian dokumentasi dan lain-lain.

3) Tahap pengolahan data, meliputi kegiatan menganalisis dan memverifikasi data-data penelitian untuk kemudian dibahas dan disimpulkan berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian.

4) Tahap penyusunan data, meliputi kegiatan penyusunan data yang sudah diverifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian

H. Lokasi dan Subjek Penelitian

(30)
(31)

149 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Alur Pemikiran Penelitian

Pada bab ini diawali dengan mengemukakan alur pemikiran penelitian, yakni langkah-langkah berpikir yang dilakukan peneliti dalam mengkaji masalah yang telah ditentukan pada bagian terdahulu. Berangkat dari permasalahan, peneliti memasuki subjek penelitian dengan menerapkan pendekatan kualitatif berbekal rambu-rambu pengumpul data yang akan dikembangkan lebih lanjut di lapangan. Selanjutnya peneliti terlibat dengan subjek penelitian secara terus menerus, mencatat peristiwa-peristiwa yang dilihat, didengar dan dirasakan serta melakukan komunikasi dengan berbagai pihak yang menjadi subjek penelitian.

Semua catatan yang terkumpul dipilih dan dipilah-pilah, kemudian ditetapkan sebagai data penelitian. Selanjutnya, data yang terkumpul diolah dan dianalisis dengan teori-teori yang telah ditetapkan pada bab II.

(32)
[image:32.612.142.505.98.536.2]

150

Gambar 3. Alur Metode Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini berjudul Pengembangan Model Pengasuhan Anak dalam Keluarga untuk Memulihkan Sistem Nilai, yang menuntut pendekatan secara konprehensif untuk melihat dan menyelidiki berbagai peristiwa yang terjadi secara natural, untuk itu peneliti memilih metode naturalistik dengan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif interaktif (McMillan & Schumacher dalam Dahlan, 2002: 1),

Masalah Penelitian

Pendekatan penelitian (kualitatif)

Teknik Pengumpulan Data (Wawancara, Observasi, Dan Dokumentasi)

Subjek Penelitian :

Masyarakat Melayu Sambas (Tokoh Masyarakat, Agama, Adat, Dan Kepala Keluarga)

(33)

151 yaitu telaah mendalam dengan teknik tatap muka dalam menghimpun informasi dalam tatanan natural. Peneliti memaknai fenomena yang diamati. Ini berarti peneliti kualitatif membangun gambaran yang utuh, kompleks dengan penjabaran perspketif partisipan secara rinci.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Menurut Kirk dan Miller (1986: 9) sebagaimana dinyatakan ulang Moleong (2002: 3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Pendapat lainnya diungkapkan Bolgan dan Taylor (1975:5) bahwa metodologi kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurutnya, pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.

Stephen Isaac & William B. Michael (1981: 48) mengemukakan bahwa Case and Field Study Research adalah “to study intensive the background current

status, and environmental interactions of a given social unit, and individual,

group, institution or community". Pengertian tersebut menurut Nasution adalah

(34)

152 Bogdan dan Biklen (1982: 27-30) serta Lincoln dan Auba (1985: 39-44) mengemukakan beberapa karakteristik penelitian kualitatif, yaitu penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada konteks dari suatu keutuhan (entity), karena ontologi alamiah peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain, merupakan alat pengumpul data utama. Pada waktu pengumpulan data d i lapangan peneliti berperan serta dalam kegiatan kemasyarakatan. "Manusia sebagai alat" dapat berhubungan responden atau objek lainnya dan hanya manusia yang mampu mengerti. Menilai serta mengadakan penyesuaian terhadap kenyataan d i lapangan. Metode kualitatif lebih mudah menyesuaikan apabila menghadapi kenyataan ganda d i lapangan. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan dengan pola-pola nilai yang dihadapi. Penelitian kualitatif menghendaki arah bimbingan penyusunan teori substantif yang berasal dari data, karena: Pertama, tidak ada teori apriori yang dapat mencakup kenyataan ganda. Kedua, penelitian ini mempercayai apa yang dilihat sehingga berusaha untuk sejauh mungkin menjadi netral. Ketiga, teori dari dasar lebih responsif terhadap nilai-nilai kontekstual.

(35)

153 mementingkan proses daripada hasil; adanya batas yang ditentukan oleh fokus; adanya kriteria khusus untuk keabsahan data; desain bersifat sementara; dan hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama.

Banyak istilah untuk menyebut penelitian kualitatif ini. Mulyana (2001) menyebut istilah ini dengan istilah pendekatan subjektif (interpretif) atau penelitian humanistik. Moleong menyebutnya sebagai penelitian alamiah. Intinya, realitas sosial dianggap sebagai interaksi-interaksi yang komunikatif. Oleh karena itu, penelitian ini tidak hanya sekedar mencari hubungan sebab akibat, tetapi meneliti perilaku manusia (tindakan).

