• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIMBINGAN AGAMA DALAM MENINGKATKAN PERILAKU KEAGAMAAN DI MAJELIS TAKLIM NURUL FALAH DESA KALIASIN KABUPATEN TANGERANG. Skripsi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BIMBINGAN AGAMA DALAM MENINGKATKAN PERILAKU KEAGAMAAN DI MAJELIS TAKLIM NURUL FALAH DESA KALIASIN KABUPATEN TANGERANG. Skripsi"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

NURUL FALAH DESA KALIASIN KABUPATEN TANGERANG

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Disusun Oleh:

Siti Nining Muniroh 11160520000040

JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2021

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Siti Nining Muniroh, NIM 1116052000040, Bimbingan Agama Dalam Meningkatkan Perilaku Keagamaan Di Majelis Nurul Falah Desa Kaliasin Kabupaten Tangerang. Skripsi ini dibimbing oleh M. Jufri Halim, M.Si.

Majelis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan diniyah non formal yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt dan akhlak mulia bagi jamaahnya, serta mewujudkan rahmat bagi alam semesta. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses bimbingan agama dalam meningkatkan perilaku keagamaan pada jamaah serta apakah bimbingan agama mampu meningkatkan perilaku keagamaan para jamaah.

Metodologi penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitataif dengan menggunakan pendekatan deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Juga dari referensi buku, jurnal dan lembaga yang terkait dengan majelis taklim.

Hasil penelitian ini bahwa proses bimbingan dilakukan dengan membangun hubungan, mengeksplorasi masalah, mengambil tindakan, dan menindak lanjuti tindakan. Bimbingan agama rutin setiap hari sabtu pukul 07.30-10.00 WIB yang diawali dengan bersholawat, membaca hadarat dan yasin, asmaul husna, bimbingan Al-Qur’an, dan bimbingan agama yang menggunakan metode Bandongan (komunikasi langsung) dan ceramah. Jika bimbingan agama dilakukan terus menerus dan dipahami serta diamalkan senantiasa berada dalam lindungan Allah swt dan mendapatkan ketenangan jiwa. Dalam suatu bimbingan metode penyampaian menjadi bagian yang sangat penting karena metode penyampaian terkait dengan bagaimana seorang pembimbing menyampaikan materi kepada seorang atau sekelompok orang yang dibimbing. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kemampuan dalam mengingat dan mengamalkan materi bimbingan agama tentang ajaran-ajaran Islam yang berisikan aturan-aturan yang harus di taati oleh seorang muslim yang secara garis besar ruang lingkupnya Aqidah, Syariah dan Akhlak.

Kata Kunci : Bimbingan Agama, Perilaku Keagamaan, Majelis Taklim

(6)

ii

Yang telah mencurahkan rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Bimbingan Agama dalam Meningkatkan Perilaku Keagamaan di Majelis Taklim Nurul Falah Desa Kaliasin Kabupaten Tangerang”. Sholawat teriring salam tak lupa penulis curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan ke zaman terang benderang seperti sekarang ini.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana Sosial bagi mahasiswa program S1 pada program studi Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam menulis karya ilmiah ini, karena keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan penulis serta kemampuan penulis.

Oleh karenanya, penulis mengucapkan terimakasih sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terutama kedua orang tua penulis Ayahanda (Saryadi) dan Ibunda (Asiah) atas do’a, kasih sayang, semangat dan pengorbanan serta ketulusan dalam mendampingi penulis. Selain itu penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak atas segala bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu rasa terimakasih ini penulis sampaikan kepada:

1. Bpk Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. Siti Napsiyah, S.Ag, BSW, MSW selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Dr. Shihabuddin N, M.Ag selaku

(7)

iii dan Ilmu Komunikasi.

2. Bpk Ir. Noor Bekti Negoro, SE., M.Si., selaku Ketua Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam.

3. Ibu Artiarini Puspita Arwan, M.Psi selaku Sekretaris Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam.

4. Bpk Jufri Halim, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa meluangkan waktu, tenaga dan fikirannya untuk selalu memberikan saran dan masukkannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

5. Seluruh Dosen dan Staff di Lingkungan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya bagi Dosen Program Studi Bimbingan Penyuluhan Islam yang tidak bisa diucapkan satu persatu oleh penulis, yang telah sabar mendidik, memberikan pengajaran, membagikan ilmunya kepada seluruh mahasiswa khususnya penulis pribadi selama menempuh pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Pimpinan dan seluruh karyawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Ilmmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan fasilitas untuk mendapatkan referensi dalam menyusun skripsi.

7. Ibu Muryanah selaku Ketua Majelis Taklim Nurul Falah, yang telah memberikan izin melakukan penelitian di lembaga Majelis Taklim Nurul Falah. Pembimbing Agama yakni Ibu Ustadzah Hj. Masitoh dan Ibu Ustadzah Maryati yang selalu sabar dan ikhlas dan penuh kesungguhan dalam memberikan informasi kepada penulis.

(8)

iv

9. Teruntuk seluruh sahabat dan kerabat penulis Siti Masripah, Salsa Nabila, Alfina Cristanti, Krisdayanti, Adelia Pratiwi Dewini, Kak Maryam, Maulidya, Adji Wiguna Jaya, yang selalu sabar dan setia menemani dan membantu penulis dalam menyusun skripsi ini serta berproses memperoleh gelar sarjana.

10. Sahabat dan kerabat penulis teman-teman Dompet Dhuafa yaitu Nandrianto Suparno, Try Ardiansyah, Mas Majid, Mas Tyo, Mas Anto, Kak Firdaus, Kak Hasan, Kak Mega Permata Sari, Kak Rini Karsinah, Kak Dhea Vannisa, Kak Faisal yang telah mendukung dan menyemangati selama kuliah dan penelitian.

11. Seluruh keluarga besar Bimbingan dan Penyuluhan Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terutama angkatan 2016 yang telah memberi banyak pengetahuan, pengalaman, dan menemani penulis baik suka maupun duka dan menjadi teman untuk bertukasr pikiran.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan pahala, keberkahan, dan Karunia-Nya kepada semua pihak yang terlibat.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan kesalahan dari segi penulisan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi para pembaca khususnya bagi keluarga besar Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam.

Ciputat, 27 Februari 2021

Penulis

(9)

v LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan dan Manfaat ... 7

E. Tinjauan Kajian Terdahulu ... 8

F. Metodelogi Penelitian ... 10

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II LANDASAN TEORI A. Bimbingan Agama ... 17

B. Perilaku Keagamaan ... 30

C. Majelis Taklim ... 38

D. Kerangka Berfikir ... 41

BAB III GAMBARAN UMUM MAJELIS TAKLIM NURUL FALAH A. Sejarah Singkat Majelis Taklim Nurul Falah ... 43

B. Profil Majelis Taklim ... 44

(10)

vi

E. Program Kegiatan ... 45 F. Pembimbing Agama ... 46 BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Identifikasi Informan ... 48 B. Temuan Penelitian ... 51 BAB V PEMBAHASAN

A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan Agama dalam Meningkatkan Perilaku Keragaman di Majelis

