• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab 2 ini peneliti akan memaparkan fakta fakta yang diperoleh dari berbagai sumber terkait variable penelitian. Pada bab sebelumnya, telah

disebutkan bahwa peneliti akan menganalisis Peranan Employee Exchange Ideology Terhadap Knowledge Sharing Dengan Engagament Sebagai Moderator Pada Karyawan Marketing di Bina Nusantara. Analisis ini akan diperkuat oleh teori-teori dan pendapat para ahli yang ada pada bab 2. Maka pada bab ini peneliti akan membahas mengenai mengenai variabel dan Employee Exchange Ideology dengan Knowledge sharing yang dimoderatori oleh Engagment. Tujuan dari bab ini adalah untuk menidentifikasi dan menjabarkan konseptualisasi dari variable penelitian.

2.1 Knowledge Sharing

2.1.1 Defnisi Knowledge Sharing

Knowledge merupakan suatu hal yang tercipta dari proses kongnitif seseorang, sehingga orang tersebut dapat melakukan suatu pekerjaan. Bentuk dari Knowledge adalah tacit dan explicit. Knowledge sendiri merupakan bentuk yang lebih tinggi dari informasi yang siap untuk diaplikasikan pada pembuatan keputusan dan tindakan. Individu dituntut untuk memiliki knowledge didalam berinteraksi dan bekerja pada suatu perusahaan. Setelah memiliki pengetahuan yang cukup, hendaknya individu diharapkan dapat berbagi dan bekerja sama dengan lingkungan sekitarnya. Penelitian Matzler et. al., (2008 dalam Tarigan et., al 2013) menyatakan bahwa berbagi pengetahuan sangat penting bagi organisasi untuk dapat mengembangkan keahlian dan kompetensi, meningkatkan nilai bagi organisasi, dan dapat menjaga daya saing sebab inovasi didapatkan berasal dari berbagi pengetahuan antara orang personal di dalam organisasi.

Wang S dan Noe R A (2010) menyatakan bahwa kunci sukses dari manajemen pengetahuan adalah knowledge sharing. Dalam penelitian yang berjudul

“Knowledge Sharing : A review and direction for future research” disebutkan bahwa knowledge adalah suatu sumberdaya penting dalam suatu organisasi yang

(2)

mendukung adanya keunggulan kompetitif berkelanjutan. Untuk meraih

keunggulan daya saing tidak cukup hanya bergantung pada susunan kepegawaian dan pelatihan yang fokus pada pegawai tertentu untuk mendapatkan pengetahuan, keahlian, kemampuan atau kompetensi yang diperolehnya. Secara khusus

organisasi harus dapat mempertimbangkan bagaimana mentransfer keahlian dan pengetahuan dari satu ahli ke staff pemula. Organisasi harus dapat memanfaatkan secara efektif berbagai keahlian yang ada diorganisasi.

Hooff dan Hendrix (2014 dalam Setiawan 2012) mendefinisikan knowledge sharing sebagai sebuah proses yang mana indivdu-individu yang terlibat saling bertukan Knowledge dalam bentuk tacit dan explicit dan digunakan untuk

menciptakan knowledge baru. Senge (2009 dalam Setiawan 2012) menyimpulkan bahwa Knowledge sharing bukanlah tentang orang-orang yang memberikan sesuatu, atau mendapatkan sesuatu dari mereka tetapi knowledge sharing akan terjadi ketika orang benar-benar tertarik untuk membantu satu sama lain dalam mengembangkan kapasitas baru untuk tindakan.

Menurut David Gurteen (1998 dalam Muhamadiyah 2013) berbagi pengetahuan (Knowledge Sharing) merupakan suatu konsep yang

menggambarkan kondisi interaksi antar orang, bisa dua atau lebih, dalam bentuk proses komunikasi yang bertujuan untuk peningkatan dan pengembangan diri setiap organisasi. Fokus utama dari knowledge sharing adalah masing-masing individu yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan, dan mengkomunikasikan pengetahuan kepada orang lain, atau kelompok kerja didalam organisasi.

Knowledge sharing dapat terjadi diantara individu, di dalam dan diantara tim, antara unit organisasi, dan antara organisasi Glassop (2002 dalam Putra 2013).

Tsui et., al ( 2006 ) membagi Knowledge Sharing menjadi 2 bagian utama, yaitu : Kegiatan yang bertujuan untuk berbagi pengetahuan dan keahlian antara peneliti, pembuat kebijakan, penyedia layanan, dan pemangku kepentingan lainya untuk mempromosikan praktek berbasis bukti dan keputusan. Setelah itu, yang kedua adalah situasi dimana berbagi pengetahuan tidak memiliki tujuan yang ekplisit, mealinkan untuk penambahan pengetahuan dan keahlian bersama.

