• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teori

2.1.1. Kritik Sosial

Banyak pengertian tentang kritik sosial dari berbagai sumber, namun secara umum berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kritik sosial adalah suatu tanggapan yang mana biasanya juga disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat dan lain sebagainya, yang didalamnya menyangkut masyarakat. Adapun menurut teori kritis yang dikemukakan oleh Mazhab Frankfurt, kritik adalah suatu kemampuan penyadaran diri manusia dari kekuatan hegemonik tertentu sehingga pada keadaan tertentu manusia mampu melakukan perlawanan dan perubahan atasnya.

Secara sederhana, kritik sosial merupakan suatu tanda adanya kepekaan sosial.

Tentunya, kritik sosial yang sempurna adalah kritik sosial yang murni. Kritik sosial yang murni adalah apabila kritik tersebut tidak didasari hanya semata-mata untuk kepentingan pribadi saja melainkan juga memperhatikan kepentingan khalayak banyak dan kebutuhan nyata masyarakat Saat ini kritik merupakan sebuah bentuk komunikasi yang memiliki tujuan dan berfungsi sebagai kontrol terhadap jalannya suatu sistem sosial atau proses dalam bermasyarakat.

Walaupun kritik sosial memiliki fungsi dan tujuan yang baik dalam sistem sosial, namun keberadaan kritik dalam masyarakat terkadang masih dipandang sebelah mata. Hal ini dikarenakan kritik sangat lekat asumsinya terhadap penyampaian suatu kejelekan ataupun kekurangan orang lain atau sesuatu hal. Namun kini lambat laun, penyampaian kritik sudah mulai ditekankan pada kritik yang membangun. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tercapainya suatu tujuan dari kritik itu sendiri antara lain cara penyampaian dan media yang digunakan. Tidak terkecuali pada media komik, kini komik pun juga menjadi salah satu media yang kerap

(2)

menyampaikan kritik terhadap fenomena yang terjadi di masyarakat yang dikemas dengan gaya komik.

Rekayasa unsur pesan yang ada pada sebuah komik sangat mungkin untuk dilakukan apabila ditelaah dari sisi komunikasi. Namun, hal ini tentunya juga mempertimbangkan beberapa seperti pada siapa pesan ingin disampaikan dan media apa yang dipilih dalam menyampaikan pesan tersebut. Komik merupakan salah satu jenis komunikasi massa yang banyak mengandung tanda didalamnya, baik tanda verbal dan non verbal.

2.1.2. Bentuk-bentuk Kritik Sosial

Kritik sosial terdiri dari kritik sosial secara langsung dan tidak langsung. Aksi sosial, aksi unjuk rasa dan demonstrasi merupakan suatu bentuk kritik sosial secara langsung. Adapun bentuk kritik sosial secara tidak langsung antara lain seperti kritik melalui puisi, kritik melalui lagu, kritik melalui film, aksi teatrikal dan lain sebagainya. Berbagai bentuk kritik sosial tersebut memiliki pengaruh dan dampak sosial yang penting didalam kehidupan masyarakat. Kritik sosial merupakan bentuk komunikasi berupa lisan maupun tulisan yang memiliki tujuan sebagai kontrol sosial yang berhubungan dengan masalah interpersonal. Dari berbagai bentuk kritik sosial yang sudah dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya menurut Ataupah (2012), pada kritik sosial secara langsung maka setiap kegiatan penilaian, kajian atau analisis terhadap suatu kondisi masyarakat tertentu dilakukan secara langsung. Sedangkan kritik sosial secara tidak langsung dapat berupa suatu tindakan simbolis yang menyajikan penilaian maupun kecaman terhadap keadaan sosial masyarakat tertentu.

2.1.3. Jenis-jenis Kritik Sosial

Menurut Retnasih (2014), berikut adalah jenis-jenis kritik sosial berlandaskan konsep sosiologi sastra Marx.

1. Kritik Sosial Masalah Politik

Menurut Sanderson dalam Retnasih (2014), kritik sosial pada masalah politik membahas tentang suatu sistem politik yang terdiri dari hukum dan

(3)

keterlibatannya di dalam masyarakat serta untuk mengetahui hubungan eksternal diantara dan di lingkup masyarakat.

2. Kritik Sosial Masalah Ekonomi

Menurut Sumaatmadja dalam Retnasih (2014), kritik sosial pada masalah ekonomi membahas berbagai permasalahan yang menyangkut cara bagaimana individu dapat memenuhi berbagai kebutuhannya dari sumber daya yang terbatas hingga yang langka jumlahnya.