(36)

154 Penelitian ini menggunakan teknik analisis secara induktif berarti pencarian data bukan untuk membuktikan hipotesis yang telah dirumuskan sebelum penelitian diadakan. Analisis disini merupakan pembentukan abstraksi berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan dan dikelompokkan. Analisis dilakukan terhadap data-data yang dikumpulkan berdasarkan teknik pengumpulan data. Analisis dilakukan secara deskriptif mencakup data dan fakta yang ada di lapangan. Analisis dilakukan dengan menjadikan payung teori sebagai basis atau titik tolak penelitian.

Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, bagan, sketsa dan angka yang berkait dengan subjek penelitian. Data tersebut berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan, foto, "video-tape", dokumen pribadi, catatan, memo dan dokumen resmi lainnya. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi ulasan data untuk memberikan gambaran d i lapangan, kemudian menganalisis data yang akan ditulis pada laporan penelitian ini. Dengan demikian peneliti tidak memandang bahwa sesuatu itu sudah demikian keadaannya.

(37)

155 Kebudayaan dipandang sebagai kerangka teoritis untuk mengerti pengalaman yang menimbulkan perilaku. Etnometodologi merupakan studi tentang bagaimana individu menciptakan dan mencapai kehidupannya sehari-hari.

Penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus yang digunakan dalam naturalistik inkuiri ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Nasution (1988:9-11) menjelaskan ciri-ciri penelitian kualitatif sebagai berikut: 1) sumber data adalah situasi yang wajar "natural setting" berdasarkan observasi situasi yang wajar; 2) mengutamakan data langsung, yaitu peneliti sendiri yang datang ke lapangan; 3) menonjolkan rincian kontekstual, yaitu mengumpulkan dan mencatat data secara mendetail; 4) triangulasi, yaitu memeriksa kebenaran dengan memperoleh data dari sumber lain; 5) peneliti sebagai instrumen utama, tidak menggunakan alat-alat seperti tes atau angket, melainkan lewat pengamatan dan wawancara untuk memahami interaksi antarmanusia; 6) mencari makna d i belakang kelakuan atau perbuatan, sehingga dapat memahami masalah atau situasi yang dihadapi; 7) sangat deskriptif, yang dituangkan dalam bentuk laporan dan uraian; 8) subyek yang diteliti dianggap berkedudukan sama dengan peneliti; 9) mengutamakan perspektif emik, yaitu mementingkan pandangan responden; 10) sampling purposif yang dipilih menurut tujuan penelitian dan biasanya hanya

(38)

156 memperhatikan perkembangan terjadinya sesuatu.

Sebelum penelitian dilangsungkan, terlebih dahulu peneliti menyiapkan desain sementara sebagai pemandu awal penelitian dan selalanjutnya menetapkan fokus yang diinginkan. Penyiapan desain sementara untuk mengantisipasi adanya perbaikan, perubahan dan penyesuaian dengan fakta yang ditemukan di lapangan. Hal tersebut dibenarkan oleh Moleong (1996: 5) yang menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif lebih mudah disesuaikan, dapat menyajikan hakekat hubungan antara peneliti dengan subjek penelitian secara langsung. Selain itu, metode tersebut lebih peka dan dapat menyesuaikan diri dengan pola-pola nilai yang dihadapi.

(39)

157 C. Teknik dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga macam teknik, yaitu 1) wawancara, 2) observasi, dan 3) studi dokumentasi.

1. Wawancara

Wawancara atau interview merupakan suatu bentuk komunikasi verbal. Wawancara atau interview ini merupakan percakapan yang bertujuan memperoleh informasi. Wawancara merupakan alat untuk mengungkapkan apa yang dipikirkan atau dirasakan orang tentang berbagai aspek kehidupan dan kenyataan hidup. Melalui tanya jawab yang mendalam kita memperoleh informasi dan gambaran dunia mereka. Interview ini dalam penelitian ini dilakukan terhadap tokoh-tokoh masyarakat yang menguasai dan dianggap ahli sesuai dengan topik penelitian. Di antara mereka adalah tokoh masyarakat, tokoh birokrasi, dan tokoh adat yang mewakili masyarakat Melayu Sambas.

Dengan teknik wawancara dapat digali informasi secara langsung dan mendalam mengenai keadaan masyarakat dan tata nilai yang ada di masyarakat. Wawancara dilakukan kepada berbagai komponen masyarakat yang merepresentasi masyarakat Melayu Sambas, terdiri atas tokoh masyarakat, pemuka agama, tokoh birokrasi, mantan birokrat, dan tokoh adat.