(3)

2.1.2 Faktor-Faktor Knowledge Sharing

Szulanski (2001 dalam Putra 2013) mengemukakan ada empat faktor- faktor yang mempengaruhi intensi knowledge sharing saat ini yaitu: mekanisme transfer knowledge sharing, sarana pendukung, budaya dan motivasi. Keempat variable ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan intensi knowledge sharing yang dilakukan oleh perusahaan.

1. Variabel mekanisme transfer

Mekanisme transfer adalah menggambarkan tingkat efektivitas pendistribusian pengetahuan yang lebih baik, dimana berkaitan dengan transfer pengetahuan melalui komunikasi, pengetahuan kepada karyawan yang sesuai dengan bidangnya serta setiap karyawan dituntut untuk berbagi informasi pengetahuan untuk kepentingan perusahaan.

2. Variabel sarana pendukung

Untuk meningkatkan intensi knowledge sharing maka diperlukan sarana-sarana yang disediakan oleh perusahaan dalam rangka memudahkan transfer pengetahuan yang dilakukan antar karyawan, yang berkaitan dengan penerapan sistem informasi mendukung dalam pelaksanaan knowledge sharing

3. Budaya

Budaya adalah kumpulan nilai-nilai yang harus selalu menjadi pegangan karyawan dalam perusahaan untuk memahami tindakan yang mana yang dipertimbangkan untuk diterima dan yang tidak diterima, sehingga dengan adanya budaya tersebut maka akan memudahkan dalam pelaksanaan intensi knowledge sharing

4. Faktor Motivasi

Motivasi adalah berkaitan dengan faktor-faktor yang memotivasi karyawan untuk mau membagi atau sharing pengetahuan yang dimiliki dengan sesama karyawan lainnya.

(4)

2.2 Employee Exchange Ideology

2.2.1 Definisi Ideology Exchange

Exchange Ideologi berbasis pada teori Social Exchange (SET). Social Exchange oleh Leonard (1996 dalam Suryani 2005) mengemukakan bahwa teori social exchange berbasis pada konsep interaksi sosial, struktur sosial dan konteks hubungan dalam masyarakat. Secara teoritis prinsip dasar teori ini adalah bahwa individu dalam berhubungan sosial dan berinteraksi berdasarkan pada penerimaan reward dan cost (keuntungan & dampak) yang akan diterima, apakah lebih baik memperoleh dampak namun mendapatkan reward yang lebih kecil ataupun sebaliknya. Dalam hal ini individu mengkalkulasi keuntungan dan dampak yang mungkin akan diterima.

Exchange ideology is defined as "the strength of an employee's belief that work effort should depend on treatment by the organization" (Eisenberger, Huntington, Hutchinson and Sowa,1986, p. 503). Eisenberger, Huntington, Hutchinson and Sowa, 1986 mendefinisikan Exchange Ideology sebagai suatu kekuatan dan keyakinan seorang karyawan yang bekerja, dengan tergantung pada perawatan organisasi.

Sze dan Angeline (2011, pg- 3987) “ said Social exchange theory (SET) provides the theoretical explanation why employees would choose to be more or less engaged in their jobs. The exchange ideology (EI) which is anchored on SET describes the extent to which employees would vary their engagement depending on their perceptions of support they receive from different sources. For example, if employees perceive they are valued and supported by their supervisors and organizations, they would reciprocate by being more involved in work that are related to their supervisors and organizations.”

mengemukakan Social Exchange Theory (SET) menyediakan penjelasan teoritis mengapa karyawan akan memilih untuk menjadi lebih terlibat dalam pekerjaan mereka. Exchange Ideology (EI) yang berbasis pada social exchange teori (SET) menjelaskan sejauh mana karyawan akan memiliki keterlibatan mereka,

tergantung pada bagaimana persepsi mereka terhadap dukungan yang diterima dari berbagai sumber. Misalnya, Karyawan akan merasa mereka dihargai dan didukung oleh perusahaan atau organisasi mereka. Mereka akan menjadi lebih

(5)

terlibat dalam pekerjaan yang berkaitan dengan perusahaan atau organisasi tersebut. Witt (1991 dalam Sze dan Angeline 2011) menunjukkan bahwa Ideologi Exchange memiliki hubungan erat antara karyawan, persepsi, dan lingkungan kerja mereka. Begitupula menurut Ladd dan Harry (2000 dalam Sze dan Angeline 2011) rekan kerja yang berbagi semangat persahabatan memiliki kemampuan lebih teliti ketika mereka melakukan Exchange ideology.