3. Kritik Sosial Masalah Pendidikan

Menurut Ahmadi & Nur dalam Retnasih (2014), Kritik sosial pada masalah pendidikan membahas berbagai masalah pendidikan baik dalam skala keluarga maupun dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4. Kritik Sosial Masalah Kebudayaan

Kritik sosial masalah kebudayaan membahas berbagai unsur pokok kebudayaan itu sendiri. Menurut Charon dalam Retnasih (2014), kebudayaan memiliki empat unsur kebudayaan yaitu ide tentang kebenaran (truth), yang bernilai (values), yang dianggap khusus untuk mencapai tujuan tertentu (goals), dan ide tentang bagaimana manusia melakukan sesuatu yang berkaitan dengan norma.

5. Kritik Sosial Masalah Moral

Kritik sosial pada masalah moral membahas segala sesuatu yang berhubungan tentang suatu sistem nilai yang dianut dalam kehidupan bermasyarakat. Menurut Salam dalam Retnasih (2014), sistem nilai terdiri dari wejangan, peraturan dan perintah yang diwariskan secara turun-temurun, yang kemudian membentuk suatu ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup.

6. Kritik Sosial Masalah Keluarga

Kritik sosial pada masalah keluarga membahas mengenai disorganisasi keluarga yang mana dikarenakan anggotanya gagal dalam memenuhi

(4)

kewajibannya sesuai dengan peranan sosialnya. Disorganisasi keluarga biasanya terjadi akibat adanya perbedaan pandangan atau faktor ekonomi.

Dengan adanya kritik sosial diharapkan konflik pada disorganisasi keluarga dapat diminimalisir dan terciptanya keluarga yang harmoni.

7. Kritik Sosial Masalah Agama

Kritik sosial pada masalah agama membahas mengenai berbagai konflik kepercayaan maupun keyakinan yang dianut dalam masyarakat.

Menurut Salam dalam Retnasih (2014), agama memiliki fungsi penting yaitu untuk memperkaya, memperhalus dan membina kebudayaan manusia. Namun, kebudayaan itu sendiri tidak memberi pengaruh terhadap pokok ajaran yang ditetapkan oleh suatu ajaran agama.

8. Kritik Sosial Masalah Gender

Kritik sosial masalah gender membahas permasalahan tentang perbedaan gender terhadap peran dan kedudukannya di masyarakat dalam berinteraksi dan bersosialisasi di kehidupan masyarakat.

9. Kritik Sosial Masalah Teknologi

Kritik sosial pada masalah teknologi lebih membahas tentang perkembangan teknologi dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial di masyarakat.

2.1.4. Kritik Sosial dalam Komik

Seperti yang sudah peneliti bahas sebelumnya, kritik sosial banyak disampaikan melalui berbagai media, salah satunya adalah komik. Komik adalah salah satu media komunikasi massa yang memiliki sifat dan tujuan sebagai humor satire.

Jadi dapat disimpulkan bahwa komik tidak hanya sebuah realisasi karya seni semata, namun juga memiliki maksud tujuan untuk melucu atau bahkan menyindir dan mengkritik (Wijana, 2003: 4). Humor itu sendiri terdiri dari 2 bagian, humor kering dan humor segar. Menurut Wibowo (2013:141), humor kering biasanya dibuat untuk

(5)

menyindir atau menghina lawan bicara, sedangkan kebalikannya, humor segar dibuat untuk menyenangkan hati pihak lawan bicara.

Berdasarkan jurnal Comic Strips, dijelaskan bahwasannya komik dan karikatur merupakan sarana yang sangat efektif untuk penyampaian kritik terhadap suatu kebijakan maupun perubahan nilai yang ada di masyarakat. Efektif yang dimaksud disini, dikarenakan pesan yang dikemas dengan gaya humor dalam komik bisa menyamarkan "ke-ekstrim-an" sebuah kritik tanpa mengurangi konteksnya. Komik tidak hanya mempengaruhi publik terbatas pada tingkat intelektualitas para pembacanya dalam mencermati keadaan sosial yang terjadi di sekelilingnya. Namun komik juga mampu memberikan pengaruh yang jauh lebih kompleks yaitu mampu mempengaruhi budaya suatu masyarakat.

2.1.5. Komik

Menurut Soedarso (2015), komik telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat Indonesia sedari dulu. Arti dari komik itu sendiri berasal dari kata Comic atau Kōmos yang mana berarti lucu yang muncul sekitar abad ke 16.

Secara umum pengertian dari komik adalah cerita bergambar dalam media majalah, surat kabar, buku yang mudah dimengerti dan cenderung memiliki humor didalamnya. Sedangkan berdasarkan M.S.Gumelar (2011: 7), komik merupakan urutan gambar yang diberi lettering sesuai dengan kebutuhan, kemudian disusun sesuai dengan tujuan & filosofi pembuatnya hingga pesannya tersampaikan dengan baik.