2. Observasi

(40)

158 keluarga-keluarga mereka. Pengamatan dilakukan terhadap keluarga-keluarga yang masih menganut sistem lama (keluarga tradisional) dalam rangka memperoleh data yang objektif tentang pola pengasuhan anak. Selain itu, pengamatan juga dilakukan pada keluarga-keluarga modern yang sudah mengalami pergeseran tata nilai dan perspektif terhadap pola pengasuhan anak. 3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan metode pencarian data mengenai hal-hal yang diperlukan untuk penelitian, yaitu berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, metoda rapat, leger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1983:132).

Yang diamati dalam metode dokumentasi adalah informasi sekunder bukan benda hidup. Melalui teknik dokumentasi ini, data dikumpulkan: keadaan geografi, keadaan penduduk, mata pencaharian, tingkat pendidikan, data keagamaan yang berkaitan dengan kondisi masyarakat Melayu Sambas di Kabupaten Sambas.

(41)

159 D. Lokasi dan Subyek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Sambas, Tebas, Pemangkat, Selatiga, Jawai, Teluk Keramat, Paloh, Galing dan Sajingan, Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat. Sedang subjek dalam penelitian ini adalah masyarakat Melayu Sambas, Kabupaten Sambas, Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, kepala keluarga, dan orang-orang yang mengetahui serta memliki pengetahuan tentang masalah pengasuhan anak.

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya merupakan data tambahan. Sebagaimana diungkapkan Moleong (1993: 112), data tambahan penelitian dapat diperoleh dari sumber-sumber pada dokumen tertulis, dokumen foto dan data statistik.

Secara populasi, Kabupaten Sambas merupakan wilayah yang banyak dihuni oleh etnis Melayu. Dibandingkan dengan kabupaten lainnya, Kabupaten Sambas relatif homogen karena sebanyak 84% penduduknya berpenduduk Melayu. Dengan karakteristik yang homogen ini dapat diasumsikan bahwa perilaku yang tercermin merupakan representasi dari keberadaan dan kondisi sebenarnya masyarakat Melayu Sambas.

(42)

160 kepentingan penelitian dalam mengumpulkan data. Data-data tersebut dipilih berdasarkan keberagaman atau strata sosial dan pendidikan masyarakat. Keberagaman ini diharapkan dapat mewakili kondisi data yang dikehendaki.

E. Pengumpulan Data 1. Tahap Pralapangan

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Dimulai sejak perkuliahan individual, peneliti telah berusaha mencari fokus permasalahan yang sesuai dengan Konsentrasi dan Program Studi Pendidikan Umum;

b. Mencari dan menentukan lokasi yang sesuai dengan permasalahan, yaitu Kabupaten Sambas Kalimantan Barat;

c. Mengadakan studi awal untuk menyusun desain penelitian; d. Mengusahakan izin penelitian:

a. Mengajukan permohonan izin kepada Direktur Program Pasca Sarjana UPI b. Meneruskan permohonan izin penelitian kepada Bupati Kabupaten Sambas.

2. Tahap Turun Kelapangan

(43)

161 masalah awal yang dibayangkan untuk menggambarkan dan mencari fokus serta pola pikir konseptual, mengarahkan kerja lapangan dan tanpa membatasi observasi.

Selanjutnya, pada tahap pekerjaan lapangan, peneliti mencari dan menggali data dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Menyusun pedoman umum untuk memperoleh data;

b. Mencari data yang berkaitan dengan model pengasuhan anak dalam keluraga;

c. Mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan, baik itu dalam bentuk catatan, rekaman dan dokumen.

Setelah fokus penelitian ditemukan, peneliti melakukan wawancara secara mendalam sehingga data yang diperoleh sudah spesifik. Kemudian yang diamati dan diteliti adalah phenomena yang terjadi dari suatu peristiwa yang nyata.

Teknik wawancara yang digunakan adalah semi tersetruktur, yaitu wawancara yang lebih menekankan pada bentuk wawancara terbuka, sebagaimana layaknya dialog, sehingga data yang dikumpulkan dapat sebanyak mungkin dan terfokus. Kemudian observasi dilakukan peneliti secara partisipatif sehingga peneliti dapat merasakan langsung suasana yang terjadi dalam interaksi sosial di lapangan. Observasi partisipatif merupakan pengamatan terhadap perilaku seseorang dan pengamat memainkan peran aktif dalam situasi atau konteks disaat suatu perilaku direkam. Observasi dilakukan disini untuk menagkap makna dan memotret praktek pengasuhan anak dalam keluarga yang dilakukan.