The work of Masterson et al (2000 in Mousa 2013) confirmed that thereis an important element to consider when regarding the exchange ideology; which is the quality of the exchange; such as allowing employees to make their own

decisions and work with autonomy under constructive feedback from their supervisors. The work of Masterson et al (2000 in Mousa 2013) menegaskan bahwa terdapat element penting untuk mempertimbangkan Exchange Ideology, yaitu : Kualitas pertukaran, seperti menbuat keputusan sendiri dan bekerja dibawah otonomi konstruktif dari perusahaan atau organisasi setempat.

Cropanzano and Mitchell, (2005) Define that “ Exchange ideology describes individual differences in reciprocity beliefs, as individuals can differ in terms of the extent to which they endorse the value of reciprocity. Exchange ideology is a personal

dispositional orientation that centres on a self-protecting reciprocity belief, as this belief stresses the felt obligation to reciprocate the organization (e.g., helping and care about the organization) only when the organization delivers adequate benefits to the employees. “

Cropanzano and Mitchell, (2005) Exchange ideology menjelaskan perbedaan individu dalam keyakinan hubungan timbal balik, sebagai individu seharusnya dapat memiliki perbedaan dalam hal sejauh mana mereka mendukung nilai timbal balik dalam organisasi. Exchange Ideology adalah pribadi dispotional yang berorientasi berpusat pada diri sendiri (misalnya membantu dan peduli terhadap organisasi) hanya ketika organisasi juga memberikam manfaat yang memadai terhadap karyawanya.

2.2.2 Dimensi Exchange Ideology

(6)

Sze dan Angeline (2011, pg- 3987) menjelaskan bahwa Exchange Ideology (EI) berbasis kepada social exchange teori (SET). Thibaut dan Kelley (1959) merupakan orang pertama yang memperkenalkan social exchange teori (SET). Ide dasar teori ini sangat sederhana. Pertama, setiap hubungan akan selalu melibatkan pertimbangan untung dan rugi dalam partisipannya. Keseimbangan antara reward dan cost akan menjadi faktor krisis dalam menentukan nilai suatu hubungan. Social Exchange Theory merupakan suatu teori yang menilai kepuasan dari kepentingan dua orang yang terlibat. Evaluasi dari bentuk hubungan ini adalah ketika orang menghitung nilai hubungan mereka dan membuat keputusan apakah akan tetap tinggal dalam hubungan itu atau pergi. Secara sistematis, teori pertukaran sosial dicetuskan oleh seorang ilmuwan sosial bernama George C.

Homans (1950-an) yang lebih memusatkan perhatiannya pada pertukaran hadiah (reward) dan biaya (cost) sekurang-kurangnya antara dua orang. Teori yang dikemukakannya lebih bercorak mikro-sosiologi karena menitikberatkan pada kebebasan aktor dan cenderung mengabaikan peran struktur atau institusi sosial dalam membentuk perilaku social (http://beasiswa.unair.ac.id/sites/default/files/perpanjangan

/2013/ki_M%20Khusna%20Amal_5064.pdf).

2.3 Employee Enggagment

2.3.1 Definisi Employee Enggagment

Engagement merupakan bentuk keterikatan antara anggota dengan organisasi mereka karena mereka senang melakukan pekerjaannya, mereka mendapatkan kepercayaan dari atasan, dan merasa kontribusi mereka dihargai dalam organisasi, lalu keterikatan itu diwujudkan dengan kontribusi yang melebihi dari apa yang diharapkan organisasi kepada mereka (PortalHR, 2012).

Dalam bukunya Albrecht ( 2010) menyatakan Employee engagement adalah suatu keadaan karyawan yang terlibat langsung secara psikologis dengan pekerjaannya. Karyawan akan terlibat secara fisik, kognitif, maupun secara emosional selama menunjukkan performanya di dalam bekerja

Employee engagement dilihat sebagai suatu kekuatan yang dapat memberikan motivasi bagi karyawan untuk meningkatkan kinerja pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan sebelumnya. Kekuatan tersebut dapat berupa komitmen, baik bagi perusahaan maupun pada pekerjaannya, dan juga berupa rasa memiliki

(7)

terhadap pekerjaan, perasaan bangga, usaha yang lebih dari biasanya, dan semangat dalam menyelesaikan pekerjaan Wellins & Concelman (dalam Endres

& Smoak 2008).