2.1.6. Fungsi Komik sebagai Wadah Kritis

Awal mula sejarah komik di Indonesia sebenarnya sudah lama berkembang, yakni dimulai sejak tahun 1931 oleh Kho Wan Gie yang memajang karyanya komik

“Sin Po” pada kedua surat kabar Pantjawarna dan Harian Warta Bhakti. Namun sayangnya, pada masa itu kedua surat kabar tersebut dianggap merupakan media jalur kiri sehingga kemudian peredarannya dihentikan. Komik karya Kho Wan Gie atau yang dikenal Komik Sin Po sendiri pada masa itu merupakan media bagi Kho Wan Gie untuk menyampaikan kritiknya terhadap pemerintah tentang kondisi sosial dan kehidupan sehari-harinya golongan minoritas pada kaum Tionghoa saat itu.

(6)

Perkembangan komik di Indonesia kemudian berlanjut pada sekitar tahun 1965-1966. Kala itu muncul beberapa para komikus lainnya yang memberikan gebrakan baru bagi perkembangan komik secara luas dan khususnya Indonesia. Para Komikus tersebut antara lain, Ganes, Zaldy, R.A. Kosasih, Jan Mintaraga, dan lain-lain. Sejak saat itulah, komik mulai mengambil hati masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan komik tidak hanya sebagai bukan sebagai karya hiburan semata namun juga menyelipkan pesan dan makna yang luas bagi setiap pembacanya. Pesan dan makna tersebut meliputi berbagai nilai yang bisa kita ambil seperti nilai moral, nilai edukasi, nilai kebangsaan dan tentunya juga hal ini memberikan pengaruh yang besar dalam perubahan perilaku para pembacanya.

Dengan kemampuannya dalam menyampaikan informasi secara efektif dan efisien, tak ayal jika sejak awal komik dijadikan wadah ekspresi bagi komikusnya. Di Indonesia sendiri Komik adalah salah satu media komunikasi yang identik dengan gambar media komunikasi. Hal ini menjadikan komik sebagai wadah ekspresi secara verbal dan visual yang mana setiap unsur didalamnya tentu merepresentasikan apa yang ingin disampaikan oleh para komikus atau pengarang, termasuk juga kritik.

2.1.7. Komunikasi Massa

Menurut ahli komunikasi, John R. Bittner, komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang (Mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa harus menggunakan suatu media massa dalam penyampaiannya.

Di sisi lain, Gerbner juga menyampaikan pendapatnya tentang komunikasi massa bahwasannya komunikasi massa adalah suatu produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang berkelanjutan serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri. Dari pengertian terlihat bahwasannya komunikasi massa menghasilkan suatu output berupa pesan-pesan komunikasi. Output atau pesan tersebut kemudian disebarkan secara luas kepada khalayak banyak secara kontinyu dalam jangka waktu tertentu, misalnya harian mingguan, dwi mingguan atau bulanan.

(7)

Dari banyaknya definisi yang telah disampaikan oleh para ahli beserta pada ragam dan titik tekan tentang komunikasi massa., namun pada dasarnya komunikasi massa adalah komunikasi melalui media massa (media cetak dan media elektronik).

Hal ini dikarenakan bila kita pahami lebih dalam bahwasannya komunikasi massa itu sendiri berasal dari pengembangan kata media komunikasi massa atau mass of communication.

Definisi komunikasi saat ini sudah mampu menggambarkan secara jelas pemahaman yang lengkap tentang komunikasi massa. Lengkap disini maknanya adalah definisi komunikasi massa mampu menggambarkan karakteristik komunikasi massa secara jelas. Karakteristik utama yang ada pada komunikasi massa saat ini dapat dikatakan sebagai berikut : ditujukan untuk khalayak umum yang relatif besar atau publik secara luas, heterogen dan anonim, pesan disampaikan secara terbuka, seringkali pesan yang disampaikan bisa diterima oleh publik dalam waktu yang sama, pesan bersifat sekilas; komunikator cenderung tergabung dalam organisasi yang kompleks.

2.1.8. Karakteristik Komunikasi Massa

Terdapat beberapa hal yang membedakan Komunikasi Massa dengan Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Kelompok, yaitu terletak pada unsur yang ada didalamnya dan juga proses terjadinya komunikasi tersebut. Berikut adalah Karakteristik Komunikasi Massa:

a. Komunikator Terlembagakan

Ciri pertama dari Komunikasi Massa adalah komunikatornya terlembagakan.