(44)

162 waktu, tempat dan identitas orang-orang yang terlibat. Pada dasarnya dalam tahap ini peneliti sendiri telah melakukan analisis terhadap data yang ditemukan.

Untuk memperoleh data yang dapat dipercaya, peneliti melakukan pengecekan data dan informasi ke berbagai pihak sehingga data betul-betul dapat dipercaya kebenarannya sebagai usaha trianggulasi (Nasution, 1992:26). Trianggulasi merupakan upaya melihat fenomena dari beberapa sudut, melakukan verifikasi temuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi dan teknik. Menurut Moleong (1993:185) tahap ini merupakan tahap pemeriksaan data yang diperoleh dengan memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggali dan membaca dokumentasi berupa buku, majalah, surat-surat, peraturan pemerintah dan catatan-catatan kasus yang terjadi di lapangan. Setelah data terkumpul dan telah diadakan trianggulasi, peneliti melakukan pengecekan ulang data yang diperoleh dari lapangan. Selanjutnya peneliti mentranskrip rekaman wawancara dan mencatat hasil pengamatan serta menelaah dokumen kemudian dideskripsikan dan diinterpretasikan secara tertulis. Pada tahap akhir dalam pengumpulan data adalah memeriksa kesesuaian data antara temuan penelitian dengan data yang terhimpun melalui pelacakan terhadap catatan-catatan lapangan, teknik pengumpulan data dan analisis data.

F. Analisis Data Penelitian

(45)

163 sebagai berikut.

1. Tahap persiapan, meliputi kegiatan yang berhubungan dengan administrasi dan perizinan penelitian.

2. Tahap pengumpulan data, meliputi kegiatan-kegiatan penelitian dalam rangka pengumpulan data, baik observasi lapangan, wawancara, kajian dokumentasi dan lain-lain.

3. Tahap pengolahan data, meliputi kegiatan menganalisis dan memverifikasi data-data penelitian untuk kemudian dibahas dan disimpulkan berdasarkan rumusan dan tujuan penelitian.

4. Tahap penyusunan data, meliputi kegiatan penyusunan data yang sudah diverifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

G. Definisi Operasional

Untuk menghindari berbagai kesalahan pemahaman dan interpretasi terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti menganggap penting untuk menjelaskan beberapa istilah secara operasional berikut ini.

1. Pengembangan berasal dari kata akar kata kembang yang berarti bertambah sempurna. Sedangkan pengembangan adalah proses atau cara mengembangkan atau menjadikan sesuatu lebih bertambah sempurna atau lebih baik (Yusuf, 1995: 58). Dengan demikianarti pengembangan disini adalah suatu upaya untuk mengubah dan menambah sesuatu ke arah yang lebih maju, lebih besar dan lebih baik.

(46)

164 dalam keluarga. Model dibentuk berdasarkan landasan teoretis dan empirik yang ada di masyarakat Melayu Sambas. Model juga dirumuskan dengan memprediksi tantangan dan persoalan pengasuhan anak di masa mendatang.

3. Pengasuhan. Dalam penelitian ini pengasuhan diartikan sebagai sebuah proses pendidikan informal dalam keluarga, yang dilakukan oleh anggota keluarga, terutama bapak dan ibu. Pengasuhan dilakukan ketika anak-anak masih berada dalam tanggung jawab keluarga; sebelum dia menikah. Kegiatan pengasuhan ini mencakup seluruh kegiatan yang dibutuhkan anak, baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan pendidikan. Pengasuhan dilakukan bukan sekadar karena anak menjadi tanggung jawab keluarga, namun ditujukan untuk menciptakan generasi masa depan yang lebih baik. 4. Memulihkan berasal dari akar kata pulih yang berarti kembali sebagai

semula atau kembali menjadi baik lagi. Sedangkan memulihkan adalah proses atau cara menjadikan suatu keadaan kembali baik seperti semula (Depdiknas, 2005:906). Dengan demikian arti memulihkan disini adalah suatu upaya untuk mengubah dan mengembalikan sesuatu ke arah yang lebih baik.

(47)

165 mengingat, dan siapapun yang melanggar sistem nilai secara sosial dia akan mendapatkan sangsi. Dalam keluarga sistem nilai berupa aturan-aturan yang disepakati secara internal dalam keluarga atau sistem yang secara turun-temurun dilakukan dan diyakini kebenarannya oleh anggota keluarga dan harus ditaati keberadaannya. Dalam masyarakat tradisional, dengan berbagai alasan, sistem nilai ini bersifat generatif dan ditansformasikan kepada generasi berikutnya. Bahkan dalam beberapa pandangan, keberhasilan sebuah keluarga ditandai dengan tertransformasikannya sistem nilai kepada generasi selanjutnya.