Peneliti Ketenagakerjaan Global Perrin/Perrin’s Global Workforce Study (2003 dalam Rachmawati 2010) mendefinisikan employee engagement sebagai kesediaan karyawan dan kemampuannya untuk berkontribusi dalam kesuksesan perusahaan secara terus menerus. Rasa keterikatan terhadap organisasi ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor emosional dan rasional berkaitan dengan pekerjaan dan pengalaman kerja secara keseluruhan.

Rachmawati (2013) menyimpulkan bahwa employee engagement adalah suatu keadaan ketika karyawan terlibat secara psikologis dengan pekerjaannya, baik secara fisik, kognitif, maupun emosional, sehingga karyawan akan memberikan usaha terbaik mereka dalam menyelesaikan pekerjaan, serta merasa sulit untuk melepaskan diri dengan pekerjaan yang dikarakteristikkan oleh vigor, dedication, dan absorption. Teori yang digunakan oleh Rachmawati (2010) adalah teori employee engagement menurut Schaufeli dan Bakker (2003) dengan menekankan adanya vigor, dedication, dan absorption dalam pemahaman mengenai

engagement.

2.3.2 Faktor Faktor Employee Engagement

Lockwood (dalam Smith & Markwick, 2009) menyatakan Engagement karyawan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat dikelompokkan menjadi 2 bentuk, yaitu faktor internal atau berasal dari dalam karyawan dan faktor eksternal yang berasal dari luar karyawan. Pada factor internal ada beberapa hal yang dapat

mempengaruhi tingkat engagement karyawan, diantaranya adalah latar belakang kehidupan karyawan (biografis), karakteristik kepribadian, kepercayaan karyawan terhadap perusahaan, perasaan bangga terhadap perusahaan, dan persepsi karyawan bahwa pekerjaan yang dilakukan merupakan hal yang penting, memiliki tujuan, serta memiliki makna bagi dirinya. Sedangkan hal-hal yang dapat mempengaruhi tingkat employee engagement berdasarkan faktor eksternal, yaitu budaya organisasi, gaya kepemimpinan, perhatian senior manajer terhadap keberadaan karyawan, reputasi perusahaan, kompensasi, kesempatan untuk mengembangkan karir karyawan, terbukanya kesempatan bagi karyawan untuk memberikan pendapat, hak karyawan untuk mengambil

(8)

keputusan, kualitas komunikasi antar anggota organisasi, tim kerja yang kompak dan saling mendukung, jelasnya jenis pekerjaan yang dilakukan, adanya sumber daya yang dibutuhkan karyawan untuk mendukung performansi, dan penyampaian nilai serta tujuan organisasi kepada karyawan

2.3.3 Dimensi Employee Engagement

Dimensi atau aspek-aspek dari employee engagement terdiri dari tiga (Schaufeli et al, 2003), yaitu:

1. Aspek Vigor

Vigor merupakan aspek yang ditandai dengan tingginya tingkat kekuatan dan resiliensi mental dalam bekerja, keinginan untuk berusaha 13 dengan sungguh- sungguh di dalam pekerjaan, gigih dalam menghadapi kesulitan (Schaufeli &

Bakker, 2003).

2. Aspek Dedication

Aspek dedication ditandai oleh suatu perasaan yang penuh makna, antusias, inspirasi, kebanggaan dan menantang dalam pekerjaan. Orang-orang yang memiliki skor dedication yang tinggi secara kuat menidentifikasi pekerjaan mereka karena menjadikannya pengalaman berharga, menginspirasi dan

menantang. Disamping itu, mereka biasanya merasa antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka. Sedangkan skor rendah pada dedication berarti tidak

mengidentifikasi diri dengan pekerjaan karena mereka tidak memiliki pengalaman bermakna, menginspirasi atau menantang, terlebih lagi mereka merasa tidak antusias dan bangga terhadap pekerjaan mereka (Schaufeli dan Bakker, 2003).

3. Aspek Absorption

Aspek absorption ditandai dengan adanya konsentrasi dan minat yang mendalam, tenggelam dalam pekerjaan, waktu terasa berlalu begitu cepat dan individu sulit melepaskan diri dari pekerjaan sehingga dan melupakan segala sesuatu disekitarnya, (Schaufeli & Bakker, 2003). Orang-orang yang memiliki skor tinggi pada absorption biasanya merasa senang perhatiannya tersita oleh pekerjaan, merasa tenggelam dalam pekerjaan dan memiliki kesulitan untuk memisahkan diri dari pekerjaan. Akibatnya, apapun disekelilingnya terlupa dan