Dalam hal ini yang dimaksud dengan terlembagakan adalah komunikatornya bergerak dan terorganisir dalam suatu wadah yang kompleks, yaitu meliputi berapa orang yang terlibat, peralatan yang digunakan, dan biaya yang dibutuhkan dalam proses terbentuknya komunikasi massa tersebut.

b. Pesan Bersifat umum

Pesan yang disampaikan pada komunikasi massa bersifat umum atau dan terbuka. Hal ini artinya komunikasi massa tidak ditujukan untuk kelompok atau

(8)

golongan tertentu. Pesan yang disampaikan dapat berupa fakta ataupun peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar yang mana dimuat dalam media massa.

c. Komunikan bersifat Anonim dan Heterogen

Dikarenakan komunikasinya tidak dilakukan secara tatap muka melainkan menggunakan media, maka ciri komunikasi massa juga terletak pada komunikannya yang bersifat anonim. Selain anonim, komunikasi massa juga bersifat heterogen yang mana artinya terdiri dari berbagai kelompok usia, jenis kelamin, latar belakang budaya, agama, dan tingkatan ekonomi dari berbagai lapisan masyarakat.

d. Media massa menimbulkan keserempakan

Ciri selanjutnya adalah pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui media massa umumnya dapat menjangkau sejumlah penduduk besar dengan jarak yang jauh secara serempak. Hal inilah yang menjadi salah satu kelebihan komunikasi massa, yaitu kemampuan untuk menjangkau jumlah sasaran khalayak atau komunikan secara luas dan tak terbatas.

e. Komunikasi mengutamakan isi ketimbang hubungan

Pada umumnya komunikasi melibatkan unsur isi dan unsur hubungan sekaligus, namun komunikasi massa hanyalah berfokus pada unsur isi. Pada komunikasi, yang menjadi tolak ukur efektif atau tidaknya suatu komunikasi bukanlah pada struktur, melainkan pada aspek hubungan manusia. Dengan kata lain yang menjadi fokus bukan pada “apanya” tetapi pada ”bagaimana”. Sedangkan komunikasi massa menekankan pada “apanya”. Namun tentunya pesan yang disusun juga harus tetap memperhatikan sistem tertentu dan disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.

f. Komunikasi Massa bersifat satu arah

Komunikasi yang ada pada komunikasi massa bersifat tidak langsung atau tersampaikan melalui media massa. Hal ini artinya antara komunikan dan komunikatornya tidak melakukan kontak secara langsung. Pada satu sisi komunikator

(9)

aktif menyampaikan pesan dan disisi lain komunikan berperan sebagai penerima pesan, yang mana keduanya tidak saling berdialog.

g. Stimulasi alat indera Terbatas

Pada komunikasi massa dapat dibilang memiliki stimulus alat indera yang terbatas dikarenakan komunikasi yang terjadi bergantung hanya pada jenis media massa tertentu. Misalnya pada radio siaran, massa hanya mendengar bisa mendengar, pada majalah hanya dapat melihat, kemudian pada televisi hanya dapat menggunakan indera pendengaran dan penglihatan.

h. Umpan balik tertunda (Delayed)

Pada komunikasi massa juga terdapat umpan balik atau yang lebih populer dengan sebutan feedback. Umpan balik yang disampaikan oleh komunikan merupakan salah satu faktor vital dalam menentukan apakah suatu komunikasi tersebut sudah tersampaikan secara efektif atau tidak.

2.1.9. Fungsi Komunikasi Massa

Sama halnya dengan definisi komunikasi massa, fungsi komunikasi massa juga memiliki latar belakang dan tujuan yang berbeda dari berbagai sumber dan pendapat para ahli yang ada. Dari banyaknya para ahli yang berpendapat terhadap fungsi-fungsi komunikasi massa, namun secara umum, fungsi komunikasi massa dapat dijabarkan menjadi beberapa bagian sebagai berikut :

a. Informasi

Fungsi pertama yang penting dalam komunikasi massa adalah fungsi informasi. Dalam menentukan fungsi informasi, komponen yang paling penting untuk diperhatikan yaitu dari berita-berita yang disajikan. Contohnya adalah fakta maupun temuan yang dicari para wartawan di lapangan kemudian dikemas dalam sebuah tulisan merupakan sebuah informasi. Fakta yang dituangkan tentunya merupakan suatu peristiwa yang benar-benar terjadi. Pada umumnya, fakta-fakta tersebut disusun

(10)

berdasarkan rumus 5W + 1 H (What, Where, Who, When, Why, + How) atau Apa, Di mana, Siapa, Kapan, Mengapa, dan Bagaimana.