Taklim Nurul Falah ... 68 B. Analisis Dampak Bimbingan Agama dalam

Meningkatkan Keagamaan di Majalis Taklim Nurul Falah ... 73 BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 76 B. Implikasi ... 77 C. Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Majelis taklim adalah sebagai sarana pembentuk akhlak dan kepribadian yang luhur memiliki fungsi sebagai stabilisator dari seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam, maka sudah seharusnya kegiatan-kegiatan yang bernuansa islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat. Selain pembentuk akhlak dan kepribadian, majelis taklim juga sarana bimbingan agama yang masyarakat butuhkan. Di Indonesia kegiatan pengajian atau bimbingan agama sudah ada sejak pertama Islam datang. Ketika itu pun dilaksanakan dari rumah ke rumah, surau ke surau, dan masjid ke masjid. Para wali dan penyiar Islam ketika itu telah menjadikan pengajian untuk menyebarkan dakwah Islam dalam masyarakat. Kegiatan semacam inilah yang pada gilirannya pula telah menjadi cikal bakal berdirinya Muhammadiyah 1912 di Yogyakarta, Persatuan Islam 1924 di Bandung, dan berbagai organisasi kemasyarakatan Islam lainnya.1

Majelis taklim juga salah satu lembaga dakwah yang memiliki peran strategis dalam pembinaan dan peningkatan pemahaman, pengamalan ajaran islam, kualitas hidup bagi umat Islam sesuai tuntunan ajaran agama. Selain itu, majelis taklim juga berperan untuk meningkatkan kualitas hidup secara integral baik lahiriyah maupun batiniyah, duniawiyah dan ukhrawiyah sesuai dengan tuntunan ajaran

1 Muhsin MK, Manajemen Majelis Taklim Petunjuk Praktis Pengelolaan dan Pembentukannya, (Jakarta: Pustaka Intermasa, 2009), hlm 4

(12)

agama islam. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2019 tentang Majelis Taklim.2

Menghadiri pelayanan atau bimbingan agama bagi setiap individu adalah suatu kegiatan yang bermanfaat, misalnya pengajian ibu-ibu setiap hari sabtu di Majelis Taklim Nurul Falah yang dipimpin oleh Ibu Muryanah dan pembimbing agama yaitu Ustadzah Hj Masitoh dan Ustadzah Maryati. Materi yang disampaikan adalah Mempelajari Ilmu Tajwid, pembacaan Al-Qur’an, memaknai bacaan Al-Qur’an, tauhid, aqidah, akhlak, sejarah Islam, fiqih, dan membangun rumah tangga sesuai syari’at Islam serta prilaku dimasyarakat sesuai syariat islam yang mencakup pada ruang lingkup Akidah, Syariah dan Akhlak dengan merlandaskan kitab Al-Qur’an dan As-Sunnah yang didukung dengan beberapa kitab kuning. Dengan demikian pengajian tersebut dapat diartikan sebagai tempat atau wadah bagi para jamaah atau umat Islam dalam meningkatkan perilaku keagamaan dan memahami ajaran- ajaran agama Islam.

Keberadaan majelis taklim juga dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi masyarakat, khususnya yang berkaitan dengan perilaku keagamaan. Baik yang berkaitan dengan ibadah mahdoh, seperti ibadah sholat, bersuci, puasa, maupun dengan ibadah ghair mahdoh, seperti shodaqoh, tolong menolong, dan menjalin silaturahmi dengan sesama makhluk ciptaan Allah swt.

Perilaku menurut Hasan Langgulung adalah aktivitas yang dibuat oleh seseorang yang dapat disaksikan dalam kenyataan sehari-hari.

Dalam ilmu sosiologi dapat dikatakan “action” artinya rangkaian atau tindakan. Perilaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku

2 https://dki.kemenag.go.id

(13)

manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk berkebutuhan yang berwujud dalam tindakan.3

Menurut Shihab agama adalah hubungan antara makhluk dengan Tuhannya, yang berwujud ibadah dan dilakukan dalam sikap keseharian.4 Agama merupakan tumpuan dan harapan sosial yang dapat dijadikan problem solving terhadap berbagai situasi yang disebabkan oleh manusia sendiri. Ajaran agama juga memuat norma- norma yang dijadikan pedoman oleh pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut mengacu pada pencapaian nilai luhur yang mengacu pada pembentukan kepribadian dan keserasian hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan pada Sang Pencipta.

Maka akan munculnya sebuah perilaku keagamaan ketika perbuatan atau tindakan yang didasari oleh nilai-nilai agama ataupun dalam proses melaksanakan aturan-aturan yang sudah ditentukan oleh agama dan meninggalkan segala yang dilarang oleh agama.

Perilaku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai-nilai agama yang diyakininya. Perilaku keagamaan pada umumnya didorong oleh adanya suatu sikap keagamaan yang merupakan keadaan yang ada pada diri seseorang.

Menurut Abdul Aziz Ahyadi perilaku keagamaan atau disebut tingkah laku keagamaan merupakan pernyataan atau ekspresi kehidupan kejiwaan manusia yang dapat diukur, dihitung dan dipelajari yang

3 Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta: Al-Husna, 1996), hlm 21

4 Pusat Bahasa Departement Republika, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Parsero Balai Pustaka, 2005), hlm 12

(14)

diwujudkan dalam kata-kata perbuatan atau tindakan jasmaniah yang berkaitan dengan pengalaman ajaran agama Islam.5

Perilaku keagamaan yang ditampilkan seseorang pada umumnya merupakan cerminan dari pemahaman seseorang terhadap agamanya.

“perilaku berarti meliputi kegiatan atau aktifitas yang melibatkan aspek motorik, kognitif, dan emosional.” Sedangkan perilaku keagamaan adalah segala aktivitas manusia dalam kehidupan didasarkan atas nilai- nilai agama yang diyakininya.6 Agama dalam kehidupan manusia berfungsi sebagai suatu sistem nilai dan pengaruh terhadap sikap pemeluknya. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran agama menjadi acuan dalam bersikap dan bertingkah laku agar sejalan dengan tuntunan agamanya. Oleh karena itu pemahaman ajaran agama pada diri seseorang akan berimplikasi sikap dan tingkah laku seseorang.

Bimbingan agama merupakan proses pemberian bantuan yang diberikan secara sistematis kepada individu atau kelompok agar dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya sendiri dalam upaya mengatasi berbagai permasalahan, sehingga individu tersebut dapat mengambil keputusan dan menentukkan jalan hidupnya sendiri.

Bimbingan agama dapat dilakukan dimana saja termasuk di majelis taklim.

Bimbingan dapat diberikan baik untuk menghindari ataupun mengatasi berbagai masalah atau kesulitan yang dihadapi oleh individu didalam kehidupannya. Dengan ini berarti bimbingan dapat diberikan baik untuk mencegah agar kesulitan itu tidak atau jangan timbul. Dan juga dapat diberikan untuk mengatasi berbagai kesulitan yang telah

5 Rohmalina Wahab, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo, 2015), hlm 161

6 Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2013), hlm 110

(15)

menimpa individu. Bimbingan dimaksudkan agar individu atau sekumpulan orang dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya, sesuai dengan petunjuk yang dikehendaki Allah swt.

Majelis Taklim Nurul Falah disamping sebagai tempat belajar agama non formal juga berarti sebagai tempat silaturahmi, menambah wawasan agama serta kemasyarakatan, bahkan majelis taklim juga termasuk tradisi, pembentuk solidaritas dan rekreasi sehat mengisi waktu luang. Memang, secara umum fungsi lembaga majelis taklim barulah sekitar pemberian penyuluhan tetapi perlu dicermati bahwa majelis taklim bukan hanya semata-mata tempat bertemu, bercanda, dan bersilaturahmi tetapi juga memiliki berbagai macam kegiatan diantaranya yaitu sebagai tempat pembinaan mempelajari agama dan meningkatkan pemahaman keagamaan, membangun persaudaraan Islam, perubahan mutu sosial, perubahan perilaku dalam keseharian, memperingati hari-hari besar Islam dan sebagainya. Bahkan tidak jarang hampir setiap tahun mengadakan ziarah kubur ke makam para wali.