(48)
(49)

332 BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Pola pengasuhan yang mampu mengembangkan sistem nilai yang menekankan pada ajaran Islam, adat istiadat, dan penciptaan harmonisasi hubungan antara anak dan orang tua dalam keluarga, dengan memperhatikan perkembangan kehidupan masyarakat.

(50)

333 dan diteruskan kepada generasi berikutnya. Sistem nilai ini melembaga menjadi semacam hukum dalam masyarakat Melayu, terutama dalam berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat Melayu.

(51)

334 begitulah seterusnya pekerjaan anak hantu. Padahal dahulu sejak kecil anak-anak masyarakat Melayu Sambas memiliki karakteristik yang santun, penurut, menghormati orang tua dan guru serta pandai membaca al Qur’an. Hal ini tergambar di dalam cerita Si Miskin. Si Miskin pada awalnya adalah seorang yang dianggap bodoh oleh gurunya, tapi berkat ketaatannya, kepatuhannya, dan kejujurannya serta keyakinannya, pada akhirnya dia menjadi anak yang pintar dan pandai. Di lain pihak kebergantungan orang tua kepada anak-anaknya untuk cepat bekerja menjadi persoalan berikutnya yang menyebabkan nilai-nilai yang ada di masyarakat berubah.

(52)

335 samping faktor lemahnya pengetahuan dan pengamalan agama dan adat istiadat yang dialami masyarakat Melayu Sambas.

(53)

336 penyediaan waktu berkomunikasi, cita-cita revitalisasi pendidikan keluarga tidak akan terwujud. Peran orang tua, khususnya ibu yang terlalu banyak di luar menjadi penyebab internal mengapa terjadi perubahan pola hidup dalam keluarga dan masyarakat.

6. Strategi yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem nilai di masyarakat Melayu Sambas dengan cara melakukan persiapan dan pembinaan kepada orang tua dan calon orang tua sebagai pendidik. Pola hidup yang liberal dan longgar hanya mengantarkan masyarakat Melayu untuk hidup serampangan tidak berakar pada budaya nenek moyangnya. Pola hidup disiplin dan ketat ini harus dilakukan oleh keluarga dan masyarakat. Di samping sikap disiplin harus juga ditanamkan pola hidup yang menghargai kerja keras, bukan budaya instan. Pola hidup disiplin dan bekerja keras ini berlandaskan pada ajaran agama Islam. Secara umum strategi ini adalah mengimplementasikan ajaran-ajaran agama Islam dalam kehidupan masyarakat Melayu Sambas sebagaimana sudah pernah diterapkan pada masa kesultanan. Namun demikian, dalam konteks saat ini strategi tersebut tetap memperhatikan kemajuan teknologi dan informasi. Oleh karena itu memperbanyak sekolah yang berbasis agama dan ilmu pengetahuan umum (dipadukan) merupakan strategi untuk mengembalikan etos dan spiritualitas masyarakat Melayu Sambas.

B. Rekomendasi

(54)

337 1. Perlu dilakukan gerakan penyadaran akan pentingnya pendidikan kepada orang tua dan calon orang tua masyarakat Melayu Sambas, terutama di pedesaan, untuk meningkatkan kemampuan orang tua sebagai pelaksana pendidikan informal bagi anak-anaknya, bagaimana cara mengasuh dan mendidik anak yang baik dan benar, sehingga mereka tidak mendorong anak-anaknya untuk cepat bekerja sebagai TKI di Malaysia. Gerakan penyadaran ini dapat dilakukan melalui kelembagaan-kelembagaan seperti PKK, Posyandu, Karang Taruna, PAUD dan lain-lain serta kampanye kesadaran pendidikan dengan menggali akar budaya luhur yang sudah dimiliki masyarakat Melayu Sambas.

2. Pendidikan informal (keluarga) kepentingannya telah diakui, namun program kerja dan pembinaan serta pengembangannya masih sporadis dan berdiri sendiri-sendiri. Karena masih berada dalam posisi marjinal. Oleh karena itu perlu adanya program-program khusus yang bertujuan mengembangkan kemampuan orang tua sebagai pendidik informal bagi anak-anaknya.

(55)

338 masyarakat dan menjadi pendidik informal (keluarga) bagi generasi akan datang.

4. Masyarakat dan warganya secara individual diperlukan untuk berpartisipasi dan berkontribusi dalam pengembangan kemampuan orang tua sebagai pendidik informal bagi anak-anaknya, baik melalui kegiatan budaya atau sosial maupun agama.