b. Hiburan

Jika dibandingkan dengan fungsi-fungsi lainnya, fungsi hiburan menempati posisi yang paling tinggi. Karena masyarakat kita masih menganggap televisi sebagai hiburan. Maka tidak heran jika pada jam-jam prime time (pukul 19.00 hingga 21.00) akan banyak ditemukan tayangan yang bersifat hiburan, seperti sinetron, kuis, dan lainnya.

c. Persuasi

Fungsi persuasif pada komunikasi massa juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Karena persuasif dapat mengukuhkan atau memperkuat sikap, mengubah sikap, menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu, dan menawarkan sistem tertentu. Bahkan Josep A. Devito (1997) menganggap fungsi persuasi merupakan fungsi yang paling penting dari Komunikasi Massa. Tak sedikit tulisan yang jika dilihat sekilas hanya berupa informasi, tetapi kalau diperhatikan lebih mendalam terdapat fungsi persuasi.

d. Transmisi Budaya

Transmisi budaya merupakan salah satu fungsi komunikasi massa yang cukup vital dan luas meskipun pada dasarnya paling sedikit dibicarakan. Terdapat dua tingkatan dalam transmisi budaya, yaitu kontemporer dan historis. Pada tingkatan kontemporer, media massa selalu mengenalkan bibit perubahan secara terus menerus untuk menemukan kesepakatan nilai yang ada di masyarakat. Sedangkan secara historis, setiap individu telah melampaui berbagai fase maupun mengeksplorasi serangkaian pengalaman baru untuk di masa yang akan datang.

e. Mendorong Kohesi Sosial

(11)

Fungsi komunikasi massa juga untuk menyatukan masyarakat melalui media massa. Hal ini untuk membantu meminimalisir terjadinya perpecahan pada masyarakat. Peran media massa dalam memberitakan arti pentingnya kerukunan hidup umat beragama merupakan contoh dari fungsi komunikasi sebagai kohesi sosial.

Namun begitu, selain memiliki fungsi sebagai integrasi sosial, media massa juga mampu menciptakan peluang adanya disintegrasi sosial. Dengan kata lain, peluang media massa untuk menciptakan integrasi dan disintegrasi sama besarnya.

f. Pengawasan

Menurut Laswell, fungsi pengawasan pada komunikasi massa menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi mengenai kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Laswell juga menjelaskan bahwa fungsi pengawasan dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengawasan peringatan dan pengawasan instrumental. Salah satu contoh fungsi pengawasan peringatan yaitu misalnya adanya pemberitaan tentang munculnya badai, gempa bumi, banjir bandang dan sebagainya. Sedangkan contoh fungsi peringatan instrumental adalah penyebaran informasi yang berguna bagi masyarakat secara luas. Harga berbagai produk sehari-hari merupakan informasi yang penting dan sangat dibutuhkan bagi masyarakat.

g. Korelasi

Fungsi korelasi memiliki arti bahwa komunikasi massa memiliki fungsi untuk menghubungkan masyarakat dengan lingkungannya. Dalam hal ini, media massa memiliki peran dan keterkaitan yang erat sebab media massa memiliki fungsi sebagai penghubung antar kelompok dan berbagai komponen masyarakat. Salah satu contoh fungsi korelasi adalah saat reporter menyajikan berita, maka akan menghubungkan antara narasumber (salah satu unsur bagian masyarakat) dengan pembaca surat kabar (unsur bagian masyarakat yang lain).

h. Pewarisan Sosial

Komunikasi massa juga berfungsi sebagai pewaris sosial. Adapun hal yang diwariskan meliputi ilmu pengetahuan, nilai, norma, pranata, dan etika dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Sebagai contoh, cara berpakain anak muda saat ini

(12)

kian mengalami perubahan. Hal ini merupakan salah satu dampak apa yang dipertontonkan dalam televisi maupun media massa lainya. Dengan begitu, media massa memiliki peran pewaris sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

i. Melawan Kekuasaan dan Kekuatan Represif

Komunikasi massa juga bisa dijadikan alat untuk melawan kekuasaan dan kekuatan represif selain memerankan fungsi-fungsi klasik yang dijelaskan sebelumnya. Dalam hal ini, komunikasi massa berperan memberikan informasi melalui media massa, yang mana informasi tersebut memiliki motif tertentu untuk melawan. Namun sebaliknya, media massa juga bisa berperan untuk memperkuat kekuasaan dan membangun citra positif. Hal ini terjadi pada saat masa pemerintahan Soeharto yang mana media massa dikuasai selama 32 tahun tanpa kontrol secara efektif. Media massa saat itu ikut larut arus pemikiran masyarakat yang sudah bosan dengan kekuasaan represif Orde Baru. Media massa tidak lagi memberitakan kejadian-kejadian yang berasal dari informasi resmi pemerintah tetapi melakukan investigasi langsung ke lapangan.