Pengajian di Desa Kaliasin yang di ketuai oleh Ibu Muryanah yang menjadi salah satu pelopor pertama diadakannya Majelis Taklim Nurul Falah. Jama’ahnya pun dulu hanya para orang tua saja, namun seiring berjalannya waktu pengajian tersebut tidak hanya menampung lansia saja tetapi para ibu-ibu muda juga ikut serta dalam pengajian tersebut.

Dalam pelaksanaan bimbingan agama diharapkan pemimpin kegiatan bimbingan agama memiliki keterampilan tertentu mengingat kemampuan dan kondisi psikologis jamaah yang berbeda-beda.

Keberadaan Majelis Taklim Nurul Falah ini dengan membahas berbagai macam tentang ilmu agama, merupakan upaya dalam

(16)

meningkatkan perilaku keagamaan bagi masyarakat setempat. Dimana ada beberapa permasalahan yang terjadi terkait kurangnya pemahaman keagamaan masyarakat sehingga berdampak pada perilaku keagamaannya. Kurangnya pemahaman agama tersebut salah satunya dalam hal ibadah fardhu masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tata cara sholat yang benar, tata cara wudhu yang benar, kurang memahami bacaan-bacaan sholat, kurangnya dalam pemahaman bacaan Al-Qur’an, bahkan masih ada yang meremehkan dan meninggalkan sholat fardu, tidak jarang juga mereka tidak menunaikan zakat, dan bermasalah dengan tetangga sekitar. Masyarakat juga lebih mementingkan hal duniawi, seperti berbelanja, bergosip, dan sebagainya sehingga kewajiban yang seharusnya dikerjakan sebagai seorang hamba Allah SWT malah ditinggalkan. Adapun kegiatan yang dilaksanakan oleh para jamaah di Majelis Taklim adalah mengikuti kegiatan Majelis Taklim disetiap pertemuan, hadir tepat waktu pukul 07.30-10.00, sholawatan, hadarat, membaca Asmaul-husna, bimbingan agama atau penyampaian materi oleh ibu Ustadzah Hj Masitoh, bimbingan Al-Qur’an oleh Ustzadah Maryati, menyimak materi yang disampaikan dengan baik, dan menyimpulkan materi.

Berdasarkan uraian diatas, kegiatan di majelis taklim diharapkan dapat mendorong timbulnya pemahaman agama yang kuat, yang kemudian mendorong timbulnya perilaku keagamaan pada diri ibu-ibu khususnya dan umumnya bagi masyarakat setempat. Bimbingan agama melalui majelis taklim sangat bermanfaat bagi masyarakat, dengan salah satu tujuannya untuk meningkatkan perilaku keagamaan masyarakat sesuai syariat Islam. Untuk mengkaji lebih lanjut tentang bagaimana pelaksanaan dan apakah bimbingan agama dapat

(17)

meningkatkan perilaku keagamaan jamaah yang ada di Majelis Taklim Nurul Falah yang dipimpin oleh Ibu Muryanah maka penulis

mengambil tema “BIMBINGAN AGAMA DALAM

MENINGKATKAN PERILAKU KEAGAMAAN DI MAJELIS TAKLIM NURUL FALAH DESA KALIASIN KABUPATEN TANGERANG”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan agama dalam meningkatkan perilaku keagamaan di Majelis Taklim Nurul Falah?

2. Apakah bimbingan agama mampu meningkatkan perilaku keagamaan jamaah di Majelis Taklim Nurul Falah?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis berusaha untuk membatasi rumusan masalah yang akan diteliti agar lebih terfokus dan mempertegas lingkup pembahasan. Masalah yang dibahas dalam skripsi ini dibatasi pada proses pelaksanaan bimbingan agama dalam meningkatkan perilaku keagamaan dan apakah bimbingan agama dapat meningkatkan perilaku keagamaan jama’ah Majelis Taklim Nurul Falah desa Kaliasin, Kabupaten Tangerang

D. Tujuan dan Manfaat

Dengan adanya rumusan masalah diatas, maka diharapkan adanya kejelasan terhadap tujuan dan manfaat penulisan skripsi ini. Adapun tujuan dalam penelitian ini, yaitu:

(18)

1. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan bimbingan agama yang dilaksanakan di Majelis Taklim Nurul Falah.

2. Untuk mengetahui apakah bimbingan agama dapat meningkatkan perilaku keagamaan jamaah majelis taklim.

Berdasarkan tujuan dan rumusan masalah di atas, maka manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini sebagai penambah wawasan tersendiri bagi penulis tentang bagaimana cara menentukan metode bimbingan agama agar dapat meningkatkan prilaku keagamaan 2. Fakultas, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi

dokumen akademik yang bermanfaat untuk dijadikan bahan perbandingan dalam penelitian-penelitian selanjutnya.

3. Masyarakat, merupakan sumber referensi dan saran pemikiran bagi kalangan akademisi dan praktisi di dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan bermanfaat sebagai perbandingan bagi penelitian yang lain.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

1. Mita Permatasari. Peran Majelis Taklim Al-Hikmah dalam Membina Prilaku Keagamaan Warga RT 73 Kelurahan Kebumen Bunga Palembang. Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,UIN Raden Fatah Palembang.

Penelitian ini menganalisa peran dan kendala majelis taklim dalam membina perilaku keagamaan, yang hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kendala yang dihadapi majelis taklim al- Hikmah adalah modernisasi dan perkembangan teknologi yang menyebabkan ibu-ibu lebih memilih hal keduniawian daripada

(19)

mendatangi majelis taklim, adanya image bahwa pengajian itu kuno, majelis taklim hanya untuk ibu-ibu usia lanjut, kurangnya dukungan dari suami, dan faktor pekerjaan jamaah. Dan peran majelis taklim didalam membina perilaku terhadap lingkunnya tersebut bahwa dapat mempraktekkan ilmu agama yang dimiliki, mempererat silaturahim antar jamaah dan membina kader yang islami. Perbedaan penelitian yang akan penulis teliti dengan penelitian Mita Permatasari yaitu penulis akan meneliti mengenai proses pelaksanaan bimbingan agama yang ada di majelis taklim.

2. Fatma Inayah. Pengaruh Keaktifan Mengikuti Majelis Taklim Abudzar Al-Ghifari Terhadap Perilaku Keagamaan Ibu-Ibu Dusun Boyolali Kecamatan Batanghari. Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan 2018. Penelitian ini menganalisa pengaruh keaktifan mengikuti majelis taklim terhadap perilaku keagamaan ibu-ibu Dusun Boyolali. Hasil dari penelitian ini bahwa keaktifan mengikuti majelis taklim ternyata berpengaruh terhadap perilaku ibu-ibu setempat. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis teliti yaitu dari segi tepatnya berbeda dan dari segi penelitiannya juga berbeda, penulis ingin mengetahui dari segi proses pelaksanaan bimbingan agama yang ada di majelis taklim dalam meningkatkan perilaku keagamaan.

3. Okta Muslamida. Peranan Majelis Taklim Raudhatul Huda dalam Meningkatkan Perilaku keagamaan padaLanjut Usia (LANSIA) di Desa Datar Lebar Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan.