(9)

waktu terasa berlalu cepat. Sebaliknya orang dengan skor absorption yang rendah tidak merasa 14 tertarik dan tidak tenggelam dalam pekerjaan, tidak memiliki kesulitan untuk berpisah dari pekerjaan dan mereka tidak lupa segala sesuatu disekeliling mereka, termasuk waktu (Schaufeli & Bakker, 2003)

2.4 Kerangka Berfikir

Salah satu elemen terpenting didalam mencapai keunggulan yang kompetitif didalam perusahaan adalah karyawan (SDM). Wibowo (2006 dalam Handayani 2012) menyatakan banyak manajer menyadari bahwa sebuah perusahaan akan sunguh-sunguh memiliki keungulan kompetitif, hal tersebut bergantung pada karyawan-karyawan yang ada didalamnya. Semua anggota perusahaan perlu untuk diikutsertakan dan berperan aktif dalam mencapai keberhasilan perusahan. Untuk memiliki keungulan kompetif suatu perusahaan bergantung terhadap karyawan yang terdapat didalamnya.

Penelitian Matzler et. al., (2008 dalam Tarigan et., al 2013) menyatakan bahwa berbagi pengetahuan sangat penting bagi individu didalam suatu organisasi untuk dapat mengembangkan keahlian dan kompetensi, meningkatkan nilai bagi organisasi, dan dapat menjaga daya saing sebab inovasi didapatkan berasal dari berbagi pengetahuan antara orang personal di dalam organisasi. Peng Lin (2007) menyatakan bahwa prilaku berbagi pengetahuan (knowledge sharing) individu dalam sebuah organisasi bersamaan menggunakan Exchange Ideology sebagai moderator. Secara khusus Knowledge sharing dapat dipengaruhi oleh rekan kerja yang terdiri dari orang-ke-orang yang saling menerima kecocokan dan saling ketergantungan tugas. Beberapa penelitian telah menjelaskan hubungan antara Knowledge Sharing dengan Exchange Ideology, namun belum menemukan hasil yang positif maupun signfikan. Maka dibutuhkan variable moderator engagement untuk melihat lebih jauh pengaruh antara Employee Exchange Ideology dengan Knowledge Sharing. Engagement merupakan bentuk keterikatan antara anggota dengan organisasi mereka karena mereka senang melakukan pekerjaannya,

(10)

mereka mendapatkan kepercayaan dari atasan, dan merasa kontribusi mereka dihargai dalam organisasi, lalu keterikatan itu diwujudkan dengan kontribusi yang melebihi dari apa yang diharapkan organisasi kepada mereka (PortalHR, 2012).

Dari kajian teori dan literatur, maka kerangka penelitian ini tujuan peneliti adalah ingin melihat pengaruh antara kedua variable Employee Exchange Ideology dengan Knowledge sharing yang dimoderatori oleh Engagment

i

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

2.5 Hipotesis

Ho : Tidak ada peranan antara Employee Exchange Ideology dengan

Knowledge sharing yang dimoderatori oleh Engagement

Ha : Adanya peranan antara Employee Exchange Ideology dengan Knowledge sharing yang dimoderatori oleh Engagement

Employee Exchange Ideology

Knowledge Sharing

Employee Engagement

(11)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir  2.5  Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dimotivasi oleh penelitian terdahulu diantaranya yaitu penelitian (Susilowati, 2016), hasil penelitian menunjukan bahwa motivasi berpengaruh positif

No Ka NIK NAMA TGL LAHIR VERIVIKASI

Investor yang rasional tentu mengharapkan portofolio investasinya adalah portofolio yang optimal (Jogiyanto, 2009:299).Investasi dalam bentuk portofolio saham tersebut

Dengan basis pengetahuan dan kemampuan untuk menarik kesimpulan menggunakan inferensi, komputer dapat disejajarkan sebagai alat bantu yang dapat digunakan secara praktis

♦ Klik Minimum Cost Method (jika memilih ini, maka program akan mengerjakan dengan metode Minimum Cost Method.. ♦ Klik Vogel’s approximation Method (jika memilih ini, maka

Betapapun besarnya likuiditas atau solvabilitas suatu perusahaan, kalau perusahaan tersebut tidak mampu menggunakan modalnya secara efisien atau tidak mampu memperoleh laba

Berdasarkan hasil wawancara oleh peneliti bahwa produktivitas bukan hanya dilihat dari aspek ratio input dan output berkas tetapi dilihat dari kedisiplinan para

Efektivitas teknik restrukturisasi kognitif untuk mereduksi kecemasan komunikasi pada remaja: penelitian pra-eksperimen terhadap peserta didik kelas X SMA Pasundan 2