j. Menggugat Hubungan Trikotomi

Pada kajian komunikasi hubungan trikotomi adalah adalah hubungan yang bertolak belakang antara tiga pihak yakni melibatkan pemerintah, pers, dan masyarakat. Dari ketiga pihak tersebut seringkali tidak pernah mencapai kesepakatan karena adanya perbedaan kepentingan masing-masing dari berbagai pihak. Hal ini bisa diilustrasikan gambar segitiga sama kaki, yang mana pemerintah berada di posisi paling atas, kemudian kedua kaki pemerintah (analogi dari segitiga sama kaki) menginjak pers dan masyarakat yang berarti pemerintah mempunyai kekuasaan atas keduanya.

2.1.10. Komik sebagai Komunikasi Massa

Menurut Cangara (2010:127), banyak media komunikasi yang seringkali kita jumpai seperti, pamphlet, spanduk, baliho, billboard, poster, surat kabar, buletin, majalah, radio, televisi, dan film. Dari media komunikasi tersebut merupakan alat-alat

(13)

perantara dalam proses penyampaian isi pernyataan (message) dari komunikator sampai kepada komunikan atau proses penyampaian umpan balik (feedback) dari komunikan sampai kepada komunikator.

Sebagai media komunikasi, komik yang tersusun dari gambar-gambar baik menggunakan teks maupun tidak, ditata dengan menggunakan ruang yang tersedia sehingga mengandung suatu alur cerita bisa difungsikan sebagai media komunikasi massa untuk pembacanya. Pada sejatinya komik adalah bentuk lahirnya hasrat manusia untuk mengungkapkan pengalamannya melalui bentuk dan tanda (Maharsi, 2011:4) Kekuatan utama komik terletak pada perpaduan gambar dan teks. Dengan begitu komik menjadi media massa visual yang memiliki kekuatan untuk menyampaikan informasi secara populer dan mudah dimengerti.

Tidak sedikit komik dibuat dengan maksud untuk memberikan informasi seperti isu sosial yang terjadi di masyarakat, karena komik merupakan salah satu dari media massa. Dan komik Mice Cartoon karya Muhammad Misrad merupakan komik yang dari awal pembuatannya selalu mengangkat kehidupan sosial masyarakat. Dalam lingkup sosial, komik dapat memberikan gambaran nyata akan realitas kehidupan sosial yang ada. Dalam bukunya, Berger (1997:70) berpendapat “Comic perceptions of society often give brilliant insights into the latter. A good cartoon or joke can often be more revealing of a particular social reality than any number of social-scientific treatises”. Lanjutnya, dalam perbandingan antara komik dengan karya tulis ilmiah, Berger berpendapat bahwa kartun dan humor yang baik dapat lebih mengungkapkan realitas sosial yang ada. Karena pada umumnya komik humor ditulis dengan bahasa yang santai dan apa adanya.

Ideologi serta visi komikus dapat tergambarkan dalam karya komiknya.

Bagaimana komikus menemukan ide cerita yang memiliki arti pesan yang berbeda di tiap komiknya adalah bentuk ideologi dan visi yang ada. Terdapat pula komik yang hanya bercerita humor semata untuk sebagai hiburan, ada juga komik yang berisikan penuh dengan kalimat satir untuk mengkritik sesuatu. Karena sejatinya komik adalah sebuah percampuran antara kreativitas ideologi dan visi yang diimani oleh komikus itu sendiri.

(14)

2.1.11. Komik sebagai Media Kritik

Komik merupakan cerita bergambar yang umumnya mudah dicerna serta bersifat lucu. Komik juga tidak hanya tentang pernyataan rasa seni untuk kepentingan seni semata-mata, melainkan mempunyai maksud melucu, bahkan menyindir dan mengkritik (Wijana, 2003: 4). Terdapat dua jenis humor, humor kering dan humor segar. Humor kering biasanya dipakai untuk menyindir atau bahkan menghina,sedangkan humor segar benar-benar hanya untuk menyenangkan pihak hati lawan bicara (Wibowo, 2013: 141).

Dalam jurnal Comic Strips: Media Kritik Sosial menurut Laksono (2004) disebutkan bahwa komik dan karikatur merupakan sarana yang sangat efektif untuk menyampaikan kritik terhadap otoritas maupun perubahan-perubahan nilai yang terjadi pada masyarakat. Komik dikatakan efektif karena pesan dapat terbungkus dalam kemasan kartun humor yang mampu menyamarkan "ke-ekstrim-an" suatu kritik tanpa mengurangi bobot isinya. Komik memiliki kemampuan tidak hanya pada mempengaruhi massa dari tingkat intelektualitas pembaca mencermati kondisi sosial yang terjadi di sekitarnya. Namun lebih jauh lagi dapat mempengaruhi budaya suatu masyarakat. Kritik sosial tidak timbul begitu saja, biasanya kritik sosial muncul karena tidak adanya perhatian dari masyarakat perihal kebudayaan dan latar belakang sosial daerah itu sendiri.