Jurusan Bimbingan Konseling Islam, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Raden Intan Lampung 2018. Penelitian ini menganalisa tentang peran majelis taklim dalam meningkatkan

(20)

perilaku keagamaan lansia. Sedangkan dalam penelitian yang penulis akan teliti mengenai proses pelaksanaan bimbingan agama dalam meningkatkan perilaku kegamaan.

F. Metodologi Penelitian

1. Metode dan Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak.7

2. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data-data dikumpulkam dari berbagai sumber yaitu:

a. Wawancara

Dalam penelitian ini, penulis melakukan wawancara langsung kepada pembimbing agama dan para jamaah lansia. Wawancara ini dilakukan secara terus menerus hingga penulis mendapatkan data yang akurat. Jenis wawancara yang penulis gunakan adalah wawancara terbuka yaitu suatu wawancara yang para subjeknya tahu bahwa mereka sedang diwawancarai dan mengetahui apa maksud dan tujuan diadakannya wawancara itu. Kemudian menggunakan wawancara terstruktur dimana wawancara

7 Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1998), cet 8, h. 63

(21)

yang pewawancaranya telah menciptakan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan.

b. Observasi

Pada penelitian ini pengumpulan data akan dilakukan menggunakan teknik observasi dimana penulis melakukan pengamatan langsung terhadap fenomena yang ada atau situasi yang erat kaitannya dengan tujuan penelitian.

c. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan pada penelitian ini bertujuan untuk pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen- dokumen, yaitu menggunakan data-data dan sumber-sumber yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas pada penelitian.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di Kp. Sukamulya Ds.

Kaliasin Kab. Tangerang-Banten. Menariknya, di Kp.

Sukamulya khususnya Majelis Taklim Nurul Falah belum pernah ada yang melakukan penelitian ditempat ini dan cara bimbingan dilakukan ketika individu atau sekelompok orang yang merasa kesulitan atau memiliki masalah dengan cara menemui pembimbing agama/ustadzah setelah selesai pengajian atau melalui sambungan telepon, pada penelitian ini para jamaah masih minim akan pengetahuan keagamaan seperti pengetahuan tentang sholat, yang membatalkan sholat, kurang nya pengetahuan tentang membaca Al-Qur’an (ilmu tajwid), masih menggunjing, bermasalah dengan tetangga sekitar dan lain sebagainya. Maka, peneliti tertarik meneliti proses

(22)

pelaksanaan bimbingan agama dan apakah bimbingan agama dapat meningkatkan perilaku keagamaan di majelis Nurul Falah Kabupaten Tangerang

4. Subjek dan Objek Penelitian

Dalam penelitian ini subjek nya yaitu pembimbing agama atau Ustadzah yang terdiri 2 orang pembimbing agama, dan 7 jamaah sedangkan objek penelitian bagaimana proses pelaksanaan bimbingan agama di Majelis Taklim Nurul Falah dan apakah bimbingan agama mampu meningkatkan perilaku keagamaan jamaah di Majelis Taklim Nurul Falah.

5. Sumber Data

1. Data primer, yaitu data yang berasal langsung dari sumbernya, baik dari pembimbing agama, dan para jamaah 2. Data sekunder, yaitu data tidak langsung berupa dokumen-

dokumen yang dapat menunjang kelengkapan data untuk penelitian.

6. Analisis Data

Analisis data kualitatif, Bogdan dalam buku Sugiyono menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mulai dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.8

Pada bagian proses analisis data dalam penelitian ini:

a. Data Reduction (Reduksi Data)

8 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), (Bandung:

Alfabeta, 2017), Cet ke-9. H. 332

(23)

Data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci.

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, dan memfokuskaan pada hal-hal yang penting.

Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah penelitian untuk mengumpulkan data selanjutnya.

b. Data Dsiplay (Penyajian Data)

Setelah data reduksi maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penyajian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kualifikasi dan sejenisnya. Dalam hal ini, Miles dan Huberman menyatakan yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Menyajikan data adalah kegiatan mengorganisasikan hasil reduksi dengan cara menyusun secara naratif sekumpulan informasi yang telah diperoleh dari hasil reduksi sehingga dapat memberikan kemungkinan penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan mendisplay data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya disarankan dalam mendisplay data selain dengan teks naratif juga berupa grafik,matrik, network dan chart.

(24)

c. Conlusion Drawing/Verification (Menarik Kesimpulan) Langkah selanjutnya dalam menganalisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Menarik kesimpulan dan verifikasi data adalah memberi kesimpulan terhadap hasil penafsiran data evaluasi yang mencakup pencarian makna data serta memberikan penjelasan selanjutnya.9

7. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan berpedoman pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) yang disusun oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta berdasarkan Keputusan Rektor Tahun 2017.

G. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini sistematika penulisan dibagi kedalam enam bab yang mengacu kepada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017.

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan ini berisikan tentang keseluruhan bab yang ada pada skripsi. Bab I terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Masalah, Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodelogi Penelitian, Sistematika Penulisan

9 Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2010)

(25)

BAB II LANDASAN TEORI

Landasan teori berisikan tentang pengertian-pengertian yang dibahas dalam skripsi ini diantaranya, pengertian bimbingan agama, tujuan bimbingan agama, fungsi bimbingan agama, metode bimbingan agama, bentuk bimbingan, pengertian perilaku keagamaan, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku keagamaan, aspek-aspek perilaku keagamaan, pengertian majelis taklim, fungsi dan tujuan majelis taklim, metode majelis taklim.

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

Gambaran umum ini berisikan tentang sejarah berdirinya, visi, misi, tujuan mengikuti majelis taklim, struktur organisasi, dan proses bimbingan agama.

BAB IV DATA INFORMASI DAN TEMUAN PENELITIAN Dalam bab ini membahas tentang temuan data yang terdiri dari pelaksanaan bimbingan agama dalam meningkatkan perilaku keagamaan di Majelis Taklim Nurul Falah.

BAB V PEMBAHASAN

Pembahasan dan analisis data dari hasil penelitian mengenai bimbingan agama dalam meningkatkan perilaku keagamaan di Majelis Taklim Nurul Falah.

(26)

BAB VI PENUTUP

Pada bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian bimbingan agama dalam meningkatkan perilaku keagamaan di Majelis Taklim Nurul Falah.

(27)

17 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Bimbingan Agama

1. Pengertian Bimbingan Agama

Secara etimologi (harfiah), kata bimbingan merupakan terjemahan dari bahasa inggris “Guidance” yang berarti menunjukkan, memberikan jalan, menuntun, bantuan, arahan, pedoman, dan petunjuk. Pengertian yang lebih utuh dari kata bimbingan adalah usaha membantu orang lain dengan mengungkapkan dan membangkitkan potensi yang dimiliki.