5. Pemerintah Kabupaten Sambas perlu melakukan langkah-langkah yang konkrit untuk menyelamatkan nilai-nilai budaya masyarakat Melayu Sambas dengan program-program yang mengintegrasikan nilai budaya dan agama. Program ini dengan memberikan kesempatan pendidikan kepada masyarakat pedesaan atau program filot project melalui pendirian sekolah unggulan baik ditingkat dasar dan menengah. Selain itu, perlu juga dirancang program-program yang memunculkan budaya Melayu Sambas dalam setiap kegiatan pemerintahan.

6. Perlunya penggalian melalui berbagai kajian dan penelitian tentang strategi atau penerapan berbagai strategi pemulihan nilai-nilai dan budaya masyarakat Melayu Sambas sehingga masyarakat Melayu Sambas dapat kembali menjadi etnis yang unggul sebagaimana dahulu.

(56)
(57)

340 penyuluhan tentang bagaimana memelihara kehamilan, cara melahirkan, merawat dan mengasuh bayi, ilmu gizi dan kesehatan, informasi mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak, dan lain-lain yang diperlukan seorang ibu dalam menyongsong peristiwa yang penting dalam hidupnya. Di samping melalui penyuluhan dalam penyampainya bisa dilakukan melalui berbagai cara dan media seperti melalui ceramah-ceramah, konsultasi khusus, kursus, atau melalui media cetak atau elektronik.

(58)

341 DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, T. (2004). Landasan dan Prinsip Pendidikan Umum (Makalah). Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI Bandung.

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: Departemen Agama RI.

Adiwikarta, S. (1988), Sosiologi Pendidikan: Isyu dan Hipotesis. Jakarta: Depdiknas, Dirjen Dikti.

Adiwikarta, S. (2009). Pendidikan Informal (Pendidikan dalam Keluarga dan Lingkungan). Makalah Seminar Nasional di Sambas, 22 Nopember 2009.

Ahmad. (2001). Tradisi Pengasuhan Anak. Tersedia: http://rapid share.com/ files/105552986 [online].

Alwasilah, C.A. (2008). Pokoknya Kualitatif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Alqadrie, S.O. (1987). “Budaya dan Tradisi Kalimantan Barat”. Makalah disampaikan pada acara di Polda Kalbar, Pontianak.

Amin, S.M. (2007). Menyiapkan Masa Depan Anak Islami. Jakarta: Amzah. An-Nahlawi, A. (1989). Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam dalam

Keluarga, di Sekolah, dan di Masyarakat. Bandung: c.v. Diponegoro.

Arikonto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Reneka Cipta.

Attas, M.N. (1990). Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu. Bandung: Mizan.

Athiyyah, A.M. (1970). At-Tarbiyyah Al-Islamiyah. Terjemahan Prinsip-prinsip Dasar Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.

Azra, A. (1999). Esai-esai Intelektual dalam Muslim dan Pendidikan Islam. Jakarta: Logos.

Barth, F. (1969). Ethnic Group and Boundaries. Boston: The Litle Brown and Company.

(59)

342 Bogdan, R dan Steven, J. (1975). Introduction to Qualitatif Research Mothod.

New York: Cyracuse Universitas.

Bogdan, R. C dan Biklen, K. (1990). Riset Kualitatif untuk Pendidikan: Pengantar ke Teori dan Metode. Jakarta: PAU-UT. (Alih Bahasa Munandir).

Bloom, S. B. (1972). Taxonomi of Education Objectives. New York: David McKey. INC.

Cahyono, H. dkk. (2008). Konflik Kalbar dan Kalteng, Jalan Panjang Meretas Perdamaian. Jakarta: P2P-LIPI dan Pustaka Pelajar.

Canfield, J. dkk. (2007). Rumahku Istanaku dan Kisah-kisah Nyata Menyentuh Lainnya. Jakarta: Gramedia.

Catlover, E. (2009). Sekilas Makna dan Sejarah Melayu. Pontianak: Equator, Rabu 16 September.

Cooley, C.H. (1930). Sociological Theory and Socoal Research. New York: Henry Holt and Company.

Dagun, S. M. (2002). Psikologi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Dahlan, M.D. (2004). ”Pendidikan Agama dan Perkembangan Kepribadian Siswa”. Dalam 50 Tahun Kiprah Mencerdaskan Bangsa, Pemikiran-pemikiran dari Bumi Siliwangi (S. Hamid Hasan, ed.). Bandung: UPI Press.

Dahlan, M, D. (2002. Karakteristik Penelitian Kualitatif. (Versi McMillan & Schumacher, 2001). PPS UPI.

Dahlan, M,D. (1992). Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat. Bandung: Dipenogoro.