2.1.12. Teori Semiotika

Semiotika adalah ilmu tentang tanda. Tanda adalah segala hal, baik fisik maupun mental, baik di dunia maupun jagatraya, baik dalam pikiran manusia maupun sistem biologi manusia dan hewan, yang diberi makna oleh manusia. Dengan tanda-tanda, kita ingin menemukan kesamaan pada poros dunia yang centang-perenang ini, paling tidak supaya kita memiliki pedoman. “Apa yang dikerjakan oleh semiotika adalah mengajarkan kita bagaimana menguraikan aturan-aturan tersebut dan membawanya sebuah kesadaran”, ujar Pines (dalam Berger, 1997:14).

Semiotika adalah sebuah kerangka analisis yang membedah tanda atau kata-kata dalam bahasa yang berkaitan dengan tanda-tanda lain. Tanda adalah objek

(15)

fisik yang memiliki makna. Setiap tanda terdiri dari penanda (signifier) dan petanda (signified) (Fiske, 2012:73- 76).

Dari beberapa definisi yang telah diuraikan, para ahli menilai bahwasanya semiotika atau semiosis merupakan ilmu atau proses yang berhubungan dengan tanda.

Pada dasarnya, semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses-tanda yang dapat diberikan dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah S(s,i,e,r,c). S untuk semiotic relation (hubungan semiotik); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya, suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi-kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks) atau conditions (kondisi).

Semiotika mencoba untuk menguraikan hubungan tanda atau ilmu tentang tanda; secara tersusun menjelaskan esensi, ciri-ciri dan bentuk suatu tanda, dengan proses signifikasi yang mendampinginya.

2.1.13. Semiotika Roland Barthes

Menurut Roland Barthes dalam Hoed (2014), semiotika adalah ilmu tentang bentuk (form). Barthes mengadaptasi semiologi Saussure tentang teori petanda dan penanda untuk dikembangkan menjadi metabahasa dan konotasi. Saussure berfokus pada penandaan dalam tataran denotatif, sedangkan Barthes mengembangkannya pada tingkat konotatif. Terdapat juga aspek lain yang dikembangkan Barthes dalam penandaan, yaitu mitos. Teknik analisis semiotika Roland Barthes menurut peneliti lebih cocok digunakan dalam penelitian ini karena lebih mengarah ke penelitian semiotika sosial.

Denotasi merupakan makna pertandaan tingkat pertama yang terdiri dari rantai penanda dan petanda, juga dikenal secara umum, eksplisit, langsung, dan pasti. Pada sistem konotasi, atau sistem penandaan tingkat kedua, rantai penanda atau petanda pada sistem denotasi menjadi penanda, dan seterusnya berkaitan dengan petanda yang lain pada rantai pertandaan lebih tinggi.

(16)

Konotasi adalah makna pertandaan tingkat kedua, serta sebagai segi petanda (makna atau isi suatu tanda) oleh pemakai tanda sesuai dengan sudut pandangnya.

Konotasi yang telah menguasai masyarakat akan menjadi mitos. Barthes mencoba menguraikan betapa kejadian keseharian dalam kebudayaan kita menjadi seperti wajar, padahal itu hanya mitos belaka akibat konotasi yang menetap di masyarakat. Alasan peneliti menggunakan analisis semiotika karena adanya signifikasi tanda-tanda dan simbol-simbol untuk memvisualkan pesan yang ingin disampaikan dalam isi komik.

Dalam melakukan analisis, peneliti menggunakan analisis semiotika dari Roland Barthes. Salah satu contoh yang dikemukakannya adalah olahraga gulat di Perancis.

Menurutnya gulat bukan olahraga, melainkan tontonan. Gulat merupakan olahraga yang direkayasa,namun masyarakat tidak mempermasalahkannya. Yang penting adalah bagaimana yang ditampilkan pegulat (penanda) dalam kesadaran penonton diberi makna (petanda) sesuai dengan keinginan penonton: yang menjadi favorit harus menang. Inilah konotasi, perluasan petanda oleh pemakai tanda dalam kebudayaan.