Sehingga dengan potensi itu, ia akan memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya secara wajar dan optimal, yakni dengan cara memahami dirinya, mengenal lingkungannya, mengarahkan dirinya, mampu mengambil keputusan untuk hidupnya, dan dengannya ia akan dapat mewujudkan kehidupan yang baik, berguna dan bermanfaat di masa kini dan di masa yang akan datang.1

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bimbingan adalah petunjuk untuk mengerjakan sesuatu, tuntunan atau pimpinan.2 Menurut W.S Wingkel memaparkan bimbingan berarti pemberian bantuan kepada sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntunan-tuntunan hidup. Bantuan ini

1 M. Lutfi, Dasar-dasar Bimbingan dan Penyuluhan (Konseling), (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2008), h. 6

2 Tim Penyusun Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), Cet. Ke-3, h. 152

(28)

bersifat psikis (kejiwaan) bukan pertolongan finansial, media, dan lain sebagainya. Dengan adanya bantuan ini, seseorang akhirnya dapat mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya sekarang dan menjadi lebih mapan untuk menghadapi masalah yang akan dihadapinya kelak.3

Secara harfiah “bimbingan” adalah menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun orang lain kearah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya dimasa kini, dan masa mendatang. Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata bahasa Inggris Guidance yang berasal dari kata kerja “to guide” yang berarti menunjukkan.4

Adapun definisi para ahli tentang bimbingan sebagai berikut:

a. Crow and Crow mengungkapkan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki kepribadian baik dan pendidikan yang memadai, kepada individu dari setiap usia, untuk menolongnya mengemudikan kegiatan-kegiatan hidupnya sendiri dan memikul bebannya sendiri.5

b. Rochman Natawidjaja, mengatakan bahwa bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup untuk mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai

3 W. S Winkel, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah Menengah, (Jakarta:

Gramedia, 1989), h. 17

4 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT GOLDEN TERAYON PRESS, 1982), h. 1

5 M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam, (Jakarta:

Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6

(29)

dengan tuntutan dan keadaan lingkungan keluarga, masyarakat serta kehidupan pada umumnya.6

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan merupakan pemberian bantuan yang menitik beratkan kepada psikis atau kejiwaan seseorang atau sekelompok orang sehingga mereka dapat memecahkan masalahnya sendiri. Untuk mengatasi segala kesulitan hidup atau masalah yang dialami jiwa seseorang harus dibangkitkan kembali, sehingga dapat menjadi pendorong terhadap kemampuan dirinya dalam mengatasi kesulitan hidup tersebut. Dengan demikian, diharapkan ia akan tegak kembali dan kembali sadar sebagai pribadi yang harus mengarungi kehidupan nyata baik di masyarakat maupun di lingkungannya.

Pengertian agama sebagai satu istilah yang kita pakai sehari- hari sebenarnya bisa dilihat dari 2 aspek yaitu:

a. Aspek Subjektif (pribadi manusia). Agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwai oleh nilai- nilai keagamaan berupa getaran batin, yang dapat mengatur dan mengarahkan tingkah laku tersebut kepada pola hubungan dengan masyarakat serta alam sekitar. Dari aspek inilah manusia dengan tingkah lakunya itu merupakan perwujudan dari pola hidup yang telah membudaya dalam batinnya, dimana nilai-nilai keagamaan telah membentuknya menjadi rujukan dari sikap dan orientasi hidup sehari-hari.

b. Aspek Objektif (doktrinair). Agama dalam pengertian ini mengandung nilai-nilai ajaran Tuhan yang bersifat menuntun

6 M. Lutfi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan (konseling) Islam, (Jakarta:

Lembaga Penelitian Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 6

(30)

manusia kearah tujuan yang sesuai dengan kehendak ajaran tersebut. Agama dalam pengertian ini belum masuk kedalam batin manusia atau belum membudaya dalam tingkah laku manusia. Oleh karena itu, secara formal agama dilihat dari aspek objektif dapat diartikan sebagai peraturan yang bersifat illahi (dari Tuhan) yang menuntun orang-orang berakal budi kearah ikhtiar untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat.7

Bahasa sansakerta yang menjadi asal perkataan agama, termasuk dalam rumpun bahasa Indonesia-Jerman, serumpun dengan bahasa Belanda dan Inggris. Dalam bahasa Belanda kita temukan kata-kata “ga, gaan” dan dalam bahasa Inggris kata “go”

yang artinya sama dengan “gam” yaitu pergi. Namun setelah mendapat awalan dan akhiran “a” pengertiannya berubah menjadi jalan.8

Menurut Zakiah Darajat agama adalah kebutuhan jiwa atau psikis manusia yang akan mengatur dan mengendalikan sikap, pandangan hidup, kelakuan atau sikap dan cara menghadapi tiap- tiap masalah.9 Jadi agama berasal dari beberapa bahasa yang dapat kita simpulkan bahwa agama adalah suatu jalan, pedoman hidup yang telah mereka percayai sejak kecil.

Menurut H.M Arifin, bimbingan agama dapat diartikan sebagai usaha pemberian bantuan kepada seseorang yang

7 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT GOLDEN TERAYON PRESS, 1982), h. 2

8 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), h. 35

9 Zakiah Darajat, Pendidikan Agama dan Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h. 52

(31)

mengalami kesulitan baik lahiriah maupun batiniah yang menyangkut kehidupannya dimasa kini dan masa mendatang.

Bantuan tersebut berupa pertolongan dibidang mental dan spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasinya dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri melalui dorongan dan kekuatan iman dan taqwanya kepada Tuhannya.10

Dari beberapa pengertian diatas maka bimbingan agama merupakan suatu bentuk bantuan atau usaha pemberian bantuan kepada seseorang atau sekelompok orang yang mengalami kesulitan baik lahiriyah maupun batiniyah. Usaha pemberian bantuan yang menggunakan pendekatan ajaran agama yaitu ajaran agama Islam baik dari segi materi maupun metodenya, yang bertujuan agar mereka kembali kepada fitrahnya dan bisa mengoptimalkan nilai- nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Hadits dikehidupan sehari-hari.

2. Proses Bimbingan Konseling

Schmidt merumuskan proses bimbingan konseling, yaitu:11 a. Membangun hubungan, beberapa bentuk komunikasi yang

dapat konselor atau pembimbing lakukan terhadap konseli atau terbimbing. Pada tahap ini terdapat empati, kepedulian, penghargaan dan genuine.

b. Mengeksplorasi masalah, konselor/pembimbing pada tahap ini menggunakan teknik, strategi dan pendekatan tertentu yang telah dipilihnya.

10 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama.

(Jakarta: Golden Terayon Press, 1982), hlm 2

11 J. John Schmidt, Counseling in Schools : Comprehensive Programs of Responsive Service for All Student. (Boston : Person, 2008), hlm 163-165

(32)

c. Mengambil tindakan, konselor dan konseli pada tahap ini mewujudkan secara nyata tujuan yang telah mereka susun dan pilih pada sebelumnya.

d. Mengakhiri hubungan, konselor dan konseli mencapai poin terakhir yaitu mengakhiri sesi konseling atau bimbingan setelah sudah ada tindakan.

e. Melakukan tindak lanjut setelah pelaksanaan layanan konseling.