Darmadi, H. (2006). Dasar Konsep Pendidikan Moral. Bandung: Alfabeta. Davis, K. (1960). Human Society. New York: The McMillan Company.

Djahiri, A.K. (1985). Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games Dalam VCT. Bandung: PMPKN & Granesia.

(60)

343 Djahiri, A, K. (2004). Hand Out: Dimensi Nilai Moral dan Norma (NMNr).

Bandung: PPS UPI.

Djahiri, A, K. (1996). Menelusuri Dunia Afektif, Pendidikan Nilai dan Moral. Bandung: Lab. Pengajaran PMP IKIP Bandung.

Djamarah, S.B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua & Anak Dalam Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta.

Djide, T. (2004). ”Sumbangan Pembelajaran dan Pelatihan Olahraga Sejak Usia Dini Terhadap Pembinaan Watak”. Dalam 50 Tahun Kiprah Mencerdaskan Bangsa, Pemikiran-pemikiran dari Bumi Siliwangi (S. Hamid Hasan, ed.). Bandung: UPI Press.

Djuwita, P. (2005). Upaya Pewarisan Budaya Belagham Melalui Pendidikan Dalam Personalisasi Nilai Dalam Keluarga. Disertasi. Bandung: PPS UPI Bandung.

Duman, J. (1975). Sejarah Hukum Adat dan Adat Kebiasaan di Kalimantan Barat. Jakarta: Bumi Restu.

Dewantara, H. (1962). Pendidikan. Jogjakarta: Madjeles Luhur Persatuan Taman Siswa.

Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta. Effendy, O.U. (2000). Komunikasi, Teori dan Praktik. Bandung: Rosdakarya. Effendy, C. (2009). Anak Hantu. Pontianak: Untan Press.

Effendy, C. (2006). Becerite dan Bedande’. Pontianak: STUIN Press. Elmubarok. Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta.

Fromm, E. (2001). Analisis Kekerasan, Analisis Sosio-Psikologis atas Watak Manusia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Freud, S. (2001). Totem And Taboo. Alih Bahasa Kurniawan Ali Saputro. Yogyakarta: Jendela Grafika.

Field, D. (1992). Kepribadian Keluarga. Yogyakarta: Kanisius.

(61)

344 Gordon. 1964. Cultural Sosiology. New York: The McMillan Company.

Hamijoyo, S.S. (2001). ”Konflik Sosial dengan Tindak Kekerasan dan Peranan Komunikasi.” jurnal Mediator (2) 1, 21-29.

Haryono, D. Dkk. (2002). ”Studi Identifikasi Faktor-faktor Struktural dan Kultural yang Menyebabkan Timbulnya Konflik Etnik Antara Entik Melayu dengan Etnik Madura di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat”. Tidak dipublikasikan. Hasil Penelitian Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Hawari, D. (1995). Al-Qur’an, Ilmu Kedokteran Jiwa. Jogyakarta: PT.Dana Bakti Prima Jasa.

Hakim, M. A. (2002) Mendidik Anak Secara Bijak. Jakarta: Marjo. Hafid, A.M.N. (2004). Mendidik Anak. Yogyakarta: Darussalam.

Hufad, A. (2005). Budaya dan Pendidikan Orang Sunda. Bandung: Gunung Djati Press.

Heryanto, A. (2000). Perlawanan dalam Kepatuhan. Bandung: Mizan.

Ibrahim, M.D. (1995). Teknologi Emansipasi dan Transendensi, Wacana Peradaban dengan Visi Islam. Bandung: Mizan.

Johnson, Doyle Paul. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern. Terjemahan. Jakarta: Gramedia

Jalal, A.F. (1988). Azas-Azas Pendidikan Islam. Bandung: Diponogoro.

Kabupaten Sambas dalam Angka Tahun 2008. Badan Pusat Statistik Labupaten Sambas.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2005). Jakarta: Balai Pustaka.

Karim, T. tt. “Adat Istiadat Melayu Sambas”. Makalah. Kartono, K. (1981) Patologo Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

(62)

345 Koentjaraningrat. (1990). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta:

Penerbit Djambatan.

Koentjaraningrat. (1990). Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kohlberg, L. (1981). The Fhilosophy of Moral Development. Cambridge: Harper & Row Publisher San Francisco.

Koran Harian. (2002) Pikiran Rakyat. Bandung: Tanggal 30 Agustus tahun 2002). Lauer, R.H. (2003). Perspektif tentang Perubahan Sosial. Terjemahan. Jakarta:

Penerbit Rineka Cipta.

Langgulung, H. (1980). Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: Al Maarif.

Lincoln. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills: Saqe Publications.