Bagi Barthes, istilah signifier (penanda) menjadi ekspresi dan signified (petanda) menjadi isi. Namun, Barthes mengatakan bahwa antara ekspresi dan isi harus ada relasi tertentu sehingga membentuk tanda (sign). Setiap tanda selalu memperoleh pemaknaan awal yang dikenal dengan istilah denotasi yang menjadi sistem primer. Kemudian pengembangan sistem primer ke arah ekspresi atau ke arah isi disebut sistem sekunder (Hoed, 2014:17).

Dari penjelasan diatas, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap suatu objek. Sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Pada signifikansi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu (Hoed, 2014:21).

Menurut Barthes, konsep mitos adalah pengkodean makna atau nilai-nilai sosial yang dianggap alamiah. Mitos dalam hal ini tidak sama dengan mitos yang biasa dipahami masyarakat sebagai cerita tentang tahayul, tetapi sebagai perkembangan dari

(17)

konotasi yang terbentuk lama pada masyarakat. Mitos juga memiliki dominasi pada produk kelas sosial.

2.2. Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menjadi referensi penulis untuk melakukan penelitian ini, salah satunya adalah penelitian pada jurnal yang berjudul

“Politisasi dalam Ragam Bahasa Komik Mice Cartoon (Analisis Semiotika Roland Barthes)” oleh Nursalim (2015, h. 62-78). Dalam penelitian ini Nursalim menyampaikan bahwa komikus Mice Cartoon mengkritik aspek politik pada komik yang dibuatnya. Hasil penelitian ini menyampaikan pandangan terhadap bagaimana realita kehidupan sekitar dan sindiran terhadap peran pemerintah secara aspek politik.

Pada penelitian ini peneliti juga menggunakan pendekatan semiotika Barthes sebagai teknik analisa. Namun yang membedakan disini adalah unit analisis, yang mana pada penelitian Politisasi dalam Ragam Bahasa Komik Mice Cartoon terbatas pada simbol dan tulisan. Sedangkan unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis teks yang meliputi karakter,gambar, dan dialog.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Puspitaningtyas (2014) yang berjudul

“Analisis Semiotika Komik Panji Koming dengan Tema Renovasi Gedung Badan Anggaran DPR di Surat Kabar Harian Kompas Periode 29 Januari 2012”. Penelitian ini pada dasarnya membahas mengenai konteks sosial dalam proses pemahaman pada isi Komik Panji Koming edisi 29 Januari 2012 dengan tema renovasi gedung Badan Anggaran DPR. Sasaran kritik dalam komik ini adalah Badan Anggaran DPR dan salah satu temuan dalam penelitian ini adalah pemahaman mendalam atas konteks sosial yang meliputi sejarah Kompas dengan jurnalisme kepitingnya, sejarah Majapahit, serta perjalanan kasus renovasi gedung Badan Anggaran DPR. Komik Panji Koming ini juga mengkritisi sikap dan tindakan pemerintah yang menyalahgunakan fasilitas kerja demi kepentingan pribadi mereka. Pada penelitian komik Panji Koming, peneliti menggunakan teori Semiotika Charles S Pierce sebagai teknik analisisnya. Sedangkan, pada penelitian ini penulis memilih menggunakan teori Semiotika Roland Barthes, yang mana hal ini akan menghasilkan kesimpulan makna yang berbeda pada teknik analisisnya.

Referensi

Dokumen terkait

Penetapan Pemenang Lelang, yang tidak semata-mata bergantung pada kesepakatan pihak dapat menjadi alas perolehan hak milik. Setiap perbuatan hukum perdata yang

Faktor intrinsik adalah faktor-faktor yang timbul dari dalam pribadi tiap- tiap individu atau perilaku yang terbentuk karena ada suatu kepentingan dari dalam

1) Bahwa partisipasi atau keikutsertaan sesungguhnya merupakan suatu keterlibatan mental dan perasaan, tidak hanya semata-mata keterlibatan secara jasmaniah. 2)

Sebagai suatu proses, manajemen proyek mengenal urutan pelaksanaan yang logis, yang menggambarkanbahwa tindakan manajemen proyek semata-mata diarahkan pada pencapaian

a) Mengambang bebas (murni), dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan bank sentral/otoritas moneter. Sistem ini sering

Pewarna bibir (lipstik) merupakan salah satu bentuk kosmetik riasan (dekoratif), dimana dalam penggunaannya semata-mata hanya melekat pada bagian tubuh yang dirias

a) Mata mengawasi arah depan. Pandangan mata harus diarahkan jauh kedepan secara menyeluruh, tidak hanya memperhatikan mobil didepan kendaraan saja, tetapi juga lalu lintas

Shihab (1999) juga mengisyaratkan bahwa dalam pluralisme yang terpenting adalah bukan semata-mata berupa pengertian yang merujuk pada kenyataan tentang adanya