3. Tujuan Bimbingan Agama

Sering kali manusia mengalami naik turunnya iman dan takwa, dan mengalami segala macam hambatan hidup yang dijalani. Maka, manusia memerlukan dorongan agar selalu memperkokoh iman dalam hatinya sehingga dapat melalui segala macam rintangan dalam kehidupan, salah satunya dengan bimbingan agama. Ainur Rahim Faqih membagi tujuan bimbingan agama yaitu:

1. Tujuan Umum, membantu seseorang guna mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat kelak.

2. Tujuan Khusus

a. Membantu individu agar tidak kesulitan menghadapi masalah, dengan kata lain pembimbing berusaha untuk membantu mencegah jangan sampai indvidu kesulitan menghapi atau menemui masalah.

b. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik menjadi lebih baik.12

12 Ainur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), h. 36

(33)

4. Fungsi Bimbingan Agama

Ainur Rahim Faqih merumuskan beberapa fungsi bimbingan agama yaitu:

a. Fungsi Preventif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

b. Fungsi Kuratif atau Korektif, yaitu membantu individu memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

c. Fungsi Preservatif, yaitu membantu individu agar situasi yang semula tidak baik menjadi lebih baik dan kebaikan itu bertahan lama.

d. Fungsi Develompent atau pengembangan, yaitu membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik, sehingga tidak memungkinkannya menjadi sebab masalah baginya.13

5. Metode Bimbingan Agama

Untuk keberhasilan bimbingan agama maka diperlukan beberapa metode yang digunakan yaitu:

a. Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan suatu teknik atau metode didalam bimbingan dengan cara penyajian atau penyampaian informasinya melalui penerangan dan penuturan secara lisan oleh pembimbing terhadap yang dibimbing. Pembimbing juga sering menggunakan alat bantu seperti gambar, kitab, dan alat lainnya. Metode ini sering dipakai dalam bimbingan agama

13 Fiqih Amalia (2018), Bimbingan Agama dalam Upaya Mengatasi Perilaku Bullying Anak di Panti Asuhan Surya Mandiri Way Halim Bandar Lampung, Skripsi, Lampung: UIN Raden Intan, hlm 21-22

(34)

yang banyak diwarnai dengan ciri karakteristik bicara seorang pembimbing pada kegiatan bimbingan agama. Metode ini pembinaannya dilakukan komunikasi secara langsung.

b. Metode Cerita

Metode cerita merupakan suatu cara penyampaian dalam bentuk cerita. Cerita merupakan media yang efektif untuk menambahkan nilai-nilai akhlak yang baik sekaligus karakter sesuai dengan nilai religi yang disampaikan dan pada akhirnya dapat membentuk sebuah kepribadian. Islam menyadari sifat alamiah manusia untuk menyenangi cerita yang pengaruhnya besar terhadap perasaan. Oleh karena itu, metode cerita dijadikan sebagai salah satu pendidikan.

c. Metode Keteladanan

Metode keteladanan merupakan bagian dari sejumlah metode yang paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan membentuk individu secara moral, spiritual dan sosial.

Sebab seorang pembimbing merupakan contoh ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah laku dan sopan santunnya akan ditiru, yang disadari atau tidak. Bahkan semua keteladanan itu akan melekat pada diri dan perasaannya dalam bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, indrawi maupun spiritual. Karenanya keteladanan merupakan faktor penentu baik buruknya seseorang yang dibimbing. Metode ini juga digunakan sebagai pemberian contoh yang baik dalam tingkah laku sehari-hari.

(35)

d. Metode Wawancara

Metode wawancara merupakan salah satu cara memperoleh fakta-fakta kejiwaan yang dapat dijadikan bahan pemetaan tentang bagaimana sebenarnya hidup dan kejiwaan seseorang yang dibimbing pada saat tertentu yang memerlukan bimbingan. Wawancara dapat berjalan dengan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. Pembimbing harus bersifat komunikatif kepada anak bimbing

2. Pembimbing harus dapat dipercaya sebagai pelindung oleh orang yang dibimbing.

3. Pembimbing harus bisa menciptakan situasi dan kondisi yang memberikan perasaan damai dan aman serta santai kepada seseorang yang dibimbing.

e. Metode Pencerahan

Metode pencerahan yaitu cara mengungkapkan tekanan perasaan yang menghambat perkembangan belajar dengan mengorek sampai tuntas perasaan atau sumber perasaan yang menyebabkan hambatan atau ketegangan dengan cara client centered, yang diperdalam permintaan atau pertanyaan yang meyakinkan untuk mengingat-ingat serta mendorong agar berani mengungkapkan perasaan tertekan, sehingga pada akhirnya pembimbing memberikan petunjuk tentang usaha apa saja yang baik bagi anak bimbing dengan cara yang tidak

(36)

bernada imperative (wajib), akan tetapi berupa anjuran-anjuran yang tidak mengikat.14

6. Materi Bimbingan Keagamaan

Dalam agama Islam terdapat 3 pokok ajaran yaitu Aqidah (iman), Syariah (islam), dan akhlak (ihsan). Pengklasifikasian pokok ajaran Islam ini didasarkan pada sebuah hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA:

“Pada suatu hari ketika Nabi SAW sedang bersama kaum muslimin, datang seorang pria menghampiri Nabi SAW dan bertanya, „Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan iman?‟

Nabi SAW menjawab, „Kamu percaya kepada Allah SWT, para malaikat, kitab-kitabyang diturunkan Allah SWT, hari pertemuan dengan Allah SWT, para rasaul yang diutus Allah SWT, dan terjadinya peristiwa kebangkitan manusia dari alam kubur untuk diminta pertanggungjawaban perbuatan oleh Allah SWT‟. Pria itu bertanya lagi, „Wahai Rasulullah, apa yang dimaksud dengan Islam?‟ Nabi menjawab, „kamu melakukan ibadah kepada Allah SWT dan tidak menyekutukan-Nya, mendirikan sholat fardhu, mengeluarkan harta zakat, dan berpuasa di bulan Ramadhan.‟ Pria itu kembali bertanya, „Wahai Rasulullah, apa yang dimaksudkan ihsan?‟ Nabi menjawab, „kamu beribadah kepada Allah SWT seolah-olah kamu melihat-Nya. Apabila kamu tidak mampu melihatnya, yaaakinlah bahwa Allah SWT melihat perbuatan ibadahmu‟..” (HR. Abu Hurairah).15

a. Materi Aqidah (Tauhid dan Keimanan)

Aqidah (keimanan) adalah sebagai sistem kepercayaan yang berpokok pangkal atas kepercayaan dan keyakinan yang sungguh-sungguh akan ke-Esaan Allah swt.16

14 M. Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT GOLDEN TERAYON PRESS, 1982), h. 44-47

15 Al-Bayan, Kitab Iman no 5

16 Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah, (Semarang: Fakultas Dakwah IAIN Walisongo, 1985), hlm 75

(37)































Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman (syirik), mereka itulah yang mendapatkan keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S Al-An’am : 82)

Aqidah merupakan barometer bagi perbuatan, ucapan, dengan segala bentuk interaksi dengan sesama manusia.

Berdasarkan keterangan Al-Qur’an dan As-Sunnah, iman kepada Allah menuntut seseorang untuk mempunyai akhlak yang terpuji. Sebaliknya, akhlak tercela membuktikan ketidakadaan iman tersebut.17 Iman merupakan membenarkan apa-apa yang diberitakan oleh Rasulullah Saw dengan sepenuhnya tanpa perlu yang nampak, serta percaya dan yakin kepadanya.18 Maka, mengenai materi iman adalah khusus mengenai pokok-pokok rukun iman yaitu:

1. Iman kepada Allah, yaitu dengan mempercayai bahwa Allah itu ada, baik dalam kekuasaan-Nya, ibadah kepada- Nya, dan dalam sifat serta hukum-Nya.