Mahasin, A. dkk. (1996). Ruh Islam dalam Budaya Bangsa, Aneka Budaya di Jawa. Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal.

Maryadi R.B., dkk. (2008). ”Studi Identifikasi Kondisi Integrasi Antarkelompok Etnik Pasca Tragedi Konflik di Kabupaten Sambas”. Tidak dipublikasikan. Hasil Penelitian Universitas Tanjungpura, Pontianak. Mead, G.H. (1934). Mind, Self, and Society. Chicago: Univ. Chicago Press. McMillan, J. Schumacher, S. (2001). Research in Education A Conceptual

Introduction. New York: Longman, Inc.

Mudiyono dkk. (2000). ”Konflik Sosial di Kalimantan Barat: Perilaku Kekerasan Antara Etnik Madura-Dayak dan Madura-Melayu”. Tidak dipublikasikan. Hasil Penelitian Universitas Tanjungpura, Pontianak. Muhadjir. N. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi IV. Yogyakarta:

Rake Sarasin.

Mulyana, D. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif, Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Rosdakarya.

Mulyana, R., (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Moleong, L.J. (2002). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja

(63)

346 Mifflen, F.J., Mifflen, S.C. (1986). Sosiologi Pendidikan. Terjemahan. Bandung:

Transito.

Nasution, H., (1986). Akal dan Wahyu. Jakarta: UI Press.

Nasution, S. (1992). Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito. Natsir, M. (1988). Kebudayaan Islam dalam Perspektif Sejarah. Jakarta:

Girimukti Pasaka.

Nolte, D. L. (1997). Majalan otak anak-anak. Tira Pustaka Tigaraksa Satria. Nuzulian, U. (2007). ”Dampak Pertikaian di Kabupaten Sambas Terhadap

Perubahan Prilaku Kelompok Etnik Melayu Sambas”. Tidak dipublikasikan. Hasil Penelitian Universitas Tanjungpura, Pontianak. Ogbun, W.F. dan Nimkoff. M.F. (1964). Sociology. AP Peffter dan Simons

Internasional University Edition. Boston: Hougton Mifflin Campany. Parsons, T. Et al. (1961). Theories of Society: Foundations of Modern

Sociological Theory. New York: The Free Press.

Pabali, dkk. (2009). Eksistensi Budaya Lokal dan Rasa Kebangsaan Pada Masyarakat Perbatasan Kalimantan Barat. Transkrip Wawancara Penelitian Strategis di Aruk, Jagoi Babang dan Badau. Pontianak: Lembaga Penelitian Universitas Tanjungpura.

Purwana, B.H.S. (2003). Konflik Antarkomunitas Etnis di Sambas 1999, Suatu Tinjauan Sosial Budaya. Pontianak: Romeo Grafika.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 tentang Pembangunan Keluarga Sejahtera.

Phenix, P.H. (1964). Realms of Meaning. New York: McGraw-Hill Book Company.

Poloma, M.M., (1979). Sosiologi Kontemporer. Terjemahan Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Qaimi, A. (2005). Peranan Ibu dalam Mendidik Anak. Jakarta: Penerbit Cahaya. Rakhmat, J. (1999). Rekayasa Sosial, Reformasi atau Revolusi? Bandung:

Rosdakarya.

(64)

Gambar

GAMBAR 1 KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN
Gambar 3. Alur Metode Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Badan kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan bahwa ketidakjelasan aturan kerja merupakan faktor risiko terjadinya stress kerja, Salah satu tupoksi peneliti

Variabel penelitian dan pengembangan pada penelitian ini dilambangkan dengan RnD dan merupakan variabel dummy, dimana jika perusahaan memiliki data mengenai biaya

İSTANBUL’DA KOCA MUSTAFA PAŞA CAM İİ 165.. doğrudan doğruya bir «ambulatory church»30 idi. Yâni yonca biçimi ile alâkası olmadıktan başka, yarım kubbeler

Belum adanya kejelasan tentang tata ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk berbagai

Data dari Xbee Transmitter akan diteruskan pada Xbee Receiver , kemudian data tersebut akan menjadi input dari mikrokontroler receiver yang akan diolah dalam

Pada percobaan 1 dengan memasukkan berbagai jenis benda ke dalam air dengan setiap jenisnya mempunyai ukuran yang berbeda, mempunyai tujuan untuk mengiring siswa pada

Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian observasional dengan pendekatan kuantitatif (pengukuran). Lokasi penelitian di Instalasi Radiologi RSUD Sungai Dareh

 Berikutnya aktifkan Pick Tool untuk merubah posisi dari text KABUPATEN KUDUS dengan klik pilihan pada. Vertical Placement yang