2. Iman kepada Malaikat, yaitu sebagai makhluk yang diciptakan dari nuur (cahaya) untuk melaksanakan perintah Allah swt

17 Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 1010), hlm 43

18 Maulan Muhammad Yusuf Al Khadalawi, Muntakhab Al-Hadist, (Bandung:

Pustaka Ramadhan, 2007), hlm 3

(38)

3. Iman kepada Kitab-Kitab Allah, yaitu Taurat, Injil, Zabur dan Al-Qur’an dan yang paling utama adalah Al-Qur’an 4. Iman kepada Rasul-Rasul Allah

5. Iman kepada Hari Akhir, yaitu hari kiamat sebagai hari perhitungan terhadap amal-amal manusia

6. Iman kepada Qadho dan Qadhar (takdir Allah), takdir yang baik maupun yang buruk dengan keharusan melakukan usaha dan ridha terhadap hasil yang diperolehnya.

b. Materi Syariah

Syariah adalah peraturan-peraturan dan hukum yang telah digariskan pokok-pokoknya dan dibebankan kepada kaum muslimin agar mematuhinya. Sedangkan materi syariah adalah khusus mengenai pokok-pokok ibadah yang dirumuskan oleh Rukun Islam yaitu:

1. Mengucapkan dua kalimat syahadat 2. Mendirikan sholat

3. Menunaikan zakat 4. Puasa

5. Menunaikan ibadah haji bagi yang mampu c. Materi Akhlak

Kata akhlak berasal dari bahasa arab khuluq yang jamaknya akhlaq. Menurut bahasa akhlak adalah perangai, tabi’at dan agama. Akhlak merupakan cerminan dari keadaan jiwa dan perilaku manusia, karena memang tidak ada seorang pun manusia yang terlepas dari akhlak.19

19 Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu, Bimbingan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2013), hlm 7-8

(39)

Manusia akan dinilai berakhlak apabila dia melakukan hablum min Allah dan hablum min an-nas. Hablum min Allah yaitu hubungan vertikal antara manusia sebagai makhluk dengan Allah swt sedangkan, hablum min an-nas yaitu hubungan horizontal dengan sesama manusia. Hubungan hablum min an-nas ini merupakan hubungan kodrat manusia sebagai makhluk sosial, makhluk yang bermasyarakat.

Agama diletakkan diatas empat landasan akhlak utama, yaitu: kesabaran, memelihara diri, keberanian, dan keadailan.

Akhlak juga lebih luas artinya dibandingkan moral dan etika sebab akhlak meliputi segi-segi kejiwaan dari tingkah laku lahiriah dan batiniah seseorang.20

Ringkasnya, terdapat tiga pokok dalam ajaran Islam yaitu: Aqidah, yang berisikan kepercayaan hamba kepada makhluk ghaib. Syari’ah, berisikan perbuatan sebagai konsekuensi dari kepercayaan. Dan Akhlak, yang berisikian dorongan hati untuk berbuat sebaik-baiknya meskipun tanpa pengawasan pihak lain, kaaarena percaya Allah SWT Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Pemahaman individu terhadap ajaran agama meliputi beberapa aspek yang mencerminkan intelektual individu dalam menginterpretasikan dan menjelaskan ajaran agama, seperti kemampuan untuk menterjemahkan dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an. Kemampuan dalam menerjemahkan dan memahami ayat Al-Qur’an merupakan ajaran yang sangat penting karena

20 A Zainuddin dan Muhammad Zamhari , Al-Islam 2 : Muamalah dan Akhlak, (Bandung: Pustaka Setia, 1993), hlm 73

(40)

dengan memahami ayat Al-Qur’an mampu memberikan dampak positif pada perilaku keagamaan individu.21

B. Perilaku Keagamaan

1. Pengertian Perilaku Keagamaan

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan, sedangkan keagamaan adalah segenap kepercayaan kepada Tuhan serta ajaran kebaikan dan kewajiban- kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan itu.22

Perilaku biasanya didefinisikan sebagai kecenderungan untuk menanggapi secara positif atau negatif terhadap objek tertentu atau situasi tertentu. Perilaku dapat dibagi menjadi dua, yaitu perilaku terbuka dan perilaku tertutup. Perilaku terbuka merupakan perilaku yang dapat langsung terlihat. Perilaku terbuka tampak pada peristiwa interaksi individu dengan lingkungan. Perilaku tertutup dapat berupa kegiatan berpikir, membayangkan, merasakan, dan merencanakan.23

Menurut W.JS. Poerwadaminta, perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan dan sikap yang muncul dalam perbuatan yang nyata atau ucapan.24 Sedangkan keagamaan dapat dikemukakan beberapa pendapat: menurut

21 Ria Dona Sari (2018), Pengaruh Pemahaman Agama Terhadap Perilaku Keagamaan Remaja Desa Ngestirahayu Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah, Skripsi, Lampung: Institut Agama Islam Metro

22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,) hlm 10

23 Cliford T Morgan, Introduction to Psychology, (New York: University of Wiconsin, 1961), hlm 526

24 W.J.S. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, edisi 3, 2001), hlm 7

(41)

Muhaimin, keagamaan atau religiusitas menurut islam adalah melaksanakan ajaran agama atau ber-Islam secara menyeluruh, karena itu setiap muslim baik dalam berpikir maupun bertindak perintahkan untuk ber-Islam.25

Keagamaan adalah banyak atau sedikitnya kesadaran akan ketergantungan pada Tuhan. Ketergantungan atau komitmen ini dibuktikan pada diri pribadi seseorang, pengalaman-pengalaman, keyakinan, dan angan-angan dan mendorong seseorang melaksanakan kewajibannya sebagai hamba. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku keagamaan adalah perilaku atau tingkah laku seseorang yang diwujudkan dengan perbuatan dan menjadi kebiasaan dalam rangka menjalankan ajaran agama yang didasari nash Al-Qur’an dan al-Hadits.

Perilaku keagamaan menurut Abdul Aziz Ahyadi yang dimaksud dengan perilaku keagamaan atau tingkah laku keagamaan adalah pernyataan atau ekspresi kehidupan kejiwaan manusia yang dapat diukur, dihitung, dan dipelajari yang diwujudkan dalam bentuk kata-kata, dan perbuatan, atau tindakan yang berkaitan dengan pengalaman ajaran agama Islam.26 Adapun perilaku keagamaan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kemampuan untuk mengingat dan mengamalkan materi dari bimbingan agama yang berisikan aturan atau norma yang secara garis besar ruang lingkupnya adalah akidah, syari’ah dan akhlak.

Contohnya mengenai perkataan dan perbuatan dimana perkataan

25 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm 297

26 Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Jakarta: Sinar Baru, 1988), hlm 28

(42)

sehari-harinya baik, selalu berdzikir, bersholawat, selalu mengucapkan kalimat syukur seperti Alhamdulillah jika mendengar kabar baik atau mendapat sesuatu yang baik, dan dari segi tindakan atau perbuatan dari para jamaah yang mengikuti Majelis Taklim Nurul Falah yang meliputi sholat tepat waktu, melaksanakan puasa, membaca Al-Qur’an setiap harinya, tolong menolong, mempunyai sifat sabar.

2. Macam-Macam Perilaku Keagamaan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia melakukan segala macam aktifitas kehidupannya atau dapat juga dikatakan dengan melakukan tindakan baik itu erat hubungannya dengan dirinya sendiri ataupun berkaitan dengan orang lain yang biasa dikenal dengan proses komunikasi, baik itu komunikasi verbal atau pun perilaku nyata. Akan tetapi, didalam melakukan perilakunya mereka senantiasa berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya.

Hal ini disebabkan karena motivasi yang melatarbelakanginya pun berbeda-beda.

Abdul Ahmad Ahyadi mengelompokkan perilaku menjadi dua macam, yaitu:

a. Perilaku Overal (perilaku yang diamati langsung).

b. Perilaku Covert (perilaku yang tidak dapat diamati secara langsung)27

3. Fakor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Keagamaan Perilaku keagamaan merupakan integritas secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama, serta tindak

27 Abdul Aziz Ahyadi, Psykologi Agama Kepribadian Muslim Pancasila, (Bandung: Sinar Baru, 1991), hlm 68

(43)

keagamaan dalam diri seseorang. Pada dasarnya perilaku keagamaan seseorang terbentuk oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor Internal

Pengaruh perilaku keagamaan selain ditentukan oleh faktor eksternal juga ditentukan oleh faktor internal seseorang. Secara garis besar, faktor-faktor yang ikut berpengaruh terhadap perilaku keagamaan diantaranya adalah:

a. Pengalaman pribadi

Sejak individu dilahirkan, sejak itu pula individu berhubungan dengan dunia luarnya. Sejak itu pula individu menerima stimulus atau rangsang dari luar dirinya. Dan individu mengenali dunia luarnya dengan menggunakan alat inderanya. Dalam rangka individu mengenali stimulus merupakan persoalan yang berkaitan dengan persepsi.

b. Pengaruh Emosi

Emosi merupakan perasaan gejolak jiwa yakni suatu keadaan kerohanian atau peristiwa kejiwaan yang dialami seseorang baik itu perasaan senang atau tidak senang.

Dalam perilaku keagamaan, emosi merupakan faktor yang internal karena emosi mempunyai suatu pengaruh besar kepada seseorang.

2. Faktor Eksternal

Manusia sering disebut dengan homoreligius (makhluk beragama). Pernyataan ini menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar yang dapat dikembangkan sebagia makhluk yang beragama. Dengan demikian, manusia lahir dilengkapi dengan potensi berupa kesiapan untuk menerima

(44)

pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi makhluk yang memiliki rasadan perilaku keagamaan. Adapun faktor eksternal yang dinilai berpengaruh dapat dilihat dari lingkungan tempat seseorang itu tinggal, yakni diantaranya:

a. Lingkungan keluarga

Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal bagi pembentukkan jiwa keagamaannya. Pengaruh kedua orang tua terhadap perkembangan jiwa keagamaan anak dalam pandangan Islam sudah lama disadari. Oleh karena itu, sebagai intervensite terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut kedua orang tua diberikan beban tanggung jawab.

Lingkungan keluarga dinilai sebagai faktor yang paling dominan dalam meletakkan dasar perkembangan perilaku keagamaan.

b. Lingkungan institusi

Lingkungan institusi yang ikut mempengaruhi perilaku keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah atau pun nonformal seperti berbagai perkumpulan dan organisasi. Perlakuan dan pembiasaan bagi pembentukkan perilaku keagamaan umumnya menjadi bagian dari program pendidikan melalui kurikulum yang berisi materi pengajaran, sikap, dan keteladanan guru sebagai pendidik serta pergaulan antar teman di pendidikan berperan dalam menanamkan kebiasaan yang baik. Pembiasaan yang baik

(45)

merupakan bagian dari pembentukkan moral yang erat kaitannya dengan perkembangan perilaku seseorang.

c. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan yang mengandung unsur tanggung jawab, melainkan hanya merupaka unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai yangada terkadang sifatnya lebih mengikat. Bahkan terkadang pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan yang nantinya akan berpengaruh terhadap perilaku keagamaan. Lingkungan masyarakat yang agamis akan memberikan pengaruh positif terhadap perilaku keagamaan seseorang, sebab kehidupan agama terkondisi dalam tatanan nilai.28

4. Bentuk Perilaku Keagamaan Islam

Perilaku keagamaan dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, baik yang secara langsung berkaitan dengan ibadah mahdhoh maupun yang tidak berkaitan secara tidak langsung atau ghoiru mahdhoh.

Ibadah mahdhoh adalah ibadah yang perintah dan larangan sudah jelas secara zhahir dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. Ibadah ini ditentukan oleh dalil-dalil yang kuat, misalnya perintah sholat, zakat, puasa, haji dan sebagainya.29

Perilaku keagamaan dalam bentuk ibadah mahdhoh dapat dipahami dari firman Allah swt dalam surat Al-Ankabut ayat 45:

28 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hlm 79

29 Abdul Hamid dan Ahmad Saebani,Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm 71

(46)













































Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al- kitab (Al-Qur‟an) dan dirikanlah sholat sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan-perbuuatan keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Ankabuut : 45)

Ibadah ghoir madhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa oleh manusia artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi tetapi substansi ibadahnya terjaga.30 Perilaku keagamaan dalam bentuk ibadah ghairu madhah meliputi, tolong menolong, mempunyai sifat sabar, tidak suka menggunjing, dan pemaaf.

a. Sebagai seorang muslim, kita harus mempunyai sifat tolong menolong. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadist Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

“Barang siapa melapangkan seorang mukmin dari satu kesusahan dunia, Allah akan melapangkannya dari salah satu kesusahan di hari kiamat. Barang siapa meringankan penderitaan seseorang, Allah akan meringankan penderitaannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (Aib)nya di dunia dan akhirat. Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu mau menolong saudaranya”. (HR. Muslim)

30 Abdul Hamid dan Ahmad Saebani,Fiqh Ibadah, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hlm 71

(47)

b. Seorang muslim yang beragama sudah seharus mempunyai sifat sabar, sabar diartikan sifat tabah dalam menghadapi segala macam bentuk cobaan hidup dan musibah yang menimpa. Sifat sabar memang sangatlah berat, kecuali bagi orang-orang yang mempunyai pondasi hati yang kuat. Dalam pandangan Al- Ghazali sabar itu merupakan sebuah tangga dan jalan yang dilintasi oleh orang-orang yang hendak menuju Allah SWT.

Sabar juga dapat dikaitkan dengan perilaku atau tingkah laku yang positif, seseorang yang mempunyai perilaku atau tingkah laku keagamaan yang baik maka akan lebih mendekatkan diri pada Allah SWT.

c. Tidak menggunjing, orang yang mempunyai perilaku keagamaan yang baik akan menghindari sifat menggunjing, karena perbuatan tersebut adalah perbuatan yang keji dan merupakan perilaku yang tercela. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Al-Hujurat: 12

































































Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari pransangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang

Referensi

Dokumen terkait

Variabel bebas pada penelitian ini adalah persepsi istri peternak sapi perah, sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah keterampilan dalam

Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya (Bu Lilis, Mbak Wati, Mas Heru, dan Mbak Eva) yang telah membantu dalam pengurusan

Prevalensi gondok hasil pemeriksaan kelenjar gondok (palpasi) pada penelitian ini lebih rendah sebesar 11,71 % jika dibandingkan dengan pemeriksaan kelenjar gondok (palpasi)

Virliana Khairunnisa, 2018, Pembelajaran Fiqih Wanita di Majelis Taklim Darul Aman Desa Handiwung Kecamatan Pulau Petak Kabupaten Kapuas, Skripsi Jurusan Pendidikan Agama

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai implementasi pendekatan saintifik pada kurikulum 2013 di SDN Tanjungrejo 1 Malang, maka dapat disimpulkan

pengetahuan keluarga terhadap apoteker dan antibiotik dengan pengetahuan keluarga dalam mendapatkan dan menggunakan obat antibiotik sesuai dengan hasil uji korelasi dimana

Pelaksanaan bimbingan agama yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan dalam bimbingan agama Islam oleh petugas Pembimbing Kemasyarakatan BAPAS Klas I Banjarmasin dalam

a) Kurangnya tenaga pembimbing yang ahli dan berkompeten dalam bidang agama. Sehingga menghambat dan mempersulit proses bimbingan keagamaan terhadap klien karena